Anda di halaman 1dari 9

BELAJAR DARI SISTEM POLDER NEGERA BELANDA

Meski air adalah sahabat yang diakrabi, akan tetapi di saat yang sama bangsa
Belanda juga berjuang menaklukan air layaknya menghalau musuh. Hal tersebut
mengingatkan kita pada untaian kata yang dilontarkan Rene Descartes, “God created
the world, but the Dutch created Holland”, ujarnya. Filsuf Perancis tersebut mencoba
menggambarkan bagaimana orang Belanda mengeringkan daratan yang digenangi air
agar dapat menjadi permukiman yang layak didiami.

Polder dan Kincir Angin di Kinderdijk, Belanda


http://pembayunsekar.blogspot.com/2010/04/belajar-dari-tradisi-inovasi-belanda.html

Belanda menerapkan sistem reklamasi lahan melalui sistem polder yang kompleks
untuk mempertahankan wilayah Belanda dari ancaman banjir dan air pasang. Polder
merupakan sistem tata air tertutup dengan elemen meliputi tanggul, pompa, saluran air,
kolam retensi, pengaturan lansekap lahan, dan instalasi air kotor terpisah. Sistem
polder mula-mula dikembangkan Belanda pada abad ke-11 dengan adanya dewan
yang bertugas untuk menjaga level ketinggian air dan untuk melindungi daerah dari
banjir (waterschappen). Kemudian sistem polder ini disempurnakan dengan
penggunaan kincir angin pada abad ke-13 untuk memompa air keluar dari daerah yang
berada di bawah permukaan air laut. Dengan semakin banyaknya pembangunan sistem
hidrolik inovatif di negeri Van Oranje tersebut, polder dan kincir angin akhirnya menjadi
identik dengan Negeri Belanda.
Negara Belanda merupakan negara yang tak pernah berhenti berupaya
melahirkan inovasi. Perjuangan melawan banjir telah dilakukan Belanda hampir selama
satu milenium. Lebih dari seratus bencana banjir pernah menyerang Belanda dalam
kurun waktu tersebut. Salah satu bencana banjir yang paling memakan banyak korban
adalah yang terjadi pada tahun 1953. Sebagai reaksi preventif, Pemerintah Belanda
membuat Proyek Delta (Delta Works/ Deltawerken), yaitu pembangunan infrastruktur
polder strategis untuk menguatkan pertahanan terhadap bencana banjir. Secara
konsep, Proyek Delta ini akan mengurangi resiko banjir di South Holland dan Zeeland
untuk sekali per 10.000 tahun. Meskipun Proyek Delta telah selesai tahun 1997, masih
ada ancaman kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim yang mendorong Belanda
untuk terus-menerus menyempurnakan sistem poldernya. Ini adalah perjuangan berat
jangka panjang bangsa Belanda dalam menaklukan air.

Proyek Delta (Delta Works/ Deltawerken)

Proyek Delta dikonstruksi hampir selama 5 dekade dan menjadi salah satu upaya
pembangunan terbesar dalam sejarah peradaban manusia. American Society of Civil
Engineers pun menetapkannya sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia modern.
Terkait dengan pencapaian tersebut, dapat dirasakan bahwa semangat membangun
dan berinovasi Belanda sangat tinggi. Inovasi adalah instrumen utama dalam
pembangunan Belanda menjadi sebuah bangsa yang sejahtera secara ekonomi, kaya
akan budaya dan memiliki reputasi tinggi dalam bertoleransi. Ekonomi pengetahuan
(knowledge economy) telah menjadi pijakan bagi Belanda melejitkan diri dan
mengambil posisi penting dalam percaturan global. Ini adalah ekonomi dimana
pengetahuan dan kreativitas menjadi faktor produksi penting, sehingga setiap orang
ditantang untuk menggunakan talenta serta mengembangkan diri sebesar mungkin.

Apa itu Sistem Polder???


Polder adalah dataran rendah yang membentuk daerah yang dikelilingi oleh
tanggul. Pada daerah ini air buangan seperti air kotor dan air hujan dikumpulkan di
suatu badan air (sungai, kanal) lalu dipompakan ke badan air yang lebih tinggi
posisinya, hingga pada akhirnya dipompakan ke sungai atau kanal yang bermuara ke
laut. Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direklamasi. Sistem polder banyak
diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, juga pada manajemen air buangan
(air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari permukaan laut dan
sungai.
Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir perkotaan. Suatu
subsistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut sangat demokratis dan mandiri
sehingga dapat dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam hal
pengendalian banjir kawasan permukiman mereka. Unsur terpenting di dalam sistem
polder adalah organisasi pengelola, tata kelola sistem berbasis partisipasi masyarakat
yang demokratis dan mandiri, serta infrastruktur tata air yang dirancang, dioperasikan
dan dipelihara oleh masyarakat. Sedangkan pemerintah hanya bertanggung jawab
terhadap pengintegrasian sistem-sistem polder, pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan sungai-sungai utama. Hal tersebut merupakan penerapan prinsip
pembagian tanggung jawab dan koordinasi dalam good governance.
Sistem Polder
(Sumber : Laporan Akhir ” Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian
Banjir Perkotaan Menuju Waterfront City”)
Mengapa perlu dikembangkan Sistem Polder???
Pengembangan kota-kota pantai di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang
seringkali lebih didasarkan kepada kepentingan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
pengembangan kawasan-kawasan ini menimbulkan banjir yang menunjukkan
ketidakseimbangan pembangunan. Maka dari itulah perlu upaya peningkatan atau
pengembangan aspek teknologi dan manajemen untuk pengendalian banjir dan ROB di
kota-kota pantai di Indonesia. Dengan demikian sistem polder dikembangkan karena
menggunakan paradigma baru, diantaranya berwawasan lingkungan (environment
oriented), pendekatan kewilayahan (regional based), dan pemberdayaan masyarakat
pengguna.
Sistem polder yang merupakan suatu daerah yang dikelilingi tanggul atau tanah
tinggi dibangun agar air banjir atau genangan dapat dicegah dan pengaturan air di
dalamnya dapat dikuasai tanpa pengaruh keadaan di luarnya. Suatu subsistem-
subsistem pengelolaan tata air tersebut dianggap pas dan mandiri yang dikembangkan
dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam pengendalian banjir kawasan per-
mukiman. Penerapan sistem polder selama ini dinilai sebagai salah satu jurus yang
dapat memecahkan masalah banjir perkotaan.

Apa saja tipe-tipe polder yang dibangun ???


Ada 5 tipe polder menurut asalnya, tujuannya, maupun bentuknya, diantaranya
polder diperoleh dengan cara reklamasi suatu daerah rawa, air payau, dan tanah-tanah
basah, polder yang dilindungi tanggul memanjang searah sungai, polder akibat
pembendungan atau penanggulan pada muara sungai, polder akibat pengendapan
sedimen pada muara, polder yang terbentuk dari proses land subsidence perlahan-
lahan dari muka tanah menjadi tanah rendah di bawah muka air laut rata-rata.

Bagaimana Kriteria Desain Sistem Polder???


Polder merupakan salah satu Sistem Tata Saluran Pembuang di Rawa yang
disebut Sistem Tertutup.
Kondisi hidrologi dan tata air dalam sistem ini dapat dikontrol sepenuhnya oleh
manusia. Biasanya sistem ini berupa sistem yang dilengkapi bangunan pengendali
muka air, misalnya pintu klep otomatis. Umumnya sistem pembuangannya
menggunakan pompa.
Kelengkapan sarana fisik pada sistem polder antara lain : saluran air atau kanal
atau tampungan memanjang dan waduk, tanggul, serta pompa. Saluran air atau
tampungan memanjang dan waduk dibangun sebagai sarana untuk mengatur
penyaluran air ketika elevasi air di titik pembuangan lebih tinggi dari elevasi saluran di
dalam kawasan.Yang kedua ialah tanggul yang dibuat di sekeliling kawasan yang
berguna untuk mencegah masuknya air kedalam kawasan, baik yang berasal dari
luapan sungai, limpasan permukaan atau akibat naiknya muka air laut. Sebaliknya
dengan adanya tanggul, air yang ada di dalam kawasan tidak dapat keluar. Tanggul
dibuat dengan ukuran yang lebar, besar, dan tinggi serta dapat difungsikan sebagai
jalan. Yang ketiga ialah pompa air yang berfungsi sebagai pengering air pada badan
air, dan bekerja secara otomatis apabila volume atau elevasi air melebihi nilai
perencanaan.

Gambar Cara Kerja Sistem Polder

(Sumber:http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/1/656/holland_is_th
e_best_technology_in_water_management.html)
Gambar Sistem Polder
(Sumber : http://agungsedayu.com/frame%20bebas%20banjir_pik.htm)
Apa keunggulan Sistem Polder???
Sistem Polder mampu mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu,
hujan setempat naiknya muka air laut (ROB). Selain dapat mengendalikan air, sistem
polder juga dapat digunakan sebagai obyek wisata atau rekreasi, lahan pertanian,
perikanan, dan lingkungan industri serta perkantoran.

Apa kelemahan Sistem Polder???


Sistem kerja pada polder sangat bergantung pada pompa. Jika pompa mati, maka
kawasan akan tergenang. Sehingga diperlukan adanya pengawasan pada pompa.
Selain itu, biaya operasi dan pemeliharaannya relatif mahal.
Problema penanganan banjir di lapangan untuk kota-kota di Indonesia cukup rumit
karena ruang terbuka untuk resapan air semakin langka. Kondisi tersebut merupakan
akibat dari Tata Ruang Wilayah dan Kawasan tidak dikelola secara memadai dan alih
fungsi lahan menjadi permukiman penduduk semakin tidak terkendali. Sehingga
pemerintah perlu mengoptimalkan sistem polder dengan memasang tanggul pengaman
untuk kawasan rendah dan mengembangkan drainase di perkotaan yang masih
memiliki gravitasi, guna mengurangi kawasan banjir akibat genangan. Dalam
mengembangkan sistem polder perkotaan harus dilakukan secara terintegrasi antara
rencana tata ruang dan tata air utamanya pada kota-kota pantai yang memiliki
cekungan.
Setiap tetes air buangan yang jatuh pada kawasan polder harus didrainase
dengan bantuan pompa, dan untuk itu perlu disosialisasikan konsep pengendalian
pengembangan sistem polder berkelanjutan sebagai langkah antisipasi terhadap
perubahan akibat pembangunan yang sangat mempengaruhi dan berdampak pada
lingkungan.
#011 Tata Kelola Air yang Ramah Lingkungan, Belanda Jagonya!

April 15, 2013 by Admin Kompetiblog 6 Comments

Oleh Zulfika Satria Kusharsanto

“Belanda itu negara dengan sistem


pengelolaan air terbaik di dunia!”

Ya, mungkin seperti itulah opini yang sudah tertanam di pikiran orang-orang tentang Belanda.
Negara-negara lain boleh unggul dan bersaing dalam hal tata kota, tapi kalau tata air saya rasa
masih Belanda yang menjadi pionirnya.

Sumber: http://www.ecofriend.com/

Asal mula Belanda mempunyai sistem pengelolaan air yang sangat canggih ini berangkat dari
kenyataan bahwa Belanda memiliki tinggi tanah yang berada di bawah permukaan air laut.
Desakan kebutuhan permukiman akibat peningkatan penduduk di sekitar tahun 1000-an
menjadikan wilayah permukiman harus semakin diperlebar dan tibalah di titik kawasan yang
rawan terkena rob. Pada tahun 1250 pembangunan untuk mengatasi rob tersebut dimulai sebagai
cikal bakal kejeniusan Belanda dalam mengelola sistem drainase.
Tinggi dataran Belanda yang mayoritas rendah

(Rijkswaterstaat Ministry of Infrastructure and Environment, 2011)

Ternyata Belanda tidak hanya memanfaatkan kecanggihan bendungan dan kincir angin saja
dalam mengelola air. Belanda mempunyai sistem eco-drainage (diterjemahkan ekodrainase)
yang sangat ramah lingkungan. Eco artinya ekologi yaitu hal berkaitan dengan alam, sedangkan
drainase adalah “mengalirkan”. Selain mampu berkontribusi mengurangi peluang banjir, sistem
ini mampu menjaga kualitas air. Ekodrainase berasal dari pemikiran eco-hidrology yang pertama
kali dikenalkan tahun 1982 oleh peneliti Belanda, Van Wirdum. Pada dasarnya ia ingin
menemukan keterkaitan antara unsur air dengan unsur vegetasi. Bertahun-tahun kemudian
pemikiran ini berkembang menjadi sebuah sistem kelola air ramah lingkungan.

Memang bagaimana sih sistemnya?

Contoh implementasi ekodrainase ini dapat dilihat di Utrecht, kota tujuan summer course
kompetiblog ini. Air hujan yang turun (English: stormwater) dipilah menjadi 2 yaitu air yang
dianggap kotor dan air yang dianggap bersih. Air yang dianggap bersih itu contohnya air hujan
yang mengalir dari atap rumah, sedangkan air kotor itu air yang jatuh dari permukaan jalan
apalagi jalan yang penuh kendaraan bermotor. Air yang tergolong bersih tadi dialirkan ke suatu
tanah rerumputan yang bernama “wadi”. Di sana air disaring rerumputan sehingga dapat
langsung terserap ke dalam tanah. Pemerintah Utrecht sadar bahwa tidak semua air harus
langsung dialirkan ke kanal dan sungai kemudian ke laut. Volume air buangan mengalir (run-off)
harus dikurangi agar tidak terlalu membebani sistem bendungan di tepi laut.

Wadi, tanah rerumputan untuk resapan dan infiltrasi air hujan (http://sl.life.ku.dk)

Selain memanfaatkan Wadi, Pemerintah Kota Utrecht di Leidsche Rijn (sebuah area perumahan
di tepi barat kota) memanfaatkan median jalan dari bahan paving. Ya, sistem ini yang sudah
sering diimplementasikan di Indonesia. Tujuannya agar air-air yang turun tadi bisa langsung
terserap ke dalam tanah. Jadi Pemerintah Belanda tidak hanya berorientasi saja kepada
“bagaimana cara mengalirkan air buangan”, tetapi juga “bagaimana membangun daerah resapan
air yang berkelanjutan”.

Jalan paving yang mampu menyerap air (http://sl.life.ku.dk)

Kecanggihan sistem tata kelola air Belanda ini berdampak positif. Dalam kurun waktu puluhan
tahun, Belanda terakhir mengalami banjir besar tahun 1953. Memang pada tahun 2012 lalu
negara-negara di Eropa terkena bencana badai luar biasa yang mengakibatkan banjir, termasuk
Belanda. Itu pun karena ada ancaman tanggul yang ada kemungkinan akan jebol. Tapi tahukah
banjir yang dimaksud seperti apa? Hanya setinggi di bawah mata kaki! Terutama di kawasan
pesisir Belanda yang dimanfaatkan sebagai areal pertanian di sebelah barat Belanda. Kalau di
Indonesia mungkin itu masih dianggap becek kali ya, hehehe.

(http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-16425004)

Anda mungkin juga menyukai