Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Dengan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk, sumber daya air di dunia telah
menjadi salah satu kebutuhan yang sangat vital. Air merupakan hal pokok bagi konsumsi dan
sanitasi umat manusia, untuk produksi berbagai bahan industri. Selain itu air juga merupakan
sumber tenaga dan merupakan sarana pengangkutan dan alat transportasi yang mempunyai
fungsi penting.
Sumber daya yang berharga sekalipun, dapat pula menjadi bahaya. Demikian pula
halnya dengan air yang berlebihan. Jumlah air hujan atau bentuk presipitasi lainnya yang
berlebihan, dapat mengakibatkan banjir sehingga dapat menimbulkan bahaya kerusakan berat
dan korban jiwa yang banyak jumlahnya.
Sumber daya air di bumi ini harus dikelola dengan tepat agar dapat memenuhi
kebutuhan manusia dan juga agar tidak menimbulkan kerugian-kerugian. Pengelolaan yang
tepat sangat dibutuhkan agar kebutuhan air untuk berbagai kebutuhan di bumi ini dapat
terpenuhi dengan baik. Dengan perencanaan yang baik jumlah air berlebih dari sisa
presipitasi dapat diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan limpasan yang berlebihan
sehingga dapat menimbulkan banjir di permukaan.

1.2. Identifikasi Masalah


Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan suatu kota, akan
bertambah maju pula sarana dan pra sarana yang mendukungnya. Sarana untuk menyediakan
air semakin bertambah, misalnya penyediaan sarana air bersih, air minum, penggunaan air
tanah untuk kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain. Selain sarana penyediaan kebutuhan air,
diperlukan juga sarana pembuangan air yang memadai. Air berlebih dan tidak terpakai di
daerah perkotaan berasal dari :
- Air hujan / bentuk presipitasi yang lainnya yang tidak terinfiltrasi ke dalam tanah,
sehingga mengakibatkan limpasan berlebih di permukaan. Kecilnya infiltrasi ini
disebabkan semakin luasnya permukaan yang dapat menginfiltrasi, karena banyaknya
perubahan tata guna lahan menjadi daerah industri, perumahan, jalan dan lain-lain. Sebab
lainnya adalah intensitas hujan yang tinggi, sehingga kapasitas saluran yang telah ada
tidak mampu mengalirkan air hujan yang berlebih tersebut.

1
- Kondisi topografi daerah yang datar, atau tidak rata sehingga menyebabkan sedimentasi
pada saluran pembuang yang akan menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran tersebut.
- Limbah (rumah tangga, industri dan lain-lain)
Kelebihan air di perkotaan tersebut harus segera dibuang sehingga tidak menyebabkan
genangan air yang mengganggu aktivitas manusia dan juga kurang baik bagi sanitasi.
Drainasi merupakan istilah yang dipergunakan sistem-sistem yang digunakan untuk
menangani air yang berlebih.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan sistem drainasi bagi daerah
perkotaan. Sistem dan kapasitas pembuangan harus memadai untuk membuang habis
kelebihan air yang ada di permukaan sehingga tidak terjadi genangan air yang mengganggu
aktivitas manusia dan juga kurang baik bagi sanitasi
Kebanyakan kota-kota besar mempunyai sistem drainasi tertentu dengan biaya yang
besar. Bahkan investasi keseluruhan di bidang drainasi pemukiman jauh lebih besar
dibandingkan dengan investasi di bidang pengurangan banjir atau irigasi. Menurut
perhitungan, hampir seperempat biaya pembangunan jalan raya dibelanjakan untuk sarana
drainasi jalannya. Karena itu perencanaan sistem drainasi harus mempertimbangkan masalah
ekonomi.
Saluran dan sistem drainasi memerlukan pemeliharaan yang baik dan rutin. Setiap
beberapa tahun sekali harus dievaluasi agar dapat dianalisa apakah perubahan-perubahan
yang terjadi telah mengubah kondisi sistem saluran.

1.3. Batasan Masalah


Masalah yang akan dibicarakan dalam laporan ini adalah sebatas :
 Perhitungan debit air yang akan didrainasi berkaitan dengan curah hujannya.
 Perhitungan debit air yang akan didrainasi berkaitan dengan luas tiap tata guna lahan
daerah, dan dengan pertimbangan proyeksi perkembangan penduduk di perkotaan
tersebut.
 Perencanaan sistem jaringan drainasi pada daerah perkotaan dan perhitungan dimensi
salurannya.

1.4. Rumusan Masalah


1. Bagaimana mendapatkan debit dari sisa air yang didrainasikan, dari data hujan harian
yang dianalisa dengan poligon thiessen sehingga didapatkan curah hujan maksimum
daerah tahunan.

2
2. Bagaimana mendapatkan curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu, dengan
menggunakan disribusi log pearson III.
3. Bagaimana mendapatkan debit limbah rumah tangga dengan memproyeksikan jumlah
penduduk ini dengan prosentase pertumbuhan-pertumbuhan yang dihubungkan
dengan kebutuhan air tiap penduduk.
4. Bagaimana merencanakan sistem jaringan drainase dengan mempertimbangkan
topografi daerah.

1.5. Maksud dan Tujuan


Maksud pemberian tugas ini adalah untuk pengenalan salah satu penerapan dari teori
yang telah diterima mahasiswa dari mata kuliah Rancangan Drainasi, sehingga mahasiswa
dapat mengetahui sebagian kondisi dan jenis pekerjaan suatu proyek drainasi di wilayah
perkotaan.
Sedangkan tujuan pemberian tugas ini adalah :
 Untuk mengetahui jumlah debit yang tersisa di permukaan akibat hujan dan limbah
rumah tangga serta industri pada suatu daerah dengan luas dan tata guna lahan tertentu
berdasarkan data yang tersedia.
 Untuk mengetahui harga tanah timbunan dan galian, sehingga kita dapat merencanakan
sistem dan dimensi saluran drainasi di suatu wilayah perkotaan dengan
memperhitungkan faktor efisiensi dan biaya.

 SISTEM DRAINASE NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG


1. Negara Maju
Negara maju adalah sebutan untuk negara yang menikmati standar hidup yang relatif
tinggi melalui teknologi tinggi dan ekonomi yang merata. Kebanyakan negara dengan GDP
(Gross Domestic Product)/ Produk domestic bruto per kapita tinggi dianggap negara
berkembang. Namun beberapa negara telah mencapai GDP tinggi melalui eksploitasi sumber
daya alam (seperti Nauru melalui pengambilan fosfor dan Brunei Darussalam melalui
pengambilan minyak bumi) tanpa mengembangkan industri yang beragam, dan ekonomi
berdasarkan-jasa tidak dianggap memiliki status 'negara maju'
1.1. Sistem drainase di negara maju (BELANDA)

3
Gambar 1 (sistem Drainase Belanda)
Sumber : google,negara belanda
Negara maju seperti Belanda telah menerapkan sistem pengelolaan tata air yang lebih
maju dari negara-negara lainnya. Belanda benar-benar memanfaatkan alam untuk
menghidupi kebutuhan manusia seperti Kincir Angin dan Kincir Air yang menjadi andalan
negeri tersebut.
Belanda mempunyai kecanggihan dam penataan atau system drainasenya yaitu sitem
polder dan sistem eco-drainase.
a. Sistem Polder
Polder adalah sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan hidrologis
artifisial yang dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah polder, air buangan (air kotor dan air
hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu dipompakan ke badan air lain

4
pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya air dipompakan ke sungai
atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa
pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding batu, bisa juga berupa konstruksi beton
dan perkerasan yang canggih.
Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direkalamasi. Sistem polder banyak
diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, dan juga pada manajemen air buangan
(air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari muka air laut dan sungai.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan
sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan
sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan
dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus
dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga
sebagai sistem drainase yang terkendali.
Konsep Sistem Polder
1. Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau
daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di
sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut dari
limpasan air yang berasal dari luar kawasan.
Jenis -jenis tanggul :
A. Tanggul Alamiah
tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari bentukan tanah dengan
sendirinya. Contohnya bantaran sungai di pinggiran sungai secara memanjang.
B. Tanggul Infrastruktur
sebuah struktur yang didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu
yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga
seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.

2. Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung
atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan
dasar kolam.
Jenis-jenis kolam retensi :
A. Retensi Alami

5
Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan
resapan yang sudah terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada
kondisi aslinya atau dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan
kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan
penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Kolam jenis
alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat
meresapkan pada lahan atau kolam yang pervious, misalnya lapangan sepak
bola ( yang tertutup oleh rumput ), danau alami, seperti yang terdapat di taman
rekreasi dan kolam rawa.

B. Retensi non-Alami
Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain
dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan
sebelumnya dengan lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada
kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet harus dapat menampung air
sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga dapat mengurangi
debit banjir puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam berfungsi
sebagai tempat mengurangi debit banjir dikarenakan adanya penambahan
waktu kosentrasi air untuk mengalir dipermukaan. Konsep pengeringan polder
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk
mengeluarkan air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction
jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah
menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau
diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai/banjir kanal yang
bagian hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu
daerah dengan dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup
datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak mampu mengalir secara
gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di dalam stasiun
pompa harus disesuaikan dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan.
Pompa yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis
sentrifugal, sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan
bakar solar adalah pompa submersible.

6
Perencanaan pompa harus diperhatikan mengenai tinggi tekan pompa
dan pengaruh kehilangan tenaga yang akan mempengaruhi daya pompa yang
dibutuhkan. Selain itu perencanaan kolam retensi memiliki keterikatan dengan
pompa yang akan digunakan semakin besar volum tampungan yang tersedia,
semakin kecil kapasitas pompa yang dibutuhkan dan sebaliknya.
b. Sistem eco-Drainase
System eco-drainase adalah system yang berbasis ramah lingkungan agar terbebas
dari banjir.Selain itu, sistem ini juga mampu untuk menjaga kualitas air agar tetap bersih
dan jernih. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti asal Belanda Van Wirdum
pada tahun 1982.

Gambar 2 (contoh Gambar sistem eco-Drainase)


Sumber : google , system dreinase
Sistem kerja drainase tersebut adalah memilah air hujan yang dianggap baik atau
jernih dan selanjutnya air hujan yang tidak baik ke kanal atau laut. Air hujan terbagi
menjadi dua yaitu air yang dianggap jernih dan air yang kotor. Air hujan yang dianggap
jernih yaitu air hujan yang mengalir dari atap rumah, sedangkan air hujan yang kotor ialah
air yang langsung turun ke jalan sehingga air akan tercampur dengan tanah, ban kendaraan
dan lain-lain.
Air yang dianggap jernih tadi langsung dialirkan ke tanah yang permukaannya
terdapat rumput-rumput hijau sebagai penyaring alami dari alam, Sehingga akan terserap
oleh tanah. Sedangkan air hujan yang kotor yang ada dijalan akan terserap kedalam paving
blok yang terdapat pada median jalan.
Pembuatan paving blok yang terdapat celah antar blok yang satu dengan yang
lainnya, air akan terserap turun kedalam tanah melewati celah tersebut, disamping paving
blok biasanya akan diberi lubang saluran irigasi yang berfungsi untuk mengurangi debit
air yang ada dijalanan, sehingga air akan terserap melalui paving blok ataupun melalui
saluran tersebut dan jalanan akan terbebas dar banjir.
Di Belanda, para kontraktor jalan tidak hanya berfikir untuk membut saluran
pembuangan debit air saja, tapi juga berfikir untuk membuat resapan air. Sehingga,

7
walaupun jumlah saluran irigasi di sana terbatas dan debit airnya cukup tinggi tapi jarang
sekali dilanda banjir.
Adapun contoh negara maju yang telah berhasil mengembangkan sistem drainase
berkelanjutan dengan berbagai metode unggulannya.
1. Negara Inggris
 Green Roofs: Taman di atap rumah tinggal.
 Living Walls: Penanaman tumbuhan pada dinding vertical.
 Rain Gardens: Taman dengan tanah porus yang berfungsi sebagaiarea
tangkapan air hujan.
 Permukaan Permeable: Permukaan berpori yang dapat dilalui oleh air.
 Grassgrid: PavingBlock berlubangyang dapat ditumbuhi rumput.
 FilterStrips: Penampung sementara limpasan air permukaan yang jatuh pada
permukaan tanah yang tidak porus.
 Swales: Saluran linier dengan dasar rata yang bisa menampung limpasan air
permukaan dan menyerap air ke dalam tanah.
 Bio Retensi: Saluranpenyerapairlimpasanpadapermukaanyang diperkeras dan
ditumbuhi tumbuhan .
 Kolam Detensi: Kolam penampung sementara dan penyerap air limpasan
untuk jangka waktu beberapa jam saja.
 Kolam Retensi: Kolam penyimpanan airl impasan yang sudah bersih dari
polutan dan penyerap air ke dalam tanah.
 Kolam: Tempat Penyedia air bersih yang permanen atau semi-permanen dan
bebas dari polutan
 Wetlands: Tempat penyedia air bersih yang sangat luas dengan volume air
bersih yang sangat banyak dan merupakan tujuan akhir selain danau atau
sungai.
 Geocellular: Plastik Geomem brane penyaring polutan pada limpasang air
permukaan yang akan masuk kedalam tanah.
 Crosswave: Material plastik penyimpan resapan air hujan yang disimpan
dibawah area terbuka sebagai tempat jatuhnya air hujan.
 Up-Flo Filter: Teknologi penyaring air limpasan permukaan dari jalan raya
yang mengandung banyak polutan dan disalurkan ke kolam-kolam detensi
atau retensi.

8
 Flo-Well: Tangki berlubang penampung air limpasan hujan yang disimpan
didalam tanah dan dilapisi kerikil guna menyaring polutan sebelum diserap
tanah.

2. Negara Berkembang

Drainase adalah pembuangan alami atau buatan air permukaan dari suatu daerah.
Drainase penting untuk fungsi sukses sebuah lokasi proyek. Drainase membantu
mengarahkan aliran air (dari hujan atau irigasi) untuk menghilangkannya dari permukaan
tanah. Ada dua kegunaan untuk sistem drainase sebagai bagian dari sistem perkotaan atau
kota yang ada dan berkembang. Sistem drainase ada di tempat untuk menghilangkan
kelebihan air dalam suatu perkembangan. Ini bisa berupa air banjir dan air hujan dan berbagai
jenis limpasan. Sistem drainase juga ada untuk membuang air limbah secara efektif, dan ini
disebut sebagai sistem saluran pembuangan. 

Tidak memiliki sistem drainase yang tepat di tempat akan mengakibatkan banjir
daerah dataran rendah, sehingga menyebabkan kerusakan properti dan risiko kesehatan.
Sistem drainase yang efektif adalah sistem yang menghilangkan semua kelebihan air tanpa
menimbulkan ketidaknyamanan dalam hal disain. Misalnya, di daerah yang memiliki banyak
bangunan seperti tempat tinggal dan pertokoan, tidak bisa ada saluran air terbuka yang
mengalir melalui daerah. 

Sistem drainase di Indonesia masih rendah standar kelayakannya di lingkungan


perkotaan. Di banyak tempat di Indonesia saat ini, ada kebutuhan besar akan sistem drainase
berkelanjutan yang dikelola dengan baik untuk membantu mengelola limpasan air
permukaan. Lingkungan tetap bermunculan tanpa perencanaan yang tepat, yang juga
melibatkan perencanaan drainase dan pembuangan limbah. Warga secara teratur membuang
sampah mereka ke selokan, dan ini menyumbat selokan dan mencegah aliran air,
menyebabkan selokan meluap. Hal ini biasa melihat jalan-jalan banjir dengan sampah
mengapung di mana-mana setelah curah hujan singkat. 

Situasi seperti ini menciptakan kondisi yang sangat tidak sehat bagi penghuni
lingkungan sekitar dan berkontribusi terhadap degradasi lingkungan. Yayat Supriyatna,
seorang perencana kota dari Universitas Trisakti di Jakarta, mengatakan bahwa selain curah
hujan intensitas tinggi, pembangunan perkotaan di banyak kota di negara tersebut tidak

9
disertai dengan tindakan pengelolaan air yang memadai . Selain itu, banjir melanda wilayah
Jakarta Metropolitan, Indonesia pada tanggal 21 Februari 2017. 

Menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), banjir terjadi karena


sistem drainase kota tidak dapat menampung air yang meluap . Pihak berwenang yang
bertanggung jawab harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah banjir.
Dalam beberapa kasus, banjir tidak dapat dikendalikan karena merupakan bencana alam.
Oleh karena itu, beberapa proyek penyiapan mitigasi banjir harus dilakukan untuk mencegah
kerugian. 

Misalnya, proyek SMART (storm water management and road tunnel) berfungsi
sebagai drainase badai dan struktur jalan di Malaysia. Panjang terowongan air badai berjalan
9,7 km sedangkan panjang terowongan jalan tol adalah 4 km. Terowongan yang terpanjang di
Malaysia dibangun untuk memecahkan masalah banjir bandang di Kuala Lumpur. Ini
bertindak sebagai terowongan jalan bila tidak ada banjir. Dalam situasi di mana tingkat banjir
sedang moderat, air hujan akan dialihkan ke ruang drainase bawah di terowongan sementara
tingkat atas terowongan tetap terbuka untuk pengendara. Akhirnya, terowongan akan ditutup
untuk lalu lintas selama banjir yang sangat berat dan digunakan sepenuhnya agar air banjir
bisa lewat dengan menggunakan gerbang kedap air . 

Kesimpulannya, sistem drainase di Negara berkembang,yang dimana salah satu


contohnya disini yaitu Indonesia, yang harus ditingkatkan untuk menghindari banjir yang
akan menyebabkan kerusakan serius pada rumah, toko dan infrastruktur. Pemerintah harus
meninjau dan mengevaluasi sistem drainase yang ada sehingga bisa ditingkatkan. Selain itu,
mereka harus mengendalikan kegiatan yang berdampak atau berdampak pada sistem drainase
seperti pemeliharaan saluran air dan irigasi yang buruk dan pengotoran sampah. Akhirnya,
implementasi MSMA dalam merancang sistem drainase baru dalam pembangunan baru harus
ditingkatkan.

10
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris “drainage” mempunyai arti mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air.Dalam bidang teknik sipil, drainase secara
umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air,
baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu
kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. (menurut :Dr.Ir.Suripin ,
M.Eng.(2004;7)
Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah
dalam kaitannya dengan salinitas.Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
(menurut :Suhardjono (1948;1))

B. Fungsi Drainase
Fungsi/kegunaan menurut Dr. Ir Suripin, M. Eng (2004) dari sistem drainase, antara
lain:
 Membebaskan suatu wilayah terutama yang padat pemukiman dari genangan air erosi
dan banjir.

11
 Karena aliran lancar, maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan
lingkungan bebas dari malaria dan penyakit lainnya.
 Kegunaan tanah pemukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhiindar dari
kelembaban.
 Dengan sistem yang baik, tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil
kerusakan-kerusakan tanah, bentuk jalan, dan bangunan-bangunan lainnya.

C. Jenis-jenis Drainase
 Menurut sejarah terbentuknya menurut Dr. Ir Suripin, M. Eng (2004)
 Drainase alamiah (natural drainage), yaitu sistem drainase yang terbentuk secara
alami dan tidak ada unsur campur tangan manusia.Drainase buatan, yaitu sistem
drainase yang dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan
debit akibat hujan dan dimensi saluran.
 Menurut letak saluran
 Drainase permukaan tanah (surface drainage), yaitu saluran drainase yang
berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan
permukaan.
 Drainase bawah tanah (sub surface drainage), yaitu saluran drainase yang
bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah
permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan
tersebut antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang
tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak
bola, lapangan terbang, taman, dan lain-lain.
 Menurut fungsi
 Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan saja.
 Multy Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis
buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.
 Menurut konstruksi
 Saluran terbuka, yaitu sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya
untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah), namun
kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada
pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan

12
pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining
dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata.
 Saluran tertutup, yaitu saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan
lingkungan. Siste ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama
dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti kota Metropolitan
dan kota-kota besar lainnya.

D. Sasaran Sistem Drainase


Sasaran penyediaan sistem drainase menurut (Hasmar , 2002) adalah:
1. Penataan sistem jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier melalui normalisasi
maupun rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan yang aman dan baik
terhadap genangan, luapan sungai, banjir kiriman, maupun hujan lokal. Dari masing-
masing jaringan dapat didefinisikan sebagai berikut:
a. Jaringan Primer : saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai.
b. Jaringan Sekunder : saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan
saluran primer (dibangun dengan beton/plesteran semen).
c. Jaringan Tersier : saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke
saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah.
2. Memenuhi kebutuhan dasar (basic need) drainase bagi kawasan hunian dan kota.
3. Menunjang kebutuhan pembangunan (development need) dalam menunjang
terciptanya scenario pengembangan kota untuk kawasan andalan dan menunjang
sektor unggulan yang berpedoman pada Rancana Umum Tata Ruang Kota.

E. Sistem Jaringan Drainase


Sistem jaringan drainase umumnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sistem Drainase Makro
Sistem drainase makro yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada
umumnya sistem drainase makro ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan
utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran
yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-
sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang
antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan
dalam perencanaan sistem drainase ini.

13
2. Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase
yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara
keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang
sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran
drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak
terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan
masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem
drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase
mikro.

F. Pengklasifikasian Saluran Drainase


Jenis saluran untuk pembuangan air dapat dibedakan menjadi:
1. Saluran Air Tertutup
 Drainase Bawah Tanah Tertutup, yaitu saluran yang menerima air limpasan dari
daerah yang diperkeras maupun yang tidak diperkeras dan membawanya ke
sebuah pipa keluar di sisi tapak (saluran permukaan atau sungai), ke sistem
drainase kota.
 Drainase Bawah Tanah Tertutup dengan tempat penampungan pada tapak, dimana
drainase ini mampu menampung air limpasan dengan volume dan kecepatan yang
meningkat tanpa menyebabkan erosi dan kerusakan pada tapak.
2. Saluran Air Terbuka,
merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada
saluran air terbuka ini jika ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk
dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. Menurut
asalnya, saluran dibedakan menjadi :
 Saluran Alam (natural), meliputi selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai
besar sampai saluran terbuka alamiah.

14
 Saluran Buatan (artificial), seperti saluran pelayaran, irigasi, parit pembuangan,
dan lain-lain. Saluran terbuka buatan mempunyai istilah yang berbeda-beda
antara lain :
 Saluran (canal) : biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di
tanah, dapat dilapisi pasangan batu/tidak atau beton, semen, kayu maupu aspal.
 Talang (flume) : merupakan selokan dari kayu, logam, beton/pasangan batu,
biasanya disangga/terletak di atas permukaan tanah, untuk mengalirkan air
berdasarkan perbedaan tinggi tekan.
 Got miring (chute) : selokan yang curam.
 Terjunan (drop) : seperti got miring dimana perubahan tinggi air terjadi dalam
jangka pendek.
 Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air
melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya.
 Terowongan Air Terbuka (open-flow tunnel) : selokan tertutup yang cukup
panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit/gundukan tanah.
3. Saluran Air Kombinasi, dimana limpasan air terbuka dikumpulkan pada saluran
drainase permukaan, sementara limpasan dari daerah yang diperkeras dikumpulkan
pada saluran drainase tertutup.

G. Pola Jaringan Drainase


Pola jaringan drainase terdiri dari enam macam, yaitu:
1. Siku
Digunakan pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada
sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota.
2. Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Apabila terjadi perkembangan
kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.
3. Gridiron
Digunakan untuk daerah dengan sungai yang terletak di pinggir kota, sehingga
saluran-saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran pengumpul.
4. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.

15
5. Radial
Digunakan untuk daerah berbukit, sehingga pola saluan memencar ke segala arah.
6. Jaring-jaring
Mepunyai saluran-saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya dan cocok
untuk daerah dengan topografi datar.
Pola jaring-jaring terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu:
 Polaperpendicular
Adalah pola jaringan penyaluran air buangan yang dapat digunakan untuk
sistem terpisah dan tercampur sehingga banyak diperlukan banyak bangunan
pengolahan.
 Pola interceptor dan pola zone adalah pola jaringan yang digunakan untuk
sistem tercampur.
 Pola fan adalah pola jaringan dengan dua sambungan saluran /cabang yang
dapat lebih dari dua saluran menjadi satu menuju ke satu bangunan pengolahan.
Biasanya digunakan untuk sistem terpisah.
 Polaradial
Adalah pola jaringan yang pengalirannya menuju ke segala arah dimulai dari
tengah kota sehingga ada kemungkinan diperlukan banyak bangunan
pengolahan.

H. Bangunan-bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya


1. Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase
Bangunan-bangunan dalam system drainase terbagi menjadi bangunan struktur dan
bangunan non-struktur.
a. Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-
perhitungan kekuatan tertentu. Contoh bangunan struktur adalah:
- Bangunan rumah pompa
- Bangunan tembok penahan tanah
- Bangunan terjunan yang cukup tinggi
- Jembatan
b. Bangunan Non-struktur

16
Banguna non-struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak
disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya
berbentuk siap pasang. Contoh bangunan non-struktur adalah:
- Pasangan (saluran cecil tertutup, tembok talud saluran, mahole/bak control
ususran cecil, street inlet).
- Tanpa pasangan : Saluran tanah dan saluran tanah berlapis rumput.
2. Bangunan Pelengkap Saluran Drainase
Bangunan pelengkap saluan drainase diperlukan untuk melengkapi suatu system
saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan pelengkap system
drainase antara lain:
a. Catch Basin/Watershed
Bangunan dimana air masuk ke dalam system saluran tertutup dan air mengalir
bebas di atas permukaan tanah menuju match basin. Catch basin dibuat pada tiap
persimpangan jalan, pada tempat-tempat yang rendah, maupun tempat parkir.
b. Inlet
Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukkan ke
dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus
inlet. Inlet harus diberi saringan agar sampah tidak masuk ke dalam saluran
tertutup.
c. Headwall
Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung
gorong-gorong yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi.
d. Shipon
Shipon dibuat bilamana ada persilaangan dengan sungai. Shipon dibangun di
bawah dari penampang sungai, karena tertanam di dalam tanah maka pada waktu
pembuatannya harus dibuat secara kuat sehingga tidak terjadi keretakan ataupun
kerusakan konstruksi. Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan
perencanaan dengan menggunakan shipon, dan sebaiknya saluran yang debitnya
lebih tinggi tetap untuk dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat secara
terbuka atau gorong-gorong. Bangunan terjun
e. Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistemsaluran drainase tertutup di setiap saluran
diberi manhole pertemuan, perunahan dimensi, perubahan bentuk selokan pada
setiap jarak 10-25 meter. Lubang mahole dibuat sekecil mungkin supaya

17
ekonomis, cukup, dan dapat dimasuki oleh orang dewasa. Biasanya lubang
manhole berdiameter 60 cm dengan tutup dari besi tulang.Bangunan got miring
Selokan yang curam. Gorong-gorong yaitu saluran tertutup (pendek) yang
mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya.

I. Curah Hujan Maksimum


Curah Hujan maksimum adalah curah hujan terbesar tahunan mungkin terjadi di
suatu daerah dengan kala ulang tertentu.
Berbagai metode yang dapat dipakai dalam menganalisa curah hujan rancangan
antara lain distribusi Gumbel, Log Normal, Log Pearson Type III dan lain-lain.
Untuk menentukan macam analisa frekuensi, perlu dihitung parameter-parameter
statistik seperti koefisien Cs, Cv, Ck. Syarat untuk distribusi :
- E.J Gumbel : Ck = 5,4 dan Cs = 1,14
- Log Normal : Ck = 3,0 dan Cs = 0,0
- Log Pearson III : Ck dan Cs tidak ditentukan
Dalam studi ini dipilih cara Log Pearson III dengan pertimbangan bahwa cara ini
lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data (Pilgrim, 1991:207).

J. Koefisien Run Off (C)


Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan
terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju
infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006).
Tabel 1: Koefisien aliran permukaan (c) untuk daerah urban

18
Sumber: (Schwab,et al,1981,dalam Arsyat,2006)
KONDISI DAERAH STUDI
 Umum
Untuk perencanaan suatu jaringan drainasi diperlukan peta topografi yang memenuhi
syarat. Penyelidikan topografi ini diperlukan untuk mendapatkan penentuan bentuk
permukaan tanah (surface cinfiguration) termasuk juga kemiringan permukaan (surface
slope), arah dari drainasi alamiah serta daerah pengeluaran (outlet).
Untuk perencanaan biasanya diperlukan peta topografi yang mempunyai
perbandingan skala antasa 1 : 10000 sampai 1 : 25000 dengan interval garis kontur 1,00-2,00
meter. Sedangkan untuk detailnya mempunyai perbandingan skala 1:500 sampai 1:2500
dengan interval garis kontur 0,20-0,50 meter. Hal ini tergantung dari keadaan lapangan, yaitu
datar atau curamnya keadaan medan.
Dengan hasil penyelidikan keadaan topografi ini, dapat memberikan gambaran macam
dari sistem drainasi yang diperlukan

2.1. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat


Dalam perencanaan sistem drainasi suatu wilayah, juga harus diketahui dan diteliti
kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Jangan sampai lagi terulang
kejadian-kejadian yang timbul akibat kurang komunikasi antara pihak perencana dan
penduduk setempat seperti yang terjadi pada pembuatan waduk kedungombo. Yang harus
diperhatikan antara lain kebiasaan-kebiasan penduduk yang telah membudaya, kondisi tanah

19
penduduk, masalah ganti rugi lahan yang terkena proyek dan lain sebagainya sehingga
perencanaan proyek drainasi tersebut dapat berguna seperti apa yang diinginkan semua pihak.

2.2. Kondisi Fisik


2.2.1. Kondisi Topografi
Keadaan topografi wilayah perkotaan diperlukan untuk merancang sistem jaringan
saluran drainase daerah tersebut. Keadaan topografi dapat dilihat di peta topografi atau peta
kontur. Selain elevasi tempat berbagai di daerah tersebut, dari peta topografi dapat pula
didapat informasi mengenai batas-batas alam maupun administratif wilayah, daerah
pengaliran sungai dan tata guna lahan beserta luasnya.

Gambar 3 (contoh peta Topografi)

Sumber : Google peta topografite

Di samping itu melalui peta topografitersebut kita dapat melihat atau mengetahui hal-
hal yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas, misalnya :
 Batas-batas wilayah
 Ketinggian
 Daerah pengaliran sungai dan sebagainya
Pada daerah studi yang kami lakukan, yaitu kota Malang tergolong daerah perbukitan
dengan kemiringan antara 0% - 30%. Wilayah bagian barat merupakan daerah perbukitan
atau wilayah yang lebih tinggi, sedang wilayah bagian timur merupakan daerah yang datar.

20
Wilayah tengah daerah Malang merupakan daerah transisi , perpaduan antara daerah
perbukitan dan daerah datar.
Tata air dipengaruhi adanya empat sungai, yaitu kali Brantas, kali Bango, kali Metro,
dan kali Amprong. Kali Bango dan kali Amprong menjadi satu. Data ini bisa didapatkan di
kantor Bappeda atau kantor studi topografi kota.
2.2.2. Kondisi Geologi
Data kondisi geologi dibutuhkan untuk mengetahui jenis tanah dan sifat-sifatnya.
Data sifat tanah (stabilitas, daya dukung, tegangan, porositas, derajat kejenuhan, konsolidasi,
kepadatan, kandungan mineral, dan lain-lain) diperlukan untuk menentukan dimensi saluran,
material penyusunnya serta stabilitas saluran.

Gambar 4 (Peta Kondisi Geologi)

Sumber: google Kondisi Geologi

Pada daerah studi yang kami lakukan, sebagian dari tanah-tanah dataran rendah terdiri
dari lapisan tanah alluvial yang terjadi baik oleh endapan sungai maupun oleh endapan pantai
yang secara geologi merupakan tanah liat atau unit-unit pasir. Daerah perbukitan di sebelah
barat pada umumnya mengandung kadar kapur yang tinggi, sedangkan di daerah selatan
mempunyai potensial yang subur. Pada tanah alluvial ini terbentuknya terbatas pada lembah-
lembah sungai dan dataran-dataran pantai serta bekas lanau yang kesemuanya itu mempunyai
rilief datar atau sebagai cekungan. Tanah alluvial ini hanya meliputi tanah yang masih sering
terkena banjir sehingga dianggap tanah yang masih muda dan belum ada differensiasi
horizon. Suatu hal yang mencirikan pada pembentukan alluvial adalah bahwa bagian terbesar
bahan kasar akan diendapkan tidak jauh dari sumbernya.

21
Jadi tekstur bahan yang diendapkan pad waktu dan tempat yang sama akan lebih
seragam dan makin jauh dari sumbernya, serta makin halus butir-butir yang tersangkut. Pada
umumnya tanah alluvial ini berwarna kelabu kecoklatan yang merupakan tanah yang cukup
subur.
2.2.3. Kondisi Iklim
Kondisi alam khususnya data keadaan iklim setempat diperlukan untuk menentukan
debit air yang akan didrainase. Data iklim ini meliputi curah hujan rancangan dengan kala
ulang tertentu, data limpasan permukaan, data infiltrasi dan perkolasi, evaporasi dan
evapotranspirasi dan lain-lain. Data klimatologi dapat diperoleh di dinas klimatologi kota.

Gambar 5 (Peta kondisi Iklim)

Sumber : google Kondisi Iklim

, kota Malang mempunyai iklim tropis yang terdiri dari dua musim, yaitu musim
penghujan (bulan Nopember- bulan April) dan musim kemarau (bulan Mei- bulan Oktober),
dengan temperatur bulanan rata-rata 24°C (min) - 27°C (maks). Kelembaban rata-rata
bulanannya ± 78%, sedangkan curah hujan rata-rata tahunan ± 1420 mm dimana 90% jatuh
pada musim penghujan.

2.3. Arah Perkembangan Kota


Arah perkembangan kota perlu dianalisa dalam merancang sistem drainasi suatu
wilayah perkotaan. Misalnya apakah daerah itu cepat atau lambat mengalami perkembangan,
cenderung untuk berkembang kearah kota perindustrian, arah kota pertanian, pemukiman atau
yang lainnya.

22
Dengan proyeksi perkembangan kota ini dapat direncanakan sistem drainasi yang
sesuai. Kecenderungan perkembangan penduduk di suatu kota adalah menuju ke daerah
pusat kota dan sekitarnya, karena kegiatan ekonomi dan kesibukan lainnya sebagian besar
berada di pusat kota. Misalnya untuk kota yang cenderung cepat berkembang tentu akan
cepat mengalami perubahan tata guna lahan, sehingga kala ulang pemeriksaannya lebih kecil.
Untuk keperluan ini yang diperlukan adalah data jumlah penduduk dan perkembangan
penduduk. Yang utama perencaan ini harus disesuaikan dengan tata kota yang terdapat di
Rencana Tata Ruang Kota (RURTK). Data ini dapat diperoleh di dinas meteorologi kota.

2..4. Tata Guna Lahan Daerah Perkotaan


Perbedaan tata guna lahan mempengaruhi koefisien tata guna lahan, yang akan
digunakan untuk menghitung debit air yang akan didrainasi dengan menggunakan rumus
rasional. Karena itu diperlukan data tata guna lahan wilayah perkotaan tersebut (jasa,
pemukiman, tegalan, tanah kosong atau yang lainnya).

Gambar 6 (Peta Tata Guna Lahan)

Sumber: google Tata Guna Lahan Daerah Perkotaan

Perubahan tata guna lahan tentu akan mengubaha debit air yang akan didrainasi.
Karena itu perlu diperkirakan arah perubahan tata guna lahan di wilayah tersebut. Yang
diperlukan adalah RURTK yang menggambarkan kebijaksanaan dasar tata ruang kota dan
langkah-langkah umum pelaksanaan yang berkaitan dengan sistem sosial, ekonomi, dan fisik
guna tercapainya tata guna lahan yang direncanakan. Kebijaksanaan ini dipertegas dengan
rencana detail tata ruang kota di tiap-tiap kecamatan. Yang perlu diperhatikan adalah
perubahan tata guna lahan yang banyak terjadi di daerah pinggiran yang sedang mengalami
perkembangan.

23
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

3.1. Umum

24
Metodologi yang digunakan pada studi ini mengacu pada pendekatan deduksi, yaitu
perumusan-perumusan yang digunakan dianggap benar sejak awal.
Studi ini bersifat perencanaan, sehingga data pendukung yang digunakan merupakan
data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber.
Berdasarkan penjelasan pada bab satu dan dua serta pendekatan studi sebagaimana
tersebut di atas, langkah-langkah untuk merencanakan sistem jaringan drainasi perkotaan
adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data-data
a. Peta dan data topografi
b. Peta tata guna lahan daerah studi
c. Proyeksi jumlah penduduk pada tahun 1990 = 35.600 jiwa
d. Kebutuhan air penduduk = 275 lt / orang / hari
e. Luas daerah perkotaan
f. Air buangan industri = 3,50 m3/dt
Curah hujan harian, diambil 5 hari selama setahun, selama 11 tahun (dari tahun 1990
sampau dengan tahun 2000) yang diukur dari lima stasiun hujan di daerah sekitar daerah
studi.
2. Pengolahan data yang meliputi :
a. Perhitungan curah hujan maksimum daerah tahunan dengan menggunakan metode
poligon Thiessen.
b. Perhitungan curah hujan rancangan dalam kala ulang tertentu dengan metode Log
Pearson III, lalu diikuti dengan uji kesesuaian distribusi Smirnov-Kolmogorov dan uji
Chi Square yang bertujuan mengetahui kebenaran hipotesa distribusi frekuensi Log
Pearson III.
c. Pengukuran luas tata guna lahan (dengan planimeter) untuk menghitung koefisien
pengaliran.
d. Perencanaan jaringan saluran drainasi, dengan mempertimbangkan faktor topografi
daerah.
e. Mengukur panjang tiap saluran untuk menentukan debit.
f. Perhitungan intensitas hujan.
g. Perhitungan jumlah penduduk untuk tahun 2007 yang akan datang dengan metode
Exponential Rate of Growth
h. Perhitungan debit air kotor (buangan) dengan mempertimbangkan kebutuhan air tiap
penduduk.

25
i. Perhitungan debit air buangan total.
j. Perhitungan debit rancangan drainasi.
3. Perencanaan saluran drainasi, yang terdiri dari :
a. Penentuan debit rancangan yang akan dibuang dari debit limpasan permukaan dan
debit air buangan rumah tangga dan industri.
b. Perencanaan dimensi saluran agar dapat menampung debit rancangan untuk beberapa
kemiringan berdasarkan kecepatan ijinnya.
c. Perhitungan biaya yang diperlukan untuk pembuatan jaringan drainasi.
4. Perhitungan curah hujan rancangan
Yang dimaksud dengan curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar yang
mungkin terjadi dalam suatu daerah dengan kala ulang atau periode tertentu, yang
dipakai sebagai dasar untuk perhitungan perencanaan ukuran suatu bangunan (Dirjen
Pengairan, DPU)
Pemilihan kala ulang ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hidro-
ekonomis, yaitu didasrkan terutama pada :
a. Besarnya kerugian yang akan diderita jika terjadi pengrusakan bangunan-bangunan
oleh banjir atau limpasan (akibat hujan) dan sering tidaknya pengrusakan itu terjadi.
b. Umur ekonomis bangunan.
c. Biaya pembangunan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, pada umumnya perencanaan
jaringan drainasi perkotaan untuk salurannya dipakai hujan rencana dengan kala ulang 5
tahun, artinya harga dari curah hujan terbesar akan terjadi rata-rata, baik disamai atau
dilampaui sekali setiap 5 tahun. Dengan kata lain bahwa kemungkinan terjadinya hujan
dengan intensitas tersebut setiap tahun adalah sepersepuluh atau 20% atau peluang
kegagalannya setiap tahun 80%.
Bangunan-bangunan drainasi utama didesain untuk mampu menanggulangi banjir
akibat curah hujan dengan kala ulang 10 sampai 20 tahun.

3.2 Analisa Data


3.2.1 Perhitungan Data Topografi
Rumus Yang di Gunakan Untuk menghitung luas Area

26
A = P x L……………………………………………………………………………………..1
Keterangan : A = Luas Area ( Ha )
P = Panjang Lahan ( m )
L =Lebar lahan( m)

Menghitung Panjang Lahan


P = √ P2+ L2…………………………………………………………………………………2
Keterangan: P = Panjang Lahan ( m )
L =Lebar lahan( m)

Kemiringan Lahan

elevasi awal−elevasi akhir


il = x 100
panjang lahan
%............................................................................3

keterangan: il= Kemiringan Lahan

3.2.2 Hujan Rerata Daerah


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah
hujan daerah yang dinyatakan dalam milimeter (Sosrodarsono, 1987:27).
Terdapat tiga cara yang digunakan untuk menghitung curah hujan daerah (Sri Harto,
1987:13), yaitu :
1. Cara rata-rata hitung
2. Cara poligon Thiessen
3. Cara garis-garis Isohyet
Dengan mempertimbangkan sebaran lima stasiun penakar hujan yang tidak merata,
cara poligon Thiessen akan memberikan hasil yang lebih baik. Langkah-langkah
perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Stasiun-stasiun hujan terdekat dihubungkan sehingga satu sama lain terbentuk beberapa
segitiga.
2. Dari setiap segitiga ditarik sumbu yang tepat di tengah sisinya dan memotong tegak lurus.
3. Daerah pengaruh hujan masing-masing stasiun hujan dibatasi sumbu segitiga yang
membentuk segi banyak. Segi banyak ini disebut poligon Thiessen.
4. Tiap-tiap banyak thiessen tersebut dihitung luasnya sehingga terdapat luas daerah
pengaruh tiap-tiap stasiun.

27
5. Prosentase luas pengaruh tiap stasiun total didapat dari luas daerah stasiun tersebut dibagi
luas total DAS.
6. Curah hujan maksimum daerah tahunan tiap stasiun didapat dari hasil perkalian
prosentase luas daerah dengan curah hujan.
d = P1.d1 + P2.d2 + … +Pn.dn ………………………………………………………… 4
Pn = An A
Dengan :
An = daerah yang diwakili stasiun-stasiun pengukuran
Pn = koefisien Thiessen
A = Luas daerah keseluruhan
dn = tinggi hujan yang diukur di stasiun-stasiun pengukuran
Untuk mendapatkan curah hujan harian maksimum daerah pada suatu daerah aliran
adalah sebagai berikut :
a. Menjumlahkan curah hujan yang didapat dari metode poligon Thiessen pada hari yang
sama untuk semua stasiun pengamatan.
b. Dari hasil penjumlahan curah hujan maksimum daerah tahunan tersebut pilih yang
tertinggi untuk setiap tahunnya. Curah hujan ini merupakan curah hujan maksimum
tahunan untuk 11 tahun.

3.2.3 Hujan Rancangan Maksimum


Hujan rancangan maksimum adalah curah hujan terbesar tahunan mungkin terjadi di
suatu daerah dengan kala ulang tertentu.
Berbagai metode yang dapat dipakai dalam menganalisa curah hujan rancangan antara
lain distribusi Gumbel, Log Normal, Log Pearson Type III dan lain-lain.
Untuk menentukan macam analisa frekuensi, perlu dihitung parameter-parameter
statistik seperti koefisien Cs, Cv, Ck. Syarat untuk distribusi :
- E.J Gumbel : Ck = 5,4 dan Cs = 1,14
- Log Normal : Ck = 3,0 dan Cs = 0,0
- Log Pearson III : Ck dan Cs tidak ditentukan
Dalam studi ini dipilih cara Log Pearson III dengan pertimbangan bahwa cara ini
lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data (Pilgrim, 1991:207).
Tahapan untuk menghitung hujan rancangan maksimum dengan metode Log Pearson
III adalah sebagai berikut :
1. Hujan harian maksimum diubah dalam bentuk logaritma.

28
2. Menghitung harga logaritma rata-rata dengan rumus :

Logx=
∑ Logx i
n …………………………………………………………… 5
Keterangan : Log x = rata-rata ukur
Σ = penjumlahan
Log xi = nilai dari ke-i
n = banyaknya sampel
3. Menghitung harga simpangan baku dengan rumus :



2
(Logx i −Logx)
Si=
n−1 ………………………………………………… 6
Keterangan :
Si = simpangan baku (standar deviasi)
Σ = penjumlahan
Log xi = nilai dari ke-i
Log x = rata-ratanya
n = jumlah sampel
4. Menghitung harga koefisien kemiringan dengan rumus :

n∑ ( Logxi−Logx )
Cs= 3
( n−1) ( n−2 ) Si …………………………………………………… 7
Keterangan :
Cs = koefisien kemiringan
Si = simpangan baku (standar deviasi)
Σ = penjumlahan
Log xi = nilai dari ke-i
Log x = rata-ratanya
n = jumlah sampel
5. Menghitung logaritma hujan rancangan dengan kala ulang tertentu dengan rumus :

Log Xi = Log Xi + Sx . K
…………………………………………… 8
Keterangan :
Log Xi= curah hujan rancangan
x = Rata-rata nilai logaritma data X hasil pengamatan

29
K = faktor frekuensi
SX = simpangan baku (standar deviasi)
6. Menghitung dengan Metode Rata – Rata Aljabar

………………………………………………………… 9
Keterangan :
R = curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun pengukuran
R1 = besarnya curah hujan pada masing-masing (mm)

3.2.4 Uji Kesesuaian Frekuensi


Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian data
yang tersedia dengan distribusi yang dipakai. Uji yang dipakai ada dua macam, yaitu :
1. Uji Smirnov-Kolmogorov (horisontal)
Dari hasil pembacaan grafik pengeplotan data curah hujan pada kertas probabilitas
logaritma, diadapat perbedaan antara distribusi teoritis dan empirisnya pada sumbu
horisontal yang merupakan data probabilitas. Selisih ini dicari yang maksimum yang
disebut Δ maks. Uji Smirnov-Kolmogorov ini akan membandingkan harga Δ maks
dengan suatu harga kritis yang ditentukan berdasarkan jumlah data dan batas nilai
simpangan data. Bila Δ maks < Δ kritis, hipotesa tersebut dapat diterima.
2. Uji Chi Square
Dari hasil pembacaan grafik pengeplotan data curah hujan pada kertas probabilitas
logaritma, didapat perbedaan antara distribusi teoritis dan empirisnya pada sumbu vertikal
yang merupakan data curah hujan rancangan. Langkah-langkahnya adalah :
a. Menghitung selisih data curah hujan hasil perhitungan (Xt) dengan nilai data curah
hujan hasil pengamatan (Xe).
b. Selisih tersebut dikuadratkan lalu dibagi nilai tiap tahunnya kemudian dijumlahkan
untuk beberapa tahun. Nilai ini disebut X2 hit.
c. Harga X2hit dibandingkan dengan harga X2Cr dari tabel Chi Kuadrat dengan α dan
jumlah data (n) tertentu. Apabila X2hit < X2Cr maka hipotesa distribusi dapat
diterima.

3.2.5 Debit Rancangan

30
Untuk mendapatkan kapasitas saluran drainasi, terlebih dahulu harus dihitung jumlah
air hujan dan jumlah air kotor atau buangan yang kan dibuang melalui saluran drainasi
tersebut. Debit rancangan adalah debit air hujan ditambah debit air kotor.
Debit Akibat Curah Hujan
Untuk menghitung debit air hujan dalam mendimensi saluran drainasi digunakan
metode rasional (Subarkah, 1980 :49)
Q = 0,00278. C. I. A ……………………………………………………….. 10
Dengan :
Q = debit banjir maksimum (m3/det)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir
A = luas daerah pengaliran (km2)

3.2.5.1 Koefisien Pengaliran


Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air yang mengalir di
permukaan akibat hujan (limpasan) pada suatu daerah dengan jumlah curah hujan yang turun
di daerah tersebut. Besarnya koefisien pengaliran dipengaruhi oleh :
a. Kemiringan tanah
Semakin besar kemiringan tanah, semakin cepat aliran limpasan, berarti semakin sedikit
air yang meresap atau terinfiltrasi. Walaupun jenis tanahnya sama, angka pengaliran
dapat berbeda-beda.
b. Jenis tanah bagian permukaan yang dialui air hujan.
Yang membedakan adalah :
 Tanah biasa atau pasir
 Rumah-rumah dengan atap genting atau seng
 Jalan aspal atau tanah
c. Iklim
Pada permulaan musim hujan yang panjang angka pengaliran lebih kecil daripada akhir
musim hujan, karena tanah terlalu jenuh.

3.2.5.2Intensitas Curah Hujan

31
Intensitas curah hujan didefinisikan sebagai tinggi curah hujan persatuan waktu.
Untuk mendapatkan intensitas hujan selama waktu konsentrasi digunakan rumus Mononobe
(Imam Subarkah, 1980:20), sebagai berikut :
2/3
( )
R 24 24
I = 24 Tc ……………………………………………………… 11
dengan :
I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum harian alam 24 jam (mm)
Tc = waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi dihitung dengan teoritis, tetapi karena daerah pertanian yang
diukur secara langsung tidak terlalu besar, maka besarnya waktu konsentrasi dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

( )
0,77
Ls
To =0,0197 menit ………………………………………………… 12
√s
Dengan :
To = Waktu pengaliran air pada permukaan tanah
L = panjang saluran (m)
S = kemiringan rerata saluran

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari
titik terjauh dari catchment menuju suatu titik tujuan. Besar waktu konsentrasi
dihitung dengan rurmus :
Tc=¿+Td ……………………………………………………. 13
Dengan :
Tc = Waktu Konsentrasi
To = Waktu pengaliran air pada permukaan tanah
Td = Waktu pengaliran pada saluran

Faktor koefisien konsentrasi:


2 tc
Cs= ……………………………………………………. 14
2 tc+td
Dengan :
Tc = Waktu Konsentrasi
To = Waktu pengaliran air pada permukaan tanah

32
Td = Waktu pengaliran pada saluran, dapat dianalisa dengan rumus :
Ls
Td= ………………………………………………………… 15
v
Dimana :
Ls = Jarak aliran dari tempat masuk air ke tempat yang dituju (m)
V = kecepatan aliran (m/dtk)

3.2.5.3 Daerah Pengaliran


Daerah pengaliran (cacthment area) adalah daerah tempat curah hujan mengalir
menuju saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan perkiraan dengan pedoman garis kontur.
Luas daerah dihitung di atas peta topografi dengan menggunakan planimeter. Jika tersedia
foto udara, penentuan luas daerah aliran akan lebih mudah dan teliti.

Tabel 2 : Besarnya koefisien Pengaliran

3.2.6. Perhitungan Pertumbuhan Jumlah Penduduk


Jumlah penduduk pada daerah studi pada tahun saat perencanaan dimulai dan pada
tahun-tahun yang akan datang harus diperhitungkan untuk menghitung kebutuhan air tiap
penduduk. Dari kebutuhan air tiap penduduk dapat diketahui jumlah air kotor (buangan)
akibat rumah tangga.
Untuk memproyeksikan jumlah penduduk pada tahun-tahun yang akan datang
digunakan cara perhitungan laju pertumbuhan geometri (Geometric Rate of Growth) dan
pertumbuhan eksponensial (Exponential Rate of Growth), (Rusli, Said, 1985:13).

33
a. Pertumbuhan Geometri
Cara ini mengasumsikan besarnya laju pertumbuhan yang menggunakan dasar bunga
berbunga (bunga majemuk) dimana angka pertumbuhannya adalah sama untuk setiap tahun.
Ramalan laju pertumbuhan Geometris adalah sebagai berikut :
Pn = Po (1 + n)n ……………………………………………………… 16
Dengan : Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
r = angka pertumbuhan penduduk
n = interval waktu (tahun)
b. Pertumbuhan Eksponensial
Pertumbuhan ini mengasumsikan pertumbuhan penduduk secara terus-menerus setiap
hari dengan angka pertumbuhan konstan. Pengukuran penduduk ini lebih tepat, karena dalam
kenyataannya pertumbuhan jumlah penduduk juga berlangsung terus-menerus. Ramalan
pertambahan penduduknya adalah :
Pn = Po. em ………………………………………………………… 17
Dengan :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
m = interval waktu
e = bilangan logaritma
3.2.7. Perhitungan Debit Buangan Penduduk
Debit air kotor berasal dari air buangan hasil aktivitas penduduk yang berasal dari
lingkungan rumah tangga atau bangunan-bangunan atau tang lainnya.
Untuk memperkirakan jumlah air harus diketahui kebutuhan air rata-rata dan jumlah
penduduk kota. Dalam tugas ini debit air kotor berasal dari perhitungan air kotor per
penduduk dan air kotor sisa industri.
Perhitungan air buangan tiap penduduk didapat dari :
Pn . q
Qak = A ……………………………………………………… 18
Dimana :
Qak = debit air kotor (l/dt/km2)
Pn = jumlah penduduk
A = luas daerah (km2)
q = jumlah air buangan (l/orang/hari)

34
Jumlah air buangan didapat dari prosentase air terbuang dari kebutuhan air tiap
penduduk.

3.2.8. Perhitungan Debit Buangan Industri


Perusahaan-perusahaan industri baik industri besar maupun industri kecil pasti
menghasilkan air kotor ( air sisa industri). Untuk menghitung debit buangan industri
digunakan rumus :
Pn . q
Qak = A ……………………………………………………………… 19
Dengan :
Qak = debit air kotor (l/dt/km2)
Pn = jumlah penduduk
A = luas daerah (km2)
q = jumlah air buangan (l/orang/hari)

3.3. Perhitungan Dimensi Saluran


3.3.1 Bentuk Saluran
Bentuk saluran drainase, antara lain:
• Trapesium
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang
besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil. Bentuk saluran ini dapat
digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia lahan.

Gambar 7 (bentuk saluran Trapesium)


Bentuk trapesium dan trapesium tersusun penampang melintang saluran drainase. (Sumber. Sukarto,1999)

• Kombinasi trapesium dan segi empat

35
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang
besar dan kecil. Sifat alirannya berfluktuasi besar dan terus menerus tapi debit
minimumnya measih cukup besar.

Gambar 8 (saluran kombinasi Trapesium Dan Segi Empat)


(Sumber : Suripin, 2002)

• Kombinasi trapesium dengan setengah lingkaran


Fungsinya sama dengan bentuk (2), sifat alirannya terus menerus dan berfluktuasi besar
dengan debit minimum keil. Fungsi bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk
menampung dan mengalirkan debit minimum tersebut.

Gambar 9 (kombinasi Trapesium dengan Setengah Lingkaran)

Sumber : Manajemen Dan Rekayasa Infrastruktur (Robert J. Kodoatie, Ph.D.)

• Segiempat
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang
besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil.

Gambar 10 (saluran Segi Empat)

36
Sumber : Manajemen Dan Rekayasa Infrastruktur (Robert J. Kodoatie, Ph.D.)
Rumus :
 Luas penampang saluran persegi
A=b x h ………………………………………………. 20
Keterangan :
A = luas penampang basah (m2)
b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi aliran (m)
 Tinggi Permukaan air (h)
A
h= ………… …………………………………… 21
m+n
Keterangan :
h = tinggi aliran (m)
A = luas penampang basah (m2)
m = kemiringan talud
n = angka kekasaran manning
 Lebar dasar saluran (b)
b=n x h ………… …………………………………… 22
Keterangan :
b = lebar dasar saluran (m)
n = angka kekasaran manning
h = tinggi aliran (m)
 Tinggi Jagaan (w)
w=√ 0,5 x h ………… ………………………………… 23
Keterangan :
w = tinggi jagaan
h = tinggi aliran (m)
 Keliling basah
P=b+2 h √1+m ………… ………………………… 24
2

Keterangan :
p = keliling basah
b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi aliran (m)

37
m = kemiringan talud
 Jari-jari hidrolis
A
R=
P
………… ………………………………………... 25

Keterangan :
R = jari-jari hidrolis (m)
A = luas penampang basah (m2)
p = keliling basah
 Kemiringan saluran ( I)
V
I= ⅔ ………………………………………………… 26
k+R
Keterangan :
I = kemiringan saluran
V = kecepatan aliran (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
 Lebar muka Air ( B )
B=b +2(m x h) ………… …………………… 27
Keterangan :
B = lebar saluran (m)
b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi aliran (m)
m = kemiringan talud

• Kombinasi segi empat dengan setengah lingkaran


Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur saluran yang tidak mempunyai
lahan yang cukup/terbatas. Fungsinya sama dengan bentuk (2&3)

Gambar 11 (kombinasi Saluran Segi Empat dan Lingkaran)

Sumber : Manajemen Dan Rekayasa Infrastruktur (Robert J. Kodoatie, Ph.D.)


• Setengah lingkaran

38
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang kecil. Bentuk saluran
ini umum digunakan untuk saluran-saluran ruah penduduk dan pada sisi jalan perumahan
padat.

Gambar 12 (Saluran lingkaran)

Sumber : Manajemen Dan Rekayasa Infrastruktur (Robert J. Kodoatie, Ph.D.)

3.3.2 Koefisien Manning


Besar kapasitas saluran drainasi dihitung menggunakan rumus Manning (Ven.Te Chow,
1985)
Q = V . A ……………………………………………………………… 28
V = 1/n . R2/3 . S1/2 ……………………………………………………… 29
Dengan :
Q = debit air (m3/dt)
V = kecepatan aliran (m/dt)
A = luas penampang basah (m2)
n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran
Rumus ini merupakan bentuk yang sederhana namun memberikan hasil yang tepat,
sehingga penggunaan rumus ini sangat luas dalam aliran seragam untuk perhitungan dimensi
saluran. Koefisien kekasaran Manning dapat diperoleh dari tabel dengan memperhatikan
faktor bahan pembentuk saluran.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah kecepatan aliran yang diijinkan.
Kecepatan harus diantara batas tertentu (maksimum dan minimum) dimana dengan kecepatan
tersebut tidak akan terjadi pengendapan dan pertumbuhan tanaman air, serta tidak juga terjadi
pengikisan.
Kecepatan minimum merupakan kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan
pengendapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman air serta lumut dalam saluran.

39
Besarnya kecepatan aliran yang diijinkan dalam saluran tergantung pada bahan
saluran, kondisi fisik dan sifat-sifat alirannya. Besarnya kecepatan minimum yang diijinkan
berkisar antara 0,6 < 0,9 m/dt (Suhardjono, 1984:25).

Tabel 3 .Kecepatan Ijin Berdasarkan Material


Jenis Bahan Kec. Ijin Minimum Kec. Ijin Maksimum (m/dt)
(m/dt)

Lempung kokoh 0,75 0,75


Lempung padat 1,1 1,1
Kerikil kasar 1,2 1,2
Batu besar 1,5 1,5
Pasangan batu 1,5 1,5
Beton 1,5 1,5
Beton bertulang 1,5 1,5
Sumber : PD 10 kontruksi jalan kereta api
Dengan menghubungkan rumus Q = V . A dan besaran A dan P yang mengandung
lebar dasar saluran dan tinggi air, dapat diperhitungkan dimensi saluran yang akan
direncanakan berdasarkan data debit, koefisien Manning dan kemiringan dasar saluran.
Perhitungan selengkapnya adalah sebagai berikut :
 Saluran Trapesium
Untuk merencanakan penampang trapesium yang paling efisien digunakan rumus-
rumus (Rangga Raju, 1986:86) :
 Jari-jari luas saluran
A = ( B + z.h ) h …………………………………………………… 30
Keterangan :
A = luas penampang basah (m2)
B = lebar saluran (m)
z = kemiringan talud
h = tinggi aliran (m)
 Keliling basah
P = B + 2h (z2 + 1)1/2 ……………………………………………. 31
Keterangan :

40
P = keliling basah
B = lebar saluran (m)
h = tinggi aliran (m)
z = kemiringan talud
 Jari-jari hidrolis
R = A / P ………………………………………………………… 32
Keterangan :
R = jari-jari hidrolis (m)
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling basah
 Saluran Setengah Lingkaran
 Luas saluran
A = 0,5. π . r2 …………………………………………………. 33
Keterangan :
A = luas penampang basah (m2)
r = jari-jari lingkaran (m)
 Keliling saluran
P = π . R ………………………………………………………. 34
Keterangan :
P = keliling basah
R = jari-jari hidrolis (m)
 Jari-jari hidrolis
R = 0,5 . r ……………………………………………………… 35
Keterangan :
R = jari-jari hidrolis (m)
r = jari-jari lingkaran (m)
 Kemiringan saluran
t 1−t 2
S= x 100 % ………………………………………………………….. 36
L
Keterangan :
S = kemiringan tanah/dasar saluran
t1 = elevasi di titik awal/bagian tinggi (m)
t2 = elevasi di bagian akhir/bagian rendah (m)
L = panjang saluran dari titik awal ke akhir (m)

41
Untuk menentukan kecepatan aliran digunakan persamaan Manning (Rangga Raju,
1986:45)
V = 1/n . R2/3. S1/2 ………………………………………………………… 37
Keterangan :
V = kecepatan aliran (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)

42
S = kemiringan saluran
Dari menggabungkan persamaan Manning diatas, maka akan didapatkan kapasitas
angkut dari suatu saluran dengan persamaan (Rangga Raju, 1986:45)
Q = V . A ………………………………………………………………… 38
Dengan :
B = lebar saluran (m)
h = tinggi aliran (m)
z = kemiringan talud
V = kecepatan aliran (m/dt)
A = luas penampang basah (m2)
n = angka kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
r = jari-jari lingkaran (m)
S = kemiringan saluran
Q = debit air yang mengalir (m3/dt)
Sedangkan harga koefisien kekasaran Manning, didapat berdasarkan lapisan bahan
permukaan saluran yang diinginkan dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4. Nilai Koefisien Kekasaran Manning
Tipe Saluran N
A. saluran tertutup terisi sebagian
1. Gorong-gorong dari beton lurus dan bebas kikisan 0,010 < 0,013
2. Gorong-gorong dengan belokan dan sambungan 0,011 < 0,014
3. Saluran pembuang lurus dari beton 0,013 < 0,017
4. Pasangan bata dilapisi dengan semen 0,011 < 0,014
5. Pasangan batu kali disemen 0,015 < 0,017
B. Saluran dilapis atau disemen
1. Pasangan bata disemen 0,012 < 0,018
2. Beton dipoles 1,013 < 0,016
3. Pasangan batu kali disemen 0,017 < 0,030
4. Pasangan batu kosong 0,023 < 0,035
Sumber : manual hidrologi untuk perencanaan jembatan dan jalan no. 1 -2/BM/2005 , direktorat jendral bina
marga , departemen pekerjaan umum
Tabel 5: Tabel kekerasan Manning

43
Sumber: Ir-Darmadi_MTs’- WordPress.com
Tabel 6: Tabel Nilai Kecepatan Rata-Rata Berdasarkan Kemiringan Saluran

Sumber: lorenskambuaya.com

5. Intel Pada Trotoar

44
Gambar 13 (Contoh intel Pada Trotoar)
Sumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn
%3AANd9GcR1JgWjyBlbnfy97n5JoOUNhDBcQmEmhK0MwvI4N1QdxN8K34aC&us
qp=CAU

Direncanakan inlet sebagai jalan masuknya air yang berada di jalan agar dapat
disalurkan ke dalam saluran drainase. Lubang di sisi jalan yang berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju
ke dalam saluran. ( Jurnal Perencanaan Sistem Drainase )
 Jarak Antara Street Inlet (D)
280
D= x √ s ≤ 50 m …………………………………… (39)
w
Dimana:
W = Lebar jalan (m)
S = Kemiringan jalan (%) = 2 m
D = Jarak antara street inlet (m)
 Kapasitas Untuk Inlet Tegak
Q 3/ 2
=0.36 x g x a …………………………………… (40)
L
Dimana:
Q = Kapasitas inlet (m³/dtk)
L = Lebar bahan inlet (m)
g = Kecepatan gravitasi (m²/dtk)
a = Kedalaman air (m)

6. Outfall Ke Sungai

45
Gambar 14 (contoh saluran pembuang ke sungai)
Sumber : https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcR-
qMSrQq6y6O-XBfEkC_e-HwzhtLVV6799SGN-8o3a0JUTpI5F&usqp=CAU

Adalah titik pembuangan dari aliran limbah ke badan air ; alternatifnya mungkin
outlet sungai, tiriskan, atau selokan dimana ia dibuang kelaut, danau. (Wikipedia).
Q =CxAx 2 xgxz …… (41)
Dimana:
C = Koefisien Debit
A = Luas Penampang
g = Percepatan Gravitasi ( m2/dt )
Q = Debit Rencana
z = Kehilangan Tinggi Energi (m)
(kp 03.2010 hal 77)

 Gambar site plan, potongan memanjang saluran, potongan melintang saluran


dan detail-detailnya

 Profil memanjang
Dalam merencanakan profil memanjang pada saluran drainase perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Tinggi muka air di muara (outlet). Tinggi muka air di hilir saluran harus didesain
berdasarkan pada tinggi muka air rencana di saluran buangan, dalam hal ini bisa
berupa saluran induk, kolam
penampungan, atau langsung ke laut. Dalam hal yang terakhir perlu memperhatikan
fluktuasi air laut akibat adanya pasang surut.
Profil memanjang rencana muka air tertinggi harus direncanakan kira- kira sama
dengan kemiringan tanah sepanjang saluran sehingga air hujan dari semua titik di
daerah tangkapan dapat mengalir ke saluran dengan lancar. Kemiringan muka air
tertinggi harus berubah secara berangsur-angsur dari terjal di hulu menjadi landai
di hilir.
Kemiringan dasar saluran didesain sama dengan kemiringan muka air tertinggi
kecuali pada saluran yang terpengaruh oleh aliran balik. Elevasi dasar saluran
didesain serendah mungkin selama masih praktis untuk menjamin terpenuhinya
penampang basah. Hal ini dilakukan karena pelebaran sungai di daerah perkotaan
sering mengulami kesulitan.

46
 Penampang melintang saluran
Penampang melintang saluran cukup didesain dengan menggunakan rumus aliran
seragam, kecuali pada bagian saluran yang terpengaruh aliran balik (pengembangan).
Pengambilan angka kekasaran Manning perlu memperhatikan kondisi dan kemiringan
dasar saluran, dinding saluran, dan pemeliharaan saluran.

Flow Chart :
MULAI

PETA JUMLAH INDUSTRI


PENDUDUK

MENGHITUNG A, Q AIR KOTOR


TATA GUNA AIR LIMBAH
KOEF.THIESEN
LAHAN

R MAX. DAERAH
MENGHITUNG L, S,
TAHUNAN
A, C

R. RANCANGAN
DEBIT AIR Q AIR KOTOR
DENGAN KALA
HUJAN TOTAL
ULANG

Q RANCANGAN
UJI KESESUAIAN :
CHI SQUARE Ya
SMIRNOV KOLMOGOROV

PERHITUNGAN DIMENSI
SALURAN
47
TIMBUNAN

BIAYA

Tidak
SELESAI

REFERENSI

 Bambang Triatmodjo, 2006. Hidrologi Terapan. Jakarta: Betta Offset


 https://jidinmsirajuddin.wordpress.com/pelajaran-kuliah-ku/drainase-perkotaan/drainase-
perkotaan/
(Di akses 15 juni 2015)
 http://mamanclasik.blogspot.com/2012/10/makalah-drainase-perkotaan.html
(Di akses 15 juni 2015)

48
49

Anda mungkin juga menyukai