Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Embung


Embung adalah bangunan yang berfungsi menampung air hujan untuk
persediaan suatu desa di musim kering. Selama musim kering air akan
dimanfaatkan oleh desa untuk memenuhi kebutuhan penduduk, ternak dan
sedikit kebun. Dimusim hujan embung tidak beroperasi karena air diluar
embung tersedia cukup banyak untuk memenuhi ketiga kebutuhan diatas.
Oleh karena itu, pada setiap akhir musim hujan sangat diharapkan kolam
embung dapat terisi penuh sesuai desain. Jumlah kebutuhan tersebut akan
menentukan tinggi tubuh embung, dan kapasitas tampungan embung. Kedua
besaran tersebut perlu dibatasi karena kesederhanaan teknologi yang dipakai.
Batasan tersebut sebagai berikut (Soedibyo, 1993):
1. Tinggi tubuh embung maksimum 10,00 meter untuk tipe urugan dan
6,00 meter untuk tipe graviti atau komposit. Dimana tinggi tubuh
embung diukur dari permukaan galian fondasi terdalam hingga ke
puncak tubuh embung.
2. Kapasitas tampung embung maksimum 100,000 m³.
3. Luas daerah tadah hujan maksimum 100 ha = 1 km²

2.2. Jenis Jenis Embung


Tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat keadaan yaitu
(Soedibyo, 1993):
2.2.1 Tipe Embung Berdasar Tujuan Pembangunannya
1. Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams)
Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams) Adalah
embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya
untuk kebutuhan air baku atau irigasi (pengairan) atau perikanan darat
atau tujuan lainnya tetapi hanya satu tujuan saja.
2. Embung serbaguna (multipurpose dams)
Embung serbaguna (multipurpose dams) Adalah embung yang
dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya untuk irigasi
(pengairan), air minum dan PLTA, pariwisata dan irigasi.
2.2.2. Tipe Embung Berdasar Penggunaannya
1. Embung penampung air (storage dams)
Embung penampung air (storage dams) Adalah embung yang
digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan dipergunakan
pada masa kekurangan. Termasuk dalam embung penampung air
adalah untuk tujuan rekreasi, perikanan, pengendalian banjir dan lain-
lain.
2. Embung pembelok (diversion dams)
Embung pembelok (diversion dams) Adalah embung yang
digunakan untuk meninggikan muka air, biasanya untuk keperluan
mengalirkan air ke dalam sistem aliran menuju ke tempat yang
memerlukan.
3. Embung penahan (detention dams)
Embung penahan (detention dams) Adalah embung yang
digunakan untuk memperlambat dan mengusahakan seoptimal
mungkin efek aliran banjir yang mendadak. Air ditampung secara
berkala atau sementara, dialirkan melalui pelepasan (outlet). Air
ditahan selama mungkin dan dibiarkan meresap ke daerah sekitarnya.
2.2.3. Tipe Embung Berdasar Letaknya Terhadap Aliran Air
1. Embung pada aliran air (on stream)
Embung pada aliran air (on stream) Adalah embung yang dibangun
untuk menampung air, misalnya pada bangunan pelimpah (spillway).

Gambar 2. 1. Embung On Stream


Sumber: Soedibyo,1993
2. Embung di luar aliran air (off stream)
Embung di luar aliran air (off stream) Adalah embung yang
umumnya tidak dilengkapi spillway, karena biasanya air dibendung
terlebih dahulu di on stream-nya baru disuplesi ke tampungan. Kedua
tipe ini biasanya dibangun berbatasan dan dibuat dari beton, pasangan
batu atau pasangan bata.

Gambar 2. 2. Embung Off Stream


Sumber: Soedibyo,1993

2.2.4. Tipe Embung Berdasar Material Pembentuknya


1. Embung Urugan (Fill Dams, Embankment Dams)
Embung urugan (Fill Dams, Embankment Dams) adalah embung
yang dibangun dari penggalian bahan (material) tanpa tambahan
bahan lain bersifat campuran secara kimia jadi bahan pembentuk
embung asli. Embung ini dibagi menjadi dua yaitu embung urugan
serba sama (homogeneous dams) adalah embung apabila bahan yang
membentuk tubuh embung tersebut terdiri dari tanah sejenis dan
gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Yang kedua
adalah embung zonal adalah embung apabila timbunan terdiri dari
batuan dengan gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda
dalam urutan- urutan pelapisan tertentu.
Gambar 2. 3. Embung Urugan
Sumber: Soedibyo,1993
2. Embung Beton (Concrete Dam)
Embung beton (Concrete Dam) adalah embung yang dibuat dari
konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Kemiringan
permukaan hulu dan hilir tidak sama pada umumnya bagian hilir lebih
landai dan bagian hulu mendekati vertikal dan bentuknya lebih
ramping. Embung ini masih dibagi lagi menjadi embung beton
berdasar berat sendiri stabilitas tergantung pada massanya, embung
beton dengan penyangga (buttress dam) permukaan hulu menerus dan
dihilirnya pada jarak tertentu ditahan, embung beton berbentuk
lengkung dan embung beton kombinasi.

Gambar 2. 4. Tipe-tipe Embung Beton


Sumber: Soedibyo,1993
2.3. Kriteria Embung Kecil
Embung kecil didefinisikan sebagai bangunan konservasi air berbentuk
kolam/cekungan untuk menampung air limpasan serta sumber air lainnya
untuk memenuhi berbagai kebutuhan air dengan volume tampungan 500 m³
sampai 3.000 m³, dan kedalaman dari dasar hingga puncak tanggul maksimal
3m. Embung dapat menampung air dari berbagai sumber air misalnya air
hujan, limpasan sungai, mata air, dan limpasan saluran pembuang irigasi.
Nantinya, air yang ditampung tersebut akan digunakan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan yaitu untuk kebutuhan rumah tangga, untuk kebutuhan
irigasi terutama di musim kemarau, dan juga untuk kebutuhan air bagi hewan
ternak.
Embung yang dibahas adalah embung kecil yang mempunyai kriteria
sebagai berikut :
1. Volume tampungannya ada di antara 500 – 3.000 m³
2. Tinggi Embung dari dasar hingga puncak tanggul maksimal 3 m.
3. Mempunyai panjang 20 - 50 m dan lebar 10 - 30 m
4. Dilaksanakan dengan sistem padat karya oleh masyarakat setempat.

Alat berat dapat digunakan apabila anggaran upah pekerja sebesar > 30%
total anggaran sudah terpenuhi. Kriteria ukuran panjang dan lebar seperti
yang disebutkan pada poin 3 hanya menggambarkan ukuran embung yang
biasanya ditemui. Kriteria utama dari klasifikasi embung adalah volume
tampungan dan tinggi maksimum sedangkan ukuran panjang dan lebarnya
tidak bersifat mengikat dan dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Misalnya, bila kondisi di lapangan hanya memungkinkan adanya embung
dengan kedalaman 1 m, lebar 10 m, dan panjang 60 m, embung tersebut
masih diklasifikasikan sebagai embung kecil karena volumenya adalah 600
m³ (masih di antara 500 - 3.000 m³ dan tingginya kurang dari 3 m).
2.4. Komponen embung
Embung terdiri atas berbagai komponen seperti yang tertera pada (Gambar
2.5.)

Gambar 2.5. Embung Kecil dan komponennya


Sumber: anonymous, 2017
1. Sumber air dari sungai
Air yang berasal dari sungai/saluran alami yang masuk ke dalam
kolam embung.
2. Sumber air dari mata air
Air yang bersumber dari mata air alami sebagai sumber air yang
masuk kedalam kolam embung.
3. Bak pengendap
Bangunan yang berfungsi untuk mengendapkan material yang terbawa
oleh air sebelum masuk ke dalam embung.
4. Batas daerah tadah hujan
Titik tertinggi di sekeliling embung yang menandai daerah yang dapat
diisi oleh air ketika hujan turun.
5. Kolam embung
Wadah air yang terbentuk pada cekungan embung dan tertahan oleh
tubuh embung yang berfungsi menampung air hujan.
6. Pelimpah
Saluran terbuka dari galian/timbunan tanah atau batu untuk
melimpaskan air yang berlebih pada kolam embung.
7. Pintu penguras
Pintu yang bisa dibuka/tutup untuk menguras dan membersihkan
embung dari kotoran dan sedimentasi serta untuk mengosongkan
seluruh isi embung bila diperlukan untuk perawatan. Ilustrasi pintu
penguras disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Pintu Air Jenis Pintu Sorong yang Dapat Digunakan untuk Pintu
Intake dan Pintu Penguras
Sumber: anonymous, 2017

Jenis pintu intake dan penguras dapat menggunakan kayu ulir atau scot
balok menyesuaikan kondisi di lapangan seperti ketahanan terhadap
korosi untuk daerah rawa dan pasang surut.

8. Pipa distribusi/saluran terbuka


Pipa yang menyalurkan air dari kolam embung ke lokasi di mana air
akan digunakan. Dalam kondisi tertentu, penggunaan saluran terbuka
untuk pipa distribusi dapat diterapkan.
9. Bak air untuk rumah tangga
Tampungan air yang akan digunakan untuk keperluan rumah tangga.
10. Bak air untuk hewan ternak
Tampungan air yang akan dikonsumsi oleh hewan ternak.
11. Bak air untuk tanaman
Tampungan air yang akan dipakai untuk mengairi tanaman pada
sawah atau kebun.
Gambar embung beserta komponen-komponen yang ditampilkan di
atas adalah gambaran embung kecil secara ideal dan umum. Gambar 2.5.
mengilustrasikan embung kecil mendapat air dari berbagai sumber, namun
ada kalanya embung hanya mendapat air dari satu sumber saja yaitu :
2.4.1. Embung sungai
Embung sungai adalah embung yang sumber air utamanya adalah
dari air sungai dan ditambah dengan air hujan yang masuk ke dalamnya.
Sungai yang dimaksud adalah saluran off stream atau saluran diluar badan
sungai (lihat Gambar 2.7)
Keterangan :
Pelimpah
Sumber dari air sungai debit minimum 5 lt/dtk
Pintu penguras
Bak pengendap
Pipa distribusi PVC
Batas daerah tadah hujan
Bak air untuk rumah tangga
Kolam embung tampungan 500 m³ - 3000 m³
Bak air untuk hewan ternak
11. Bak air untuk tanaman

Gambar 2.7. Embung yang Sumber Air Utamanya Berasal dari Sungai
Sumber: anonymous, 2017
2.4.2. Embung tadah hujan
Embung tadah hujan hanya mendapatkan air dari hujan saja.
Daerah tangkapannya dibatasi oleh tepi dari sisi-sisi kolam embung. Bila
embung berada di daerah cekungan besar, daerah tangkapan embung tidak
lagi dibatasi oleh sisi kolam embung, namun daerah topografi tertinggi di
sekeliling embung. Oleh karena itu, diusahakan agar embung ini harus
memiliki daerah tangkapan air hujan dari sekitarnya yang masuk ke
embung. Ilustrasi dari embung tadah hujan ada pada Gambar 2.8.
Keterangan :
1) Sumber dari air hujan
2) Batas daerah tadah hujan
3) Kolam embung tampungan 500 m³ - 3.000 m³
4) Pelimpah
5) Pintu penguras
6) Pipa distribusi PVC
7) Bak air untuk rumah tangga
8) Bak air untuk hewan ternak
9) Bak air untuk tanaman

Gambar 2.8. Embung yang Hanya Mendapat Air dari Hujan


Sumber: anonymous, 2017
2.4.3. Embung mata air
Embung mata air adalah embung yang sumber air utamanya adalah
dari mata air dan ditambah dengan air hujan yang masuk ke
dalamnya.Ilustrasi disajikan pada Gambar 2.9.
Keterangan :
1) Sumber dari mata air
2) Batas daerah tadah hujan
3) Kolam embung tampungan 500 m³ - 3.000 m³
4) Pelimpah
5) Pintu penguras
6) Pipa distribusi PVC
7) Bak air untuk rumah tangga
8) Bak air untuk hewan ternak
9) Bak air untuk tanaman

Gambar 2.9. Embung yang Sumber Air Utamanya Berasal dari Mata Air
Sumber: anonymous, 2017
2.4.4. Embung galian
Embung juga tidak hanya berbeda dari segi sumber airnya saja, namun
juga dari tipe konstruksinya. Embung yang ditunjukkan pada Gambar 2.9
merupakan embung galian yang dibuat dengan cara menggali tanah di lokasi.
Namun, ada juga embung yang dibangun dengan mengurug tanah atau
membangun pasangan batu dan beton di sekeliling kolam embung untuk
membentuk tanggul seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.10

Gambar 2.10. Embung yang Dilengkapi dengan Tanggul


Sumber: anonymous, 2017

2.5. Pertimbangan Dalam Perencanaan Embung.


Adapun beberapa pertimbangan yang akan digunakan sebagai acuan
sebelum merencanakan embung,antara lain (Soedibyo, 1993):
1. Topografi
Pertimbangan terhadap topografi daerah rencana lokasi embung,
antara lain termasuk bentuk permukaan lokasi bendungan dan daerah
genangan, kemudahan akses ke lokasi dan akses ke lokasi material
konstruksi. Lembah dengan dinding curam didekat lokasi embung dapat
diidentifikasikan sebagai lokasi yang berpotensi mempunyai dampak
longsoran, aliran debris, dan lain-lain. Dampak tersebut dapat merusak
tubuh embung, menimbun bangunan pengeluaran maupun mengurangi
kapasitas tampungan. Diperlukan penilaian terhadap lokasi apabila di anak
sungai di dekat lokasi embung pernah terjadi longsoran, slumping (longsor
kecil), dan sumber rembesan. Apabila pernah terjadi aliran debris, dapat
diindikasikan berpotensi banjir bandang (flash floods) pada anak sungai /
alur sungai, yang menyebabkan terjadinya erosi dan pengisian sedimen di
daerah genangan.
2. Geologi
Pertimbangan dilakukan untuk menilai kondisi batuan maupun jenis
tanah yang akan digunakan sebagai fondasi embung. Kondisi geologi
sering menjadi penentu dalam menetapkan tipe bendungan yang cocok
untuk lokasi tersebut. Kondisi geologi maupun fondasi yang
dipertimbangkan meliputi: kekuatan, Ketebalan, atas dan kemiringan
lapisan, kelulusan air, kekar, retakan dan struktur sesar.
Retakan, sesar dan kekar pada batuan dasar di daerah genangan, di
tumpuan bendungan dan yang tertanam dibawah galian dinding halang
(cut off trench) dapat menyebabkan kehilangan air/rembesan yang lewat
melalui formasi batuan.
3. Hidrologi
Karakteristik curah hujan pada lokasi embung di Indonesia Bagian
Barat atau di Indonesia Bagian Timur akan mempengaruhi pemilihan
banjir desain untuk bangunan pelimpah. Untuk kondisi hidrologi tertentu
dapat mengacu pada penjelasan Hidrologi.
4. Lingkungan
Kondisi vegetasi, bentuk dan kemiringan daerah hilir potensi lokasi
embung harus pula dipertimbangkan. Terdapatnya vegetasi penahan tanah
di daerah hilir dapat menjadi indikasi cukupnya suplai air . Adanya
perubahan kondisi muka tanah dan air tanah akibat bangunan embung
dapat menyebabkan pengurangan vegetasi di daerah hilir, dan
berkembangnya alur yang curam dan meningkatnya erosi.
2.6. Prosedur Desain Embung
2.6.1. Lokasi dan tata letak
Penenuan lokasi dan tata letak embung harus diperhatikan
(Anynomous,2017):
1. Kesediaan Sumber Air
Didapat dari mata air, limpasan saluran irigasi, sungai atau tada hujan.
Kriteria sumber air untuk sumber air adalah:
1) Sumber air yang disarankan adalah sumber yang menyediakan
air sepanjang tahun sebesar 1-5 liter/detik agar embung tidak
kering.
2) Embung tidak boleh mengambil air dari saluran pembawa
irigasi yang ada.
3) Embung sebaiknya ditempatkan atau mengambil air dari
sungai kecil, anak sungai atau gulley.
4) Embung tidak boleh membendung sungai utama atau sungai
besar, karena dapat membangkitkan kekeringan disebelah hilir
embung.
2. Penentuan Volume Dan Ukuran Embung
Diutamakan pada daerah cekungan, lereng bukit, daerah yang lebih
tinggi dari sekitarnya agar embung dapat dibuat sebesar-besarnya
dengan batas maksimal 3.000 m³.
3. Kesediaan Bahan Dan Material
Mudah tersedia bahan material disekitar lokasi seperti batu, tanah
urugan dan pasir.
4. Karakteristik Tanah, Antara Lain:
1) Embung tidak boleh dibangun diatas tanah lunak.
2) Apabila embung dibangun diatas tanah timbunan, tanah
tersebut harus di padatkan terlebih dahulu.
3) Tanahnya harus relatif kedap air seperti tanah lempung.
4) Pembangunan embung sebisa mungkin menghindari tanah
yang teksturnya berbutiran kasar seperti pasir, kelikir atau
tekstur tanah lainya yang mudah meresap air.
5. Jarak Dengan Sumber Air Dan Lahan Pertanian.
Letak embung yang akan dibangun harus sedekat mungkin dari
sumber air dan lahan pertanian yang akan diirigasi agar kehilangan
airnya tidak besar dan agar tidak membutuhkan jaringan pemipaan
yang terlalu panjang.
6. Elevasi Embung
Idealnya, posisi embung terletak diatas lahan pertanian agar tidak
membutuhkan pompa air.
7. Studi Kepemilikan Tanah
Lokasi tempat membangunan embung status kepemilikannya jelas
(tidak dalam sengketa) dan tidak ada ganti rugi yang akan
dilengkapi dengan surat pernyataan oleh kelompok penerima
manfaat.
2.6.2. Volume Dan Ukuran Embung
Ukuran embung harus disesuikan dengan sitiasi yang ada. Contohnya,
apabila volume tampungan embung yang dibutuhkn adalah 3.000 m³ maka
ukuran tipikalnya adalah 50 m x 30 m dengan kedalaman 2 m. Namun,
penggalian kolam embung hanya bisa dilakukan sampai kedalam 1 m
maka panjang dan lebar harus di perluas lagi agar volume tampungannya
bisa dioptimalisasi. Volume kolam embung dapat ditentukan berdasarkan
data hujan dilokasi. Data hujan dapat diperoleh dari Badan Meteorilogo
Klimatiologi Dan Giofisika (BMKG) atau stasiunn hujan tedekat. Data
hujan diperlukan agar dapat mengetahui volume hujan yang dapat
ditampung pada kolam embung (Soedibyo,1993).
2.6.3. Kolam Embung.
Kehilangan air akibat infiltrasi atau rembesan atau bocoran baik dari
dasar atau kolam embung adalah hal yang harus dihindari. Rembesan yang
besar dapat terjadi apabila tanah dasar embung terdiri dari pasir. Karena
itu, kolam embung perlu diberi lapisan atau selimut kedap air, yang dapat
dipakai adalah lapisan tanah lempung, geomembran atau terpal dan lapisan
plesteran semen (Soedibyo,1993).
2.6.4. Pelimpah
Pelimpah berfungsi untuk melimpaskan air yang berlebih pada kolam
embung. Pelimapah ditempatkan dibagian hilir embung, berbentuk saluran
terbuka, dan kemudian tersambung dengan alur sungai lama.
Dimensi pelimpah untuk bagian inlet di tentukan dengan rumus:
Qn = 1,80 . W inlet . h1,5 (2.1)
Untuk mencari lebar inlet pelimpah maka
Q 50
W inlet = 2.2)
1,80 x h1,5
Dimana:
W inlet : lebar saluran inlet yang direncanakan (m)
H : nilai h (ketinggian) yang direncanakan sesuai standar 0,5-1,0 (m)
Q50 : debit maksimum kala ulang 50 tahun lewat pelimpah (m³/det)
Dalam pekerjaan pelimpah terdapat beberapa bagian yaitu:
1. Saluran Pembawa
Dalam perencanaan saluran pembawa perlu diperhatikian perhitungan
persamaan energi untuk selanjutnya digunakan untuk menghitung:
1) Kehilangan energi akibat kemiringan pada got miring (Hf)
Hf = 3 . l1 . ¿ ¿ (2.3)
2) Total tinggi energi (HD1)
2
q
HD1 = d1 + 2
2. g . d 1
2.4)
Dimana:
Hf = kehilangan energi akibat kemiringan pada got (m)
HD1 = total tinggi energi (m)
g = gravitasi (m/s)
n = koefisien manning pelindung pelimpah
d1 = kedalaman hulu (m)
B = lebar peluncur (m)
Hvc = kehilangan tinggi energi (m/det)
2. Saluran Peluncur
Dalam perencanaan sama seperti saluran pembawa menghitung
persamaan energi.
3. Kolam Olak
Dalam perencanaan kolam olak perlu untuk menghitung panjang dan
lebar kolam olak, maka dari itu digunakan rumus:
1) Kehilangan Energi Akibat Kemiringan Pada Got Miring (Hf)
Hf = 3 . l1 . ¿ ¿ (2.5)
2) Total Tinggi Energi (HD1)
HD1 = d1 + (q²/2g).d1²+hf (2.6)
3) Kecepatan Aliran (V1)
V1 = q / d1 (2.7)
4) Bilangan Froude (fr)
V1
Fr = (2.8)
√g.d 1
5) Kedalaman Hilir (d2)
d1
d2 = . ( √ 1+8 Fr ²−1 ) (2.9)
2
6) Menghitung Dimensi Kolam Olak
Drempel (n’) = d1 ((18+Fr)/18) . (2.10)
Maka didapatkan rumus untuk menghitung kolam olak (ibnu kasiro
dkk,1994):
0,5
18,72 x Q 50
Lebar kolam olak = .
Q+9,91
(2.11)
Panjang kolam olak = 5 x (d2+n’) (2.12)
Dimana:
n = koefisien manning pelindung pelimpah
n’ = drempel/tinggi balok ujung (m)
d1 = kedalaman hulu (m)
d2 = kedalaman hilir (m)
q1 = debit persatuan lebar pelimpah (m²/det)
Hvc = kehilangan tinggi energi (m/det)
2.7. Analisis Hidrologi
Hidrologi adalah bidang pengetahuan yang mempelajari kejadian-
kejadian serta penyebab air alami dibumi. Faktor hidrologi yang
berpengaruh pada wilayah hulu adalah curah hujan (presipitasi). Curah
hujan pada suatu daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan
besarnya debit banjir yang terjadi pada daerah yang menerimany
(Rahmalia,2013). Analisis hidrologi untuk perencanaan embung, meliputi
tiga hal, yaitu :

1. Aliran masuk (inflow) yang mengisi embung


2. Tampungan embung
3. Banjir desain untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan
pelimpah (spillway).

Untuk mengjitung semua besaran tersebut di atas, lokasi dari rencana


embung harus ditentukan dan digambarkan pada peta. Hal ini dilakukan
supaya penetapan dari hujan rata- rata dan evapotranspirasi (penguapan
peluh) yang tergantung dari lokasi dapat ditentukan. Luas daerah tadah
hujan atau cekungan harus sudah dihitung. Luas genangan embung harus
diperkirakan dan elevasi dasar alur di tempat embung serta elevasi tertinggi
di daerah cekungan juga harus ditentukan. Cekungan relatif kecil
menyebkan luas daerah tadah hujan diperhitungkan efektif yaitu dikurangi
terlebih dahulu dengan luas genangan embung (Soemarto, 1999).

2.8. Perkiraan Debit Banjir


Embung air bersih seperti waduk lainnya, harus dilengkapi dengan
bangunan pelimpah (spillway) yang memerlukan rencana banjir desain
untuk merencanakan ukurannya. Karena luas tangkapan hujan untuk
embung kecil
Tidak terlalu besar, (maksimum 100 Ha) dan kapasitas tampungan kolam
embung juga relatif kecil (maksimum 100.000 m³) maka kapasitas bangunan
pelimpahnya didesain berdasarkan banjir rencana dengan kala ulang 25
tahun. Oleh karena itu, metode sederhana yang akan digunakan yaitu
metode rasional yang berasal dari Australia.
Cara perhitungan untuk menentukan debit puncak dengan metode rasional
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan curah hujan maksimum tahunan rata-rata ( Rm) dan jumlah
hari hujan badai (M) yang lebih besar 10 mm per hari.
2. Waktu konsentrasi (t c) didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan
limpasan untuk melalui jarak terjauh didaerah tada hujan, yaitu dari satu
titik diudik sampai ke titik tinjau paling hilir. Waktu konsentrasi (t c )
dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich dan rumus Giandortti
kemudian dua harga tersebut dirata-ratakan.
1) Rumus Kirpich :
1.156
L
t c =0,945 0,385 (2.13)
∆H
Dimana:
tc = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang sungai utama (km) kalau tidak ada sungai pilih alur
terpanjang dimana aliran permukaan mengalir.
∆ H = perbedaan tinggi antara lokasi embung dan titik tertinggi pada
daerah tada hujan.

2) Rumus Giandortti:
1/2
t c = 4 A +1,5 1/ 2
L
(2.14)
0,8 h
Dimana:
tc = waktu konsentrasi (jam)
A = luas daerah tangkapan (km²)
L = panjang sungai utama (km) kalau tidak ada sungai pilih alur
terpanjang dimana aliran permukaan mengalir.
∆ H = perbedaan tinggi antara lokasi embung dan titik tertinggi pada
daerah tadah hujan.
Tinggi rata-rata pada daerah tadah hujan dapat dihitung dengan merata-
ratakan minimal tiga titik pengamatan tertinggi, sedang dan terendah
dialur cekungan. Nilai tc diambil dengan merata-ratakan harga tc yang
didapat dari rumus diatas.
t c= (t c 1+t c2)/2 (2.15)
Dimana:
Tc1 = waktu konsentrasi tc (Rumus Kirpich)
Tc2 = waktu konsentrasi tc (Rumus Giandortti)
3. Perhitungn curah hujan (R)
probabilitas
No Data (m)
(%)
1 9,091
2 18,182
3 27,273
4 36,364
5 45,455
6 54,545
7 63,636
8 72,727
9 81,818
10 90,909
Sumber: ibnu kasiro dkk,1994
Perhitungan curah hujan rencana menggunakan R80 dengan
menggunkan rumus Weishball dengan memperhatikan tabel
diatas,maka dirumuskan:
m
Pr= x 100 % (2.16)
n+1
Dimana:
Pr = Probabilitas
m = No Data
n = Banyaknya Data Ke-n
2.8.1. Curah Hujan Area
Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental
dalam perencanaan/penelitian pembuatan embung. Ketetapan dalam
memilih lokasi dan peralatan baik cura hujan maupun debit merupakan
faktor yang menentukan kualitas data yang diperoleh. Analisis data hujan
dimaksudkan untuk mendapatkan besaran cura hujan dan analisis statistik
yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah
hujan yang dipakai untukk perhitungan debit banjir adalah hujan yang
terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) pada waktu yang sama
(Sosrodarsono, 2006). Curah hujan wilayah ini dapat diperhitungkan
dengan beberapa cara, antara lain:
1. Metode Rata-Rata Aljabar
Cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah
hujannya, dengan anggapan bahwa didaerah tersebut sifat hujannya
adalah seragam (uniform). Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara
aljabar curah hujan didalam dan disekitar daerah yang bersangkutan
dengan rumus sebagai berikut (Sosrodarsono, 1976):
1
R= (R1 + R2 + R3 + .... + Rn) (2.17)
2
Dimana:
R = curah hujan daerah (mm)
n = jumlah titik atau pos pengamatan
R1,R2,R3.Rn = curah hujan ditiap titik pengamatan (mm)
2.8.2. Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi dilakukan untuk mencari distribusi yang cocok
dengan data yang tersedia di pos hujan yang ada. Analisis frekuensi juga
bertujuan untuk mengetahui hubungan besaran banjir dengan
kemungkinan (probabilitas) keterjadiannya, sering juga ditampilkan
sebagai hubungan antara besaran dan kala ulangnya. Analisis frekuensi
didasarkan pada sifat statistik sampel (data) yang tersedia untuk
memperoleh probabilitas besaran suatu populasi (hujan/debit). Secara
sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini
dilakukan secara berurutan sebagai berikut:
1. Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi
meliputi parameter nilai rata-rata ( X ), simpangan baku (Sd), koefisien
fariasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs), dan koefisien kurtosis (Ck).
Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi
hujan harian maksimum 10 tahun terakhir dan untuk memudahkan
perhitungan maka proses analisisnya dilakukan secara matriks dengan
menggunakan tabel. Sementara untuk memproleh harga parameter
statistik dilakukan perhitungan dengan rumus dasar sebagai berikut
(Soewarno, 1995):
1) Standar Deviasi
Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi
standar. Akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil
terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan kecil. Jika
dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut
(Soewarno, 1995):

Sd =
√ ∑ (xi−x )²
n−1
(2.18)
Dimana:
Sd = standar deviasi
∑ ( xi−x )² = jumlah (xi−x )² dari perhitungan analisis
frekuensi curah hujan.
n = banyaknya data
2) Koefisien Kemencengan
Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu
nilai yang menunjukan derajat ketidak simestrisan (assymetry)
dari suatu bentuk distribusi. Jika dirumuskan dalam suatu
persamaan adalah sebagai berikut (Soewarno, 1995):
n
n x ∑ ( xi−x ) ³
Cs = i¿1 (2.19)
( n−1 ) x ( n−2 ) x S ³
Dimana:
Cs = koefisien kepencengan
n = banyaknya data
n

∑ (xi−x )³ = jumlah (xi−x )³ dari peritungan analisa


i ¿1

frekuensi curah hujan


3) Koefisien kurtosis
Koefisien kurtosis adalah suatu nilai yang menunjukan
keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya
dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Ck=3
yang dinamakan mesokurtik, Ck < 3 berpunca tajam yang
dinamakan leptokurtik, sedangkan Ck > 3 berpuncak datar
dinamakan platikurtik.

Gambar 2.11 koefisien kurtosis


sumber: (santoso, 2017)
n
Ck = n ² ∑ ¿ ¿ ¿ (2.20)
i¿ 1

Damana:
Ck = koefisien kurtosis
n = banyaknya data
n

∑ ¿¿ = jumlah ¿ dari perhitungan analisa frekuensi curah


i ¿1

hujan
4) Koefisien Variasi
Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai
perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata dari
suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
S
Cv = (2.21)
X
Dimana:
Cv = koefisien variasi
S = standar deviasi
X = rata-rata xi dari perhitungan analisis frekuensi

Adapun syarat-syarat yang digunakan dapat di lihat pada tabel berikut


ini:
Tabel 2.1 Pernyataan Parameter Statistik Suatu Distribusi

No. Distribusi Persyaratan

Cs = 1,14
1. Gumbel
Ck = 5,4

Cs = 0
2. normal
Ck = 3

Cs = Cv³ + 3Cv
3. Log Normal
Ck = C v 5+ 6C v 6+ 15C v 4 +16 C v2 +3

4. Log Person III Selain dari nilai diatas


Sumber: anynomous, 2010

2. Uji Jenis Sabaran


Distribusi probabilitas gumbel
Jika data hujan yang digunakan dalam perhitungan adalah berupa
sampel atau (populasi terbatas), maka perhitungan curah hujan
rencana berdasarkan probabilitas gumbel dilakukan dengan rumus-
rumus sebagai berikut:
X T =X + S x K (2.22)
Dimana:
XT = hujan rencana atau debit dengan periode ulang T tahun
X = nilai rata-rata dari nilai data hujan (x) mm
S = standar deviasi dari data hujan (x) mm
K = faktor frekuensi gumbel:
Y 1−Y n
K= (2.23)
Sn
Dimana:
Y1 = reduked variate
Yn = reduked mean
Sn = reduked standar deviasi

2.9. Intensitas Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode hujan tertentu
yang di tentukan dalam satuan mm/jam. besarnya intensitas hujan berbeda-
beda disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekuensi kejadian.
Untuk menghitung besarnya intensitas hujan dipergunakan rumus dengan
metode Dr. Mononobe yaitu (Sosrodarsono, 2003):

I=
R 24
24
x ( )
24
t
m (2.24)

Dimana:
I = intenitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum 24 jam (mm)
t = lamanya hujan (jam)
m = konstanta = (2/3)= 0,667
2.10. Tampungan Embung
2.10.1. Ketersediaan air
Air yang akan masuk ke embung terdiri atas 2 kelompok, yaitu:
1. Air permukaan dari seluruh dareah tadah hujan.
2. Air hujan efektif yang langsung jatuh keatas permukaan kolam.
Dengan demikian jumlah air yang masuk kedalam embung dapat
dinyatakan sebagai berikut:
V h= ∑ V j +10. A kt . ∑ R j atau V h= ∑ V j (2.25)
Dimana:
Vh = volume air yang dapat mengisi air selama musim hujan (m³).
Vj = aliran bulanan pada bulan j (m³/bulan).
∑V j = jumlah aliran total pada musim hujan (m³).
Rj = jumlah hujan pada bulan j (mm/bulan).

∑ Rj = curah hujan total selama musim hujan (mm) curah hujan musim
kemarau di abaikan.
Akt = luas kolam embung (ha).
Volume air (Vh) merupakan jumlah air maksimum yang dapat
mengisi kolam embung. Oleh karena itu, air yang tersedia ini harus
dibandingkan dengan kapasitas tampungan yang diperlukan (Soedibyo,
2003).
Dengan menghitung ketersediaan air memerlukan perhitungan
setengah bulan dengan menghitung intensitas ( I T ), debit aliran (Q) dan
juga volume tampungan bulanan, maka dapat dirumuskan:
hujan efektif
Intensitas hujan (I) = (2.26)
jumlah hari x 24
Debit banjir (Q) = 0,278 C I A (2.27)
Volume = Q x 3600 x 24 x jumlah hari (2.28)
2.10.2. Kebutuhan Air Dan Tampungan Hidup
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat litbang pengairan pada
tahun 1994 di pulau timor (kasiro,1994), keperluan air baku bagi manusia,
hewan dan kebun dari sebuah embung kecil mendapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Kebutuhan air untuk penduduk QP = 150 1/hari/KK
2. Kebutuhan air untuk hewan QP = 200 1/hari/KK *)
3. Kebutuhan air untuk kebun QP = 450 1/hari/KK **)
Total Qu = 800 1/hari/KK
*) Tiap KK dianggap memiliki 20 ekor ternak, KK = kepala keluarga.
**) Tiap KK dianggap menggarap kebun seluas 200 m²
Hasil tersebut diatas dianggap mewakili kebutuhan di daerah semi
kering, maka kebutuhan total tampungan dapat di hitung dengan
persamaan sebagai berikut:
V u=J h x JKK Qu (2.29)
Dimana:
JKK = jumlah KK per desa, data tersebut dapat diperoleh dari buku
statistik yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat.
Jh = jumlah hari selama musim kemarau, yang secara praktis sebesar
8 bulan x 30 hari = 240 hari.
Qu = kebutuhan air penduduk, ternak, dan kebun (1/hari/KK).
Dengan memasukan persamaan diatas, maka bentuk persamaan
diatas, maka bentuk persamaan dapat disederhanakan menjadi:
Vu = 240 x JKK x 800
= 192000 JJK (dalam liter)
V u= 192 JKK (dalam m³) (2.30)
Proyeksi pertumbuhan penduduknya sampai tahun ke-n dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Pn=P 0 ( 1+r )n (2.31)
Dimana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun awal dasar (jiwa)
r = angka pertumbuhan penduduk (%)
n = periode waktu (tahun)
2.10.3. Ruang sedimen
Ruang untuk sedimen perlu untuk disediakan kolam embung
walaupun daerah tadah hujan disarankan ditanami rumput untuk
pengendalian erosi. Berdasarkan pengamatan pada beberapa embung yang
ada secara praktis ruang setinggi 1,00 m diatas dasar kolam sudah cukup
untuk menampung sedimen. Ruang ini masih dapat dimanfaatkan selama
sebelum terisi sedimen. Dalam perencanaan embung kecil ini diambil 0,05
Vu.
2.10.4. Jumlah penguapan
Di daerah semi kering penguapan dari kolam embung relatif cukup
besar apalagi aliran dimusim kering tidak ada. Dengan demikian jumlah
penguapan selama musim kemarau perlu di perhitungkan dalam penentuan
kapasitas dan tinggi embung. Persamaan yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut:
V e = 10 . Akt ∑ E kj (2.32)
Dimana:
V e = jumlah penguapan dari kolam embung selama musim kemarau (m³)
Akt = 0,24 luas permukaan kolam pada setengah tinggi (m²)
Ekj = penguapan bulanan dimusim kemarau pada bulan ke-j (mm/bulan)

2.10.5. Jumlah Resapan


Air dalam kolam embung akan meresap masuk kedalam pori atau
rongga didasar dan dinding kolam. Besarnya resapan ini tergantung dari
sifat lulus air atau material dasar dinding kolam tergantung sifat ini
tergantung pada jenis butiran tnah atau struktur batu pembentuk dasar dan
dinding kolam. Besarnya resapan air kolam embung secara praktis
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Vi = K . Vu (2.33)
Dimana :
V i = jumlah resapan tahunan (m³)
V u = jumlah air untuk berbagai kebutuhan
K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air material dasar dan
dinding kolam embung
K = 10 % bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (K ≤ 10-
5 m/dtk) termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut embung,
geomembran, semen tanah)
2.10.6. Kapasitas Tampung Yang Dibutuhkan
Di daerah semi kering musim hujan berlangsung pendek yaitu 3-5
bulan, sedangkan musim kemarau berlangsung 7-8 bulan. Embung yang
akan didaerah semi kering akan menampung penuh air dimusim hujan dan
kesediaan akan di operasikan pada musim kemarau untuk memenuhi
kebutuhan penduduk, ternak, dan kebun di suatu desa selama musim
kemarau. Dengan demikian kapasitas tampungan embung harus dapat
memenuhi kebutuhan diatas dan juga harus memperhitungkan kehilangan
air akibat penguapan dikolam, serta menyediakan ruang untuk sedimen.
Untuk menghitung kapasitas tampung yang dibutuhkan (Vn) untuk sebuah
embung menggunakan persamaan sebagai berikut:
V n=V u+ V e +V i +V s (2.34)
Dimana:
V n = kapasitas embung total yang diperlukan suatu desa (m³)
V u = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m³)
V e = jumlah penguapan dari kolam selama musim kemarau (m³)
V i = jumlah resapan selama musim kemarau (m³)
V s = ruang yang di sediakan untuk sedimen (m³)
Dalam menentukan kapasitas rampung total suatu embung harus
mempertimbangkan volume yang tersedia dan kemmpuan topografi dalam
menampung air. Apabila air yang tersedia dari kemampuan topografi kecil,
maka embung hars didesain sesuai kapasitas tersebut dari pada keperluan
maksimum suatu desa. Dalam hal demikian untuk memenuhi kebutuhan
maksimum suatu desa maka diperlukan pembanguna lebih dari satu
embung (Soedibyo, 2003).
2.10.7. Menentukan kapasitas tampung desain (Vd)
Dalam menentukan kapasitas tampungan suatu embung (Vd) harus
membandingkan 3 hal yaitu:
1. Volume tampungan yang di perlukan (Vn) untuk menyediakan :
1) Kebutuhan penduduk, hewan, dan kebun (Vu) disuatu desa,
2) Volume cadangan untuk kehilangan air karna penguapan (Ve)
dan resapan (Vi),
3) Ruangan untuk menampung sedimen (Vs) diperkirakan 0.05 -
0,1 Vu.
2. Volume air yang tersedia (potensial) selama musim hujan (Vh) yang
merupakan jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam embung.
3. Daya tampung (potensi) topografi untuk menampung air (Vp) yaitu
volume maksimum kolam embung yang terbentuk karena dibangunnya
suatu embung.
Dari ketiga besaran tersebut yaitu Vn, Vh, dan Vp dipilih yang
terkecil sebagai volume atau kapasitas tampung desain suatu embung(Vd).
Biamana Vh atau Vp yang menentukan maka kemampuan untuk melayani
penduduk akan berkurang, yaitu tidak sebesar yang di perlukan (Vn)
(Soedibyo,2003).
2.10.8. Bak distribusi
Untuk mendistribusikan air dari embung kepada pemakainya
diperlukan bak-bak distribusi yang dibagi menjadi tiga macam yaitu bak
untuk keperluan manusia, bak untuk minum hewan dan bak untuk ladang
atau kebun. Bak-bak tersebut harus ditempatkan sesuai fungsinya yaitu
ditengah pemukiman untuk manusia, disekitar pengembalaan ternak untuk
bak hewan, dan didaerah sekitar ladang atau kebun. Struktur bak dapat
dibuat dari beton atau pasangan batu bata dengan plesteran kedap air.
1. Bak untuk keperluan manusia
Bak ini digunakan untuk menyediakan air untuk manusia untuk
keperluan air minum, mandi dan mencuci. Sebaiknya bak manusia
ditempatkan ditengah lokasih pemukiman sehingga jarak yang
ditempuh penduduk untuk mengambil air tidak terlalu jauh atau tidak
melebihi 500 m. Bak tersebut terbuat dari beton atau pasangan batu
dengan ukuran 1,00 x 2,00 m yang dibagi menjadi dua bagian. Satu
bagian ukuran 1,00 x 1,20 m berisi air yang telah disaring. Instalasi
saringan pasir lambat dapat menggunakan standar SKSNI no. T-09-
1992-03. Untuk standar ini tinggi bak minimal 1,50 m dengan rincian
sebagai berikut:
1) Tinggi bebas 0,20 m
2) Tinggi air diatas media pasir 0,30 m
3) Tebal pasir penyaring 0,40 m
4) Tebal kerikil penahan 0,20 m
5) Drain bawah 0,25 m
Pipa untuk pemasukan air kebak saringan pasir lambat dilengkapi
dengan klep penutup dengan pelampung sehingga bila muka air telah
mencapai elevasi yang ditentukan air akan berhenti mengalir secara
otomatis. Pipa pada bak ini menggunakan pipa galvanis dengan
diameter 1”. Kran penyedap air dari bak sebaiknya menggunakan kran
yang berkualitas tinggi untuk mengurangi penggantian akibat
kerusakan yang terlalu sering pada masa pemeliharaan.
2. Bak untuk keperluan hewan
Bak untuk keperluan hewan dibangun minimal 50 m dari tubuh
embung disekitar pengembalaan ternak dan pada okasi tanah yang
stabil, yang tidak mudah tererosi dan amblas, tidak pada lokasi lereng
yang curam, serta mempunyai drainase yang cukup baik. Bak hewan
dapat dibangun dari beton, pasangan batu atau pasangan batu bata
dengan plesteran kedap air (1:2), berukuran minimal 1,00 x 1,00 m dan
maksimal 1,00 x 2,00 m. Pipa untuk pemasukan air kebak hewan
dilengkapi dengan klep penutup dengan pelampung sehingga bila
muka air telah mencapai elevasi yang ditentukan air akan berhenti
mengalir secara otomatis. Jumlah bak hewan dapat dibuat sesuai
kebutuhan. Sebagai perkiraan bak berukuran 1,00 x 1,00 m dapat
digunakan untuk sapi sebanyak 30 ekor atau kambing sebanyak 130
ekor.
3. Bak untuk kebun
Bak kebun ditempatkan disekitar ladang atau kebun yang akan
digunakan bersama oleh penduduk. Stuktur bak kebun sama dengan
bak hewan dapat dibangun dari beton, pasangan batu atau pasangan
batu bata dengan plesteran kedap air (1:2), dengan ukuran 0,80 x 1,00
m. Pipa untuk pemasukan air kebak kebun atau ladang dilengkapi
dengan klep penutup dengan pelampung sehingga bila muka air telah
mencapai elevasi yang ditentukan air akan berhenti mengalir secara
otomatis. Bak ini terbuka dan pengambilan air oleh penduduk
dilakukan dengan menggunakan gayung.
2.10.9. Analisa Keseimbangan Air
Perencanaan kapasitas tampungan embung dengan metode simulasi
merupakan suatu proses yang menirukan perilaku suatu system tanpa
benar-benar mencapai kenyataan itu sendiri. Ini merupakan pengembangan
suatu model matematik dari semua karakteristik yang terkandung serta
kemungkinan respon dari sistem tersebut.
Metode simulasi untuk penentuan kapasitas tampungan embung
dikembangkan dari persamaan kontinutitas tampungan yang secara
matematik dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
St +1=St + I t −Ot −Et −Lt (2.35)

0≤ St ≤ C

Dimana:
C = kapasitas tampungan efektif (m³)
St = volume air tampungan pada period eke-t (m³)
St −1 = volume air tampungan pada waktu periode waktu ke-1 (m³)
It = debit masuk pada debit ke-t (m³/dt)
Ot = debit kebutuhan pada periode waktu ke-t (m³/dt)
Et = penguapan yang terjadi ditampungan pada periode waktu ke-1
(m)
Lt = kehilangan air pada waktu ke-t (m)
Periode waktu yang umum dalam perencanaan kapasitas
tampungan adalah satu bulan, tetapi periode yang lain juga dapat dipakai.
Kehilangan akibat evaporasi (penguapan) besarnya tergantung pada luas
permukaan air di embung dan kondisi hidrologisnya. Sedangkan
kehilangan lainnya umumnya tidak besar dan biasanya diabaikan.
Anggapan-anggapan dalam metode simulasi adalah:
1. Pada tahun pertama operasi pengisian embung dimulai pada bulan
Nopember.
2. Rangkaian data masukan dianggap mampu mewakili sungai di masa
mendatang.
Batasan-batasan dalam metode simulasi adalah :
1. Pada tahun pertama operasi pengisian embung dimulai pada bulan
Nopember. Pengaruh asumsi ini terhadap ukuran embung bisa
diperiksa dengan menelusuri diagram perilaku untuk berbagai
kondisi awal. Analisis yang didasarkan pada data yang dibangkitkan
memberikan gambaran bahwa paling sedikit dibutuhkan data aliran
sungai sepanjang 100 tahun pada beberapa sungai sebelum
pengaruh penuhnya embung yang diasumsikan bisa diabaikan.
2. Pelepasan (draft) yang berhubungan dengan tingkat pertumbuhan
dalam waktu (misalnya peningkatan permintaan air melalui
peningkatan populasi) tidak mudah ditangani, karena sulitnya
menghubungkan permintaan mendatang dengan tahun tertentu pada
data aliran historik.
Beberapa keuntungan dari pemakaian metode simulasi adalah
sebagai berikut :

1. Analisis perilaku historik merupakan prosedur yang sederhana dan


dengan jelas menunjukkan perilaku air yang ditampung.
2. Cara ini memperhitungkan korelasi seri, kemusiman dan parameter
aliran lainnya sejauh data tersebut diikutsertakan sebagai masukan
dalam analisis
3. Cara ini dapat diterapkan pada data yang didasarkan pada segala
interval waktu.
4. Bukan hanya draft musiman saja yang dapat diperhitungkan dengan
mudah, tetapi kebijaksanaan operasi yang rumitpun bisa dibuat
modelnya (Soedibyo,2003).
2.11. Stabilitas Embung
2.11.1. Pengertian Stabilitas
Stabilitas embung merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan
ukuran embung agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang
bekerja padanya dalam segala keadaan, pembangunan embung perlu
diperhatikan stabilitasnya agar tidak terjadi keruntuhan. Dalam pencegahan
keruntuhan tersebut perlu dilakukan analisa terhadap tubuh embung
tersebut.
Perhitungan stabilitas terhadap konstruksi tanggul embung meliputi
beberapa hal yaitu perhitungan garis depresi, volume rembesan, stabilitas
lereng, gempa dan daya dukung tanah pondasi serta penurunan tubuh
tanggul.
2.11.2. Analisis Stabilitas
1. Perhitungan stabilitas lereng
Stabilitas tanggul tergantung dari dimensi tanggul, bahan tanah inti dan
bahan pengisi tanggul dan jenis pondasi tanggul. Pada perencanaan ini
stabilitas tanggul ditinjau terhadap bahaya guling, geser, daya dukung
tanah dan stabilitas lereng. Analisa stabilitas dilakukan berdasarkan
pengalaman, bahwa selama embung berdiri ada tiga periode kritis yang
harus dilewati, ditinjau dari kemungkinan terjadinya longsoran, yaitu :
1) Kondisi setelah pembanguna (kosong)
2) Kondisi steady seepage (penuh)
3) Kondisi rapid drowdown (penurunan tiba-tiba)
1) Penurunan tubuh tanggul
Penurunan terjadi akibat adanya beban dari tubuh tanggul itu sendiri,
adanya tambahan gaya ini menyebabkan tanah pada tubuh tanggul
mengalami konsolidasi. Akibat dari konsolidasi ini tanah akan
mengalami penurunan. Penurunan dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
Cc × H P +P
S = log 0
1 × e0 P0
(2.36)
Dimana :
S = penurunan konsolidasi tanah
CC = indeks pemapatan (Nilai CC= 0.009 (LL -10), LL adalah batas
cair
H = tebal lapisan tanah
e0 = angka pori awal
P0 = tekanan mula-mula sebelum dibebani
P = nilai regangan/tegangan
Untuk tanah dalam keadaan jenuh air :
P0 = ( γ sat - γ w ) H (2.37)
Untuk tanah dalam keadaan tidak jenuh air :
P0 = γ x H (2.38)
Dimana :
P0 = tekanan mula-mula sebelum dibebani
γ sat = berat volume tanah ynag jenuh air
γ w = baerat volume air
γ = berat volume
H = tebal lapisan tanah
2.11.3. Stabilitas Konstruksi
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan konstruksi bangunan
air adalah :

1. Terjadinya guling
2. Terjadinya geser
3. Terjadinya erosi bawah tanah
1. Stabilitas terhadap guling
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya
yang bekerja pada bagian bangunan diatas bidang horizontal, termasuk
gaya angkat, harus memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada
tarikan pada bidang irisan manapun. Syarat terhadap bahaya
penggulingan adalah sebagai berikut:
1) Tanpa gempa, FS > 1.5
2) Dengan gempa, FS > 1.25
2. Stabilitas terhadap gelincir
Ketahanan embung terhadap gelincir dinyatakan dengan besarnya tg,
sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk
didalamnya gaya angkat yang bekerja pada embung diatas semua
bidang horizontal harus kurang dari koefsien gesekan yang dijijnkan
pada bidang tersebut.
Σ( H ) f
= tanθ <
Σ (V −U ) s
(2.39)
Dimana :
∑ (H) = Keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan
(kN)
∑ (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurang gaya tekan keatas
yang bekerja pada bangunan (kN)
θ = sudut resultante semua gaya terhadap garis vertikal, derajat
f = koefsien gesekan
S = faktor keamanan
3. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)
Secara hidrolis panjang lantai, mulai dari bending sampai apron
dikontrol keamananny aterhadap erosi tanah bawah pondasi dan
rekahnya pangkal hilir pelimpah. Untuk mengetahui adanya erosi
bawah tanah tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan metode Lane
1
Σ LV + Σ LH
CL = 3
H
(2.40)
Dimana :
CL = angka rembesan Lane ( lihat pada tabel 2.2)
Σ LV = jumlah panjang vertikal (m)
Σ LH = jumlah panjang horizontal (m)
H = beda tinggi muka air (m)
Tabel 2.2. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL)
Material Rembesan C
Lane Bligh
Pasir sangat halus atau lanau 8.5 18
Pasir halus 7.0 15
Pasir sedang 6.0 -
Pasir kasar 5.0 12
Kerikil halus 4.0 -
Kerikil sedang 3.5 -
Kerikil kasar termasuk berangkal campur pasir 3.0 9
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2.5 4-6
Lempung lunak 3.0 -
Lempung sedang 2.0 -
Lempung keras 1.8 -
Lempung sangat keras 1.6 -

Sumber :

4. Stabilitas terhadap daya dukung tanah


Stabilitas terhadap daya dukung tanah dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
qu = c. Nc + Df . Ɣ. Nq + 0.5 B Ɣ . NƔ (2.41)
Dimana :
C = kohesi tanah
Df = kedalaman pondasi
Ɣ = berat volume tanah
B = lebar bawah pondasi
Nc, Nq, NƔ = Faktor kapasitas dukung terzaghi

Anda mungkin juga menyukai