TEKNIK BENDUNGAN
1.1 Umum
Banjir adalah aliran yang melebihi kapasitas tampung sungai, terjadi limpasan keluar badan
sungai, terjadi genangan di kawasan yang tidak seharusnya tergenang dan terjadi kerugian.
Bencana banjir tersebut bisa terjadi karena kapasitas tampung sungai berkurang
(pendangkalan sungai, penciutan alur sungai, hambatan atau penutupan muara sungai),
peningkatan debit sungai, perubahan tata guna lahan di DAS, bencana alam dan kegagalan
fungsi bangunan pengendali banjir sungai. Untuk mengurangi dampak dari banjir tersebut
dapat dilakukan dengan cara mengendalikan banjir. Pengertian pengendalian banjir secara
umum adalah merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan pekerjaan pengendalian banjir,
eksploitasi dan pemeliharaan, yang pada dasarnya untuk mengendalikan banjir, pengaturan
penggunaan daerah dataran banjir dan mengurangi atau mencegah adanya bahaya atau
kerugian akibat banjir[ CITATION Sug94 \l 1033 ]. Pengendalian banjir bertujuan untuk
menurunkan resiko ancaman terhadap jiwa manusia dan harta benda akibat banjir sampai ke
tingkat toleransi dan meminimalkan dampak bencana banjir.
Bangunan pengendali banjir dapat berupa pengaturan dan normalisasi alur sungai,
tanggul, tembok banjir (parapet wall, flood wall), saluran bypass, kanal banjir, waduk
penampung banjir, kolam retensi, sistem drainase dan pompa. Pengendalian banjir dengan
waduk hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan biasanya dikaitkan dengan
pengembangan sumber daya air. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian banjir
dengan waduk adalah perlambatan waktu tiba banjir, penurunan debit banjir yang dilepas ke
hilir, rasio alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir dan pengembangan sumber daya
air.
1
1.2 Bendungan
Bendungan (dam) adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi
waduk, danau atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan
air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Bendungan terdiri dari beberapa komponen,
yaitu[ CITATION Sur11 \l 1033 ]:
2
Gambar 1.1 Intake gate Waduk Jatibarang, Semarang.
3
Gambar 1.2 Hoover Dam Spillway dengan saluran samping, Amerika Serikat.
[ CITATION Dav10 \l 1033 ]
4
Gambar 1.4 Break through diversion tunnel Waduk Jatibarang, Semarang.
[ CITATION PSD11 \l 1033 ]
f. Reservoir
Digunakan untuk menampung/menerima limpahan air dari bendungan.
g. Stilling basin
Memiliki fungsi yang sama dengan energy dissipator.
5
Gambar 1.6 Stilling basin USBR tipe III.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
6
i. Gallery
Adalah ruangan (bukaan) pada tubuh bendungan, posisinya ada yang horizontal
atau sedikit miring, sejajar dengan sumbu bendungan dalam arah longitudinal,
terkadang juga normal terhadap sumbu bendungan yaitu dalam arah melintang.
Letak gallery bisa berada di berbagai ketinggian pada tubuh bendungan dan
biasanya dilengkapi tangga atau lift mekanik. Gallery pada tubuh bendungan
berfungsi sebagai:
1) Drainase, mengalirkan air rembesan dari tubuh bendungan.
2) Inspeksi, menyediakan ruang untuk mengontrol perilaku bendungan.
3) Grouting, memberikan ruang bagi gerakan (deformasi) dan grouting pada
sendi kontraksi.
4) Pendinginan, memberikan ruang yang cukup untuk membawa pipa selama
pendinginan buatan.
7
Gambar 1.9 Contoh penampang memanjang gallery pada bendungan.
[ CITATION Ind14 \l 1033 ]
8
Gambar 1.10 Oroville Dam, California, Amerika Serikat.
[ CITATION Jua14 \l 1033 ]
9
Gambar 1.11 Waduk Jatibarang, Semarang.
10
Apabila tujuannya digunakan untuk menangkap lumpur dan pasir maka
disebut debris dam, check dam atau sabo dam.
11
Menurut ICOLD definisinya adalah bendungan yang dibangun dari hasil
penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan lain yang bersifat
campuran secara kimia, jadi benar-benar bahan pembentuk bendungan asli.
Bendungan ini dibagi menjadi:
a) Bendungan urugan serbasama (homogeneous dams)
Adalah bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan
bangunan yang seragam. Jadi urugan pasir dan kerikil (koral) termasuk
dalam tipe ini, yang dengan sendirinya harus dilengkapi lapisan kedap air.
Bendungan ini masih dibagi 2 tipe yaitu:
(1) Bendungan urugan tanah (earthfill dams)
Adalah bendungan urugan yang lebih dari setengah volumenya terdiri
atas tanah atau tanah liat. Bendungan ini masih dibagi menjadi 4 tipe:
(a) Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase kaki (toe
drainage earthfill dams),
12
(c) Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase tegak (vertical
drainage earthfill dams),
(2) Bendungan urugan pasir dan kerikil (gravel pebble fill dams)
Adalah bendungan urugan yang lebih dari setengah volumenya terdiri
atas pasir dan kerikil dengan lapisan kedap air yang terdapat di dalam
tubuh bendungan.bendungan ini masih dapat dibagi 3 tipe, yaitu:
(a) Bendungan urugan pasir dan kerikil dengan lapisan kedap air
tegak,
(b) Bendungan urugan pasir dan kerilkil dengan lapisan kedap air
miring,
(c) Bendungan urugan pasir dan kerikil dengan lapisan kedap air tegak
tidak simetris.
13
Gambar 1.18 Contoh bendungan urugan pasir dan kerikil lapisan kedap air miring.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
Gambar 1.19 Contoh bendungan urugan batu berlapis dengan lapisan kedap air tegak.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
14
hujan yang cukup tinggi dan lama. Bendungan ini dapat dibagi 3 tipe,
yaitu:
(1) Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka dari aspal,
(2) Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka dari beton
bertulang,
(3) Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka dari
geotekstil.
Gambar 1.20 Contoh rencana teknis bendungan lapisan kedap air di muka.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
15
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
16
Gambar 1.22 Dworshak Dam (concrete gravity dam), Amerika Serikat.
[ CITATION Jua14 \l 1033 ]
17
Gambar 1.23 Hoover Dam (concrete arch gravity dams), Nevada, Amerika Serikat.
[ CITATION Jua14 \l 1033 ]
Gambar 1.24 Bartlett Dam (multiple arch and buttress dam), Arizona, Amerika Serikat.
[ CITATION USB04 \l 1033 ]
3) Bendungan lainnya
Biasanya hanya untuk bendungan kecil misalnya, bendungan kayu, bendungan
besi, bendungan pasangan bata, bendungan pasangan batu dan sebagainya.
18
f. Berdasarkan fungsi bendungan, mempunyai 8 tipe yaitu:
1) Bendungan pengelak pendahuluan (primary cofferdam, dike)
Adalah bendungan yang pertama-tama dibangun di sungai pada waktu debit
air rendah agar lokasi rencana bendungan pengelak menjadi kering yang
memungkinkan pembangunan secara teknis.
2) Bendungan pengelak (cofferdam)
Adalah bendungan yang dibangun sesudah selesainya bendungan pengelak
pendahuluan sehingga lokasi rencana bendungan utama menjadi kering yang
memungkinkan pembangunan secara teknis.
19
7) Bendungan limbah industri (industrial waste dam)
Adalah bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk menahan
limbah yang berasal dari industri.
Ada beberapa faktor dan masing-masing ada kalanya saling bertentangan satu dengan
yang lainnya. Apabila terjadi demikian harus dipilih lebih dari 3 alternatif kemudian
dibandingkan dan dipilih yang paling menguntungkan. Faktor-faktor yang penting adalah
[ CITATION Soe03 \l 1033 ]:
a. Tujuan pembangunan
Apabila digunakan untuk PLTA dengan tipe pompa maka semua tipe bendungan
beton dapat dipakai, sedangkan untuk tipe urugan hanya yang lapisan kedap air di
muka yang dapat dipilih.
b. Keadaan klimatologi setempat
Apabila di lokasi pembangunan bendungan sering turun hujan maka tipe
bendungan beton lebih disukai karena volumenya lebih kecil. Sedangkan apabila
terpaksa dipakai bendungan tipe urugan maka urugan batu berlapis-lapis dengan
lapis kedap air miring atau lapisan kedap air di muka. Jika menggunakan tipe
urugan tanah atau urugan batu dengan lapisan kedap air di tengah akan mengalami
kesulitan di dalam pemadatan lapisan kedap airnya (umumnya menggunakan clay)
c. Keadaan hidrologi setempat
Merupakan penentu banyak sedikitnya debit air yang tersedia untuk perencanaan
sehingga menentukan optimasi dari proyek apakah untuk single purpose atau
multipurpose. Demikian pula menentukan tingginya bendungan yang paling
ekonomis, volume waduk yang berkaitan dengan sedimentasi dan kapasitas
bangunan pelimpah.
20
d. Keadaan topografi setempat
Apabila lokasinya terletak di sungai yang sempit dan tinggi maka lebih disukai
tipe bendungan berbentuk lengkung (arch dam) sedangkan apabila lebar lebih
disukai tipe beton berdasar berat sendiri (gravity dam), beton dengan penyangga
(buttress dam), beton dengan lebih dari satu lengkung (multi arch dam) atau tipe
urugan (fill embankment). Ini sangat menentukan tinggi dan panjang puncak
bendungan serta luas dan volume waduk.
e. Keadaan di daerah genangan
Makin tinggi bendungan makin luas daerah yang akan tergenang dan tentu
berpengaruh pada hilangnya daerah pertanian / peternakan / perkebunan,
pemindahan penduduk, bangunan penduduk / pemerintah / swasta, sekolah, pasar,
bangunan penting / bersejarah dan lain-lain. Biaya pembebasan tanah dan ganti
rugi, pemindahan penduduk, pemindahan jembatan, jalan, telepon, listrik dan
bangunan-bangunan lain perlu mendapat perhatian yang seksama.
f. Keadaan geologi setempat
Sering berlawanan dengan faktor-faktor lain, inilah perlunya membuat lebih dari
satu alternatif yang memungkinkan pembangunan bendungan. Pada umumnya tipe
urugan tanah dan urugan batu dapat dibangun di semua keadaan geologi dengan
perbaikan-perbaikan pondasi seperlunya sedangkan tipe beton hanya bisa dipakai
di daerah yang keadaan geologinya baik. Daerah yang geologinya baik (batuan
keras) kadang-kadang terdapat rekahan (fault zone) dan angka permeabilitasnya
besar maka memerlukan perbaikan pondasi yang sebaik-baiknya.
g. Tersedianya bahan bangunan setempat
Harus diusahakan menggunakan bahan bendungan sedekat mungkin dari lokasi
pekerjaan karena sangat mempengaruhi biaya pengangkutan juga biaya proyek
secara keseluruhan. Perlu diadakan penelitian pula pada bahan bangunan tubuh
bendungan apabila sebagai lapisan kedap air (clay) maupun bahan campur pasir
dan kerikil apakah sesuai dengan yang diharapkan.
h. Hubungan dengan bangunan pembantu (bangunan pelimpah, bangunan
pengambilan dan bangunan pengeluaran)
Untuk tipe beton biasanya tidak ada masalah karena bangunan-bangunan tersebut
dapat dijadikan satu dengan tubuh bendungan. Tetapi untuk tipe urugan sering
21
menimbulkan masalah karena bangunan-bangunan ini tidak boleh terlalu dekat
dengan bendungan mengingat mudah terkena erosi sebagai akibat aliran air. Harus
periksa pula apakah terowongan pengelak (diversion tunnel) dapat dipakai sebagai
bangunan pelimpah sesudah selesai fungsinya untuk pembelokan sungai
(diversion).
i. Keperluan untuk pengoperasian waduk
Apabila waduk relatif kecil, maka penggunaan air harus sehemat mungkin dengan
kata lain debit rembesan harus ditekan seminimal mungkin. Dengan menekan
debit rembesan kadang menyebabkan naikknya gaya tekan ke atas, maka harus
diadakan perhitungan yang teliti. Untuk PLTA dan penyediaan air minum maka
penggunaan air harus hemat sebaliknya untuk pengendalian banjir debit rembesan
besar pun tidak jadi masalah asal bendungan aman.
j. Keadaan lingkungan setempat
Dengan adanya pembangunan akan terjadi perubahan di suatu daerah tertentu.
Akibat-akibat yang merugikan disebut dampak negatif. Untuk mengatasinya harus
diadakan penelitian terlebih dahulu. Setelah beberapa pekerjaan selesai diadakan
landscaping agar dihindarkan terjadinya erosi tanah, bahkan diupayakan yang
lebih baik dengan biaya yang tidak berlebihan.
k. Biaya proyek
Apabila keadaan geologinya memungkinkan maka bendungan beton biasanya
lebih murah dibanding dengan tipe urugan. Bendungan beton berdasar berat
sendiri yang berongga relatif juga lebih murah dibanding dengan yang masif
biarpun bekisting, cara pengecorannya dan perhitungannya lebih sulit. Karena
volumenya sangat banyak turun maka waktu pelaksanaannya pun dapat
dipercepat.
l. Gempa bumi
Menurut pengalaman bendungan urugan tanah dan beton berbentuk lengkung
(arch dam) lebih stabil menahan gempa maka sedapat mungkin dipilih kedua tipe
tersebut apabila daerahnya banyak gempa.
Menentukan lokasi waduk yang ideal dan memenuhi syarat biasanya sangat sulit,
karena kondisi di lapangan umumnya sangat kompleks dengan berbagai masalah. Ada garis
22
besar yang bisa menjadi pegangan untuk menentukan lokasi waduk, diantaranya
[ CITATION Soe03 \l 1033 ] :
Merupakan beda tinggi tegak antara puncak (crest) dan bagian terbawah dari pondasi
bendungan (foundation). Makin tinggi bendungan makin besar pula volume waduk yang
terbentuk, dengan demikian akan menambah manfaat yang dihasilkannya.
23
Gambar 1.26 Bagian-bagian pada bendungan tipe arch dam.
[ CITATION Dam15 \l 1033 ]
24
Gambar 1.28 Bagian-bagian pada bendungan tipe buttress dam.
[ CITATION Sim15 \l 1033 ]
Ada beberapa pendapat tentang tinggi ruang bebas atau tinggi jagaan. Pendapat
pertama, tinggi ruang bebas adalah jarak vertikal antara puncak bendungan dengan
permukaan waduk pada waktu banjir tertinggi (top water level). Pendapat ini dipakai di
Inggris, Swedia, dan beberapa negara Eropa lainnya. Pendapat kedua, tinggi ruang bebas
adalah jarak vertikal antara puncak bendungan dengan permukaan waduk pada waktu air
normal (full supply level), pada waktu air mulai melimpah melewati ambang bangunan
pelimpah. Pendapat ini dipakai di Jepang dan ICOLD [ CITATION Soe03 \l 1033 ].
25
Gambar 1.29 Zona tampungan waduk.
[ CITATION Vic08 \l 1033 ]
Penentuan tinggi ruang bebas pada bendungan tipe urugan harus hati-hati, karena
bendungan tipe urugan sangat peka terhadap limpasan. Jika limpasan terjadi di atas mercu
bendungan (dam crest) akan menyebabkan jebolnya suatu bendungan urugan. Dalam
menentukan tinggi ruang bebas perlu diperhatikan berbagai faktor yang mungkin akan
mempengaruhi eksistensi dari calon bendungan, antara lain [ CITATION Sos89 \l 1033 ]:
Tinggi ruang bebas (Hf) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
26
he
(
H f ≥ ∆ h+ h w atau
2 )
+ ha +hi (1.1)
he
H f ≥ hw + + ha +hi (1.2)
2
Dimana:
hi : tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi dari waduk (m).
Biasanya debit banjir abnormal yang kadang melebihi debit banjir rencana
dialirkan ke luar melalui bangunan pelimpah, akan tetapi elevasi permukaan air
waduk naik melebihi elevasi maksimal rencana, setinggi ∆h yang telah
diperkirakan sebelumnya dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2 α Q0 h
∆ h= . .
3 Q A .h (1.3)
1+
Q. T
Dimana:
27
h : kedalaman pelimpah rencana (m),
Tinggi jangkauan hempasan gelombang yang naik ke atas permukaan lereng udik
(upstream) bendungan dapat diperoleh dengan metode S.M.B. yang didasarkan
pada panjangnya lintasan gelombang (F) dan kecepatan angin di atas permukaan
air waduk. Disamping tinggi gelombang (R), jangkauan hempasan gelombang
yang naik di atas permukaan lereng udik bendungan masih tergantung dari
beberapa faktor lainnya, di antaranya adalah kemiringan serta kekasaran
permukaan lereng udik tersebut. Faktor kemiringan dan kekasaran permukaan
lereng ini diselidiki oleh Saville yang diadoptasikan pada metode S.M.B. dan
dapat dipergunakan untuk menghitung tinggi jangkauan hempasan gelombang
yang naik di atas permukaan lereng bendungan. Agar harga hw dapat diperoleh
dengan mudah maka dibuat diagram seperti di bawah ini.
Gambar 1.30 Diagram ketinggian jangkauan gelombang dengan metode S.M.B. dan metode Saville.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
28
Pada penggunaan diagram tersebut di atas, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
F eff =
∑ X i . cos α (1.4)
∑ cos α
Dimana:
e .τ
h e= g . H0 (1.5)
π √
Dimana:
29
g : percepatan gravitasi (9,81 m/dt2),
Jika hasil perhitungan tinggi ruang bebas lebih kecil dari standar minimal tinggi ruang
bebas, maka yang digunakan adalah standar minimal tinggi ruang bebas dan berlaku
sebaliknya.
30
1.2.6 Lebar Mercu Bendungan (Dam Crest Width)
Lebar mercu bendungan yang memadai diperlukan agar puncak bendungan dapat
bertahan terhadap hempasan gelombang di atas permukaan lereng yang berdekatan dengan
mercu tersebut dan dapat bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian puncak
bendungan. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu juga diperhatikan kegunaannya
sebagai jalan-jalan eksploitasi dan pemeliharaan bendungan. Kadang pula lebar mercu
bendungan ditentukan berdasarkan kegunaannya sebagai jalan-jalan lalu lintas umum. Untuk
memperoleh lebar minimal dapat digunakan rumus berikut [ CITATION Sos89 \l 1033 ]:
1
b=3,6 H 3 −3,0 (1.6)
Dimana:
31
Berikut perbandingan beberapa tipe konstruksi pelindung lereng bendungan,
dilihat dari kelebihan dan kelemahannya.
32
Gambar 1.31 Hamparan batu pelindung.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
33
Gambar 1.33 Pasangan blok beton pelindung.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
1) Kualitas bahan harus cukup mampu bertahan (tidak pecah) terhadap gilasan
alat-alat pemadatan, kekuatan hempasan gelombang dan pengaruh-pengaruh
pergantian kondisi basah/kondisi kering secara terus menerus,
2) Batu-batu, blok atau masing-masing elemen konstruksinya harus mempunyai
dimensi serta berat yang memadai, agar tidak dapat digerakkan oleh kekuatan
hempasan gelombang yang terbesar (lihat tabel di bawah),
Tabel 1.4 Ketebalan dari hamparan pelindung dan gradasi batu-batu hamparan dengan kemiringan
lereng 1:3.
Prosentase gradasi batu-batu hamparan dalam ukuran berat
Jarak tepi Ketebalan
(kg)
waduk yang vertikal
No. Berat 45~75 %
berhadapan hamparan 25% lebih 25 % lebih
ukuran terletak
(km) (cm) besar ringan dari
maksimal antara
1 1,6 46 450 135 135~4,5 4,5
2 4,0 61 630 270 270~13,5 13,5
3 8,0 76 1.125 450 450~22,5 22,5
4 16,0 91 2.250 900 900~45 45
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
34
Tabel 1.5 Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung lereng udik bendungan.
Ketebalan
Diameter rata-rata Ketebalan
Tinggi minimal
No. batu hamparan minimal lapisan
gelombang (m) hamparan batu *)
(D50 cm) filter (cm)
(cm)
1 0~0,6 25 30 15
2 0,6~1,2 30 45 15
3 1,2~1,8 38 60 23
4 1,8~2,4 45 75 23
5 2,4~3,0 52 90 30
*) seharusnya lebih besar dari pada ukuran maksimal batu-batu hamparan pelindung dan juga lebih
besar dari pada D50 x 1,5 (Dikutip dari Departement of Civil Engineering U.S. Army).
4) Ditinjau dari bentuk butiran batu, maka bentuk yang bersegi-segi lebih baik
dari pada bentuk batu yang bulat,
5) Gradasi bahan lapisan filter harus dipilih sedemikian rupa, sehingga butiran
bahan tubuh bendungan yang dilindungi tidak tersedot keluar oleh gaya-gaya
yang ditimbulkan oleh gelombang.
b. Pelindung lereng hilir
Pelindung lereng hilir (untuk bendungan homogen) biasanya dilakukan untuk
melindungi permukaan lereng terhadap erosi dan terhadap pengaruh-pengaruh
cuaca lainnya seperti radiasi sinar matahari, temperatur udara rendah (kebekuan),
dan lain-lain. Pelindung lereng hilir biasanya digunakan tumbuh-tumbuhan berupa
rumput-rumputan.
Active storage (useful storage, working storage, volume waduk aktif) adalah volume
waduk yang dapat digunakan untuk memenuhi salah satu atau lebih tujuan pembangunannya.
In active storage (volume waduk tidak aktif) adalah volume waduk antara bagian terbawah
dari bangunan pengeluaran dengan permukaan air terendah untuk operasi. Dead storage
(volume waduk mati) adalah volume waduk yang terletak di bagian terbawah dari bangunan
pengeluaran. Flood storage (volume waduk banjir) adalah sebagian volume waduk aktif yang
digunakan untuk mengontrol (meredam) banjir yang terjadi. Reservoir capacity (gross
storage, gross reservoir, storage capacity, kapasitas waduk, volume total waduk) adalah
volume total waduk yang meliputi volume active storage, in active storage dan dead storage
(lihat gambar 2.29).
35
Berdasarkan peta topografi volume waduk dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
1
V i+1 = . ∆ h . ( A i + A i+1 + √ Ai . A i+1 ) (1.7)
3
Dimana:
36
6 3
Volume Tampungan (10 m )
80 70 60 50 40 30 20 10 0
250 250
230 230
Elevasi (m)
Elevasi (m)
210 210
190 190
170 170
150 150
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00
2
Luas Genangan (km )
Gambar 1.35 Kurva hubungan elevasi, luas genangan dan volume tampungan.
1.2.9 Sedimentasi
Sedimen yang mengalir di sungai ada yang berupa koloidal (butir halus) yang
bercampur dengan air sungai (suspended load) dan ada yang mengalir lewat dasar sungai
(bed load). Apabila aliran air sampai di waduk maka sedimen akan tertahan dan mengendap
di waduk. Makin banyak sedimen yang mengendap di waduk makin berkurang volumenya,
maka makin memperpendek umur waduk. Sehingga perlu diperhitungkan berapa jumlah
sedimen yang mengalir di sungai dimana akan dibuat waduk tersebut.
Dimana:
37
Hubungan erosi lahan, angkutan sedimen dan Sediment Delivery Ratio dapat diformulakan
sebagai berikut:
SY =SD R . Ea (1.9)
Dimana:
Untuk mengurangi tingkat volume sedimen yang masuk ke waduk setelah mulai
dioperasikan, maka diupayakan menjalankan program penghijauan di daerah aliran sungai,
penangkapan dengan check dam dan pengaturan cara bercocok tanam di daerah hulu.
Menurut Thomas A. Mc. Mahon dalam bukunya Reservoir Capacity and Yield,
penentuan kapasitas waduk dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Metode simulasi atau analisis perilaku, besarnya kapasitas waduk yang dibutuhkan dapat
dihitung dengan persamaan kontinuitas penampungan sebagai berikut:
Dengan batasan 0 ≤ Zt ≤ C
Dimana:
38
Zt : tampungan waduk pada awal interval waktu t,
Jika umur waduk diperhitungkan maka tampungan aktif harus dikurangi dengan
perkiraan volume sedimennya. Persamaan di atas diaplikasikan dengan anggapan keadaan
awal waduk dianggap penuh.
14
12
10
8
6
4
2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
2 Minggu ke-
39
1.2.11 Pondasi Bendungan
a. Mempunyai daya dukung tanah yang baik sehingga mampu menahan beban tubuh
bendungan,
b. Mempunyai kemampuan menghambat aliran air yang baik,
c. Mempunyai ketahanan terhadap gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
akibat aliran filtrasi.
Jika dilihat dari batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka pondasi dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) sebagai berikut:
a. Pondasi batuan
Pondasi batuan adalah jika bendungan didirikan di atas lapisan batuan yang masif.
Batuan harus keras dan kokoh. Jika batuan yang akan digunakan untuk pondasi
merupakan batuan lunak maka perlu diadakan perbaikan sebagai berikut:
1) Sementasi tirai
Berfungsi untuk mengurangi debit filtrasi melalui pondasi debit bendungan
dengan cara memaksa aliran filtrasi mengalir melalui ujung ke bawah tirai
sementasi sehingga memperpanjang trayektori aliran filtrasi yang
mengakibatkan berkurangnya debit aliran yang keluar bendungan. Tirai dibuat
tepat di bawah alas zona kedap air.
2) Sementasi konsolidasi dan sementasi alas
Sementasi konsolidasi adalah sementasi yang sangat dangkal dan merata di atas
permukaan pondasi. Tujuan sementasi konsolidasi untuk memperkuat lapisan
teratas pondasi, menutup serta merekatkan kembali rekahan yang banyak
terdapat di lapisan teratas batuan.
b. Pondasi pasir atau kerikil
Pondasi dari lapisan pasir dan kerikil dengan kemampuan daya dukung yang
memadai untuk bendungan urugan rendah dengan tinggi maksimal bendungan 50
m. Pondasi tipe ini mempunyai permeabilitas tinggi, tetapi jika koefisien
keseragaman < 10 serta kepadatan relatif < 70 % maka daya dukungnya menjadi
kurang memadai dan perlu diadakan perbaikan.
40
c. Pondasi tanah
Pondasi jenis ini memiliki kekedapan air yang lebih baik dari tipe yang lain. Jika
usia pondasi semakin tua maka daya dukungnya dan kekedapan airnya akan
meningkat. Jika diperlukan perbaikan pondasi maka perlu perhatikan hal berikut:
1) Pemadatan dengan penumbukan untuk tanah yang loose, sedangkan pada pasir
dilakukan penggetaran,
2) Pemadatan dengan mempercepat proses konsolidasi dengan mengeluarkan
kandungan airnya. Misalnya dengan pasir penyerap (sand drain).
Pada pemilihan pondasi batuan perlu diperhatikan beberapa sifat dari batuan untuk
merencanakan pondasi dengan baik yaitu, gaya pecah, gaya geser, elastisitas, perubahan
bentuk, gaya tektonik dan kelulusan air. Berikut penjelasannya:
a. Gaya pecah (crushing strength)
Ini sangat mempengaruhi daya dukung yang dapat ditahan oleh batuan. Daya
dukung batuan sebagai pondasi bendungan tergantung pada:
1) Kualitas batuan, yaitu ada tidaknya atau banyak sedikitnya retakan, celah,
rekahan, patahan/sesar dan bahan pengisi yang terdapat di antara lubang-
lubang,
2) Derajat pelapukan,
3) Prosentase retakan yang sangat kecil yang terdapat di daerah tersebut.
b. Gaya geser (shearing strength)
Gaya geser batuan tergantung pada sudut gesekan dalam yang merupakan angka
dari tangens sudut yang bersangkutan menurut rumus [ CITATION Soe03 \l
1033 ]:
f =tg θ (1.11)
Dimana:
41
Tabel 1.6 Daftar koefisien gaya geser beberapa jenis batuan.
No. Jenis Batuan Koefisien
1. Tuff 0,90
2. Schist Biotite 0,50
3. Limestone (reef breccias) 0,60
Limestone (medium
4. 0,50
grained)
5. Granite (weathered) 0,80
[ CITATION Soe03 \l 1033 ]
42
ada kecenderungan mencari lubang-lubang sebagaimana kecilnya untuk dilewati.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bahaya gejala pembuluh.
Gambar 1.37 Skema sebuah tipe bangunan pelimpah pada bendungan urugan.
43
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
Gambar 1.38 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah bangunan pelimpah.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
44
Gambar 1.39 Bentuk-bentuk pelimpah menurut standar WES.
[ CITATION Ven59 \l 1033 ]
X n=K . H n−1
d .Y (1.12)
Dengan X dan Y adalah koordinat profil mercu dengan titik awal pada titik
tertinggi dari mercu, Hd adalah tinggi tekanan rencana tanpa tinggi kecepatan dari
aliran yang masuk, K dan n adalah parameter-parameter yang tergantung pada
kemiringan muka pelimpah bagian hulu. Nilai-nilai K dan n ditetapkan sebagai
berikut:
45
Tabel 1.7 Nilai K dan n.
No
Slope of upstream face K n
.
1. Vertical 2,000 1,850
2. 3 on 1 1,936 1,836
3. 3 on 2 1,939 1,810
4. 3 on 3 1,873 1,776
[ CITATION Ven59 \l 1033 ]
Debit yang melalui pelimpah dapat dihitung dengan suatu persamaan yang
direncanakan dengan bentuk-bentuk WES [ CITATION Ven59 \l 1033 ],
persamaannya adalah:
Dimana:
C : koefisien debit,
Dengan He tinggi energi total pada mercu dalam feet, termasuk tinggi kecepatan
pada saluran masuk. Hasil pemeriksaan terhadap model pelimpah ini
membuktikan bahwa efek kecepatan masuk dapat diabaikan bila tinggi h dari
pelimpah melebihi 1,33Hd, dengan Hd adalah tinggi tekan rencana tanpa tinggi
kecepatan masuk. Berdasarkan keadaan ini dan dengan tinggi tekan rencana
(yakni h/Hd melebihi 1,33 dan He = Hd untuk tinggi kecepatan masuk diabaikan),
koefisien debit C diketahui sebesar Cd = 4,03.
Untuk pelimpah yang rendah dengan h/Hd < 1,33 kecepatan masuk akan
mempunyai efek cukup besar terhadap debit atau koefisien debit dan oleh sebab
itu juga terhadap profil tirai luapan. Gambar di bawah menyatakan suatu gambar
tak berdimensi, dibuat berdasarkan data dari WES yang dapat dipakai untuk
memperlihatkan efek kecepatan masuk pada hubungan antara He/Hd dan C/Cd
untuk pelimpah yang direncanakan menurut bentuk WES dengan muka hulu yang
tegak lurus. Untuk pelimpah dengan muka hulu miring, nilai C kurang lebih dapat
46
dikoreksi untuk efek kemiringan muka hulu tersebut dengan mengalikan C dengan
suatu faktor koreksi yang diambil dari grafik pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.40 Hubungan tinggi tekan dengan debit untuk bentuk pelimpah standar WES.
[ CITATION Ven59 \l 1033 ]
Dalam saluran pengatur aliran terdapat pula saluran transisi yang direncanakan
agar debit banjir rencana yang akan disalurkan tidak menimbulkan back water di
bagian hilir saluran pengatur aliran dan memberikan kondisi yang
menguntungkan, baik pada aliran di dalam saluran transisi tersebut maupun pada
aliran permulaan yang akan menuju saluran peluncur.
47
Rencana teknis hidrolis saluran transisi dilakukan dengan rumus Bernoulli:
1) Apabila di ujung hulu saluran transisi terjadi aliran sub kritis dan di ujung hilir
terjadi aliran kritis,
(elevasi dasar ambang hilir) = (elevasi dasar ambang hulu)
v 2e v 2c K (v 2e −v 2c )
+d e + −d c + − −hm (1.14)
2g 2g 2g
Dimana:
de : kedalaman aliran masuk ke dalam saluran transisi (m),
ve : kecepatan aliran masuk ke dalam saluran transisi (m/dt),
dc : kedalaman kritis pada ujung hilir saluran transisi (m),
vc : kecepatan aliran kritis pada ujung hilir saluran transisi (m/dt),
K : koefisien kehilangan tinggi tekanan yang disebabkan oleh
perubahan penampang lintang saluran transisi (0,1 – 0,2),
hm : kehilangan total tinggi tekanan yang disebabkan oleh gesekan
dan lain-lain (m).
Gambar 1.42 Skema aliran dalam kondisi terjadinya aliran kritis di ujung hilir saluran transisi.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
2) Apabila di ujung hulu dan di ujung hilir saluran transisi terjadi aliran kritis,
(elevasi dasar ambang hilir) = (elevasi dasar ambang hulu)
v 2c 1 v 2c1 K (v 2c1−v 2c 2)
+d c 1 + −d c2− − −hm (1.15)
2g 2g 2g
48
Dimana:
Gambar 1.43 Skema aliran dalam keadaan terjadinya aliran kritis di ujung hulu dan ujung hilir saluran
transisi.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
Pada hilir saluran pengatur aliran juga dapat di desain tanpa saluran transisi
(langsung masuk ke saluran peluncur) atau dengan pengendalian loncatan dengan
ambang. Pengendalian loncatan dengan ambang hampir sama fungsinya dengan
saluran transisi namun berupa pengendalian loncatan dengan ambang dalam
saluran persegi dengan lebar saluran tetap. Pengendalian loncatan dengan ambang
merupakan pengendali loncatan hidrolis pada suatu aliran agar aliran yang semula
berupa aliran super kritis menjadi aliran kritis akibat terjadinya loncatan hidrolis.
Berikut langkah-langkah untuk mendesain pengendalian loncatan dengan ambang:
49
Untuk menghitung kedalaman air di kaki pelimpah terlebih dahulu
menghitung kecepatan air di kaki pelimpah (v1) dengan rumus:
Dimana:
Q= A 1 . v 1=b1 . d 1 . v 1 (1.17)
Dimana:
v c / √ g . D=1 (1.18)
Dimana:
50
vc : kecepatan aliran kritis di ambang (m/dt),
y2 1 2
= . ( √1+8 . F1 −1 ) (1.19)
y1 2
Dimana:
X =5 . ( h+ y 3 ) (1.20)
Dimana:
51
Gambar 1.44 Sketsa saluran dengan ambang peninggian curam.
Gambar 1.45 Hubungan eksperimental antara F, y3/y1, dan h/y1 untuk peninggian mendadak.
[ CITATION Ven59 \l 1033 ]
c. Saluran peluncur
Dalam merencanakan saluran peluncur harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Air yang melimpah dari saluran pengatur harus mengalir dengan lancar tanpa
hambatan-hambatan hidrolis,
2) Konstruksi saluran peluncur harus kokoh dan stabil dalam menampung semua
beban yang timbul,
3) Biaya konstruksi diusahakan seekonomis mungkin.
52
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
Berikut beberapa cara perhitungan hidrolika yang didasarkan teori Bernoulli untuk
saluran peluncur:
z 1+ d 1+ hv 1=z 2+ d 2+ hv 2 +h L (1.21)
Dimana:
53
Gambar 1.46 Skema penampang memanjang aliran pada saluran peluncur.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
v 22 v 21 n2 v́ 2
h e= + + ∆l (1.22)
2 g 2 g Ŕ 4/ 3 1
Dimana:
54
d2 : kedalaman air pada bidang-2 (m),
V 1+V 2
ῡ : (m/dt),
2
v 21 v 22
+d 1 +S 0 . ∆ l= +d 2 +h L (1.25)
2g 2g
v 22 v 21
+d − −d 1
2g 2 2g (1.26)
∆ l=
S 0−S
Dimana:
55
S0 : kemiringan dasar saluran peluncur.
Kx2
y=x tan θ+ (1.27)
4 hv cos2 θ
Kx
S= x tanθ+ 2 (1.28)
2 hv cos θ
Dimana:
y : sumbu vertikal,
x : sumbu horizontal,
Saluran peluncur dibuat dengan penampang yang kecil tetapi pada bagian
ujung hilir saluran peluncur dibuat melebar (berbentuk terompet). Sebelum
dihubungkan dengan peredam energi. Pada hakikatnya metode perhitungan
untuk merencanakan bagian saluran yang berbentuk terompet ini belum ada,
tetapi disarankan agar sudut pelebaran (θ) tidak melebihi besarnya sudut yang
diperoleh dari rumus berikut:
56
1
tanθ= (1.29)
3F
v
F= (1.30)
√ gd
Dimana:
d. Peredam energi
Sebelum aliran yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan ke dalam sungai,
maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super-kritis tersebut
harus diperlambat dan diubah pada kondisi aliran sub-kritis. Guna mereduksi
energi yang terdapat di dalam aliran tersebut, maka di ujung hilir saluran peluncur
biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi pencegah gerusan.
Dalam perencanaan dipakai tipe kolam olakan, dan yang paling umum
dipergunakan adalah kolam olakan datar.
Macam tipe kolam olakan datar yaitu:
1) Kolam olakan datar USBR tipe I
57
Kolam olakan USBR tipe I adalah kolam yang terbentuk oleh loncatan yang
terjadi pada lantai datar, tanpa peralatan tambahan. Kolam ini dengan mudah
dapat dirancang dengan prinsip yang sederhana, namun biasanya tidak praktis
karena terlalu panjang dan sukar dikendalikan.
58
Gambar 1.49 Perkiraan permukaan air yang terbentuk dan profil tekanan pada kolam olakan datar tipe
II.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
Gambar 1.50 Bentuk yang direkomendasikan untuk kolam olakan datar tipe II.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
59
dasar kolam olakan, gigi penghadang aliran (baffle piers) pada dasar kolam
olakan.
Gambar 1.51 Bentuk yang direkomendasikan untuk kolam olakan datar tipe III.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
Gambar 1.52 Perkiraan permukaan air yang terbentuk dan profil tekanan pada kolam olakan datar tipe
III.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
60
Gambar 1.53 Grafik penentuan ukuran tinggi baffle piers dan end sill pada kolam olakan datar tipe III.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
Gambar 1.54 Grafik penentuan panjang lantai kolam olakan datar tipe I, II dan III.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
61
Gambar 1.55 Grafik penentuan kedalam air sungai di hilir kolam olakan datar.
[ CITATION Sos89 \l 1033 ]
62
Gambar 1.56 Bentuk yang direkomendasikan untuk kolam olakan datar tipe IV.
[ CITATION AJP84 \l 1033 ]
Bangunan beserta instalasinya yang digunakan untuk mengeluarkan air dari waduk
dan memasukkannya ke dalam saluran air baik yang terbuka maupun yang tertutup dan
mengatur debit airnya agar dapat dipakai untuk memenuhi salah satu atau lebih keperluan
yang direncanakan. Apabila dipandang dari segi waduk maka disebut bangunan pengeluaran
(outlet works), sedang dari segi penggunaan sesudah keluar waduk disebut bangunan
pemasukan (inlet works). Berikut ini pembagian tipe bangunan pengeluaran:
63
1) Saluran terbuka, banyak dijumpai pada saluran irigasi yang mengambil air dari
waduk. Apabila keluarnya air pada sungai kembali maka disebut bangunan
pengeluaran sungai (river outlet),
2) Saluran tertutup, digunakan untuk pemasukan ke dalam pipa pesat PLTA.
c. Pembagian tipe bangunan pengambilan berdasar hubungannya dengan
bendungannya ada 2 (dua) tipe yaitu:
1) Bangunan pengambilan yang terpisah dengan tubuh bendungan, digunakan
untuk bendungan urugan, agar tidak menimbulkan erosi maka bangunan
pengambilan diletakkan terpisah dengan tubuh bendungannya,
2) Sedangkan yang terdapat di dalam bendungan banyak dijumpai pada
bendungan beton.
d. Pembagian tipe bangunan pengambilan berdasar bentuknya, dalam hal ini ada 3
(tiga) tipe yaitu:
1) Bangunan pengeluaran berbentuk saluran tertutup dengan menara banyak
digunakan waduk alam (telaga, danau) dengan maksud memudahkan
pelaksanaan konstruksinya. Selama pelaksanaan, permukaan waduk alam
diturunkan sedikit demi sedikit,
64
dengan menggunakan metode corong. Selain digunakan untuk waduk alam
dapat pula digunakan untuk waduk buatan apabila topografinya
memungkinkan,
Gambar 1.58 Bangunan pengambilan berbentuk terowongan dengan menara Bendungan Mica, Kanada.
[ CITATION Soe03 \l 1033 ]
65
Gambar 1.59 Bangunan pengambilan air PLTA Ramganga, India.
[ CITATION Soe03 \l 1033 ]
a. Untuk mencegah terjadinya bahaya limpasan lewat puncak bendungan maka harus
disediakan bangunan pelimpah dan bangunan pengeluaran yang cukup
kapasitasnya. Apabila terpaksa ada air yang melimpah lewat puncak bendungan
hanya diperbolehkan yang berasal dari gelombang yang terjadi karena angin.
66
Kalaupun hal ini terjadi bendungan harus dapat menahan tanpa menimbulkan
kerusakan yang berarti,
b. Syarat-syarat stabilitas konstruksi dapat dipenuhi:
1) Lereng di sebelah hulu dan hilir bendungan harus tidak mudah longsor,
2) Harus aman terhadap geseran,
3) Harus aman terhadap penurunan bendungan,
4) Harus aman terhadap rembesan,
c. Untuk mencegah terjadinya bahaya gejala pembuluh maka rembesan air yang
kemungkinan terjadi harus disalurkan lewat saluran pengering, sumur pengering
atau sumur pelepas tekan.
Stabilitas konstruksi bendungan terdiri dari stabilitas tubuh bendungan dan stabilitas
bangunan pelimpah (spillway). Berikut penjelasan syarat-syarat dan perhitungan stabilitas
bendungan dan stabilitas bangunan pelimpah menggunakan software GeoStudio 2007.
Untuk menganalisa stabilitas tubuh bendungan ada beberapa keadaan berbahaya yang
harus ditinjau di dalam perhitungan. Ada 4 (empat) keadaan yaitu:
67
sebagian saja. Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah kemiringan sebelah
hulu (di dalam waduk),
d. Pada waktu waduk terisi air penuh dan turun secara tiba-tiba (rapid drawdown)
Pada waktu waduk terisi air penuh maka tekanan porinya sangat besar, bagian di
dalam waduk mendapatkan tekanan air ke atas sehingga beratnya berkurang. Pada
waktu permukaan air waduk turun secara tiba-tiba maka air dari pori-pori akan
sangat lambat hilangnya sehingga masih terisi air dan dalam keadaan basah maka
beratnya menjadi bertambah besar karena tekanan air ke atas tidak ada lagi.
Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah di sebelah hulu.
68
Tergantung pada lokasi bendungan, biasanya sudah ada standar angka gempa.
Untuk bendungan yang tingginya di atas 60 m, dianjurkan mengadakan
penyelidikan khusus karena faktor gempa bumi akan sangat besar pengaruhnya.
Koefisien gempa (seismic coefficient) biasanya terletak antara 0,05 – 0,25. Untuk
menentukan gaya gempa digunakan rumus sebagai berikut: [ CITATION Soe03 \l
1033 ]
E=λ .W (1.31)
Dimana:
λ : koefisien gempa,
GeoStudio 2007 adalah sebuah paket software untuk memodelkan geoteknik dan geo-
lingkungan. Software ini melingkupi SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W, QUAKE/W, TEMP/W,
CTRAN/W, AIR/W dan VADOSE/W yang sifatnya terintegrasi sehingga memungkinkan untuk
menggunakan hasil dari satu produk ke dalam produk yang lain. Pada stabilitas konstruksi
bendungan software yang dipakai adalah SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W dan QUAKE/W.
a. SLOPE/W
Merupakan produk perangkat lunak untuk menghitung faktor keamanan
kemiringan tanah dan kemiringan batuan. Dengan SLOPE/W dapat menganalisa
masalah baik secara sederhana maupun kompleks dengan menggunakan salah satu
dari delapan metode kesetimbangan batas untuk berbagai permukaan yang miring,
kondisi tekanan pori, sifat tanah dan beban terkonsentrasi. SLOPE/W
diformulasikan dalam bentuk persamaan angka keamanan yang memenuhi
kesetimbangan momen maupun kesetimbangan gaya. Sebagai contoh metode
Morgenstren Price memenuhi kesetimbangan gaya maupun kesetimbangan
momen. Formulasi umum ini memudahkan dalam menghitung angka keamanan
dari berbagai metode dan memudahkan dalam memahami hubungan-hubungan
dan perbedaan-perbedaan di antara semua metode-metode.
69
Pada SLOPE/W terdapat 3 (tiga) tahap dalam menjalankan program yaitu
DEFINE untuk mendefinisikan masalah yang akan dianalisis, SOLVE untuk
menghitung hasil dan CONTOUR untuk menampilkan hasilnya. Berikut
penjelasan beserta contohnya bagaimana menggunakan program ini untuk
menganalisis stabilitas lereng.
1) DEFINE
Untuk menganalisis kita mulai dengan membuat proyek SLOPE/W baru dari
halaman awal Geostudio (Start Page Geostudio). Pada kotak dialog KeyIn
Analysis, kita harus mengidentifikasi metode analisis apa yang akan kita
gunakan. Misal, memilih Morgenstern-Price pada opsi Analysis Type dan
pastikan memilih Half-sine function pada opsi Side Function. Kemudian pada
opsi pore-water pressure, jika tidak terdapat permukaan air dalam tanah maka
pilih none, jika terdapat permukaan air dalam tanah berupa garis-garis maka
pilih piezometric line dan jika ingin memakai hasil analisis program
sebelumnya misalnya SEEP/W maka pilih parent analysis. Pada tab slip
surface pilih arah pergerakan gelincir dan metode yang akan digunakan untuk
mencari nilai kritis permukaan gelincir, biasanya digunakan metode Grid and
Radius. Berikan nama pada analisis dan deskripsinya. Pertama kali kita mulai
bekerja menggunakan SLOPE/W, ini sangat bermanfaat untuk mempelajari
yang berbeda dari toolbars yang sudah ada. Kebanyakan dari perintah-perintah
yang tersusun dalam menubars juga tersedia sebagai ikon tersendiri pada
banyak toolbars yang berbeda. Kita bisa mengetahui fungsi toolbars dengan
cara mengkliknya agar aktif dan tidak aktif.
70
Gambar 1.60 Kotak dialog KeyIn Analyses pada program SLOPE/W.
[ CITATION GEO08 \l 1033 ]
71
yaitu bisa dibetulkan atau dihapus menggunakan menu Modify: perintah
Objects.
Ketika membuat model menurut angka (numerical model), pertama gambar
geometrinya; membuat dan menetapkan material-materialnya, gambar kondisi
tekanan air pori (pore-water pressure), dan gambar geometri permukaan
gelincir yang akan kendalikan model kegagalan yang akan kita analisis. Mulai
dengan menggambar geometri. Masing-masing area tanah dibuat
menggunakan menu Draw: perintah Regions. Klik kiri ketikus untuk membuat
titik-titik dari area tersebut. Ketika poligon dari area sudah tertutup, kita bisa
melanjutkan untuk menggambar area-area tanah yang lain, atau kita bisa
keluar dari mode gambar area.
Material-material pertama kali dibuat kemudian ditetapkan pada objek
geometrinya. Pilih sub menu Materials dari menu Draw. Klik pada KeyIn:
untuk membuat material. Menambahkan material baru, beri nama dan pilih
model kekuatan material dari daftar di bawahnya. Kita bisa menggunakan
tombol tab untuk pindah antar kotak-kotak edit. Untuk membuat material
kedua, kita punya pilihan; kita bisa menambahkan material yang lain atau kita
bisa menggandakan sama persis dengan material yang sudah ada. Material-
material sekarang bisa ditempatkan ke masing-masing area geometrinya.
72
Gambar 1.61 Kotak dialog KeyIn Materials pada SLOPE/W.
[ CITATION GEO08 \l 1033 ]
73
Gambar 1.62 Model permasalahan yang sudah selesai dibuat dengan SLOPE/W.
[ CITATION GEO08 \l 1033 ]
Pilih sub menu Verify pada menu Tools dan SLOPE/W akan memproses
pengecekkan untuk melihat apakah ada kesalahan atau peringatan pada model
yang sudah dibuat. Setelah itu saatnya untuk memecahkan masalah tersebut.
2) SOLVE dan CONTOUR
Klik pada ikon SOLVE temukan pada Current Analysis Toolbar. Pilih tombol
start untuk mengaktifkan pemecahnya. Pada jendela pemecahnya kita akan
melihat faktor keamanan yang sudah dihitung dengan berbagai metode. Kita
bisa langsung meninjau kembali hasilnya dengan mengklik ikon CONTOUR
pada toolbar arus analisis (DEFINE, SOLVE, CONTOUR). Permukaan
gelincir yang paling kritis muncul bersamaan dengan faktor keamanan yang
paling kritis pula.
74
Gambar 1.63 Kotak dialog yang menampilkan faktor keamanan hasil dari proses SOLVE.
[ CITATION GEO08 \l 1033 ]
Gambar 1.64 Tampilan kontur permukaan gelincir dengan nilai faktor keamanan paling kritis.
[ CITATION GEO08 \l 1033 ]
75
Gunakan perintah pada menu Draw: sub menu Slip Surfaces untuk
mengembalikan kotak dialog yang meringkaskan faktor keamanan untuk
semua permukaan gelincir yang berbeda yang sudah dianalisis. Ketika kita
klik pada salah satu permukaan gelincir, kita akan tahu kedua alasan
permukaan gelincir dan yang berhubungan dengan faktor keamanan yang
tampil pada jendela CONTOUR. Kita juga bisa meninjau informasi gaya pada
potongan untuk menemukan mana permukaan gelincir yang paling kritis.
Gerakan kursor ke dalam bagian potongan manapun dan klik kiri ketikus
untuk memilih potongan. Informasi gaya bisa disalin dan ditulis ulang
langsung ke laporan atau lembar kerja.
Gambar 1.65 Kotak dialog Free Body Diagram dan Force Polygon pada ptotongan ke 10.
[ CITATION GEO08 \l 1033 ]
76
Pada mode awal, lokasi dari permukaan gelincir kritis ditampilkan di
CONTOUR; bagaimanapun kita bisa juga melihat lokasi permukaan gelincir
lainnya yang sudah dianalisis. Pilih sub menu Preferences dari menu View.
Pilih nomor dari permukaan gelincir yang akan dilihat secara serentak.
Permukaan gelincir untuk 10 (sepuluh) faktor keamanan terendah sudah
tergambar pada profil. Terkadang ini sangat menolong untuk berpikir ke
dalam syarat-syarat zona kegagalan seperti ditentang ke lokasi permukaan
gelincir yang spesifik. Sebuah peta keamanan bisa digambarkan di profil
untuk mengindikasi zona dari permukaan gelincir dengan faktor keamanan
yang hampir sama bisa berkembang.
3) Penambahan analisis tambahan
Fitur lain yang sangat canggih di GeoStudio 2007 adalah kemampuan untuk
perilaku perkalian analisis ke dalam sebuah file proyek. Jika kita ingin melihat
hasil dari masukan parameter yang berbeda pada geometri yang sama, kita
bisa menambahkan atau menggandakan analisisnya dengan menggunakan
menu KeyIn: kotak dialog Analysis. Analisis tambahan tersebut bisa sebagai
analisis tambahan yang berbeda (tidak terkait dengan analisis awal) maupun
analisis tambahan yang merupakan kelanjutan dari analisis sebelumnya.
b. SEEP/W
SEEP/W mempunyai tiga program eksekusi sama seperti SLOPE/W, yaitu
DEFINE untuk mendefinisikan model, SOLVE untuk menghitung menghasilkan
kesimpulan, dan CONTOUR untuk menampilkan kesimpulan perhitungan. Berikut
ini penjelasan beserta contohnya bagaimana menggunakan program-program ini
untuk menganalisis suatu rembesan pada bendungan.
1) DEFINE
Untuk analisis ini kita mulai dengan membuat proyek SEEP/W baru dari
halaman awal GeoStudio. Pilih tipe analisis apa yang akan kita lakukan dan
berikan nama dan deskripsinya. Pertama kali kita mulai bekerja dengan
SEEP/W, ini sangat membantu jika kita mempelajari toolbars yang berbeda-
beda yang sudah ada. Banyak perintah-perintah pada sub menu juga tersedia
sebagai ikon-ikon tersendiri pada banyak toolbars yang berbeda. Kita bisa
mengetahui fungsi toolbars dengan cara mengkliknya agar aktif dan tidak
aktif.
77
Gambar 1.66 Kotak dialog KeyIn Analyses pada SEEP/W.
[ CITATION GEO07 \l 1033 ]
78
membuat dan menetapkan kondisi-kondisi batas (boundary condition) dan
akhirnya meninjau kembali dan menyetel dengan sebaik-baiknya jaring-jaring
elemen batas.
Mulai dengan menggambar geometri. Masing-masing area tanah dibuat
menggunakan menu Draw: perintah Regions. Klik kiri ketikus untuk membuat
titik-titik dari area tersebut. Ketika poligon dari area sudah tertutup, kita bisa
melanjutkan untuk menggambar area-area tanah yang lain, atau kita bisa
keluar dari mode gambar area. Material-material pertama kali dibuat kemudian
ditetapkan pada objek geometrinya. Pilih sub menu Materials dari menu
Draw. Klik pada KeyIn: untuk membuat material. Menambahkan material
baru, beri nama dan pilih model kekuatan material dari daftar di bawahnya.
Untuk analisis pada keadaan tetap (steady-state), hanya membutuhkan fungsi
dari konduktivitas yang ditentukan. Tombol yang berupa “titik-titik”
digunakan secara luas di dalam GeoStudio untuk mengindikasi penambahan
fitur yang bisa diakses. Klik pada tombol ini untuk membuat fungsi
konduktivitas hidrolik. Klik tombol add, berikan nama pada fungsi tersebut
dan pilih tipenya dari daftar di bawahnya. Pada contoh kasus ini ditentukan
titik-titik data yang membentuk fungsi tersebut berupa matriks, yang mana
nilainya positif, dan konduktivitas hidrolik. Seringkali pada 2 titik fungsi
pertama cukup sebagai titik awal. Penambahan titik bisa ditambahkan dan
biasa dengan mengedit fungsi secara langsung. Ketika kita sudah bisa
membuat fungsi konduktivitas hidrolik ini, kita lalu bisa menutup kotak dialog
KeyIn: Hydraulic conductivity untuk kembali ke tampilan kotak dialog KeyIn:
Material Properties. Sekarang fungsinya sudah diberikan ke tanah tersebut.
79
Gambar 1.67 Tampilan kotak dialog KeyIn Materials pada SEEP/W.
[ CITATION GEO07 \l 1033 ]
Jika model material hanya ditinjau sebagai saturated, maka kita tidak perlu
memasukkan fungsi konduktivitas hidroliknya. Cukup dengan mengisi nilai
saturated conductivity. Sehingga bisa dianggap nilai konduktivitasnya tetap.
Hal ini akan mempermudah dalam memasukkan data untuk materialnya.
80
Gambar 1.68 Tampilan kotak dialog KeyIn Hydraulic Conductivity Functions.
[ CITATION GEO07 \l 1033 ]
81
miring kita bisa menggunakan kondisi batas (boundary condition), seperti
pada total ketinggian reservoir yang hanya sebagaian dari kemiringan tersebut,
kita perlu menyisipkan sebuah titik area. Kondisi batas bisa mudah dihapus
dari geometri dengan baik.
Sekarang geometri sudah tergambar, spesifikasi material sudah dibuat dan
ditetapkan dan kondisi batas sudah diberikan, saatnya untuk meninjau ulang
batasan elemen. Kita bisa melihat jaring batasan elemen menggunakan menu
Draw: Mesh Properties. Penjaringan algoritma di dalam SEEP/W sudah diatur
untuk menggunakan elemen global. Untuk membuat jaring lebih baik lagi,
ketik ke dalam ukuran global elemen yang lebih kecil, ini yang terbaik untuk
mulai dengan kondisi jaring awal dan memaksa jaring hanya jika dibutuhkan.
Jaring batasan elemen akan menghilang saat kita keluar dari menu Draw:
Mesh Properties view. Jika kita ingin itu tetap aktif, kita bisa klik ikon view
mesh pada tampilan pilihan toolbars.
Salah satu tujuan dari analisis ini adalah untuk menghitung jumlah aliran yang
melewati bendungan urugan. Untuk melakukan ini, kita bisa menggunakan
flux section. Flux section digunakan untuk mengidentifikasi elemen dimana
kita ingin software menghitung dan melaporkan jumlah dari aliran yang
melewati setiap elemen selama proses pemecahan masalah. Sekarang saatnya
memecahkan masalah tersebut.
Gambar 1.69 Model bendungan urugan tanah yang sudah selesai dibuat dengan SEEP/W.
[ CITATION GEO07 \l 1033 ]
82
garis vektor kecepatan pada lokasi kontur tekanan nol (zero pressure) dan
kontur total ketinggian (total head).
Hasil dari flux section bisa ditampilkan dengan memilih sub menu flux labels
dari menu Draw. Klik pada flux section akan membuat nilai total flux muncul.
Nilai ini adalah jumlah total dari aliran yang melewati flux section per unit
lebarnya. Jejak aliran mencerminkan jejak aliran air yang akan berjalan dari
reservoir menuju ke tubuh bendungan. Menggambar jejak aliran dengan
menggunakan sub menu yang tepat dan klik dengan kursor dimana pun selama
di dalam area profil. Kita bisa menghapus jejak aliran dengan mengklik pada
sub menu yang sama untuk kedua kalinya. Ini sangat penting untuk diingat
bahwa jejak aliran tidak sama dengan garis aliran.
Ingat, kapanpun kita bisa merubah cara informasi CONTOUR ditampilkan
dengan menggunakan menu View kemudian pilih sub menu Preferences. Kita
bisa juga mendapatkan kembali informasi dari lokasi yang spesifik pada profil
tersebut. Pilih menu View: Result Information dan klik ke lokasi yang kita
inginkan. Jika kita menahan tombol CTRL pada keyboard, kita bisa
mengumpulkan informasi dari beberapa lokasi yang berbeda.
Kita bisa melabeli konturnya menggunakan menu Draw: Contour Labels. Ada
banyak tipe yang berbeda pada setiap parameter yang bisa kita buat konturnya.
Gunakan menu Draw: Contours untuk melihat beberapa hasil yang berbeda.
Tersedia tiga opsi awal kontur, tapi kita juga bisa menambah opsi lainnya ke
daftar menggunakan tombol Add.
Gambar 1.70 Hasil analisis rembesan yang terjadi pada tubuh bendungan urugan tanah dengan
SEEP/W.
[ CITATION GEO07 \l 1033 ]
Ini sering membantu untuk melihat hasil berupa grafik. Untuk membuat
grafik, pilih sub menu Graph pada menu Draw. Ada banyak grafik yang
berbeda yang bisa dikembangkan termasuk profil tekanan air-pori yang
83
melewati tengah-tengah dari bendungan atau batas dari flux yang
meninggalkan jaring dari node pada bagian muka rembesan hilir.
Yang baru dari GeoStudio 2007 adalah fitur laporan. Jika kita butuh untuk
menghasilkan sebuah laporan dari data yang dimasukkan, pilih sub menu
Report pada menu View. Ketika kita menyimpan file laporan tersebut, program
pengolahan kata bawaan akan terbuka dengan laporan yang dihasilkan
sebelumnya. Kita bisa menyisipkan gambar-gambar, menerapkan model latar
atau menambah dan menghapus data.
3) Menambahkan analisis baru
Salah satu fitur unggulan dari GeoStudio 2007 adalah berkemampuan untuk
menjalankan banyak analisis yang berbeda dengan proyek file yang sama.
Geometri adalah proyek spesifik yang harus dipertimbangkan, tetapi kita bisa
merubah kondisi batas, spesifikasi material atau analisis yang berbeda
sekalipun. Satu contoh misalnya untuk sekarang menggunakan SEEP/W
dihitung tekanan air-pori ke dalam analisis stabilitas menggunakan SLOPE/W.
Atau kita bisa menggunakan hasil dari simulasi steady-state sebagai sebuah
langkah awal untuk simulasi sementara dimana kita bisa saja memodelkan
rapid drawdown pada reservoir. Kita bisa juga memasukkan analisis
bertingkat dalam sebuah file proyek yang tidak bergantung pada yang lainnya.
Ini cara yang tepat untuk memeriksa skenario yang berbeda untuk geometri
yang sama.
Sebagai sebuah contoh, bisa menjalankan kembali simulasi steady-state ini
dengan mengasumsikan ada lapisan drainase yang dipasang di kaki bagian
hilir. Sisanya sama semenjak material ditentukan ke area tersebut. Kita akan
membuat analisis kembaran daripada memulai dengan yang baru. Hasilnya
berdiri sendiri dari simulasi pertama yang telah kita lakukan, jadi kedua
simulasi tersebut harus benar-benar dipertimbangkan seperti kembaran satu
dengan yang lainnya. Dengan menentukan lagi kondisi batasnya untuk
mencerminkan drainase pada kaki bendungan, kita bisa memecahkan masalah
tersebut dan melihat hasil yang baru untuk lapisan drainase yang dipasang di
kaki bagian hilir.
84
Gambar 1.71 Hasil analisis rembesan pada tubuh bendungan urugan tanah yang mempunyai saluran
drainase pada kaki bagian hilir dengan SEEP/W.
[ CITATION GEO07 \l 1033 ]
c. SIGMA/W
SIGMA/W mempunyai tiga program eksekusi sama seperti software sebelumnya,
yaitu DEFINE untuk mendefinisikan model, SOLVE untuk menghitung
menghasilkan kesimpulan, dan CONTOUR untuk menampilkan kesimpulan
perhitungan. Berikut ini penjelasan beserta contohnya bagaimana menggunakan
program-program ini untuk menganalisis suatu penurunan pada tubuh bendungan.
Ini contoh yang agak sederhana dari simulasi konstruksi bertahap dari sebuah
bendungan urugan pada permukaan tanah yang lunak. Bagian-bagian yang utama
dalam contoh ini adalah untuk mendemonstrasi dan membuktikan berdasarkan
penggunaan elemen tak terbatas (infinite elements), penggunaan fungsi undrained
strength dan penggunaan fungsi E-modulus.
1) DEFINE
Tanah akan ditempatkan dalam 8 tingkatan/lapisan. Memulai analisis dengan
menetapkan kondisi insitu stress, dan diikuti dengan delapan analisis yang
merupakan penempatan tanah tersebut yang ditampilkan dengan mengikuti
analisis seperti diagram pohon atau bercabang atau turunan. Berikut
penampilan urutan analisis yang dimasukkan pada KeyIn Analyses.
85
Gambar 1.72 Kotak dialog KeyIn Analyses pada SIGMA/W.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
86
lebih, kekuatannya konstan sekitar 40 kPa. Di bawah dari itu, kekuatannya
meningkat rata-rata sekitar 20 kPa per meter.
Setelah tanah ditimbun, tegangan (stress) akan meningkat, tapi kita tidak ingin
kekuatannya meningkat, sejak dianggap berkelakuan sebagai cara undrained.
Konsekuensinya, perlu untuk memilih menggunakan Initial Stress. Ini
memperhitungkan Cu pada saat mulai di awal insitu stresses kemudian
menahan Cu tetap selama memuat urugan secara bertahap. Pendekatannya
sama dengan menggunakan fungsi dari E-modulus pada gambar berikut.
87
Gambar 1.75 Fungsi E-modulus pada pondasi.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
88
Gambar 1.76 Hasil analisis penurunan tanah urugan dan pondasi setelah proses penimbunan secara
bertahap dengan SIGMA/W.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
Selain itu kita juga bisa melihat grafik hasil analisis pada proses penurunan
tanah tersebut. Pilih sub menu Graph pada menu Draw. Kemudian pilih New
pada Add untuk membuat grafik baru. Grafik yang dibuat bisa merupakan
hubungan antar parameter apa saja yang sudah dimasukkan sebelumnya dan
juga hasil dari analisis. Salah satu grafik tersebut adalah penampilan kekuatan
geser undrained pondasi (Cu profile) yang merupakan hubungan antara
spesifikasi material undrained shear strength dengan kedalaman tanah pondasi
(Y) selama penimbunan secara bertahap. Keterangan dalam detik pada sisi
kanannya merupakan tahap penimbunan pada kenyataan kasus ini. Ulasan
pada profil pondasi tersebut sama untuk semua tahap penimbunan yang
diharapkan pada simulasi perilaku undrained. Ini juga kasus untuk modulus
awal (Ei) yang merupakan hubungan antara spesifikasi material E-modulus
awal dengan kedalaman tanah pondasi (Y). Tanah pondasi ditentukan sebagai
model Hiperbolik konstitutif, yang berarti tangent modulus Et akan berubah
saat tegangan geser meningkat dengan penambahan beban.
89
Gambar 1.77 Kotak dialog Draw Graph yang menampilkan grafik C profile pada pondasi.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
Gambar 1.78 Kotak dialog Draw Graph yang menampilkan grafik Ei profile pada pondasi.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
90
Gambar 1.79 Kotak dialog Draw Graph yang menampilkan grafik Et profile pada pondasi.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
Gambar 1.80 Potongan sebelah kiri dari respon elemen-elemen tak terbatas pada pondasi.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
91
Penurunan vertikal sepanjang profil pada garis tengah urugan ditampilkan
pada gambar berikut. Yang berarti respon dari penurunan terbesar bukan pada
puncak bendungan. Pada gambar berikut ini ditampilkan sesuai keadaan
masing-masing, yaitu ketika kondisi insitu, ketika urugan lapisan pertama
selesai hingga lapisan ke delapan dengan warna-warna yang berbeda.
Penempatan profil penurunan vertikal tersusun dari yang paling kanan (insitu)
hingga ke yang paling kiri (urugan ke delapan).
Gambar 1.81 Kotak dialog Draw Graph yang menampilkan grafik profil penurunan vertikal sepanjang
garis tengah urugan.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
92
Gambar 1.82 Kotak dialog Draw Graph yang menampilkan grafik penurunan sepanjang garis
permukaan asli.
[ CITATION GEO071 \l 1033 ]
93
nol. Misal pasir dengan c = nol. Untuk sebuah situasi, kekuatan mendekati nol
ketika tekanan yang mengikat mendekati nol. Sama halnya dengan kekakuan
tanah cenderung menuju nol, membuat ini mustahil untuk menghasilkan solusi
yang sebenarnya pada persamaan-persamaan elemen batas. Disarankan
mengikuti salah satu pentunjuk di bawah ini:
a) Gunakan parameter undrained strength untuk tanah yang mana mungkin
tidak seperti realita, biasanya sejak tanah dipadatkan dengan baik,
b) Gunakan properti Linear-Elastic untuk tanah dan kemudian ketika urugan
selesai, lakukan pembagian tekanan kembali jika itu dianggap sebagai hal
yang perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada zona yang tertekan pada
tanah.
Kita akan mengalami kesulitan menggunakan model tanah non-linear untuk
tanah tersebut jika mengatur nilai kohesi sama dengan nol atau mendekati nol.
Disarankan tidak melakukan hal ini. Minimal kita harus mulai dengan properti
Linear-Elastic pada tanah untuk memastikan semua ketetapan kondisi batas
dan tahap-tahap analisis seperti yang diharapkan. Kemudian kita bisa mencoba
untuk memperbaiki analisisnya jika diperlukan.
d. QUAKE/W
QUAKE/W mempunyai tiga program eksekusi sama seperti software sebelumnya,
yaitu DEFINE untuk mendefinisikan model, SOLVE untuk menghitung
menghasilkan kesimpulan, dan CONTOUR untuk menampilkan kesimpulan
perhitungan. Berikut ini penjelasan beserta contohnya bagaimana menggunakan
program-program ini untuk menganalisis suatu pergerakan pada tubuh bendungan
ketika terjadi gempa. Ini contoh yang sederhana dari simulasi terjadinya gempa
pada sebuah bendungan urugan.
1) DEFINE (insitu static analysis)
Langkah pertama adalah mengkonfigurasikan model masalahnya. Pada
gambar berikut ini merupakan masalah yang harus digambarkan. Pada
dasarnya ini adalah sebuah bendungan urugan tanah berdiri pada elevasi 8
meter di lapisan yang hampir lepas yaitu tanah endapan. Urugan setinggi 5
meter dengan kemiringan 2:1. Bendungan menahan tampungan air dengan
total tampungan pada elevasi 12 m. Dimensi-dimensi yang lainnya
ditampilkan melalui sketsa berikut.
94
Gambar 1.84 Konfigurasi model yang akan dianalisis dengan QUAKE/W.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
95
Gambar 1.85 Rekaman time-history gempa bumi.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
96
diselesaikan dengan menentukan perpindahan menjadi nol di kedua arah yaitu
horizontal (x) dan vertikal (y).
Untuk menghitung tegangan total dan efektif yang benar, ini membutuhkan
menggunakan berat dari tampungan air sebagai batas kondisi. Arah panah
yang tegak lurus ke permukaan pada gambar di atas secara grafis
merepresentasikan tekanan air. Berat dari air atau tekanan dari air ditentukan
dengan tipe batas Fluid Pressure. Dengan kondisi batas tipe ini, membutuhkan
spesifikasi dari elevasi keadaan air penuh dan berat jenis dari air.
Tekanan awal air-pori ditentukan dan dihitung dari penetapan batas muka air.
Batas muka air terbentang sepanjang permukaan tampungan air seperti yang
seharusnya. Kemudian diteruskan dengan sebuah garis lurus ke dalam urugan
dari elevasi muka air penuh pada ujung bagian hulu sampai ke drainase
bawah. Kemudian diteruskan kembali dengan sebuah garis horizontal sampai
ke ujung paling kanan dari masalah tersebut pada bagian elevasi permukaan
hilir.
Setelah masalah selesai ditentukan dengan bentuk geometrinya, kondisi-
kondisi batasnya dan spesifikasi materialnya, masih membutuhkan untuk
mengecek jaring element terbatasnya yang tepat untuk analisis ini. Jaring
tersebut bisa ditampilkan dan dimodifikasi dengan perintah Draw Mesh
Properties. Pada kasus ini, hal itu sudah dispesifikasi terhadap elemen global
yang ukurannya harus sekitar 1 m. Dengan ini dan hanya spesifikasi ukuran
pengguna, kondisi awal jaring dipresentasikan pada gambar di bawah ini, yang
dianggap memadai untuk analisis khusus ini.
97
Gambar 1.87 Jaring elemen terbatas.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
98
Gambar 1.89 Kontur effective vertical stress.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
99
ditentukan disini. Mereka berbentuk dua kotak kecil berwarna merah yang
ditampilkan pada gambar berikut.
Perilaku dasar dari tanah akan diperlakukan sebagai linear elastic. Nilai
modulus geser (Gmax) sebesar 5000 kPa untuk kedua material tersebut yaitu
pondasi dan tanah urugannya. Rasio kelembapannya dianggap konstan yaitu
0.1 (10%). Kemudian untuk membuat perhitungan kelebihan tekanan air-pori
yang bisa saja bertambah karena goncangan, ini dibutuhkan sebagai minimal
untuk menentukan dua fungsi. Fungsi itu disebut fungsi Rasio Tekanan Air-
pori (Pore-Pressure Ratio) dan fungsi nomor siklus (Cyclic Number). Pada
contoh ini kita menggunakan contoh fungsi yang ditampilkan pada gambar
berikut ini. Fungsi Cyclic Number pada gambar tersebut menggambarkan
fungsi dari contoh untuk jenis pasir lepas. Pada material urugan dianggap
menjadi tanah yang non-liquefiable, dan juga tidak ada fungsi tekanan air-pori
yang ditetapkan pada material ini.
100
Gambar 1.92 Pore-pressure ratio function.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
101
periode waktunya. Biasanya, periode waktunya sama dengan waktu interval
dari data poin dimana gempa itu direkam. Pada analisis ini, data poin rekaman
gempa punya waktu interval 0.02 detik, membuat sebuah jumlah data
sebanyak 500 data poin untuk durasi selama 10 detik. Artinya akan ada 500
periode waktu atau 500 analisis elemen terbatas. Pada pengaturan awal,
QUAKE/W menyimpan data pada 20 puncak tertinggi dalam rekaman gempa.
Dalam penambahannya telah ditetapkan pada data harus disimpan setiap
periode waktu ke 50.
102
Gambar 1.94 Horizontal accelerations pada puncak bendungan dibandingkan dengan data masukan di
dasarnya.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
103
Gambar 1.95 Profil perpindahan lateral maksimal terhadap garis tengah bendungan.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
Gambar 1.96 Profil perpindahan lateral relatif terhadap garis tengah bendungan.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
104
goncangan. Sedangkan gambar yang kedua menggambarkan perpindahan
relatif saat detik ke 4.52 goncangan.
105
Gambar 1.99 Kontur Cyclic Stress Ratio.
[ CITATION GEO072 \l 1033 ]
a. Stabilitas konstruksi
Suatu bendungan beton berat sendiri harus memenuhi 4 syarat yang penting, yaitu:
106
1) Tidak mengalami penggulingan (overturning)
n=
∑ M Av ≥ 1 ,50 (1.32)
∑ M Ah
Dimana:
107
∑ M −B <B
e=
| ∑V 2 6 | (1.33)
Dimana:
B : lebar pondasi,
Dengan adanya gaya Ht, selain ada tendensi mengguling juga ada tendensi
menggeser di bagian pondasi sepanjang AC (lebar B). sebaliknya sebagai
akibat gaya vertikal akan terjadi gaya pelawan geseran (τ) yang bekerja
sepanjang lebar pondasi. Agar bendungan tidak menggeser maka:
f ∑ V+τ A
N= ≥4 (1.34)
∑H
Dimana:
108
N : angka keamanan terhadap geseran,
Dari segi penggulingan dan pergeseran, makin besar gaya vertikal total akan
semakin baik karena angka keamanan yang timbul makin besar. Tetapi dari
segi tegangan tanah, hal ini tidak menguntungkan karena semakin besar Vt
tegangan yang timbul akan makin besar pula. Oleh karena itu untuk
bendungan yang tingginya lebih dari 50 m harus dipikirkan alternative dengan
tipe berongga.
∑ Vt 6e
σ maks=
BL ( 1+ ) ≤(σ )
B t (1.35)
109
∑Vt 6e
σ min=
BL ( 1− ) > 0
B
(1.36)
Dimana:
σmaks : tegangan tanah maksimal yang timbul,
σmin : tegangan tanah minimal yang timbul,
Vt : gaya vertikal total,
B : lebar pondasi,
L : panjang pondasi,
e : eksentrisitas,
110
c) Gaya tekan ke atas,
d) Gaya hidrostatis.
3) Keadaan luar biasa sesudah beroperasi
Muatan dan gaya yang diperhitungkan:
a) Berat sendiri bendungan,
b) Berat air di sebelah hulu bendungan,
c) Berat lumpur di sebelah hulu bendungan,
d) Gaya tekan ke atas,
e) Gaya hidrostatis,
f) Gaya hidrodinamis,
g) Gaya horizontal akibat tekanan lumpur,
h) Gaya horizontal akibat gempa.
Pada keadaan seperti ini tegangan tekan yang diizinkan dapat dinaikkan 30%.
n=
∑ M v ≥1 , 3 (1.37)
∑ Mh
Dimana:
Dimana:
111
N : angka keamanan terhadap geseran,
f : koefisien geseran antara beton dengan beton atau beton dengan
batuan pondasi = tg φ,
V : gaya vertikal total,
τ : tegangan geseran dari beton terhadap batuan pondasi,
A : luas permukaan pondasi.
c. Keamanan terhadap penurunan
∑ Vt 6e
σ maks=
BL ( 1+ ) ≤(σ )
B t (1.39)
∑Vt 6e
σ min=
BL ( 1− ) > 0
B
(1.40)
Dimana:
σmaks : tegangan tanah maksimal yang timbul,
σmin : tegangan tanah minimal yang timbul,
Vt : gaya vertikal total,
B : lebar pondasi,
L : panjang pondasi,
e : eksentrisitas,
(σt) : tegangan tanah yang diizinkan berdasar pengujian yang dilakukan.
Perhitungan stabilitas konstuksi bangunan pelimpah ditinjau pada kondisi sebagai
berikut:
a. Kondisi muka air normal tanpa gempa,
b. Kondisi muka air normal dengan gempa,
c. Kondisi muka air banjir tanpa gempa,
d. Kondisi muka air banjir dengan gempa.
Curah hujan yang diperlukan untuk acuan dalam perencanaan bangunan air adalah
curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik
tertentu (point rainfall). Curah hujan daerah ini dapat diperhitungkan dengan beberapa cara,
namun yang sering dipakai yaitu:
112
a. Metode Poligon Thiessen
Cara ini berdasarkan rata-rata timbang. Masing-masing penakar mempunyai
daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu
tegaklurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar. Hal yang
perlu diperhatikan dalam cara poligon thiessen ini adalah stasiun pengamatan
minimal tiga stasiun dan penambahan stasiun akan merubah seluruh jaringan.
n
Ŕ=∑ (C ¿ ¿ i Ri )¿ (1.41)
i=1
Dimana:
113
1.5.2 Perhitungan Curah Hujan Rencana
Dari curah hujan rata-rata berbagai stasiun hujan yang ada di daerah aliran sungai,
selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran data curah hujan yang
sesuai dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata. Untuk memprediksi curah hujan
rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data hujan. Untuk perhitungan curah hujan
rencana menggunakan data curah hujan maksimum, biasanya digunakan metode distribusi
normal, distribusi Gumbel tipe I, distribusi Log Pearson tipe III, dan distribusi Log Normal.
Agar mengetahui metode mana yang dapat diterapkan, maka akan dipilih setelah dilakukan
pengujian tingkat kesesuaiannya yang secara rinci akan dibahas pada bagian berikut.
S
X T = X́+ ( Y −Y n ) (1.42)
Sn T
√
2
∑ ( X i− X́ ) (1.43)
i=1
S=
n−1
Dimana:
114
Yn : nilai rata-rata dari reduksi variat (mean of reduce variate) nilainya
tergantung dari jumlah data (n), (tabel terlampir).
y T = ý + K T . s y (1.44)
Dimana:
X = X́ + k . S (1.45)
Dimana:
115
d. Metode distribusi Log Normal
Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu
dengan mengubah nilai variat x menjadi nilai logaritmik x. Persamaan yang
digunakan dapat ditulis sebagai berikut:
Dimana:
log X : nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode
ulang tertentu,
e. Uji Kecocokan
Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi frekuensi dari
sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat
menggambarkan/mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian
parameter. Pengujian parameter tersebut adalah chi-kuadrat (chi-square) dan
Smirnov-Kolmogorov. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara
menggambarkan data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut
merupakan garis lurus, atau dengan membandingkan kurva frekuensi dari data
pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya.
1) Uji Chi-Square
Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan
yang diharapkan pada pembagian kelas, dan ditentukan terhadap jumlah data
pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut, atau dengan
membandingkan nilai chi-square (x2) dengan nilai chi-square kritis (x2cr) (tabel
terlampir). Rumus yang dipakai:
116
N
2 (Of −Ef )2
x =∑ (1.47)
i=1 Ef
Dimana:
Dapat disimpulkan bahwa setelah diuji dengan chi-square dan pemilihan jenis
sebaran memenuhi syarat distribusi, maka curah hujan rencana dapat dihitung.
Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :
117
digunakan adalah hujan maksimum bolehjadi (HMBJ) atau dikenal dengan Probable
Maximum Precipitation (PMP). HMBJ diartikan sebagai tebalnya curah hujan turun dan
merupakan batas atas secara fisik, untuk suatu durasi dan DPS tertentu.
X m= X́ p + K m . S p (1.48)
Dimana:
Xp : rata-rata dari seri data hujan harian maksimum tahunan berjumlah n yang telah
dikalikan faktor penyesuaian (mm),
Km : nilai fungsi dari durasi hujan dan rata-rata hujan harian maksimum tahunan,
Sp : simpangan baku dari seri data hujan harian maksimum tahunan berjumlah n
yang telah dikalikan faktor penyesuaian (mm).
118
Gambar 1.106 Menentukan harga Km.
[ CITATION Bad04 \l 1033 ]
Nilai Km didapatkan dari gambar penentuan harga Km, nilainya tergantung pada durasi dan
rata-rata hujan harian maksimum tahunan. Semakin kering suatu daerah akan semakin tinggi
nilai Km. Untuk nilai Xp dan Sp yang digunakan adalah nilai dari Xn dan Sn yang telah
disesuaikan terhadap pengamatan maksimum dan terhadap panjang pencatatan data.
Penghitungan nilai Xp dan Sp terhadap faktor-faktor koreksi adalah sebagai berikut:
X́ p = X́ n . f 1 . f 2 (1.49)
Dimana:
Xp : rata-rata dari seri data hujan harian maksimum tahunan berjumlah n yang telah
dikalikan faktor penyesuaian (mm),
Xn : rata-rata data hujan harian maksimum tahunan yang telah lolos penyaringan
(mm),
119
Gambar 1.107 Faktor penyesuaian rata-rata terhadap pengamatan maksimum.
[ CITATION Bad04 \l 1033 ]
Keterangan gambar:
S p=S n . f 3 . f 4 (1.50)
Dimana:
Sp : simpangan baku dari seri data hujan harian maksimum tahunan berjumlah n
yang telah dikalikan faktor penyesuaian (mm),
120
Sn : simpangan baku dari data hujan harian maksimum tahunan yang telah lolos
penyaringan (mm),
Keterangan gambar:
Sn : simpangan baku,
121
Gambar 1.109 Faktor penyesuaian rata-rata dan simpangan baku terhadap panjang pengamatan data.
[ CITATION Bad04 \l 1033 ]
Keterangan gambar:
Hujan maksimum bolehjadi yang dihasilkan masih berupa hujan titik dengan durasi
24 jam, sehingga masih diperlukan prosedur selanjutnya agar bisa menjadi hujan maksimum
122
bolehjadi rata-rata DPS (Daerah Pengaliran Sungai) atau hujan wilayah. Langkah yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Memplot DPS dalam peta isohit hujan maksimum bolehjadi 24 jam yang
tersedia,
b. DPS yang dilalui oleh beberapa garis isohit, luas antara 2 garis isohit yang
berurutan disebut Ai, nilai hujan maksimum boleh jadi antara dua garis isohit
merupakan rata-rata dari garis yang mengapitnya disebut Ri,
c. Hujan rata-rata DPS berdasarkan hujan titik adalah penjumlahan antara
perkalian Ai dan Ri dibagi luas DPS:
HMBJ titik =
∑ A i . Ri (1.51)
∑ Ai
d. Untuk mengubah hujan maksimum bolehjadi titik menjadi hujan maksimum
bolehjadi DPS 24 jam perlu diperhitungkan koefisien reduksinya dan koefisien
reduksi tergantung dari luas DPS-nya. Jadi hujan maksimum bolehjadi DPS sama
dengan hujan maksimum bolehjadi titik dikalikan koefisien reduksi,
e. Menentukan durasi dari hujan maksimum bolehjadi jika kurang 24 jam
menggunakan koefisien reduksi.
123
Gambar 1.110 Faktor reduksi wilayah hujan titik untuk hujan badai.
[ CITATION Bad04 \l 1033 ]
124
Gambar 1.111 Koefisien reduksi dari R-24 jam.
[ CITATION Bad04 \l 1033 ]
Debit banjir rencana adalah debit banjir terbesar yang masih dapat ditahan oleh
sesuatu bangunan (bendungan, bangunan pelimpah, terowongan dan lain-lain) dengan aman.
Untuk memperkirakan dan menghitung debit banjir rencana ternyata tidak mudah, terdapat
125
beberapa cara dan rumus-rumus yang kadang sangat berbeda hasilnya. Apabila diambil kecil,
yang timbul kadang-kadang besar, sebaliknya dapat terjadi diambil besar, ternyata yang
timbul hanya kecil saja. Apabila debit banjir rencana yang diambil terlalu kecil maka biaya
pembangunan proyek juga kecil, tetapi risiko kerusakan sebagai akibat banjir menjadi besar,
setidak-tidaknya biaya pemeliharaan menjadi besar. Sebaliknya apabila diambil debit banjir
rencana besar maka biaya pembangunannya bertambah besar, tetapi risiko kerusakan sebagai
akibat terjadinya banjir menjadi kurang. Tingkat risiko dapat dihitung dengan rumus:
1 n
R=1−(1− ) (1.52)
T
Dimana:
Perhitungan debit banjir menggunakan metode analisis hidrograf satuan sintetis. Ada
2 (dua) metode yang digunakan yaitu metode analisis Hidrograf Satuan Sintetis GAMA I dan
metode analisis Hidrograf Satuan Sintetis Soil Conservation Service (SCS) dengan
menggunakan software HEC-HMS. Berikut penjelasan perhitungan dari masing-masing
metode.
126
2) Debit puncak (Peak Discharge, Qp),
3) Waktu dasar (Base Time, TB), yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf
mulai naik sampai berakhirnya limpasan langsung atau debit sama dengan nol,
4) Koefisien tampungan (Storage Coefficient) yang menunjukkan kemampuan
DAS dalam fungsinya sebagai tampungan air.
Sisi naik hidrograf satuan diperhitungkan sebagai garis lurus sedang sisi resesi
(resession climb) hidrograf satuan disajikan dalam persamaan eksponensial
berikut:
Q t =Q p e−t / K (1.53)
Dimana:
Qt : debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam
(m³/det),
3
L
TR=0 , 43 [
100 SF ]
+1 , 06665 .∼+1 , 2775 (1.54)
127
SF=
∑ L1
n
(1.55)
∑ (Li+ Li+n )
i=1
Dimana:
128
Gambar 1.114 Sketsa penetapan WF.
A-B : 0,25 L,
A-C : 0,75 L,
WF=Wu/ Wi (1.56)
b) Debit puncak
Dimana:
c) Waktu dasar
Dimana:
129
SN : frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen
sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai
semua tingkat,
d) Indeks ()
Penetapan hujan efektif untuk memperoleh hidrograf dilakukan dengan
menggunakan indeks-infiltrasi. Untuk memperoleh indeks ini agak sulit,
untuk itu dipergunakan pendekatan dengan mengikuti petunjuk Barnes
(1959). Perkiraan dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh
parameter DAS yang secara hidrologi dapat diketahui pengaruhnya
terhadap indeks infiltrasi. Persamaan pendekatannya adalah sebagai
berikut:
2
−6
¿ 10 , 4 903−3 , 859 .10 . A +1 , 6985. 10
−13
( A /SN )4 (1.60)
Dimana:
130
A : luas DAS (km2),
SN : frekuensi sumber.
e) Aliran dasar
Untuk memperkirakan aliran dasar digunakan persamaan pendekatan
berikut ini. Persamaan ini merupakan pendekatan untuk aliran dasar yang
tetap, dengan memperhatikan pendekatan Kraijenhoff Van Der Leur
(1967) tentang hidrograf air tanah :
Dimana:
f) Faktor tampungan
Dimana:
131
aliran, pengaruh urbanisasi di masa depan, desain spillway sebuah waduk, reduksi
kerusakan akibat banjir, regulasi perencanaan banjir dan operasi sistem.
Program ini mampu menyamaratakan sebuah permodelan sistem yang
merepresentasikan daerah aliran sungai yang berbeda-beda. Sebuah model daerah
aliran sungai dibuat dengan pembatas siklus hidrologi pada setiap bagian dapat
diatur dan batas-batas sekitar daerah aliran yang terkait. Ada perubahan massa
atau energi yang terus menerus dalam siklus kemudian bisa dipresentasikan
dengan model matematika. Pada banyak kasus, beberapa model yang dipilih bisa
untuk mewakili beberapa perubahan yang terus menerus. Setiap model
matematika yang dimasukkan dalam program sesuai dengan lingkungan yang
berbeda dan dalam kondisi yang berbeda. Membuat pilihan yang tepat
membutuhkan pengetahuan dari daerah aliran, hasil dari pembelajaran hidrologi,
dan keputusan insinyur.
Model HEC-HMS dapat memberikan simulasi hidrologi dari puncak aliran harian
untuk perhitungan debit banjir rencana dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai).
Model HEC-HMS mengemas berbagai macam metode yang digunakan dalam
analisa hidrologi. Dalam pengoperasiannya menggunakan basis sistem windows,
sehingga model ini menjadi mudah dipelajari dan mudah untuk digunakan, tetapi
tetap dilakukan dengan pendalaman dan pemahaman dengan model yang
digunakan. Di dalam model HEC-HMS mengangkat teori klasik hidrograf satuan
untuk digunakan dalam permodelannya, antara lain hidrograf satuan sintetik
Synder, Clark, SCS, ataupun kita dapat mengembangkan hidrograf satuan lain
dengan menggunakan fasilitas user define hydrograph. Sedangkan SCS (soil
conservation service) dengan menganalisa beberapa parameternya, maka
hidrograf ini dapat disesuaikan dengan kondisi di Pulau Jawa.
Konsep dasar perhitungan dari model HEC-HMS adalah data hujan sebagai input
air untuk satu atau beberapa sub daerah tangkapan air (subbasin) yang sedang
dianalisa. Jenis datanya berupa intensitas, volume, atau komulatif volume hujan.
Setiap subbasin dianggap sebagai suatu tandon yang non linier dimana inflownya
adalah data hujan. Aliran permukaan, infiltrasi, dan penguapan adalah komponen
yang keluar dari subbasin. Langkah-langkah pengerjaan estimasi debit banjir pada
daerah tangkapan hujan dengan model HEC-HMS dijabarkan dibawah ini:
1) Basin Model (model daerah tangkapan air)
132
Pada basin model tersusun atas gambaran fisik daerah tangkapan air dan
sungai. Elemen-elemen hidrologi berhubungan dengan jaringan yang
mensimulasikan proses limpasan permukaan langsung (run off). Elemen-
elemen yang digunakan untuk mensimulasikan limpasan adalah subbasin,
reach, dan junction. Pemodelan hidrograf satuan memiliki kelemahan pada
luas area yang besar, maka perlu dilakukan pemisahan area basin menjadi
beberapa subbasin berdasakan percabangan sungai dan perlu diperhatikan
batas-batas luas daerah yang berpengaruh pada DAS tersebut. Pada basin
model ini dibutuhkan sebuah peta background yang bisa di-import dari GIS
(Geografic Information System) ataupun CAD (Computer Aided Design).
Untuk Autocad dibutuhkan patch (tambalan) untuk bisa meng-export gambar
menjadi berakhiran “.map”.
2) Subbasin Loss Rate Method (proses kehilangan air)
Loss rate method adalah pemodelan untuk manghitung kehilangan air yang
terjadi karena proses infiltrasi dan pengurangan tampungan. Metode yang
digunakan pemodelan ini adalah Initial and Constant Loss Method. Konsep
dasar dari metode ini memperhitungkan rata-rata kehilangan air hujan yang
terjadi selama hujan berlangsung. Infiltrasi merupakan hasil dari proses
penyerapan air hujan oleh permukaan tanah, sedang pengurangan tampungan
akibat dari perbedaan topografi pada suatu DAS. Air hujan yang jatuh akan
diinfiltrasi atau dievaporasikan, hal ini akan sangat berpengaruh pada debit
banjir yang akan mengalir pada sungai tersebut. Metode ini terdiri dari satu
parameter (Constant Rate) dan satu kondisi yang telah ditentukan (Initial
loss), yang menggambarkan keadaan fisik DAS seperti tanah dan tata guna
lahan.
Ada beberapa metode perhitungan infiltrasi, salah satunya yaitu perhitungan
dari SCS. SCS (Soil Conservation Service) mengembangkan parameter Curve
Number (CN) empiris yang mengasumsikan berbagai faktor dari lapisan tanah,
tata guna lahan, dan porositas untuk menghitung total limpasan curah hujan.
Untuk menghitung hujan efektif yang terjadi di suatu daerah dengan kondisi
lahan tertentu dapat menggunakan rumus [ CITATION Nat04 \l 1033 ]:
( P−0,2 S)2
Pe = (1.63)
P+0,8 S
133
25400
S= −254 (1.64)
CN
Dimana:
SCS Curve Number terdiri dari beberapa parameter yang harus dimasukkan
yaitu, initial loss atau nilai infiltrasi awal, SCS Curve Number dan impervious
(kekedapan air). Maka jenis tanah sangat berpengaruh terhadap nilai hujan
efektif. Tanah yang berpasir mempunyai nilai infiltrasi tinggi sehingga hujan
efektif kecil, sebaliknya infiltrasi tanah lempung sangat kecil sehingga
sebagian besar hujan yang jatuh di permukaan tanah menjadi limpasan
permukaan. Jenis tanah dibagi dalam empat kelompok yaitu:
a) Kelompok A
Terdiri dari tanah dengan pontensi limpasan rendah, mempunyai laju
infiltrasi tinggi. Terutama untuk tanah pasir (deep sand) dengan silty dan
clay sangat sedikit, juga kerikil (gravel) yang sangat lulus air.
b) Kelompok B
Terdiri dari tanah dengan potensi limpasan agak rendah, laju infiltrasi
sedang. Tanah berbutir sedang (sandy soil) dengan laju meloloskan air
sedang.
c) Kelompok C
Terdiri dari tanah dengan potensi limpasan agak tinggi, laju infiltrasi
lambat jika tanah tersebut sepenuhnya basah. Tanah berbutir sedang
sampai halus (clay dan colloids) dengan laju meloloskan air lambat.
d) Kelompok D
Terdiri dari tanah dengan potensi limpasan tinggi, mempunyai laju
infiltrasi sangat lambat. Terutama tanah liat (clay) dengan daya kembang
(swelling) tinggi, tanah dengan muka air tanah permanen tinggi, tanah
134
dengan lapis lempung di dekat permukaan dan tanah yang dilapisi dengan
bahan kedap air. Tanah ini mempunyai laju meloloskan air sangat lambat.
135
menghitung puncak dan waktu hidrograf, secara otomatis model SCS akan
membentuk ordinat-ordinat untuk puncak hidrograf dan fungsi waktu. Time
lag dapat dicari dengan rumus:
L=0 ,6 T C (1.65)
0 ,385
0 , 87 .l 2
T C= (
1000 . Y ) (1.66)
Gambar 1.116 Hubungan antara waktu konsentrasi (Tc) dan waktu lag (L) pada unit hidrograf.
[ CITATION Nat04 \l 1033 ]
Dimana:
L : waktu lag (jam),
TC : waktu konsentrasi (jam),
l : panjang aliran (km),
Y : kemiringan rata-rata,
TP : waktu puncak (jam),
∆D : durasi hujan yang terjadi (jam),
t/TP : rasio waktu terhadap waktu puncak,
q : besar debit pada waktu ke-t (m3/det),
qP : besar debit pada waktu puncak (m3/det),
Qa : volume aliran permukaan sampai waktu ke-t (mm),
Q : total volume aliran permukaan (mm).
136
4) Subbasin baseflow method
Baseflow dapat diartikan sebagai aliran dasar, model ini digunakan untuk
menggambarkan aliran dasar yang terjadi pada saat limpasan, sehingga dapat
dihitung tinggi puncak hidrograf yang terjadi. Metode Subbasin baseflow ini
dapat dimodelkan dengan salah satu dari tiga metode yang berbeda, yaitu
Constant Monthly, Linear Reservoir, dan Recession. Metode Constant
Monthly atau Recession dapat digunakan secara umum pada subbasin. Pada
pemodelan digunakan metode recession (resesi) dengan anggapan bahwa
aliran dasar selalu ada dan memiliki puncak hidrograf pada satu satuan waktu
dan mempunyai keterkaitan dengan curah hujan.
Parameter yang digunakan dalam model resesi ini adalah Initial Flow,
Recession Ratio, dan Treshold Flow. Initial Flow merupakan nilai aliran dasar
awal yang dapat dihitung atau dari data observasi, Recession Ratio Constant
adalah nilai rasio antara aliran yang terjadi sekarang dan kemarin secara
konstan, yang memiliki nilai 0 sampai 1. Sedangkan Treshold Flow adalah
nilai ambang pemisah aliran limpasan dan aliran dasar. Untuk menghitung
aliran ini dapat digunakan cara eksponensial atau diasumsikan dengan nilai
besar rasio dari puncak ke puncak (peak to peak).
5) Reach
Reach merupakan pemodelan yang menggambarkan metode penelusuran
banjir (flood routing). Salah satu metode flood routing menggunakan metode
Muskingum untuk menggambarkan hidrograf penelusuran banjir. Parameter
yang diubutuhkan yaitu Muskingum x dan Muskingum K. Konstanta
penelusuran K dan x ditentukan secara empiris dari pengamatan debit masuk
dan debit keluar dalam waktu yang bersamaan. Faktor x merupakan faktor
penimbang yang besarnya berkisar antara 0 sampai dengan 1, biasanya lebih
kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3 serta
tidak berdimensi. Karena S memiliki dimensi volume, sedangkan I dan Q
berdimensi debit maka K harus dinyatakan dalam dimensi waktu (jam atau
hari). Persamaan yang menyangkut hubungan debit masuk dan debit keluar,
dengan konstanta K dan x adalah sebagai berikut:
S= K [ x . I + ( 1−x ) Q ] (1.67)
137
No Muskingum K (HR) Muskingum x
tc
1 0 – 0.3 0.5
2 0.3 – 0.5 0.45
3 0.5 – 1 0.4
4 1–2 0.35
5 2–3 0.3
6 3–4 0.25
7 4–5 0.2
8 5<x 0.18
[ CITATION LPP14 \l 1033 ]
6) Meteorologic model
Meteorologic Model merupakan masukan data curah hujan (presipitasi) efektif
dapat berupa 5 menitan atau jam-jaman. Desain hyetograph harus didasarkan
pencatatan kejadian hujan nyata. Perlu diperhatikan curah hujan kawasan
diperoleh dari hujan rata-rata metode thiessen dengan memperhatikan
pengaruh stasiun-stasiun curah hujan pada kawasan tersebut. Curah hujan jam-
jaman tersebut dapat digambarkan menjadi sebuah stage hyetograph.
7) Run configuration
Setelah semua variabel masukan diatas dimasukkan, untuk mengeksekusi
pemodelan agar dapat berjalan, maka basin model dan meteorologic model
harus disatukan. Hasil eksekusi metode ini dapat dilihat dalam grafik dan nilai
output-nya. Hasil output ini merupakan debit banjir rencana untuk periode
ulang n tahunan. Untuk melihat hasil grafik limpasan atau tabel dapat
langsung dengan mengklik elemen, simpul maupun penghubung elemen.
138
1.6.1 Debit Andalan
Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang mempunyai
kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Untuk keperluan
irigasi, debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80%, sedang untuk
keperluan air baku biasanya ditetapkan 90%. Prosedur analisis debit andalan sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan data. Apabila terdapat data debit dalam jumlah cukup panjang,
maka analisis ketersediaan air dapat dilakukan dengan melakukan analisis frekuensi terhadap
data debit tersebut.
Apabila data debit tidak tersedia analisis ketersediaan air dapat dilakukan dengan
menggunakan model hujan aliran. Di suatu daerah aliran sungai, pada umumnya data hujan
tersedia dalam jangka waktu yang panjang, sementara data debit adalah pendek. Untuk itu
dibuat hubungan antara data debit dengan data hujan dalam periode waktu yang sama,
selanjutnya berdasarkan hubungan tersebut dibangkitkan data debit berdasar data hujan yang
tersedia. Dengan demikian akan diperoleh data debit dalam periode waktu yang sama dengan
data hujan. Ada beberapa metode untuk mendapatkan hubungan antara debit dengan data
hujan, diantaranya adalah model regresi, model Mock, model tangki dan sebagainya.
139
Hubungan Q-p
Tahun yang Sama
(2000-2002)
Gambar 1.117 Penurunan data debit berdasar data hujan.
[ CITATION Bam09 \l 1033 ]
I 1 + I 2 O 1 +O 2 S1−S 2
− = (1.68)
2 2 ∆t
Dimana:
∆t : interval waktu.
Penelusuran waduk dapat juga dilakukan dengan bantuan program HEC-HMS. Pada
pemodelan DAS dapat dimasukkan elemen reservoir sebagai pemodelan waduk pada DAS
140
yang akan dihitung penelusuran banjirnya. Biasanya elemen junction yang diubah menjadi
elemen reservoir.
141
2 DAFTAR PUSTAKA
142
Indian Institute of Technology. (2014). Module 4 Hydraulic Structure for Flow Diversion
and Storage. Kharagpur: Indian Institute of Technology.
Kompas.com. (2013, January). Retrieved from Kompas.com:
http://tekno.kompas.com/read/2013/01/15/18425884/semarang.dilanda.banjir.
LPPM Undip. (2014). Semarang: Universitas Diponegoro.
Natural Resources Conservation Service. (2004). NEH Part 630 Hydrology. Washington DC:
U.S. Department of Agriculture.
Peterka, A. J. (1984). Hydraulic Design of Stilling Basins and Energy Dissipators. Denver:
United States Department of the Interior Bureau of Reclamation.
Ponce, V. M. (2008, July). La Leche River Flood Control Project. Retrieved February 2015,
from http://ponce.sdsu.edu/0908231200.html
PSDA Jawa Tengah. (2011, February 5). Terowongan Pengelak Bendungan Jatibarang
Sudah Tembus. Retrieved February 2015, from Dinas PSDA Jawa Tengah:
http://psda.jatengprov.go.id/berita/2011/pebruari/050211-01.htm
Rogers, D. (2010). Hoover Dam. Retrieved February 2015, from Missouri University of
Science and Technology: http://web.mst.edu/~rogersda/hoover_dam/
Sim Science. (n.d.). Cracking Dams Intermediate Level. Retrieved February 24, 2015, from
Sim Science: http://www.simscience.org/cracks/intermediate/ebnk_anat1.html
Soedibyo. (2003). Teknik Bendungan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Sosrodarsono, & Takeda. (1989). Bendungan Type Urugan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Sugiyanto. (1994). Pengendalian Banjir. In Sugiyanto, Pengendalian Banjir (pp. 1-3).
Semarang: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Suripin. (2011). Waduk (Reservoir). Materi Kuliah .
Susilowati. (2013). PERANCANGAN CHECK DAM PRAMUKA UNTUK
MENGURANGI SEDIMENTASI DI BANJIR KANAL BARAT KOTA
SEMARANG. Tugas Akhir .
Tempo.co. (2013, June 17). Mount Merapi Sabo Dam to be Reviewed. Retrieved February 24,
2015, from Tempo.co: http://en.tempo.co/read/news/2013/06/17/055489026/Mount-
Merapi-Sabo-Dam-to-be-Reviewed
Triatmodjo, B. (2009). Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Triatmodjo, B. (2008). Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.
Types of dams: Introduction and Classification. (2011, September 27). Retrieved February
2015, from Civil Engineering Blog: http://blog.thecivilengg.com/types-of-dams/
U.S. Bureau Reclamation. (2004, June 8). Photographer Station: Lower Colorado Regional
Office, Photograph Detail Page. Retrieved February 2015, from U.S. Bureau
Reclamation: http://www.usbr.gov/lc/region/g5000/photolab/gallery_detail.cfm?
PICIDTYPE=2030
143
USACE Institute for Water Resources. (2010). Hydrologic Modeling Sytem HEC-HMS
User's Manual Version 3.5. Davis: USACE Institute for Water Resources Hydrologic
Engineering Center.
Ven Te Chow, P. D. (1959). Open Channel Hydraulics. New York: McGraw-Hill Book
Company Inc.
Wikimedia Commons. (2009). Miho Dam Spillway. Retrieved February 2015, from
Wikimedia Commons:
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Miho_Dam_spillway.jpg
144