PENDAHULUAN
Suatu bendungan dapat di pandang dari beberapa segi yang masing-masing menghasilkan
tipe yang berbeda-beda pula. Maka pembagian tipe bendungan dapat dipandang dari 7 keadaan,
yaitu : berdasarkan ukurannya, tujuan pembangunannya, penggunaannya, jalannya air,
konstruksinya, fungsinya dan menurut ICOLD.
1.1. Pembagian type bendungan berdasarkan ukurannya.
Ada dua type, yaitu bendungan besar dan bendungan kecil :
1. Bendungan besar (large dams).
Menurut ICOLD defenisi bendungan besar adalah :
a. Bendungan yang tingginya lebih dari 15 m, diukur dari bagian terbawah pondasi
sampai ke puncak bendungan.
b. Bendungan yang tingginya antara 10 m dan 15 m dapat pula disebut bendungan besar
asal memenuhi salah satu lebih kriteria sebagai berikut:
- Panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 m
- Kapasitas waduk yang terbentuk tidak kurang dari 1 juta m3.
- Debit banjir maksimal yang diperhitungkan tidak kurang dari 2000 m3/dtk.
- Bendungan menghadapi kesulitan-kesulitan khusus pada pondasinya.
- Bendungan didesain tidak seperti biasanya (unusual desaign).
2. Bendungan kecil (small dams, weir, bendung)
Semua bendungan yang tidak memenuhi syarat sebagai bendungan besar disebut
bendungan kecil.
Drainase
Apabila 80 % dari seluruh bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari
bahan yang bergradasi hamper sama.
Bendungan Zonal
Bendungan zonal terbagi tiga antara lain:
1. Bendungan Tirai
Zone Kedap Air
Zone Lulus Air
Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus
air, tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan miring ke hilir.
Zone Bersekat
Zone Lulus Air
Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,
tetapi dilengkapi dengan dinding tidak lulus air di lereng udiknya, yang biasanya
terbuat dari lembaran beton bertulang, aspal beton, lembaran plastic.
Namun dalam tugas ini hanya akan membahas bendungan urugan zonal, yaitu
apabila timbunan yang membentuk tubuh bendungan urugan dari batuan dengan
gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan lapisan
tertentu. Pada bendungan ini sebagai penyangga terutama dibebankan sepenuhnya
kepada timbunan yang lulus air pada pondasi yang berbeda dibawah tubuh
bendungan.
Adapun pengertian dari bendungan homogen dan bendungan zonal adalah
sebagai berikut:
Hf ≥ H + ( h k atau
hθ
2 ) + ha + h i
hθ
Hf ≥ hk + 2 + ha + hi
Wn U2
U1
U
U2
Fs =
∑ S = ∑ {C + ( N + U ) tan φ }
∑T ∑ Sin α
Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dianggap bekerja tegak lurus
terhadap lingkaran bidang luncur (gambar 3-19)
2.1. Umum
Pondasi suatu bendungan harus memenuhi 3 persyaratan yaitu :
1. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan bahan dari tubuh bendungan dalam
berbagai kondisi.
2. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai, sesuai dengan
fungsinya sebagai penahan air.
3. Mempunyai ketahanan terhadap gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling) yang
disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan pondasi tersebut.
Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum pondasi urugan
dapat dibedakan dalam 3 jenis. Yaitu :
Pondasi batuan (Rock Pondation)
Pondasi pasir atau kerikil
Pondasi tanah (soil pondation)
Dan ada beberapa problema yang dihadapi dalam merencanakan suatu bemdungan antara lain :
Pada pondasi batuan akan terjadi pelapukan pada bagian atas pondasi tersebut atau
terjadi retakan-retakan dan patahan-pataahan.
Pondasi pasir dan kerikil biasanya daya dukungnya yang rendah disamping
permeabilitasnya sangat tinggi.
Pada pondasi tanah biasanya daya dukungnya sangat lemah
Pada hakekatnya perkuatan-perkuatan pondasi dengan cara sementasi tersebut, mempunyai
kelemahan-kelemahan, bahkan pelaksanaan perbaikan pondasi hasilnya tak dapat diketahui
secara pasti, sehinggah seberaapa jauh jangkauan suatu sementasi pada perbaikan suatu pondasi
tak dapat diukur secara pasti.
Sehubungan dengan problema-problema tersebut diatas maka dan agar mendapatkan hasil yang
memenuhi persyaratan, maka dalam mempersiapkan pelaksanaan sementasi, memerlukan
perhatian terhadap hal-hal berikut :
I. Pondasi Batuan
Apabila pondasi yang kita inggin rencanakan terdiri dari batuan yang masif,
sedang bagian yang lapuk tidak terlalu dalam, sehingga mudah di singkap dan disingkirkan, maka
dalam hal ini pelaksanaan sementasi mungkin tidak diperlukan. Walaupun demikian untuk
meyakinkan dari keamanan pondasi tersebut. Maka diperlukan pengujian permeabilita batuan
( pouring test ).
Tujuan utama perbaikan pondasi dengan metode sementasi antara lain sebagai berikut :
Mengurangi intensitas aliran filtrasi ( kebocoran-kebocoran ) dari waduk, yang mengalir
keluar melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada pondasi bendungan.
Mengurangi gaya ke atas pada dasar calon bendungan yang disebabkan oleh tekanan air
taanha yang terdapat pada lapisan pondasi.
Meningkatkan daya dukung batuan yang membentuk lapisan pondasi calon bendungan.
Sesuai dengan tujuan dari perkuatan pondasi dengan methode segmentasi , maka
segmentasi ini terdiri dari 2 type yaitu segmentasi tirai dan konsolidasi (sementasi alas)
87- 260 cm
100 – 300 cm
Pengalaman menunjukkan bahwa walaupun tirai tidak terlalu dalam akan tetapi sering
dibuat lebih dari 2 baris pengeboran agar hasil sementasi dapat diandalkan. Diameter lubang bor
biasanya sebesar 1.5 inch yang pengeboran dapat dilakukan dengan mata bor type EX. Kadang –
kadang dilakukan juga pengeboran dengan diameter yang lebih besar tetapi paling besar
menggunakan ukuran diameter 2,0 s/d 3,0 inch dengan mata bor type NX.
Pondasi yang terdiri dari lapisan-lapisan pasir dan kerikil, biasanya mempunyai
kemampuan daya dukung memadai untuk bedungan urugan rendah ( dengan tinggi maximum 40
s/d 50 meter ) akan tetapi umumnya akan mempunyai permeabilizas tinggi. Walaupun demikian
pondasi pasir yang berbutir halus dengan koefesien-keseragaman <10 dan dengan kpadatan
relatife <70% serta mudah mencapai tingkat kecairan.
Selanjutnya pondasi yang mempunyai permeabilizas tinggi, dimana koefesien filtrasinya (K) (10 -5
s/d 10-4) cm/dtk dapat diklasifikasi menjadi 4 type utama antara lain :
1. pondasi dengan lapisan lupus air yang dangkal
2. pondasi dengan ketebalan lapisan lulus air yang hampir sma dengan tinggi air waduk
3. pondasi dengan lapisan lupus air yang dalam
4. pondasi yang tersusun dari lapisan-lapisan lulus air dan kedap air secara bergantian.
Berhubung permeabilitas yang berbeda-beda, maka peningkatan kekedapan air secara bergantian.
Dengan ketebalan lapisan yang berbeda-beda ula, peningkatan kekedapan air yang dilakukan
pada setiap pondasi akan berbeda-beda pula, baik metode pelaksanaan, maupun dimensi yang
didasarkan pada jenis serta urutan pelapisnya, type serta dimensi bangunan, pertimbangan-
pertimbangan ekonomis dan lain-lain.
Selanjutnya prinsip-prinsip dasar peningkatan kekedapan air pada ke empat type pondasi tersebut
di atas adalah sbb:
1) Pondasi dengan lapisan lulus air dangkal.
Pada kondisi pondasi yang demikian, maka tirai kedap airnya dibuat hingga mencapai lapisan
kedap air yang terletak dibawah lapisan yang lulus air tersebut. Maka untuk menentukan
bahan apa yang akan digunakan, cara-cara penyediaanya, cara-acra injeksinya serta tekanan
yang akan diberikan, jangkauan penetrasinya pada lapiab kedap air dan lain-lain.
Berhubung denga peningkatan kekedapan terhadap air pada pondasi bendungan dengan
pembuatan tirai. Merupakan metode yang sangat efektif, kadang-kadang bahkan pada pondasi
yang lulus air yang tebal pun metode ini masih juga dipergunakan dan menunjukan kwalitas
yang cukup memadai.
Pondasi tanah pada umumnya mempunyai kekedapan air yang paling positif dibandingkan
dengan type pondasi yang lain. Selain itu pondasi yang sudah berumur tua, biasanya kepadatanya
lebih tinggi dan mempunyai kekedapan air yang sangat baik serta kemampuan daya dukung yang
istimewa.
Walaupun kondisi tofografi suatu tempat kedudukan calon bendungan tampaknya sangat ideal,
akan tetapi apabila pada tempat tersebut, diketemukan lapisan-lapisan yang lemah dan cukup
tebal, maka tempat kedudukan calon bendungan perlu dipertimbangkan untuk dipindahkan atau
diperbaiki secukupnya sebelum dipergunakan.
Sebagai standard, suatu lapisan yang lemah dapat digunakan oleh pondasi, apabila angka pori
lapisan tersebut berisi >20 s/d 25.
Ada beberapa metode perbaikan pondasi yang lazim dilakukan antara lain sebagai berikut :
a) Pemadatan yang dilakukan dengan metode penumbukan-penumbukan atau dengan
kekuatan getaran (vibrasi).
2. Perencanaan Pondasi
Pondasi suatu bendungan harus memiliki 3 (tiga) persyaratan terpenting yaitu:
a. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan beban dari tubuh bendungan dalam
berbagai kondisi.
b. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai, sesuai dengan
fungsinya sebagai penahan air.
c. Mempunyai ketahanan terhadap gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan-lapisan pondasi tersebut.
Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum
pondasi bendungan urugan dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu:
1. Pondasi batuan (rock fundation)
Apabila pondasi direncanakan terdiri dari batuan yang masif, sedangkan bagian yang
lapuk tidak terlalu dalam, sehingga mudah disingkap dan disingkirkan, maka dalam hal
ini pelaksanaan sementasi mungkin tidak diperlukan. Walaupun demikian untuk
meyakinkan keamanan dari pondasi tersebut, maka diperlukan pengujian permeabilitas
batuan. Pelaksanaan pengujian tersebut adalah dengan pemompaan air pada permukaan
batuan dengan tekanan 10 kg/det2 dan apabila dibawah tekanan tersebut air tidak dapat
meresap sebesar 1 liter/menit/meter, maka harganya disebut 1 lugeon (hampir sama
dengan harga K = 10-5 cm/det). Harga ini biasa diaggap sebagai batas perlu atau tidaknya
dilakukan pembuatan-pembuatan/perbaikan pada suatu pondasi batuan.
2. Pondasi pasir atau kerikil
Pondasi yang terdiri dari lapisan-lapisan pasir dan kerikil, biasanya mempunyai
kemampuan daya dukung yang cukup memadai untuk bendungan urugan rendah (Dengan
tinggi maksimum 40–50 m) akan tetapi umumnya mempunyai permeabilitas yang tinggi.
Walaupun demikian pondasi pasir yang berbutir halus dengan koefisien keseragaman <10
dan dengan kepadatan relative <70% serta mudah mencapai tingkat kecairan apabila
pori untuk lapisan tersebut berisi ¿20 s/d25 .sedangkan untuk lapisan pasir dengan
gradasi yang seragam yang terdapat di daerah gempa dengan intensitas gempa yang
diperkirakan dapat diperkirakan mencapai 8.0 SR. Maka kepadatan relative sebesar 70%
merupakan angka standar dibawah lapisan tanah tersebut dan lemah dan tak dapat
dipergunakan, sebelum dilakukan perkuatan dan perbaikan pada pondasi. Beberapa
metode perbaikan pondasi yang lazim dilakukan antara lain adalah :
1. Pemadatan yang dilakukan oleh metode penumbukan atau dengan kekuatan getaran
(vibrasi). Penumbukan biasanya dilakukan pada tanah los lanau dan lain-lain.
Sedangkan pada tanah pasir penggunaan kekuatan getaran merupakan metode yang
paling efektif.
2. Pemadatan yang dilakukan dengan prinsip mempercepat proses konsolidasi pada
lapisan tanah lunak dengan cara mengeluarkan kandungan airnya. Pada jenis tanah
tersebut digunakan metode drainase yaitu antara lain pasir penyerap, kertas penyerap,
berlawanan. Berhubung lapisan tanah mempunyai karakteristik yang sangat seragam
maka metode perbaikan beraneka ragam, sehingga menentukan metode yang paling
efektif untuk suatu lapisan pondasi diperlukan penelitian serta seleksi yang sama.
Dimana :
V = Volume tampungan (m2)
x = Beda tinggi kontur (m)
F1 = Luas yang dibatasi kontur 1 (km2)
F2 = Luas yang dibatasi kontur 2 (km2)
Untuk mencari beda tinggi kontur pada perhitungan volume tampungan bendungan
type zonal urugan tirai, adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
x = Elevasi 2 – Elevasi 1
Didasarkan pada tinggi bendungan yang direncanakan, maka angka standar tinggi jagaan
pada bendungan urugan adalah sebagai berikut :
Dimana :
d = Jarak horizontal antara titik B2 dan A
L1 = Jarak horizontal antara titik B dan E
L2 = Jarak horizontal antara B dan A
Yo = √ h2+ d 2−d Didapat pada buku Bendungan Type Urugan hal. 157
Dimana :
Y = Sumbu Vertikal
h0 = Jarak antara titik A dan perpotongan garis depresi dengan
garis A yang arahnya vertikal.
X = Sumbu Horizontal
Untuk menghitung perhitungan stabilitas lereng bendungan saat selesai di
bangun dengan maka kita menggunakan rumus dibawah ini :
Rumus :
L1 = m . H
Dimana :
m = Lereng dihulu (1 : 2 )
H = Tinggi bendungan (m)
Sedangkan untuk perhitungan stabilitas lereng bendungan pada saat muka air
banjir maka kita menggunakan rumus dibawah ini :
Rumus :
h1 = H – hw
Dimana :
H = Tinggi bendungan (m)
hw = Tinggi jagaan (m)
Tg i = H ./ L1
Fs=
∑ { C . L+( N −U−Ne )tan Φ } =
∑ C . L+∑ {γ . A(cos α−e . sin α )−V } tanΦ
∑ (T +Te ) ∑ γ . A (sin α +e . cosα )
Dimana :
Fs : Faktor keamanan
banjir yang masuk kedalaman waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan.
a. Secara umum
1) Pelimpah dengan saluran peluncur di sisi bendungan (side overflow chute splway)
1) Bangunan pelimpah utama (main spiilway) untuk melewatkan air yang sesuai
bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap, terdiri dari empat bagian yaitu :
3. Saluran peluncur
4. Peredam energy
Per edam En ergi Bagian berbentuk Terompet Dasar dengan Kemiringan Variabel Saluran Pengatur Salura n Pengar ah
Arah aliran
Fungsinya untuk penuntun dan pengarah aliran agar alairan tersebut senantiasa
Beberapa kriteria :
Kecepatan : v ≤ 4 m/det
Kedalaman : W ≥ 1/5 H
W= 51 H
H
V W= 4 m/dt
1. Umum
berikut :
a) Air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar tanpa
hambatan-hambatan hydrolis
Rumus kekentalan energy dalam aliran (rumus Bornoulli), adalah sebagai berikut.
Z1 + d1 + hv1 = Z1 + d1 + hv1 + hL
yang ditentukan.
kedalam sungai, maka aliran dalam kecepatan tinggi dalam kondisi super kritis
tersebut harus diperlambat dan diubah pada kondisi sub-kritis guna meredusir
(meredam) kandungan energi yang tinggi ( yang memiliki daya derus yang tinggi)
sehingga mencapai dalam keadaan yang normal kembali, dan aliran tersebut masuk
Untuk tujuan inilah maka di ujung hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu
bangunan yang disebut peredam energi pencegah gerusan (scour protection stilling
basin)
sebagai berikut :
alur sungai tempat terjun, serta daerah sekitar jangkauan gelombang yang
timbul oleh terjunan tersebut harus dari batuan massif dan kokoh.