Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu bendungan dapat di pandang dari beberapa segi yang masing-masing menghasilkan
tipe yang berbeda-beda pula. Maka pembagian tipe bendungan dapat dipandang dari 7 keadaan,
yaitu : berdasarkan ukurannya, tujuan pembangunannya, penggunaannya, jalannya air,
konstruksinya, fungsinya dan menurut ICOLD.
1.1. Pembagian type bendungan berdasarkan ukurannya.
Ada dua type, yaitu bendungan besar dan bendungan kecil :
1. Bendungan besar (large dams).
Menurut ICOLD defenisi bendungan besar adalah :
a. Bendungan yang tingginya lebih dari 15 m, diukur dari bagian terbawah pondasi
sampai ke puncak bendungan.
b. Bendungan yang tingginya antara 10 m dan 15 m dapat pula disebut bendungan besar
asal memenuhi salah satu lebih kriteria sebagai berikut:
- Panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 m
- Kapasitas waduk yang terbentuk tidak kurang dari 1 juta m3.
- Debit banjir maksimal yang diperhitungkan tidak kurang dari 2000 m3/dtk.
- Bendungan menghadapi kesulitan-kesulitan khusus pada pondasinya.
- Bendungan didesain tidak seperti biasanya (unusual desaign).
2. Bendungan kecil (small dams, weir, bendung)
Semua bendungan yang tidak memenuhi syarat sebagai bendungan besar disebut
bendungan kecil.

1.2. Pembagian type bendungan berdasarkan tujuan pembangunannya


Ada dua type, yaitu bendungan dengan tujuan tunggal dan bendungan serbaguna.
1. Bendungan dengan tujuan tunggal (single purpose dams)
Bendungan yang di bangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya pembangkit tenaga
listrik atau irigasi (pengairan)
2. Bendungan serbaguna (multipurpose dams).

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Bendungan yang dibangun untuk beberapa tujuan misalnya : Pembangkit tenaga listrik dan
irigasi, pengendalian banjir, air minum dan industri, pariwisata dan lain-lain.

1.3. Pembagian type bendungan berdasarkan penggunaannya.


1. Bendungan untuk membentuk waduk (storage dams)
Bendungan yang dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air pada waktu
kelebihan agar dapat dipakai pada waktu diperlukan.
2. Bendungan penangkap/pembelok air (diversion dams)
Bendungan yang dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi sehingga dapat mengalir
masuk ke dalam saluran air atau terowongan air.
3. Bendungan untuk memperlambat jalannya air.
Bendungan yang dibangun untuk memperlambat aliran air sehingga dapat mencegah
terjadinya banjir besar.

1.4. Pembagian type bendungan berdasarkan jalannya air


1. Bendungan untuk dilewati air (overflow dams)
Bendungan yang dibangun untuk dilewati air misalnya pada bangunan pelimpah (spillway)
2. Bendungan untuk menahan air (diversion dams)
Bendungan yang sama sekali tidak boleh dilewati air.
1.5. Pembagian type bendungan berdasarkan konstruksinya
1. Bendungan Type Urugan
Suatu bendungan yang dibendung dengan cara menimbungkan bahan-bahan seperti:
batu, krikil, dan tanah pada komposisi tertentu dengan fungsi sebagai pengempang atau
pengangkat permukaan air yang terdapat di dalam waduk di udiknya disebut bendungan
type urugan atau “Bendungan Urugan”.
Didasarkan pada ukuran butirannya dari bahan timbunan yang digunakan secara
umum dapat di bedakan menjadi 2 type bendungan urugan, yaitu:
1. Bendungan urugan batu (Rock Fill Dam) atau bendungan batu.
2. Bendungan urugan tanah (Earth Fill Dam) atau bendungan tanah.
Selain kedua bendungan tersebut, terdapat pula bendungan urugan campuran, yaitu
terdiri dari timbunan batu di bagian hilirnya yang berfungsi sebagai penyangga, sedangkan
Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah
bagian udiknya terdiri dari timbunan tanah yang disamping berfungsi sebagai penyangga
tambahan, terutama berfungsi sebagai tirai kedap air.
Di dalam kegiatan-kegiatan bendungan baik perencanaannya, maupun pelaksanaan
pembangunannya, kedua type bendungan tersebut mempunyai banyak persamaan-
persamaan yang cukup nyata.
2. Klasifikasi Bendungan Type Urugan
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengempang air atau pengangkat permukaan
air didalam suatu waduk, maka secara garis besarnya tubuh bendungan merupakan penahan
rembesan air ke arah hilir serta penyangga tandonan air tersebut.
Ditinjau dari penempatan serta susunan bahan yang membentuk tubuh bendungan
untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik, maka bendungan urugan dapat digolongkan
dalam 3 type urugan yaitu:

1. Bendungan urugan homogen (bendungan homogen)


Suatu bendungan urugan digolongkan dalam type homogen, apabila bahan yang
membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang hampir sejenis dan
gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam.
Tubuh bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu:
1. Sebagai bangunan penyangga
2. Sebagai penahan rembesan air
2. Bendungan urugan zonal (Bendungan zonal)
Bendungan urugan zonal digolongkan dalam zonal, apabila timbunan yang
membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi (susunan ukuran
butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan
3. Bendungan urugan bersekat (bendungan sekat)
Bendungan urugan digolongkan dalam type sekat (facing) apabila di lereng udik
tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lulus air seperti lembaran baja tahan karat,
beton aspal, lembaran beton bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok, dan lain-
lain.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Untuk dapat membedakan ketiga type tersebut diatas, maka skema serta uraian
singkatnya tertera pada dibawah ini.
 Type Bendungan Homogen

Zone Lulus Air


Zone Kedap Air

Drainase
Apabila 80 % dari seluruh bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari
bahan yang bergradasi hamper sama.
Bendungan Zonal
Bendungan zonal terbagi tiga antara lain:
1. Bendungan Tirai
Zone Kedap Air
Zone Lulus Air

Zone Lulus Air


Apabila Bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari yang lulus air,
tetapi dilengkapi dengan tirai kedap air di udiknya.
2. Bendungan Inti Miring

Zone Kedap Air


Zone Lulus Air

Zone Lulus Air

Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus
air, tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan miring ke hilir.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


4. Bendungan Inti vertical

Zone Kedap Air


Zone Lulus Air

Zone Lulus Air


Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,
tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan vertical.
 Bendungan Sekat

Zone Bersekat
Zone Lulus Air

Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,
tetapi dilengkapi dengan dinding tidak lulus air di lereng udiknya, yang biasanya
terbuat dari lembaran beton bertulang, aspal beton, lembaran plastic.
Namun dalam tugas ini hanya akan membahas bendungan urugan zonal, yaitu
apabila timbunan yang membentuk tubuh bendungan urugan dari batuan dengan
gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan lapisan
tertentu. Pada bendungan ini sebagai penyangga terutama dibebankan sepenuhnya
kepada timbunan yang lulus air pada pondasi yang berbeda dibawah tubuh
bendungan.
Adapun pengertian dari bendungan homogen dan bendungan zonal adalah
sebagai berikut:

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


 Bendungan Homogen
Suatu bendungan urugan digolongkan dalam type homogen, apabila bahan
yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang hampir sejenis
dan gradisinya (tersusun ukuran butirannya) hampir seragam.
Tubuh bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai
bangunan penyangga dan sekaligus sebagai penahan rembesan air.
 Bendungan Zonal
Bendungan urugan digolongkan dalam type-type zonal, apabila timbunan
yang membentuk tubuh bendungan terdiri batuan dengan gradasi (susunan
ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan tertentu.
Berdasarkan letak kedudukannya bendungan dari zonal kedap air (zonal
impermeable) maka type ini dibedakan lagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Bendungan urugan zonal dengan tirai kedap air atau bendungan tirai (front
core fill type dam) adalah bendungan zonal yang zone kedap air membentuk
lereng udik bendungan.
2. Bendungan urugan zonal dengan inti zonal kedap air miring atau bendungan
inti miring (inclined-core fill type dam) adalah bendungan zonal yang zone
kedap airnya terletak dalam tubuh bendungan dan kedudukannya miring ke
arah hilir. .
3. Bendungan urugan zonal dengan inti zonal kedap air tegak atau bendungan inti
tegak (central-core fill type dam) adalah bendungan zonal yang zone kedap
airnya terletak di dalam tubuh bendungan dengan kedudukan vertikal.
Biasanya inti tersebut terletak di bidang tegak dari tubuh bendungan.

1.6. Karakteristik Bendungan Urugan


Dibandingkan dengan jenis-jenis bendungan lainnya, maka bendungan urugan
mempunyai keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut:
a. Pembangunannya dapat dilaksanakan pada hampir semua kondisi geologi dan geografi
yang dijumpai.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


b. Bahan untuk tubuh bendungan dapat digunakan batuan yang terdapat disekitar
bendungan.
Akan tetapi type ini merupakan kelemahan yang cukup berarti, yaitu tidak mampu
menahan limpasan diatas mercu, dimana limpasan-limpasan yang terjadi dapat menyebabkan
longsoran-longsoran pada lereng hilir yang dapat mengakibatkan jebolnya bendungan
tersebut.
Beberapa karakteristik utama dari bendungan urugan, adalah sebagai berikut:
1. Bendungan urugan mempunyai alas yang luas, sehingga beban yang harus didukung oleh
pondasi bendungan bendungan per satuan unit luas biasanya kecil. Beban utama yang
harus didukung oleh pondasi terdiri dari berat tubuh bendungan dan tekanan hydrostatis
dari air dalam waduk.
2. Bendungan urugan selalu dapat dibangun dengan menggunakan bahan batuan yang
terdapat disekitar calon bendungan. Dibanding dengan jenis bendungan beton, yang
memerlukan bahan-bahan pabrik seperti semen dalam jumlah besar dengan harga yang
tinggi dan didatangkan dari tempat yang jauh, maka bendungan urugan dalam hal ini
menunjukkan tendensi yang positif.
3. Dalam pembangunannya, bendungan urugan dapat dilaksanakan secara mekanis dengan
intensitas yang tinggi (full mechanized).
4. akan tetapi karena tubuh bendungan yang terdiri dari timbunan tanah atau timbunan batu
yang berkomposisi lepas, maka bahaya jebolnya bendungan umumnya disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut:
a. Longsor yang terjadi baik pada lereng unik, maupun lereng hilir tubuh bendungan.
b. Terjadinya sufosi (erosi dalam atau piping) oleh gaya-gaya timbul dalam aliran filtrasi
yang terjadi dalam tubuh bendungan.
c. Suatu konstruksi yang kaku yang tidak diinginkan di dalam tubuh bendungan, karena
konstruksi tersebut tak dapat mengikuti gerakan konsolidasi dari tubuh bendungan
tersebut.
d. Proses pelaksanaan pembangunannya biasa sangat peka terhadap pengaruh iklim.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


1.7. Perencanaan untuk Bendungan Type Urugan
Pada hakekatnya eksistensi suatu bendungan telah dimulai sejak diadakannya
kegiatan-kegiatan survey, perencanaan, perencanaan teknis, operasi dan pemeliharaan
sampai akhir dari umur efektif bendungan tersebut.
Semakin mendalam pelaksanaan survey dan perencanaan dikerjakan, maka semakin
mudah pembuatan perencanaan teknisnya dan semakin mudah pula pelaksanaan
pembangunannya, karena kemungkinan terjadinya modifikasi-modifikasi konstruksi akan
semakin kecil.
Tetapi sebaliknya apabila survey dan perencanaannya kurang teliti dan kurang
mendalam, kadang-kadang pilihan yang semula jatuh pada pembuatan perencanaan
teknisnya, sehingga seluruh hasil survey dan perencanaan yang semula, terpaksa ditinjau
kembali. bahkan pada beberapa kasus, kadang-kadang di saat suatu bendungan dalam proses
pelaksanaan pembangunannya, akibat diketemukannya kondisi-kondisi geologi yang kurang
menguntungkan, terpaksa harus memindahkan sumbu bendungan yang telah ditetapkan atau
memperbaiki kemiringan-kemiringan lereng bendungan, yang mengakibatkan bahwa
volume urugan dapat berubah dengan sangat menyolok.
Dari analisa-analisa teknis tersebut, maka akan dapat ditemukan dengan mantap hal-
hal sebagai berikut:
a. Kedudukan bendungan yang paling baik
b. Type bendungan yang paling cocok
c. Metode pelaksanaan pembangunan yang paling efektif.
Beberapa aspek terpenting yang perlu dipelajari untuk dapat merealisir gagasan
pembangunan suatu bendungan adalah:
1. Topografi
2. Geologi teknik
3. Pondasi
4. Hidrologi
5. Bahan bangunan
6. Bangunan pelimpah

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


7. Bangunan penyadap dan lain-lain.

1.5. Desain Tubuh Bendungan


1. Rancangan Teknis Tubuh Bendungan
a. Tinggi Bendungan
Yang dimaksud dengan tinggi bendungan adalah perbedaan antara elevasi
permukaan pondasi dengan elevasi mercu bendungan. Permukaan pondasi adalah
dasar dinding kedap air atau dasar dari pada zone kedap air. Apabila pada bendungan
tidak terdapat dinding kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah
garis perpotongan antara bidang vertical yang meliputi tepi udik mercu bendungan
dengan permukaan pondasi alas bendungan tersebut.
b. Panjang Bendungan
Yang dimaksud dengan panjang bendungan adalah seluruh panjang mercu
bendungan yang bersangkutan, termasuk bagian yang digali pada tebing-tebing
sungai di kedua ujung mercu tersebut. Apabila bangunan pelimpah atau bangunan
penyadap terdapat pada ujung-ujung mercu, maka lebar bangunan-bangunan
pelimpah tersebut diperhitungkan pula dengan menentukan panjang bendungan.
c. Tinggi Jagaan
Yang dimaksud dengan tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi
permukaan maksimum rencana air dalam waduk dan elevasi mercu bendungan.
Dalam menentukan tinggi jagaan perlu diperhatikan berbagai faktor yang mungkin
akan mempengaruhi eksistensi dari calon bendungan, antara lain:
a. Kondisi dan situasi tempat kedudukan calon bendungan.
b. Pertimbangan tentang karakteristik dari banjir abnormal.
c. Kemungkinan terjadinya ombak-ombak besar dalam waduk yang akan disebabkan
oleh angin dengan kecepatan tinggi ataupun gempa bumi.
d. Kemungkinan terjadinya kenaikan permukaan air waduk diluar dugaan karena
timbulnya kerusakan atau kemacetan pada bendungan pelimpah.
e. Tingkat kerugian yang mungkin dapat ditimbulkan dengan jebolnya bendungan
yang bersangkutan.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Tinggi jagaan (Hf) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Hf ≥ H + ( h k atau

2 ) + ha + h i

Hf ≥ hk + 2 + ha + hi

2. Gaya yang bekerja pada tubuh bendungan


Gaya-gaya atau beban yang bekerja pada bendungan urugan yang akan
mempengaruhi stabilitas tubuh bendungan dan pondasi dari bendungan tersebut adalah:
a. Berat tubuh bendungan itu sendiri, yang membebani lapisan-lapisan yang lebih
bawah dari tubuh bendungan dan membebani pondasi.
b. Tekanan hidrostatis yang membebani tubuh bendungan dan pondasinya, baik dari
air yang terdapat di dalam waduk di udik bendungan maupun dari air di dalam
sungai hilirnya.
c. Tekanan air pori yang terkandung diantara butiran dari zone-zone tubuh
bendungan.
d. Dan gaya-gaya seismik yang menimbulkan beban-beban dinamika baik yang
bekerja pada tubuh bendungan maupun pada pondasinya.
Beban berat tubuh bendungan
Untuk mengetahui besarnya beban berat tubuh bendungan, maka diambil beberapa
kondisi-kondisi yang paling tidak menguntungkan yaitu:
a. Pada pondasi lembab segera sesudah tubuh bendungan selesai dibangun.
b. Pada kondisi sesudah permukaan air waduk mencapai elevasi penuh, dimana
bagian bendungan yang terletak di sebelah atas depresi dalam keadaan jenuh.
c. Pada kondisi dimana terjadi gejala penurunan mendadak (rapid drawdown)
permukaan air waduk, sehingga semua bagian bendungan yang semula terletak di
bagian bawah garis depresi tetap dianggap jenuh.
a. Beban berat tubuh bendungan
Untuk mengetahui besarnya beban berat tubuh bendungan, maka diambil beberapa
kondisi-kondisi yang paling tidak menguntungkan yaitu:

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


a. Pada kondisi lembab segera sesudah tubuh bendungan selesai dibangun.
b. Pada kondisi sesudah permukaan air waduk mencapai elevasi penuh, dimana bagian
bendungan yang terletak sebelas atas garis deferesi dalam kondisi lembab, sedang
bagian bendungan yang terletak di sebelah bawah garis defresi dalam keadaan jenuh.
c. Pada kondisi dimana terjadi gejala penurunan mendadak permukaan air waduk,
sehingga semua bagian bendungan yang semula terletak di sebelah bawah garis
defresi tetap dianggap jenuh.

Berat dalam keadaan lembab


Garis defresi pada keadaan air
waduk penuh

Berat dalam keadaan jenuh

Gbr. 3.18 Berat bahan yang terletak di bawah defresi


b. Beban Hydrostatis
Secara skematis gaya-gaya yang bekerja pada bendungan urugan dapat diperiksa
dan pada perhitungan stabilitas tubuh bendungan dengan metode irisan (slice method)
biasanya beban hydrostatis yang bekerja pada lereng udik bendungan.
Pada kondisi dimana garis defresi tampaknya mendekati garis yang horizontal
maka dalam perhitungan biasanya langsung dapat dianggap horizontal dan berat bagian
tubuh bendungan yang terletak dibawah garis defresi tersebut diperhitungkan sebagai
berat bahan yang terletak didalam air. Akan tetapi perhitungan dalam kondisi
kegempaan, biasanya berat bagian ini dianggap dalam kondisi jenuh.
O
U1

Wn U2
U1
U

U2

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Gbr. 3-19 Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang
bekerja pada tubuh bendungan

a). b). c).

c. Tekanan Air Pori


Kondisi yang paling tidak menguntungkan dari gaya-gaya tersebut yang perlu diikut
sertakan dalam perhitungan stabilitas tubuh bendungan adalah:
1. gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi tubuh sedang
dibangun.
2. gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam waduk telah terisi penuh dan
permukaan air sedang menurun secara berangsur-angsur.
3. gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam keadaan terjadinya penurunan
mendadak permukaan air waduk hingga mencapai permukaan terendah, sehingga
besarnya tekanan air pori dalam tubuh bendungan masih dalam kondisi seperti
waduk terisi penuh.
a. Metode perhitungan stabilitas tubuh bendungan.
2. Metode irisan bidang luncur
Andaikan bidang luncur bundar di bagi dalam beberapa irisan vertikal, maka
faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut:

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


∑ {C . I+( N−U −N e )tan φ }
Fs =
∑ (T +T e
=
∑ C . I+∑ (γ . A(Cos α−e .sin α )−V )tan φ
∑ γ . sin α + e . cosα
Dimana:
Fs = Faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari berat irisan bidang luncur
(=  . A Sin )
T = Beban komponen tangensial yang timbul dari beban setiap irisan
bidang luncur (=  . A Sin )
Ne = Komponen vertikal beban seimis yang bekerja pada irisan bidang
luncur (= e .  . A Sin )
Te = Komponen tangensial beban seimis yang bekerja pada setiap irisan
bidang luncur (= e. Sin )
1. = Sudut geser dalam bahan yang membentuk dasar setiap bidang bidang
luncur.
C = Angka kohesi yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur.
Z = Lebar setiap bidang luncur.
e = Intensitas seismis horizontal.
 = Berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur.
A = Luas dari setiap bahan pembentuk dari setiap bidang luncur.
V = Tekanan air pori
 = Sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur.
Prosedur perhitungan metode irisan bidang luncur bundar dilakukan dengan
urutan sebagai berikut:
1. Andaikan bidang luncur bundar dibagi menjadi beberapa irisan vertikal,
biasanya setiap irisan lebarnya dibuat sama. Disarankan agar setiap irisan
bidang luncur tersebut dapat melintasi perbatasan dari dua buah zone
penimbunan atau supaya memotong garis defresi aliran filtrasi.
2. gaya-gaya yang bekerja pada bidang irisan dapat digambarkan sebagai berikut:
Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah
a. Berat irisan (W), dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas irisan (A)
dengan berat isi bahan pembentuk irisan (), jadi W =A
b. Beban berat komponen vertikal yang bekerja pada dasar irisan (N) dapat
diperoleh dari hasil perkalian antara berat irisan (W) dengan cosinus sudut
rata-rata tumpuan () pada dasar irisan yang bersangkutan jadi: N = W.
Cos.
c. Beban dari tekanan hydrostatis yang bekerja pada dasar irisan (U) dapat
diperoleh dengan tekanan air rata-rata (U/Cos) pada dasar irisan tersebut,
jadi : U = U .b / Cos
d. Beban berat komponen tangensial (T), diperoleh dari hasil per kalian
antara berat irisan (W) dengan sinus sudut rata-rata tumpuan dasar irisan
tersebut jadi: T = W . Sin Kekuatan tekanan kohesi terhadap gaya
peluncuran (C), diperoleh dari hasil perkalian antara angka kohesi bahan
(c’) dengan panjang dasar irisan (b) dibagi lagi dengan cos, jadi C = c ’ .
b/cos Kekuatan tahanan gesekan terhadap gejala peluncuran irisan adalah
kekuatan tahanan geser yang menjadi pada saat irisan akan meluncur
meninggalkan tumpuannya.
3. Dengan cara menjumlahkan semua kekuatan-kekuatan yang menahan (T) dan
gaya pendorong (S) dari setiap irisan bidang luncur, dimana (T) dan (S) dari
masing-masing irisan dapat dinyatakan berturut-turut sebagai berikut:
T = W sin dan S = C + (N – U) tan 
4. faktor keamanan dari bidang luncur yang bersangkutan adalah perbandingan
antara jumlah semua kekuatan pendorong dan jumlah semua kekuatan penahan
yang berkeja pada bidnag luncur tersebut, seperti persamaan sebagai berikut
ini:

Fs =
∑ S = ∑ {C + ( N + U ) tan φ }
∑T ∑ Sin α
Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dianggap bekerja tegak lurus
terhadap lingkaran bidang luncur (gambar 3-19)

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Perhitungan metode tegangan efektif biasanya memerlukan data-data tekanan
air pori yang memperoleh dari pengukuran langsung dengan alat kompresi tri-sumbu
(trixial compression method) pada kondisi pengujian konsolidasi tertutup (C-U test).
Selain tekanan air pori dapat pula dihitung dengan rumus Hlif, adapun rumus tersebut
adalah sebagai berikut:
Pa Δ
P=
V a + h. V w − Δ
Dimana:
 =+P
P = Tekanan air pori
Pa = Tekanan atmosfir pad bendungan tepat sesudah selesainya
pelaksanaan.
 = Persentase pemadatan terhadap volume asal
Va = Prosentase rongga udara pada pori-pori bahan sesudah
terhadap volume asal.
h = Kelarutan udara di dalam air (Konstanta Henry dalam temperatur
200 C, sama dengan 0.0198).
Vw = Prosentase volume air pori sesudah konsolidasi terhadap volume
asal.
 = Tegangan total asal.
 = Tegangan effective bahan.
A = Koefisien kelulusan bahan terhadap air (0.3 s/d 0.8) untuk
bendungan tanah yang dilengkapi dengan drainase, harga A = 0,50 s/d 0,8
untuk bendungan inti atau tirai, harga A= 0,3 s/d 0,5]

Beban Seimis (Seimis Force)


Beban seimis akan timbul pada saat terjadinya gempa bumi, akan tetapi
berhubung banyaknya faktor-faktor yang berpengaruh pada beban seimis tersebut,
maka sangatlah sukar untuk memperoleh kapasitas beban seimis secara tepat pada saat
timbulnya gempa bumi.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Faktor-faktor yang terpenting yang menentukan besarnya beban seimis pada
sebuah bendungan urugan adalah:
1. Karakteristik, lamanya dan kekuatan gempa yang terjadi.
2. Karakteristik dari pondasi bendungan.
3. Karakteristik bahan pembentuk tubuh bendungan.
4. Type bendungan.
5. Dan lain sebagainya.
Pengamatan serta pengukuran dengan seismograf saja pada hakekatnya belumlah
berarti, tampa didukung oleh data-data yang lain, seperti hasil pengujian fisik dan
mekanis bahan tubuh bendungan data-data tekanan air pori, data tekanan, komponen
horizontal beban seimis dapat dihitung dengan rumus:
M.a = e.g
Dimana:
M = Massa tubuh bendungan
g = gravitasi
E = Intensitas seimis horizontal (0,10 – 0,25)

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


BAB II
PERENCANAAN TEKNIS PONDASI

2.1. Umum
Pondasi suatu bendungan harus memenuhi 3 persyaratan yaitu :
1. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan bahan dari tubuh bendungan dalam
berbagai kondisi.
2. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai, sesuai dengan
fungsinya sebagai penahan air.
3. Mempunyai ketahanan terhadap gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling) yang
disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan pondasi tersebut.
Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum pondasi urugan
dapat dibedakan dalam 3 jenis. Yaitu :
 Pondasi batuan (Rock Pondation)
 Pondasi pasir atau kerikil
 Pondasi tanah (soil pondation)
Dan ada beberapa problema yang dihadapi dalam merencanakan suatu bemdungan antara lain :
 Pada pondasi batuan akan terjadi pelapukan pada bagian atas pondasi tersebut atau
terjadi retakan-retakan dan patahan-pataahan.
 Pondasi pasir dan kerikil biasanya daya dukungnya yang rendah disamping
permeabilitasnya sangat tinggi.
 Pada pondasi tanah biasanya daya dukungnya sangat lemah
Pada hakekatnya perkuatan-perkuatan pondasi dengan cara sementasi tersebut, mempunyai
kelemahan-kelemahan, bahkan pelaksanaan perbaikan pondasi hasilnya tak dapat diketahui
secara pasti, sehinggah seberaapa jauh jangkauan suatu sementasi pada perbaikan suatu pondasi
tak dapat diukur secara pasti.

Sehubungan dengan problema-problema tersebut diatas maka dan agar mendapatkan hasil yang
memenuhi persyaratan, maka dalam mempersiapkan pelaksanaan sementasi, memerlukan
perhatian terhadap hal-hal berikut :

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


 Invertigasi dana analysa-analysa geologi, maupun mekanika tanah pada pondasi supaya
dilaksanakan secara memadai.
 Pelaksanaan sementasi supaya diawasi oleh ahli-ahli yang sudah berpengalaman.
 Pemilihan metode pelaksanaan sementasi yang paling sesuai dengan pemilihan pondasi
tersebut.

I. Pondasi Batuan
Apabila pondasi yang kita inggin rencanakan terdiri dari batuan yang masif,
sedang bagian yang lapuk tidak terlalu dalam, sehingga mudah di singkap dan disingkirkan, maka
dalam hal ini pelaksanaan sementasi mungkin tidak diperlukan. Walaupun demikian untuk
meyakinkan dari keamanan pondasi tersebut. Maka diperlukan pengujian permeabilita batuan
( pouring test ).

Tujuan utama perbaikan pondasi dengan metode sementasi antara lain sebagai berikut :
 Mengurangi intensitas aliran filtrasi ( kebocoran-kebocoran ) dari waduk, yang mengalir
keluar melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada pondasi bendungan.
 Mengurangi gaya ke atas pada dasar calon bendungan yang disebabkan oleh tekanan air
taanha yang terdapat pada lapisan pondasi.
 Meningkatkan daya dukung batuan yang membentuk lapisan pondasi calon bendungan.

Sesuai dengan tujuan dari perkuatan pondasi dengan methode segmentasi , maka
segmentasi ini terdiri dari 2 type yaitu segmentasi tirai dan konsolidasi (sementasi alas)

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Untuk segmentasi tirai ini dimaksudkan agar dalam lapisan pondasi terbentuk semacam
tirai kedap air yang disebut tirai sementasi untuk mengurangi debit filtrasi melalui pondasi
bendungan dengan cara memaksa aliran filtrasi mengalir malaui ujung bawah tirai tersebut.
Sehingga trayektori aliran filtrasi menjadi lebih panjang yang mengakibatkan berkurangnya debit
filtrasi yang mengalir keluar bendungan, disamping itu akan mengurangi pula gaya ke atas di
bawah alas bendungan.
Tirai sementasi ini dibuat tepat di bawah alas zone kedap air tubuh bendungan, sehingga
zone kedap air bersama dengan tirai sementasi akan membentuk tirai penghambat aliran air
keluar dari waduk.
Pada hakekatnya untuk menentukan dimensi dari tirai sementasi ini diperlukan penelitian
yang seksama, walaupun demikian secara kasar dipergunakan batasan sebagai berikut :
 Kedalaman tirai sementasi
Guna penentuan kedalaman sementasi, maka pertama supaya diperhatikan kondisi dari
pondasi calon bendungan. Pada pondasi batuan massif yang cukup segar dan tanpa
rekahan mungkin sementasi tidak diperlukan sama sekali. Akan tetapi pondasi batuan
banyak mengandung rekahan , maka diperlukan pertimbangan untuk pelaksanaan
sementara antara 0 s/d 50% dari tinggi efektif permukaan air waduk.

Hubungan antara tinggi bendungan dengan kedalaman tirai sementasi.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


 Penempatan lubang – lubang bor untuk sementasi
Lubang – lubang bor harus dibuat sekurang – kurangnya dalam 2 baris dengan aturan
yang beraturan berselang seling sedemikian sehingga 3 buah lubang yang berdekatan
membentuk segitiga sama sisi dengan panjang sisi – sisinya antara 100 s/d 300 cm

87- 260 cm

100 – 300 cm

Pengalaman menunjukkan bahwa walaupun tirai tidak terlalu dalam akan tetapi sering
dibuat lebih dari 2 baris pengeboran agar hasil sementasi dapat diandalkan. Diameter lubang bor
biasanya sebesar 1.5 inch yang pengeboran dapat dilakukan dengan mata bor type EX. Kadang –
kadang dilakukan juga pengeboran dengan diameter yang lebih besar tetapi paling besar
menggunakan ukuran diameter 2,0 s/d 3,0 inch dengan mata bor type NX.

 Cara pelaksanaan sementasi


Sementasi dilakukan dengan menginjeksikan bubur sementasi sebagai bahan perekat
kedalam batuan yang mengandung rekahan, sehingga rekahan tersebut dapat terisi oleh bahan
perekat dengan demikian batuan tersebut menjadi massif kembali. Tergantung dari jenis batuan
serta karakteristik rekahan maka bahan perekat itupun sangat banyak ragamnya. Antara lain
adukan semen, semen campur pasir halus, bubur tanah liat, cairan aspal, bentonit, cairan gelas,
dan banyak lagi zat kimia lainnya.
Injeksi biasanya dilakukan sesudah dilakukan pengeboran pencucian pada lubang bor dan
pengujian permeabilitas pada lapisan pondasi. Berdasarkan angka lugeon dari hasil pengujian
permeabilitas pada setiap lubang bor, maka dapat ditetapkan tekanan injeksinya pada masing-
masing lubang bor yang bersangkutan. Selain itu pada pelaksanaan injeksi tekanan-tekanan yang

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


diberikan biasanya antara dua sampai tiga kali tinggi air dalam waduk. Sebelum melaksanakan
injeksi bisanya kedalam setiap lubang bor dibagi menjadi 2 s/d 4 tingkatan dan injeksi dilakukan
secara bertingkat pula.
Kepadatan bubur sementasi dari adukan semen yang dipergunakan bertingkat-tingkat
pula, dimulai dari paling encer, yaitu dengan perbandingan antara semen dan air dalam berat 1 : 8
dan berakhir dengan perbandingan 1 : 1.
Tabel kepekaan buburr sementasi (adukan semen) dan penggunaanya
Kepekaan adukan semen Kapasitas penetrasi Kepekaan adukan semen
percobaan Per 20 menit Percobaan selanjutnya
(C/W) (i) (C/W)
1:8 700 1:6
1:6 600 1:4
1:4 500 1:2
1:2 400 1:1
Catatan : C-Semen W-Air

2) Sementasi konsolidasi dan sementasi alas.


Sementasi konsolidasi adalah merupakan sementasi yang sangat dangkal tetapi merata diatas
permukaan pondasi yang tujuanya adalan untuk memperkuat lapisan teratas dari pondasi serta
menutup dan merekatkan kembali rekahan-rekahan yang biasanya banyak sekali terdapat
pada lapisan teratas batuan, sehingga batuan tersebut masif kembali.
Jarak lubang-lubang bor biasanya sekitas 1 meter, sedangkan kedalaman umunya antara 5 s/d
10 meter. Akan tetapi penggunaan sementasi konsolidasi dan sementasi alas ino terutama
hanya pada bendungan-bendungan yang tinggi dengan zone kedap air yang relatif tipis.
Biaanya drainage sumuran ini dipergunakan pada bendungan-bendungan yang tinggi dengan
pondasi batuan sedimen yang berlapis-lapis. Ukuran diameter drainage sumuran ini biasanya
antara 2a’3 inci dan penempatanya seperti tertera pada gambar di bawah.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


II. Pondasi Pasir Atau Kerikil

Pondasi yang terdiri dari lapisan-lapisan pasir dan kerikil, biasanya mempunyai
kemampuan daya dukung memadai untuk bedungan urugan rendah ( dengan tinggi maximum 40
s/d 50 meter ) akan tetapi umumnya akan mempunyai permeabilizas tinggi. Walaupun demikian
pondasi pasir yang berbutir halus dengan koefesien-keseragaman <10 dan dengan kpadatan
relatife <70% serta mudah mencapai tingkat kecairan.
Selanjutnya pondasi yang mempunyai permeabilizas tinggi, dimana koefesien filtrasinya (K) (10 -5
s/d 10-4) cm/dtk dapat diklasifikasi menjadi 4 type utama antara lain :
1. pondasi dengan lapisan lupus air yang dangkal
2. pondasi dengan ketebalan lapisan lulus air yang hampir sma dengan tinggi air waduk
3. pondasi dengan lapisan lupus air yang dalam
4. pondasi yang tersusun dari lapisan-lapisan lulus air dan kedap air secara bergantian.
Berhubung permeabilitas yang berbeda-beda, maka peningkatan kekedapan air secara bergantian.
Dengan ketebalan lapisan yang berbeda-beda ula, peningkatan kekedapan air yang dilakukan
pada setiap pondasi akan berbeda-beda pula, baik metode pelaksanaan, maupun dimensi yang
didasarkan pada jenis serta urutan pelapisnya, type serta dimensi bangunan, pertimbangan-
pertimbangan ekonomis dan lain-lain.
Selanjutnya prinsip-prinsip dasar peningkatan kekedapan air pada ke empat type pondasi tersebut
di atas adalah sbb:
1) Pondasi dengan lapisan lulus air dangkal.
Pada kondisi pondasi yang demikian, maka tirai kedap airnya dibuat hingga mencapai lapisan
kedap air yang terletak dibawah lapisan yang lulus air tersebut. Maka untuk menentukan
bahan apa yang akan digunakan, cara-cara penyediaanya, cara-acra injeksinya serta tekanan
yang akan diberikan, jangkauan penetrasinya pada lapiab kedap air dan lain-lain.
Berhubung denga peningkatan kekedapan terhadap air pada pondasi bendungan dengan
pembuatan tirai. Merupakan metode yang sangat efektif, kadang-kadang bahkan pada pondasi
yang lulus air yang tebal pun metode ini masih juga dipergunakan dan menunjukan kwalitas
yang cukup memadai.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


2) Pondasi dengan ketebalan lapisan lulus air yang hampir sama dengan tinggi waduk
Pondasi dengan lapisan lulus air yang tak terlalu tebal, yaitu dengan ketebalan yang hampir
sama dengan tinggi air dalam waduk, sering juga digunakan tirai kedap air sempurna yang
tipis.
Kelemahan yang paling nyata dari tirai kedap air yang membuat dinding-dinding turap
adalah problema kebocoran-kebocoran yang terjadi diantara tiang-tiang turap bentuk tirai.
Dan ketika waduk terisi maka bahaya sufosi (piping) mungkin saja dapat timbul pada struktur
lapisan yang sudah rusak.
Adapun kelebihan-kelebihan yang sangat positif dari sementasi kimiawi tsb adalah :
a) Tidak menimbulkan suara yang terlalu bising
b) Tidak menimbulkan kerusakan struktur tanah
c) Sangat tinggi efektifitasnya pada pondasi dengan elevasi air tanah yang tinggi.
Ada beberapa contoh tirai kedap air dinding turap secara skematis dapat dilihat pada gambar
berikut :
a. Pembuatan tiang pancang
b. Pembuatan dinding-dinding dengan penggalian-penggalian
c. Pembuatan dinding yang kontinu.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


3) Pondasi dengan lapisan lulus air dalam
Pada kondisi dengan lapisan lulus air yang dangkal dan sedang biasanya tirai kedap air
merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan, akan tetapi untuk pondasi dengan lapisan
lulus air yang dalam, maka penggunaanya sudah tak dapat dipertimbangkan lagi. Dalam hal
ini, alternatif yang sangat mungkin adalah dengan cara mengurangi intensitas aliran filtrasi
yang tingkat-tingkat tertentu sehingga bahaya sufosi (piping) serta bahaya sembula (boiling)
dapat dihindarkan.
Apabila bahan-bahan tanah yang kedap air banyak terdapat disekitar daerah calon bendungan,
maka penggunaan konstruksi alas kedap air, akan merupakan alternatif yang ekonomis dan
seyogyanya dipertimbangkan.
4) Pondasi yang tersusun dari lapisan-lapisan lulus air dan kedap air secara bergantian.
Pada kondisi yang demikian, pertama-tama harus dipertimbangkan pembuatan tirai kedap air
pada lapisan lulus air yang paling atas, apabila pelapisnya tidak terlalu tebal. Disamping itu
perlu diperhatikan kemungkinan adanya gejala tekanan ke atas air artetis pada lapisan-lapisan
kedap air yang teletak di daerah-daerah paling atas dari pondasi dan penyebaran lapisan
tersebut.
Pada pembuatan pondasi sumuran yang bertujuan mengurangi tekanan ke atas dan air filtrasi
yang terdapat pada lapisan-lapisan lulus air. Maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Drainage sumuran supaya ditempatkan tepat di atas lapisan lulus air dan air filtrasinya
akan dikeluarkan untuk mengurangi tekanan ke atas.
b) Konstruksi drainage sumuran agar dibuat sedemikian rupa, sehingga baik aliran
masuk ke dalam sumur, maupun aliran yang keluar dari sumur dapat berjalan dengan
mudah, tampa hambatan
c) Konstruksi drainage sumuran, agar direncanakan sedemikian rupa supaya tidak terjadi
penyumbatan-penyumbatan pada filter dan supaya filter tersebut di buat dari bahan
yang tidak mudah berkarat.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


III. Pondasi tanah

Pondasi tanah pada umumnya mempunyai kekedapan air yang paling positif dibandingkan
dengan type pondasi yang lain. Selain itu pondasi yang sudah berumur tua, biasanya kepadatanya
lebih tinggi dan mempunyai kekedapan air yang sangat baik serta kemampuan daya dukung yang
istimewa.
Walaupun kondisi tofografi suatu tempat kedudukan calon bendungan tampaknya sangat ideal,
akan tetapi apabila pada tempat tersebut, diketemukan lapisan-lapisan yang lemah dan cukup
tebal, maka tempat kedudukan calon bendungan perlu dipertimbangkan untuk dipindahkan atau
diperbaiki secukupnya sebelum dipergunakan.
Sebagai standard, suatu lapisan yang lemah dapat digunakan oleh pondasi, apabila angka pori
lapisan tersebut berisi >20 s/d 25.
Ada beberapa metode perbaikan pondasi yang lazim dilakukan antara lain sebagai berikut :
a) Pemadatan yang dilakukan dengan metode penumbukan-penumbukan atau dengan
kekuatan getaran (vibrasi).

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


b) Pemadatan yang dilakukan dengan prinsip mempercepat proses konsolidasi pada lapisan
tanah lunak dengan cara mengeluarkan kandungan air yang berada didalamnya.

2.2. Pembuatan Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi (Seepage Flow-Net)


1. Stabilitas bendungan terhadap aliran filtrasi.
Baik tubuh bendungan maupun pondasinya diharuskan mampu mempertahankan
diri dari gaya-gaya yang ditimbulkan oleh adanya aliran filtrasi yang mengalir di celah-
celah antara butiran-butiran tanah pembentuk tubuh bendungan dan pondasi tersebut.
Untuk mengetahui kemampuan daya tahan tubuh bendung serta pondasinya
terhadap gaya-gaya tersebut di atas, maka diperlukan penelitian-penelitian pada hal-hal
sebagai berikut:
1. Formasi garis defresi (seepage line formation) dalam tubuh bendungan dengan
elevasi tertentu permukaan air dalam waduk yang direncanakan.
2. Kapasitas air filtrasi yang mengalir melalui tubuh bendungan dan pondasinya.
3. Kemingkinan terjajdinya gejala suposi (piping) yang disebabkan oleh gaya-gaya
hydrodinamika dalam aliran air filtrasi.
a. Formasi garis depresi.
Formasi garis defresi pada zonal kedap air suatu bendungan dapat diperoleh
dengan metode Casagrade. Apabila angka permeabilitas vertikal (K V) berbeda
dengan angka permeabilitas horizontal (kh), maka akan terjadi deformasi garis

depresi dengan mengurangi koordinat horizontal sebesar. √ k v / k h kali


b. Jaringan trayektori aliran filtrasi (seepage flow-net)
Berbagai metode telah dikembangkan untuk membuat jaringan trayektori filtrasi
bendungan urugan dengan metode yang paling sesuai dan sederhana adalah
metode garis yang diperkenalkan oleh Forchheimer (forcehheimer’s
diagrammatical solution). Akan tetapi metode ini mempunyai kelemahan yang
cukup menonjol, dimana penggunaannya akan mencapai hasil yang baik, hanya
oleh tangan ahli cukup berpengalaman.
c. Kapasitas aliran filtrasi.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir ke hilir
melalui tubuh dan pondasi bendungan. Kapasitas filtrasi suatu bendungan
mempunyai batas-batas tertentu yang mana apabila kapasitas filtrasi melampaui
batas tersebut, maka kehilangan air yang terjadi cukup besar, disamping itu
kapasitas filtrasi yang besar dapat menimbulkan gejala suposi (piping) dan
gejala sembulan (boiling) yang sangat membahayakan kestabilan tubuh
bendungan.
Untuk memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi suatu bendungan (baik yang
melalui tubuh bendungan mampu yang melalui lapisan pondasi) dapat
dilakukan dengan menggunakan jaringan trayektori aliran filtrasi atau dengan
menggunakan rumus-rumus empiris.
Apabila bahan pembentuk tubuh dan pondasi bendungan mempunyai harga kv
dan kh yang berbeda, maka untuk menghitung kapasitas aliran filtrasi dilakukan

dengan harga k yang telah dimidifisir ( k )

Harga k dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


Dimana:
k = Koefisien Filterasi yang dimodifir
kh = Koefisien filtrasi horizontal
kv = Koefisien filtarsi vertikal
Memperkirakan besarnya kapasitas yang mengalir melalui tubuh dan
pondasi bendungan didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi, dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nf
Qf = K.H.L
Np
Dimana:
Qf = kapasitas aliran filtrasi (Kapasitas rembesan)
Nf = Angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi.
NP = Angka pembagi dari garis equi-potensial
K = koefisien filtrasi

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


H = Tinggi tekanan air total
L = Panjang profil melintang tubuh bendungan.

2. Perencanaan Pondasi
Pondasi suatu bendungan harus memiliki 3 (tiga) persyaratan terpenting yaitu:
a. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan beban dari tubuh bendungan dalam
berbagai kondisi.
b. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai, sesuai dengan
fungsinya sebagai penahan air.
c. Mempunyai ketahanan terhadap gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan-lapisan pondasi tersebut.

Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum
pondasi bendungan urugan dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu:
1. Pondasi batuan (rock fundation)
Apabila pondasi direncanakan terdiri dari batuan yang masif, sedangkan bagian yang
lapuk tidak terlalu dalam, sehingga mudah disingkap dan disingkirkan, maka dalam hal
ini pelaksanaan sementasi mungkin tidak diperlukan. Walaupun demikian untuk
meyakinkan keamanan dari pondasi tersebut, maka diperlukan pengujian permeabilitas
batuan. Pelaksanaan pengujian tersebut adalah dengan pemompaan air pada permukaan
batuan dengan tekanan 10 kg/det2 dan apabila dibawah tekanan tersebut air tidak dapat
meresap sebesar 1 liter/menit/meter, maka harganya disebut 1 lugeon (hampir sama
dengan harga K = 10-5 cm/det). Harga ini biasa diaggap sebagai batas perlu atau tidaknya
dilakukan pembuatan-pembuatan/perbaikan pada suatu pondasi batuan.
2. Pondasi pasir atau kerikil
Pondasi yang terdiri dari lapisan-lapisan pasir dan kerikil, biasanya mempunyai
kemampuan daya dukung yang cukup memadai untuk bendungan urugan rendah (Dengan
tinggi maksimum 40–50 m) akan tetapi umumnya mempunyai permeabilitas yang tinggi.
Walaupun demikian pondasi pasir yang berbutir halus dengan koefisien keseragaman <10
dan dengan kepadatan relative <70% serta mudah mencapai tingkat kecairan apabila

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


dipadatkan dengan getaran, biasanya merupakan pondasi yang daya dukung kurang
memadai, sehingga diperlukan perkuatan-perkuatan perbaikan.
Selanjutnya pondasi yang mempunyai permeabilitas tinggi, dimana koefisien
filtrasinya (K) (10-5 s/d 10-4 ) cm/dtk dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe utama
yaitu :
 Pondasi dengan lapisan lulus air yang dangkal
 Pondasi dengan ketebalan lapisan lulus air yang hampir sama dengan tinggi air
waduk.
 Pondasi dengan lapisan lulus air yang dalam.
 Pondasi yang tersusun dengan lapisan-lapisan lulus air dan kedap air secara
bergantian.
3. Pondasi tanah (soil fundation)
Sebagai standar, lapisan yang lemah dapat digunakan untuk pondasi apabila angka

pori untuk lapisan tersebut berisi ¿20 s/d25 .sedangkan untuk lapisan pasir dengan
gradasi yang seragam yang terdapat di daerah gempa dengan intensitas gempa yang
diperkirakan dapat diperkirakan mencapai 8.0 SR. Maka kepadatan relative sebesar 70%
merupakan angka standar dibawah lapisan tanah tersebut dan lemah dan tak dapat
dipergunakan, sebelum dilakukan perkuatan dan perbaikan pada pondasi. Beberapa
metode perbaikan pondasi yang lazim dilakukan antara lain adalah :
1. Pemadatan yang dilakukan oleh metode penumbukan atau dengan kekuatan getaran
(vibrasi). Penumbukan biasanya dilakukan pada tanah los lanau dan lain-lain.
Sedangkan pada tanah pasir penggunaan kekuatan getaran merupakan metode yang
paling efektif.
2. Pemadatan yang dilakukan dengan prinsip mempercepat proses konsolidasi pada
lapisan tanah lunak dengan cara mengeluarkan kandungan airnya. Pada jenis tanah
tersebut digunakan metode drainase yaitu antara lain pasir penyerap, kertas penyerap,
berlawanan. Berhubung lapisan tanah mempunyai karakteristik yang sangat seragam
maka metode perbaikan beraneka ragam, sehingga menentukan metode yang paling
efektif untuk suatu lapisan pondasi diperlukan penelitian serta seleksi yang sama.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Beberapa problem umum yang selalu dihadapi dalam merencanakan pondasi suatu
bendungan adalah sebagai berikut:
1. Pada pondasi batuan biasanya dihadapkan problema-problema adanya pelapukan-
pelapukan di bagian atas dari pondasi tersebut, ataupun akan diketemukan banyak
retakan-retakan dan patahan-patahan. Kadang-kadang diketemukan patahan-patahan
tekotonis yang masih aktif.
2. Pada pondasi pasir dan kerikil biasanya dihadapkan pada problema daya dukungnya
yang rendah disamping permeabilitasnya yang tinggi.
3. Pada pondasi tanah biasanya dihadapkan pada problem daya dukungannya yang
sangat lemah.
Apabila pondasi yang akan direncanakan terdiri dari batuan yang masih, aktif,
sedang bagian yang lapuk tidak terlalu dalam, sehingga mudah diangkat dan disingkirkan,
maka dalam hal ini pelaksanaan sementasi mungkin tidak diperlukan. Pelaksanaan
pengujian tersebut adalah dengan pemompaan air pada permukaan batuan dengan rekanan
10 kg/cm2 dan apabila dibawah tekanan tersebut air dapat meresap sebesar 1
liter/menit/meter, maka harganya disebut 1 lugen.
Tujuan utama perbaikan pondasi dengan metode sementasi adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi intensitas aliran filtrasi (kebocoran-kebocoran) dari waduk, yang
mengalir keluar melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada pondasi bendungan.
2. Mengurangi gaya dasar ke atas calon bendungan yang disebabkan oleh tekanan air
tanah yang terdapat dalam lapisan pondasi.
3. Meningkatkan daya dukung batuan yang membentuk lapisan pondasi calon
bendungan.
Sementasi untuk perkuatan pondasi suatu calon bendungan dilaksanakan dengan
berbagai metode dan pemilihan salah satu metode ataupun kombinasi dari beberapa
metode sementasi selalu didasarkan pada tiga faktor terpenting, yaitu kombinasi pondasi
calon bendungan, Type calon bendungan dan dimensi bendungan yang bersangkutan.

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


BAB III
SISTEMATIKA PERHITUNGAN

Perhitungan Tampungan Waduk


3.1.1. Perhitungan Volume Genangan
Berdasarkan peta topografi yang ada pada soal dengan skala 1 : 10.000, ada beberapa
cara menghitung luas genangan yaitu :
1. Cara Planimeter
2. Cara menghitung dengan menggunakan Auto Cad
3. Cara Menghitung secara manual
Dari ketiga cara tersebut di atas, maka cara yang kita pergunakan dalam perhitungan luas
daerah genangan pada perencanaan bendungan ini adalah dengan cara manual.
Adapun langkah menghitung yaitu dengan mengikuti garis kontur dengan menggunakan
benang atau sejenisnya, kemudian hasil pengukuran tersebut kita kalikan dengan skala,
kemudian untuk memudahkan dalam menghitung luasan, maka menggunakan rumus segi
empat terlebih dahulu kita jadikan dulu bentuk segi empat.

Volume Tampungan yang Dibatasi Oleh 2 Garis Kontur


Rumus untuk mencari volume tampungan yang dibatasi oleh 2 garis kontur:
1
V= 3
ΔΧ [ F1 . F 2 . + √ F1 . F2 ] Didapat pada buku teknik Bendungan hal 226

Dimana :
V = Volume tampungan (m2)
x = Beda tinggi kontur (m)
F1 = Luas yang dibatasi kontur 1 (km2)
F2 = Luas yang dibatasi kontur 2 (km2)

Untuk mencari beda tinggi kontur pada perhitungan volume tampungan bendungan
type zonal urugan tirai, adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
x = Elevasi 2 – Elevasi 1

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Desain Hidrolis Bendungan
Tinggi Muka Air
a. Tinggi muka air banjir (h1)
Rumus :
ho = Elevasi MAB – Elevasi Ds
Dimana :
ho = Tinggi muka air banjir (m)
El. MAB = Elevasi muka air banjir (m)
El. Os = Elevasi dasar Kontur (m)
b. Tinggi muka air normal (h)
Tinggi muka air normal ditentukan berdasarkan pada kapasitas tampungan
waduk dan debit banjir sungai. Maka untuk menghitung muka air normal terlebih
dahulu kita harus mendapatkan debit banjir maximum (Q500) dan elevasi, kemudian
untuk menghitung nilai elevasi Muka Air Normal (MAN) kita gunakan rumus
interpolasi, adapun rumus interpolasi adalah sebagai berikut :
Rumus :
h1 = El. MAN – El. Ds
Dimana :
h1 = Tinggi Muka Air Normal (m)
El. MAN = Elevasi Muka air normal; Dimana diambil dengan
menggunakan rumus Interpolasi dari elevasi kontur F4
dengan F5. (m)
El. Ds = Elevasi dasar kontur (m)

Dimensi Hidrolis Bendungan


a. Type bendungan
Pada soal ini terdiri dari beberapa type bendungan antara lain :
1. Bendungan Homogen
2. Bendungan zonal dengan tirai

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


3. Bendungan zonal dengan inti miring
4. Bendungan zonal dengan inti vertikal
Tapi namum dalam hal ini kami akan hitung sesuai dengan type bendungan yang
diberikan yaitu dengan type Bendungan zonal dengan tirai
b. Dalam mengdimensi hidrolis bendungan terlebih dahulu kita harus menghitung tinggi
jagaan, adapun rumus untuk menghitung tinggi jagaan pada bendungan adalah sebagai
berikut :
Hw = hw1 + hw2 + hw3 + hc + hi + ha
Dimana :
hw = Tinggi jagaan (m)

hw1 = Tinggi gelombang angin


( V2 . F
K.d
Cos A )
Dimana :
V = Kecepatan angin diatas air : 50 Mpa : 80.465 Km/ perjam : 22.351
F = Jarak normal dari waduk kehulu tubuh bendung : 2.556 m
K = Angka koefisien gempa bumi : 62
D = Dalamnya waduk rata-rata 10 m

hw2 = Tinggi gelombang diatas angin ( 0.34 √ F + 0.76 √ F )


Dimana :
F = Jarak normal dari waduk kehulu tubuh bendung : 2.556 m
hw3 = Tinggi gelombang yang merambat kehulu : 0.65 m
K.t
2 π
√ g . ho
hc = Tinggi gelombang akibat gaya gempa bumi
Dimana :
K = Koefisien gempa bumi : 0.20
T = Waktu terjadinya gelombang gempa bumi : 1 dtk
ho = Dalamnya waduk rata-rata : 10 m
g = Gaya grafitasi bumi : 9.81 m/dtk

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


hi = Tinggi keamanan sebagai akibat type bendungan : 0.50 m
ha = Tinggi keamanan terhadap macatnya pembukaan pintu air pada
bangunan pelimpah : 0.50 m

Didasarkan pada tinggi bendungan yang direncanakan, maka angka standar tinggi jagaan
pada bendungan urugan adalah sebagai berikut :

1. Lebar rendah dari Hf = m


2. Tinggi antara 50 – 100 = > 3.00 m
3. Lebih Tinggi dari 100 m Hf = >3.50 m

Sedangkan untuk menghitung tinggi bendungan maka digunakan rumus adalah


sebagai berikut :
H = ho + hw
Dimana:
H = Tinggi bendungan
ho = Tinggi muka air banjir
hw = Tinggi jagaan
Untuk menghitung lebar puncak bendungan digunakan rumus sebagai berikut :
b = 3.6 x H1/3 – 3.0 Didapat pada buku Bendungan Type Urugan hal. 174 Dimana :
b = lebar puncak bendungan
H = Tinggi bendungan
Untuk perhitungan garis depresi digunakan rumus :
d = 0.3 L1 + L2 Didapat pada buku Bendungan Type Urugan hal.158

Dimana :
d = Jarak horizontal antara titik B2 dan A
L1 = Jarak horizontal antara titik B dan E
L2 = Jarak horizontal antara B dan A

Yo = √ h2+ d 2−d Didapat pada buku Bendungan Type Urugan hal. 157

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Dimana :
Yo = Jarak antara titik A dan perpotongan garis depresi dengan
garis A yang arahnya vertikal.
h = Jarak vertikal antara titik A dan B
d = Jarak horizontal antara titik B2 dan A

Y= √ 2. y0 . X + y 20 Didapat pada buku Bendungan Type Urugan hal. 157

Dimana :
Y = Sumbu Vertikal
h0 = Jarak antara titik A dan perpotongan garis depresi dengan
garis A yang arahnya vertikal.
X = Sumbu Horizontal
Untuk menghitung perhitungan stabilitas lereng bendungan saat selesai di
bangun dengan maka kita menggunakan rumus dibawah ini :
Rumus :
L1 = m . H
Dimana :
m = Lereng dihulu (1 : 2 )
H = Tinggi bendungan (m)

Sedangkan untuk perhitungan stabilitas lereng bendungan pada saat muka air
banjir maka kita menggunakan rumus dibawah ini :
Rumus :
h1 = H – hw
Dimana :
H = Tinggi bendungan (m)
hw = Tinggi jagaan (m)

Tg i = H ./ L1

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Dimana :
Tg = Nilai tangen
H
AB = sin .i
Dimana ;
AB = Jarak miring antara titik E dan B
i = Sudut yang terbentuk di titik E
1
2
AB
θ
R = sin 2
Dimana ;
R = Radius lengkungan saluran (m)
 = Sudut inklinasi permukaan air pada daerah lengkung
saluran peluncur (o).
Untuk perhitungan stabilitas lereng bendungan pada saat muka air banjir, maka
Rumus yang kita gunakan sama halnya seperti diatas yang membedakan hanya Nilai
h2 . Dimana Nilai h2 = H – Tinggi MAB.

Methode perhitungan stabilitas tubuh bendungan


Perhitungan stabilitas tubuh bendungan biasanya dilakukan dengan methode irisan
bidang luncur bundar. Akan tetapi jika garis lingkaran suatu bidang luncur berpapasan
dengan bagian yang palin lemah baik pada tubuh bendungan maupun pada pondasinya
maka supaya digunakan bidang luncur kombinasi. Apabila lereng udi maupun lereng hilir
suatu bendungan urugan ditutup oleh lapisan bahan – bahan yang tidak bersifat kohesif
Andaikan bidang luncur dibagi beberapa irisan vertikal maka faktor keamanan dari
kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
keseimbangan sebagai berikut ;

Fs=
∑ { C . L+( N −U−Ne )tan Φ } =
∑ C . L+∑ {γ . A(cos α−e . sin α )−V } tanΦ
∑ (T +Te ) ∑ γ . A (sin α +e . cosα )
Dimana :
Fs : Faktor keamanan

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


N : beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
(=.A.cos.)
T : beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap berat bidang luncur
(=.A.sin.)
U : Tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne : Komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang luncurnya
(e. . A.cos.)
 : sudut gesekan dalam bahaya yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncurnya
C : Angka kohesi bahan yang membentuk dasar saetiap irisan bidang luncur
Z : Lebar setiap bidang irisan
E : intensitas seismic horizontal
 : berat isi dari asetiap bahan pembentukirisan
A : Luas dari setiap bahan pembentuk irisan
 : Sudut kemiringan rata – rata dari setiap irisan
V : tekanan air pori
Prosedur perhitungan methode irisan bidang luncur bundar , dilakukan dengan urutan
sebagai berikut :
1. Andaikan bidang luncur bundar dibagi menjadi beberapa irisan vertikal dan walaupun bukan
merupakan persyaratan yang mutlak, biasanya setiap irisan lebarnya dibuat sama.
2. Berhubung karena perhitungannya dilakukan perhitungan sistem 2 dimensi maka potongan
melintang tubuh bendungan yang akan di analisa dianggap mempunyai satuan yang sama
dengan satuan dalam perhitungan. Gaya – gaya yang bekerja setiap irisan dapat digambarkan
sebagai berikut :
 Berat irisan (w); dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas irisan (A) dengan berat
isi bahan pembentuk irisan ()
 Beban berat komponen vertikal yang bekerja pada dasar irisan (N) dapat diperoleh dari
hasil perkalian antara berat irisan (W) dengan cosinus sudut rata – rata tumpuan ()pada
dasar irisan yang ditentukan

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


 Beban dari tekanan hidrostatis yang bekerja pada dasar irisan (U) diperoleh dari hasil
perkalian antara panjang dasar irisan (b) dengan tekanan air rata – rata (U/ cos ) pada
dasar irisan
 Beban berat komponen tangensial (T) diperoleh dari hasil perkalian antara berat irisan
(w)dengan sinus sudut rata – rata tumpuan dasar irisan
 Kekuatan tahanan kohesi terhadap gejala peluncuran (C) diperoleh dari hasil perkalian
antara angka kohesi bahan (c’)dengan panjang dasar irisan (b)dibagi lagi dengan cos 
 Kekuatan tahanan geseran terhadap gejala penelusuran irisan adalah kekuatan tahan an
geser yang terjadi pada saat irisan akan meluncur meninggalkan tumpuannya
 3. dengan cara menjumlahkan semua kekuatan yang menahan (T) dan gaya – gaya
pendorong (s) darai setiap irisan bidang luncur , dimana (T) dan (S) dari masing – masing
irisan dapat dinyatakan berturut – turut sebagai berikut : T : W sin  dan S : C + (N-U)
tan 
 Faktor keamanan dari bidang luncur yang bersangkutan adalah perbandingan jumlah
semua kekuatan pendorong dan jumlah semua kwekuatan penahan yang bekerja pada
bidang luncur

Tabel kondisi perencanaan teknis


Kekuatan Berat jenis
Intensitas beban
Zone tubuh Dalam keadaan seismic
bendungan C (t/m3) Tan 
lembab Jenuh air horizontal e

Zone kedap air 4.0 0.500 1.92 2.00


0.15
Zone lulusan 0 0.800 2.00
Sumber bendungan urugan hal.143

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


BANGUNAN PELIMPAH
(SPIILWAY)
1. Pengertian

Bangunan pelimpah adalah bangunan beserta instalasinya untuk mengalirkan

banjir yang masuk kedalaman waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan.

2. Pembagian Type Bangunan Pelimpah

a. Secara umum

1) Pelimpah dengan saluran peluncur di sisi bendungan (side overflow chute splway)

2) Pelimpah berbentuk menara (tower spliilway)

3) Pelimpah dengan ambang di tengah dan saluran pengangkut airnya di permukaan

bendungan (cetre overflow dam surface spliiway)

4) Pelimpah morning glory (morning glory tunnel spliiway)

5) Pelimpah dengan perubahan energi jatuh bebas (free overfall spliiway)

6) Pelimpah berbentuk siphon (siphon spiilway)

b. Berdasarkan Pengunaannya (fungsinya)

1) Bangunan pelimpah utama (main spiilway) untuk melewatkan air yang sesuai

dengan periode ulang yang sudah direncanakan.

2) Bangunan pelimpah pembantu (fuse plung spiilway) dioperasikan bila terjadi

banjir luar biasa.

3) Bangunan pelimpah darurat (emergency spliiway).

c. Berdasarkan Cara Oprasinya

1) Pelimpah tanpa alat control (uncontrolled spliiway, ungated spliiway)

2) Pelimpah dengan pintu air (controlled spliiway, gated spliiway)

3. Bagian-bagian yang Penting dari Bangunan Pelimpah

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Bangunan pelimpah yang paling utama di gunakan pada bendungan type urugan yaitu

bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap, terdiri dari empat bagian yaitu :

1. Saluran pengaruh aliran

2. Saluran pengatur aliran

3. Saluran peluncur

4. Peredam energy

Per edam En ergi Bagian berbentuk Terompet Dasar dengan Kemiringan Variabel Saluran Pengatur Salura n Pengar ah

Arah aliran

Skema Type Banguan Pelimpah Pada bendungan Urugan

3.1 Saluran Pengarah Aliran

Fungsinya untuk penuntun dan pengarah aliran agar alairan tersebut senantiasa

dalam keadaan hidrolika yang baik.

Beberapa kriteria :

Kecepatan : v ≤ 4 m/det

Kedalaman : W ≥ 1/5 H

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


3.2 Saluran Pengatur Aliran

Fungsinya pengatur kecepatan aliran (debit) yang melintasi bagunan pelimpah.

Bentuk dan system kerja

Type ambang bebas (flowing into canal type)

W= 51 H
H
V W= 4 m/dt

3.3 Saluran Peluncur

1. Umum

Perencanaan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

a) Air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar tanpa

hambatan-hambatan hydrolis

b) Konstruksi saluran peluncur cukup kukuh dan stabil dalam menampung

semua beban yang timbul

c) Agar biaya konstruksi diusahakan seekonomis mungkin.

2. Perhitungan-perhitungan Hydrolika untuk saluran peluncur

Perhitungan system coba banding

Rumus kekentalan energy dalam aliran (rumus Bornoulli), adalah sebagai berikut.

Z1 + d1 + hv1 = Z1 + d1 + hv1 + hL

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Dimana :

Z = Elevasi dasar saluran pada suatu bidang vertikal

d = Kedalaman air pada bidang tersebut

Hv = Tinggi tekanan kecepatan pada bidang tersebut

hL = Kehilangan tinggi tekanan yang terjadi di antara dua bidang vertikal

yang ditentukan.

3.4 Peredam Energi

Sebelum aliran air sungai yang masuk ke dalam pelimpah dikembalikan

kedalam sungai, maka aliran dalam kecepatan tinggi dalam kondisi super kritis

tersebut harus diperlambat dan diubah pada kondisi sub-kritis guna meredusir

(meredam) kandungan energi yang tinggi ( yang memiliki daya derus yang tinggi)

sehingga mencapai dalam keadaan yang normal kembali, dan aliran tersebut masuk

dalam sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai tersebut.

Untuk tujuan inilah maka di ujung hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu

bangunan yang disebut peredam energi pencegah gerusan (scour protection stilling

basin)

Disesuaikan dengan type bendungan urugan, kondisi topografi serta system

kerjanya, maka peredam energi mempunyai beberapa type.

Khusus untuk bendungan-bendungan urugan, biasanya digunakan type-type

sebagai berikut :

a) Type loncatan (water jump type)

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah


Type ini cocok untuk sungai dengan dasar alur yang kokoh. Pondasi dasarnya,

alur sungai tempat terjun, serta daerah sekitar jangkauan gelombang yang

timbul oleh terjunan tersebut harus dari batuan massif dan kokoh.

b) Type olakan (stilling basin type)

Suatu bangunan peredam energi yang berbentuk kolam, dimana prinsip

peredam energinya yang sebagiannya besar terjadi akibat proses pergesekan

diantara molekul-molekul air

Ismail HM. Idrus _ Imran Qamarullah

Anda mungkin juga menyukai