FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
drainase kombinasi dengan tebal 0,50-1,00 m dan interval setiap 10,00-15,00 m. Contoh-
contoh sistem drainase dapat dilihat pada Lampiran D Gambar D.1 (lihat RSNI M-02-2002,
Metode analisis dan cara pengendalian rembesan air untuk bendungan tipe urugan)
Didasarkan pada ukuran butiran dari bahan timbunan yang digunakan, secara umum
dapat dibedakan 2 type bendungan urugan, yaitu :
a. Bendungan urugan batu (rock fill dam) disingkat dengan istilah “Bendungan batu”.
b. Bendungan urugan tanah (earth fill dam) disingkat dengan istilah “Bendungan
tanah”.
Selain kedua jenis tersebut, terdapat pula bendungan urugan campuran, yaitu terdiri
dari timbunan batu di bagian hilirnya yang berfungsi sebagai penyangga, sedang bagian
udiknya terdiri dari timbunan tanah yang disamping berfungsi sebagai penyangga
tambahan, terutama berfungsi sebagai tirai kedap air.
Ditinjau dari penempatan serta susunan bahan yang membentuk tubuh bendungan
untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik, maka bendungan urugan dapat digolongkan
dalam 3 type utama yaitu :
Berdasarkan letak dan kedudukan dari zone kedap airnya, maka type ini masih
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
- Bendungan urugan zonal dengan tirai kedap air atau “bendungan tirai” (front
core fill type dam), ialah bendungan zonal dengan zone kedap air yang
membentuk lereng udik bendungan tersebut.
- Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air miring atau “bendungan inti
miring ” (inclined-core fill type dam), ialah bendungan zonal yang zone kedap
airnya terletak di dalam tubuh bendungan dan berkedudukan miring ke arah hilir.
- Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air tegak atau “bendungan inti
tegak ” (central-core fill type dam), ialah bendungan zonal yang zone kedap
airnya terletak di bidang tengah dari tubuh bendungan.
c. Bendungan urugan bersekat (bendungan sekat).
Bendungan urugan digolongkan dalam type sekat (facing), apabila di lereng udik
tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lulus air (dengan kekedapan yang tinggi)
seperti lembaran baja tahan karat, beton aspal, lembaran beton bertulang, hamparan
plastic, susunan beton blok, dan lain-lain.
Zone transisi
air di udiknya.
Zone transisi
yang berkedudukan vertical.
Namun dalam tugas ini hanya akan dibahas mengenai bendungan urugan zonal
dengan inti kedap air tegak atau “bendungan inti tegak” (central-core fill type dam.
Adapun pengertian dari bendungan homogen dan bendungan zonal adalah sebagai
berikut:
Bendungan Homogen
o Suatu bendungan urugan digolongkan dalam type homogen, apabila bahan
yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang hampir
sejenis dan gradisinya (tersusun ukuran butirannya) hampir seragam.
o Tubuh bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai
bangunan penyangga dan sekaligus sebagai penahan rembesan air.
Bendungan Zonal
o Bendungan urugan digolongkan dalam type-type zonal, apabila timbunan yang
membentuk tubuh bendungan terdiri batuan dengan gradasi (susunan ukuran
butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan tertentu.
o Berdasarkan letak kedudukannya bendungan dari zonal kedap air (zonal
impermeable) maka type ini dibedakan lagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Bendungan urugan zonal dengan tirai kedap air atau bendungan tirai (front
core fill type dam) adalah bendungan zonal yang zone kedap air
membentuk lereng udik bendungan.
2. Bendungan urugan zonal dengan inti zonal kedap air miring atau
bendungan inti miring (inclined-core fill type dam) adalah bendungan
zonal yang zone kedap airnya terletak dalam tubuh bendungan dan
kedudukannya miring ke arah hilir. .
3. Bendungan urugan zonal dengan inti zonal kedap air tegak atau bendungan
inti tegak (central-core fill type dam) adalah bendungan zonal yang zone
kedap airnya terletak di dalam tubuh bendungan dengan kedudukan
vertikal. Biasanya inti tersebut terletak di bidang tegak dari tubuh
bendungan.
1. Bendungan urugan mempunyai alas yang luas, sehingga yang harus didukung oleh
pondasi bendungan persatuan unit luas biasanya kecil. Beban utama yang harus
didukung oleh pondasi terdiri dari berat tubuh bendungan dan tekanan hydrostatis dari
air dalam waduk.
Karena hal tersebut, maka bendungan urugan dapat dibangun diatas batuan yang sudah
lapuk atau diatas alur sungai yang tersusun dari batuan sediment dengan kemampuan
daya dukung yang rendah asalkan kekedapannya dapat diperbaiki pada tingkat yang
dikehendaki.
2. Bendungan urugan selalu dapat dibangun dengan menggunakan bahan batuan yang
terdapat disekitar calon bendungan. Dibandingkan dengan jenis bendungan beton, yang
memerlukan bahan-bahan fabrikat seperti semen dalam jumlah besar dengan harga
yang tinggi dan didatangkan dari tempat yang jauh, maka bendungan urugan dalam hal
ini menunjukkan tendensi yang positif.
3. Dalam pembangunannya, bendungan urugan dapat dilaksanakan secara mekanis
dengan intensitas yang tinggi (full mechanized) dan karena banyaknya type-type
peralatan yag sudah diprodusir, maka dapat dipilihkan peralatan yang paling cocok
sesuai dengan sifat-sifat bahan yang akan digunakan serta kondisi lapangan
pelaksanaannya.
4. Oleh karena tubuh bendungan terdiri dari timbunan tanah dan timbunan batu yang
berkomposisi lepas, maka bahaya jebolnya bendungan umumnya disebabkan oleh hal-
hal sebagai berikut :
a. Longsoran yang terjadi baik pada lereng udik, maupun lereng hilir tubuh
bendungan.
b. Terjadinya sufosi (erosi dalam atau piping) oleh gaya-gaya yang timbul dalam
bendungan.
c. Suatu konstruksi yang kaku tidak diinginkan didalam tubuh bendungan, karena
konstruksi tersebut tak dapat mengikuti gerakan konsolidasi dari tubuh bendungan
tersebut.
d. Proses pelaksanaan pembangunannya biasanya sangat peka terhadap pengaruh
iklim. Lebih-lebih pada bendungan tanah, dimana kelembaban optimum tertentu
perlu dipertahankan terutama pada saat pelaksanaan penimbunan dan
pemadatannya.
Tetapi sebaliknya apabila survey dan dan perancangannya kurang teliti dan kurang
mendalam, kadang-kadang pilihan yang semula (pada tingkat perancangan) jatuh pada
bendungan beton, dapat berubah menjadi bendungan urugan setelah tiba pada saat
pembuatan perencanaan-teknisnya, sehingga seluruh hasil survey dan perancangan semula,
terpaksa ditinjau kembali. Bahkan pada beberapa kasus kadang-kadang saat suatu
bendungan dalam proses pelaksanaan pembangunannya, akibat diketemukannya kondisi-
kondisi geologi yang kurang menguntungkan, terpaksa harus memindahkan sumbu
bendungan yang telah ditetapkan atau memperbaiki kemiringan-kemiringan lereng
bendungan, yang mengakibatkan bahwa volume urugan dapat berubah dengan sangat
menyolok.
Dari hasil analisa-analisa teknis, maka akan dapat ditentukan dengan mantap hal-
hal sebagai berikut :
Beberapa aspek terpenting yang perlu dipelajari untuk dapat merealisir gagasan
pembangunan suatu bendungan adalah :
Topografi
Geologi Teknik
Pondasi
Hidrologi
Bahan Bendungan
Bangunan Pelimpah
Bangunan Penyadap
Lain-lain
(
Hf h hw atau he ) ha hi
2
Hf hw he ha hi
2
Dimana :
2 𝑄0 ℎ
∆ℎ = ×𝛼× × 𝐴×ℎ
3 𝑄 1+
𝑄×𝑇
Dimana :
Tinggi jangkauan hempasan ombak yang naik keatas permukaan lereng udik
bendungan (hw) dapat diperoleh dengan metode S.M.B. yang didasarkan pada
panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin diatas permukaan air waduk. Akan
tetapi disamping tinggi ombak (R), jangkauan hempasan ombak yang naik diatas
permukaa lereng udik bendungan tersebut masih tergantung dari beberapa factor
lainnya, yang diantaranya adalah kemiringan serta kekasaran permukaan lereng udik
tersebut. Faktor kemiringan dan kekasaran permukaan lereng ini diselidiki oleh Saville
yang diadaptasikan pada metode S.M.B dan dapat dipergunakan untuk menghitung
tinggi jangkauan hempasan ombak yang naik diatas permukaan lereng bendungan.
𝑒×𝜏
ℎ𝑒 = √𝑔 × ℎ0
𝜋
Dimana :
Rumus Empiris,
H = 1 . . H2 . T
2E
E = Po – Px = 1
eo – ex - mv
1 + eo
Dimana :
H : tinggi bendungan
T : koefisien penurunan (antara 0,3 – 0,5), yang didasarkan pada type bendungan
Guna memperoleh lebar minimum mercu bendungan (b), digunakan rumus sebagai
berikut :
Dimana :
b : lebar mercu
H : tinggi bendungan
BAB II
PERENCANAAN TEKNIK
1. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan bahan dari tubuh bendungan
dalam berbagai kondisi.
2. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai, sesuai
dengan fungsinya sebagai penahan air.
3. Mempunyai ketahanan terhadap gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan pondasi tersebut.
Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum
pondasi bendungan urugan dapat dibedakan dalam 3 jenis, yaitu :
ini tidaklah berlebihan kiranya, apabila dikatakan bahwa bendungan urugan dapat
dibangun di setiap jenis pondasi, kecuali bendungan yang sangat tinggi.
1. Bendungan homogen
2. Bendungan zonal
3. Bendungan sekat
Penetapan suatu type bendungan yang paling cocok untuk suatu tempat kedudukan,
didasarkan pada berbagai factor utama yaitu :
Kualitas serta kuantitas dari bahan-bahan tubuh bendungan yang terdapat di daerah
sekitar tempat kedudukan calon bendungan.
Kondisi penggarapan/pengerjaan bahan tersebut (penggalian, pengolahan,
pengangkutan, penimbunan dan lain-lain).
Kondisi lapisan tanah pondasi pada tempat kedudukan calon bendungan.
Kondisi alur sungai serta lereng kedua tebingnya dan hubungan dengan calon
bendungan beserta semua bangunan-bangunan pelengkapnya.
Yang terpenting dari keempat factor tersebut di atas adalah mengenai hal-hal yang
bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan kualitas dan kuantitas yang memadai
untuk bahan tubuh bendung, terutama untuk bahan pada zone kedap air yang berupa tirai
atau inti kedap air. Mengingat bahan-bahan untuk zone kedap air karakteristikanya sangat
beraneka ragam, yang disebabkan oleh pengaruh kelembabannya serta metode penimbunan
yang akan digunakan, sehingga semua karakteristika dari bahan tersebut sudah harus
diketahui secara luas dan mendalam.
Dalam tugas ini hanya akan dibahas type bendungan zonal yakni apabila selain
bahan-bahan lain yang semi-kedap air, lulus air, atau bahkan bahan-bahan campuran, maka
bendungan zonal mungkin akan merupakan alternatif yang paling ekonomis dengan
menggunakan lebih dari 2 jenis bahan. Berdasarkan letak dan posisi dari zone kedap airnya
maka bendungan zonal dapat dibedakan dalam 3 type :
1. Bendungan tirai
2. Bendungan inti miring
3. Bendungan inti tegak
- Berhubungan inti kedap air berposisi vertical, maka perpotongan garis lingkaran
suatu bidang luncur dengan inti tersebut akan lebih kecil dank arena inti kedap air
merupakan zone yang terlemah, maka kondisi tersebut akan menguntungkan
stabilitas tubuh bendungan, terutama untuk bendungan urugan yang tinggi dengan
demikian kedua lerengnya dapat dibuat lebih curam.
- Dapat menyesuaikan dengan gejala konsolidasi dan getaran-getaran sehingga
dapat dihindarkan timbulnya rekahan-rekahan pada tubuh bendungan.
- Kebutuhan bahan inti kedap air relative lebih sedikit dibandingkan dengan
kebutuhan bahan yang sama pada bendungan tirai dan disamping itu penggalian-
penggalian pada tempat kedudukan inti tersebut akan berkurang dan volume
pekerjaaan sementasi akan berkurang pula.
- Gradien hydrolis garis depresi relatif lebih rendah, sehingga lebih aman terhadap
gejala sufosi, dengan demikian ketebalan inti kedap air dapat dipertipis.
Mengadakan analisa dan inventarisasi terhadap gaya-gaya yang akan bekerja pada
tubuh bendungan.
Mengadakan analisa-analisa dan perhitungan-perhitungan pada stabilitas lereng-
lereng calon tubuh bendungan.
Mengadakan analisa-analisa dan perhitungan-perhitungan pada stabilitas calon
tubuh bendungan terhadap gaya-gaya yang timbul oleh adanya aliran filtrasi di
dalam tubuh bendungan tersebut.
Berat tubuh bendungan itu sendiri, yang membebani lapisan-lapisan yang lebih
bawah dari tubuh bendungan dan membebani pondasi.
Untuk mengetahui besarnya beban berat tubuh bendungan, maka diambil beberapa
kondisi-kondisi yang paling tidak menguntungkan yaitu :
Tekanan hydrostatis yang akan membebani tubuh bendungan dan pondasinya, baik
dari air yang terdapat di dalam waduk di udik bendungan maupun dari air di dalam
sungai di hilirnya.
Secara skematis gaya-gaya yang bekerja pada bendungan urugan dapat diperiksa
pada Gambar 2 – 2 . Pada perhitungan stabilitas tubuh bendungan dengan metode
irisan, biasanya beban hydrostatis yang bekerja pada lereng udik bendungan dapat
digambarkan dalam 3 (tiga) cara pembebanan, seperti yang tertera pada Gambar
2 – 3. Pemilihan cara pembebanan yang paling cocok untuk suatu perhitungan,
harus disesuaikan dengan pola semua gaya-gaya yang bekerja pada tubuh
bendungan, yang akan diikut sertakan dalam perhitungan.
(U = Ww = Vw)
Tekanan air pori yang terkandung diantara butiran dari zone-zone tubuh
bendungan.
Kondisi-kondisi yang timbul dari tekanan air pori dianggap bekerja tegak lurus
terhadap lingkaran bidang luncur (Gambar 2 – 2 ).
Kondisi yang paling tidak mengantungkan dari gaya-gaya tersebut yang perlu
diikut sertakan dalam perhitungan stabilitas tubuh bendungan adalah :
- Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi tubuh bendungan
sedang dibangun.
- Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam keadaan waduk telah terisi
penuh dan permukaan air sedang menurun secara berangsur-angsur.
- Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam keadaan terjadinya
penurunan mendadak permukaan air waduk hingga mencapai permukaan
terendah, sehingga besarnya tekanan air pori dalam tubuh bendungan masih
dalam kondisi seperti waduk terisi penuh.
Dan gaya-gaya seismis yang menimbulkan beban-beban dinamika baik yang
bekerja pada tubuh bendungan maupun pondasinya.
Beban seismis (seismic force) akan timbul pada saat terjadinya gempa bumi, akan
tetapi berhubung banyaknya factor-faktor yang berpengaruh pada beban seismis
tersebut, maka sangatlah sukar memperoleh kapasitas beban seismis secara tepat
pada saat timbulnya gempa bumi.
(T + Te)
. A (sin + e.cos )
Dimana :
Fs : factor keamanan
N : beban komponen vertical yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
( = . A cos )
T : beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur
( = . A sin )
U : tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne : komponen vertical beban seismis yang bekerja pada setiap bidang luncur
( = e . . A sin )
Te : komponen tangensial beban seismis yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncurnya ( = e . . A cos )
:sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur
C : angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Prosedur perhitungan metode irisan bidang luncur bundar dilakukan dengan urutan
sebagai berikut:
1. Andaikan bidang luncur bundar dibagi menjadi beberapa irisan vertikal, biasanya
setiap irisan lebarnya dibuat sama. Disarankan agar setiap irisan bidang luncur tersebut
dapat melintasi perbatasan dari dua buah zone penimbunan atau supaya memotong
garis defresi aliran filtrasi.
2. Gaya-gaya yang bekerja pada bidang irisan dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Berat irisan (W), dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas irisan (A) dengan
berat isi bahan pembentuk irisan (), jadi W =A
b. Beban berat komponen vertikal yang bekerja pada dasar irisan (N) dapat diperoleh
dari hasil perkalian antara berat irisan (W) dengan cosinus sudut rata-rata tumpuan
() pada dasar irisan yang bersangkutan jadi: N = W. Cos .
c. Beban dari tekanan hydrostatis yang bekerja pada dasar irisan (U) dapat diperoleh
dengan tekanan air rata-rata (U/Cos ) pada dasar irisan tersebut, jadi : U = U .b /
Cos.
d. Beban berat komponen tangensial (T), diperoleh dari hasil per kalian antara berat
irisan (W) dengan sinus sudut rata-rata tumpuan dasar irisan tersebut jadi : T = W
. Sin .
e. Kekuatan tekanan kohesi terhadap gaya peluncuran (C), diperoleh dari hasil
perkalian antara angka kohesi bahan (c’) dengan panjang dasar irisan (b) dibagi lagi
dengan cos , jadi C = c’ . b/cos .
4. Faktor keamanan dari bidang luncur yang bersangkutan adalah perbandingan antara
jumlah semua kekuatan pendorong dan jumlah semua kekuatan penahan yang berkeja
pada bidang luncur tersebut, seperti persamaan sebagai berikut ini:
Fs
S C (N U ) tan
T Sin
(Sumber : Buku Bendungan Type Urugan hal 150)
yang lemah
1. Formasi garis defresi (seepage line formation) dalam tubuh bendungan dengan
elevasi tertentu permukaan air dalam waduk yang direncanakan.
2. Kapasitas air filtrasi yang mengalir melalui tubuh bendungan dan pondasinya.
3. Kemungkinan terjadinya gejala suposi (piping) yang disebabkan oleh gaya-gaya
hydrodinamika dalam aliran air filtrasi.
Apabila bahan pembentuk tubuh dan pondasi bendungan mempunyai harga kv dan
kh yang berbeda, maka untuk menghitung kapasitas aliran filtrasi dilakukan dengan
Dimana:
Nf
Qf K .H .L
Np
Dimana:
K = koefisien filtrasi
BAB III
ANALISA PERHITUNGAN PERENCANAAN BENDUNGAN ZONAL
Rumus :
1
V105 .5. F100 F105 F100 .F105
3
V = 1 F1 . F2 .
3
F1 . F2 ……….. Teknik Bendungan (hal. 226)
Dimana :
x = Elevasi 2 – Elevasi 1
Dimana :
Rumus :
Dimana :
Dimana :
V 2 . F
hw1=Tinggi gelombang angin Cos A
K .d
Dimana :
perjam : 22.351
hw2
= Tinggi gelombang diatas angin 0.34 F 0.76 F
Dimana :
K. t
hc =Tinggi gelombang akibat gaya gempa bumi g . ho
2
Dimana :
H = ho + hw
Dimana:
H = Tinggi bendungan
hw = Tinggi jagaan
Dimana :
H = Tinggi bendungan
Dimana :
Dimana :
Dimana :
Y = Sumbu Vertikal
X = Sumbu Horizontal
L1 = m . H
Dimana :
M = Lereng dihulu (1 : 2 )
h1 = H – hw
Dimana :
Tg i = H ./ L1
Dimana :
Tg = Nilai tangen
H
AB =
sin .i
Dimana :
1
AB 2
R=
sin 2
Dimana :
peluncur (o).
Untuk perhitungan stabilitas lereng bendungan pada saat muka air banjir,
maka Rumus yang kita gunakan sama halnya seperti diatas yang
membedakan hanya Nilai h2 . Dimana Nilai h2 = H – Tinggi MAB.