TINJAUAN PUSTAKA
Alat berat dapat digunakan apabila anggaran upah pekerja sebesar > 30%
total anggaran sudah terpenuhi. Kriteria ukuran panjang dan lebar seperti
yang disebutkan pada poin 3 hanya menggambarkan ukuran embung yang
biasanya ditemui. Kriteria utama dari klasifikasi embung adalah volume
tampungan dan tinggi maksimum sedangkan ukuran panjang dan lebarnya
tidak bersifat mengikat dan dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Misalnya, bila kondisi di lapangan hanya memungkinkan adanya embung
dengan kedalaman 1 m, lebar 10 m, dan panjang 60 m, embung tersebut
masih diklasifikasikan sebagai embung kecil karena volumenya adalah 600
m³ (masih di antara 500 - 3.000 m³ dan tingginya kurang dari 3 m).
2.4. Komponen embung
Embung terdiri atas berbagai komponen seperti yang tertera pada (Gambar
2.5.)
Gambar 2.6. Pintu Air Jenis Pintu Sorong yang Dapat Digunakan untuk Pintu
Intake dan Pintu Penguras
Sumber: anonymous, 2017
Jenis pintu intake dan penguras dapat menggunakan kayu ulir atau scot
balok menyesuaikan kondisi di lapangan seperti ketahanan terhadap
korosi untuk daerah rawa dan pasang surut.
Gambar 2.7. Embung yang Sumber Air Utamanya Berasal dari Sungai
Sumber: anonymous, 2017
2.4.2. Embung tadah hujan
Embung tadah hujan hanya mendapatkan air dari hujan saja.
Daerah tangkapannya dibatasi oleh tepi dari sisi-sisi kolam embung. Bila
embung berada di daerah cekungan besar, daerah tangkapan embung tidak
lagi dibatasi oleh sisi kolam embung, namun daerah topografi tertinggi di
sekeliling embung. Oleh karena itu, diusahakan agar embung ini harus
memiliki daerah tangkapan air hujan dari sekitarnya yang masuk ke
embung. Ilustrasi dari embung tadah hujan ada pada Gambar 2.8.
Keterangan :
1) Sumber dari air hujan
2) Batas daerah tadah hujan
3) Kolam embung tampungan 500 m³ - 3.000 m³
4) Pelimpah
5) Pintu penguras
6) Pipa distribusi PVC
7) Bak air untuk rumah tangga
8) Bak air untuk hewan ternak
9) Bak air untuk tanaman
Gambar 2.9. Embung yang Sumber Air Utamanya Berasal dari Mata Air
Sumber: anonymous, 2017
2.4.4. Embung galian
Embung juga tidak hanya berbeda dari segi sumber airnya saja, namun
juga dari tipe konstruksinya. Embung yang ditunjukkan pada Gambar 2.9
merupakan embung galian yang dibuat dengan cara menggali tanah di lokasi.
Namun, ada juga embung yang dibangun dengan mengurug tanah atau
membangun pasangan batu dan beton di sekeliling kolam embung untuk
membentuk tanggul seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.10
2) Rumus Giandortti:
1/2
t c = 4 A +1,5 1/ 2
L
(2.14)
0,8 h
Dimana:
tc = waktu konsentrasi (jam)
A = luas daerah tangkapan (km²)
L = panjang sungai utama (km) kalau tidak ada sungai pilih alur
terpanjang dimana aliran permukaan mengalir.
∆ H = perbedaan tinggi antara lokasi embung dan titik tertinggi pada
daerah tadah hujan.
Tinggi rata-rata pada daerah tadah hujan dapat dihitung dengan merata-
ratakan minimal tiga titik pengamatan tertinggi, sedang dan terendah
dialur cekungan. Nilai tc diambil dengan merata-ratakan harga tc yang
didapat dari rumus diatas.
t c= (t c 1+t c2)/2 (2.15)
Dimana:
Tc1 = waktu konsentrasi tc (Rumus Kirpich)
Tc2 = waktu konsentrasi tc (Rumus Giandortti)
3. Perhitungn curah hujan (R)
probabilitas
No Data (m)
(%)
1 9,091
2 18,182
3 27,273
4 36,364
5 45,455
6 54,545
7 63,636
8 72,727
9 81,818
10 90,909
Sumber: ibnu kasiro dkk,1994
Perhitungan curah hujan rencana menggunakan R80 dengan
menggunkan rumus Weishball dengan memperhatikan tabel
diatas,maka dirumuskan:
m
Pr= x 100 % (2.16)
n+1
Dimana:
Pr = Probabilitas
m = No Data
n = Banyaknya Data Ke-n
2.8.1. Curah Hujan Area
Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental
dalam perencanaan/penelitian pembuatan embung. Ketetapan dalam
memilih lokasi dan peralatan baik cura hujan maupun debit merupakan
faktor yang menentukan kualitas data yang diperoleh. Analisis data hujan
dimaksudkan untuk mendapatkan besaran cura hujan dan analisis statistik
yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah
hujan yang dipakai untukk perhitungan debit banjir adalah hujan yang
terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) pada waktu yang sama
(Sosrodarsono, 2006). Curah hujan wilayah ini dapat diperhitungkan
dengan beberapa cara, antara lain:
1. Metode Rata-Rata Aljabar
Cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah
hujannya, dengan anggapan bahwa didaerah tersebut sifat hujannya
adalah seragam (uniform). Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara
aljabar curah hujan didalam dan disekitar daerah yang bersangkutan
dengan rumus sebagai berikut (Sosrodarsono, 1976):
1
R= (R1 + R2 + R3 + .... + Rn) (2.17)
2
Dimana:
R = curah hujan daerah (mm)
n = jumlah titik atau pos pengamatan
R1,R2,R3.Rn = curah hujan ditiap titik pengamatan (mm)
2.8.2. Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi dilakukan untuk mencari distribusi yang cocok
dengan data yang tersedia di pos hujan yang ada. Analisis frekuensi juga
bertujuan untuk mengetahui hubungan besaran banjir dengan
kemungkinan (probabilitas) keterjadiannya, sering juga ditampilkan
sebagai hubungan antara besaran dan kala ulangnya. Analisis frekuensi
didasarkan pada sifat statistik sampel (data) yang tersedia untuk
memperoleh probabilitas besaran suatu populasi (hujan/debit). Secara
sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini
dilakukan secara berurutan sebagai berikut:
1. Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi
meliputi parameter nilai rata-rata ( X ), simpangan baku (Sd), koefisien
fariasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs), dan koefisien kurtosis (Ck).
Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi
hujan harian maksimum 10 tahun terakhir dan untuk memudahkan
perhitungan maka proses analisisnya dilakukan secara matriks dengan
menggunakan tabel. Sementara untuk memproleh harga parameter
statistik dilakukan perhitungan dengan rumus dasar sebagai berikut
(Soewarno, 1995):
1) Standar Deviasi
Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi
standar. Akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil
terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan kecil. Jika
dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut
(Soewarno, 1995):
Sd =
√ ∑ (xi−x )²
n−1
(2.18)
Dimana:
Sd = standar deviasi
∑ ( xi−x )² = jumlah (xi−x )² dari perhitungan analisis
frekuensi curah hujan.
n = banyaknya data
2) Koefisien Kemencengan
Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu
nilai yang menunjukan derajat ketidak simestrisan (assymetry)
dari suatu bentuk distribusi. Jika dirumuskan dalam suatu
persamaan adalah sebagai berikut (Soewarno, 1995):
n
n x ∑ ( xi−x ) ³
Cs = i¿1 (2.19)
( n−1 ) x ( n−2 ) x S ³
Dimana:
Cs = koefisien kepencengan
n = banyaknya data
n
Damana:
Ck = koefisien kurtosis
n = banyaknya data
n
hujan
4) Koefisien Variasi
Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai
perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata dari
suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
S
Cv = (2.21)
X
Dimana:
Cv = koefisien variasi
S = standar deviasi
X = rata-rata xi dari perhitungan analisis frekuensi
Cs = 1,14
1. Gumbel
Ck = 5,4
Cs = 0
2. normal
Ck = 3
Cs = Cv³ + 3Cv
3. Log Normal
Ck = C v 5+ 6C v 6+ 15C v 4 +16 C v2 +3
I=
R 24
24
x ( )
24
t
m (2.24)
Dimana:
I = intenitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum 24 jam (mm)
t = lamanya hujan (jam)
m = konstanta = (2/3)= 0,667
2.10. Tampungan Embung
2.10.1. Ketersediaan air
Air yang akan masuk ke embung terdiri atas 2 kelompok, yaitu:
1. Air permukaan dari seluruh dareah tadah hujan.
2. Air hujan efektif yang langsung jatuh keatas permukaan kolam.
Dengan demikian jumlah air yang masuk kedalam embung dapat
dinyatakan sebagai berikut:
V h= ∑ V j +10. A kt . ∑ R j atau V h= ∑ V j (2.25)
Dimana:
Vh = volume air yang dapat mengisi air selama musim hujan (m³).
Vj = aliran bulanan pada bulan j (m³/bulan).
∑V j = jumlah aliran total pada musim hujan (m³).
Rj = jumlah hujan pada bulan j (mm/bulan).
∑ Rj = curah hujan total selama musim hujan (mm) curah hujan musim
kemarau di abaikan.
Akt = luas kolam embung (ha).
Volume air (Vh) merupakan jumlah air maksimum yang dapat
mengisi kolam embung. Oleh karena itu, air yang tersedia ini harus
dibandingkan dengan kapasitas tampungan yang diperlukan (Soedibyo,
2003).
Dengan menghitung ketersediaan air memerlukan perhitungan
setengah bulan dengan menghitung intensitas ( I T ), debit aliran (Q) dan
juga volume tampungan bulanan, maka dapat dirumuskan:
hujan efektif
Intensitas hujan (I) = (2.26)
jumlah hari x 24
Debit banjir (Q) = 0,278 C I A (2.27)
Volume = Q x 3600 x 24 x jumlah hari (2.28)
2.10.2. Kebutuhan Air Dan Tampungan Hidup
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat litbang pengairan pada
tahun 1994 di pulau timor (kasiro,1994), keperluan air baku bagi manusia,
hewan dan kebun dari sebuah embung kecil mendapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Kebutuhan air untuk penduduk QP = 150 1/hari/KK
2. Kebutuhan air untuk hewan QP = 200 1/hari/KK *)
3. Kebutuhan air untuk kebun QP = 450 1/hari/KK **)
Total Qu = 800 1/hari/KK
*) Tiap KK dianggap memiliki 20 ekor ternak, KK = kepala keluarga.
**) Tiap KK dianggap menggarap kebun seluas 200 m²
Hasil tersebut diatas dianggap mewakili kebutuhan di daerah semi
kering, maka kebutuhan total tampungan dapat di hitung dengan
persamaan sebagai berikut:
V u=J h x JKK Qu (2.29)
Dimana:
JKK = jumlah KK per desa, data tersebut dapat diperoleh dari buku
statistik yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat.
Jh = jumlah hari selama musim kemarau, yang secara praktis sebesar
8 bulan x 30 hari = 240 hari.
Qu = kebutuhan air penduduk, ternak, dan kebun (1/hari/KK).
Dengan memasukan persamaan diatas, maka bentuk persamaan
diatas, maka bentuk persamaan dapat disederhanakan menjadi:
Vu = 240 x JKK x 800
= 192000 JJK (dalam liter)
V u= 192 JKK (dalam m³) (2.30)
Proyeksi pertumbuhan penduduknya sampai tahun ke-n dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Pn=P 0 ( 1+r )n (2.31)
Dimana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun awal dasar (jiwa)
r = angka pertumbuhan penduduk (%)
n = periode waktu (tahun)
2.10.3. Ruang sedimen
Ruang untuk sedimen perlu untuk disediakan kolam embung
walaupun daerah tadah hujan disarankan ditanami rumput untuk
pengendalian erosi. Berdasarkan pengamatan pada beberapa embung yang
ada secara praktis ruang setinggi 1,00 m diatas dasar kolam sudah cukup
untuk menampung sedimen. Ruang ini masih dapat dimanfaatkan selama
sebelum terisi sedimen. Dalam perencanaan embung kecil ini diambil 0,05
Vu.
2.10.4. Jumlah penguapan
Di daerah semi kering penguapan dari kolam embung relatif cukup
besar apalagi aliran dimusim kering tidak ada. Dengan demikian jumlah
penguapan selama musim kemarau perlu di perhitungkan dalam penentuan
kapasitas dan tinggi embung. Persamaan yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut:
V e = 10 . Akt ∑ E kj (2.32)
Dimana:
V e = jumlah penguapan dari kolam embung selama musim kemarau (m³)
Akt = 0,24 luas permukaan kolam pada setengah tinggi (m²)
Ekj = penguapan bulanan dimusim kemarau pada bulan ke-j (mm/bulan)
0≤ St ≤ C
Dimana:
C = kapasitas tampungan efektif (m³)
St = volume air tampungan pada period eke-t (m³)
St −1 = volume air tampungan pada waktu periode waktu ke-1 (m³)
It = debit masuk pada debit ke-t (m³/dt)
Ot = debit kebutuhan pada periode waktu ke-t (m³/dt)
Et = penguapan yang terjadi ditampungan pada periode waktu ke-1
(m)
Lt = kehilangan air pada waktu ke-t (m)
Periode waktu yang umum dalam perencanaan kapasitas
tampungan adalah satu bulan, tetapi periode yang lain juga dapat dipakai.
Kehilangan akibat evaporasi (penguapan) besarnya tergantung pada luas
permukaan air di embung dan kondisi hidrologisnya. Sedangkan
kehilangan lainnya umumnya tidak besar dan biasanya diabaikan.
Anggapan-anggapan dalam metode simulasi adalah:
1. Pada tahun pertama operasi pengisian embung dimulai pada bulan
Nopember.
2. Rangkaian data masukan dianggap mampu mewakili sungai di masa
mendatang.
Batasan-batasan dalam metode simulasi adalah :
1. Pada tahun pertama operasi pengisian embung dimulai pada bulan
Nopember. Pengaruh asumsi ini terhadap ukuran embung bisa
diperiksa dengan menelusuri diagram perilaku untuk berbagai
kondisi awal. Analisis yang didasarkan pada data yang dibangkitkan
memberikan gambaran bahwa paling sedikit dibutuhkan data aliran
sungai sepanjang 100 tahun pada beberapa sungai sebelum
pengaruh penuhnya embung yang diasumsikan bisa diabaikan.
2. Pelepasan (draft) yang berhubungan dengan tingkat pertumbuhan
dalam waktu (misalnya peningkatan permintaan air melalui
peningkatan populasi) tidak mudah ditangani, karena sulitnya
menghubungkan permintaan mendatang dengan tahun tertentu pada
data aliran historik.
Beberapa keuntungan dari pemakaian metode simulasi adalah
sebagai berikut :
1. Terjadinya guling
2. Terjadinya geser
3. Terjadinya erosi bawah tanah
1. Stabilitas terhadap guling
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya
yang bekerja pada bagian bangunan diatas bidang horizontal, termasuk
gaya angkat, harus memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada
tarikan pada bidang irisan manapun. Syarat terhadap bahaya
penggulingan adalah sebagai berikut:
1) Tanpa gempa, FS > 1.5
2) Dengan gempa, FS > 1.25
2. Stabilitas terhadap gelincir
Ketahanan embung terhadap gelincir dinyatakan dengan besarnya tg,
sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk
didalamnya gaya angkat yang bekerja pada embung diatas semua
bidang horizontal harus kurang dari koefsien gesekan yang dijijnkan
pada bidang tersebut.
Σ( H ) f
= tanθ <
Σ (V −U ) s
(2.39)
Dimana :
∑ (H) = Keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan
(kN)
∑ (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurang gaya tekan keatas
yang bekerja pada bangunan (kN)
θ = sudut resultante semua gaya terhadap garis vertikal, derajat
f = koefsien gesekan
S = faktor keamanan
3. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)
Secara hidrolis panjang lantai, mulai dari bending sampai apron
dikontrol keamananny aterhadap erosi tanah bawah pondasi dan
rekahnya pangkal hilir pelimpah. Untuk mengetahui adanya erosi
bawah tanah tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan metode Lane
1
Σ LV + Σ LH
CL = 3
H
(2.40)
Dimana :
CL = angka rembesan Lane ( lihat pada tabel 2.2)
Σ LV = jumlah panjang vertikal (m)
Σ LH = jumlah panjang horizontal (m)
H = beda tinggi muka air (m)
Tabel 2.2. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL)
Material Rembesan C
Lane Bligh
Pasir sangat halus atau lanau 8.5 18
Pasir halus 7.0 15
Pasir sedang 6.0 -
Pasir kasar 5.0 12
Kerikil halus 4.0 -
Kerikil sedang 3.5 -
Kerikil kasar termasuk berangkal campur pasir 3.0 9
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2.5 4-6
Lempung lunak 3.0 -
Lempung sedang 2.0 -
Lempung keras 1.8 -
Lempung sangat keras 1.6 -
Sumber :