Anda di halaman 1dari 123

RINGKASAN

Kegiatan analisis dan evaluasi keamanan tubuh bendungan di Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta I
(WS Brantas dan WS Bengawan Solo) pada Triwulan IV Tahun 2016 dilakukan berdasarkan hasil
pengamatan dan pemantauan pada bulan Oktober sampai dengan Desember Tahun 2016
terhadap 8 (delapan) bendungan yang berada di Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta I (WS Brantas
dan WS Bengawan Solo). Kedelapan bendungan tersebut adalah: Bendungan Sengguruh,
Bendungan Sutami (Karangkates), Bendungan Lahor, Bendungan Wlingi, Bendungan Selorejo,
Bendungan Bening dan Bendungan Wonorejo di WS Brantas serta Bendungan Wonogiri di WS
Bengawan Solo.
Kegiatan pengamatan dan pemantauan bendungan tersebut di atas meliputi: pemeriksaan visual,
pengukuran instrumentasi pemantau keamanan bendungan (tekanan air pori, tekanan tanah
total, debit rembesan, muka air tanah, deformasi) dan operasi waduk.

Dalam kegiatan pengamatan dan pemantauan bendungan pada Triwulan IV Tahun 2016,
pengukuran deformasi/penurunan (vertikal) telah dilakukan pada Bendungan Sengguruh,
Bendungan Sutami, Bendungan Lahor, Bendungan Wlingi dan Bendungan Selorejo. Sedangkan
pengukuran deformasi/pergeseran (vertikal dan horizontal) dilakukan pada Bendungan
Wonorejo, Bendungan Bening dan Bendungan Wonogiri.
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi keamanan tubuh bendungan pada Triwulan IV Tahun
2016 menunjukkan bahwa kondisi bendungan di Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta I (WS Brantas
dan WS Bengawan Solo) masih dalam kondisi aman, baik terhadap tekanan air pori, rembesan
maupun deformasi.

i
DAFTAR ISTILAH

1) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara
alamiah terutama dibatasi oleh punggung-punggung bukit di mana air meresap dan atau
mengalir dalam satu sistem pengaliran melalui lahan, anak sungai, dan sungai induknya.

2) Bendungan adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan/atau
pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula
dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung
lumpur sehingga terbentuk waduk.

3) Bendungan Pelana (Saddle Dam) adalah bendungan tambahan dari jenis apa saja yang
dibangun pada daerah sadel atau di bagian rendah pada garis keliling tepi waduk.

4) Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan.

5) Kapasitas Waduk adalah jumlah daya tampung waduk sampai ke elevasi muka air normal
atau elevasi operasi normal.

6) Rip-rap adalah lapisan batu besar, batu pecah atau blok pracetak yang diletakkan secara
sembarangan atau diatur dengan tangan pada tebing hulu pada bendungan urugan atau
pada tepi waduk atau pada pinggir-pinggir saluran sebagai pelindung terhadap hempasan
gelombang.

7) Bangunan Pelengkap adalah bangunan berikut komponen dan fasilitasnya yang secara
fungsional menjadi satu kesatuan dengan bendungan.

8) Bangunan Pengeluaran, yaitu segala fasilitas bangunan pelengkap yang digunakan untuk
mengendalikan pengeluaran/pengaliran air dari waduk.

9) Kegagalan Bendungan adalah keruntuhan sebagian atau seluruh bendungan atau


bangunan pelengkapnya dan/atau kerusakan yang mengakibatkan tidak berfungsinya
bendungan.

10) Pemilik Bendungan adalah Pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/


kota, atau badan usaha, yang bertanggung jawab atas pembangunan bendungan dan
pengelolaan bendungan beserta waduknya.

11) Pengelola Bendungan adalah instansi pemerintah yang ditunjuk oleh pemilik bendungan,
atau badan usaha yang ditunjuk oleh pemilik bendungan, atau pemilik bendungan yang
menyelenggarakan pengelolaan bendungan beserta waduknya.

12) Komisi Keamanan Bendungan (KKB) adalah instansi teknis keamanan bendungan yang
bertugas membantu menteri dalam penanganan keamanan bendungan.

13) Balai Bendungan (BB) adalah Buah Pelaksana Teknis bidang keamanan bendungan yang
dibentuk untuk memberikan dukungan teknis dan administratif kepada instansi teknis
keamanan bendungan/KKB.

14) Instansi Teknis Keamanan Bendungan adalah instansi yang bertugas membantu Menteri
dalam penanganan keamanan bendungan.

ii
15) Unit Pengelola Bendungan adalah unit yang merupakan bagian dari pengelola
bendungan yang ditetapkan oleh pemilik bendungan untuk melaksanakan pengelolaan
bendungan beserta waduknya.

16) Evaluasi Keamanan Bendungan adalah evaluasi yang dilakukan terhadap aspek teknis
dan non teknis yang berpengaruh Iangsung maupun tidak Iangsung kepada keamanan
bendungan. Evaluasi terhadap aspek teknis mencakup evaluasi keamanan struktur
termasuk pondasi dan hidrolik/hidrologi bendungan dalam satu kesatuan yang utuh, melalui
kajian secara menyeluruh terhadap dokurnen desain, catatan pelaksanaan konstruksi dan
riwayat perilaku bendungan. Evaluasi terhadap aspek non teknis antara lain mencakup
kajian terhadap sistem operasi dan pemeliharaan bendungan serta sosial, lingkungan yang
terkait dengan bendungan.

17) Pemeriksaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemilik/Pengelola Bendungan.


Inspeksi adalah Pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Keamanan Bendungan/Balai
Bendungan.

18) Pemeriksaan Visual, yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara visual pada obyek inpeksi
yang berada di permukaan tanah dan air, seperti permukaan bendungan, bangunan
pelengkap, tebing tumpuan dan tebing waduk, peralatan hidromekanikal dan lain
sebagainya.

19) Pemeriksaan Bawah Air, yaitu pemeriksaan terhadap obyek yang berada di bawah air,
yang dilakukan dengan cara pemeruman, penyelaman, dan atau dengan kamera televisi
bawah air.

20) Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemilik/Pengelola bendungan
dengan selang waktu pendek seperti harian, mingguan, dan bulanan. Periode dan frekuensi
Pemeriksaan rutin ditetapkan dengan mempertimbangkan pada karakteristik dan perilaku
bendungan beserta bangunan pelengkapnya.

21) Pemeriksaan Berkala Biasa, yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemilik/Pengelola
bendungan sekurang kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun terhadap bendungan, waduk,
bangunan pelengkap dan peralatannya, untuk memeriksa perilaku bendungan.

22) Pemeriksaan Besar, yaitu pemeriksaan secara menyeluruh terhadap aspek teknis
maupun non teknis dalam rangka evaluasi keamanan bendungan yang dilakukan dengan
selang waktu teratur yang tidak melebihi 5 (lima) tahun.

23) Pemeriksaan Luar Biasa, yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemilik/Pengelola
Bendungan yang dilakukan segera setelah terjadinya peristiwa luar biasa seperti gempa
bumi, banjir besar, sabotase dan lain sebagainya.

24) Pemeriksaan Khusus, yaitu: pemeriksaan yang dilakukan secara khusus terhadap
masalah yang timbul pada suatu bendungan, seperti adanya longsoran, bocoran,
penurunan yang berlebihan, retakan-retakan besar dan lain sebagainya.

25) Pemantauan adalah kegiatan pengecekan, pemeriksaan dan pencatatan secara


berkesinambungan mengenai kinerja dan perilaku bendungan beserta bangunan

iii
pelengkapnya atau obyek-obyek tertentu lainnya dengan cara pengukuran langsung,
pengamatan dan pembacaan, dengan menggunakan peralatan atau instrument.

26) Gaya Angkat (Uplift) adalah gaya angkat oleh tekanan air pori yang terjadi pada pondasi,
di bagian dasar di seluruh bendungan.

27) Seepage Water adalah air rembesan yang lewat pondasi dan tubuh bendungan yang
besaran debitnya diukur di kaki bendungan (toe drain), dengan menggunakan alat ukur
ambang tajam yang biasa dinamakan V-Notch (Thompson), Cipoletti, Reckbok, dan lain-
lain.

28) Leakage Water adalah besarnya debit rembesan yang lewat kedua bukit tumpuan atau
antara tubuh bendungan dengan beton yang terjadi setelah waduk terisi.

29) Spring Water adalah besarnya debit rembesan yang terjadi sebelum dan sesudah
bendungan jadi yang letaknya diluar tubuh bendungan dan alat yang digunakan untuk
mengukur debit salah satunya adalah berupa mangkok (container) gelas ukur dan stop
watch.

30) Pore Pressure Meter/Pizometer (PPM) adalah alat yang digunakan untuk mengukur
tekanan air pori pada batuan pondasi maupun tubuh bendungan.

31) Seepage Water Table adalah tingginya permukaan air rembesan melalui tubuh
bendungan, sedangkan instrument yang digunakan untuk melakukan pengukuran
rembesan tersebut adalah pipa perforasi di bagian bawahnya (open piezometer) yang
dipasang di dalam tubuh bendungan.

32) Obeservation Well (OW)/Obeservation Holes (OH) adalah sumur uji yang terletak di
tebing kanan/kiri bendungan yang berfungsi untuk mengetahui tinggi rendahnya aliran
rembesan atau elevasi muka air tanah.

33) Sumur/Pipa Lepas Tekan (Relief Well) adalah sumur pipa atau lubang bor yang berada
di hilir atau di bahu hilir dari bendungan urugan untuk menampung dan mengatur rembesan
air melalui atau di bawah bendungan, sehingga dapat mengurangi tekanan air. Barisan
sumur/pipa tersebut merupakan tirai drainase.

34) Surface Settlement Point adalah patok yang digunakan untuk memantau perubahan
geometri atau pergerakan permukaan bendungan, baik arah horizontal (pergeseran)
maupun vertikal (kenaikan/penurunan/amblesan).

35) Inklinometer adalah alat yang digunakan untuk memantau gerak-gerak lateral pada tubuh
bendungan, daerah longsoran, juga defleksi pada tembok penahan, dan lain-lainnya.

36) Ekstensometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur besarnya pergeseran aksial
dari pada titik-titik target di sepanjang bentangannya. Ekstensometer umumnya dipasang
di dalam lubang bor tanpa casing, tetapi dapat pula di dalam timbunan selama pelaksanaan
konstruksi dan bisa dipasang secara vertikal, horisontal ataupun miring.

37) Seismograph adalah alat yang seringkali dipasang pada bendungan-bendungan besar,
terutama bila lokasinya di identifikasikan rawan terhadap getaran gempa, misalnya terletak

iv
pada suatu kompleks pola sesar atau pada suatu zona kegempaan yang potensial. Namun
demikian, walaupun lokasi bendungan terletak pada daerah yang relatif stabil, seringkali
terjadi gempa imbas waduk pada bendungan-bendungan besar yang tingginya melebihi
100 meter dan atau daya tampung waduknya melebihi 500 juta meter kubik.

38) Skala Richter (SR) adalah ukuran kekuatan gempa bumi berdasarkan energi yang
dilepaskan dari pusat gempanya.

39) Modified Mercalli Intensity (MMI) adalah ukuran kekuatan gempa yang diterima di lokasi
setempat.

40) Rencana Tindak Darurat (RTD) adalah merupakan panduan bagi pengelola bendungan
maupun pemerintah daerah guna mengurangi korban manusia dan harta benda yang
berada di hilir bendungan, jika sampai terjadi keadaan darurat akibat keruntuhan
bendungan.

41) Manual Operasi dan Pemeliharaan (MOP) adalah pedoman yang digunakan sebagai
acuan umum bagi Pemilik/Pengelola Bendungan di dalam menyiapkan panduan untuk
pelaksanaan kegiatan Operasi, Pemeliharaan, Pengamatan dan Pemantauan Bendungan
dalam rangka menghindari atau memperkecil risiko terjadinya kegagalan bendungan
sehingga fungsi bendungan dapat lestari dan berkelanjutan sesuai yang diharapkan.

v
DAFTAR ISI

RINGKASAN ................................................................................................................... i
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... I-1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... I-1
1.2. Maksud dan Tujuan.............................................................................. I-1
1.3. Lingkup Kegiatan ................................................................................. I-2
1.4. Lokasi Kegiatan ................................................................................... I-2
BAB II. GAMBARAN UMUM...................................................................................... II-1
2.1. Bendungan Sengguruh ........................................................................ II-1
2.1.1. Umum..................................................................................... II-1
2.1.2. Data Teknis ............................................................................ II-1
2.1.3. Layout Bendungan Sengguruh ............................................... II-3
2.2. Bendungan Sutami (Karangkates) ....................................................... II-4
2.2.1. Umum..................................................................................... II-4
2.2.2. Data Teknis ............................................................................ II-4
2.2.3. Layout Bendungan Sutami ..................................................... II-6
2.3. Bendungan Lahor ................................................................................ II-8
2.3.1. Umum..................................................................................... II-8
2.3.2. Data Teknis ............................................................................ II-9
2.3.3. Layout Bendungan Lahor ....................................................... II-10
2.4. Bendungan Wlingi ................................................................................ II-11
2.4.1. Umum..................................................................................... II-11
2.4.2. Data Teknis ............................................................................ II-12
2.4.3. Layout Bendungan Wlingi ....................................................... II-13
2.5. Bendungan Selorejo............................................................................. II-14
2.5.1. Umum..................................................................................... II-14
2.5.2. Data Teknis ............................................................................ II-15
2.5.3. Layout Bendungan Selorejo ................................................... II-16

vi
2.6. Bendungan Wonorejo .......................................................................... II-17
2.6.1. Umum..................................................................................... II-17
2.6.2. Data Teknis ............................................................................ II-18
2.6.3. Layout Bendungan Wonorejo ................................................. II-19
2.7. Bendungan Bening............................................................................... II-20
2.7.1. Umum..................................................................................... II-20
2.7.2. Data Teknis ............................................................................ II-21
2.7.3. Layout Bendungan Bening ..................................................... II-22
BAB III. HASIL ANALISIS DAN EVALUASI ................................................................ III-1
3.1. Bendungan Sengguruh ........................................................................ III-1
3.1.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-1
3.1.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan .................................. III-2
3.1.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-8
3.2. Bendungan Sutami............................................................................... III-10
3.2.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-10
3.2.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan .................................. III-11
3.2.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-21
3.3. Bendungan Lahor ................................................................................ III-22
3.3.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-22
3.3.2. Hasil Pemantauan Instrumentasi Bendungan ......................... III-23
3.3.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-29
3.4. Bendungan Wlingi ................................................................................ III-30
3.4.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-30
3.4.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan .................................. III-31
3.4.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-36
3.5. Bendungan Selorejo............................................................................. III-37
3.5.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-37
3.5.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan .................................. III-38
3.5.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-44
3.6. Bendungan Wonorejo .......................................................................... III-46
3.6.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-46
3.6.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan .................................. III-47

vii
3.6.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-58
3.7. Bendungan Bening............................................................................... III-59
3.7.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-59
3.7.2. Pemantauan Instrumentasi ..................................................... III-61
3.7.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-67
3.8. Bendungan Wonogiri............................................................................ III-69
3.8.1. Pemeriksaan Visual ................................................................ III-69
3.8.2. Pemantauan Instrumentasi ..................................................... III-70
3.8.3. Kondisi Waduk ....................................................................... III-74
BAB IV. KESIMPULAN ............................................................................................... IV-1

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Lokasi bendungan-bendungan di Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta I (WS
Brantas) ................................................................................................. I-2
Gambar II.1 Lokasi Bendungan Sengguruh ............................................................... II-3
Gambar II.2 Denah Bendungan Sengguruh ............................................................... II-3
Gambar II.3 Potongan melintang Bendungan Sengguruh .......................................... II-3
Gambar II.4 Lokasi Bendungan Sutami (Karangkates) .............................................. II-6
Gambar II.5 Potongan melintang Bendungan Sutami (Karangkates) ......................... II-7
Gambar II.6 Denah Bendungan Sutami (Karangkates) .............................................. II-8
Gambar II.7 Lokasi Bendungan Lahor........................................................................ II-10
Gambar II.8 Denah Bendungan Lahor ....................................................................... II-10
Gambar II.9 Potongan melintang Bendungan Lahor .................................................. II-11
Gambar II.10 Lokasi Bendungan Wlingi ....................................................................... II-13
Gambar II.11 Denah Bendungan Wlingi ....................................................................... II-14
Gambar II.12 Potongan melintang Bendungan Wlingi .................................................. II-13
Gambar II.13 Lokasi Bendungan Selorejo .................................................................... II-16
Gambar II.14 Denah Bendungan Selorejo ................................................................... II-17
Gambar II.15 Potongan melintang Bendungan Selorejo .............................................. II-17
Gambar II.16 Lokasi Bendungan Wonorejo.................................................................. II-19
Gambar II.17 Denah Bendungan Wonorejo ................................................................. II-19
Gambar II.18 Potongan melintang Bendungan Wonorejo ............................................ II-20
Gambar II.19 Lokasi Bendungan Bening ...................................................................... II-22
Gambar II.20 Denah Bendungan Bening ..................................................................... II-22
Gambar II.21 Potongan melintang Bendungan Bening ................................................ II-23
Gambar III.1 Foto-foto kondisi Bendungan Sengguruh Triwulan IV 2016 .................... III-1
Gambar III.2 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sengguruh
pada sisi hulu ......................................................................................... III-2
Gambar III.3 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sengguruh
pada sisi hilir .......................................................................................... III-3
Gambar III.4 Garis freatik pada tubuh Bendungan Sengguruh Triwulan IV 2016 ........ III-4
Gambar III.5 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Sengguruh ........................ III-4
Gambar III.6 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Sengguruh .. III-5
Gambar III.7 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Sengguruh ... III-7
ix
Gambar III.8 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Sengguruh . III-8
Gambar III.9 Grafik historis elevasi dasar Waduk Sengguruh ruas Sungai Lesti ......... III-9
Gambar III.10 Grafik historis elevasi dasar Waduk Sengguruh ruas Sungai Brantas .... III-10
Gambar III.11 Foto-foto kondisi Bendungan Sutami Triwulan IV 2016 .......................... III-11
Gambar III.12 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sutami
pada sisi hulu ......................................................................................... III-12
Gambar III.13 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sutami
pada sisi hilir .......................................................................................... III-12
Gambar III.14 Garis freatik pada tubuh Bendungan Sutami tanggal 27 Desember 2016 III-13
Gambar III.15 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Sutami .............................. III-13
Gambar III.16 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (seepage/leakage water) pada
Bendungan Sutami ................................................................................. III-14
Gambar III.17 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (spring water) pada Bendungan
Sutami .................................................................................................... III-15
Gambar III.18 Grafik hasil pengukuran GWL di luar Bendungan Sutami ....................... III-16
Gambar III.19 Grafik hasil pengukuran GWL di kaki Bendungan Sutami....................... III-17
Gambar III.20 Grafik hasil pengukuran SWT pada tubuh Bendungan Sutami ............... III-18
Gambar III.21 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Sutami ........ III-19
Gambar III.22 Grafik hasil pemantauan perkembangan retakan pada permukaan jalan
puncak Bendungan Sutami .................................................................... III-20
Gambar III.23 Grafik hasil pemantauan perkembangan retakan pada Test Pit I puncak
Bendungan Sutami ................................................................................. III-20
Gambar III.24 Grafik operasi Waduk Sutami-Lahor Tahun 2016/2017 .......................... III-21
Gambar III.25 Grafik historis elevasi dasar Waduk Sutami............................................ III-22
Gambar III.26 Foto-foto kondisi Bendungan Lahor Triwulan IV 2016 ............................ III-23
Gambar III.27 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Lahor sisi
hulu ........................................................................................................ III-24
Gambar III.28 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Lahor sisi
hilir ......................................................................................................... III-24
Gambar III.29 Garis freatik pada tubuh Bendungan Lahor tanggal 27 Desember 2014. III-25
Gambar III.30 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Lahor ................................ III-25
Gambar III.31 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (seepage/ leakage water)
Bendungan Lahor ................................................................................... III-26
Gambar III.32 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (spring water) Bendungan Lahor III-27
Gambar III.33 Grafik hasil pengukuran muka air tanah Bendungan Lahor .................... III-28

x
Gambar III.34 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) Bendungan Lahor ................... III-28
Gambar III.35 Grafik Historis Elevasi Dasar Waduk Lahor ............................................ III-29
Gambar III.36 Foto-foto kondisi Bendungan Wlingi Triwulan IV 2016 ............................ III-30
Gambar III.37 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wlingi (hulu) III-31
Gambar III.38 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wlingi (hilir) III-32
Gambar III.39 Garis freatik tubuh Bendungan Wlingi tanggal 25 Desember 2016 ......... III-32
Gambar III.40 Garis histerisis tekanan air pori Bendungan Wlingi ................................. III-33
Gambar III.41 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Wlingi .......... III-34
Gambar III.42 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Wlingi ........... III-35
Gambar III.43 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Wlingi ......... III-35
Gambar III.44 Grafik historis elevasi dasar Waduk Wlingi ............................................. III-36
Gambar III.45 Foto-foto kondisi Bendungan Selorejo Triwulan IV 2016 ........................ III-37
Gambar III.46 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di Bendungan Selorejo bagian
hulu ........................................................................................................ III-38
Gambar III.47 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di Bendungan Selorejo bagian
hilir ......................................................................................................... III-39
Gambar III.48 Garis freatik pada tubuh Bendungan Selorejo tanggal 24 Desember 2016 III-39
Gambar III.49 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Selorejo ............................ III-40
Gambar III.50 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Selorejo ...... III-41
Gambar III.51 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo kode
SL .......................................................................................................... III-42
Gambar III.52 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo kode
FC dan SR ............................................................................................. III-42
Gambar III.53 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo
dengan kode SB ..................................................................................... III-43
Gambar III.54 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo
dengan kode LDS................................................................................... III-43
Gambar III.55 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Selorejo ...... III-44
Gambar III.56 Grafik operasi Waduk Selorejo Tahun 2016/2017 .................................. III-45
Gambar III.57 Grafik historis elevasi dasar Waduk Selorejo ruas Sungai Konto ............ III-45
Gambar III.58 Grafik historis elevasi dasar Waduk Selorejo ruas Sungai Kwayangan .. III-46
Gambar III.59 Foto-foto kondisi Bendungan Wonorejo Triwulan IV 2016 ...................... III-47
Gambar III.60 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori W1 – W9 di inspection galery
Bendungan Wonorejo ............................................................................. III-48

xi
Gambar III.61 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori W10 – W18 di inspection galery
Bendungan Wonorejo ............................................................................. III-48
Gambar III.62 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori W19 – W26 di inspection galery
Bendungan Wonorejo ............................................................................. III-49
Gambar III.63 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di spillway Bendungan Wonorejo III-49
Gambar III.64 Grafik histerisis hydraulic piezometer Bendungan Wonorejo .................. III-50
Gambar III.65 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wonorejo III-51
Gambar III.66 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di cut of wall Bendungan
Wonorejo ................................................................................................ III-52
Gambar III.67 Grafik hasil pengukuran tekanan tanah pada Bendungan Wonorejo ...... III-53
Gambar III.68 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada gallery, chamber, dan
spillway Bendungan Wonorejo ............................................................... III-54
Gambar III.69 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada drain holes Bendungan
Wonorejo ................................................................................................ III-55
Gambar III.70 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada block dan precast
Bendungan Wonorejo ............................................................................. III-55
Gambar III.71 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Wonorejo ..... III-56
Gambar III.72 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Wonorejo .... III-57
Gambar III.73 Grafik hasil pengamatan perkembangan retakan pada Bendungan
Wonorejo ................................................................................................ III-58
Gambar III.74 Grafik operasi Waduk Wonorejo Tahun 2015/2016 ................................ III-58
Gambar III.75 Grafik historis elevasi dasar Waduk Wonorejo ....................................... III-59
Gambar III.76 Foto-foto kondisi Bendungan Bening Triwulan IV 2016 .......................... III-60
Gambar III.77 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Bening
pada sisi hulu ......................................................................................... III-61
Gambar III.78 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Bening
pada sisi hilir .......................................................................................... III-62
Gambar III.79 Garis freatik pada tubuh Bendungan Bening Triwulan IV 2016 ............... III-62
Gambar III.80 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Bening .............................. III-63
Gambar III.81 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Bening ........ III-63
Gambar III.82 Grafik hasil pengukuran muka air rembesan (seepage water table) pada
Bendungan Bening ................................................................................. III-65
Gambar III.83 Grafik hasil pengukuran muka air tanah (ground water level) pada
Bendungan Bening ................................................................................. III-65
Gambar III.84 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Bening ........ III-66

xii
Gambar III.85 Grafik hubungan antara TMA waduk dengan perkembangan retakan
pada puncak Bendungan Bening............................................................ III-67
Gambar III.86 Grafik operasi Waduk Bening Tahun 2015/2016 .................................... III-67
Gambar III.87 Grafik historis elevasi dasar Waduk Bening ruas Sungai Bening ............ III-68
Gambar III.88 Grafik historis elevasi dasar Waduk Bening ruas Sungai Rejoso ............ III-68
Gambar III.89 Foto-foto kondisi Bendungan Wonogiri Triwulan IV 2016 ....................... III-69
Gambar III.90 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wonogiri
pada sisi hulu ......................................................................................... III-70
Gambar III.91 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wonogiri
pada sisi hilir .......................................................................................... III-71
Gambar III.92 Garis freatik pada tubuh Bendungan Wonogiri tanggal 30 Desember 2016 III-71
Gambar III.93 Grafik hasil pengukuran open standpipe piezometer Bendungan Wonogiri III-72
Gambar III.94 Grafik histerisis open standpipe piezometer Bendungan Wonogiri ......... III-72
Gambar III.95 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Wonogiri...... III-73
Gambar III.96 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Wonogiri ..... III-74
Gambar III.97 Grafik operasi Waduk Wonogiri Tahun 2015/2016 ................................. III-75
Gambar III.98 Grafik historis elevasi dasar Waduk Wonogiri ......................................... III-75

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Hasil uji kualitas air rembesan di Bendungan Sutami III-15
Tabel III.2 Hasil uji Kualitas air rembesan di Bendungan Selorejo ........................... III-41
Tabel III.3 Hasil uji Kualitas air rembesan di Bendungan Bening ............................. III-64
Tabel III.4 Hasil uji kualitas air rembesan di Bendungan Wonogiri .......................... III-73

xiv
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bendungan adalah bangunan yang berupa urugan tanah, urugan batu, beton, dan/atau pasangan
batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk
menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga
terbentuk waduk.
Bendungan direncanakan dan dibangun untuk mendapatkan berbagai keperluan/manfaat, antara
lain untuk irigasi, penyediaan air baku untuk air minum dan industri, pengendalian banjir,
pembangkit listrik, perikanan, pariwisata serta berbagai manfaat yang lain.
Dibalik memiliki manfaat tersebut di atas, bendungan juga menyimpan bahaya yang sangat besar
bila terjadi kegagalan yang disebabkan oleh kesalahan perencanaan, pelaksanaan konstruksi
atau dapat juga karena pengelolaannya yang kurang benar.
Untuk menghindari berbagai kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kegagalan atau
runtuhnya bendungan, maka selama umur manfaat bendungan diperlukan kegiatan operasi dan
pemeliharaan yang memadai.
Untuk mewujudkan jaminan keamanan bendungan yang berkesinambungan diperlukan kegiatan
pemantauan instrumentasi yang efektif, pengamatan dan inspeksi secara periodik dan pada
kondisi khusus untuk mengetahui perilaku suatu bendungan. Sehingga apabila terjadi sesuatu
anomali (di luar kebiasaan) segera dapat dicegah dan ditindaklanjuti agar kejadian tersebut tidak
sampai berkembang menjadi lebih buruk.
Pemeriksaan/Inspeksi juga sangat diperlukan untuk mengetahui kesiapan operasi waduk dan
peralatan penunjang bendungan lainnya, khususnya pada kondisi darurat. Untuk itu diperlukan
uji coba peralatan dan sistem operasi waduk secara berkala, serta dilakukan pemeriksaan/
inspeksi secara rutin, berkala maupun luar biasa. Pemeriksaan/Inspeksi rutin dilakukan dengan
selang waktu pendek, pemeriksaan/inspeksi berkala dilakukan dengan selang waktu yang lebih
panjang dan pemeriksaan/inspeksi luar biasa dilakukan segera setelah terjadi peristiwa luar
biasa, seperti: gempa bumi, banjir bandang, dll.
Mengingat kegiatan operasi dan pemeliharaan bendungan merupakan bagian dari kegiatan
pengelolaan bendungan di dalam menjamin keandalan keamanannya, maka setiap kegiatan
operasi dan pemeliharaan bendungan harus mencakup kegiatan keamanan bendungan, seperti
pemantauan/pengamatan, pengukuran, analisis dan evaluasi keamanan tubuh bendungan.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dilakukan kegiatan pemantauan dan pengamatan keamanan tubuh
bendungan adalah:
1. Mengetahui kondisi fisik terkini bendungan melalui kegiatan pemeriksaan visual.
2. Mengetahui perilaku bendungan melalui kegiatan pengamatan instrumentasi.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dengan melaksanakan pemeriksaan/inspeksi bendungan
secara rutin dan teratur, Pemilik/Pengelola bendungan akan mampu menangkap sedini mungkin
tanda-tanda kelainan pada bendungannya, sehingga Pemilik/Pengelola bendungan dapat segera
I-1
melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan atau tindakan pencegahan kemungkinan
terjadinya kondisi yang lebih buruk.

1.3. Lingkup Kegiatan


Analisis dan evaluasi keamanan tubuh bendungan dilakukan terhadap hasil pemeriksaan dan
pengukuran yang dilakukan oleh petugas lapangan. Adapun parameter yang digunakan untuk
proses analisis dan evaluasi adalah hasil pemeriksaan visual terhadap tubuh bendungan
(puncak, lereng hulu-hilir, tumpuan kanan-kiri, kaki bendungan) beserta bangunan pelengkap
(spillway, inspection gallery), pemantauan instrumentasi bendungan (tekanan air pori atau
tekanan tanah, debit rembesan, muka air tanah, dan deformasi).

1.4. Lokasi Kegiatan


Bendungan yang dipantau dan diamati adalah 8 (delapan) bendungan yang berada di Wilayah
Kerja Perum Jasa Tirta I, khususnya di Wilayah Sungai (WS) Brantas dan WS Bengawan Solo.
Adapun kedelapan bendungan tersebut, antara lain: Bendungan Sengguruh, Bendungan Sutami,
Bendungan Lahor, Bendungan Wlingi, Bendungan Selorejo, Bendungan Wonorejo dan
Bendungan Bening di WS Brantas serta Bendungan Wonogiri di WS Bengawan Solo. Lokasi
masing-masing bendungan dapat dilihat pada Gambar I.1 di bawah ini.

Gambar I.1 Lokasi bendungan-bendungan di Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta I (WS
Brantas)

I-2
BAB II. GAMBARAN UMUM

2.1. Bendungan Sengguruh

2.1.1. Umum
Bendungan Sengguruh terletak di Desa Sengguruh, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
dan berada kurang lebih 24 km di selatan Kota Malang. Lokasi bendungan berada pada bagian
hilir pertemuan Sungai Brantas dan Sungai Lesti dan juga berada pada ujung daerah genangan
Waduk Sutami.
Pelaksanaan pekerjaan pembangunan proyek Bendungan Sengguruh dilaksanakan tahun 1982-
1989. Pekerjaan konstruksi sipil dilaksanakan secara swakelola oleh Proyek Brantas dan
pekerjaan konstruksi baja oleh Ishikawazima - Harima & Boma Bisma Indra, sedangkan
pekerjaan pembangkit tenaga listrik dilaksanakan oleh Elin - Boving. Pengawas pelaksanaan
pekerjaan dilaksanakan oleh PT. Indra Karya - Nippon Koei, Co., Ltd.
Maksud dan tujuan pembangunan Bendungan Sengguruh adalah untuk membangkitkan tenaga
listrik dengan daya terpasang 2 x 14,5 MW dengan produksi listrik tahunan 91,02 x 106 kWh.
Disamping itu juga sebagai penahan sedimen yang masuk ke Bendungan Sutami, sehingga
dapat memperpanjang umur ekonomis Bendungan Sutami.
2.1.2. Data Teknis
Data teknis Bendungan Sengguruh adalah sebagai berikut:
1. Waduk
Sungai : Sungai Brantas dan Sungai Lesti
Daerah aliran sungai (DAS) : 1.659 km2
Daerah genangan pada kondisi MAT : 237 ha
Muka air banjir (MAB) : El. 293,10 m
Muka air tinggi (MAT) : El. 292,85 m – kondisi normal
El. 292,50 m – kondisi banjir
Muka air rendah (MAR) : El. 291,40 m
6
Kapasitas total : 21,50 x 10 m3 (1988)
0,96 x 106 m3 (2015)
Kapasitas efektif : 2,50 x 106 m3 (1988)
0,60 x 106 m3 (2015)
Debit sungai rata-rata tahunan : 55,20 m3/dt
Debit banjir rencana : 2.950 m3/dt
Probable Maximum Flood (PMF) : 5.560 m3/dt
2. Bendungan
Tipe bendungan : Timbunan batu (zonasi), dengan inti tanah
tegak
Tinggi : 34 m
Elevasi puncak : El. 296,00 m

II-1
Lebar puncak : 10 m
Panjang : 378 m
Volume timbunan : 738.300 m3
(termasuk cofferdam hulu)
Kemiringan lereng : hulu = 1: 2,9, hilir = 1: 2,2
3. Pelimpah (Spillway)
Pelimpah
Tipe : Pelimpah dengan pier di tengah, dilengkapi
dengan 2 pintu, stilling basin dan subdam
Kapasitas maksimum : 2.950 m3/dt
Elevasi puncak ambang : El. 278,00 m
Lebar efektif : 28 m (2x14,00 m)
Pintu Pelimpah
Tipe pintu : Pintu baja dengan roda tetap
Jumlah pintu : 2 set
Guide frame : 2 set
Hoist : 2 set
Hoist deck : 4 set
Tangga : 2 set
Lebar pintu (efektif) : 14.000 mm
Tinggi pintu : 14.900 mm
Design head : 14.858 mm
Elevasi ambang : El. 277,992 m
Pengedap air : Karet 3 sudut, pada bagian hulu pintu
4. Instrumentasi Bendungan

Kondisi Keterangan
No. Jenis Instrumen Jumlah Tidak
Berfungsi
Berfungsi
Pore Pressure tidak
1. 26 24 2
(Hydraulic Piezometer) terbaca/rusak
Seepage/Leakage
2. Water (V-Notch/ 3 3 3 -
Rechbok)
Ground Water Level 1 unit buntu,
3. (Observation 34 29 15 14 unit
Wells/Holes) hilang/rusak
Settlement (Patok
4. 28 26 2 tertimbun
Geser)

II-2
2.1.3. Layout Bendungan Sengguruh
Lokasi, denah dan potongan melintang Bendungan Sengguruh dapat dilihat pada Gambar II.1
s.d Gambar II.3 di bawah ini.

Gambar II.1 Lokasi Bendungan Sengguruh

Gambar II.2 Denah Bendungan Sengguruh

Gambar II.3 Potongan melintang Bendungan Sengguruh

II-3
2.2. Bendungan Sutami (Karangkates)

2.2.1. Umum
Bendungan Sutami (Karangkates) terletak di Desa Karangkates, Kecamatan Sumberpucung,
Kabupaten Malang. Lokasi bendungan berada pada Sungai Brantas, ± 14 km di hilir Bendungan
Sengguruh dan ± 35 km dari Kota Malang.
Pembangunan Bendungan Sutami dilaksanakan dari tahun 1961 sampai tahun 1972. Pelaksana
pembangunan terowong pengelak dan coffer dam adalah Kajima Construction Co., Ltd. dengan
supervisi dari Nippon Koei Co., Ltd., keduanya dari Jepang, sedangkan pembangunan
selanjutnya, yaitu: bendungan utama dan bangunan yang lain dilaksanakan oleh tenaga
Indonesia sendiri secara swakelola (on force account). Pada saat itu Nippon Koei Co., Ltd. tetap
bertindak sebagai konsultan perencanaan, sedangkan Kajima Corporation Co., Ltd. bersama
dengan Overseas Construction Co., Ltd. bertindak sebagai pembimbing di lapangan/guidance.
Maksud dan tujuan dibangunnya Bendungan Sutami adalah untuk:
1. Pengendalian banjir
Banjir maksimum Q1000 sebesar 4.200 m3/det dapat dikendalikan menjadi 1.580 m3/det, banjir
Q200 sebesar 3.000 m3/det dapat dikendalikan menjadi 1.060 m3/det, banjir Q10 sebesar 1.540
m3/det dapat dikendalikan menjadi 350 m3/det.
2. Pemberian air irigasi
Dengan mengatur/mengendalikan air Waduk Sutami bersama-sama Waduk Lahor dapat
diperoleh tambahan debit untuk air irigasi di daerah hilir pada musim kemarau sebesar 24
m3/det atau setara dengan daerah irigasi seluas 34.000 Ha.
3. Pembangkit tenaga listrik
Pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang sebesar 3 x 35.000 kW dapat
menghasilkan energi listrik sebesar ± 488 juta kWh per tahun (bersama Waduk Lahor).
4. Pemberian air baku untuk air minum, air industri, air pemeliharaan sungai dan lain-lain.
Kekurangan air baku untuk air minum, air industri, air pemeliharaan sungai, dan lain-lain di
daerah hilir pada musim kemarau dapat dipenuhi dari Waduk Sutami.
2.2.2. Data Teknis
Data teknis Bendungan Sutami adalah sebagai berikut:
1. Waduk
Sungai : Sungai Brantas
Daerah aliran sungai (DAS) : 2.050 km2
Daerah terendam : 15,00 km2
Kapasitas total : 343.000.000 m3 (1972)
180.000.000 m3 (2015)
Kapasitas efektif : 253.000.000 m3 (1977)

II-4
153.000.000 m3 (2015)
Muka air tinggi (MAT) : El. 272,50 m
Muka air rendah (MAR) : El. 246,00 m (untuk turbin)
El. 242,00 m (untuk irigasi)
Muka air banjir : El. 277,00 m
Debit masuk rata-rata : 55,20 m3/det
Debit banjir rencana : 4.200,00 m3/det
Erosi lahan DAS rencana : 0,18 mm/tahun
2. Bendungan Utama
Tipe bendungan : Timbunan batu dengan inti kedap air
Panjang : 823,50 m
Lebar puncak : 13,70 m
Tinggi : 100,00 m
Lebar dasar : 400,00 m
Volume : 6.156.000 m3
Elevasi puncak : El. 279,00 m
3. Bendung Pengelak/Coffer Dam
Tipe : Timbunan batu/rock fill
Volume : 488.600 m3
Tinggi : 50,00 m
Elevasi puncak : El. 230,00 m
Elevasi dasar : El. 180,00 m
Lebar puncak : 12,00 m
4. Pelimpah/Spillway
Tipe : Pelimpah bebas dilengkapi pintu
Panjang saluran : 460,00 m
Elevasi ambang pelimpah tanpa pintu : El. 272,50 m
Lebar ambang pelimpah tanpa pintu : 50,00 m
Elevasi ambang pelimpah berpintu : El. 267,00 m
Lebar ambang pelimpah berpintu : 10,00 m
Kapasitas : 1.600 m3/det
Panjang jembatan beton : 12,00 m
Lebar jembatan beton : 9,30 m
Panjang jembatan baja : 22,00 m
Lebar jembatan baja : 9,30 m
Pintu spillway
Jumlah : 1 buah
Tipe : Simple girder
Ukuran : 10 x 5,8 m

II-5
5. Instrumentasi Bendungan

Kondisi Keterangan
No. Jenis Instrumen Jumlah Tidak
Berfungsi
Berfungsi
1. Pore Pressure (Vibrating 20 13 7 tidak ada respon/bacaan
Wire Piezometer) error
2. Seepage/Leakage/Spring 9 7 2 1 unit kering, 1 unit rusak
Water (V-Notch, Wadah
Terkalibrasi)
3. Ground Water Level 28 19 9 3 unit hilang/rusak, 6 unit
(Observation kering, 10 unit OW/OH
Wells/Holes) tambahan (2015)
4. Seepage Water Table 5 3 2 kering
(Open Standpipe)
5. Settlement (Patok Geser) 72 72 - 46 unit tambahan (2014)
6. Seismograph 1 1 - kerja sama dengan BMKG
lokasi tumpuan kanan sisi
hulu

2.2.3. Layout Bendungan Sutami


Lokasi, denah dan potongan melintang Bendungan Sutami dapat dilihat pada Gambar II.4 s.d
Gambar II.6 di bawah ini.

Gambar II.4 Lokasi Bendungan Sutami (Karangkates)

II-6
BENDUNGAN SUTAMI
(Potongan Melintang)

+279.00

HP 5 HP 6 + 245.00

HP 3 HP 4 + 237.50
HP 1 HP 2 + 230.00

Potongan-A

+279.00

+ 256.00

+ 248.50
+ 241.00

+ 231.00

Potongan-AB

+279.00

HP 19 HP 20 + 248.50
HP 17 HP 18 + 241.00

HP 15 HP 16 + 231.00

Keterangan : Potongan-B
Pore Presure Meter Aktif
Pore Presure Meter Mati

Gambar II.5 Potongan melintang Bendungan Sutami (Karangkates)


II - 7

II-7
Gambar II.6 Denah Bendungan Sutami (Karangkates)

2.3. Bendungan Lahor

2.3.1. Umum
Bendungan Lahor terletak pada Sungai Lahor (anak Sungai Brantas), sejauh ±1,5 km di sebelah
utara lokasi Bendungan Sutami atau terletak ±32 km di sebelah selatan Kota Malang ke arah
Blitar pada elevasi +278 m di atas permukaan laut.
Pembangunan Bendungan Lahor dilaksanakan bersamaan dengan penambahan 1 (satu) buah
pembangkit tenaga listrik di PLTA Sutami pada tahun 1972, sehingga jumlah pembangkit tenaga
listrik yang ada di PLTA Sutami menjadi 3 buah. Waduk yang terbentuk menambah kapasitas
Waduk Sutami melalui terowong penghubung (connection tunnel) dan dapat dipergunakan untuk
membangkitkan tambahan 1 buah pembangkit tenaga listrik di PLTA Sutami.
Seluruh pekerjaan sipil dilaksanakan oleh teknisi-teknisi Indonesia secara swakelola, dibantu
oleh konsultan Nippon Koei Co., Ltd. (Jepang), sedangkan pekerjaan metal works dan
pemasangan pembangkit tenaga listrik (generating equipment), dilaksanakan oleh Nichimen Co.,
Ltd. dan pemasangannya diserahkan kepada Toshiba Co. Ltd., Khusus untuk metal works
pelaksananya adalah Sakai Iron Works Co., Ltd. Bendungan Lahor mulai berfungsi pada bulan
November 1977.
Maksud dan tujuan dibangunnya Bendungan Lahor adalah untuk:
1. Mengendalikan debit banjir dari 790 m3/det menjadi 150 m3/det.
2. Bersama-sama Waduk Sutami membangkitkan tenaga listrik dengan daya terpasang 35.000
kW, sehingga dapat menaikkan energi listrik di PLTA Sutami sebesar 7.220.000 kWh/tahun.
3. Menambah pemberian air irigasi di daerah hilir, sehingga diperoleh tambahan daerah
penanaman padi seluas 1.100 Ha pada musim kemarau. Dengan demikian akan menaikkan
produksi padi dan palawija sebesar 9.800 ton per tahun (melalui Waduk Sutami).
4. Menyediakan air baku untuk air minum dan air industri serta penggelontoran (melalui Waduk
Sutami).

II-8
2.3.2. Data Teknis
Data teknis Bendungan Lahor adalah sebagai berikut:
1. Waduk
Sungai : Sungai Lahor
Daerah aliran sungai (DAS) : 60,00 km2
Muka air tinggi (MAT) : El. 272,70 m
Muka air rendah (MAR) : El. 253,00 m
Daerah terendam : 2,60 km2
Kapasitas total : 36.100.000 m3 (1977)
30.020.000 m3 (2015)
Kapasitas efektif : 29.400.000 m3 (1977)
25.660.000 m3 (2015)
Debit masuk rata-rata : 2 m3/det
Debit banjir rencana : 790,00 m3/det
2. Bendungan
Tipe bendungan : Timbunan batu (Rock Fill)
Tinggi : 74,00 m
Panjang : 443,00 m
Lebar puncak : 10,00 m
Elevasi puncak : El. 277,50 m
Volume timbunan : 1.694.000 m3
3. Instrumentasi Bendungan
Kondisi
No. Jenis Instrumen Jumlah Tidak Keterangan
Berfungsi
Berfungsi
1. Pore Pressure (Vibrating 18 1 17 tidak ada respon/
Wire Piezometer) bacaan error akibat
sambaran petir (2014)
2. Seepage/Leakage/Spring 4 3 1 rusak
Water (V-Notch, Cipoletti,
Wadah Terkalibrasi)
3. Ground Water Level 11 9 2 hilang
(Observation Wells/Holes)
4. Settlement (Patok Geser) 21 21 -
5. Multi Layer Settlement 1 1 - rusak

4. Bangunan Pelimpah/Spillway
Tipe : Pelimpah tak berpintu (non gate overflow weir)
Elevasi ambang pelimpah : El. 272,70 m
Lebar pelimpah : 35,00 m
Kapasitas : 790 m3/det
Panjang pelimpah : 375,00 m
Lebar saluran : 8,00 m

II-9
5. Terowong Penghubung
Diameter outlet : 2,50 m
Diameter inlet : 3,00 m
Panjang terowong : 822,00 m
Elevasi dasar inlet : El. 251,00 m
Elevasi dasar outlet : El. 247,00 m
Pintu air : Roller gate (2,50 m x 2,50 m)
Jumlah pintu air : 1 buah

2.3.3. Layout Bendungan Lahor


Lokasi, denah dan potongan melintang Bendungan Lahor dapat dilihat pada Gambar II.7 s.d
Gambar II.9 di bawah ini.

Gambar II.7 Lokasi Bendungan Lahor

Gambar II.8 Denah Bendungan Lahor


II-10
Gambar II.9 Potongan melintang Bendungan Lahor

2.4. Bendungan Wlingi

2.4.1. Umum
Bendungan Wlingi terletak pada Sungai Brantas di Desa Jegu, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten
Blitar, ± 30 km di hilir Bendungan Sutami. Beberapa anak Sungai Brantas yang bermata air di
Gunung Kelud mengalir masuk ke Waduk Wlingi dan membawa sedimen/pasir hasil letusan
gunung tersebut ke waduk.

Pembangunan bendungan beserta PLTA Wlingi dimulai pada bulan Mei 1972 dan selesai pada
bulan November 1979. Pekerjaan sipil dilaksanakan dengan sistem “on force account” atau
secara swakelola oleh tenaga-tenaga Indonesia dari Proyek Brantas dengan konsultan
pelaksana dari Nippon Koei Co. Ltd., sedangkan pekerjaan hidromekanisnya dilaksanakan oleh
kontraktor Nichimen Co. Ltd., dan Sumitomo Shoji Kaisha, Ltd.

Adapun maksud dan tujuan dibangunnya bendungan Wlingi, antara lain untuk:
1. Menyediakan air irigasi maksimum sebesar 17,50 m3/det untuk Daerah Irigasi Lodagung
seluas 15.132 ha (Blitar dan Tulungagung)
2. Membangkitkan PLTA sebesar 2 x 27 MW untuk melayani beban puncak, sehingga diperoleh
energi sebesar 164,980 juta kWh/tahun
3. Mengendalikan banjir 200 tahunan dari 2.824 m3/det menjadi 2.370 m3/det
4. Menahan sedimen letusan Gunung Kelud

II-11
2.4.2. Data Teknis
Data teknis Bendungan Wlingi adalah sebagai berikut:
1. Bendungan
Tipe bendungan : Timbunan batu dengan inti tanah
Tinggi : 47,00 m
Panjang : 717,00 m
Elevasi puncak : 167,00 m
Volume : 630.000 m3 (bendungan utama)
2. Waduk
Sungai : Sungai Brantas
Daerah aliran sungai (DAS) : 2.890 km2
Curah hujan tahunan rata-rata : 2.227 mm (tahun 1951-1962)
Debit bulanan rata-rata : 109,1 m3/det (tahun 1951 -1962)
Kapasitas total : 24.000.000 m3 (tahun 1977)
: 2.800.000 m3 (tahun 2015)
Kapasitas efektif : 5.200.000 m3 (tahun 1977)
1.600.000 m3 (tahun 2015)
Kapasitas sedimen rencana : 18.800.000 m3 (tahun 1979)
Luas waduk pada MAT : 3,8 km2
Debit banjir rencana (Q200) : 2.824 m3/det
Muka air banjir (MAB) : 164,50 m
Muka air tinggi (MAT) : 163,50 m
Muka air rendah (MAR) : 162,00 m
3. Pelimpah/Spillway
Tipe : Pelimpah berpintu
Kapasitas : 2.370 m3/det
Jumlah pintu : 4 buah
Elevasi ambang : El. 153,50 m
4. Instrumentasi Bendungan

Kondisi
No. Jenis Instrumen Jumlah Tidak Keterangan
Berfungsi
Berfungsi
1. Pore Pressure (Vibrating 8 7 1 tidak ada
Wire Piezometer) respon/bacaan error
2. Seepage/Leakage/Spring 4 3 1 sistem drainase
Water (V-Notch, Rechbok) bermasalah
3. Ground Water Level 68 40 28 22 unit hilang, 4 unit
(Observation Wells/Holes) rusak, 2 unit kering
4. Settlement (Patok Geser) 27 27 -

II-12
2.4.3. Layout Bendungan Wlingi
Lokasi, denah dan potongan melintang Bendungan Wlingi dapat dilihat pada Gambar II.10 s.d
Gambar II.11 di bawah ini.

Gambar II.10 Lokasi Bendungan Wlingi

Gambar II.11 Potongan melintang Bendungan Wlingi

II-13
Gambar II.12 Denah Bendungan Wlingi

2.5. Bendungan Selorejo

2.5.1. Umum
Bendungan Selorejo terletak di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang,
berada pada Sungai Konto, anak Sungai Brantas, tepat di bawah pertemuannya dengan Sungai
Kwayangan, ± 50 km di sebelah barat Kota Malang, pada ketinggian +650 m di atas permukaan
laut.
Di hulu Bendungan Selorejo terdapat Sabo Dam Tokol yang berfungsi untuk menangkap sedimen
yang akan masuk ke Waduk Selorejo dan di hilirnya terdapat Sabo Dam Mendalan (berikut
saluran suplesinya ke Kolam Siman), Kolam Harian Mendalan atau Kolam Sekuli, Kolam Siman,
PLTA Mendalan (24 MW), PLTA Siman (10,8 MW) dan Pondage Siman (untuk irigasi) yang
dibangun pada zaman Belanda.
Pembangunan bendungan Selorejo dilaksanakan dari tahun 1963 sampai tahun 1970. Dan
pelaksanaan pembangunan mula-mula adalah P.N. Waskita Karya dibawah Direktorat Pengairan
- Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik dengan supervisi dari Dinas Pengairan
Provinsi Jawa Timur, kemudian pada tahun 1965 dilanjutkan/dilaksanakan sendiri oleh Badan
Penyelenggara Proyek Induk Serbaguna Brantas/BAPPRO BRANTAS (secara force account).
Kajima Construction Co., Ltd. dan Overseas Construction Co., bertindak sebagai pembimbing di
lapangan/guidance dengan supervisi dari Nippon Koei Co., Ltd. Pekerjaan Hidro dan Elektro
Mekanis disuplai oleh Sakai Iron Works Co., Ltd. di bawah supervisi dari Nichimen Co., Ltd.
Pekerjaan PLTA diselesaikan pada tahun 1972.
Manfaat dibangunnya Bendungan Selorejo adalah untuk:
1. Pengendalian banjir
Banjir 1.000 tahunan sebesar 920 m3/det dapat dikendalikan menjadi 360 m3/det. Banjir 200
tahunan sebesar 680 m3/det dapat dikendalikan menjadi 260 m3/det.

II-14
2. Pemberian air irigasi
Dapat diperoleh tambahan debit air irigasi untuk daerah Pare dan Jombang pada musim
kemarau sebesar 4 m3/det, sehingga menambah luas daerah irigasi sebesar 5.700 ha dari
seluruh sistim irigasi seluas 22.000 ha (yang ditanami padi pada musim hujan 18.700 ha,
pada musim kemarau kurang dari 1.870 ha) dan menaikkan produksi padi sebesar 7.500
ton/tahun.
3. Pembangkit tenaga listrik
Pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang sebesar 1 x 4.500 kW dapat memberikan
tambahan energi listrik sebesar ± 49 juta kWh per tahun.
2.5.2. Data Teknis
Data teknis Bendungan Selorejo adalah sebagai berikut:
1. Waduk
Sungai : Sungai Konto dan Sungai Kwayangan
Daerah aliran sungai (DAS) : 236 km2
Daerah terendam : 4 km2
Kapasitas total : 62.300.000 m3 (1970)
: 42.510.000 m3 (2015)
Kapasitas efektif : 50.100.000 m3 (1970)
: 41.640.000 m3 (2015)
Muka air tinggi (MAT) : El. 622,00 m
Muka air rendah (MAR) : El. 598,00 m
Muka air banjir rencana : El. 623,14 m (Q1000)
: El. 622,60 m (Q200)
Debit masuk rata-rata : 11 m3/det
Debit banjir rencana : 920 m3/det (Q1000)
: 680 m3/det (Q200)
2. Bendungan utama/ main dam
Tipe bendungan : Zoned fill dam dari tanah, tuff sand dan
sand & gravel
Panjang : 450,00 m
Lebar puncak : 8,00 m
Tinggi : 49,00 m
Lebar dasar : 312,00 m
Volume : 1.990.000 m3
Elevasi puncak : El. 625,00 m
Elevasi dasar : El. 576,00 m
3. Bangunan pelimpah/ spillway
Spillway
Tipe : Pelimpah samping dengan terowong
Elevasi ambang pelimpah : El. 620,00 m
Lebar ambang pelimpah : 30,00 m

II-15
Kapasitas : 360 m3/det
Pintu spillway
Tipe : Fixed wheel roller gate
Jumlah : 3 buah
Ukuran : 10 x 2 m
Tinggi angkat : 3,80 m
Motor : 3 x 7,50 kW/220 V
4. Instrumentasi bendungan

Kondisi
No. Jenis Instrumen Jumlah Tidak Keterangan
Berfungsi
Berfungsi
1. Pore Pressure (Vibrating 12 7 5 tidak ada
Wire Piezometer) respon/bacaan error
2. Seepage/Leakage Water (V- 10 10 - -
Notch, Wadah Terkalibrasi)
3. Ground Water Level 25 25 - -
(Observation Wells/Holes)
4. Settlement (Patok Geser) 21 21 - -

2.5.3. Layout Bendungan Selorejo


Lokasi, denah dan potongan melintang Bendungan Selorejo dapat dilihat pada Gambar II.13 s.d
Gambar II.15 di bawah ini.

Gambar II.13 Lokasi Bendungan Selorejo

II-16
Gambar II.14 Denah Bendungan Selorejo

Gambar II.15 Potongan melintang Bendungan Selorejo

2.6. Bendungan Wonorejo

2.6.1. Umum
Bendungan Wonorejo terletak di Desa Wonorejo, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten
Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Lokasi bendungan berada pada Sungai Gondang, ± 400 m
di hilir pertemuan antara Sungai Bodeng dengan Sungai Wangi. Hulu Sungai Gondang berada di
sebelah selatan Gunung Wilis.
Pembangunan Bendungan Wonorejo dilaksanakan dari tahun 1994 sampai tahun 2000.
Pekerjaan konstruksi sipil oleh KPPT Jo. (Kajima Corporation, Pembangunan Perumahan, Teguh

II-17
Raksajaya Joint Operation) untuk bangunan Sipil dan CV. Bintang Kadiri untuk jaringan listrik.
Pekerjaan konstruksi baja oleh Amarta - Sakai Jo. Pengawasan dilaksanakan oleh Nippon Koei
Co. Ltd., PT. Indra Karya, PT. Yodya Karya, PT. Bhakti Werdhatama dan PT. Wiratman and
Associates (NIWY) serta Proyek Brantas.
Maksud dan tujuan dibangunnya Bendungan Wonorejo terutama untuk penyediaan air baku ke
daerah Sungai Brantas bagian hilir dan pengendalian banjir Sungai Gondang di hilir Bendungan
Wonorejo serta pembangkit tenaga listrik (1 x 6.300 kW). Disamping itu, sambil memanfaatkan
air yang keluar lewat Hollow Jet Valve dipasang juga PLTA Mini Hidro sebesar 2 x 118 kW yang
bisa dikonsumsi untuk keperluan di dalam lokasi Bendungan Wonorejo sendiri, tetapi saat ini
PLTM tersebut belum difungsikan.
2.6.2. Data Teknis
Data teknis Bendungan Wonorejo adalah sebagai berikut:
1. Waduk
Sungai : Sungai Gondang
Daerah aliran sungai (DAS) : 126,3 km2 (termasuk Sungai Song)
Debit rata-rata tahunan : 8,1 m3/det, atau
255.000.000 m3/tahun
Luas waduk : 3,85 km2 (MAT)
Muka air tinggi (MAT) : El. 183,00 m
Muka air rendah (MAR) : El. 141,00 m
Operasi muka air minimum : El. 153,00 m (untuk PLTA)
Banjir rencana (1000 tahun) : 820 m3/det (PMF)
Muka air banjir : El. 185,00 m
Kapasitas total : 122.000.000 m3 (2000)
107.238.000 m3 (2011)
Kapasitas efektif : 106.000.000 m3 (2000)
97.091.000 m3 (2011)
2. Bendungan
Tipe bendungan : Timbunan batu dengan inti kedap air
Elevasi puncak : El. 188,00 m
Tinggi : 100 m
Panjang : 545 m
Volume timbunan : 6,15 juta m3
3. Pelimpah/ spillway
Tipe : Pelimpah tak berpintu, saluran terbuka
dengan stilling basin horisontal
Panjang : 457 m
Lebar ambang : 110,00 m
Elevasi ambang : El. 183,00 m
Kapasitas : 540,00 m3/det

II-18
2.6.3. Layout Bendungan Wonorejo
Lokasi, denah dan potongan melintang Bendungan Wonorejo dapat dilihat pada Gambar II.16 s.d
Gambar II.18 di bawah ini.

Gambar II.16 Lokasi Bendungan Wonorejo

Gambar II.17 Denah Bendungan Wonorejo

II-19
Gambar II.18 Potongan melintang Bendungan Wonorejo

2.7. Bendungan Bening


2.7.1. Umum
Bendungan Bening atau juga biasa disebut Bendungan Widas terletak di dukuh Petung, Desa
Pajaran, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, ± 15 km di sebelah Barat Kota Nganjuk. Lokasi
bendungan berada pada Sungai Bening yang bermata air di Gunung Wilis. Di sisi utara Sungai
Bening terdapat Gunung Pandan dan Pegunungan Kendeng.
Pembangunan Bendungan Bening diawali dengan kegiatan Studi Kelayakan Proyek Irigasi Widas
dan Bendungan Bening sebagai salah satu proyek yang diusulkan dalam Studi Pengembangan
Wilayah Daerah Aliran Sungai Brantas pada tahun 1972, dimulai pada tahun 1976 dilanjutkan
dengan pekerjaan investigasi dan Design Report.
Pembangunan Bendungan Bening dilaksanakan dari tahun anggaran 1978/1979 hingga tahun
1981/1982. Pekerjaan konstruksi sipil diawali oleh Proyek Brantas s/d tahun 1980/1981 dan mulai
tahun 1981/1982 dilaksanakan oleh PT. Brantas Abipraya. Pekerjaan konstruksi baja: pintu-pintu
dibuat oleh Marushima Hydraulic Gate Works Ltd., dipasang oleh Marusei Heavy Industry Works
Ltd. dan Barata Indonesia, sedangkan generator dan turbinnya oleh Mitsui & Co. Ltd.
Pengawasan dilaksanakan oleh Nippon Koei Co. Ltd. sampai dengan tahun 1980/1981 dan oleh
Nippon Koei Co. Ltd. serta Proyek Brantas pada saat dilaksanakan oleh PT. Brantas Abipraya.
Bendungan Bening diresmikan pada tanggal 6 November 1981 oleh Menteri Pekerjaan Umum
Dr. Ir. Poernomosidi Hadjisarosa, ditandai dengan penutupan pintu Terowongan Pengelak.
Manfaat dan tujuan dibangunnya Bendungan Bening, yaitu: menyediakan air irigasi untuk daerah
seluas 9.120 ha, mengendalikan banjir, membangkitkan tenaga listrik dengan daya terpasang
sebesar 1 x 650 kW, pariwisata dan perikanan darat.

II-20
2.7.2. Data Teknis
Data teknis Bendungan Bening adalah sebagai berikut:
1. Waduk
Sungai : Sungai Widas
Daerah aliran sungai (DAS) : 89,5 km2
Luas genangan : 5,7 km2
Debit banjir rencana : 550 m3/det (1,2 x Q200)
Pintu spillway : 530 m3/det
Pelimpah samping : 20 m3/det
Kapasitas total : 32.900.000 m3 (tahun 1981)
27.858.000 m3 (tahun 2012)
Kapasitas efektif : 28.400.000 m3 (tahun 1981)
25.441.000 m3 (tahun 2012)
Volume sedimen rencana : 4,5 juta m3 (tahun 1981)
: 2,8 juta m3 (tahun 2004)
Laju sedimen rencana : 500 m3/km2/tahun
2. Bendungan
Tipe bendungan : Timbunan tanah homogen
Volume timbunan : 800.000 m3
Tinggi : 36,00 m
Lebar puncak : 8,00 m
Panjang : 640 m
Elevasi puncak : El. 111,60 m
Elevasi dasar : El. 76,00 m
Muka air tinggi (MAT) : El. 108,60 m
Muka air rendah (MAR) : El. 96,40 m
Muka air banjir (MAB) : El. 109,40 m
3. Pelimpah/ spillway
Tipe : Center overflow weir dengan pintu dan
pelimpah bebas di samping
Center Overflow Weir
Jenis pintu : Pintu roda tetap (fixed wheel gate)
Jumlah pintu : 3 buah
Dimensi pintu : 3 @ 7,00 m (lebar) x 5,50 m (tinggi)
Berat : 13 ton
Tinggi angkat : 8,00 m
Kecepatan angkat : 0,3 m/menit
Elevasi puncak weir : El. 103,90 m
Kapasitas : 530 m3/det
Pelimpah samping bebas
Lebar : 20 m
Jumlah : 1 buah
Elevasi puncak weir : El. 108,60 m
Kapasitas debit rencana : 20 m3/det
II-21
2.7.3. Layout Bendungan Bening
Lokasi, denah dan potongan melintang Bendungan Bening dapat dilihat pada Gambar II.19 s.d
Gambar II.21 di bawah ini.

Gambar II.19 Lokasi Bendungan Bening

Gambar II.20 Denah Bendungan Bening

II-22
Gambar II.21 Potongan melintang Bendungan Bening

II-23
BAB III. HASIL ANALISIS DAN EVALUASI

Analisis dan evaluasi dilakukan berdasarkan laporan bulanan yang disusun oleh petugas
lapangan yang kemudian direkap dan diamati apakah ada anomali/ perubahan data ekstrim.
Adapun paramater yang dianalisis dan dievaluasi adalah foto hasil pemeriksaan visual dan hasil
bacaan instrumentasi pada masing-masing bendungan.
3.1. Bendungan Sengguruh
3.1.1. Pemeriksaan Visual
Secara umum kondisi puncak bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya retakan,
amblesan/penurunan, liang binatang dan tumbuhan liar. Parapet hulu bendungan dan guardrail
(pot bunga) di hilir bendungan dalam kondisi baik dan tampak lurus serta sistem drainase juga
berfungsi baik. Foto-foto kondisi terkini Bendungan Sengguruh dapat dilihat pada Gambar III.1.

Puncak Bendungan Lereng Hulu

Lereng Hilir Tumpuan Kiri (sisi hulu)

Tumpuan Kanan (sisi hilir) Saluran Spillway


Gambar III.1 Foto-foto kondisi Bendungan Sengguruh Triwulan IV 2016
Rip-rap lereng hulu yang tampak (di atas permukaan air) dan rip-rap lereng hilir dalam kondisi
cukup baik, tidak terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan ataupun lubang-lubang/liang
binatang, kecuali adanya tumbuhan liar yang dibersihkan secara rutin. Bukit tumpuan/tebing
kanan dan kiri bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya rembesan (daerah basah),
longsoran, liang binatang, erosi permukaan, jalan ternak dan lain-lain. Terdapat tumbuhan liar
pada beberapa lokasi, tetapi bukan merupakan daerah basahan.
III-1
3.1.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan
1. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pada Bendungan Sengguruh terdapat 26 instrumen pemantau tekanan air pori berupa
Hidraulic Piezometer, yaitu 9 (sembilan) buah terpasang di pondasi (FP-1 s.d FP-9) dan 17
(tujuh belas) buah terpasang di tubuh bendungan (P-1 s.d P-17). Kondisi piezometer
sebagian besar berfungsi baik, kecuali FP-2 dan FP-7 dalam kondisi rusak.
Berdasarkan hasil pemantauan (Gambar III.2 dan Gambar III.3) dapat diketahui bahwa
bendungan dalam kondisi normal, tidak terjadi anomali, kecuali beberapa titik yang letaknya
di hulu kadang kala nilainya berada sedikit di atas muka air waduk. Hal ini dimungkinkan
karena Waduk Sengguruh merupakan waduk harian untuk pembangkit beban puncak,
sehingga pada saat muka air waduk mengalami penurunan akibat operasi PLTA tidak diikuti
oleh penurunan muka air di dalam tubuh bendungan.
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)
UPSTREAM BENDUNGAN SENGGURUH

296 0

294 100

292
200

290
300

288

Curah Hujan (mm)


400
Elevasi (m)

286
500
284

600
282

700
280

278 800

276 900

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


C. Hujan (mm)
El. Muka Air (m) P1 P2 P6 P7 P10 P11
UP STREAM BENDUNGAN SENGGURUH

296 0

294 100

292
200

290
300

288
Curah Hujan (mm)

400
Elevasi (m)

286
500
284

600
282

700
280

278 800

276 900

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P12 P14 P15 P16 FP1 FP3 FP6

Gambar III.2 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sengguruh
pada sisi hulu
III-2
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)
DOWN STREAM BENDUNGAN SENGGURUH
296 0

294 100

292 200

290 300
Elevasi/ PPM (m)

Curah Hujan (mm)


288 400

286 500

284 600

282 700

280 800

278 900

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P3 P4 P5 P8 P9 P13
DOWN STREAM BENDUNGAN SENGGURUH
296 0

294 100

292 200

290 300
Elevasi/ PPM (m)

Curah Hujan (mm)


288 400

286 500

284 600

282 700

280 800

278 900

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P17 FP4 FP5 FP8 FP9

Gambar III.3 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sengguruh
pada sisi hilir
Pada umumnya garis freatik pada tubuh bendungan (Gambar III.4) relatif mulai memotong/
menembus zona lulus air (filter) kemudian menurun pada zona inti (core) dan akhirnya turun
setelah melalui zona lulus air (filter) menuju drainase (toe dam). Sehingga dapat disimpulkan
Bendungan Sengguruh masih aman terhadap pengaruh tekanan air pori.

III-3
SKALA
1 : Core

0 5 10 15 20 m 2 : Filter
3 : Rock II
4 : Selected Rock
5 : Random
+296.00 EL. +296.00
+295.03 6 : Rock I
.9
HWL EL. +292.85 1:2 7 : Concrete Pad
0 kPa EL. +292,660
LWL EL. +291.40

1 : 0.
1 : 0.2
1 : 0.2
5 kPa

0.5

3
5,98 5,11 -1,92 -1,47

1:
EL. +285.00
EL. +284.00

3
P10 P11 P12 P13

1 : 0.
1:
2.2 4 1:
5 3 2 2 2.2
1 : 3. 1
+276.57 15,99 14,00 4,30 4,15
EL. +275.00

1
5

:1
P6 P7 P8 P9 6
+272.84

.0
.7 3
1:2
+268.58 6 23,16 20,97 16,46 10,64 12,31
EL. +268.00
+267.28 P1 P2 P3 P4 P5
+267.28
+264.50 +264.65
+263.21 EL 263.00
+261.50
20,75 -
23,48 EL. +259.10
FP6 FP7
FP5

34,46 33,54 -
EL. +250.375
FP4 FP3 FP2

43,11
EL. +240.02
FP1

Gambar I-5 Kontur Tekanan Air Pori pada tanggal 26 Desember 2016
Gambar III.4 Garis freatik pada Bendungan
tubuh Bendungan
Sengguruh
Sengguruh Triwulan IV 2016
Dari Gambar III.5 diketahui bahwa siklus perubahan pada grafik histerisis tekanan air pada
Bendungan Sengguruh tidak membentuk satu pola tertentu. Hal ini disebabkan Waduk
Sengguruh merupakan waduk harian dimana proses dari LWL ke HWL atau sebaliknya
hanya dalam satu hari. Hal tersebut mengakibatkan perubahan muka air dalam bendungan
tidak mengikuti perubahan muka air waduk karena terdapat perbedaan laju penurunan muka
air antara waduk dan tubuh bendungan.
293,00 293,00

292,80 292,80

292,60 292,60
TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)

292,40 292,40

292,20 292,20

292,00 292,00

291,80 291,80

291,60 291,60
278,00 279,00 280,00 281,00 279,00 280,00 281,00 282,00

Piezometer (P-4, Meter) Piezometer (P-8, Meter)


P-4 (2013) P-4 (2014) P-8 (2013) P-8 (2014)
P-4 (2015) P-4 (2016) P-8 (2015) P-8 (2016)

293,00 293,00

292,80 292,80

292,60 292,60
TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)

292,40 292,40

292,20 292,20

292,00 292,00

291,80 291,80

291,60 291,60
278,00 279,00 280,00 281,00 278,50 279,00 279,50 280,00

Piezometer (P-5, Meter) Piezometer (P-9, Meter)


P-5 (2013) P-5 (2014) P-9 (2013) P-9 (2014)
P-5 (2015) P-5 (2016) P-9 (2015) P-9 (2016)

Gambar III.5 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Sengguruh

III-4
2. Debit rembesan (seepage/leakage water )
Terdapat 4 (empat) lokasi pemantauan rembesan, antara lain kaki bendungan (toe dam),
penstock, hilir emergency spillway dan bukit tumpuan kanan spillway. Dari 4 (empat) lokasi
pemantau rembesan hanya 2 (dua) yang masih berfungsi, yaitu: toe dam dan penstock,
sedangkan 2 (dua) lainnya dalam kondisi rusak. Pemantau rembesan dari tubuh bendungan
(toe dam) besaran debitnya dimonitor melalui bangunan ukur di observation pit (OP),
sedangkan pada penstock besaran debitnya diukur dengan memasang bangunan ukur V-
Notch pada collector drain yang ada.
Hasil pemantauan debit rembesan seperti pada Gambar III.6 menunjukkan kondisi normal
dan tidak terdapat anomali. Dari besaran debit maksimum yang diizinkan sebesar 3.600
liter/menit (TMA waduk +292,66 m), total rembesan maksimum yang pernah terjadi di
observation pit (OP) dan penstock adalah sebesar 2.169,56 liter/menit (22 Maret 2008).

GRAFIK HASIL PENGUKURAN DEBIT SEEPAGE/ LEAKAGE WATER


BENDUNGAN SENGGURUH
293,00 0

200

Curah Hujan (mm)


292,50
Elevasi (m)

400
292,00
600

291,50
800

291,00 1.000
Curah Hujan Bulanan (mm) Elevasi Muka Air (m)

4.000

3.500

3.000

2.500
Seapage/Leakage (l/menit)

2.000
Elevasi (m)

1.500

1.000

500

OP/SW DS/Left DS/Right Total Batas Maksimum

Gambar III.6 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Sengguruh

III-5
Debit rembesan maksimum yang terjadi pada Triwulan IV 2016 di observation pit (OP)
sebesar 1067,52 liter/menit (23 November 2016) pada TMA waduk +292,24 m dan kondisi
rembesan terlihat jernih.

Untuk rembesan di sekitar penstock, berdasarkan Monitoring Report on Sengguruh Dam


Instrumentation (Maret 1989) telah terjadi sejak awal pengisian waduk (impounding) tepatnya
pada bulan Oktober 1988 dengan besaran sekitar 30,00 liter/menit (kanan) dan sebesar
180,00 liter/menit (kiri). Debit rembesan maksimum yang terjadi pada Triwulan IV 2016 pada
penstock kiri dan kanan, masing-masing adalah sebesar 106,60 liter/menit dan 5,27
liter/menit pada elevasi +292,66 m (26 Desember 2016) dengan kondisi rembesan jernih.
Besaran rembesan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan besaran rembesan yang
terjadi pada saat impounding.

Total debit rembesan maksimum di observation pit (OP) dan penstock pada Triwulan IV 2016
adalah sebesar 1176,21 liter/menit pada elevasi +292,15 m (23 November 2016). Besaran
rembesan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan batas maksimum yang diizinkan.
Besaran rembesan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan batas maksimum yang
diizinkan, yaitu sebesar 3.600,00 liter/menit.

Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sample air rembesan Bendungan
Sengguruh di lokasi Observation Pit (OP) pada tanggal 3 Oktober 2016 pukul 11:55 WIB.
Hasil uji kualitas air rembesan di laboratorium adalah sebagai berikut: suhu= 23,5°C; pH=
7,0; DHL= 413 µmhos/cm; kekeruhan= 0,29 NTU; Cl= 15,9 mg/L; Na+ = 0,017 mg/L; K+=
0,284 mg/L; Mg2+ = 24,280 mg/L; CO3= 45,00 mg/L; HCO3= 45,80 mg/L; Ca2+ tidak terdeteksi.
Berdasarkan Standar Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas
air rembesan di Bendungan Sengguruh masih normal atau memenuhi standar. Sehingga
sampai dengan saat ini dapat disimpulkan bahwa Bendungan Sengguruh masih aman
terhadap pengaruh rembesan.

3. Muka air tanah (ground water level)


Terdapat 20 buah sumur/pipa pantau (observation well/hole), antara lain: 14 buah berada di
kaki bendungan, 3 (tiga) buah di tumpuan kanan, dan 3 (tiga) buah di tumpuan kiri.

Dari 20 buah sumur/pipa pantau tersebut, terdapat 1 (satu) buah sumur/pipa pantau yang
rusak/buntu, yaitu: W-6A (OR) di tumpuan kanan dan terdapat 1 (satu) buah sumur/pipa
pantau yang seringkali tidak diperoleh hasil bacaan pengukuran disebabkan kering, yaitu: W-
5 (OD) di kaki bendungan.

Data hasil pemantauan muka air tanah seperti pada Gambar III.7 menunjukkan kondisi
normal, tidak terjadi fluktuasi yang berarti. Sumur/pipa pantau W-3A (OD) dengan elevasi
+279,902 m sering terlimpas pada saat muka air di hilir (tail water) tinggi, yaitu: saat PLTA
Sengguruh operasi atau Muka Air Waduk Sutami tinggi. Selain itu juga terjadi limpasan pada
sumur W-7A (OD).

III-6
GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL (GWL)
BENDUNGAN SENGGURUH
300 0

100
295

200
290
300

Curah Hujan (mm)


285
400

280 500
Elevasi (m)

600
275

700
270
800

265
900

260 1000

Curah Hujan (mm) Elevasi Muka Air (m) W-1 (OD) W-2 (OD)
W-3A (OD) W-3B (OD) W-4A (OD) W-4B (OD)
W-5 (OD) W-6 (OD) W-7A (OD) W-7B (OD)

300 0

100
295

200
290
300

Curah Hujan (mm)


285
400

280 500
Elevasi (m)

600
275

700
270
800

265
900

260 1000

Curah Hujan (mm) Elevasi Muka Air (m) W-8A (OD) W-8B (OD)
W-9 (OD) W-10 (OD) W-1 (OL) W-7A (OL)
W-8 (OL) W-5A (OR) W-5B (OR)

Gambar III.7 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Sengguruh

III-7
4. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Terdapat 23 patok/titik pantau, yaitu: 7 (tujuh) buah patok di puncak bendungan (CP-1 s.d
CP-7), 8 buah patok di lereng hulu bendungan (SG-1 s.d SG-8) dan 8 buah patok di lereng
hilir bendungan (SP-8 s.d SP-15). Kondisi semua patok baik, kecuali patok SP-13
rusak/hilang.
Berdasarkan hasil pengukuran deformasi arah vertikal (penurunan) pada Triwulan IV 2016
pada patok settlement CP-1 s.d CP-7 dan SP-8 s.d SP-15 seperti pada Gambar III.8
diketahui bahwa penurunan terbesar terjadi di patok SP-11 sebesar ΔZ = -0,036 m
dibandingkan dengan kondisi awal, dengan batas maksimum yang diizinkan sebesar ±0,400
m.

Grafik Historis Penurunan Crest Settlement Point


Bendungan Sengguruh
0,005

0,000

-0,005
Delta Penurunan (m)

-0,010

-0,015

-0,020

-0,025

-0,030

-0,035

Crest Settlement Point

May-96 Dec-07 Nov-08 Nov-09 Nov-10 Nov-11 Nov-12 Nov-13 Nov-14 Dec-15 Sep-16 Nov-16

Gambar III.8 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Sengguruh

Sehingga sampai dengan saat ini dapat disimpulkan bahwa struktur tubuh Bendungan
Sengguruh masih aman terhadap pengaruh deformasi. Sebagai catatan yang dimaksud
kondisi awal adalah pengukuran yang dilaksanakan tahun 1996 karena hasil pengukuran
pada saat pemasangan tidak ada.
3.1.3. Kondisi Waduk
Laju sedimentasi pada Waduk Sengguruh cukup tinggi karena merupakan bendungan paling hulu
di sistem Sungai Brantas dan didesain untuk memperpanjang usia Waduk Sutami (Karangkates).
Untuk mengurangi sedimentasi pada Waduk Sengguruh telah dilaksanakan kegiatan rutin berupa
penghijauan, pengerukan serta pembuatan check dam dan gully plug. Selain itu, untuk menjaga
kualitas air waduk juga telah dilakukan pemantauan kualitas air secara rutin. Adapun kondisi
Waduk Sengguruh adalah sebagai berikut:

III-8
1. Operasi Waduk
Waduk Sengguruh merupakan waduk harian dan terdapat PLTA untuk pembangkitan beban
puncak. Pada kondisi debit normal PLTA dioperasikan selama 5 (lima) jam mulai pukul 17.00
WIB atau pada saat TMA (Tinggi Muka Air) waduk telah mencapai HWL (High Water Level)
yaitu: setinggi 292,70 m. Sedangkan pada musim hujan/banjir, PLTA dioperasikan sesuai
dengan ketersediaan debit yang ada.
2. Kapasitas Tampungan Waduk
Berdasarkan hasil pengukuran sounding tahun 2014, diketahui bahwa kapasitas tampungan
mati Waduk Sengguruh adalah 0,55 juta m3 atau 2,87 % dari kapasitas tampungan mati awal
tahun 1988 (19 juta m3), kapasitas tampungan efektif adalah 0,64 juta m3 atau 25,76% dari
kapasitas tampungan efektif awal tahun 1988 (2,5 juta m3) dan kapasitas tampungan total
adalah 1,19 juta m3 atau 5,53% dari kapasitas tampungan total awal tahun 1988 (21,50 juta
m3).

Dari Gambar III.9 dan Gambar III.10 dapat dilihat bahwa profil memanjang waduk, baik dari
Sungai Lesti maupun Sungai Brantas semakin lama semakin mengalami pendangkalan,
sesuai dengan hasil perhitungan kapasitas waduk yang menunjukkan kapasitas yang
semakin kecil. Hal tersebut diakibatkan laju sedimentasi pada Bendungan Sengguruh sangat
tinggi.

Grafik Historis Profil Dasar Memanjang Dasar Waduk Sengguruh


(Sungai Lesti)
294
HWL = 292,50 m

292 LWL = 291,40 m

290

288
Elevasi (m)

286

284

282

280

278
8000 7500 7000 6500 6000 5500 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 -500
Jarak (m)

Pengukuran Th. 1992 Pengukuran Th. 1996 Pengukuran Th. 2002 Pengukuran Th. 2003 Pengukuran Th. 2005
Pengukuran Th. 2011 Pengukuran Th. 2014 HWL LWL

Gambar III.9 Grafik historis elevasi dasar Waduk Sengguruh ruas Sungai Lesti

III-9
Grafik Historis Profil Dasar Memanjang Dasar Waduk Sengguruh
294
(Sungai Brantas)
HWL = 292,50 m
292 LWL = 291,40 m

290
Elevasi (m)

288

286

284

282

280

278
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 -500
Jarak (m)
Pengukuran Th. 1992 Pengukuran Th. 1996 Pengukuran Th. 2002 Pengukuran Th. 2003 Pengukuran Th. 2005

Pengukuran Th. 2011 Pengukuran Th. 2014 HWL LWL

Gambar III.10 Grafik historis elevasi dasar Waduk Sengguruh ruas Sungai Brantas

3.2. Bendungan Sutami

3.2.1. Pemeriksaan Visual


Secara umum kondisi puncak bendungan pada Triwulan IV 2016 dalam kondisi baik, lapisan jalan
beraspal tampak rata/ tidak bergelombang, tidak terdapat liang binatang atau tumbuhan liar dan
pagar pengaman (parapet dan guardrail) tampak lurus dan baik.
Pada lereng hulu (di atas permukaan air) yang dilindungi rip-rap secara umum cukup baik, tidak
terlihat adanya longsoran, lubang-lubang/liang binatang, rembesan, erosi permukaan ataupun
daerah basah yang luas, kecuali adanya tumbuhan liar di beberapa lokasi yang pembersihannya
dilakukan secara rutin. Foto-foto kondisi terkini Bendungan Sutami dapat dilihat pada Gambar
III.11 di bawah ini.
Pada lereng hilir bendungan yang dilindungi rip-rap secara umum cukup baik, tidak terlihat
adanya longsoran, lubang-lubang/liang binatang, tumbuhan liar, rembesan, erosi permukaan
ataupun daerah basah yang luas.
Bukit tumpuan/tebing kanan dan kiri bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya
rembesan (daerah basah), longsoran, liang binatang, erosi permukaan, jalan ternak dan lain-lain.
Terdapat tumbuhan liar pada beberapa lokasi, tetapi bukan merupakan daerah basahan.
Tumbuhan liar pada bendungan dilakukan pembersihan secara rutin.

III-10
Puncak Bendungan Lereng Hulu

Lereng Hilir Spillway Bendungan Sutami

Lereng hilir sisi kiri Lereng hilir sisi kanan

Gambar III.11 Foto-foto kondisi Bendungan Sutami Triwulan IV 2016


3.2.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan
1. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pada Bendungan Sutami terdapat 20 buah pemantau tekanan air pori berupa vibrating wire
piezometer yang terpasang di tiga bidang irisan melintang bendungan, masing-masing 6
(enam) buah di sisi kanan dan 6 (enam) buah di sisi kiri serta 8 (delapan) buah di bagian
tengah. Dari 20 (dua puluh) buah PPM yang terpasang, 6 (enam) buah dalam kondisi rusak
(tidak ada respon/ bacaan error) yaitu : VWP-3, VWP-5, VWP-2, VWP-4, VWP-6, dan VWP-
10. Beberapa unit PPM menunjukkan hasil bacaan di atas muka air waduk terutama pada
saat muka air rendah. Hal tersebut disebabkan oleh muka air waduk pada saat musim hujan
bersifat fluktuatif sehingga elevasi muka air pada tubuh bendungan tidak mengikuti fluktuasi
muka air waduk.
III-11
Hasil pemantauan tekanan air pori (Gambar III.12 dan Gambar III.13), secara umum
menunjukkan bahwa tekanan air pori selalu naik turun seiring dengan perubahan TMA
waduk.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


UPSTREAM BENDUNGAN SUTAMI
275 0

270
100

265
200

Curah Hujan (mm)


260
Elevasi/ PPM (m)

300

255

400
250

500
245

240 600

Curah Hujan (mm) El. Muka Air (m) VWP-1 VWP-3 VWP-5 VWP-7
VWP-9 VWP-11 VWP-13 VWP-15 VWP-17 VWP-19

Gambar III.12 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sutami
pada sisi hulu

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


DOWNSTREAM BENDUNGAN SUTAMI
290 ,0

285

280
100,0
275

270
200,0
265
Curah Hujan (mm)
Elevasi/ PPM (m)

260

255 300,0

250

245
400,0
240

235
500,0
230

225

220 600,0

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) VWP-8 VWP-12 VWP-14 VWP-16 VWP-18 VWP-20

Gambar III.13 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Sutami
pada sisi hilir

III-12
Pada umumnya garis freatik pada tubuh bendungan (Gambar III.14) relatif mulai
memotong/menembus masuk zona lulus air (filter) kemudian menurun pada zona inti (core)
dan akhirnya turun setelah melalui zona lulus air (filter) menuju drainase toe dam. Dari hasil
penggambaran garis freatik menunjukkan bahwa sistem drainase berfungsi dengan baik dan
pembacaan piezometer yang masih mengikuti trend yang ada, dapat disimpulkan bahwa
Bendungan Sutami masih aman terhadap pengaruh tekanan air pori.

+ 279.00 El. 279,00

EL. +265,38
HWL +272.50 SKALA
0 kPa
5 kPa
0 5 10 15 20 m
10 kPa
15 kPa 8,81 8,80
+ 256.00
20 kPa
VWP 13 VWP 14
13,74 11,48
+ 248.50
Filter VWP 11 VWP 12 Filter
Lose Rock
LWL +246.00 Rock 20,72 - Rock
Coffer Dam + 241.00
VWP 9 VWP 10

30,31 23,95
+ 231.00
VWP 7 VWP 8
Transition Transition

Impervious Core

Concrete Pad

Curtain Grouting

Gambar III.14 Garis freatik pada tubuh Bendungan Sutami tanggal 27 Desember 2016
Dari Gambar III.15 diketahui bahwa pada beberapa titik pengamatan setelah satu siklus
penuh (tahunan), elevasi muka air pada piezometer kembali pada elevasi awal pada saat
muka air waduk yang sama dan memiliki trend grafik yang relatif konstan. Namun, pada
beberapa titik yang lain bersifat sebaliknya.
274,00 274,00 275,00

272,00 272,00 272,50

270,00 270,00 270,00


TMA Waduk (m)

268,00 268,00
TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)

267,50
266,00 266,00
265,00
264,00 264,00
262,50
262,00 262,00
260,00
260,00 260,00
257,50
258,00 258,00
255,00
256,00 256,00
255,00 260,00 265,00 270,00
252,00 253,00 254,00 255,00 256,00 257,00 250,00 255,00 260,00 265,00 270,00
Piezometer (HP-1, Meter) Piezometer (HP-9, Meter) Piezometer (HP-7, Meter)
VWP-1 (2013) VWP-1 (2014) VWP-9 (2013) VWP-9 (2014) VWP-7 (2013) VWP-7 (2014)
VWP-1 (2015) VWP-1 (2016) VWP-9 (2015) VWP-9 (2016) VWP-7 (2015) VWP-7 (2016)
275,00 275,00 275,00

272,50 272,50 272,50

270,00 270,00 270,00


TMA Waduk (m)

267,50 267,50 267,50


TMA Waduk (m)
TMA Waduk (m)

265,00 265,00
265,00

262,50
262,50 262,50

260,00
260,00 260,00

257,50
257,50 257,50
255,00
240,00 245,00 250,00 255,00 260,00 265,00 255,00 255,00
240,00 245,00 250,00 255,00 260,00 265,00 270,00 235,00 240,00 245,00 250,00 255,00
Piezometer (HP-12, Meter)
Piezometer (HP-8, Meter) Piezometer (HP-16, Meter)
VWP-12 (2013) VWP-12 (2014) VWP-16 (2013) VWP-16 (2014)
VWP-8 (2013) VWP-8 (2014)
VWP-12 (2015) VWP-12 (2016) VWP-8 (2015) VWP-8 (2016) VWP-16 (2015) VWP-16 (2016)

Gambar III.15 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Sutami

III-13
2. Debit rembesan (seepage/leakage/spring water)
Pengamatan dan pengukuran besarnya debit rembesan (seepage/leakage/spring water)
dilakukan melalui bangunan ukur (V-Notch) atau sistem container di beberapa lokasi
rembesan (seepage/leakage/spring water), antara lain: di penstock (kanan dan kiri), gallery
(collecting drain inspection gallery), batu tumpuk (drainase kaki bendungan di dekat kolam
batu tumpuk di sekitar PLTA Sutami), luar bukit tumpuan kanan (MA-1, MA-2 dan MA-3) dan
bukit tumpuan kiri (MA-4). Lokasi MA-1 s.d MA-4 dan Batu Tumpuk merupakan spring water,
lokasi penstock dan gallery merupakan leakage water, sedangkan lokasi toe drain
merupakan seepage water.
Lokasi MA-2 bangunan ukurnya tidak berfungsi (rusak), sedangkan lokasi rembesan di
drainase kaki bendungan (toe drain) tidak ada debit aliran mulai bulan Desember 1999.
Lokasi MA-4 yang semula bangunan ukurnya tidak berfungsi (rusak), telah diperbaiki pada
bulan Oktober 2014, sehingga pada bulan November 2014 sudah mulai diukur.
Berdasarkan hasil pengukuran debit rembesan (Gambar III.16) menunjukkan kondisi normal,
tidak terjadi fluktuasi yang berarti, besarnya masih di bawah ambang batas maksimum yang
diizinkan. Dari batas maksimum rembesan yang diizinkan sebesar 192,00 liter/menit, pada
Triwulan IV 2016 total debit rembesan maksimum (penstock dan gallery) adalah sebesar
86,23 liter/menit (23 November 2016) pada TMA +264,99 m dan kondisi rembesan terlihat
jernih. Besarnya debit spring water yang dimonitor di Batu Tumpuk, MA-1, MA-3 dan MA-4
(Gambar III.17) berfluktuatif sesuai dengan curah hujan yang terjadi.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN SEEPAGE/ LEAKAGE WATER


BENDUNGAN SUTAMI
300 0

100
275
200
250
300
225
400

200 500
Seapage/Leakage (l/menit)

175
600 Curah Hujan (mm)
Elevasi (m)

700
150
800
125
900

100 1.000

1.100
75
1.200
50
1.300
25
1.400

0 1.500

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) Gallery Penstock I Penstock II Total (Penstock & Galery) Batas Maks

Gambar III.16 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (seepage/leakage water) pada
Bendungan Sutami

III-14
GRAFIK HASIL PENGUKURAN SPRING WATER
BENDUNGAN SUTAMI
850
800
750
700
650
600
Spring water (l/menit

550
500
Elevasi (m)

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

El. Muka Air (m) C. Hujan (mm) MA 1 MA 3 MA 4

Gambar III.17 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (spring water) pada Bendungan
Sutami
Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sample air rembesan Bendungan
Sutami di lokasi Penstock-I dan Penstock-II pada tanggal 19 Desember 2016. Hasil uji
kualitas air rembesan di laboratorium seperti pada Tabel III.1 di bawah ini.
Tabel III.1 Hasil uji kualitas air rembesan di Bendungan Sutami

No. Lokasi Suhu pH DHL Kekeruhan Cl Na+ K+ Mg2+ Ca2+ CO3 HCO3
°C NTU mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
1. Penstock-I 28,6 8,1 310 0,20 14,90 0,854 0,758 10,10 26,76 54 54,90
2. Penstock-II 28,3 8,1 290 0,30 9,90 0,730 0,828 8,292 24,73 60 61

Berdasarkan Standar Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas
air rembesan di Bendungan Sutami masih normal atau memenuhi standar.
Sehingga sesuai hasil pemeriksaan visual dan pengukuran debit rembesan sampai dengan
saat ini dapat disimpulkan bahwa Bendungan Sutami masih aman terhadap pengaruh
rembesan.
3. Muka air tanah (ground water level)
Untuk mengetahui elevasi muka air tanah (ground water level), terdapat 18 buah sumur/pipa
pantau (observation well/hole) yang tersebar di luar tubuh bendungan, antara lain: 6 (enam)
buah pada potongan melintang LS-I (W-1, W-2, W-3A, W-3B, W-4A, W-4B) dan 4 (empat)
buah pada potongan melintang LS-III (W-1 s.d W-4) di luar tubuh bendungan (bukit kanan)
serta 3 (tiga) buah pada potongan melintang LS-X (W-1 s.d W-3) dan 5 (lima) buah pada
potongan melintang LS-XI (W-1 s.d W-5) di luar tubuh bendungan (bukit kiri).

III-15
Disamping itu, juga terdapat 5 (lima) buah sumur/pipa pantau (open standpipe) di tubuh
bendungan, yaitu: W-1 s.d W-5 yang dipasang satu garis melintang tubuh bendungan yang
digunakan untuk mengetahui elevasi muka air (seepage water table) pada tubuh Bendungan
Sutami.
Dari 18 buah sumur/pipa pantau, saat ini yang masih berfungsi sebanyak 15 buah, yaitu: W-
1 (LS-I), W-3B (LS-I), W-4A (LS-I), W-4B (LS-I), W-2 (LS-III), W-3 (LS-III), W-1 (LS-X), W-2
(LS-X), W-3 (LS-X), W-1 (LS-XI) s.d W-3 (LS-XI), W-4 (LS-XI), W-1 (LS-III) dan W-3 (LS-XI).
Sedangkan 3 (tiga) buah sumur/pipa pantau yang lain hilang/rusak.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL (GWL)


DI LUAR BENDUNGAN SUTAMI
310 0

305 100

200
300
300
295
400
290
Seapage/Leakage (l/menit)

500

Curah Hujan (mm)


285 600
Elevasi (m)

280 700

275 800

900
270
1.000
265
1.100
260
1.200
255 1.300

250 1.400

Curah Hujan Bulanan (mm) El. Muka Air (m) W-1 (LS-I)/OR-1
W-3B (LS-I)/OR-4 W-4A (LS-I)/OR-5 W-4B (LS-I)/OR-6
W-1 (LS-III)/OR-7 W-2 (LS-III)/OR-8 W-3 (LS-III)/OR-9

310 0

305 100

200
300
300
295
400
290
Seapage/Leakage (l/menit)

500
Curah Hujan (mm)

285 600
Elevasi (m)

280 700

275 800

900
270
1.000
265
1.100
260
1.200
255 1.300

250 1.400

Curah Hujan Bulanan (mm) El. Muka Air (m) W-1 (LS-X)/OL-1
W-2 (LS-X)/OL-2 W-3 (LS-X)/OL-3 W-1 (LS-XI)/OL-4
W-2 (LS-XI)/OL-5 W-3 (LS-XI)/OL-6 W-4 (LS-XI)/OL-7

Gambar III.18 Grafik hasil pengukuran GWL di luar Bendungan Sutami

III-16
Berdasarkan hasil pengamatan sumur/pipa pantau (observation well/hole) yang masih
berfungsi (Gambar III.18) menunjukkan kondisi normal, berfluktuatif sesuai dengan muka air
waduk.
Pada Triwulan I 2015 telah dilakukan pemasangan/pembuatan sumur/pipa pantau
(oservation well) sebanyak 10 buah di kaki bendungan, yaitu OW-1 s.d OW-10. Pemasangan
sumur/pipa pantau tersebut merupakan rekomendasi dari Balai Bendungan terkait
pemantauan gerak/aliran muka air tanah bebas terutama pada deretan open standpipe W-1
s.d W-5. Pemantauan rutin terhadap sumur/pipa pantau tersebut telah dilakukan mulai bulan
Mei 2015.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL


DI KAKI BENDUNGAN
Elevasi Waduk (m)

-150 -125 -100 -75 -50 -25 0 25 50 75 100 125

OW-2 Jarak (m)


12-May-15 27-May-15 10-Jun-15 25-Jun-15 12-Jul-15 31-Jul-15 12-Aug-15 30-Aug-15 11-Sep-15
12-Sep-15 12-Oct-15 24-Oct-15 13-Nov-15 30-Nov-15 12-Dec-15 25-Dec-15 13-Jan-16 26-Jan-16
12-Feb-16 26-Feb-16 2-Mar-16 26-Mar-16 13-Apr-16 29-Apr-16 6-May-16 22-May-16 2-Jun-16
24-Jun-16 18-Jul-16 23-Jul-16 10-Aug-16 28-Aug-16 12-Sep-16 29-Sep-16 22-Sep-16 19-Oct-16
26-Oct-16 12-Nov-16 17-Nov-16 30-Nov-16 8-Dec-16 27-Dec-16

290 100

200

270
300

400

250
500
Curah Hujan (mm)
Elevasi (m)

600
230
700

800
210
900

1.000
190

1.100

170 1.200

1.300

150 1.400

Curah Hujan Bulanan (mm) El. Muka Air (m) OW-1 (OD-1) OW-2 (OD-2)
OW-3 (OD-3) OW-4 (OD-4) OW-5 (OD-5) OW-6 (OD-6)
OW-7 (OD-7) OW-8 (OD-8) OW-9 (OD-9) OW-10 (OD-10)

Gambar III.19 Grafik hasil pengukuran GWL di kaki Bendungan Sutami

III-17
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa sumur/pipa pantau OW-4, OW-5, OW-6,
OW-7, OW-8 dan OW-10 yang awalnya kering, mulai Oktober 2016 sudah berfungsi. Hasil
pengamatan sumur/pipa pantau (observation well) yang masih berfungsi di kaki bendungan,
yaitu: OW-1 s.d OW-10 (Gambar III.20) dapat diketahui bahwa:
a. Ketinggian muka air tanah tergantung dari ketinggian/elevasi muka tanah, muka air
tanah pada alur sungai asli selalu lebih rendah dibandingkan yang berada di bukit
tumpuan.
b. Naik turunnya muka air tanah tidak terlalu berpengaruh dengan naik turunnya muka air
waduk atau relatif tetap.
c. Pengukuran tanggal 19 Oktober 2016 pada OW-3 dan OW-9 menunjukkan adanya
anomali. Hal tersebut dikarenakan pada tanggal 18 Oktober 2016 curah hujan harian di
sekitar bendungan sangat tinggi. Berdasarkan pemantauan di Stasiun Karangkates
besarnya curah hujan harian mencapai 85 mm.
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa open standpipe W-3 dan W-5 relatif dalam
kondisi kering pada elevasi 220,64 m dan 190,25 m yang kemungkinan disebabkan elevasi
dasar open standpipe tersebut berada pada dasar timbunan dan posisinya semakin ke hilir.
Selain itu, open standpipe W-1 juga dalam kondisi kering di elevasi 264,90 m pada bulan
Desember 2015 s.d Januari 2016 yang disebabkan tinggi muka air waduk lebih rendah dari
pada elevasi dasar open standpipe. Hasil pengamatan sumur/pipa pantau (open standpipe)
yang masih berfungsi di tubuh bendungan (Gambar III.20) menunjukkan bahwa pengaruh
fluktuatif muka air waduk relatif besar pada sumur/pipa pantau W-1, relatif kecil pada
sumur/pipa pantau W-2, dan relatif tetap (tidak terpengaruh muka air waduk) pada
sumur/pipa pantau W-4.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN SEEPAGE WATER TABLE (SWT)


BENDUNGAN SUTAMI
310 0
305
300 100
295
200
290
285 300
280
275 400
270
500
265
Curah Hujan (mm)

260 600
Elevasi (m)

255
250 700
245
240 800
235
900
230
225 1.000
220
215 1.100
210
1.200
205
200 1.300
195
190 1.400

Curah Hujan Bulanan (mm) El. Muka Air (m) W-1… W-2… W-4…

Gambar III.20 Grafik hasil pengukuran SWT pada tubuh Bendungan Sutami
III-18
4. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Pada Bendungan Sutami terdapat 72 patok/titik pantau, yaitu: 6 (enam) patok di puncak
bendungan, 20 patok di lereng hilir bendungan, dan 46 (empat puluh enam) patok tambahan
di hilir bendungan. Hasil Pengukuran deformasi arah vertikal (penurunan) dapat dilihat pada
Gambar III.21 berikut.

Grafik Historis Penurunan Crest Settlement Point


Bendungan Sutami
0,040 May-96

Dec-07
0,030

Nov-08
0,020
Nov-09
0,010
Nov-10

0,000
Delta Penurunan (m)

Nov-11

-0,010 Nov-12

-0,020 Nov-13

Nov-14
-0,030
Sep-15
-0,040
Dec-15
-0,050
Sep-16

-0,060 Nov-16

-0,070 Dec-16

Crest Surface Settlement Point

Gambar III.21 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Sutami
Berdasarkan hasil pengukuran deformasi arah vertikal (penurunan) pada Triwulan IV 2016
pada patok geser P-1 s.d P-6 dan ST-1 s.d ST-5 (Gambar III.21) menunjukkan bahwa
penurunan terbesar terjadi di patok P-3 sebesar ΔZ = -0,0515 m dibandingkan dengan
kondisi awal, dengan batas maksimum yang diizinkan sebesar ±1,000 m. Sehingga sampai
dengan saat ini dapat disimpulkan bahwa struktur tubuh Bendungan Sutami masih aman
terhadap pengaruh deformasi. Sebagai catatan yang dimaksud kondisi awal adalah
pengukuran yang dilaksanakan tahun 1996 karena hasil pengukuran pada saat pemasangan
tidak ada.
5. Dial indicator (pemantau perkembangan retakan)
Terdapat 6 (enam) dial indicator yang dipasang pada Bendungan Sutami, 3 (tiga) buah
dipasang di lapisan permukaan perkerasan jalan puncak bendungan (test pit ke-1, 2 dan 3),
sedangkan 3 (tiga) buah lainnya dipasang di dalam test pit ke-1 (dua buah pada kedalaman
±1,5 m dan satu buah pada kedalaman ±3 m).
Dari hasil pembacaan dial indicator pada lapisan permukaan perkerasan jalan puncak
bendungan dan di dalam test pit ke-1 (Gambar III.22 dan Gambar III.23) dapat diketahui
bahwa perkembangan lebar retakan dipengaruhi oleh fluktuasi muka air waduk, semakin
rendah muka air waduk maka retakan yang terjadi semakin lebar atau semakin tinggi muka
air waduk maka retakan yang terjadi semakin sempit/kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan selama satu siklus muka air waduk, diketahui bahwa
hipotesis awal oleh Komisi Keamanan Bendungan yang menyatakan bahwa retakan yang

III-19
terjadi diperkirakan akibat proses loading dan unloading (fluktuasi muka air waduk) adalah
benar.

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA TMA WADUK DENGAN PERKEMBANGAN RETAKAN


PADA PUNCAK BENDUNGAN SUTAMI
280,00 3,50

3,00

275,00
2,50

2,00
270,00

Perkembangan Retakan (mm)


1,50

1,00
265,00

0,50
TMA Waduk (m)

260,00 0,00

-0,50

255,00
-1,00

-1,50
250,00
-2,00

-2,50
245,00

-3,00

240,00 -3,50

Waktu Pengamatan (Tanggal)

TMA Waduk (m) Dial Gauge Test Pit I (mm) Dial Gauge Test Pit II (mm) Dial Gauge Test Pit III (mm)

Gambar III.22 Grafik hasil pemantauan perkembangan retakan pada permukaan jalan
puncak Bendungan Sutami

GRAFIK HUBUNGAN TMA WADUK DENGAN PERKEMBANGAN RETAKAN


DI DALAM TEST PIT I BENDUNGAN SUTAMI
275,00 3,00

2,00

270,00

1,00

0,00
Perkembangan Retakan (mm)

265,00
TMA Waduk (m)

-1,00

260,00
-2,00

-3,00
255,00

-4,00

250,00 -5,00

TMA Waduk (m) Dial Gauge I (mm) Dial Gauge II (mm) Dial Gauge III (mm)

Gambar III.23 Grafik hasil pemantauan perkembangan retakan pada Test Pit I puncak
Bendungan Sutami

III-20
3.2.3. Kondisi Waduk
Waduk Sutami dimanfaatkan untuk perikanan darat, sehingga terdapat beberapa keramba dan
jaring apung. Namun, untuk menjaga kualitas air waduk dilakukan pemantauan kualitas air secara
rutin. Adapun kondisi Waduk Sutami adalah sebagai berikut:

1. Operasi Waduk
Pola Operasi Waduk dan Alokasi Air (POWAA) Musim Hujan Tahun 2016/2017 dan Musim
Kemarau Tahun 2017 mengacu pada Cetak Sementara Rencana Alokasi Air Tahunan
(RAAT) Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Tahun 2016/2017 yang berlaku mulai 1
Desember 2016 – 30 November 2017 yang disusun oleh Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai Brantas, sedangkan format cetak resmi masih
dalam proses pengesahan/penetapan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.

POLA VS AKTUAL
OPERASI WADUK SUTAMI-LAHOR TAHUN 2016-2017
275,00 300,00

270,00 250,00
Elevasi Muka Air Waduk (m)

265,00 200,00

Debit (m3/det)
260,00 150,00

255,00 100,00

250,00 50,00

245,00 0,00
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember
Bulan
Pola Elevasi (m) Aktual Elevasi (m) HWL (El. 272,50 m) LWL Normal (El. 260,00 m) LWL Siaga Kering (El. 246,00 m)
Pola Debit Inflow (m3/det) Akt. Debit Inflow (m3/det) Pola Debit Outflow (m3/det) Akt. Debit Outflow (m3/det)

Gambar III.24 Grafik operasi Waduk Sutami-Lahor Tahun 2016/2017


Data hasil monitoring sampai dengan Dasarian III bulan Desember 2016 (Gambar III.24)
menunjukkan bahwa operasional Waduk Sutami berada 0,89 m di atas pola. TMA waduk
Dasarian III bulan Desember 2016, yaitu: pola +263,00 m, sedangkan aktualnya +263,89 m.

2. Kapasitas Tampungan Waduk


Berdasarkan hasil pengukuran sounding tahun 2015, diketahui bahwa kapasitas tampungan
mati Waduk Sutami adalah 26,93 juta m3 atau 29,93% dari kapasitas tampungan mati awal
(90 juta m3), kapasitas tampungan efektif adalah 160,437 juta m3 atau 63,41% dari kapasitas
tampungan efektif awal (253 juta m3) dan kapasitas tampungan total adalah 187,37 juta m3
atau 54,63% dari kapasitas tampungan total awal (343 juta m3).

Dari Gambar III.25 dapat dilihat bahwa profil memanjang waduk dari Sungai Brantas semakin
lama semakin mengalami pendangkalan, sesuai dengan hasil perhitungan kapasitas waduk
yang menunjukkan kapasitas yang semakin kecil. Hal tersebut diakibatkan laju sedimentasi
pada Bendungan Sutami cukup tinggi.

III-21
Grafik Historis Profil Memanjang Dasar Waduk Sutami
280

275
HWL = 272.50 m
270

265

260

255

250
LWL = 246.00 m
245

240
TMA (m)

235
Intake PLTA El. 232,600
230

225

220

215

210

205

200
13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1
Panjang profil(km)

Original River Bed 1977 1982 1994 1997


1999 2002 2003 2004 2006
2007 2009 2011 2014 2016
HWL LWL

Gambar III.25 Grafik historis elevasi dasar Waduk Sutami

3.3. Bendungan Lahor

3.3.1. Pemeriksaan Visual


Secara umum kondisi puncak bendungan pada Triwulan IV 2016 dalam kondisi baik, lapisan jalan
beraspal tampak rata/tidak bergelombang, tidak ada retakan, pagar pengaman (parapet hulu
bendungan dan guardrail hilir bendungan) tampak lurus dan saluran drainase juga berfungsi
dengan baik. Jalan puncak bendungan biasa digunakan sebagai jalan umum yang dilalui
kendaraan bermotor, seperti: sepeda motor dan mobil pribadi.

Pada lereng hulu bendungan (di atas permukaan air) dan lereng hilir bendungan yang dilindungi
batu kosong (rip rap) secara umum baik, tidak terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan,
lubang-lubang binatang, ataupun gejala pelapukan, kecuali adanya tumbuhan liar di beberapa
lokasi yang pembersihannya dilakukan secara rutin.

Bukit tumpuan/tebing kanan dan kiri bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya
rembesan (daerah basah), longsoran, liang binatang, erosi permukaan, jalan ternak dan lain-lain.
Terdapat tumbuhan liar pada beberapa lokasi, tetapi bukan merupakan daerah basahan.

Foto-foto kondisi terkini Bendungan Lahor dapat dilihat pada Gambar III.26 berikut.

III-22
Puncak bendungan Lereng hulu

Lereng hilir Tumpuan kiri (sisi hilir)

Tumpuan kanan (sisi hilir) Spillway

Gambar III.26 Foto-foto kondisi Bendungan Lahor Triwulan IV 2016


3.3.2. Hasil Pemantauan Instrumentasi Bendungan
1. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pada Bendungan Lahor terdapat 18 titik pantau tekanan air pori berupa vibrating wire
piezometer yang terpasang di 3 (tiga) bidang irisan melintang bendungan, masing-masing 6
(enam) titik di sisi kiri (HP-1 s.d. HP-6) dan 6 (enam) titik di bagian tengah (HP-7 s.d. HP-12)
serta 6 (enam) titik (HP-13 s.d. HP-18) di sisi kanan. Pada bulan Desember 2014 terdapat
kerusakan pada 17 (tujuh belas) piezometer, sehingga hanya 1 (satu) piezometer yang masih
berfungsi, yaitu piezometer HP-2. Menurut informasi petugas lapangan dan BMKG
Karangkates, hal ini kemungkinan disebabkan oleh dampak sambaran petir yang terjadi di
sekitar lokasi bendungan pada akhir bulan November 2014.
Berdasarkan hasil pemantauan dari piezometer yang masih berfungsi (Gambar III.27 dan
Gambar III.28), menunjukkan bahwa tekanan air pori tidak dipengaruhi oleh perubahan TMA
waduk, hal ini dimungkinkan karena elevasi tip PPM yang masih berfungsi berada di bawah
sehingga kurang dan tidak dipengaruhi muka air waduk.
III-23
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)
UPSTREAM BENDUNGAN LAHOR
310 0
305
300 100
295
290
200
285
Elevasi Waduk/ PPM (m)

Curah Hujan (mm)


280
300
275
270
400
265
260
500
255
250
245 600

240
235 700

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) VWP-1 VWP-3

Gambar III.27 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Lahor sisi hulu

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


DOWNSTREAM BENDUNGAN LAHOR
280 0

270 100

260 200

Curah Hujan (mm)


Elevasi/ PPM (m)

250 300

240 400

230 500

220 600

210 700

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) VWP-2 VWP-4 VWP-10 VWP-12 VWP-14 VWP-16 VWP-18

Gambar III.28 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Lahor sisi hilir
Garis freatik untuk Bendungan Lahor tidak bisa digambarkan karena PPM yang berfungsi
hanya 1 (satu) titik. Dari hasil penggambaran berdasarkan hasil bacaan terakhir bulan
September 2014 (Gambar III.29), pada umumnya garis freatik relatif memotong/menembus
masuk zona lulus air (filter) kemudian mulai menurun pada zona inti (core) dan akhirnya turun
setelah melalui zona lulus air (filter) menuju drainase toe dam.

III-24
SKALA
+277.50 +277.50
HWL +272.70 0 5 10 15 20 m
El. +268,05
0 kPa

1:1
LWL +253.00 .9
2.2
1:

.86
- -
+ 248.00 1:1

.3
.8

:0

1:0
HP 5 HP 6

1
+240.00

1:0
- - + 238.00

1 : 0.2
4 HP 3 HP 4
3 2

.3
3

1 : 0.2
- -2,02 + 228.00
Cofferdam HP 1 HP 2

2.2
1: 1
4 2 4 +216.00
1 2 2 2
+209.00 +209.00
+205.00 +205.00

assumed rock line curtain grout

original river bed line

Ket: Semua piezometer tidak ada respon/bacaan error mulai bulan Desember 2014, kecuali HP-2

Gambar III.29 Garis freatik pada tubuh Bendungan Lahor tanggal 27 Desember 2014
Dari Gambar III.30 diketahui bahwa pada beberapa titik pengamatan setelah satu siklus
penuh (tahunan), elevasi muka air pada piezometer kembali pada elevasi awal pada saat
muka air waduk yang sama dan memiliki trend grafik yang relatif konstan. Namun, pada
beberapa titik yang lain bersifat sebaliknya. Mulai tahun 2015 tidak dapat diketahui
karakteristiknya disebabkan piezometer rusak.
275,00 275,00
275,00
273,00 272,50 272,50
271,00 270,00 270,00
269,00
TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)


TMA Waduk (m)

267,50 267,50
267,00
265,00 265,00 265,00

263,00 262,50 262,50


261,00 260,00 260,00
259,00
257,50 257,50
257,00
255,00 255,00 255,00
238 240 242 244 246 224 225 226 227 228 240 245 250 255 260

Piezometer (HP-2, Meter)


Piezometer (HP-1, Meter) Piezometer (HP-3, Meter)
VWP-2 (2013) VWP-2 (2014)
VWP-1 (2012) VWP-1 (2013) VWP-1 (2014) VWP-2 (2015) VWP-2 (2016) VWP-3 (2012) VWP-3 (2013) VWP-3 (2014)

275,00 275,00 275,00

272,50 272,50 272,50

270,00 270,00 270,00


TMA Waduk (m)
TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)

267,50 267,50 267,50

265,00 265,00 265,00

262,50 262,50 262,50

260,00 260,00 260,00

257,50 257,50 257,50

255,00 255,00 255,00


238 239 240 241 242 243 244 255 260 265 270 275 280 230 240 250 260

Piezometer (HP-4, Meter) Piezometer (HP-11, Meter) Piezometer (HP-12, Meter)

VWP-4 (2012) VWP-4 (2013) VWP-4 (2014) VWP-12 (2012) VWP-12 (2013) VWP-12 (2014)
VWP-11 (2012) VWP-11 (2013) VWP-11 (2014)

Gambar III.30 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Lahor


2. Debit rembesan (seepage/leakage/spring water)
Pada Bendungan Lahor terdapat 4 lokasi pemantau/pengukur debit rembesan, yaitu: kaki
bendungan (toe dam) untuk mengukur debit seepage yang berasal dari tubuh/pondasi
bendungan, bukit tumpuan kiri (left bank) dan bukit tumpuan kanan (right bank) serta jalan
kereta api (railway) untuk mengukur debit spring water. Pengukuran debit dilakukan dengan
V-Notch, kecuali yang di bukit tumpuan kanan dengan menggunakan container.
Berdasarkan hasil pemantauan debit rembesan (Gambar III.31 dan Gambar III.32)
menunjukkan kondisi normal, tidak terjadi fluktuasi yang berarti, besarnya masih di bawah
ambang batas maksimum yang diizinkan.
III-25
GRAFIK HASIL PENGUKURAN SEEPAGE/LEAKAGE WATER
BENDUNGAN LAHOR
275 0
273 50
271 100
269 150
267 200
Elevasi (m)

Curah Hujan (mm)


265 250
263 300
261 350
259 400
257 450
255 500

Curah Hujan Bulanan (mm) TMA Waduk (m)

1.200

1.000

800
Spring Water (l/menit)

600

400

200

Toe Dam Right Bank Left Bank Bts Mak (Toe Dam)

Gambar III.31 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (seepage/leakage water)


Bendungan Lahor
Kenaikan/penurunan debit rembesan seiring dengan kenaikan/penurunan elevasi muka air
waduk dan curah hujan yang terjadi. Dari batas maksimum yang diizinkan di toe dam adalah
sebesar 1.105,20 liter/menit, debit rembesan maksimum di toe dam pada Triwulan IV 2016
adalah sebesar 792,83 liter/menit (12 Oktober 2016) pada TMA +268,77 m dengan kondisi
air rembesan terlihat jernih. Untuk besaran debit di kaki bukit tumpuan kanan (right bank)
dan bukit tumpuan kiri (left bank) termasuk di jalan kereta api (railway) berfluktuasi karena
dipengaruhi oleh curah hujan yang terjadi.
Dari Gambar III.32 dapat dilihat bahwa pada beberapa pengukuran hasilnya di atas batas
maksimum yang diijinkan. Hal tersebut diakibatkan saluran pada railway juga merupakan
saluran drainase sekitar sehingga apabila pengukuran dilaksanakan pada musim hujan,
maka debit yang diukur bercampur dengan air hujan.
Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sample air rembesan Bendungan Lahor
di lokasi toe dam/ downstream pada tanggal 31 November 2016 pukul 11.00 WIB. Hasil uji
kualitas air rembesan di laboratorium adalah sebagai berikut: suhu= 26,0°C; pH= 7,5; DHL=
295 µmhos/cm; kekeruhan= 0,45 mg/L; Cl= 11,8 mg/L; Na+= 0,92 mg/L; K+= 0,497 mg/L;
Mg2+= 9,092 mg/L; Ca2+ =21,55; CO3= 46,5 mg/L; HCO3= 47,3 mg/L. Berdasarkan Standar

III-26
Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas air rembesan di
Bendungan Lahor masih normal atau memenuhi standar.
Sehingga sesuai hasil pemeriksaan visual dan pengukuran debit rembesan sampai dengan
saat ini dapat disimpulkan bahwa Bendungan Lahor masih aman terhadap pengaruh
rembesan.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN SPRING WATER


BENDUNGAN LAHOR
275 0
273 50
271 100
269 150
267 200
Elevasi (m)

Curah Hujan (mm)


265 250
263 300
261 350
259 400
257 450
255 500

GRAFIK HASIL PENGUKURAN SPRING WATER


BENDUNGAN
Curah Hujan Bulanan (mm) LAHOR TMA Waduk (m)

6.000

5.000

4.000
Seapage/Leakage Water (l/menit)

3.000

2.000

1.000

Railway Bts Mak (Railway)

Gambar III.32 Grafik hasil pengukuran debit rembesan (spring water) Bendungan Lahor
3. Muka air tanah (ground water level)
Pada Bendungan Lahor terdapat 11 lokasi/buah sumur/pipa pantau (observation well/hole),
4 (empat) lokasi berada bukit tumpuan kiri/ left bank (W-1 s.d W-4), 4 (empat) lokasi di bukit
tumpuan kanan/ right bank (W-1 s.d W-4) dan 3 (tiga) lokasi di bukit tumpuan kanan di dekat
plunge pool (W-1 s.d W-3). Dari 11 buah sumur/ pipa pantau yang terpasang, terdapat 9
(sembilan) buah yang masih berfungsi, yaitu: W-1 (RB) s.d W-4 (RB), W-1 s.d W-3 (LB), W-
1 (PP) dan W-4 (LB) sebelumnya kering mulai normal kembali pada bulan Januari 2016,
sedangkan 2 (dua) buah lainnya rusak/hilang.

III-27
Data hasil pemantauan (Gambar III.33) menunjukkan bahwa kondisi normal, naik turunnya
muka air tanah lebih dominan dipengaruhi oleh kondisi musim (curah hujan).

GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL (GWL)


BENDUNGAN LAHOR
300 0

290 100

280 200
Elevas Waduk/ Ground Water Level i (m)

270 300

Curah Hujan (mm)


260 400

250 500

240 600

230 700

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) W-1 (Plunge Pool) W-1 (R/B)
W-2 (R/B) W-3 (R/B) W-4 (R/B) W-1 (L/B)
W-2 (L/B) W-3 (L/B) W-4 (L/B)

Gambar III.33 Grafik hasil pengukuran muka air tanah Bendungan Lahor
4. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Pada Bendungan Lahor terdapat 30 patok/titik pantau, yaitu: 5 patok di puncak bendungan
(P-1 s.d P-5), 4 patok di lereng hulu (LH-13 s.d LH-16) dan 21 patok di lereng hilir bendungan
(LH-1 s.d LH-12, SP-1 s.d SP-9).

Grafik Historis Penurunan Crest Settlement Point


Bendungan Lahor
0,015

0,010

0,005

0,000
Delta Penurunan (m)

-0,005

-0,010

-0,015

-0,020

-0,025

-0,030

Crest Settlement Point


May-96 Dec-07 Nov-08 Nov-09 Nov-10 Nov-11 Nov-12 Nov-13 Nov-14 Sep-15 Nov-15 Sep-16 Dec-16

Gambar III.34 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) Bendungan Lahor


III-28
Berdasarkan hasil pengukuran deformasi arah vertikal (penurunan) Triwulan IV 2016 (Gambar
III.34) menunjukkan bahwa penurunan terbesar terjadi di patok LH-14 sebesar ΔZ = -0,041 m
dibandingkan dengan kondisi awal, dengan batas maksimum yang diizinkan sebesar ±0,740 m.
Sehingga sampai dengan saat ini disimpulkan bahwa struktur tubuh Bendungan Lahor masih
aman terhadap pengaruh deformasi. Sebagai catatan yang dimaksud kondisi awal adalah pengu-
kuran yang dilaksanakan tahun 1996 karena hasil pengukuran pada saat pemasangan tidak ada.
3.3.3. Kondisi Waduk
Waduk Lahor dimanfaatkan untuk perikanan darat, sehingga terdapat beberapa keramba dan
jaring apung. Namun, untuk menjaga kualitas air waduk dilakukan pemantauan kualitas air secara
rutin. Adapun kondisi Waduk Lahor adalah sebagai berikut:
1. Operasi Waduk
Operasional Waduk di Bendungan Lahor dikendalikan melalui Bendungan Sutami karena
Waduk Bendungan Sutami dan Waduk Bendungan Lahor saling terhubung. Pada kondisi
normal pintu terowong penghubung (gate shaft) selalu terbuka penuh. Waduk Lahor akan
melimpah bila TMA waduk berada di atas mercu pelimpah (272,70 m).
2. Kapasitas Tampungan Waduk
Berdasarkan hasil pengukuran sounding tahun 2014 diketahui bahwa kapasitas tampungan
mati Waduk Lahor adalah 4,53 juta m3 atau 67,61% dari kapasitas tampungan mati awal
(6,70 juta m3), kapasitas tampungan efektif adalah 25,516 juta m3 atau 833,39% dari
kapasitas tampungan efektif awal (29,40 juta m3) dan kapasitas tampungan total adalah
29,046 juta m3 atau 80,46% dari kapasitas tampungan total (36,10 juta m3).
GRAFIK HISTORIS PROFIL MEMANJANG DASAR WADUK LAHOR
280

275
HWL = 272,70 m
270

265

260
LWL = 253,00 m
255

250
Elevasi (m)

245

240

235

230

225

220

215

210
7 6 5 4 3 2 1 0 -1
Jarak (km)
Pengukuran Th. 1994 Pengukuran Th. 1997 Pengukuran Th. 1999 Pengukuran Th. 2002 Pengukuran Th. 2009
Pengukuran Th. 2011 Pengukuran Th. 2014 HWL LWL

Gambar III.35 Grafik Historis Elevasi Dasar Waduk Lahor


Dari Gambar III.35 dapat dilihat bahwa profil memanjang waduk dari Sungai Lahor semakin
lama semakin mengalami pendangkalan, sehingga sesuai dengan hasil perhitungan
kapasitas waduk yang menunjukkan kapasitas yang semakin kecil. Hal tersebut diakibatkan
laju sedimentasi pada Bendungan Lahor cukup tinggi.
III-29
3.4. Bendungan Wlingi

3.4.1. Pemeriksaan Visual


Secara umum kondisi puncak bendungan pada Triwulan IV 2016 dalam kondisi baik, lapisan jalan
beraspal tampak rata/tidak bergelombang, tidak ada retakan, tidak terlihat adanya amblesan,
pagar pengaman tampak lurus dan saluran drainase juga berfungsi dengan baik.
Pada lereng hulu bendungan yang dilindungi rip rap (di atas permukaan air) secara umum baik,
tidak terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan ataupun lubang-lubang/liang binatang,
kecuali adanya beberapa lokasi yang terdapat tumbuhan liar yang biasa dilakukan pembersihan
secara rutin. Rip-rap pada lereng hulu bendungan tampak tidak mengunci satu sama lain.
Menurut informasi petugas lapangan, hal tersebut telah terjadi sejak awal konstruksi bendungan.
Foto-foto kondisi terkini Bendungan Wlingi dapat dilihat pada Gambar III.36 berikut.

Puncak bendungan Lereng hulu

Lereng hilir Hilir Bendungan

Pintu spillway Kondisi Waduk


Gambar III.36 Foto-foto kondisi Bendungan Wlingi Triwulan IV 2016

III-30
Pada lereng hilir bendungan yang dilindungi gebalan rumput (sod facing) secara umum cukup
baik, tidak terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan, lubang-lubang/liang binatang,
tumbuhan liar, rembesan, jalan ternak, sembulan air (boiling) ataupun daerah basah yang luas.
Namun, pada beberapa lokasi gebalan rumput tampak menipis/terkikis akibat erosi.

Bukit tumpuan/tebing kanan dan kiri bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya
rembesan (daerah basah), longsoran, liang binatang, erosi permukaan dan lain-lain.

3.4.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan


1. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pada Bendungan Wlingi terdapat 8 (delapan) titik pantau tekanan air pori berupa vibrating
wire piezometer yang terpasang di 2 bidang irisan melintang bendungan, masing-masing 4
titik di sisi kiri (P-1 s.d. P-4) dan 4 titik (P-5 s.d. P-8) di sisi kanan. Dari 8 (delapan) titik pantau
yang ada, 4 (empat) titik tidak memberikan respon, yaitu P-1, P-3, P-4, dan P-8 dikarenakan
rusak. Untuk P-1, P-3, dan P-8 mulai rusak pada bulan November 2016. Berdasarkan data
hasil pemantauan dari 7 (tujuh) titik yang masih berfungsi (Gambar III.37 dan Gambar III.38)
menunjukkan kondisi normal, tidak terjadi anomali.

Garis freatik (Gambar III.39) relatif memotong/menembus masuk zona lulus air (rolled tuff
sand gravel) kemudian mulai menurun pada zona inti (core) dan terus bergerak turun dan
akhirnya masuk ke drainase toe dam. Hal ini menunjukkan sistem drainase berfungsi dengan
baik dan tekanan air pori atau garis freatik masih mengikuti pola yang normal.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


UPSTREAM BENDUNGAN WLINGI
175 0

170 80

165 160

160 240

155 320
Curah Hujan (mm)
Elevasi (m)

150 400

145 480

140 560

135 640

130 720

125 800

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P-1 P-3 P-5 P-7

Gambar III.37 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wlingi (hulu)

III-31
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)
DOWNSTREAM BENDUNGAN WLINGI
175 0

170 80

165 160

160 240

Curah Hujan (mm)


155 320
Elevasi/ PPM (m)

150 400

145 480

140 560

135 640

130 720

125 800

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P-2 P-6 P-8

Gambar III.38 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wlingi (hilir)

Rip-rap Crest EL.167.00 ? Toe drain (Ø600 drain pipe)


LWL.162.00 HWL.163.50 0 kPa EL. +162,75
Sod facing
50 kPa
1:3,5 1:2
1:2,5 SG .5 Counter weight
.9 EL.150.50
1:1 Tuff SG
1:0.1
1:0.1

EL.148.00 1:1 Tuff SG P-03 P-04


EL+147.00 EL.146.00
.5
Blanket
- -
Filter
P-01 P-02
EL+137.00
SG
- 59,79

Mix SG Toe drain outlet


Core Relief well (Ø600 drain pipe)
(Ø=100)
EL.117.50
EL.115.00

SKALA
Curtain grout Cross Section A
0 5 10 15 20 m

EL.87.50

Gambar III.39 Garis freatik tubuh Bendungan Wlingi tanggal 25 Desember 2016

Dari Gambar III.40 diketahui bahwa grafik histerisis piezometer pada Bendungan Wlingi tidak
menunjukkan suatu trend. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan karena Waduk Wlingi
merupakan waduk harian yang beroperasi dari HWL ke LWL dengan siklus harian.

III-32
163,80 163,80 163,80

163,60 163,60 163,60

163,40 163,40 163,40

TMA Waduk (m)


TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)


163,20 163,20 163,20

163,00 163,00 163,00

162,80 162,80 162,80

162,60 162,60 162,60

162,40 162,40 162,40


143,0 144,0 145,0 146,0 147,0 148,0 149,0 140,0 140,5 141,0 141,5 142,0 142,5 143,0 143,5 144,0 145,0 146,0 147,0 148,0 149,0

Piezometer (P-1, Meter) Piezometer (P-2, Meter) Piezometer (P-3, Meter)

P-1 (2013) P-1 (2014) P-2 (2013) P-2 (2014) P-3 (2013) P-3 (2014)
P-1 (2015) P-1 (2016) P-2 (2015) P-2 (2016) P-3 (2015) P-3 (2016)

163,80 163,80 163,80

163,60 163,60 163,60

163,40 163,40 163,40

TMA Waduk (m)


TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)


163,20 163,20 163,20

163,00 163,00 163,00

162,80 162,80 162,80

162,60 162,60 162,60

162,40 162,40 162,40


138,0 139,0 140,0 141,0 142,0 143,0 129,0 129,5 130,0 130,5 131,0 131,5 145,5 146,0 146,5 147,0 147,5 148,0 148,5 149,0

Piezometer (P-5, Meter) Piezometer (P-6, Meter) Piezometer (P-07, Meter)

P-5 (2013) P-5 (2014) P-6 (2013) P-6 (2014) P-7 (2013) P-7 (2014)

P-5 (2015) P-5 (2016) P-6 (2015) P-6 (2016) P-7 (2015) P-7 (2016)

Gambar III.40 Garis histerisis tekanan air pori Bendungan Wlingi

2. Debit rembesan (seepage)


Pada Bendungan Wlingi terdapat 4 (empat) lokasi pemantau/pengukur debit rembesan,
yaitu: di Relief Gallery (RG), Vertical Shaft (VS), 2 (dua) buah Observation Pit (OP), yaitu:
Observation Pit Left (OPL) dan Observation Pit Right (OPR). Bangunan ukur debit rembesan
berupa ambang tajam (Cipoletti).
Berdasarkan histerisis data debit rembesan (Gambar III.41) menunjukkan kondisi normal,
tidak terjadi fluktuasi yang berarti, besarnya masih di bawah ambang batas maksimum yang
diizinkan.
Tidak ada rembesan yang terjadi di Observation Pit Right (OPR) mulai akhir September
2015, hal ini disebabkan pemasangan bangunan ukur rembesan OPR yang baru, lokasinya
terlalu ke hilir dan kedudukannya terlalu tinggi sehingga aliran menjadi berbalik arah (back
water) atau kemungkinan menyatu ke Observation Pit Left (OPL). Besarnya debit rembesan
maksimum yang terjadi di OPL pada Triwulan IV 2016 adalah 806,00 liter/menit (25
Desember 2016) pada TMA +162,75 m, lebih kecil dari pada debit maksimum yang diizinkan
di OPR yaitu 1.869,00 liter/menit.
Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sample air rembesan Bendungan
Wlingi di lokasi Observation Pit Right (OPR) pada tanggal 7 November 2016 pukul 12.25
WIB. Hasil uji kualitas air rembesan di laboratorium adalah sebagai berikut: suhu= 28,8°C;
pH = 7,6; DHL= 431 µmhos/cm; kekeruhan= 8 mg/L; Cl= 25,8 mg/L; K+= 0,052 mg/L; Mg2+
=0,12; Ca2+= 0,303 mg/L; CO3 = 60,0 mg/L; HCO3= 61,0 mg/L; Na+ tidak terdeteksi.
Berdasarkan Standar Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas
air rembesan di Bendungan Wlingi masih normal atau memenuhi standar. Sehingga sesuai

III-33
hasil pemeriksaan visual dan pengukuran debit rembesan sampai dengan saat ini dapat
disimpulkan bahwa Bendungan Wlingi masih aman terhadap pengaruh rembesan.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN DEBIT SEEPAGE/LEAKAGE/SPRING WATER


163,60
BENDUNGAN WLINGI 0
163,50
80
163,40
163,30
160

Curah Hujan (mm)


163,20
Elevasi (m)

163,10 240
163,00
320
162,90
162,80
400
162,70
162,60 480

GRAFIK HASIL PENGUKURAN DEBIT SEEPAGE/LEAKAGE/SPRING WATER


C. Hujan (mm)BENDUNGAN WLINGI El. Muka Air (m)
2.000

1.800

1.600

1.400
Seapage/Leakage (l/menit)

1.200

1.000
Elevasi (m)

800

600

400

200

OPL VS RG Batas Maks (OPR)

Gambar III.41 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Wlingi

3. Muka air tanah (ground water level)


Tinggi muka air tanah di sekitar bendungan diamati melalui beberapa sumur/pipa pantau
(observation well/open standpipe) yang diletakkan di daerah spillway sebanyak 10 buah (SP)
dan di tepi sungai sebelah kanan sebanyak 25 buah dengan kode CP dan RA.
Dari sejumlah 10 buah sumur/pipa pantau di daerah spillway, ada 7 (tujuh) buah yang masih
berfungsi dengan baik, yaitu: SP-1 s.d. SP-5, SP-7 dan SP-11. Sedangkan dari sejumlah 25
buah sumur/pipa pantau dengan kode CP dan RA, saat ini tinggal 6 buah sumur/pipa pantau
yang masih berfungsi dengan baik, yaitu: CP-1, CP-2, CP-7, RA-1, RA-4 dan RA-5. Dari hasil
pengukuran terakhir diketahui bahwa sumur/pipa pantau CP-7 semula normal berubah da-
lam kondisi kering mulai bulan Oktober 2013 kemungkinan rusak, sedangkan sumur pantau
SP-7 dalam kondisi kering pada bulan Oktober 2014 s.d Desember 2015 dan Maret s.d 22
September 2016 dan sumur pantau SP-11 dalam kondisi kering pada bulan Maret 2016.
Berdasarkan data historis debit yang ada (Gambar III.42) menunjukkan kondisi normal,
berfluktuatif sesuai muka air waduk.

III-34
GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL
BENDUNGAN WLINGI
165 0

163 75

160 150

158 225

155 300

Curah Hujan (mm)


Elevasi (m)

153 375

150 450

148 525

145 600

143 675

140 750

138 825

135 900

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) SP - 7 SP - 11 CP - 1 CP - 2 CP - 7 CP - 10 RA - 1 RA - 4 RA - 5

Gambar III.42 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Wlingi
4. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Pada Bendungan Wlingi terdapat 28 patok/titik pantau, yaitu: 4 patok di puncak bendungan
(DA-2 s.d DD-2), 9 di lereng hulu (DA-1 s.d WR-11 s.d WR-15) dan 15 patok di lereng hilir
bendungan (DA-3 s.d DD-3, WR-1 s.d WR-10, WL-2). Kondisi semua patok baik, kecuali
patok WR-15 dan WL-2 hilang/rusak.

Grafik Historis Penurunan Crest Settlement Point


Bendungan Wlingi
0,020 Mei 1996

Des 2007

0,010
Nov 2008

Nov 2009
0,000

Nov 2010
Delta Penurunan (m)

-0,010 Nov 2011

Nov 2012
-0,020
Nov 2013

-0,030 Nov 2014

Sep 2015

-0,040
Okt 2015

Sep 2016
-0,050

Nov 2016
Crest settlement point

Gambar III.43 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Wlingi
Berdasarkan hasil pengukuran deformasi vertikal (penurunan) Triwulan IV 2016 (Gambar
III.43) menunjukkan bahwa penurunan terbesar terjadi di WR-14 sebesar -0,087 m

III-35
dibandingkan pengukuran sebelumnya. Penurunan maksimum yang diizinkan ±0,260 m.
Sehingga sampai dengan saat ini struktur tubuh Bendungan Wlingi masih dalam kondisi
aman. Sebagai catatan yang dimaksud kondisi awal adalah pengukuran yang dilaksanakan
tahun 1996 karena hasil pengukuran pada saat pemasangan tidak ada.
3.4.3. Kondisi Waduk
Waduk Wlingi merupakan waduk harian, PLTA Wlingi dioperasikan pada saat beban puncak.
Untuk menambah usia Waduk Wlingi telah dilaksanakan kegiatan rutin berupa pengerukan dan
pembuatan check dam. Selain itu, untuk menjaga kualitas air waduk juga telah dilakukan
pemantauan kualitas air secara rutin. Kondisi Waduk Wlingi adalah sebagai berikut:
1. Operasi Waduk
Waduk Wlingi merupakan waduk harian yang dioperasikan setiap hari antara elevasi LWL
+162,00 m dan HWL +163,50 m. Air waduk tersebut harus digunakan secara optimal untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi daerah irigasi Lodagung dan pembangkit tenaga listrik PLTA
Wlingi yang sekaligus digunakan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di daerah hilir.
Debit air waduk yang dikeluarkan melalui intake irigasi untuk memenuhi kebutuhan air di
daerah irigasi Lodagung dan yang dikeluarkan melalui PLTA Wlingi besarnya adalah sesuai
dengan debit yang disepakati dalam rapat Panitia Tata Pengaturan Air yang dituangkan
dalam Pola Operasi Waduk atau berdasarkan revisi pola operasi waduk yang telah disepakati
oleh instansi terkait.
2. Kapasitas Tampungan Waduk
Berdasarkan hasil pengukuran sounding tahun 2013, diketahui bahwa kapasitas tampungan
mati adalah 2,81 juta m3 atau 14,93% dari kapasitas tampungan mati awal (18,80 juta m3),
kapasitas tampungan efekfif Waduk Wlingi adalah 2,048 juta m3 atau 39,38% dari kapasitas
tampungan efektif awal (5,20 juta m3), dan kapasitas tampungan total adalah 4,854 juta m3
atau 20,23% dari kapasitas tampungan total awal (24 juta m3).
GRAFIK HISTORIS PROFIL MEMANJANG DASAR WADUK WLINGI
165

HWL = 163,50 m
163
LWL = 162,00 m
161

159

157
ELEVASI ( M )

155

153

151

149

147

145
12000 11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Jarak (m)

Original Th. 1982 Elevasi Th. 1989 Elevasi Th. 2001 Tahun 2009 Tahun 2010
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 HWL LWL

Gambar III.44 Grafik historis elevasi dasar Waduk Wlingi


III-36
Dari Gambar III.44 dapat dilihat bahwa profil memanjang waduk, dari Sungai Brantas
semakin lama semakin mengalami pendangkalan, sehingga sesuai dengan hasil perhitungan
kapasitas waduk yang menunjukkan kapasitas yang semakin kecil. Hal tersebut diakibatkan
laju sedimentasi pada Bendungan Wlingi sangat tinggi. Pengerukan dan flushing telah
dilaksanakan setiap tahun. Namun, hal tersebut hanya sedikit mengurangi pendangkalan
yang terjadi di waduk.

3.5. Bendungan Selorejo


3.5.1. Pemeriksaan Visual
Secara umum kondisi puncak bendungan pada Triwulan IV 2016 dalam kondisi baik, lapisan jalan
beraspal tampak rata/tidak bergelombang, tidak ada retakan, tidak terlihat adanya amblesan dan
pagar pengaman di sisi hulu (parapet) tampak lurus/baik. Foto-foto kondisi Bendungan Selorejo
dapat dilihat pada Gambar III.45 berikut.

Puncak Bendungan Lereng Hulu

Lereng Hilir Tumpuan Kanan sisi Hilir

Tumpuan waduk sisi Kanan Pintu Spillway


Gambar III.45 Foto-foto kondisi Bendungan Selorejo Triwulan IV 2016
III-37
Pada puncak bendungan telah dilakukan perbaikan saluran drainase di bagian puncak sisi hilir
dengan tujuan agar air hujan dari puncak tidak langsung mengalir ke lereng hilir dan dipasang
pagar pengaman sisi hilir (handrail) sebagai pengaman pada akhir tahun 2015. Jalan puncak
bendungan yang sebelumnya digunakan sebagai jalan umum yang dilalui truk penambang pasir
(bahan galian golongan C), saat ini telah dibuatkan jalur alternatif yang diresmikan pada bulan
Januari 2016.
Pada lereng hulu bendungan yang dilindungi rip rap (di atas permukaan air) secara umum cukup
baik, tidak terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan, gejala pelapukan ataupun lubang-
lobang/liang binatang, kecuali adanya beberapa lokasi yang terdapat tumbuhan liar yang biasa
dilakukan pembersihan secara rutin.
Pada lereng hilir bendungan yang dilindungi gebalan rumput (sod facing) secara umum baik, tidak
terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan, lobang-lobang/liang binatang, erosi permukaan
ataupun boiling/sembulan air.
Bukit tumpuan/tebing kanan dan kiri bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya
rembesan (daerah basah), longsoran, liang binatang ataupun erosi permukaan, kecuali adanya
beberapa lokasi yang terdapat tumbuhan liar yang biasa dilakukan pembersihan secara rutin.
3.5.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan
1. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pada Bendungan Selorejo terdapat 12 titik pantau/pengukur tekanan air pori berupa vibrating
wire piezometer (P-01 s.d. P-12) yang terpasang menyebar di 3 (tiga) bidang potongan
melintang tubuh bendungan. Dari 12 titik yang terpasang, saat ini terdapat 6 titik pantau yang
tidak berfungsi, yaitu: P-01, P-02 dan P-04 di cross section A, P-06 dan P-07 di cross section
B, serta P-12 di section C yang kemungkinan disebabkan terjadinya kerusakan pada sensor.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


UPSTREAM BENDUNGAN SELOREJO
625 0

620 125

615 250
Curah Hujan (mm)
Elevasi (m)

610 375

605 500

600 625

595 750

590 875

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P-03 P-05 P-09 P-11

Gambar III.46 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di Bendungan Selorejo bagian hulu
III-38
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)
DOWN STREAM BENDUNGAN SELOREJO
625 0

620 125

615 250

Curah Hujan (mm)


Elevasi/ PPM (m)

610 375

605 500

600 625

595 750

590 875

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P-08 P-10 P-12

Gambar III.47 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di Bendungan Selorejo bagian hilir
Berdasarkan data hasil pemantauan dari 7 (tujuh) titik PPM yang masih berfungsi (Gambar
III.46 dan Gambar III.47) menunjukkan kondisi normal, tidak terjadi anomali.
Pada umumnya garis freatik pada tubuh bendungan (Gambar III.48) relatif memotong/
menembus masuk zona lulus air (fine to coarse) kemudian mulai menurun pada zona inti
(tuff sand) dan turun setelah berada di zona lulus air (fine sand and gravel) dan akhirnya
masuk ke drainase toe dam. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi Bendungan Selorejo masih
aman terhadap tekanan air pori.

SKALA
+625,00 EL 625.00
HWL. +622.00 EL. +617,27 m 0 5 10 15 20 m
0 kPa
,0 Tuff sand
50 kPa 1:3 1:
2,3
bble
and co 1:2
,4 +610,00
Bou
lder SL12 SL11 + 605.00 1:3
- 10,96 ,0
LWL. +598.00 Pervious SL9 SL10 + 595.00
55,27 47,18
+595,00 +595,00
Fine to coarse Fine to coarse 1:3
fine to coarse 1:3 ,0
Coffer dam ,0
Fine sand and gravel
1:3
,0

Stripped Line
Original grand line

Gambar III.48 Garis freatik pada tubuh Bendungan Selorejo tanggal 24 Desember 2016
Dari Gambar III.49 diketahui bahwa pada beberapa titik pengamatan setelah satu siklus
penuh (tahunan), elevasi muka air pada piezometer kembali pada elevasi awal pada saat
muka air waduk yang sama dan memiliki trend grafik yang relatif konstan. Namun, pada
beberapa titik yang lain bersifat sebaliknya.

III-39
624 624 624

622 622 622

620 620 620

TMA Waduk (m)


TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)


618 618 618

616 616 616

614 614 614

612 612 612

610 610 610


593,00 593,50 594,00 594,50 595,00 595,50 596,00 604 605 606 607 608 609 610 611 594 595 596 597 598 599 600 601

Piezometer (P-02, Meter) Piezometer (P-03, Meter) Piezometer (P-05, Meter)


P-02 (2013) P-02 (2014) P-03 (2013) P-03 (2014) P-05 (2013) P-05 (2014)
P-02 (2015) P-02 (2016) P-03 (2015) P-03 (2016) P-05 (2015) P-05 (2016)

624 624 624

622 622 622

620 620 620

TMA Waduk (m)


TMA Waduk (m)
TMA Waduk (m)

618 618 618

616 616 616

614 614 614

612 612 612

610 610 610


602 603 604 605 606 607 608 609 610 594595596597598599600601602603604605606607608609610611612 594 596 598 600 602 604 606 608 610 612 614

Piezometer (P-08, Meter) Piezometer (P-09, Meter) Piezometer (P-10, Meter)

P-08 (2013) P-08 (2014) P-09 (2013) P-09 (2014) P-10 (2013) P-10 (2014)

P-08 (2015) P-08 (2016) P-09 (2015) P-09 (2016) P-10 (2015) P-10 (2016)

Gambar III.49 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Selorejo


2. Debit rembesan (seepage/leakage/spring water)
Pada Bendungan Selorejo terdapat sistem drainase dengan beberapa lokasi pemantau/
pengukur debit rembesan di Bendungan Selorejo, antara lain:
a. West C-Area, C-Area, SP-4, SP-5, LA-1, LA-2 dan LDS untuk left abutment
b. Toe drain untuk right abutment (tumpuan kanan) dan dam body (tubuh bendungan);
c. RA untuk right abutment (tumpuan kanan);
d. Lokasi “Rembesan Baru”.
Berdasarkan historis data debit rembesan (Gambar III.50) menunjukkan kondisi normal, tidak
terjadi fluktuasi yang berarti, dengan hasil pengukuran sebagai berikut:
a. Total debit rembesan maksimum di toe drain, west C-area, C-area dan RA adalah
sebesar 662,70 liter/menit (27 November 2016) pada TMA +617,24 m, lebih kecil
dibandingkan debit rembesan total maksimum yang diizinkan sebesar 1.631 liter/menit1.
b. Debit rembesan maksimum yang terjadi di toe drain adalah sebesar 284,88 liter/menit
(17 November 2016) pada TMA +617,14 m, lebih kecil dibandingkan debit rembesan
yang terjadi di toe drain pada awal operasi tahun 1975 sebesar 1.375 liter/menit2.
c. Debit rembesan maksimum yang terjadi di C-area sebesar 245,74 liter/menit (27
November 2016) pada TMA +617,24 m, lebih kecil dibandingkan debit rembesan yang
terjadi di C-area pada awal operasi tahun 1975 sebesar 645,00 liter/menit.
d. Debit rembesan maksimum yang terjadi di west C-area sebesar 65,80 liter/menit (17
November 2016) pada TMA +617,14 m, lebih kecil dibandingkan debit rembesan yang
terjadi di west C-area pada awal operasi tahun 1975 sebesar 204,00 liter/menit.
Mulai bulan Maret 2015, tidak ada aliran rembesan pada lokasi “Rembesan Baru” dan
saluran rembesan yang menjadi lokasi pengukuran tertimbun longsoran sisa-sisa material
letusan Gunung Kelud setiap kali terjadi hujan. Selain itu, lokasi rembesan RA juga tidak ada
aliran (kering) pada bulan Oktober s.d Desember 2015. Hal ini kemungkinan disebabkan
elevasi waduk berada pada muka air rendah (LWL).

1
Buku Panduan RTD Bendungan Selorejo, Juli 2002
2Selorejo
Leakage Problem, Nippon Coei Co. LTD, 23 Oktober 1975
III-40
GRAFIK HASIL PENGUKURAN SEEPAGE/LEAKAGE WATER
BENDUNGAN SELOREJO
624,00 0

622,00 80

620,00 160

Curah Hujan (mm)


Elevasi (m)

618,00 240

616,00 320

614,00 400

612,00 480

610,00 560
GRAFIK HASIL PENGUKURAN SEEPAGE/LEAKAGE WATER
BENDUNGAN SELOREJO
Curah Hujan (mm) TMA Waduk (m)

1.800
1.630,8 l/menit

1.600

1.400

1.200
Seapage/Leakage (l/menit)

1.000

800

600

400

200

SP-4 SP-5 LA.1


LA.2 LDS Toe Drain
WC.Area C.Area RA
Rembesan Baru Total (Toe Drain, WC-Area, C-Area, RA) Batasan Maksimum

Gambar III.50 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Selorejo
Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sample air rembesan Bendungan
Selorejo di lokasi toe drain, C-area dan WC-area pada tanggal 8 November 2016. Hasil uji
kualitas air rembesan di laboratorium seperti pada Tabel III.2 di bawah ini:
Tabel III.2 Hasil uji Kualitas air rembesan di Bendungan Selorejo
Suhu pH DHL Kekeruhan Cl Na+ K+ Mg2+ Ca2+ CO3 HCO3
No. Lokasi
°C NTU mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
1. Toe Drain 25,3 7,8 382 8,00 15,9 0,139 0,860 0,092 0,043 54 54,9
2. C-Area 25,5 7,9 497 1,00 14,9 0,142 0,850 0,092 0,025 60 61,0
3. WC-Area 25,9 7,7 430 2,00 14,9 0,146 0,853 0,098 tt 63 64,1

Berdasarkan Standar Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas
air rembesan di Bendungan Selorejo masih normal atau memenuhi standar. Sehingga sesuai
hasil pemeriksaan visual dan pengukuran debit rembesan sampai dengan saat ini dapat
disimpulkan bahwa Bendungan Selorejo masih aman terhadap pengaruh rembesan.

III-41
3. Muka air tanah (ground water level)
Pada Bendungan Selorejo, tinggi muka air tanah dimonitor melalui sekitar 25 sumur/pipa
pantau (observation well/open standpipe), baik di tubuh bendungan maupun di luar
bendungan dengan kode SR (bukit tumpuan kanan), SL (tubuh bendungan dan bukit
tumpuan kiri), SB, FC, LA dan LDS (bukit tumpuan kiri), kecuali SL-4 dan SL-5 berada di
tubuh bendungan (sisi hilir). Semuanya masih berfungsi dengan baik.
GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL (SL)
BENDUNGAN SELOREJO
625 0

620
125

615

250

Curah Hujan (mm)


610
Elevasi (m)

375
605

600
500

595
625

590

750
585

580 875

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) SL - 3 SL - 4 SL - 5 SL - 7 SL - 10 SL - 11 SL - B SL-C

Gambar III.51 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo kode SL
GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL (FC, SR)
BENDUNGAN SELOREJO
625 0

620
125

615

250
Curah Hujan (mm)

610
Elevasi (m)

375
605

600
500

595
625

590

750
585

580 875

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) FC- 01 FC - 02 SR - 02 SR - 03 SR - 05 SR - 08 SR - 09

Gambar III.52 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo kode FC
dan SR
III-42
Berdasarkan hasil pemantauan (Gambar III.51 s.d Gambar III.54) menunjukkan kondisi
normal, tidak terjadi fluktuasi yang berarti. Hasil pengamatan sumur/pipa pantau LDS-1 s.d
LDS-3, SB-9, SL-C, SR-8 dan SR-9 relatif tetap atau tidak terpengaruh dengan fluktuasi
muka air waduk, sedangkan yang lain terpengaruh dengan fluktuasi muka air waduk.
GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL (SB)
BENDUNGAN SELOREJO
625 0

620 125

615 250

Curah Hujan (mm)


Elevasi (m)

610 375

605 500

600 625

595 750

590 875

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) SB - 04 SB - 06 SB - 07 SB - 09 SB - 10 SB - 11 SB - 12

Gambar III.53 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo dengan
kode SB
GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL (LDS)
BENDUNGAN SELOREJO
625 0

620
125

615

250
Curah Hujan (mm)
610
Elevasi (m)

375
605

600
500

595
625

590

750
585

580 875

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) LDS - 1 LDS - 2 LDS - 3

Gambar III.54 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Selorejo dengan
kode LDS
III-43
4. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Pada Bendungan Selorejo terdapat 26 patok/titik pantau, yaitu: 7 patok di lereng hulu (ST-5,
ST-6, ST-10, ST-11, ST-13, ST-14, B-6) dan 19 patok di lereng hilir bendungan (SL-1 s.d SL-
15, ST-15, ST-12, ST-9, A-9).

Grafik Historis Surface Settlement Point


Bendungan Selorejo
0,100
May-96

Dec-07
0,080
Nov-08

0,060 Nov-09

Nov-10
Delta Penurunan (m)

0,040
Nov-11

Nov-12
0,020
Nov-13

0,000 Nov-14

Sep-15

-0,020 Sep-16

Nov-16
-0,040

Surface Settlement Point

Gambar III.55 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Selorejo
Berdasarkan hasil pengukuran deformasi arah vertikal (penurunan) Triwulan IV 2016 pada
patok SL-1 s.d SL-15 (Gambar III.55) menunjukkan bahwa penurunan terbesar terjadi di
patok SL-5 sebesar ΔZ = -0,036 m dibandingkan dengan kondisi awal, dengan batas
maksimum yang diizinkan sebesar ±0,460 m. Sehingga sampai dengan saat ini dapat
disimpulkan bahwa struktur tubuh Bendungan Selorejo masih aman terhadap pengaruh
deformasi. Sebagai catatan yang dimaksud kondisi awal adalah pengukuran yang
dilaksanakan tahun 1996 karena hasil pengukuran pada saat pemasangan tidak ada.
3.5.3. Kondisi Waduk
Waduk Selorejo merupakan waduk tahunan (waduk multiguna). Untuk mengurangi laju sedimen
Waduk Selorejo telah dilaksanakan kegiatan rutin berupa penghijauan, pengerukan dan
pembuatan check dam dan gully plug. Selain itu, untuk menjaga kualitas air waduk juga telah
dilakukan pemantauan kualitas air secara rutin. Kondisi Waduk Selorejo adalah sebagai berikut:
1. Operasi Waduk
Pola Operasi Waduk dan Alokasi Air (POWAA) Musim Hujan Tahun 2016/2017 dan Musim
Kemarau Tahun 2017 mengacu pada Cetak Sementara Rencana Alokasi Air Tahunan
(RAAT) Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Tahun 2016/2017 yang berlaku mulai 1
Desember 2016 – 30 November 2017 yang disusun oleh Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai Brantas, sedangkan format cetak resmi masih
III-44
dalam proses pengesahan/penetapan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
POLA VS AKTUAL
OPERASI WADUK SELOREJO TAHUN 2016-2017
625,00 31,00

620,00 27,00

HWL ( Muka air Tinggi ) +622.00 m HWL (Muka Air Tinggi) El. 622,00 m
615,00 23,00
Elevasi Muka Air Waduk (m)

Debit (m3/det)
610,00 19,00
LWL (Muka Air Normal) El. 606,00 m
605,00 LWL ( Operasi Normal) +606.00 m
15,00

600,00 LWL (Siaga Kekeringan) +598.00 m 11,00


LWL (Siaga Kekeringan) El. 598,00 m

595,00 7,00

590,00 3,00
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember
Bulan
Pola Elevasi (m) Aktual Elevasi (m) HWL (El. 622,00 m) LWL Normal (El. 606,00 m) LWL Siaga Kering (El. 598,00 m)
Pola Debit Inflow (m3/det) Akt. Debit Inflow (m3/det) Pola Debit Outflow (m3/det) Akt. Debit Outflow (m3/det)

Gambar III.56 Grafik operasi Waduk Selorejo Tahun 2016/2017


Data hasil monitoring sampai dengan Dasarian III bulan Desember 2016 (Gambar III.56)
menunjukkan bahwa TMA Waduk Selorejo berada 1,54 m di bawah pola (Pola +616,53 m,
Aktual +614,99 m).
2. Kapasitas Tampungan Waduk
Berdasarkan hasil pengukuran sounding tahun 2014 diketahui bahwa kapasitas tampungan
mati Bendungan Selorejo adalah 1,49 juta m3 atau 12,24% dari kapasitas tampungan mati
awal (12,20 juta m3), kapasitas tampungan efektif adalah 33,32 juta m3 atau 66,51% dari
kapasitas tampungan efektif awal (50,10 juta m3) dan kapasitas tampungan total adalah
34,815 juta m3 atau 55,88% dari kapasitas tampungan total awal (62,30 juta m3).

GRAFIK HISTORIS PROFIL MEMANJANG DASAR WADUK SELOREJO


(SUNGAI KONTO)
630

625

620

615

610
Elevasi (m)

605

600
Intake
+597,00
595

590

585

580
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Jarak (km)
Original Kali Konto Pengukuran Th. 1997 Pengukuran Th. 1999 Pengukuran Th. 2003 Pengukuran Th. 2009
Pengukuran Th. 2011 Pengukuran Th. 2014 HWL LWL

Gambar III.57 Grafik historis elevasi dasar Waduk Selorejo ruas Sungai Konto

III-45
GRAFIK HISTORIS PROFIL MEMANJANG DASAR WADUK SELOREJO
(SUNGAI KWAYANGAN)
625

620

615

610
Elevasi (m)

605

600
Intake
595 +597,00

590

585

580
4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Original Kali Kwayangan Pengukuran Th. 1997
Jarak (km) Pengukuran Th. 1999
Pengukuran Th. 2003 Pengukuran Th. 2009 Pengukuran Th. 2011
Pengukuran Th. 2014 HWL LWL

Gambar III.58 Grafik historis elevasi dasar Waduk Selorejo ruas Sungai Kwayangan

3.6. Bendungan Wonorejo

3.6.1. Pemeriksaan Visual


Secara umum kondisi puncak bendungan pada Triwulan IV 2016 dalam kondisi cukup baik, pagar
pengaman (guard rail) tampak lurus, saluran drainase puncak bendungan berfungsi dengan baik,
lampu penerangan juga dalam kondisi bagus, serta terdapat beberapa rambu
peringatan/larangan di sepanjang puncak bendungan, baik di sisi hulu maupun hilir. Namun,
lapisan permukaan jalan beraspal tampak tidak rata/bergelombang, terdapat genangan air jika
terjadi hujan di beberapa tempat dan terdapat retakan memanjang di puncak bendungan sisi hilir
sepanjang ±150 m (antara Sta-7 s.d Sta-10) dan lebar 0,30-0,50 cm. Menurut informasi petugas
lapangan, kondisi tersebut telah terjadi pada saat selesai konstruksi dan diperkirakan akibat
proses konsolidasi. Penanganan dan kajian terhadap retakan tersebut telah selesai dilakukan
pada akhir tahun 2015.

Pada lereng hulu (di atas permukaan air) dan lereng hilir bendungan yang dilindungi rip rap
secara umum baik, tidak terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan, lubang-lubang/liang
binatang ataupun tumbuhan liar.

Bukit tumpuan/tebing kanan dan kiri bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya
rembesan (daerah basah), longsoran, liang binatang, erosi permukaan ataupun jalan ternak,
kecuali adanya beberapa lokasi yang terdapat tumbuhan liar yang biasa dilakukan pembersihan
secara rutin.

Foto-foto kondisi terkini Bendungan Wonorejo dapat dilihat pada Gambar III.59 di bawah ini.

III-46
Puncak Bendungan Lereng Hulu (sisi kanan)

Lereng Hulu (sisi kiri) Lereng Hilir (sisi kanan)

Lereng Hilir (sisi kiri) Saluran Spillway


Gambar III.59 Foto-foto kondisi Bendungan Wonorejo Triwulan IV 2016
3.6.2. Pemantauan Instrumentasi Bendungan
1. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pada Bendungan Wonorejo terdapat 2 (dua) jenis/tipe piezometer di Bendungan Wonorejo,
yaitu: hydraulic piezometer yang dipasang di bawah inspection gallery (W-1 s.d. W-26) dan
di spillway (SW-1 s.d. SW-6) serta vibrating wire piezometer yang dipasang di tubuh
bendungan (P-1 s.d. P-18) dan di cut of wall (CW-1 s.d CW-12). Berdasarkan hasil
pemantauan (Gambar III.62 dan Gambar III.63) menunjukkan bahwa:
a. Inspection gallery (hydraulic piezometer)
Berdasarkan Laporan Kajian Pelaksanaan Pengisian Bendungan Wonorejo (2002)
diketahui bahwa dari 26 piezometer (W-1 s.d. W-26) yang terpasang terdapat 8
piezometer, yaitu: W-1, W-2, W-3, W-4, W-7, W-15, W-17 dan W-25 yang sejak awal
pemasangan tidak memberikan respon.
Sedangkan berdasarkan hasil pemantauan Triwulan IV 2016 diketahui bahwa
piezometer W-1 s.d W-7, W-11, W-13 s.d W-15, W-17, W-21 dan W-25 yang semula
menunjukkan bacaan relatif tetap/tidak ada respon mulai ada perubahan mengikuti
fluktuasi muka air waduk pada bulan September 2015.
III-47
Grafik hasil pengukuran tekanan pori di inspection gallery Bendungan Wonorejo dapat
dilihat pada Gambar III.60 s.d Gambar III.62 berikut.

HYDRAULIC PIEZOMETER RECORD


"INSPECTION GALLERY"
BENDUNGAN WONOREJO
200 0

180 100
Elevasi (m)

Curah Hujan (mm)


160 200

140 300

120 400

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 W9

Gambar III.60 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori W1 – W9 di inspection galery
Bendungan Wonorejo
HYDRAULIC PIEZOMETER RECORD
"INSPECTION GALLERY"
BENDUNGAN WONOREJO
200 0

180 100

160 200
Elevasi (m)

Curah Hujan (mm)

140 300

120 400

100 500

80 600

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) W 10 W 11 W 12 W 13 W 14 W 15 W 16 W 17 W 18

Gambar III.61 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori W10 – W18 di inspection galery
Bendungan Wonorejo
III-48
HYDRAULIC PIEZOMETER RECORD
"INSPECTION GALLERY"
BENDUNGAN WONOREJO
200 0

180 100

160 200
Elevasi (m)

Curah Hujan (mm)


140 300

120 400

100 500

80 600

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) W 19 W 20 W 21


W 22 W 23 W 24 W 25 W 26

Gambar III.62 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori W19 – W26 di inspection galery
Bendungan Wonorejo
b. Spillway (hydraulic piezometer)
Berdasarkan Laporan Kajian Pelaksanaan Pengisian Bendungan Wonorejo (2002)
diketahui bahwa 2 (dua) piezometer yang ditanam dibawah spillway (SW-3 dan SW-4)
dari 6 (enam) piezometer yang terpasang kurang berfungsi dengan baik (tidak ada
respon/relatif tetap). Hal ini diduga disebabkan oleh tersumbatnya pori-pori mata
piezometer oleh bentonit pada saat pemasangannya. Hal tersebut kemungkinan juga
bisa terjadi pada 4 (empat) piezometer yang lain (SW-1, SW-2, SW-5, SW-6).

HYDRAULIC PIEZOMETER RECORD


"SPILLWAY"
BENDUNGAN WONOREJO
200 0

180 100
Elevasi (m)

Curah Hujan (mm)

160 200

140 300

120 400

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) SW 1 SW 2 SW 3 SW 4 SW 5 SW 6

Gambar III.63 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di spillway Bendungan Wonorejo
III-49
Berdasarkan hasil pengukuran sampai dengan Triwulan IV 2016, hasil bacaan pada
piezometer SW-1 s.d SW-4 relatif tetap/tidak berpengaruh terhadap fluktuasi muka air
waduk, sedangkan SW-5 dan SW-6 berada di atas muka air waduk mulai bulan
September 2015.
Dari Gambar III.64 diketahui bahwa pada beberapa titik pengamatan setelah satu siklus
penuh (tahunan), elevasi muka air pada piezometer kembali pada elevasi awal pada
saat muka air waduk yang sama dan memiliki trend grafik yang relatif konstan. Namun,
pada beberapa titik yang lain bersifat sebaliknya.
185 185

180 180

175

TMA Waduk (m)


175
TMA Waduk (m)

170 170

165 165

160 160

155 155
169,70 169,80 169,90 170,00 170,10 171,15 171,20 171,25 171,30 171,35 171,40

Hydraulic Piezometer (SW-1, Meter) Hydraulic Piezometer (SW-2, Meter)

SW-1 (2013) SW-1 (2014) SW-2 (2013) SW-2 (2014)


SW-1 (2015) SW-1 (2016) SW-2 (2015) SW-2 (2016)

185 185

180 180

175
TMA Waduk (m)

175
TMA Waduk (m)

170 170

165 165

160 160

155 155
172,75 172,80 172,85 172,90 172,95 173,00 173,05 174,00 174,20 174,40 174,60 174,80 175,00

Hydraulic Piezometer (SW-3, Meter) Hydraulic Piezometer (SW-4, Meter)

SW-3 (2013) SW-3 (2014) SW-4 (2013) SW-4 (2014)


SW-3 (2015) SW-3 (2016) SW-4 (2015) SW-4 (2016)
185 185

180 180

175
TMA Waduk (m)

175
TMA Waduk (m)

170 170

165 165

160 160

155 155
170,00 175,00 180,00 185,00 170,00 175,00 180,00 185,00 190,00

Hydraulic Piezometer (SW-5, Meter) Hydraulic Piezometer (SW-6, Meter)

SW-5 (2013) SW-5 (2014) SW-6 (2013) SW-6 (2014)


SW-5 (2015) SW-5 (2016) SW-6 (2015) SW-6 (2016)

Gambar III.64 Grafik histerisis hydraulic piezometer Bendungan Wonorejo


c. Tubuh Bendungan (vibrating wire piezometer)
Dari 18 piezometer yang terpasang, hasil bacaan kedelapan belas piezometer relatif
konstan mulai bulan Juli 2013. Sedangkan mulai bulan April 2014, bacaan piezometer
di tubuh bendungan menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan pengukuran
sebelumnya dan beberapa melebihi muka air waduk, sehingga bacaan dihilangkan.
Menurut petugas lapangan, hal ini disebabkan adanya pergantian data logger baru dari
proyek DOISP mengingat data logger sebelumnya rusak dan tidak adanya initial reading
data logger baru tersebut. Saat ini, data mate/data logger baru tersebut rusak mulai akhir
bulan September 2015.

III-50
GRAFIK HASIL PENGUKURAN VIBRATING WIRE PIEZOMETER
"MAIN DAM" BENDUNGAN WONOREJO
200 0

50

100
175

150
TMA Waduk (m)

Curah Hujan (mm)


200
150
250

300

125
350

400

100 450

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P-1 P-2 P-3


P-4
GRAFIK
P-5
HASIL PENGUKURAN
P-6
VIBRATINGPWIRE
-7
PIEZOMETER
P-8
"MAIN DAM" BENDUNGAN WONOREJO
200 0

50

100
175

150
TMA Waduk (m)

Curah Hujan (mm)


200
150
250

300

125
350

400

100 450

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) P-9 P - 10 P - 11 P - 12


P - 13 P - 14 P - 15 P - 16 P - 17 P - 18

Gambar III.65 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wonorejo
d. Cut of wall (vibrating wire piezometer)
Dari hasil pemantauan terhadap 12 piezometer yang terpasang menunjukkan bahwa
pengaruh fluktuatif TMA waduk relatif kecil (bacaan relatif tetap). Mulai bulan April 2014,
bacaan piezometer di cut of wall menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan
pengukuran sebelumnya dan beberapa melebihi muka air waduk, sehingga bacaan
dihilangkan. Menurut petugas lapangan, hal ini disebabkan adanya pergantian data
logger baru dari proyek DOISP mengingat data logger sebelumnya rusak dan tidak

III-51
adanya initial reading data logger baru tersebut. Saat ini, data mate/data logger baru
tersebut rusak mulai akhir bulan September 2015.
Dikarenakan kerusakan data mate/data logger yang baru, maka analisis dan evaluasi
vibrating wire piezometer di tubuh bendungan dan cut of wall tidak bisa dilakukan.
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER
"CUT OF WALL" BENDUNGAN WONOREJO
200,00 0

180,00 120
TMA Waduk (m)

Curah Hujan (mm)


160,00 240

140,00 360

120,00 480

100,00 600

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) CW-1 CW-2 CW-3 CW-4 CW-5
CW-6 CW-7 CW-8 CW-9 CW-10 CW-11 CW-12

Gambar III.66 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di cut of wall Bendungan Wonorejo
2. Tekanan tanah total (earth pressure meter)
Dari 27 alat yang terpasang (E-1.1 s.d E-1.3, E-2.1 s.d E-2.3, E-3.1 s.d E-3.3, E-4.1 s.d E-
4.3, E-5.1 s.d E-5.3, E-6.1 s.d E-6.3, E-7.1 s.d E-7.3, E-8.1 s.d E-8.3, E-9.1 s.d E-9.3),
berdasar hasil pengukuran terakhir (awal bulan April 2014) terdapat beberapa alat yang
memberikan nilai negatif, yaitu: E-7.1 s.d E-7.3 dan E-9.2 s.d E-9.3.
Berdasarkan Laporan Kajian Pelaksanaan Pengisian Bendungan Wonorejo Tulungagung -
Jawa Timur, Agustus 2002 yang dilakukan oleh Balai Keamanan Bendungan menyatakan
bahwa hasil pengukuran earth pressure meter dianggap meragukan, hasil pembacaan
tekanan tanah total yang ditanam di zona rockfill selalu lebih kecil dari perkiraan tegangan
lapangan (overburden pressure). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh:
 Ukuran batu tidak proporsional dengan permukaan cell tekanan tanah total, sehingga
tidak seluruh beban batu di atas cell diteruskan ke permukaan cell secara merata.
 Adanya rongga/ruangan antara batu-batu, sehingga beban batu pada kedalaman tertentu,
akan sulit diteruskan ke permukaan cell alat tekanan tanah total.
Hasil pembacaan tekanan tanah total yang ditanam pada zona inti juga menunjukkan hasil
lebih kecil dari perkiraan tegangan lapangan (overburden pressure), bahkan lebih kecil
dibandingkan yang di tanam pada zona rock fill. Hal tersebut diduga disebabkan oleh:
 Adanya “local arching action” di atas cell alat.

III-52
 Beban tanah di atas cell tidak dapat diteruskan secara sempurna, akibat tanah dimana
cell diletakkan masih mengalami penurunan konsolidasi.
Mulai akhir bulan April 2014, bacaan earth pressure meter menunjukkan nilai yang lebih
besar dibandingkan pengukuran sebelumnya, sehingga bacaan dihilangkan (Gambar III.67).
Menurut petugas lapangan, hal ini disebabkan adanya pergantian data logger baru dari
proyek DOISP mengingat data logger sebelumnya rusak dan tidak adanya initial reading data
logger baru tersebut. Saat ini, data mate/data logger baru tersebut rusak mulai akhir bulan
September 2015, sehingga nilai earth pressure meter tidak bisa dianalisis.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN "EARTH PRESSURE METER"


BENDUNGAN WONOREJO
600 0
Elevasi (m)/ Earth Pressure Meter (Ton/m2)

480 100

Curah Hujan (mm)


360 200

240 300

120 400

0 500

C. Hujan (mm) GRAFIKEl.HASIL


Muka Air (m)PENGUKURAN
E - 1.1 "EARTH
E - 1.2 PRESSURE
E - METER"
1.3 E - 2.1
E - 2.2 E - 2.3 E - 3.1 E - 3.2 E - 3.3 E - 4.1
E - 4.2 E - 4.3 BENDUNGAN
E - 5.1 WONOREJO
E - 5.2 E - 5.3

600 0
Elevasi (m)/ Earth Pressure Meter (Ton/m2)

480 100
Curah Hujan (mm)

360 200

240 300

120 400

0 500

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) E - 6.1 E - 6.2 E - 6.3


E - 7.1 E - 7.2 E - 7.3 E - 8.1 E - 8.2
E - 8.3 E - 9.1 E - 9.2

Gambar III.67 Grafik hasil pengukuran tekanan tanah pada Bendungan Wonorejo
III-53
3. Debit rembesan (seepage water)
Pada Bendungan Wonorejo terdapat 17 lokasi pemantau rembesan, yaitu: V-1 s.d V-5
(gallery, chamber, spillway), DH-1 s.d DH- 7 (drain holes), Blok 57-58, Blok 56-57, Blok 56,
Blok 55 dan DH-Pricest. Pengukuran debit rembesan dilakukan melalui bangunan ukur V-
Notch atau bak ukur (container).
Hasil pemantauan debit rembesan (Gambar III.68 s.d Gambar III.70) menunjukkan bahwa
besarnya debit rembesan tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi muka air waduk. Total debit
rembesan maksimum yang pernah terjadi adalah sebesar 27,49 liter/detik (4 November
2010), sedangkan total debit rembesan maksimum Triwulan IV 2016 sebesar 19,747
liter/detik (17 November 2016) pada TMA +177,94 m, dengan batas maksimum yang
diizinkan sebesar 35,00 liter/detik. Kondisi rembesan secara visual tampak jernih.
Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sample air rembesan Bendungan
Wonorejo di lokasi Chamber (V-3) pada tanggal 14 Desember 2016 pukul 12.30 WIB. Hasil
uji kualitas air rembesan di laboratorium adalah sebagai berikut: suhu= 27,1°C; pH= 7,3;
DHL= 431 µmhos/cm; kekeruhan= 0,0 NTU; Cl= 11,9 mg/L; Na+ = 0,017 mg/L; K+ = 0,284
mg/L; Mg2+= 24,28 mg/L; Ca2+= 21,48 mg/L; CO3= 60,0 mg/L; HCO3= 61,0 mg/L.
Berdasarkan Standar Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas
air rembesan di Bendungan Wonorejo masih normal atau memenuhi standar. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini Bendungan Wonorejo masih aman terhadap
pengaruh rembesan.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN DEBIT REMBESAN (GALLERY, CHAMBER, SPILLWAY)


BENDUNGAN WONOREJO
200,00 0

175,00

100
150,00
Debit Seepage (liter/detik)

125,00
Elevasi Air Waduk (m)

Curah Hujan (mm)

200

100,00

300
75,00

50,00
400

25,00

0,00 500

Curah Hujan (mm) TMA Waduk (m) Gallery R/S (V-1) Gallery L/S (V-2)
Chamber (V-3) Spillway R/S (V-4) Spillway L/S (V-5)

Gambar III.68 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada gallery, chamber, dan spillway
Bendungan Wonorejo

III-54
GRAFIK HASIL PENGUKURAN DEBIT REMBESAN (DRAIN HOLES)
BENDUNGAN WONOREJO
200,00 0

175,00

100
150,00
Debit Rembesan (liter/detik)

125,00

Curah Hujan (mm)


200
Elevasi (m)

100,00

300
75,00

50,00
400

25,00

0,00 500

Curah Hujan (mm) TMA Waduk (m) DH-1 DH-2 DH-3 DH-4 DH-5 DH-6 DH-7

Gambar III.69 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada drain holes Bendungan
Wonorejo

GRAFIK HASIL PENGUKURAN DEBIT REMBESAN (BLOCK & PRECAST)


BENDUNGAN WONOREJO

200,00 0

175,00 50

100
150,00

150
125,00
Curah Hujan (mm)
Debit (liter/detik)

200
Elevasi (m)

100,00
250

75,00
300

50,00
350

25,00 400

0,00 450

Curah Hujan (mm) TMA Waduk (m) Block 57-58 Block 56-57 Block 56 Block 55 DH Precast

Gambar III.70 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada block dan precast Bendungan
Wonorejo

III-55
4. Muka air tanah (ground water level)
Pada Bendungan Wonorejo terdapat 17 lokasi sumur/pipa pantau (observation holes) yaitu:
12 lokasi di sisi kiri (OH-1 A&B s.d. OH-6 A&B) dan 5 (lima) lokasi di sisi kanan (OH-7 s.d
OH-11), tetapi lokasi OH-3B, OH-6B dan OH-8 sudah tidak berfungsi (rusak). Berdasarkan
hasil pengamatan muka air tanah (Gambar III.71) menunjukkan bahwa pengaruh TMA
waduk relatif kecil terhadap muka air tanah (ground water level).
GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL/OBSERVATION HOLES
BENDUNGAN WONOREJO
200 0

180 100
Tinggi Muka Airi (m)

Curah Hujan (mm)


160 200

140 300

120 400

100 500

GRAFIK
C. Hujan (mm) HASIL PENGUKURAN
El. Muka Air (m) GROUND
OH-1aWATER LEVEL/OBSERVATION
OH-1b HOLES
OH-2a
OH-2b OH-3a BENDUNGAN
OH-4aWONOREJO OH-4b

200 0

180 100
Tinggi Muka Airi (m)

Curah Hujan (mm)

160 200

140 300

120 400

100 500

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) OH-5a OH-5b OH-6a OH-6b

OH-7 OH-8 OH-9 OH-10 OH-11

Gambar III.71 Grafik hasil pengukuran muka air tanah pada Bendungan Wonorejo
III-56
5. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Pada Bendungan Wonorejo terdapat 44 patok/titik pantau, yaitu: 11 patok di puncak
bendungan (CP-1 s.d CP-11), 12 patok di lereng hulu bendungan (SP-1 s.d SP-12) dan 21
patok di lereng hilir bendungan (SP-13 s.d SP-33).
Hasil pengukuran patok settlement Triwulan IV 2016 seperti pada Gambar III.72
menunjukkan bahwa pergeserah arah vertikal (naik-turun) terbesar terjadi di patok SP-28
sebesar ΔZ = -0,740 m (bergeser turun), pergeseran arah melintang bendungan (lereng hulu-
hilir) terbesar terjadi di patok CP-10 sebesar ΔQ = 0,909 m (bergeser ke lereng hilir) dan
pergeseran ke arah memanjang bendungan (tumpuan kanan-kiri) terbesar terjadi di patok
SP-2 dan SP-3 sebesar ΔP = 0,143 m (bergeser ke arah tumpuan kanan) dibandingkan
dengan kondisi awal, dengan batas maksimum yang diizinkan sebesar ±1,230 m. Sehingga
sampai dengan saat ini dapat disimpulkan bahwa struktur tubuh Bendungan Wonorejo masih
aman terhadap pengaruh deformasi.

Grafik Historis Penurunan Crest Settlement Point

0,00

-0,10

-0,20

-0,30
Delta Penurunan (m)

-0,40

-0,50

-0,60

-0,70

Crest Settlement Point


Awal Dec-02 Dec-03 Dec-04 Sep-05 Oct-06 Dec-06 Dec-07 Dec-08 Dec-09 Dec-10

Dec-11 Dec-12 Aug-13 Dec-13 Dec-14 Sep-15 Dec-15 Sep-16 Nov-16 Dec-16

Gambar III.72 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Wonorejo

6. Dial indicator (pemantau perkembangan retakan)


Terdapat 1 (satu) buah dial indicator yang dipasang pada puncak Bendungan Wonorejo. Dari
hasil pembacaan dapat diketahui bahwa perkembangan lebar retakan relatif konstan (tidak
terpengaruh fluktuasi muka air waduk). Pembacaan hasil dial indicator dilakukan setiap hari,
namun mulai Bulan Oktober 2016 pembacaan dilakukan setiap satu minggu sekali. Hasil
pemantauan retakan sampai dengan saat ini dapat dilihat pada Gambar III.73 di bawah ini.

III-57
GRAFIK HUBUNGAN ANTARA TMA WADUK DENGAN PERKEMBANGAN RETAKAN
PADA PUNCAK BENDUNGAN WONOREJO

185,00 0,00

180,00
1,00

175,00

Perkembangan Besaran Retakan (mm)


2,00
170,00
TMA Waduk (m)

165,00 3,00

160,00
4,00

155,00

5,00
150,00

145,00 6,00

Waktu Pengamatan (Tanggal)

TMA Waduk (m) Dial Gauge I (mm)

Gambar III.73 Grafik hasil pengamatan perkembangan retakan pada Bendungan Wonorejo
3.6.3. Kondisi Waduk
Waduk Wonorejo merupakan waduk tahunan yang multiguna. Untuk memantau kualitas air
waduk dilaksanakan pengukuran kualitas air secara rutin. Adapun kondisi Waduk Wonorejo
adalah sebagai berikut:
1. Operasi Waduk
Pola Operasi Waduk dan Alokasi Air (POWAA) Musim Hujan Tahun 2016/2017 dan Musim
Kemarau Tahun 2017 mengacu pada Cetak Sementara Rencana Alokasi Air Tahunan
(RAAT) Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Tahun 2016/2017 yang berlaku mulai 1
Desember 2016 – 30 November 2017 yang disusun oleh Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai Brantas, sedangkan format cetak resmi masih
dalam proses pengesahan/penetapan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
POLA VS AKTUAL
OPERASI WADUK WONOREJO TAHUN 2016-2017
200,00 30,00

HWL (Muka Air Tinggi) El. 183,00 m


180,00 24,00
Elevasi Muka Air Waduk (m)

160,00 18,00
Debit (m3/det)

LWL (Muka Air Normal) El. 153,00 m

140,00 12,00
LWL (Siaga Kekeringan) El. 141,00 m

120,00 6,00

100,00 0,00
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember
Bulan
Pola Elevasi (m) Aktual Elevasi (m) HWL (El. 183,00 m) LWL Normal (El. 153,00 m) LWL Siaga Kering (El. 141,00 m)
Pola Debit Inflow (m3/det) Akt. Debit Inflow (m3/det) Pola Debit Outflow (m3/det) Akt. Debit Outflow (m3/det)

Gambar III.74 Grafik operasi Waduk Wonorejo Tahun 2015/2016


III-58
Data hasil monitoring sampai dengan Dasarian III bulan Desember 2016 (Gambar III.74)
menunjukkan bahwa TMA waduk berada 0,28 m di bawah pola (Pola +176,50 m, Aktual
+176,22 m), sehingga debit outflow ditahan untuk menjaga persediaan air.
2. Kapasitas Tampungan Waduk
Berdasarkan hasil pengukuran sounding tahun 2011 diketahui bahwa kapasitas tampungan
efekfif Waduk Wonorejo adalah 97,091 juta m3 atau 91.60% dari kapasitas tampungan efektif
awal (106 juta m3), kapasitas tampungan mati adalah 10,15 juta m3 atau 63,42% dari
kapasitas tampungan mati awal (16 juta m3) dan kapasitas tampungan total adalah 107,238
juta m3 atau 87,90% dari kapasitas tampungan total awal (122 juta m3).
Dari Gambar III.75 dapat dilihat bahwa profil memanjang waduk dari Sungai Gondang telah
mulai mengalami pendangkalan, tetapi tidak begitu besar. Hal tersebut sesuai dengan hasil
perhitungan kapasitas waduk menunjukkan kapasitas yang semakin kecil dan laju
sedimentasi pada Bendungan Wonorejo cukup tinggi, yaitu sekitar 1,4 juta/tahun.

Grafik Historis Profil Memanjang Dasar Waduk Wonorejo


190,00

180,00

170,00

160,00
Elevasi (m)

150,00

140,00

130,00

120,00

110,00
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Jarak Langsung (m)

2008 2011 HWL LWL Eksisting

Gambar III.75 Grafik historis elevasi dasar Waduk Wonorejo

3.7. Bendungan Bening

3.7.1. Pemeriksaan Visual


Secara umum kondisi puncak bendungan pada Triwulan IV 2016 dalam kondisi baik, lapisan jalan
beraspal tampak rata/tidak bergelombang, tidak terlihat adanya amblesan, pagar pengaman
tampak lurus dan saluran drainase juga berfungsi dengan baik.
Pada lereng hulu bendungan yang dilindungi rip rap (di atas permukaan air) secara umum baik,
tidak terlihat adanya longsoran, amblesan/penurunan, gejala pelapukan lubang-lubang ataupun
tumbuhan liar. Pada lereng hilir bendungan yang dilindungi gebalan rumput (sod facing) secara
III-59
umum baik, tidak terlihat adanya longsoran, lubang-lubang/liang binatang, jalan ternak ataupun
daerah basah yang luas.
Bukit tumpuan/tebing kanan dan kiri bendungan dalam kondisi baik, tidak terlihat adanya
rembesan (daerah basah), longsoran, liang binatang, erosi permukaan dan lain-lain.
Foto-foto kondisi terkini Bendungan Bening dapat dilihat pada Gambar III.76.

Puncak Bendungan Lereng Hulu

Lereng Hilir Pintu Spillway

Kaki Bendungan Spillway

Gambar III.76 Foto-foto kondisi Bendungan Bening Triwulan IV 2016

III-60
Pada awal bulan Desember 2014 ditemukan 2 (dua) jenis retakan pada puncak Bendungan
Bening di dekat spillway, yaitu retakan melintang selebar perkerasan jalan ±5,95 m dengan lebar
retakan antara 0,30-0,50 cm yang berjarak ±9,50 m dari tembok pangkal abutment spillway sisi
kanan dan retakan memanjang pada tepi perkerasan jalan sisi hulu di dekat tangga control house
spillway sepanjang ±6 m dengan lebar retakan antara 0,5-0,7 cm yang berjarak ±6,50 m dari
tembok pangkal abutment spillway sisi kanan. Penanganan berupa pengelupasan dan
pemasangan dial gauge serta kajian (studi georadar) terhadap retakan tersebut telah diuraikan
pada Laporan Triwulan IV 2015.
3.7.2. Pemantauan Instrumentasi
1. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pemantauan dan pengamatan tekanan air pori dilakukan rutin 2 (dua) kali setiap bulan. Pada
Bendungan Bening terdapat 12 titik pantau/pengukur tekanan air pori berupa vibrating wire
piezometer, yaitu: BN-1 s.d. BN-12 yang terpasang menyebar di 3 (tiga) bidang potongan
melintang tubuh bendungan. Dari 12 titik yang terpasang, saat ini hanya 7 (tujuh) titik pantau
yang masih berfungsi normal (ada respon terhadap muka air waduk), sedangkan 5 (lima) titik
pantau yang lain (BN-1, BN-3, BN-6, BN-9 dan BN-12) tidak ada respon/bacaan error.
Berdasarkan hasil pengamatan piezometer yang masih berfungsi (Gambar III.77 dan
Gambar III.78) diketahui bahwa bacaan piezometer tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi
muka air waduk. Piezometer BN-4 dan BN-10 mulai bulan April 2015 lebih kecil dari pada
trend bacaan sebelumnya kemungkinan disebabkan adanya kesalahan pembacaan/
perhitungan atau faktor alat yang rusak, sehingga perlu diverifikasi.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


UPSTREAM BENDUNGAN BENING
115,00 0

110,00 50

100
105,00

150
100,00
Curah Hujan (mm)
Elevasi (m)

200
95,00
250
90,00
300

85,00
350

80,00
400

75,00 450

70,00 500

Curah Hujan (mm) TMA Waduk (m) BN-2 BN-5 BN-10

Gambar III.77 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Bening pada
sisi hulu

III-61
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)
DOWNSTREAM BENDUNGAN BENING
110,00 0

105,00 50

100,00 100

95,00 150

Curah Hujan (mm)


90,00 200
Elevasi (m)

85,00 250

80,00 300

75,00 350

70,00 400

65,00 450

60,00 500

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) BN-4 BN-7 BN-8 BN-11

Gambar III.78 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Bening pada
sisi hilir
Pada umumnya garis freatik pada tubuh bendungan (Gambar III.79) relatif mulai menurun
pada zona inti (core) dan bergerak turun setelah berada di zona lulus air (drain) dan akhirnya
masuk ke drainase toe dam. Hal ini menunjukkan bahwa sistem drainase berfungsi dengan
baik dan tekanan air pori atau garis freatik masih mengikuti pola yang normal. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sampai dengan saat ini Bendungan Bening masih aman terhadap
pengaruh tekanan air pori.

SKALA
0 5 10 15 20 m
+111.60 EL +111.60
HWL. +108.60 EL. +106,89 1:3.0
0 kPa .47
2
1:2
50 kPa 1:2.5
+100.00
HWL. +96.40 1:3.55
1:3.
+93.00 BN10 BN12
EL +91.00
Chimney drain
-24,40
1:4.0 1:2 EL+87.00
EL+85.00 .5 .0
1:2 1:2
1:2 Main coffer dam BN9 BN11 .0
.5 .0 EL +81.00
1:2 41,70 EL+79.00
river deposit Blanket drain
0 Kpa EL+77.50 EL+76.00

Blanket grouting
EL+66.00

Curtain Grouting

downstream l = 30 m
EL+46.00

Upstream l = 40 m
EL+36.00

Gambar III.79 Garis freatik pada tubuh Bendungan Bening Triwulan IV 2016
Dari Gambar III.80 diketahui bahwa pada beberapa titik pengamatan setelah satu siklus
penuh (tahunan), elevasi muka air pada piezometer kembali pada elevasi awal pada saat
muka air waduk yang sama dan memiliki trend grafik yang relatif konstan. Namun, pada
beberapa titik yang lain bersifat sebaliknya.
III-62
110 110 110

108 108 108

106

TMA Waduk (m)


106 106
TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)


104 104 104

102 102 102

100 100 100

98 98 98
90,70 90,80 90,90 91,00 91,10 91,20 91,30 91,40 86,00 88,00 90,00 92,00 94,00 96,00 87 88 89 90 91 92

Piezometer (BN-2, Meter) Piezometer (BN-4, Meter) Piezometer (BN-5, Meter)

BN-2 (2013) BN-2 (2014) BN-4 (2013) BN-4 (2014) BN-5 (2013) BN-5 (2014)
BN-2 (2015) BN-2 (2016) BN-4 (2015) BN-4 (2016) BN-5 (2015) BN-5 (2016)

110 110 110

108 108 108

106 106

TMA Waduk (m)


106
TMA Waduk (m)

TMA Waduk (m)


104 104 104

102 102 102

100 100 100

98 98 98
70 75 80 85 90 95 89,00 90,00 91,00 92,00 93,00 94,00 70,00 75,00 80,00 85,00 90,00 95,00 100,00

Piezometer (BN-7, Meter) Piezometer (BN-8, Meter) Piezometer (BN-10, Meter)

BN-7 (2013) BN-7 (2014) BN-8 (2013) BN-8 (2014) BN-10 (2013) BN-10 (2014)
BN-7 (2015) BN-7 (2016) BN-8 (2015) BN-8 (2016) BN-10 (2015) BN-10 (2016)

Gambar III.80 Grafik histerisis tekanan air pori Bendungan Bening


2. Debit rembesan (seepage/leakage/spring water)
Pengamatan dan pengukuran besarnya debit rembesan dilakukan rutin 2 (dua) kali tiap
bulan. Pada Bendungan Bening terdapat 3 lokasi pemantau/pengukur debit rembesan (outlet
drain A, B dan C) berupa bangunan ukur ambang tajam. Semuanya dalam kondisi baik.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN SEEPAGE/LEAKAGE/SPRING WATER


BENDUNGAN BENING
1.000 0

900 50

800 100

700 150
Seapage/Leakage (l/menit)

Curah Hujan (mm)

600 200
Elevasi (m)

500 250

400 300

300 350

200 400

100 450

0 500

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) A B C Total Batasan Maks

Gambar III.81 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Bening

III-63
Berdasarkan historis data debit rembesan (Gambar III.81) diketahui bahwa besarnya debit
rembesan dipengaruhi oleh fluktuasi muka air waduk. Total rembesan tertinggi yang pernah
terjadi sebesar 786,00 liter/menit (11 April 2005). Total debit rembesan maksimum yang
terjadi pada Triwulan IV 2016 sebesar 693,10 liter/menit (25 November 2016) pada TMA
+105,07 m. Debit tersebut masih berada di bawah batas maksimum yang diizinkan sebesar
786,40 liter/menit pada TMA +108,60 m.
Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sample air rembesan Bendungan
Bening di lokasi V-Notch A, B dan C pada tanggal 19 Oktober 2016. Hasil uji kualitas air
rembesan di laboratorium seperti pada Tabel III.4 di bawah ini.
Tabel III.3 Hasil uji Kualitas air rembesan di Bendungan Bening
Suhu DHL Kekeruhan Cl Na+ K+ Mg2+ Ca2+ CO3 HCO3
No. Lokasi pH
°C NTU mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
1. V-Notch A 26,9 6,9 361 2,81 2,93 3,055 0,499 13,080 3,312 159,8 162,5
2. V-Notch B 27,2 6,5 369 2,67 3,90 3,141 0,667 12,460 66,83 119,9 121,9
3. V-Notch C 26,9 6,3 357 0,98 3,41 2,788 0,588 7,778 37,89 133,2 135,4

Berdasarkan Standar Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas
air rembesan di Bendungan Bening masih normal atau memenuhi standar. Sehingga sesuai
hasil pemeriksaan visual dan pengukuran debit rembesan sampai dengan saat ini dapat
disimpulkan bahwa Bendungan Bening masih aman terhadap pengaruh rembesan.
3. Muka air tanah (ground water level)
Pengamatan dan pengukuran muka air tanah dilakukan secara rutin 2 (dua) kali tiap bulan.
Pada Bendungan Bening terdapat 6 (enam) buah sumur/pipa pantau (observation
well/observation hole) di luar tubuh bendungan yang digunakan untuk mengetahui muka air
tanah (ground water level). Beberapa sumur/pipa pantau tersebut, antara lain: A (OH-1 s.d
OH-3) dan B (OH-1 s.d OH-3). Semuanya dalam kondisi baik, kecuali B (OH-1) dan B (OH-
2) dalam kondisi rusak/mati.
Disamping itu, juga terdapat 2 (dua) buah sumur/pipa pantau (open standpipe) yaitu: W-1
dan W-2 yang dipasang satu garis melintang tubuh bendungan yang digunakan untuk
mengetahui elevasi muka air (seepage water table) pada tubuh Bendungan Bening. Kedua
sumur/pipa pantau tersebut masih berfungsi dengan baik. Sumur/pipa pantau W-1 dalam
kondisi kering pada bulan November 2014 dan Oktober 2015 s.d Januari 2016. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh TMA Waduk berada pada MAR atau di bawah elevasi dasar
sumur/pipa pantau W-1.
Selain itu, juga terdapat relief well (RW) sebanyak 29 buah yang dimaksudkan untuk
mengurangi tekanan uplift dari bawah cap rock agar tidak terjadi piping yaitu dengan
mengalirkan air tanah dibawah cap rock ke relief well. Namun, saat ini RW-4, RW-15 dan
RW-16 sudah tidak berfungsi lagi.
Berdasarkan Gambar III.82 dapat diketahui bahwa muka air rembesan dalam bendungan
berfluktuasi sesuai dengan muka air waduk. Elevasi muka air rembesan tertinggi di W-1
Triwulan IV 2016 adalah 96,215 m (27 Desember 2016), masih di bawah batas maksimum
yang diizinkan, yaitu 101,00 m, sedangkan elevasi muka air rembesan tertinggi di W-2
Triwulan IV 2016 adalah 83,842 m (27 Desember 2016), masih di bawah batas maksimum
III-64
yang diizinkan, yaitu 100,00 m. Berdasarkan Gambar III.83 diketahui bahwa muka air tanah
di luar tubuh bendungan juga berfluktuasi sesuai dengan muka air waduk.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN SEEPAGE WATER TABLE


BENDUNGAN BENING
125,00 0

120,00 50

115,00 100
Elevasi Ground Water Level (m)

110,00 150

Curah Hujan (mm)


105,00 200

100,00 250

95,00 300

90,00 350

85,00 400

80,00 450

75,00 500

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) W-1 W-2

Gambar III.82 Grafik hasil pengukuran muka air rembesan (seepage water table) pada
Bendungan Bening

GRAFIK HASIL PENGUKURAN GROUND WATER LEVEL


BENDUNGAN BENING
125,00 0

120,00 50

115,00 100
Elevasi Ground Water Level (m)

110,00 150 Curah Hujan (mm)

105,00 200

100,00 250

95,00 300

90,00 350

85,00 400

80,00 450

75,00 500

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) A (OH-1) A (OH-2) A (OH-3) B (OH-3)

Gambar III.83 Grafik hasil pengukuran muka air tanah (ground water level) pada
Bendungan Bening

III-65
4. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Pengamatan dan pengukuran deformasi arah vertikal (penurunan) dilakukan setiap 3 bulan
sekali, sedangkan pengukuran deformasi arah horizontal (pergeseran) dilakukan setiap 6
bulan sekali. Pada Bendungan Bening terdapat 34 patok/titik pantau, yaitu: 7 (tujuh) patok di
lereng hulu (BM-0 s.d BM-2, MP-1, MP-2, TM-1, TM-2), 21 (dua puluh satu) patok di lereng
hilir bendungan (TM-3, TM-4, MP-3, MP-4, BN-1 s.d BN-16, CBN-1), dan 6 (enam) patok di
puncak bendungan (CR-1 s.d CR-6). Kondisi semua patok baik, kecuali patok BN-7
hilang/kena longsor. Patok TM-1, MP-1 dan BM-1 terkadang tenggelam saat HWL.
Berdasarkan hasil pengukuran patok settlement bulan Desember 2016 (Gambar III.84)
menunjukkan bahwa pergeserah arah vertikal (naik-turun) terbesar terjadi di patok BN-9
sebesar ΔZ = -0,028 m (bergeser turun), pergeseran arah melintang bendungan (lereng hulu-
hilir) terbesar terjadi di patok MP-3 sebesar ΔQ = -0,084 m (bergeser ke lereng hulu) dan
pergeseran ke arah memanjang bendungan (tumpuan kanan-kiri) terbesar terjadi di patok
BN-3 sebesar ΔP = 0,046 m (bergeser ke tumpuan kanan) dibandingkan dengan kondisi
awal, dengan batas maksimum yang diizinkan sebesar ±0,360 m. Sehingga sampai dengan
saat ini dapat disimpulkan bahwa struktur tubuh Bendungan Bening masih aman terhadap
pengaruh deformasi.
Grafik Historis Penurunan Surface Settlement Point
Bendungan Bening
0,010

0,005
Delta Penurunan (m)

0,000

-0,005

-0,010

-0,015

Crest Settlement Point


Nov-06 Dec-07 Nov-08 Nov-09 Nov-10 Nov-11 Nov-12 Nov-13 Nov-14 Aug-15 Nov-15 Dec-16

Gambar III.84 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Bening
5. Dial indicator (pemantauan perkembangan retakan)
Terdapat 2 (dua) buah dial indicator yang dipasang pada lapisan permukaan jalan di puncak
bendungan, yaitu: 1 (satu) buah dipasang pada retakan memanjang (dial gauge I) dan 1
(satu) buah dipasang pada retakan melintang (dial gauge II). Pada tanggal 3 November 2016
dial gauge I mengalami kerusakan, kemudian pada tanggal 14 November 2016 dilakukan
pemasangan dial gauge baru. Pembacaan dial gauge baru dimulai dari awal, sehingga nilai
deviasi pada tanggal 14 November 2016 masih nol. Dari hasil pengamatan retakan (Gambar
III.85) dapat diketahui bahwa perkembangan lebar retakan relatif kecil (tidak terlalu
berpengaruh terhadap fluktuasi muka air waduk).
III-66
GRAFIK HUBUNGAN ANTARA TMA WADUK DENGAN PERKEMBANGAN RETAKAN
PADA PUNCAK BENDUNGAN BENING
110,00 1,40

1,20
108,00

1,00

106,00
0,80

Perkembangan Besaran Retakan (mm)


104,00 0,60

0,40
TMA Waduk (m)

102,00

0,20
100,00
0,00

98,00
-0,20

96,00 -0,40

-0,60
94,00

-0,80

92,00
-1,00

90,00 -1,20

Waktu Pengamatan (Tanggal)

TMA Waduk (m) Dial Gauge I (mm) Dial Gauge II (mm)

Gambar III.85 Grafik hubungan antara TMA waduk dengan perkembangan retakan pada
puncak Bendungan Bening
3.7.3. Kondisi Waduk
Waduk Bening merupakan waduk tahunan yang mempunyai fungsi utama sebagai pengendali
banjir dan air irigasi. Kondisi Waduk Bening adalah sebagai berikut:
1. Operasi Waduk
Pola Operasi Waduk dan Alokasi Air (POWAA) Musim Hujan Tahun 2016/2017 dan Musim
Kemarau Tahun 2017 mengacu pada Cetak Sementara Rencana Alokasi Air Tahunan
(RAAT) DAS Brantas Tahun 2016/2017 yang berlaku mulai 1 Desember 2016 – 30
November 2017 yang disusun oleh Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA)
Wilayah Sungai Brantas, sedangkan format cetak resmi masih dalam proses
pengesahan/penetapan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Data hasil
monitoring sampai dengan Dasarian III bulan Desember 2016 (Gambar III.86) menunjukkan
bahwa TMA waduk berada 4,32 m di atas pola (Pola +106,96 m, Aktual +102,64 m).
POLA VS AKTUAL
OPERASI WADUK BENING TAHUN 2016-2017
110,00 18,00

107,50 15,00
Elevasi Muka Air Waduk (m)

105,00 12,00
Debit (m3/det)

102,50 9,00

100,00 6,00

97,50 3,00

95,00 0,00
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember
Bulan
Pola Elevasi (m) Aktual Elevasi (m) HWL (El. 108.60 m) LWL Normal (El. 98,00 m) LWL Siaga Kering (El. 96,40 m)
Pola Debit Inflow (m3/det) Akt. Debit Inflow (m3/det) Pola Debit Outflow (m3/det) Akt. Debit Outflow (m3/det)

Gambar III.86 Grafik operasi Waduk Bening Tahun 2015/2016

III-67
2. Kapasitas Tampungan Waduk
Berdasarkan hasil pengukuran sounding tahun 2012 diketahui bahwa kapasitas tampungan
mati adalah 2,42 juta m3 atau 53,71% dari kapasitas tampungan mati awal (4,50 juta m3),
kapasitas tampungan efekfif adalah 25,441 juta m3 atau 89,58% dari kapasitas tampungan
efektif awal (28,40 juta m3) dan kapasitas tampungan total adalah 27,858 juta m3 atau
84,67% dari kapasitas tampungan total awal (32,90 juta m3).
Dari Gambar III.87 dan Gambar III.88 dapat dilihat bahwa profil memanjang waduk, baik dari
Sungai Bening maupun Sungai Rejoso semakin lama semakin mengalami pendangkalan,
sehingga sesuai dengan hasil perhitungan kapasitas waduk yang menunjukkan kapasitas
yang semakin kecil. Hal tersebut diakibatkan laju sedimentasi pada Bendungan Bening
cukup tinggi.
GRAFIK HISTORIS PROFIL MEMANJANG DASAR WADUK BENING
(SUNGAI BENING)
112

108

104

100
Elevasi (m)

96

92

88

84

80
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0 -200

Jarak (m)

HWL LWL Original Riverbed Pengukuran Th.1993 Pengukuran Th.1999 Pengukuran Th. 2007 Pengukuran Th. 2012

Gambar III.87 Grafik historis elevasi dasar Waduk Bening ruas Sungai Bening
GRAFIK HISTORIS PROFIL MEMANJANG DASAR WADUK BENING
(SUNGAI REJOSO)
112

108

104

100
Elevasi (m)

96

92

88

84

80
4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0 -500

Jarak (m)
HWL LWL Original Riverbed Pengukuran Th.1993 Pengukuran Th.1999 Pengukuran Th. 2007 Pengukuran Th. 2012

Gambar III.88 Grafik historis elevasi dasar Waduk Bening ruas Sungai Rejoso
III-68
3.8. Bendungan Wonogiri

3.8.1. Pemeriksaan Visual


Dari hasil pemeriksaan visual pada Triwulan IV Tahun 2016 pada puncak bendungan secara
umum menunjukkan kondisi baik, lapis jalan beraspal tampak lurus, rata/tidak bergelombang,
tidak ada retakan, ataupun amblesan.
Pada rip rap lereng hulu (di atas permukaan air) dan rip rap lereng hilir bendungan secara umum
cukup baik, tidak terlihat adanya longsoran, amblesan, lubang-lubang/liang binatang, gejala
pelapukan, kecuali adanya beberapa lokasi yang terdapat tumbuhan liar.
Bukit tumpuan dan tebing kanan-kiri bendungan juga dalam kondisi cukup baik, tidak terlihat
adanya rembesan (daerah basah), longsoran, liang binatang, erosi permukaan, jalan ternak,
kecuali adanya beberapa lokasi yang terdapat tumbuhan liar. Foto-foto kondisi terkini Bendungan
Wonogiri dapat dilihat pada Gambar III.89.

Puncak Bendungan Lereng Hulu

Lereng Hilir Saluran Spillway Lama

Kondisi spillway baru Kondisi waduk


Gambar III.89 Foto-foto kondisi Bendungan Wonogiri Triwulan IV 2016

III-69
3.8.2. Pemantauan Instrumentasi
3. Tekanan air pori (pore pressure meter)
Pemantauan dan pengamatan tekanan air pori dilakukan rutin 2 (dua) kali setiap bulan. Pada
Bendungan Wonogiri terdapat 16 buah pemantau tekanan air pori yang dipasang di tubuh
bendungan berupa vibrating wire piezometer, yaitu: VWP-1 s.d VWP-16. Mulai bulan Maret
2014 telah dilakukan pengukuran pore pressure meter (PPM), sedangkan pengukuran
sebelumnya tidak dilakukan karena ketiadaan alat/terjadi kerusakan pada alat baca (data
mate). Dari 16 buah piezometer yang terpasang terdapat 5 (empat) buah piezometer yang
memberikan bacaan error/tidak ada respon, yaitu: VWP-1, VWP-2 (mulai error pada
pembacaan terakhir tanggal 29 September 2016), VWP-13, VWP-14 dan VWP-16.
Hasil bacaan piezometer VWP-2 mulai bulan Desember 2014 s.d Maret 2015 menunjukkan
nilai di atas muka air waduk/di atas trend sebelumnya. Sedangkan hasil bacaan piezometer
VWP-6 mulai bulan Agustus s.d Desember 2014 menunjukkan nilai di atas muka air waduk/di
bawah trend sebelumnya setelah itu normal kembali. Hal tersebut kemungkinan disebabkan
oleh kerusakan alat.
Berdasarkan hasil pemantauan terakhir terhadap piezometer yang masih berfungsi (Gambar
III.90 dan Gambar III.91) menunjukkan kondisi normal, tidak terjadi anomali, tekanan air pori
selalu naik turun seiring dengan perubahan TMA waduk, kecuali pada piezometer VWP-3,
VWP-7 dan VWP-8 pengaruh TMA waduk relatif kecil, sedangkan pada piezometer VWP-5
dan VWP-15 relatif konstan.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER (PPM)


BENDUNGAN WONOGIRI (UPSTREAM)
140 0

135 200

130 400
Curah Hujan (mm)
Elevasi (m)

125 600

120 800

115 1.000

Curah Hujan Bulanan (mm) Elevasi Muka Air (m) VWP 2


VWP 3 VWP 4 VWP 5
VWP 6 VWP 7 VWP 8

Gambar III.90 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wonogiri
pada sisi hulu

III-70
GRAFIK HASIL PENGUKURAN PORE PRESSURE METER
BENDUNGAN WONOGIRI (DOWNSTREAM)
140 0

135 200

Curah Hujan (mm)


130 400
Elevasi (m)

125 600

120 800

115 1.000

Curah Hujan Bulanan (mm) Elevasi Muka Air (m) VWP 9 VWP 10 VWP 11 VWP 12 VWP 15

Gambar III.91 Grafik hasil pengukuran tekanan air pori di tubuh Bendungan Wonogiri
pada sisi hilir
Pada umumnya garis freatik pada tubuh bendungan (Gambar III.92) relatif memotong/
menembus masuk zona lulus (filter) kemudian menurun pada zona inti (core) dan akhirnya
turun setelah melalui zona lulus (filter) menuju drainase toe dam. Hal ini menunjukkan garis
freatik tekanan air pori masih mengikuti pola yang normal.

Sta. 14

+142.00
SKALA
FWL. +139.00 0 5 10 15 20 m
HWL. +136.00 EL. +131,10
0 kPa

50 kPa
VWP-12 VWP-11
100 kPa +125.00
LWL. +127.00 -7,71 -32,71

VWP-10 VWP-9
+120.00
81,14 74,76
ROCK TRANSITION FILTER IMPERVIOUS FILTER TRANSITION ROCK
CORE
VWP-8 VWP-7
+109.00
126,58 131,90
+103.00

Gambar III.92 Garis freatik pada tubuh Bendungan Wonogiri tanggal 30 Desember 2016

Selain itu, juga terdapat 2 (dua) buah open standpipe piezometer pada tubuh bendungan,
yaitu: SWT-1 dan SWT-2. Berdasarkan hasil pemantauan (Gambar III.93) diperoleh bahwa
hasil bacaan open standpipe piezometer ada pengaruh tehadap fluktuasi muka air waduk.

III-71
GRAFIK HASIL PENGUKURAN OPEN STANDPIPE PIEZOMETER
BENDUNGAN WONOGIRI
140 0

200
135

Curah Hujan (mm)


400
Elevasi (m)

130

600

125
800

120 1.000

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) SWT-1 SWT-2

Gambar III.93 Grafik hasil pengukuran open standpipe piezometer Bendungan Wonogiri
Dari Gambar III.94 diketahui bahwa pada beberapa titik pengamatan setelah satu siklus
penuh (tahunan), elevasi muka air pada piezometer kembali pada elevasi awal pada saat
muka air waduk yang sama dan memiliki trend grafik yang relatif konstan. Namun, pada
beberapa titik yang lain bersifat sebaliknya.

140,00 140,00

137,500 137,500

135,00 135,00
Tinggi Muka Air (TMA) Waduk (m)

Tinggi Muka Air (TMA) Waduk (m)

132,500 132,500

130,00 130,00

127,500 127,500

125,00 125,00
122,00 124,00 126,00 128,00 130,00 132,00 134,00 136,00 138,00 124,00 126,00 128,00 130,00 132,00 134,00 136,00 138,00

SWT-1 (Meter) SWT-2 (Meter)

SWT-1 (2012) SWT-1 (2014) SWT-1 (2015) SWT-1 (2016) SWT-2 (2012) SWT-2 (2014) SWT-2 (2015) SWT-2 (2016)

Gambar III.94 Grafik histerisis open standpipe piezometer Bendungan Wonogiri

4. Debit rembesan (seepage)


Pengamatan dan pengukuran besarnya debit rembesan dilakukan rutin 2 (dua) kali sebulan.
Besarnya debit rembesan yang keluar dari tubuh Bendungan Wonogiri (toe dam) diukur
melalui 2 (dua) bangunan ukur V-Notch di STA-14 dan STA-20.
Berdasarkan hasil pengukuran debit rembesan (Gambar III.95) menunjukkan bahwa besar-
nya debit rembesan lebih dipengaruhi curah hujan dari pada muka air waduk. Total debit
maksimum tertinggi yang pernah terjadi adalah sebesar 1.933,20 liter/menit (3 Maret 2015)
pada TMA +135,97 m, sedangkan pada Triwulan IV Tahun 2016 sebesar 621,00 liter/menit

III-72
(4 Oktober 2016) pada TMA +131,87 m, dengan batas maksimum yang diizinkan sebesar
2.400 liter/menit.

GRAFIK HASIL PENGUKURAN DEBIT REMBESAN (TOE DAM)


138 0
136 100

134 200

Curah Hujan (mm)


300
132
Elevasi (m)

400
130
500
128
600
126
700
124 800
122 900
120 1.000

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m)

2.500 0

100

2.000 200
Debit rembesan (liter/menit)

300

1.500 Batas Maksimum 2400 liter/ menit (Total) 400


Elevasi (m)

Curah Hujan (mm)


500

1.000 600

700

500 800

900

0 1.000

C. Hujan (mm) El. Muka Air (m) STA-14 (liter/menit) STA-20 (liter/menit) Total (liter/menit)

Gambar III.95 Grafik hasil pengukuran debit rembesan pada Bendungan Wonogiri
Pada Triwulan IV 2016, telah dilakukan pengambilan sampel air rembesan Bendungan
Wonogiri di lokasi STA-14 dan STA-20 pada tanggal 19 Oktober 2016. Hasil uji kualitas air
rembesan di laboratorium seperti pada Tabel III.4 di bawah ini.
Tabel III.4 Hasil uji kualitas air rembesan di Bendungan Wonogiri
Suhu DHL Kekeruhan Cl Na+ K+ Mg2+ Ca2+ CO3 HCO3
No. Lokasi pH
°C NTU mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
1. STA-14 28,0 7,3 352 1,40 2,93 5,959 0,661 8,012 16,01 133,2 135,4
2. STA-20 28,0 7,1 256 1,05 2,93 4,115 0,667 8,516 34,44 138,5 140,8

Berdasarkan Standar Baku Mutu Kelas II dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No: 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kualitas
air rembesan di Bendungan Wonogiri masih normal atau memenuhi standar.

III-73
Sehingga sesuai hasil pemeriksaan visual dan pengukuran debit rembesan sampai dengan
saat ini dapat disimpulkan bahwa Bendungan Wonogiri masih aman terhadap pengaruh
rembesan.
5. Deformasi (pergerakan tubuh bendungan)
Pengamatan dan pengukuran deformasi arah vertikal (penurunan) dilakukan setiap 3 bulan
sekali, sedangkan pengukuran deformasi arah horizontal (pergeseran) dilakukan setiap 6
bulan sekali. Pada Bendungan Wonogiri terdapat 32 patok/titik pantau, yaitu: 8 patok di
lereng hulu bendungan (G-1 s.d G-6, PK-3, PK-4), 4 patok di puncak bendungan (A-1 s.d A-
4) dan 20 patok di lereng hilir bendungan (B-1 s.d B-4, P-1 s.d P-3, G-7 s.d G-14, PB-1 s.d
PB-3, PK-1, PK-2).
Berdasarkan hasil pengukuran patok settlement bulan September 2016 (Gambar III.96)
menunjukkan bahwa pergeserah arah vertikal (naik-turun) terbesar terjadi di patok PK-4
sebesar ΔZ = 0,012 m (bergeser naik), pergeseran arah melintang bendungan (lereng hulu-
hilir) terbesar terjadi di patok G-5 sebesar ΔQ = -0,032 m (bergeser ke lereng hulu) dan
pergeseran ke arah memanjang bendungan (tumpuan kanan-kiri) terbesar terjadi di patok G-
11 sebesar ΔP = -0,054 m (bergeser ke tumpuan kiri) dibandingkan dengan kondisi awal,
dengan batas maksimum yang diizinkan sebesar ±0,400 m. Sehingga sampai dengan saat
ini dapat disimpulkan bahwa struktur tubuh Bendungan Wonogiri masih aman terhadap
pengaruh deformasi. Sebagai catatan yang dimaksud kondisi awal adalah pengukuran yang
dilaksanakan tahun 2009 karena hasil pengukuran pada saat pemasangan tidak ada.
GRAFIK HISTORIS PENURUNAN CREST SETTLEMENT POINT
BENDUNGAN WONOGIRI
0,010
May-09

Nov-09
0,005
Nov-10

Nov-11
Delta Penurunan (m)

0,000 Nov-12

Nov-13

-0,005 Nov-14

Aug-15

Nov-15
-0,010
Sep-16

Nov-16
-0,015

Crest Settlement Point

Gambar III.96 Grafik hasil pengukuran penurunan (ΔZ) pada Bendungan Wonogiri

3.8.3. Kondisi Waduk


Waduk Wonogiri merupakan waduk tahunan yang multiguna. Untuk menambah usia Waduk
Wonogiri telah dilaksanakan kegiatan rutin berupa: penghijauan, pengerukan dan pembuatan
check dam dan gully plug. Selain itu, untuk menjaga kualitas air waduk juga telah dilakukan
pemantauan kualitas air secara rutin. Adapun kondisi Waduk Wonogiri adalah sebagai berikut:

III-74
1. Operasi waduk
Pola Alokasi Air Waduk Wonogiri Tahun 2016/2017 (November 2016 s.d Oktober 2017)
mengacu pada hasil Sidang Pleno Kedua TKPSDA WS Bengawan Solo sesuai surat No.:
06/TKPSDA WSBS/XI/2015 tanggal 5 November 2015 perihal Rekomendasi Sidang Pleno
Kedua TKPSDA WS Bengawan Solo. Pedoman tersebut masih bersifat sementara karena
masih akan dilaksanakan Sidang Pleno TKPSDA WS Bengawan Solo berikutnya.
POLA VS AKTUAL
OPERASI WADUK WONOGIRI TAHUN 2016-2017
139,00 250,00

137,00
Elevasi Muka Air Waduk (m)

200,00

135,00

Debit (m3/det)
150,00

133,00
NWL = El. 136,00 m
100,00

131,00
LWL = El. 130,48 m
50,00
129,00

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
127,00 0,00
Nopember Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Bulan

Pola Elevasi (m) Aktual Elevasi (m) NWL (elevasi 136,0 m) CWL (elevasi 135,30 m) LWL (elevasi 127,50 m) Pola Debit Outflow (m3/det) Akt. Debit Outflow (m3/det)

Gambar III.97 Grafik operasi Waduk Wonogiri Tahun 2015/2016


Data hasil monitoring sampai dengan Dwimingguan III bulan Desember 2016 (Gambar III.97)
menunjukkan bahwa operasional Waduk Wonogiri berada 1,98 m di atas pola (Pola +131,12
m, Aktual +129,14 m).
2. Kapasitas tampungan waduk
Berdasarkan hasil pengukuran tahun 2014 diketahui bahwa kapasitas tampungan mati
adalah 60,66 juta m3 atau 50,55% dari kapasitas tampungan mati awal (120 juta m3),
kapasitas tampungan efekfif Waduk Wonogiri adalah 305,481 juta m3 atau 78,73% dari
kapasitas tampungan efektif awal (388 juta m3), dan kapasitas tampungan total adalah
366,136 juta m3 atau 72,07% dari kapasitas tampungan total awal (508 juta m3).
Grafik Historis Profil Memanjang Dasar Waduk Wonogiri
(Sungai Bengawan Solo)
142

137

132
Elevasi (m)

127

122

117
21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Jarak Langsung (km)
Pengukuran 2008 Pengukuran 2011 Pengukuran 2014

Gambar III.98 Grafik historis elevasi dasar Waduk Wonogiri


III-75
Dari Gambar III.98 dapat dilihat bahwa profil memanjang waduk dari Sungai Bengawan Solo
semakin lama semakin mengalami pendangkalan, sehingga sesuai dengan hasil perhitungan
kapasitas waduk yang menunjukkan kapasitas yang semakin kecil. Hal tersebut diakibatkan
laju sedimentasi pada Bendungan Wonogiri cukup tinggi.

III-76
BAB IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi didapatkan kesimpulan sebagai berikut:


1. Berdasarkan pemeriksaan visual pada Triwulan IV 2016 terhadap Bendungan Sengguruh,
Bendungan Sutami (Karangkates), Bendungan Lahor, Bendungan Wlingi, Bendungan
Selorejo, Bendungan Wonorejo, Bendungan Bening, dan Bendungan Wonogiri secara umum
dalam kondisi baik dan siap operasi.
2. Berdasarkan hasil pemantauan instrumentasi Triwulan IV 2016 diketahui bahwa bendungan
tersebut masih aman terhadap standar keberterimaan yang ada, baik terhadap tekanan pori,
rembesan, muka air tanah, maupun deformasi.

IV-1

Anda mungkin juga menyukai