Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis yang berada di garis khatulistiwa, garis yang
membagi dua bagian bumi secara vertikal. Jika suatu wilayah mendekati garis
khatulistiwa, maka akan memiliki iklim tropis. Dengan kata lain, hanya memiliki dua
musim yaitu, kemarau dan penghujan. Pada bulan Mei hingga September, matahari
berada di bagian bumi utara. Akibatnya, tekanan udara di wilayah utara khatulistiwa
menjadi rendah. Sehingga, udara akan bergerak dari daerah selatan khatulistiwa
(Australia) menuju utara Khatulistiwa (Asia). Angin yang terjadi saat itu adalah
Monsun Australia, bergerak dari Australia menuju Asia dan melewati wilayah
Indonesia. Angin ini membawa udara yang bersifat kering dan dingin, maka Indonesia
mengalami musim kemarau.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
hingga akhir Agustus 2021, 85 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim
kemarau. Sejumlah wilayah di Indonesia juga akan mengalami Hari Tanpa Hujan
(HTH). Dengan hasil monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) di sejumlah wilayah
tersebut, BMKG mengeluarkan peringatan dini dan masyarakat diimbau meningkatkan
kewaspadaan terhadap potensi kekeringan tersebut. (Sumber: kompas.id)
Di beberapa wilayah di Indonesia pada musim kemarau Indonesia harus
menghadapi bencana kekeringan karena sumber air mengering sehingga banyak
penduduk kesulitan mendapatkan air bersih dan banyak lahan sawah mengalami
kekeringan. salah satunya adalah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terutama di
kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Salah satu penyebab kekeringan adalah
berkurangnya jumlah pohon yang mampu menahan air hujan tetap berada di dalam
tanah dan mengalir melalui sumber mata air. Meningkatnya kebutuhan akan
permukiman dan pangan menyebabkan luas hutan terus berkurang karena beralih
menjadi lahan sawah, perkebunan atau permukiman penduduk. Alih fungsi tersebut
memang sulit ditahan sebagai konsekuensi dari bertambahnya jumlah penduduk.
Oleh karena itu infrastruktur seperti bendungan sangatlah diperlukan melihat
Indonesia adalah negara yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Bendungan dapat menjadi salah satu alternatif penting sebagai penyedia air
guna mengatasi permasalahan kekeringan tersebut.

1
Indonesia saat ini tengah gencar-gencarnya membangun infrastruktur seiring
dengan keinginan presiden Indonesia Bapak Ir. H. Joko Widodo untuk mewujudkan
Indonesia yang maju kedepannya dengan membangun dan mengembangkan
infrastruktur seperti bendungan guna memenuhi kebutuhan masyarakat serta
meningkatkan nilai ekonomi dan diharapkan juga dapat mengatasi permasalahan
kekeringan yang selalu dihadapi Indonesia disetiap tahunnya.
Bendungan yang dibuat tidak serta merta hanya ditinjau dari manfaat yang akan
diberikan pada saat bendungan tersebut jadi, namun untuk mendapatkan manfaat
tersebut maka bangunan yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat seperti kestabilan
tubuh bendungan, mampu tidaknya memberikan manfaat seperti yang direncanakan,
maupun bagaimana bendungan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan aspek-aspek
ekonomis pada saat pelaksanaan pembangunannya. Maka diperlukan bendungan yang
bisa memenuhi hal-hal tersebut sehingga dapat memenuhi manfaat pembangunannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana menentukan alternatif terbaik dalam pemilihan lokasi as
bendungan?
2. Bagaimana tahap-tahap perencanaan bendungan urugan?
3. Bagaimana merancang bendungan yang ekonomis, ipelementatif dan dapat
mengendalikan kekeringan?
4. Bagaimana menghitung dan menganalisa rencana anggaran biaya dalam
perencanaan bendungan.
1.3 Manfaat dan Tujuan
1. Mengetahui cara pemilihan alternatif lokasi as bendungan.
2. Mengetahui tahap- tahap perencanaan bendungan urugan.
3. Mengetahui cara mendesain bendungan yang ekonomis, ipelementatif dan
dapat mengendalikan kekeringan.
Mengetahui cara menghitung dan menganalisa rencana anggaran biaya
dalamperencanaan bendungan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Deskripsi Umum


Menurut Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2010, bendungan adalah bangunan
yang berupa urugan tanah, urugan batu, urugan beton, dan/atau pasangan batu yang
dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk
menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga
terbentuk waduk.
Pada hakikatnya, bendungan merupakan suatu bangunan yang dibangun dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sumberdaya air, baik untuk kebutuhan
air irigasi, air baku, industri, kebutuhan rumah tangga dan lain-lain. Pembangunan suatu
bendungan tidak hanya berhubungan dengan faktor-faktor teknis, melainkan juga
melibatkan faktor ekonomi dan juga sosial masyarakat. Oleh karena itu dalam suatu
pembangunan bendungan harus dilakukan perencanaan yang sangat seksama dan sangat
teliti agar tidak terjadi kegagalan pada saat pengoperasiannya yang dapat
membahayakan keselamatan jiwa masyarakat banyak.
2.2 Jenis-Jenis Bendungan
Terdapat banyak sekali tipe bendungan yang sukar dibandingkan antara satu
dengan yang lainnya (Soedibyo, 2003), misal : Bendungan Ir. H. Juanda. Bendungan ini
dapat disebut sebagai tipe urugan lapisan, yaitu : lapisan kedap air berbentuk miring,
lapisan penyangga dari batu, lapisan batu teratur, lapisan transisi, lapisan filter dan lain-
lain. Dapat pula disebut sebagai bendungan besar karena tingginya lebih dari 15 m,
demikian pula panjang puncaknya lebih dari 500 m, kapasitas waduk yang terbentuk
lebih dari 1 juta m3 dan debit banjir maksimal yang diperhitungkan lebih dari 2000
m3/detik. Dapat pula disebut sebagai bendungan serba guna karena tujuan
pembangunannya adalah untuk memenuhi beberapa tujuan tertentu (air irigasi, PLTA,
pengendalian banjir, penyediaan air minum danlain-lain).
Jadi satu bendungan dapat dipandang dari beberapa segi yang masing–masing
menghasilkan tipe yang berbeda-beda pula. Maka pembagian tipe bendungan dapat
dipandang dari 7 keadaan (Soedibyo, 2003) yaitu :
1. Pembagian tipe bendungan berdasarkanukurannya
2. Pembagian tipe bendungan berdasarkan tujuan pebangunannya
3. Pembagian tipe bendungan berdasarkan penggunaannya
4. Pembagian tipe bendungan berdasarkan jalannyaAir
3
5. Pembagian tipe bendungan berdasarkan konstruksinya
6. Pembagian tipe bendungan berdasarkan fungsinya
7. Pembagian tipe bendungan menurut ICOLD
2.2.1 Pembagian Tipe Bendungan Berdasarkan Ukurannya
a. Bendungan Besar (largedam)
Menurut ICOLD definisi bendungan besar adalah bendungan yang
tingginya lebih dari 15 m, diukur dari bagian terbawah pondasi sampai
puncak bendungan.Atau bendungan yang tingginya antara 10 m dan 15 m
yang memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :
1. Panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500m.
2. Kapasitas waduk tidak kurang dari 1 jutam3.
3. Debit banjir maksimal tidak kurang dari 2000m3/detik.
4. Bendungan menghadapi kesulitan-kesulitan khusus
padapondasinya (had specially difficult foundationproblems).
5. Bendungan di desain tidak seperti biasanya (unusualdesign).
b. Bendungan Kecil (small dam,weir)
Semua bendungan yang tidak memenuhi syarat sebagai bendungan
besar disebut bendungan kecil.
2.2.2 Pembagian Tipe Bendungan berdasarkan Tujuan Pembangunannya
a. Bendungan dengan Tujuan Tunggal (single purposedam)
Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja,
misalnya untuk : pembangkit tenaga listrik atau irigasi atau pengendalian
banjir atau perikanan darat atau tujuan lainnya, tetapi hanya untuk satu tajuan
saja.
b. Bendungan Serbaguna (multi purposedam)
Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan
misalnya : pembangkit tenaga listrik (PLTA) dan irigasi (pengairan)
pengendalian banjir dan PLTA; air minum dan air industri; PLTA, pariwisata
dan irigasi dan lain-lain.
2.2.3 Pembagian Tipe Bendungan berdasarkan Penggunaannya
a. Bendungan Untuk Membentuk Waduk (storage dam), bendungan yang
dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air pada waktu
kelebihan agar dapat dipakai pada waktudiperlukan.
b. Bendungan Penangkap/Pembelok Air (diversion dam), bendungan yang
dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi sehingga dapat mengalir masuk
4
ke dalam saluran air atau terowonganair.
c. Bendungan Untuk Memperlambat Jalannya Air (detention dam), bendungan
yang dibangun untuk memperlambat aliran air sehingga mencegah terjadinya
banjirbesar.
2.2.4 Pembagian Tipe Bendungan berdasarkan Jalannya Air
a. Bendungan Untuk Dilewati Air (overflow dam), bendungan yang dibangun
untuk dilewati air misalnya pada bangunan pelimpah(spillway).
b. Bendungan Untuk Menahan Air (non overflow dam), bendungan yang sama
sekali tidak boleh dilewati air. Kedua tipe ini biasanya dibangun berbatasan
dan dibuat dari beton, pasangan batu atau pasanganbata.
2.2.5 Pembagian Tipe Bendungan berdasarkan Konstruksinya
a. Bendungan Urugan (fill dam, embankmentdam)
Menurut ICOLD definisinya adalah bendungan yang dibangun dari
hasil penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan lain yang bersifat
campuran secara kimia, jadi betul-betul bahan pembentuk bendungan asli.
Bendungan ini masih dapat dibagi menjadi :
1. Bendungan urugan serbasama (homogeneousdam)
Bendungan urugan serbasama merupakan bendungan yang lebih
dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan yang seragam. Jadi
urugan pasir dan kerikil (koral) termasuk di dalam tipe ini, yang dengan
sendirinya harus dilengkapi lapisan kedap air.
2. Bendungan urugan berlapis-lapis (zone dam, rockfilldam)
Benduuungan urugan yang terdiri atas beberapa apisan yaitu
lapisan kedap air (water tigt layer), lapisan batu (rock zones, shell), lapisan
batu teratur (rip-rap) dan lapisan pengering (filter zones).
3. Bendungan urugan batu dengan lapisan kedapa air di muka (impermeable
face rockfill dam, dekced rockfill dam)
Bendungan urugan batu berlapis-lapis yang lapisan kedap airnya
diletakkan di sebelah hulu bendungan. Lapisan kedap air yang sering
dipakai adalah aspal dan beton bertulang. Perancis telah mencoba
menggunakan geotextile untuk lapisan kedap air di muka ini yang hasilnya
cukup memuaskan dan sudah mulai dipakai di Negara lainnya. Bahan-
bahan bangunan lainnya seperti kayu, besi dan karet pernah pula dicoba,
namun mengalami kesulitan sehingga tidak pernah dipakai lagi.
b. Bendungan Beton (concretedam)
5
Bendungan yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan
maupun tidak. Ini masih dapat dibagi lagi menjadi : bedungan beton
berdasarkan berat sendiri, bendungan beton dengan penyangga, bendungan
beton berbentuk lengkung dan bendungan beton kombinasi.
c. BendunganLainnya
Hanya untuk bendungan kecil contoh : bendungan kayu (timber dam),
bendungan besi (steel dam), bendungan pasangan bata (brick dam),
bendungan pasangan batu (masonry dam).
2.2.6 Pembagian Tipe Bendungan Berdasarkan Fungsinya
a. Bendungan Pengelak Pendahuluan (primary cofferdam, dike), bendungan
yang pertama-tama dibangun disungai pada waktu debit air rendah agar lokasi
rencana bendungan pengelak menjadi kering yang memungkinkan
pembangunannya secarateknis.
b. Bendungan Pengelak (cofferdam), bendungan yang dibangun sesudah
selesainya bendungan pengelak pendahuluan sehingga lokasi rencana
bendungan utama menjadi kering yang memungkinkan pembangunannya
secarateknis.
c. Bendungan Utama (main dam), bendungan yang dibangun untuk memenuhi
satu atau lebih tujuantertentu.
d. Bendungan Sisi (high level dam), bendungan yang terletak disebalah sisi kiri
dan atau sisi kanan bendungan utama yang tinggi puncaknya juga sama. Ini
dipakai untuk membuat proyek se optimal-optimalnya, artinya dengan
menambah tinggi pada bendungan utama diperoleh hasil yang sebesar-
besarnya biarpun harus menaikkan sebelah sisi kiri dan atau sisi kanan.
e. Bendungan di Tempat Rendah (saddle dam), bendungan yang terletak ditepi
waduk yang jauh dari bendungan utama yang dibangun untuk mencegah
keluarnya air dari waduk sehingga air waduk tidak mengalir ke daerah
sekitarnya.
f. Tanggul (dyke, levee), bendungan yang terletak disebelah sisi kiri dan atau
kanan bendungan utama dan ditempat yang jauh dari bendungan utama yang
tinggi maksimalnya hanya 5 m dengan panjang puncaknya maksimal 5 kali
tingginya.
g. Bendungan Limbah Industri (industrial waste dam), bendungan yang terdiri
atas timbunan secara bertahap untuk menahan limbah yang berasal dari
industri.
6
Bendungan Pertambangan (mine tailing dam, tailing dam), bendungan yang
terdiri atas timbunan secara bertahap untuk menahan hasil galian pertambangan
juga.
2.2.7 Pembagian Tipe Bendungan menurut ICOLD
a. Bendungan Urugan Tanah (earthfill dam), bendungan urugan yang lebih dari
setengah volumenya terdiri atas tanah atau tanahliat.
b. Bendungan Urugan Batu (rockfill dam), bendungan urugan yang kekuatan
konstruksinya didasarkan pada urugan batu dan sebagai lapisan kedap air
memakai tanah liat, tanah liat bercampur pasir/kerikil, lapisan aspal, beton
bertulang atau geotextile.
c. Bendungan Beton Berdasar Berat Sendiri, bendungan beton yang didesain
untuk menahan beban dan gaya yang bekerja padanya hanya dengan berat
sendiri saja.
d. Bendungan Beton Berbentuk Lengkung, bendungan beton yang didesain
untuk menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya lewat abutmen kiri dan
abutmen kananbendungan.
e. Bendungan Beton dengan Penyangga, bendungan beton yang mempunyai
penyangga untuk menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya. Banyak
dipakai apabila sungainya sangat lebar sedangkan keadaan geologinyabaik.
f. Bendungan Beton Berbentuk Lebih Dari Satu Lengkung (multiple arch dam),
bendungan beton yang bentuk lengkungnya lebih dari satu dan diperkuat
dengan kolom betonbertulang.
Dalam hal ini akan kami jelaskan terkait bendungan urugan sebagai acuan dalam
pembangunan bendungan yang kami pilih
2.3 Bendungan Urugan
2.3.1 Pengertian
Bendungan tipe urugan atau “Bendungan Urugan” adalah suatu bendungan
yang dibangun dengan cara menimbun bahan–bahan seperti batu, kerakal, kerikil,
pasir dan tanah pada komposisi tertentu dengan fungsi sebagai pengempang atau
pengangkat permukaan air yang terdapat di dalam waduk di udiknya
(Sosrodarsono dan Takeda, 1981).
2.3.2 Tipe Bendungan
a. Berdasarkan pada ukuran butiran dari bahan yang digunakan:
1. Bendungan urugan batu (rock fill dam) atau “bendunganbatu”.
2. Bendungan urugan tanah (earth fill dam) atau “bendungantanah”.
7
b. Ditinjau dari penempatan serta susunan bahan pembentuk tubuh bendungan
digolongkan dalam 3 (tiga) tipe utama (Sosrodarsono dan Takeda, 1981), yaitu:
1. Bendungan Homogen
Bahan yang membentuk tubuh bendungan terdiri atas tanah yang sejenis
dan gradasinya seragam, fungsinya sebagai bangunan penyangga dan
sekaligus sebagai penahan rembesan air (gambar2.1).

Zona lulus air Zona kedap air

Drainase

Gambar 2.1 Bendungan Homogen


2. Bendungan Zonal
Timbunan yang membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan
dengan gradasi yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisantertentu.
a) Berdasarkan letak dan kedudukan dari zona kedap airnya, maka tipe
ini masih dibedakan menjadi 3 (tiga), antara lain:
1) Bendungan tirai (front core fill type dam) ialah bendungan zonal
dengan zone kedap air yang membentuk lereng udik
bendungantersebut.
Zona kedap Zona lulus

Zona
Gambar 2.2 Bendungan Tirai (front core fill typedam)
2) Bendungan inti miring (inclined core fill type dam) ialah
bendungan zonal yang zone kedap airnya terletak di dalam tubuh
bendungan dan berkedudukan miring kearahhilir.

Zona inti kedap

air Zona lulus air

Zona lulus

Zona

8
Gambar 2.3 Bendungan Inti Miring (inclined core fill type dam)
3) Bendungan inti tegak (central core fill type dam) ialah bendungan
zonal yang zone kedap airnya terletak di dalam tubuh
bendungandengan kedudukanvertikal.

Zonainti
Zona lulus kedap air
air
Zona lulus

Zona transisi

Gambar 2.4 Bendungan Inti Tegak (central core fill type dam)
4) Bendungansekat Pada lereng udik tubuh bendungan dilapisi
dengan sekat tidak lulus air (dengan kekedapan yang tinggi)
seperti lembaran baja tanah karat, beton aspal, lembaran beton
bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok, dan lain-lain

Gambar 2.5 Bendungan Sekat


2.4 Perencanaan Bendungan Urugan
Dalam perencanaan bendungan tipe urugan, data-data yang diperlukan antara
lain adalah :
• Elevasi HWL dari perhitungan penelusuran banjir dipelimpah
• Elevasi mercu pelimpah (berdasar analisis kapasitas tampungan mati dan
efektifwaduk)
• Persamaan lengkung kapasitaswaduk
• Data geologi rencana tanah timbunan (Gs, e, w,ø)
• Asumsi koefisiengempa
2.4.1 Perencanaan Tubuh Bendungan
Tubuh bendungan merupakan bangunan utama yang dibuat melintang
menutupi alur sungai yang akan dibendung dengan perhitungan kekuatan tertentu
untuk mendapatkan daerah tampungan berupa waduk.

9
a. Tinggi Bendungan
Tinggi bendungan adalah jarak dari pondasi hingga permukaan air waduk
pada saat bangunan pelimpah mengalirkan air sebesar kapasitas
perencanaannya, ditambah dengan tinggi jagaan tertentu untuk dorongan angin,
gelombang, tenaga pembekuan es dan gempabumi.
Hd = Hb Hf
Keterangan :
Hd = Tinggi bendungan(m)
Hb = Tinggi tampungan banjir (m)
Hf = Tinggi jagaan(m)

Gambar 2.6 Bagian Bendungan


b. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan air maksimum
rencana didalam waduk (berdasarkan Q kala ulang tetentu) dan elevasi mercu
bendungan. Penentuan tinggi jagaan dipengaruhi oleh :
• Tinggi kenaikan permukaan air akibat banjirabnormal
• Tinggi jangkauan ombak akibatangin/gempa
• Jenis tipe bendungan dan tinggibendungan
Tinggi jagaan untuk bendungan urugan, yaitu sebagai berikut
(Sosrodarsono, 1989):
• H ≤ 50 m ; tinggi jagaan Hf ≥ 2,0m
• 50 ≤ H ≤ 100 m ; tinggi jagaan Hf ≥ 3,0m
• H ≥ 100 m ; tinggi jagaan Hf ≥ 3,5m
c. Lebar Mercu Bendungan
Lebar mercu bendungan urugan haruslah cukup kuat untuk menjaga agar
garis freatis atau permukaan atas rembesan tetap berada di dalam bendungan
pada waktunya. Lebar mercu harus cukup untuk menahan hentakan gempa serta
kekuatan gelombang.

10
Lebar mercu bendungan dicari dengan menggunakan persamaan dari
united states bureau of reclamation (USBR), sebagi berikut:
B = 3.6 x H1/3 – 3
Dengan :
B = lebar puncak bendungan
H = tinggi bendungan total (termasuk jagaan)
d. Perencanaan Lereng Tubuh Bendungan
Lereng sebelah hulu dan hilir bendungan harus tidak mudah longsor, dan
harus stabil dan aman dalam keadaan apapun baik pada waktu waduk kosong,
penuh air, maupun permukaan air turun tiba-tiba.
Rumus untuk kemiringan lereng hulu:
𝑚−k γ’
𝐹𝑠 = 𝑡𝑔 ø > 1.1
1 + k m γ’

Rumus untuk kemiringan lereng hilir:


𝑛−k
𝐹𝑠 = 𝑡𝑔 ø > 1.1
1 + k n γ’

Dengan :
m dan n adalah kemiringan lereng hulu dan hilir untuk arah horizontal
’ =  Sat/( Sat – 1)
Sat = w . Gs(1 + w)/(1 + e)

e. Stabilitas Tubuh Bendungan


Kemiringan rata-rata lereng bendungan (lereng hulu dan lereng hilir)
adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui tumit masing-
masing lereng tersebut. Perhitungan stabilitas lereng dengan metode Fellenius

dapat digunakan rumus sebagai berikut:


Dengan :
Fs : faktor keamanan
C : angka kohesi tiap pias (kN)
1 :b / cos α
b : lebar tiap pias(m)
α : sudut yang dibentuk jari-jari bidang longsor(˚)
N : momen yang dibentuk jari-jari bidang longsor (kN)
U : gaya uplift (kN)
11
Ne : komponen vertikal beban seismis
Te : komponen tangensial bebanseismis
2.4.2 Penelusuran Banjir
Perhitungan penelusuran banjir atau Flood Routing adalah dasar untuk
menghitung tinggi muka air waduk maksimum dan debit outflow maksimum dari
spillway suatu bendungan. Perhitungan ini merupakan peramalan dari hidrograf
banjir disuatu titik pada suatu daerah pengaliran sungai yang disebut sebagai
hidrograf inflow ke suatu titik pengamatan atau spillway untuk membentuk
hidrograf banjir lain yang disebut hidrograf outflow. Penelusuran banjir ini
dilakukan dengan fasilitas bangunan pelimpah yang merupakan outflow yang
nantinya akan membentuk hidrograf outflow.
Prinsip dari perhitungan penelusuran banjir adalah dengan menggunakan
persamaan kontinuitas sebagai berikut :

Keterangan :
Q inflow : debit aliran masuk (m3/det)
Q outflow : debit aliran keluar(m3/det)
S : tampungan air dalam waduk(m3)
t : waktu sesuai hidrograf banjir(detik)
Sebagai paraeter outflow adalah kapasitas limpasan yang melewati
bangunan pelimpah (spillway) yang dipengaruhi oleh hidrograf mining. Keluaran
dari outflow spillway adalah hidrograf outflow.
Jumlah tampungan dan banyaknya limpasan yang berubah-ubah, maka
periode waktu penelusuran (dt) direncanakan dengan interval waktu yang relatif
kecil (∆t), sehingga persamaan kontinuitas diatas dijabarkan menjadi:
I . ∆t – O . ∆t = S2 – S1
(I1 + I2)/2 . ∆t + S1 – (O1+O2)/2 . ∆t = S2
Keterangan :
S1 :tampungan bendungan pada permulaan waktu t
S2 :tampungan bendungan pada akhir waktu t
I1 :aliran yang masuk pada permulaan waktu t
I2 :aliran yang masuk pada akhir waktut
O1 :airan yang keluar pada permulaan waktu t
O2 :aliran yang keluar pada akhir waktut

12
Persamaan diatas digunakan untuk interval waktu tertentu, bila penelusuran
banjir akan melewati tampungan bendungan, maka persamaan diatas
dikembangkan menjadi:
(I1 + I2)/2 + (S1/t – O1/2) = (S2/t + O2/2)
Jika, S1/t – O1/2 = ψ
Dan S2/t + O2/2 = φ
Keterangan :
ψ : tampungan pertama (m3/det)
φ : tampungan kedua, dipakai sebagai debit outflow (m3/det)
2.4.3 Perencanaan Bangunan Pelimpah
Bangunan pelimpah termasuk bangunan pelengkap artinya bangunan beserta
istalasinya yang memungkinkan beroprasinya bendungan dengan baik, bila
bangunan ini tidak berfungsi, maka akan dapat membahayakan konstruksi
bendungan. Selain itu, bangunan pelimpah bisa diartikan sebagai bangunan
beserta instalasinya untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam waduk agar
tidak membahayakan keamanan bendungan.
Pelimpah sendiri dapat dibagi menjadi tiga berdasarkanfungsinya:
1 Pelimpah utama (Q100; Q1000;Qpmf).
2 Pelimpah pembantu (beroperasi bila terjadi banjir yang luar biasa
melebihi Q rencana pelimph utama).
3 Pelimpah darurat (beroperasi bila ada kerusakan pada pelimpah
utama/terjadi banjir yang melebihi kapasitas pelimpah utama dan
pelimpah pembantu). Selanjutnya tipe bangunan pelimpah yang paling
umum dipergunakan pada bendungan urugan, secara detailnya dapat
digambarkan (Sosrodarsono dan Takeda, 1981), sebagai berikut:

Gambar 2.7 Skema Bangunan Pelimpah


Keterangan :
a. Saluran pengarah aliran
b. Saluran pengatur aliran

13
c. Saluran peluncur
d. Peredam energi
Masing-masing keempat bagian tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-
beda antara lain :
1. Saluran pengarah aliran.
Fungsinya adalah sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran
tersebut senantiasa dalam kondisi hidrolik yang baik.
2. Saluran pengatur aliran.
Fungsinya adalah sebagai pengatur kapasitas aliran (debit) air yang
melintasi bangunan pelimpah agar kecepatannya kecil tetapi debitnya
besar. Bentuk dan sistem kerja saluran pengatur aliran ini sangat
bermacam-macam disesuaikan dengan ketelitian pengaturan yang
diisyaratkan untuk bagian ini. Beberapa contoh dari bagian pengatur
aliran yang bentuk dan dimensinya diperoleh dari perhitungan-
perhitungan hidrolika yang didasarkan pada rumus- rumus empiris,
sebagai berikut
a) Tipe ambang bebas

Gambar 2.8 Tipe Ambang Bebas


b) Tipe bendung pelimpah
Bendung pelimpah (over flow weir) sebagai salah satu
komponen dari saluran pengatur aliran yang dibuat untuk lebih
meningkatkan pengaturan serta memperbesar debit air yang
akan melintasi bangunan pelimpah.

Gambar 2.9 Tipe Bendungan Pelimpah

14
c) Tipe pelimpah samping
3. Saluran peluncur.
Fungsinya adalah untuk meluncurkan air dengan kecepatan
tinggi (aliran superkritis 1 < Fr < 9).
Dalam persyaratan saluran peluncur harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Agar air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir
dengan lancar tanpa hambatan-hambatanhidrolis.
b. Agar konstruksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil
dalam menampung semua beban yang timbul.
c. Agar biaya konstruksinya diusahakan seekonomis
mungkin. Saluran peluncur dalam perencanaan ini
dibentuk sebagaiberikut:
• Tampak ataslurus.
• Penampang melintang berbentuk segiempat.
• Kemiringan
4. Peredam energi.
Fungsinya adalah mereduksi energi yang terdapat dalam aliran
sehingga tidak terjadi gerusan pada bagian hilir saluran peluncur.
Menurut jenisnya ada peredam energi dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Tipe loncatan (water jumptype)
b. Tipe kolam olakan (stilling basingtype)
c. Tipe bak pusaran (roller buckettype)
Pelimpah memiliki fungsi yaitu mengalirkan air dari daerah genangan ke
sungai/ke kolam olak sedangkan manfaat pelimpah yaitu melimpahkan air yang
berlebihan agar pada saat terjadi banjir besar tidak terjadi overtopping yang
melebihi tinggi main dam (tubuh bendungan).
Berikut ini merupakan jenis-jenis pelimpah yang umum digunakan:
▪ Pelimpah Ogee
Spillway tipe Ogee umumnya diserakan pada desain bendungan kaku dan
merupakan bagian dari bendungan utama itu sendiri jika cukup panjang yang
tersedia. Puncak spillway dibentuk agar sesuai dengan tutupan lebih rendah
dari aliran air yang mengalir melalui bendung.
▪ Pelimpah Chute

15
Dalam jenis spillway ini, air, setelah mengalir di atas puncak dibawa oleh
saluran terbuka melalui sisi hilir sungai. Struktur pengendalian umumnya
merupakan saluran angkut normal. Aliran melalui saluran merupakan aliran
super- kritis. Spillway dapat dibangun dekat dengan bendungan atau lokasi lain
yang cocok dan jauh dari bendungan di mana kondisi memungkinkan.
▪ Pelimpah Samping (Side Channel)
Channel sisi spillway terletak hanya pada hulu dan ke sisi bendungan. Air
mengalir melalui puncak memasuki saluran sisi yang hampir sejajar dengan
puncak, kemudian dibawa oleh saluran chute ke sisi hilir. Umumnya sebuah
terowongan dapat digunakan sebagai pengganti saluran chute.
▪ Morning Glory
Jenis pelimpah ini berbentuk lubang besar yang mengalirkan air berlebih dan
biasanya terletak tepat sebelum badan bendungan utama. Air limpahan ini
kemudian dialirkan menuju jalur terowongan dan dibuang pada saluran
pembuangan yang telah terhubung ke sungai. Spillway tipe morning glory
digunakan di Bendungan Jatiluhur.
Perencanaan Pelimpah :
➢ Debit Banjir Rancangan
Pada prinsipnya debit banjir rencana diperoleh dari hasil-hasil perhitungan
curah hujan rencana dengan memasukkan beberapa faktor kondisi daerah
pengaliran, sedang debit banjir rencana didapat dari perhitungan curah hujan
maksimum rata-rata yang jatuh didaerah pengaliran dan jangka waktu sejak
terkumpulnya air hujan tersebut pada saat terjadinya debit besar pada tempat
kedudukan calon tubuh bendungan. Besarnya jangka waktu terebut tergantung
dari kondisi topografi dan geologi daerah pengaliran. Hanya setelah diketahui
angka- angka hubungan antara curah hujan dan debit banjir rencana dapat
dihitung dengan metode unit hidrograf. Secara garis besarnya perhitungan
tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:
➢ Perhitungan curah hujan maksimumrencana
➢ Perhitungan debit banjirrencana
➢ Pengujian hasil perhitungan debit banjir rencana Pada perencanaan Konstruksi
Bendungan, data debit rencana sudahdidapatkan.
Oleh karena itu, pada perencanaan kali ini dibagi sesuai kriteria banjir
rancangan sebagai berikut :
a. Q 25 th untuk perencanaan diversion tunnel dancofferdam
16
b. Q 50 th untuk kontrol keamanan tinggi cofferdam
c. Q 100 th untuk pertimbangan perencanaan peredam energi (stilling
basin)
d. Q 1000 th untuk perencanaan pelimpah (spillway) dan maindam
e. Q PMF untuk kontrol keamanan kapasitas pelimpah (spillway)
terhadap bahaya overtopping diatas puncak tubuh bendungan utama
(topdam)
2.4.4 Kriteria Debit Banjir Rancangan untuk Perencanaan
Berbagai macam bangunan-bangunan air memerlukan perhitungan hidrologi
yang merupakan bagian dari perencanaan bangunan-bangunan tersebut.
Pemilihan kala ulang (return period) banjir rancangan untuk bangunan air adalah
suatu masalah yang sangat bergantung pada analisa statistik dari urutan
kejadian banjir baik berupa debit air disungai maupun curah hujan badai .Selain
itu bergantung pula pada segi ekonomi dan dampak yang diaki batkan oleh
pemilihan kala ulang banjir rancangan.
Pemilihan suatu teknik analisa penentuan banjir rancangan tergantung dari
data- data yang tersedia dan macam dari bangunan air tersebut. Kriteria pemilian
banjir dengan hanya meninjau kemungkinan terjadinya banjir yang lebih besar
atau sama dengan banjir rencana, sekali atau lebih selama bangunan air tersebut
berdiri. Kriteria lain yang dapat menjadi bahan pertimbangan adalah sebagai
berikut.
Tabel 2. 1 Kriteria pemilihan kala ulang banjir rancangan
Kala Ulang
No. Jenis Bangunan Air Banjir
T (tahun)
1 Bendungan urugan tanah/batu (eart/rockfill dam) 1000
2 Bendungan beton/batu kali (concrete dam/masonry) 500- 1000
3 Bendung (weir) 50- 100
4 Saluran pengelak banjir (flood diversion canal) 20 - 50
5 Tanggul sungai 10 - 20
6 Drainasi saluran di sawah/permukiman 5 - 10
Sumber: Loebis (1984: 196)

17
Tabel 2.2 Kriteria pemilihan kala ulang banjir rancangan sebagai kontrol kapasitas
pelimpah berdasarkan klasifikasi tingkat bahaya (Hazard Classification)

Klasifikasi Tingkat Bahaya Kategori Bendungan Standard Keamanan Banjir

Kecil 50 Th – 100 Th

Rendah (low) Sedang 100 Th – 50% PMF

Besar 50% - 100% PMF

Kecil 100 Th – 50% PMF


BerpengaruhSedang
(significant) Sedang 50% - 100% PMF

Besar PMF

Kecil 50% - 100% PMF

Tinggi (high) Sedang PMF

Besar PMF
Sumber: Ir.Husni Sabar, (2000:335)
Penelusuran Banjir
Penelusuran banjir adalah sebuah konfigurasi gelombang banjir yang
bergerak pada suatu tampungan (saluran atau waduk). Pada rekayasa hidrologi,
penelusuran banjir merupakan teknik yang penting, yang diperlukan untuk
mendapatkan penyelesaian yang lengkap mengenai persoalan pengendalian banjir
dan peramalan banjir. Untuk memenuhi keperluan ini, penelusuran banjir
dipandang sebagai prosedur yang dibutuhkan untuk menentukan hidrograf yang
diketahui dari suatu titik tinjau. Penelusuran banjir di waduk diperlukan untuk
mengetahui data debit outflow maksimum dan tinggi air maksimum pada debit

18
outflow yang bersesuaian sebagai dasar perencanaan hidrolika struktur, dalam hal
ini antara lain adalah untuk menentukan:
• Dimensi lebarpelimpah
• Profil pelimpah
• Tinggi jagaanpelimpah
• Dimensi peredam energi dan sebagainya
2.4.5 Bangunan Pengelak
Pada sebuah bendungan yang konstruksinya dilakukan melintang sungai,
perlu dipertimbangkan pengalihan/pengelakan dari aliran sungai di sekitar atau
melalui site bendungan selama masa konstruksi. Tingkat variasi dari masalah
pengelakan aliran tersebut tergantung dari besar dan potensi banjir dari aliran
sungai. Pada beberapa site bendungan, pengelakan aliran bisa jadi menjadi mahal
dan memakan waktu yang berakibat pada pengaturan jadwal aktivitas konstruksi.
Meskipun demikian, masalah pengelakan aliran pasti terjadi pada semua site
bendungan dimanapun, kecuali yang dibangun di luar aliran sungai (off stream),
dan pemilihan rencana pengelakan aliran yang paling tepat itu penting bagi nilai
ekonomis dari suatubendungan.
Rencana pengelakan aliran biasanya dipilih pada lokasi yang
menggambarkan suatu keseimbangan antara biaya konstruksi fasilitas pengelak
dan nilai risiko yang terjadi. Rencana pengelakan aliran yang baik akan
meminimalisir kemungkinan dari kerusakan akibat banjir pada hasil konstruksi
yang sedang dilakukan pada jumlah yang minimum pula.
Terdapat dua teknik pengelakkan air sungai, yaitu teknik dengan tahapan
dan tidak dengan tahapan. Kedua teknik ini digambarkan pada gambar sebagai
berikut :

Gambar 2.10 Teknik tanpa Tahapan

19
Gambar 2.11 Teknik dengan Tahapan
A. Bagian – bagian pengelak
➢ Terowongan (Tunnels)
Biasanya tidak cocok untuk melakukan pekerjaan pondasi yang cukup
besar pada ngarai yang menyempit (narrow canyon) sebelum aliran telah
terelakkan. Dalam kondisi ini penggunaan terowongan terbuki paling cocok
untuk pengelakkan aliran, baik untuk bendungan tipe urugan maupun beton.
Aliran sungai dilewatkan/ diteruskan mengelilingi area konstruksi melalui
terowongan di satu atau kedua pangkal bendungan (abutment). Jika
terowongan pelimpah atau terowongan outlet akan dibuat pada desain
bendungan, penggunaan terowongan pelimpah/ outlet sudah terbukti nilai
ekonomis dari penggunaannya dalam perencanaan bangunan pengelak. Jika
bagian hulu dari terowongan permanen berada di atas elevasi dasar sungai,
sebuah saluran pengelak sementara (temporary adit) di hillir bisa dibuat untuk
menghasilkan sebuah terusan muka air (stream-level bypass). Gambar 2.5
Menunjukkan sebuah saluran (adit), yang dikonstruksi di Semino Dam yang
dibuat untuk mengelakkan air melewati terowongan pelimpah.

Gambar 2.12 Saluran Pengelak dan Cofferdam Hulu di Seminoe Dam


Sumber: Design of Small Dams, 1987; 496
Jika ada bangunan terowongan outlet pada sungai, terutama pada
bendungan tipe urugan, pada umumnya digunakan untuk pengelak.
20
Normalnya, bangunan terowongan pengelak diletakkan pada elevasi di dekat
level elevasi sungai. Jika tower atau dropinlet digunakan, maka saluran
sementara (temporary adit) di hulu sebagai dasar dari struktur intake perlu
dibuat. Setelah fungsi pengelakan selesai, Jika ada bangunan terowongan
outlet pada sungai, terutama pada bendungan tipe urugan, pada umumnya
digunakan untuk pengelak. Normalnya, bangunan terowongan pengelak
diletakkan pada elevasi di dekat level elevasi sungai. Jika tower atau dropinlet
digunakan, maka saluran sementara (temporary adit) di hulu sebagai dasar
dari struktur intake perlu dibuat. Setelah fungsi pengelakan selesai,
Terowongan pengelak sementara yang bukan merupakan pelimpah atau
bangunan outlet dapat diberi lining atau tidak diberi lining. Kelayakan
pemberian lining pada terowongan pengelak tergantung pada;
1 Biaya dari terowongan yang dilining dibandingkan dengan
terowongan tanpa lining dengan kapasitas yangsama.
2 Kondisi asli dari batuan di dalam terowongan, terutama jika
terowongan tersebut dapat tetap berdiri dengan tanpa topangan dan
tanpa perlindungan selama dialiri oleh aliranelakan.
3 Permeabilitas dari material sepanjang terowongan, hal ini bisa
mengakibatkan beberapa kebocoran melalui atau sekitar pangkal
bendungan(abutment).
➢ Conduit
Bangunan outlet pada bendungan tipe urugan seringkali memerlukan
sebuah conduit yang bisa digunakan sebagai pengelak selama konstruksi.
Metode ini dipakai untuk mengatasi aliran elakan dengan nilai ekonomis
cukup baik, terutama jika conduit yang digunakan untuk bangunan outlet
cukup besar untuk membawa aliran elakan. Dimana kebutuhan aliran elakan
melampaui kapasitas dari bangunan outlet yang telah selesai, kapasitas ini
dapat ditingkatkan dengan menunda pemasangan pintu air, katup, pipa, dan
trashracks (meskipun trashrack sebaiknya dipasang jika ada masalah dengan
sampah/ kotoran layang) sampai kebutuhan untuk pengelakan selesai.
Dasar dari pendekatannya sama dengan yang diuraikan pada terowongan
pengelak. Peningkatan kapasitas juga dapat dicapai dengan menambah tinggi
cofferdam, yang dengan demikian juga menambah head. Pengelak dengan
conduit juga dapat ditemukan pada bendungan beton.
➢ Bendungan Pengelak (Cofferdam)
21
Cofferdam/Bendungan pengelak adalah sebuah bendungan sementara
atau penghalang yang digunakan untuk mengelakkan aliran atau untuk
menutup suatu area selama masa konstruksi.
Pada umunya, cofferdam dibuat dari material yang tersedia pada site/
lokasi. Dua jenis yang umumnya digunakan adalah tipeurugan tanah da
batuan, yang desainnnya mengikuti dengan desain tubuh bendungan utama.
Gambar 2.6 menunjukkan sebuah cofferdam dan saluran pengelak yang
berupa conduit sebanyak enam buah pada sisikanan gambar. Beberapa tipe
cofferdam lain yang umum digunakan adalah concretecribs yang di dalamnya
diisi dengan tanah atau batuan, dan sistem cofferdam dari baja (cellular-steel)
yang di dalamnya diisi dengan tanah atau batuan.
Jika nantinya cofferdam dapat didesain permanen dan menambah
stabilitas struktur dari bendungan utama sendiri, hal ini akan menambah
keuntungan ekonomis. Pada beberapa bendungan tipe urugan cofferdam juga
merupakan bagian dari tubuh bangunan utama. Pada kasus tersebut,
penghematannya ada dua macam, yaitu jumlah penghematan dengan
mengurang material timbunan yang dibutuhkan dan penghematan yang
diperoleh karena tidak perlu membuang cofferdam jika nantinya tidak
dbutuhkan.

Gambar 2.13 Cofferdam di Ridgway Dam, Colorado.


Sumber: Design of Small Dams, 1987; 501
B. Analisa Hidrolika pada Saluran Pengelak
Untuk analisis hidrolika pada saluran pengelak ini dibahas mengenai
kapasitas pengaliran melalui saluran pengelak, baik melalui terowongan
maupun conduit karena prinsip dasar dari ke-dua pengelak tersebut adalah
sama. Kapasitas pengaliran saluran ini dibedakan menjadi dua kondisi yaitu,
pada saat aliran bebas (free flow) yaitu pada saat sifat hidrolik yang terjadi

22
berupa hidrolika saluran terbuka dan kondisi pada saat aliran tertekan yaitu
pada saat sifat hidrolik yang terjadi berupa hidrolika saluran tertutup.
➢ Aliran Bebas (Free Flow)
Dalam hal ini diasumsikan bahwa akan terjadi aliran bebas apabila tinggi
muka air di waduk (H) ≤ 1,2 diameter pengelak (D). Untuk menentukan
besarnya debit yang lewat pengelak pada keadaan aliran bebas dapat
digunakan rumus Manning bila aliran adalah subkritis.

Gambar 2.14 Hidrolika aliran dalam pengelak pada aliran bebas


Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997; 446
Q = A.V
V = 1/n R2/3 I 1/2
Dengan:
V = kecepatan aliran(m/detik)
n = koefisien kecepatan manning (untuk beton n= 0,014)
R = jari-jari hidrolis =A/P (m)
A = luas penampang basah (m2)
S = kemiringan alur pengelak
Untuk memeriksa pada kedalaman berapa terjadi pengaliran kritis
digunakan rumus:
Qc =

F = V / gH
Dengan :
Qc = debit yang melewati pengelak dalam kondisi kritis (m3/detik)
g = percepatan gravitasi (= 9,81m/detik2)
A = luas penampang basah (m2)
F = bilangan Froude
H = kedalaman aliran (m)
Kondisi aliran tersebut sangat perlu untuk diketahui, karena
dengandemikian dapat diketahui karakteristik hidrolisnya. Bila kondisi aliran
23
pada berbagai kedalaman air superkritis (Q > Qc atau F > 1), maka rumus
Manning tidak berlaku dan harus digunakan rumus dalam kondisi kritis
berikut:

Gambar 2.15 Hidrolika Aliran dalam Pengelak pada Kondisi Superkritis


Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997; 446

Vc =
Yc = 2/3H
Vc =
Qc =A
Dengan :
Hc = kedalaman aliran kritis (m)
Penentuan rumus untuk penampang segi empat

Energi spesifik dapat ditulis E = y + (Q/A)2 , dengan:


A= luasan penampang sebagai fs(y), tergantung bentuk
penampang dan persamaan energi spesifik menjadi
E = y + 1/2g (Q/fs(y))2
Bila dicari energi minimum (pada saat

kedalamankritis): = 1 + (Q2/2g) (-2A-3 )

Dari gambar di atas : dA = b dy , sehingga =


b, Dengan:
b = lebar saluran air pada saluran
pengelak 1 = Q2/2g . -2A-3 .b
g/Q2 = b. A-3

24
g/Q2 = b/
A3 Q2 = g
A3/b

Qc =
Untuk mengetahui kondisi aliran dipakai rumus tersebut bila Q/Qc > 1,
maka kondisi aliran SUPERKRITIS.
➢ Aliran Tekan (Pressure Flow)
Diasumsikan bahwa aliran tekan ini akan terjadi bila tinggi air di waduk (H)
> 1,2 diameter pengelak (D). Pada keadaan demikian digunakan rumus

Gambar 2.16 Hidrolika Aliran dalam Pengelak pada Aliran Tekan


Q = A. V
v=
Dengan :
H = kedalaman air waduk dihitung dari dasar inlet pengelak (m)
D = tinggi pengelak (m)
L = panjang pengelak (m)
θ = sudut yang dibentuk oleh alur pengelak
c = jumlah koefisien kehilangan energi
Untuk jumlah kehilangan energi dapat dihitung berdasarkan desain saluran
yang dibuat oleh perencana.
2.4.6 PLTA
2.4.6.1 Jenis - jenis PLTA
PLTA dapat digolongkan menjadi PLTA aliran sungai (run-of-river),
waduk (storage), atau waduk berpompa (pumped-storage). PLTA waduk
adalah PLTA yang mempunyai tampungan air yang ukurannya cukup untuk
memungkinkan menampung kelebihan air pada musim hujan untuk
dimanfaatkan pada musim kemarau. Dengan adanya bendungan, memberi

25
kemungkinan untuk membangkitkan tenaga listrik. Ada dua konstruksi utama
pada PLTA dengan bendungan tinggi yaitu :
a. Konstruksi bendungan denganperlengkapannya.
b. Konstruksi gedung sentral denganperlengkapannya.
2.4.6.2 Gedung Sentral
Gedung sentral pada umumnya diusahakan agar letaknya tidak jauh dari
bendungan yang akan mengurangi kehilangan tinggi serta biaya pipa pesat.
Pada bendungan tanah /tumpukan batu, gedung sentral dan bangunan pelimpah
air dibangun dengan konstruksi tersendiri yang terpisah dari bendungan Pada
bendungan semacam ini jangan dibuat suatu bangunan apapun di atas
bendungan karena penurunan tanah/batu yang tidak merata akan merusak
bangunan.
2.4.6.3 Pipa Pesat
Tempat pemasukan pipa pesat terdapat saringan halus, sedang untuk
pengosongan pipa terdapat pintu air dan pipa ventilasi hawa. Konstruksi
pemasukan ke pipa pesat meliputi:
a. Saringan
b. Bagianmasuk
c. Pintu air penutup pipa (intakegate)
Diameter pipa pesat dapat dihitung dengan beberapa rumus:
1. Rumus Sarkaria:
D1 = 0,62 (P 0,43/H 0,65)
D2 = 3,55(Q2/2gH)0,25D3

V = 0,125.
Dengan :
D = diameter (m)
P = daya (HP)
H = tinggi jatuh (m)
Q = debit (m3/dt)
g = percepatan gravitasi (=9,8 m/dt2)
V = kecepatan dalam pipa (m/dt)
2. Rumus Doland

26
D = 0,176 (P/H)0,466
Dengan :
D = diameter (m)
P = daya (HP)
H = tinggi jatuh (m)
2.4.6.4 Perhitungan DebitPembangkit
Untuk menentukan debit pembangkit digunakan metode lengkung durasi
aliran (duration curve). Duration curve adalah suatu grafik yang
memperlihatkan debit sungai dan selama beberapa waktu dalam satu tahun,
debit ini terdapat di dalam sungai (Patty, 1995:15).
Untuk menentukan lengkung durasi aliran digunakan data debit harian
atau debit rata-rata bulanan dengan periode pengamatan minimum 10 tahun.
Fungsi utama lengkung durasi aliran adalah sebagai berikut :
• Untuk menentukan debit pembangkitan terkecil secara terus menerus
• Untuk menentukan debit andalan pada waktu-waktu pembangkitan
tertentu
• Untuk menentukan debit pembangkitan maksimum.
2.4.6.5 Tinggi Jatuh
Penentuan tinggi jatuh dapat dirumuskan sebagai berikut :
Heff = EL. HWL – EL TWL – HL
Dengan :
Heff = tinggi jatuh efektif(m)
EL. HWL = elevasi muka air tertinggi (High WaterLevel)
EL. TWL = elevasi tail water level (ketinggian muka air pada saluran
bawah)
HL = Kehilangan tinggi jatuh(m)
Kehilangan tinggi jatuh (HL) ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Kehilangan tinggi tekan pada trash rack (saringansampah/kotoran)
b. Kehilangan tinggi tekan pada entrance (pemasukan ke pipapesat)
c. Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pada pipapesat
d. Kehilangan tinggi tekan akibat belokan pada pipapesat
e. Kehilangan tinggi tekan pada tailrace
2.4.6.6 Perhitungan Daya dan Energi Listrik
Jika air dengan debit Q m3/dt jatuh pada ketinggian H meter, maka daya
yang dapat dibangkitkan adalah sebesar (Patty, 1995:92) :
27
P =  x Q x  x g x Hefektif watt dengan  air
= 1000 kg/m3, dan g = 9,8 m/dt2 maka :
P=  x 9,8 x Q x Hefektif kW
Dengan :
P = daya yang dibangkitkan (kW)
Heffektif = tinggi jatuh efektif, yaitu tinggi jatuh setelah diperhitungkan
adanya kehilangan tinggi(m)
 = massa jenis air(kg/m3)
 = efisiensi, yaitu perbandingan antara energi yang keluar dari turbin dan
energi yang masuk turbin ( antara 80 – 95%).
Untuk mengetahui besarnya energi, digunakan rumus :
E=PxT
Dengan :
E = energi yang dihasilkan (kWH)
P = daya yang dibangkitkan (kW)
T = waktu/lamanya operasi (jam)
2.4.6.7 Penentuan TipeTurbin
Turbin air adalah turbin yang menggunakan aliran air (debit) sebagai
penggeraknya. Hal ini disebabkan karena air mengalir dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah. Dengan turbin energi kinetis dari air dirubah menjadi
energi mekanis, yang kemudian menghasilkan tenaga listrik.
Ada dua macam turbin yaitu (Patty, 1995:91) yaitu :
1 Turbin Impuls, contoh turbin Pelton dan turbinBanki.
2 Turbin Reaksi, contoh turbin Francis, Kaplan danPropeller.
Untuk menentukan tipe turbin yag akan digunakan sebagai pembangkit
tenaga listrik yaitu berdasarkan tinggi jatuh yang tersedia dan daya yang dapat
dibangkitkan seperti ditunjukkan tabel berikut :
Tabel 2.3 Penggolongan Tipe Turbin Berdasarkan Tinggi Jatuh
Katagori Tinggi jatuh (m) Tipe
turbin
Low head 10 – 100 Propeller/Kapla
n
Medium 17,5 – 650 Francis
head

28
High head 160 – 1000 Pelton
Sumber : Arismunandar & Kuwahara, Teknik Tenaga Listrik
2.4.7 Bangunan Pengambilan (Intake)
Pengambilan adalah suatu bangunan pada bending yangberfungsisebagai
penyadap aliran sungai mengatur pemasukan air dan sedimen serta
menghindarkan, sedimen dasar sengai dan sampah masuk ke
pengambilan.Terletak di bagian sisi bending di tembok pangkal dan merupakan
satu kesatuan dengan bangunan pembilas. Pengambilan dibagi menjadi:
a. Pengambilan biasa
Pengambilan dengan pintu berlubang satu atau lebih dan dilengkapi dengan
pintu didndidng banjir dan perlengkapan lainnya. Lebar satu pintu tidak lebih
dari 2,5 m dan diletakkan di bagian udik. Pengaliran melalui pintu bawah.
Besarnya debit diatur melalui tinggi bukaanpintu.
b. Pengambilan gorong-gorong
Pengambilan dengan pintu berlubang lebih dari satu dengan lebar
masingmasing kurang dari 2,5 m dan diletakkan di bagian hilir gorong-gorong.
Pengoperasian pintu pengambilan dilakukan secara mekanis.
c. Pengambilan frontal
Pengambilan diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas /
bending.Arah aliran sungai dari udik frontal terhadap mulut pengambilan
sehingga tidak menyulitkan penyadapan aliran. Tetapi angkutan sedimen
relative banyak masuk ke pengambilan, yang ditanggulangi dengan sand
ejector dan kantong sedimen.
d. Dua pengambilan di satu sisi bendung
Pintu pengambilan untuk sisi yang lain diletakkan di pilar pembilas bending.
Pengaliran ke sisi yang lain itu melalui gorong-gorong di dalam tubuh
bending.Jumlah gorong-gorong dapat dua buah. (Alfabeta, Desain Hidraulik
Bendung Tetap untuk Irigasi Teknis, 2002.

29
BAB III

METODOLOGI PERENCANAAN

2.1 Konsep Umum


Berdasarkan tema dari LRBN (Lomba Rancang Bendungan Nasional) tahun ini
yaitu “Bendungan ekonomis implementatif, dan dapat mengatasi kekeringan” maka
konsep yang kami ambil menitik beratkan pada bagaimana bendungan ini dapat
memenuhi tema yang telah diberikan.
Bendungan yang direncanakan adalah bendungan yang multi purpose dengan
manfaat sebagai berikut:
a) Pengoptimalan air irigasi seluas4.500 Ha dengan kebutuhan air
maksimum diasumsikan sebesar 4,52 m3/det untuk pola tanam dalam
setahun.
b) Penyedia air minum bagi masyarakat dihilir dengan kapasitas maksimum
diasumsikan 85 ltr/det.
c) Penyediaan energy listrik Tipe Mikro Hidro dapat dihasilkan daya
Terbangkitkan (P) 325 KW.
d) Penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kepentingan
pariwisata dengan perencanaan siteplan/layout disekitar bendungan.
Disamping mengoptimalkan fungsi dari bendungan, perlu dipertimbangkanpula
aspek ekonomi, Inovatif dimana konsep yang dibuat adalah bendungan baru, berbeda
dari yang biasanya ataupun menyempurnakan bendungan yang sudah ada.
Implementatif dimana perencanaan yang disusun dapat dilaksanakan atau direalisasikan
sesuai dengan yang direncanakan. Dapat mengatasi kekeringan tetapi tetap ekonomis
serta dapat berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan dan meningkatkan nilai ekonomi
masyarakat di sekitar area bendungan.
Dari beberapa tipe bendungan yang telah diuraikan, dalam hal ini kami memilih
tipe bendungan zonal dengan inti tegak serta dilengkapi filter dibagian hulu maupun
hilir tubuh bendungan sebagai konsep awal bendungan. Alasan kenapa kami memilih
tipe bendungan ini adalah karena mudah dalam pelaksanaannya (inti tegak).
3.2 Metodologi Perencanaan
3.1.1 Umum
Dalam bab ini akan dibahas tentang metodologi perencanaan secara umum.
Metodologi perencanaan diuraikan sebagai dasar dan tata cara perencanaan yang
sesuai dengan kriteria teknis, implementatif, dan dapat mengatasi kekeringan.
30
3.2.2 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
1. Pengumpulan data
a) Data pengukuran topografi
b) Data geologi dan mekanika tanah
c) Data hidrologi
2. Analisa perencanaan
a) Penentuan lokasi
b) Penentuan volume tampungan
c) Analisa hidolika
d) Analisa struktur dan stabilitas bendung
e) Penyusunan rencana anggaran biaya
f) Penggambaran dan pelaporan
3.2.3 Pengumpulan Data
Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan adalah sebagai berikut
1. Data topografi
Data topographi adalah data yang digunakan untuk menentukan elevasi dan tata
letak lokasi dimana akan didirikanya bendungan tersebut
Tabel 3.1 Volume Genangan Alternatif 1

Gambar 3.1 Data Topographi (sumber : soal LRBN 2021)


31
2. Data Geologi
Data geologi adalah yang digunakan untuk mengetahui karakteristik batuan
yang berguna untuk merencanakan struktur bendungan

Gambar 3.2 Penampang Geologi As Bendungan (sumber soal LRBN 2021)


Tabel 3.2 Data Tanah (Sumber : soal LRBN 202)

3. Data Hidrologi
Data hidrologi yang dimaksud disini adalah data yang didapat dari soal yang
berupa debit banjir inflow dengan berbagai kala ulang dan lengkung kapasitas.

Tabel 3.3 Rekapitulasi debit banjir rancangan (sumber : soal)

32
Kala Ulang Alternatif
(Tahun) 1 2 3 5
2 210.17 210.17 209.59 215.01

HSS NAKAYASU
5 270.52 270.52 269.77 276.75
10 307.71 307.71 306.86 314.80
25 352.19 352.19 351.21 360.29
50 383.78 383.78 382.72 392.62
100 414.26 414.26 413.11 423.80
1000 553.41 553.41 551.57 566.53
PMF 1256.35 1256.35 1252.16 1286.13

Kala Ulang Alternatif


(Tahun) 1 2 3 5
2 88.94 88.94 81.91 90.84
HSS GAMA I

5 114.47 114.47 105.41 116.91


10 130.20 130.20 119.89 132.98
25 149.00 149.00 137.21 152.19
50 162.37 162.37 149.52 165.84
100 175.26 175.26 161.39 179.00
1000 234.11 234.11 215.45 239.27
PMF 531.39 531.39 489.04 543.11

Kala Ulang Alternatif


(Tahun) 1 2 3 5
2 85.90 85.90 84.81 88.99
HSS SNYDER

5 110.55 110.55 109.15 114.53


10 125.73 125.73 124.15 130.27
25 143.90 143.90 142.08 149.09
50 156.80 156.80 154.82 162.46
100 169.25 169.25 167.12 175.36
1000 226.08 226.08 223.10 234.39
PMF 513.17 513.17 506.41 532.04
Sumber: Perhitungan
LENGKUNG KAPASITAS WADUK ALTERNATIF 1
Tampungan Waduk (Juta m3)
200
195
190
185
180
175
170
165
160
155
150
145
140
135
130
125
120
115
110
105
100959085807570656055504540353025201510 5 0
210.00 210.00
205.00 205.00
200.00 200.00
195.00 195.00
190.00 190.00
185.00 185.00
180.00 180.00
175.00 175.00
170.00 170.00
Elevasi MA Waduk (m)

165.00 165.00
Elevasi MA Waduk (m)

160.00 160.00
155.00 155.00
150.00 150.00
145.00 145.00
140.00 140.00
135.00 135.00
130.00 130.00
125.00 125.00
120.00 120.00
115.00 115.00
110.00 110.00
105.00 105.00
100.00 100.00
95.00 95.00
90.00 90.00
85.00 85.00
80.00 80.00
75.00 75.00
70.00 70.00
65.00 65.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400
Luas Genangan (Ha)

Gambar 3.2 Penampang Geologi Alternatif 1


3.2.4 Analisa Perencanaan
Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan adalah sebagai berikut
1. Penentuan Lokasi
Dari 3 alternatif yang diberikan dipilih satu alternatif yakni alternatif 1

33
2. Penentuan Volume
Alternatif yang dipilih adalah alternatif 1 karena dilihat dari luas tampungan dan
as yang terpendek.
3. Analisa Hidrolika
a. Penelusuran Banjir
b. Analisis Hidrolika Bangunan Pelimpah
c. Analisa Hidrolika Bangunan Pengelak
d. Kapasitas debit yang digunakan pada tahap ini adalah dari hasil penelusuran
banjir dengan kala ulang Q25 tahun.
e. Analisa Hidrolika Bangunan Pengambilan
Tahapan ini meliputi Analisa Inlet, Outlet, dan Perencanaan komponen
PLTMH, juga Saddle Dam (namun tidak ada dalam analisa)
4. Analisa Struktur dsn Stabilitas Bendungan
a. Analisa Stabilitas Lereng
Analisa ini dihitung menggunakan hitungan manual
b. Analisa stabilitas Bangunan
Analisa yang digunakan disini berupa anlaisa rembesan, momen guling, dan
gempa
5. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya
Perhitungan RaB meliputi perhitungan volume pekerjaan, perhitungan Analisa
harga satuan pekerjaan, san perhitungan RAB
6. Penggambaran dan Pelaporan
Gambar hasil perencanaan berisi peta situasi bendungan, potongan memanjang
dan melintang tubuh bendungan, potongan memanjang dan melintang bangunan
pelimpah. Hasil perencanaan desain dibuat dalam bentuk laporan hasil
perencanaan berupa proposal yang dikirimkan ke sekretariat HMS FT-Unram.

34
BAB IV
ANALISIS PERENCANAAN

4.1 Pemilihan Lokasi As Bendungan


Dari tiga alternatif, dipilih alternatif ke-1. Kami memilih alternatif 1 sebagai as
bendungan setelah melalui beberapa pertimbangan dan faktor-faktor yang ada. Pertama,
pemilihan as (panjang bendungan terpendek) diantara alternatif lainnya, dengan
memilih panjang bendungan terpendek maka volume timbunan badan bendungan yang
diperlukan akan semakin rendah. Kedua, memiliki volume tampungan terbesar.
Semakin besar volume tampungan maka semakin besar pula kapasitas air yang dapat
ditampung.

Gambar 4.1 Peta Topografi


4.2 Pengelak
4.2.1 Penelusuran Banjir
Perhitungan ini didasarkan pada analisa pengendali banjir, yaitu pengendalian
banjir oleh penampungan air dalam waduk pengelakan air oleh Coferdam Terowongan
Pengelak.
Dengan adanya penampungan, muka air pada waduk akan naik mencapai
elevasi maksimum. Elevasi ini yang kelak dipakai untuk menentukan tinggi puncak
Coferdam perencanaan tinggi diperhitungkan terhadap banjir dengan periode ulang 25
tahun.

35
Metode yang digunakan adalah metode penelusuran banjir (Flood Routing)
dengan Rumus sebagai berikut :
11 + 12 𝑆2 𝑄1 𝑆2 𝑄2
( )+ ( − )=( − )
2 ∆𝑡 2 ∆𝑡 2
Dimana :
11 = Inflow pada awal periode
12 = Inflow pada akhir periode
𝑄1 = Outflow pada awal periode
𝑄2 = Outflow pada akhir periode
𝑆1 = Tampungan pada awal periode
𝑆2 = Tampungan pada akhir periode
∆𝑡 = Tampungan pada akhir periode
bila :
𝑆 𝑄1
Ψ = ∆𝑡1 − 2
𝑆2 𝑄2
φ = ∆𝑡 − 2

sehingga :
11 + 12
+ Ψ= 𝜑
2
4.2.2 Desain Terowongan
Perhitungan kapasitas terowongan pengelak dapat ditinjau dari 3 lokasi yaitu
aliran bebas (free flow), transisi dan aliran tekan (Pressure flow) yaitu :
a. Pada kondisi aliran bebas
Kondisi aliran ini apabila kondisi aliran dalam trowongan tidak mengisi
penuh seluas diameter terowongan atau tidak dalam kondisi tenggelam (H/D <
1,2). Pada keadaan ini perhitungan debit aliran menggunakan rumus manning,
yaitu :
1
𝑉= 𝑥 𝑅 2/3 𝑥 𝑆 1/2
𝑛

𝑄 =𝐴𝑥𝑉
Dimana :
Q = Debit Aliran
A = Luas Penampang Basah
n = Koef. Kekasaran (0,014)
R = Jari-Jari Hidrolis (A/P)
S = Kemiringan Dasar Saluran

36
1
𝑥 𝑔 𝑥 𝐴𝐶 3
𝑄𝑐 = 2
𝑇𝑐
Dimana :
QC = Debit Aliran Kondisi Kritis
g = Percepatan Grafitasi
Tc = Lebar Permukaan Air
Ac = Luas Penampang Basah
Tinggi muka air dahulu (upstream water level) dihitung sebagai berikut :
UWL = Elv. Inlet + h + fe
UWL = Upstream water level
h = Tinggi Kritis
fe = Kehilangan tinggi di inlet trowongan
b. Aliran sebagian penuh terowongan
Rumus-rumus yang dipergunakan adalah analog dengan rumus aliran sebagian
penuh terowongan,

𝑄 = 𝐶 𝑥 𝐴 𝑥 √2 𝑥 𝑔 𝑥 (𝐻 − 𝐶 𝑥 𝐷)
𝐻
> 1.2
𝐷
C = 0,8 (Koef. Kontraksi rounded souffit)
A = luas terowongan bagian outlet
g = 9,81 m/dt2
c. Pada kondisi aliran tekan (Pressure flow)
Debit aliran pada kondisi aliran tertekan ini dihitung dengan rumus Bernoulli,
Yaitu :
𝑉12 𝑉2
𝑧 + 𝐻1 + = 𝐷+ ∝ + 𝐻𝐿
2𝑔 2𝑔
𝐻1 =Tinggi muka air di bagian upstream (m)
𝑉1 = 0, Karena pengembangan (m/dt)
D =Tinggi muka air, sama dengan diameter bagian pengeluaran
karena aliran tekan (m)
H = Jumlah kehilangan energi (m)
V = Kecepatan air keluar dari terowongan (m/dt)
g = Gravitasi = 9,81 m/dt2
EL. + B= Elevasi dasar outlet trowongan
37
UWL = Elevasi muka air di bagian hulu (m)
𝛼=1
𝑉2
𝐻𝐿 = Σ𝑓 𝑥
2𝑔
Sehingga :
𝑉2 𝑉2
𝑈𝑊𝐿 = 𝐸𝐿𝑣. +𝐵 + 𝐷 + + Σ𝑓 𝑥
2𝑔 2𝑔
𝑉2
𝑈𝑊𝐿 = 𝐸𝐿𝑣. +𝐵 + 𝐷 + (1 + Σ𝑓) 𝑥
2𝑔
Ʃf adalah jumlah seluruh kehilangan dari inlet-outlet
1) Kehilangan energi dientrace
Δ𝑡 2
𝑓𝑎 = 𝐶 ( )
Δ𝑒
Dimana :
Δt = Luas Terowongan
Δe = Luas Entrance
C = 0,3
Dalam desain ini harga Δe diambil sama dengan Δt, sehingga didapat
nilai fa = 0,3.
2) Kehilangan energi karena gesekan pada terowongan
124,5 𝑥 𝑛2 𝑥 𝐿
𝑓𝑏 =
𝐷4/3
Dimana :
n = Kekerasan terowongan
L = Banjir terowongan
D = Diameter terowongan
3) Kehilangan energi pada outlet
Δ𝑡 2
𝑓𝑒 = (1 − )
Δ𝑜
Dimana :
Δt = Luas Penampang Terowongan
Δo = Luas Outlet
Δt/Δo dianggap konstan = 0,5
fe = 0,25

38
Gambar 4.2 Diagram Kondisi Aliran dalam Terowongan
4.2.3 Dimensi Trowongan
Setelah dilaksanakan Flood Routing Q 25 maka untuk mengalirkan air banjir
diperlukan Diameter Terowongan D = 3 m dan elevasi muka air maksimum direservoir
+108 m dengan dasar sungai adalah EL. +90 m maka tinggi air maksimum direservoir
adalah 18 m.
Selama kontruksi berlangsung trowongan pengelak ini difungsikan untuk
mengelakan air sungai dan setalah kontruksi telah selesai maka trowongan pengelak
ini akan digunakan sebagi saluan pengambilan untuk keperluan irigasi, PLTMH dan
air baku dengan cara memngurangi dimensi dari trowongan tersebut menggunkan
tambahan stop log pada bagian hulu trowongan.

39
Tabel 4.1 Lampiran analisis perhitungan terowongan
PERHITUNGAN ROUTING BANJIR Q 25 LEWAT TEROWONGAN
Lokasi : Nusa Tenggara Barat
Metode : LG Puls
Tipe Trowongan : Horse Shoe
Data Teknis :
Debit Banjir (Q25 Tahun) : 352.19 m3/dt
Dasar Sungai : + 90 m
Elevasi Inlet Tunel : + 96.11 m
Elevasi Outlet Tunel : + 90 m
Lebar Trowongan : 3 m
Diameter Trowongan : 3 m
Panjang Trowongan : 250 m
Dimana
Hd : Tinggi Tekan Diatas Mercu
Cd B : Koef Pelimpah Bendungan
Cd D : Tinggi Pelimpah Darurat
Be : Lebar Efektif

40
41
42
Sumber: hasil perhitungan 2021
4.3 Perencanaan Coferdam
Cferdam dibangun secara terpisah disebelah udik dan hilir dari bendungan.
Desain bangunan menggunakan deasin banjir rencana Q25. Sesuai dengan sni 8062
Tahun 2015 tentang tata cara desain tubuh bendungan, material yang digunakan untuk
membangunn coferdam merupakan material yang sama dengan main dam.
4.3.1 Perhitungan Tinggi Coferdam
Penentuan tinggi coferdam harus mempertimbangkan pengaruh hidrologi dan
topografi. Tinggi coferdam didasarkan pada elevasi permukaan air setelah

43
dibangunnya saluran pengelak ditambah tinggi jagaan untuk keamanan coferdam
tersebut.
• Elevasi dasar sungai = + 90 m
• Elevasi muka air saat Q25 = + 108 m
• Freeboard = 2 meter
• Tinggi Coferdam = (Elv. Q25 – Elv. Dasar Sungai) + Freeboard
= ( 108 – 90 ) + 2
= 20 meter
Berdasarkan perhitungan diatas, coferdam didesain dengan tinggi 20 meter
atau puncak coferdam pada elevasi + 110 m
4.3.2 Perhitungan Lebar Atas Coferdam
Lebar mercu coferdam dicari denggan menggunakan persamaan dari United
States Bureau of Reclamation (USBR), sebgai berikut:
B = 3.6 x H1/3 – 3
= 3.6 x 201/3 – 3
= 6.7 m ≈ 7 meter
Berdasarakan perhitungan mengguanakan persamaan USBR, maka lebar
puncak Bendungan adalaha 7 meter.
4.3.3 Kemiringan Lereng Coferdam
Kemiringan hulu dan hilir coferdam direncakan sama seperti kemiringan tubuh
bendungan utama yaitu lereng hulu 1:3 dan lereng hilir 1: 2.5
Up Stream coferdam
= 20 x 3 = 60 meter
Down Stream coferdam
= 20 x 2.5 = 50 meter
Panjang total coferdam
L = 60 + 7 + 50
= 117 meter
Jadi panjang total dari cofer dam adalah 117 meter
4.4 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah
4.4.1 Kapasitas Pelimpah
Kapasitas aliran yang melalui pelimpah merupakan debit keluaran dari
tampungan waduk yang telah mencapai kapasitas maksimum. Bangunan pelimpah
dimaksudkan untuk membuang kelebihan debit (debit banjir) yang terjadi pada musim

44
hujan. Debit yang melalui mercu pelimpah tipe Ogee dapat dihitung berdasarkan
rumus sebagai berikut :
Q = C .L .H 2/3
dimana :
Q = debit yang lewat di atas pelimpah (m3/dt)
C = koefisien pengaliran
L = lebar mercu pelimpah (m)
Hd = tinggi air di atas mercu (m)
Koefisien pengaliran (C) dari tipe standard suatu bendung dapat diperoleh
dengan rumus Iwasaki, pada perencanaan tinggi ambang pelimpah adalah P = 1,00
meter sehingga koefisien pengaliran adalah sebagai berikut :
Cd = 2,20 - 0,0416 (Hd/W)0,99
= 2,20 – 0,0416 (Hd/W) 0,99
= 2,1

Gambar 4.3 Penampang Hidraulis Pelimpah


Nilai a pada saat h = Hd dengan cara coba banding diperoleh = 1.96
h
1 + 2a
Hd
C = 1,60
h
1 + a
Hd

dimana :
C = koefisien pengaliran
Cd = koefisien pengaliran pada saat h = Hd
h = tinggi air di atas mercu bendung (m)

45
Hd = tinggi tekanan rencana di atas mercu bendung (m)
P = tinggi bendung (m)
a = konstanta (diperoleh pada saat h = Hd dan C = Cd )
Pada saat terjadinya pelimpahan air melintasi mercu terjadi konstraksi aliran
pada kedua dinding samping bendung maupun disekitar pilar-pilar yang dibangun di
atas mercu bendung tersebut. Debit yang mengalir melintasi mercu bendung
didasarkan pada lebar efektifnya, yaitu dari hasil pengurangan sesungguhnya dengan
jumlah seluruh konstraksi yang timbul pada aliran air yang melintasi mercu bendung
tesebut.
Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung lebar efektif bendung
diambil dari Civil Engineering Departement U.S. Army
Leff = L’ - 2 (n x Kp + Ka) x H
dimana :
L’ = lebar pelimpah sesungguhnya (m)
Kp = koefisien konstraksi pada pilar
Ka = koefisien konstraksi pada dinding samping
Hd = tinggi tekanan di atas mercu bendung (m)
Hasil perhitungan Hidraulis p
4.4.2 Analisa Penelusuran Banjir
Untuk memperoleh tinggi muka air maksimum bendungan diperlukan analisa
penelusuran banjir.
Metode yang digunakan dalam perhitungan adalah ISD (Inflow Storage
Discharge) dan data yang digunakan adalah :
a. Hidrograf Banjir Inflow
Data hidrograf banjir inflow yang digunakan adalah hasil analisa banjir rencana.
b. Data Tampungan
Luas Genangan embung diperoleh melalui pengukuran planimetris gambar situasi
bendungan skala 1:5000, sehingga diproleh hubungan elevasi dan luas genangan
Volume tampungan embung.
c. Kurva Outflow Spillway
Untuk menghitung debit yang melimpah di atas mercu spillway digunakan rumus
sebagai berikut :
Q = C x B x H3/2
di mana :
Q = debit ( m 3/dt)
46
C = koefisien pelimpah
B = lebar pelimpah (m)
Besarnya koefisien pelimpah adalah tergantung bentuk mercu pelimpah, disiini
dipilih bentuk OGEE dengan pertimbangan mempunyai koefisien pelimpah paling
besar sehingga elevasi air banjir maksimum pada embung dapat di tekan semudah
mungkin.
Koefisien pelimpah dihitung menggunakan Rumus Iwadoya (BTU). Dari
perhitungan diperoleh nilai C antara 2 ~2,1 dengan harga h and c yang variable. Oleh
karena itu untuk perencanaan diambil C sebesar 2,05.
Prinsip dasar penelusuran pada embung dikembangkan dari persamaan
kontinuitas yaitu :
ds
I −O= dt

dimana :
I = aliran masuk ke waduk (m3/dt)
O = aliran keluar melalui pelimpah (m3/dt)
ds
dt =perubahan tampungan terhadap waktu (jam)

 I1 + I 2   O + O2 
 t +  1 t = S 2 − S1
 2   2 

dengan :
S1 = tampungan waduk pada permulaan waktu t
S2 = tampungan waduk pada waktu t
I1 = inflow ke waduk pada permulaan waktu t
I2 = inflow ke waduk pada waktu t
O1 = outflow melalui pelimpah pada permulaan waktu t
O2 = outflow melalui pelimpah pada waktu t
Untuk penelusuran banjir melalui waduk/embung, persamaan diatas dapat
dikembangkan sebagai berikut :
 I 1 + I 2   S1 O 1   S 2 O 2 
 + − = +  dan
 2  t 2  t 2 

 S1 O 1 
 − =
t 2 

 S2 O 2 
 − =
t 2 
dengan:
47
 I1 + I 2 
 = inflow sesaat masuk ke waduk (m3/dt)
 2 
 = tampungan pertama (m3/dt)
 = tampungan kedua, merupakan dasar penentuan
Secara ringkas hasil analisa penelusuran banjir lewat pelimpah dengan L = m
pada berbagai kondisi inflow banjir dan dilakukan Perhitungan Routing Banjir pada
Tabel 4.3 Lampiran perhitungan dengan kesimpulan sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Analisa Penelusuran Banjir
Kala Ulang Q Inflow Q Outflow Tinggi Air El. M.A
(m3 /dt) (m3 /dt) (m) (m)
Q 1000 th 553.41 289.27 1.98 145.38
Q PMF 1,256.35 735.74 3.70 147.10
Sumber : Hasil Perhitungan 2021
Tabel 4.3 Lampiran analisa perhitungan pelimpah
PERHITUNGAN ROUTING BANJIR Q 1000 LEWAT PELIMPAH
Data
Desain Inflow (Q 1000 thn) : 553.41 m3/dt
Kontrol Inflow dengan Q PMF : 1,256.35 m3/dt
Elevasi Crest Spillway : + 143.40 m
Elevasi Bed Spillway / Apron : + 140.40 m
Tinggi Pelimpah (P) : 3.00 m
Lebar Pelimpah (B) : 50.00 m
Dimana
H : Tinggi Tekan Diatas Mercu
C : Koef Pelimpah
P : Tinggi Pelimpah
Be : Lebar Pelimpah Efektif

48
49
Hidrograf Inflow - Outflow Q 1000
600.00

500.00 Inflow Hidrograf Bajir Q1000


Outflow Hidrograf Banjir Q1000

400.00

300.00

200.00

100.00

0.00
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

50
PERHITUNGAN ROUTING BANJIR Q PMF LEWAT PELIMPAH
Data
Desain Inflow (Q PMF) : 1,256.35 m3/dt
Elevasi Crest Spillway : + 143.40 m
Elevasi Bed Spillway / Apron : + 140.40 m
Tinggi Pelimpah (P) : 3.00 m
Lebar Pelimpah (B) : 50.00 m
Dimana
H : Tinggi Tekan Diatas Mercu
C : Koef Pelimpah
P : Tinggi Pelimpah
Be : Lebar Pelimpah Efekti

51
52
Hidrograf Inflow - Outflow Q PMF
1,400.00

1,200.00 Inflow Hidrograf Bajir QPMF


Outflow Hidrograf Banjir QPMF
1,000.00

800.00

600.00

400.00

200.00

0.00
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

Sumber: hasil perhitungan 2021


4.5 Desain pelimpah
4.5.1 Penempatan Pelimpah
Pada bendungan urugan, bangunan pelimpah harus terbuat dari beton dengan
penempatan pada lokasi yang mempunyai daya dukung yang kuat, kemiringan yang
lebih curam, jarak dengan alur sungai lebih pendek, serta aliran yang searah dengan
aliran downstream sungai sehingga saluran peluncur dan pelepasannya ke sungai tidak
terlalu panjang serta mempunyai hidrolis yang baik. Sangat tidak diperkenankan untuk
menempatkan pelimpah pada daerah timbunan bendungan. Dengan kata lain,
penempatan pelimpah harus di luar as bendungan (Sosrodarsono,1989).
4.5.2 Saluran Pengarah Aliran dan Mercu Pelimpah
Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kodisi
hidrolika yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/det
dengan lebar semakin mengecil ke arah hilir.
Dari analisis data sebelumnya dimana didapat:
• Elevasi mercu spillway = +143.4 m
• Ketinggian air di atas mercu (Hd) = 1.98 m
• Qout yang melewati spillway (Q) = 289.27 m3/det
• Lebar ambang mercu pelimpah (b) = 50 m
• Kedalaman (P) = 3 m (direncanakan)
𝑄=𝑉𝑥𝐴
𝑄
𝑉=
𝐴
289.27
𝑉=
1.98 𝑥 50
V = 2.92 m3/dt < 4 m3/dt (OK)
53
P > 1/5 . Hd
3 > 1/5 . 1.98 (OK)
Tinggi kecepatan aliran
𝑉2
𝐻𝑣 =
2𝑔
= (2.922 / (2 x 9.81)
= 0.43 m
HTO = Hd + Hv + P = 1.98 + 0.43 + 3 = 5.41 m = H total dititik A
Untuk merencanakan permukaan ambang ogee / mercu pelimpah dipakai
rumus lengkung Harold sebagai berikut:
X1.85 = 2 x Hd0.85 x Y
Y = (X1.85 / (2 x Hd0.85))
Dimana :
X = jarak horizontal dari tertinggi mercu ketitik dipertemukan mercu sebelah
hilir
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu ke titik dipertemukan mercu
disebelah hilir
Hd= tinggi tekanan rencana

Gambar 4.4 Ambang Berbentuk Bendung Pelimpah (Soedibyo, 2003)


Dari hasil persamaan tersebut, maka selanjutnya dapat ditabelkan dan digambar grafik
seperti berikut :
Tabel 4.4 Kordinat Penampang Pelimpah
x (m) y (m) elev
0 0 143.4
0.5 0.0776067 143.322393
1 0.2797722 143.042621
1.5 0.5923432 142.450278

54
2 1.0085794 141.441698
2.5 1.5240303 139.917668
3 2.1353984 137.78227
Sumber : hasil perhitungan 2021

Persamaan lengkung pelimpah


144
143
142
141
140
139
138
137
0 1 2 3 4

Gamabar 4.5 Grafik Kordinat Pelimpah


Analisis hidrolis mercu pelimpah:
Di titik A:
• Kecepatan aliran (Va) = 2.92 m3/dt
• Tinggi tekanan kecepatan aliran (HvA)= 0.43 m
• Tinggi aliran (HdA) = 1.98 m
• H total dititik A (HTO) = 5.41 m

Gambar 4.6 Ilustrasi Aliran


Di titik B:
𝑄
𝑉𝑏 =
𝐵 𝑥 𝐻𝑏
289.27
𝑉𝑏 =
50 𝑥 𝐻𝑏
55
Ea = Eb
𝑄
( )2
𝐵 𝑥 𝐻𝑏
HTO + P = Hb + 2𝑥𝑔
289.27 2
( )
50 𝑥 𝐻𝑏
5.41 + 3 = Hb + 2 𝑥 9.81

Hb = 0.46 m
289.27
Maka :𝑉𝑏 = 50 𝑥 0.46

Vb = 12.57 m/dt
Tinggi jagaan:
Fb = 0.6 + (0.037 x Vb x Hb1/3)
Fb = 0.6 + (0.037 x 12.57 x 0.461/3)
Fb = 0.95 m ≈ 1 m
Froude number (Fr) pada titik B adalah:
Vb 12.57
𝐹𝑟 = = = 5.91
√𝑔 𝑥 𝐻𝑏 √9.81 𝑥 0.46

4.5.3 Perencananaan Saluran Transisi


Saluran transisi direncanakan agar debit banjir rencana yang akan disalurkan
tidak menimbulkan air terhenti (back water) dibagian hilir. Saluran transisi dibuat
dengan dinding tegak yang makin menyempit ke bagian hilir dengan inklinasi sebesar
120 30I terhadap sumbu saluran peluncur. (Sosodarsono dan Takeda, 1981)

Gambar 4.7 Skema Saluran Transisi


Di titik C
Q1000 = 289.27 m3/dt
Saluran mengalami penyempitan sebesar 25 % maka:
BC = BB – (25% x BB)
= 50 – (25% x 50)
= 37.5 m
Panjang saluran = 70 m

56
Elv. Hulu = + 137.4
Elv. Hilir = + 134
Z = 3.4 m (Elv hulu – Elv hilir)
Persamaan energinya:
Ea = Ec
P + HTO + Z = Hc + VC 2 / 2g
Dengan
Vc = Q/A (dimana A = B2 x Hb)
VC = 289.27/ (37.5 x Hc)
Maka
3 + 5.41 + 3.4 = Hc + VC 2 / 2g
11.81 = HC + (289.27/ (37.5 x Hc))2 / 2 x 9.81
Hc = 0.52 m
Jadi
VC = 289.27/ (37.5 x Hc)
VC = 289.27/ (37.5 x 0.52)
VC = 14.83 m/dt
Tinggi jagaan:
Fb = 0.6 + (0.037 x Vc x Hc1/3)
Fb = 0.6 + (0.037 x 14.83 x 0.521/3)
Fb = 1.04 m ≈ 1.5 m
Froude number (Fr) pada titik B adalah:
Vc 14.83
𝐹𝑟 = = = 6.56
√𝑔 𝑥 𝐻𝑐 √9.81 𝑥 0.52

Gambar 4.8 Ilustrasi Penampang Memanjang Saluran Transisi


4.5.4 Perencananaan Saluran Peluncur
Aliran yang sangat tinggi, dengan kondisi pengaliran super kritis. Oleh karena
itu sebelum aliran air dialirkan ke sungai harus diperlambat dan di rubah pada kondisi
57
aliran subkritis, agar tidak terjadi gerusan yang membahayakan geometri sungai pada
bagian dasar dan tebing sungai

.
Gambar 4.9 Ilustrasi Penampang Memanjang Saluran Peluncur
Di titik D
Q1000 = 289.27 m3/dt
BD = 37.5 m
Panjang saluran = 345 m
Elv. Hulu = + 134
Elv. Hilir = + 110
Z = 24 m (Elv hulu – Elv hilir)
Persamaan energinya:
Ea = ED
P + HTO + Z = HD + VD 2 / 2g

Dengan
VD = Q/A (dimana A = BD x HD)
VD = 289.27/ (37.5 x HD)
Maka
3 + 5.41 + 24 = HD + VD 2 / 2g
32.41 = HD + (289.27/ (37.5 x Hc))2 / 2 x 9.81
HD = 0.31 m
Jadi
VC = 289.27/ (37.5 x HD)
VC = 289.27/ (37.5 x 0.31)
VC = 24.88 m/dt
Tinggi jagaan:
Fb = 0.6 + (0.037 x VD x HD1/3)

58
Fb = 0.6 + (0.037 x 24.88 x 0.311/3)
Fb = 1.22 m ≈ 1.5 m
Froude number (Fr) pada titik B adalah:
VD 24.88
𝐹𝑟 = = = 14.26
√𝑔 𝑥 𝐻𝐷 √9.81 𝑥 0.31

4.5.5 Perencananaan Kolam Olak


Guna mereduksi energi aliran air dari saluran peluncur spilway, maka diujung
hilir saluran tersebut dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi pencegah
gerusan. Karena bilangan froude adalah 14.26 dan “bilanagn froude > 4.5 maka tipe
kolam olak yang digunakan adalah USBR Tipe III yang dilengkapi balok muka dan
balok penghalang. (KP - 02 halaman 59)
Mementukan tinggi loncat air
Berdasar KP – 02 halaman 56 digunakan persamaan
HE
= ½ √(1 + 8 Fr2 – 1)
𝐻𝐷
HE
= ½ √(1 + 8 x 14.262 – 1)
0.31

HE = 6.25 m
Dari hasil perhitungan didapatkan tinggi tinggi loncatan air adalah 6.25 m
Menghitung kecepatan air pada penampang E
VE =Q/A
= 289.27 / (37.5 x 6.25)
= 1.23 m/dt
Kontrol kecepatan aliran pada penampang E adalah
1.2 m/dt < 4 m/dt ( AMAN !!)
Menghitung dimensi kolam olak USBR Tipe III
Tinggi balok muka/pemecah aliran adalah (d1)
Yaitu d1 = Hb = 0.46 m
Tinggi ambang ujung (n)
d1 x (18+Fr)
n = 18
0.46 x ( 18 +14.26 )
= 18

= 0.82 m ≈ 0.9 m
Tinggi blok halang (n3)
d1 x (4 + Fr )
n3 = 6
0.46 x (4 + 14.26 )
= 6

59
= 1.39 m ≈ 1.4 m
Jarak antar blok muka dan blok halang
L1 = 0.82 x HE
= 0.82 x 6.25
= 5.125 m ≈ 5.2 m
Panjang kolam olak total
L2 = 2.7 x HE
= 2.7 x 6.25
= 16.875 m ≈ 17 m
Jarak antar blok muka Hb = 0.46
Lebar blok halang = 0.75 x n3
= 0.75 x 1.4
= 1.05 m
Lebar sisi blok halang = 0.2 x n3
= 0.2 x 1.4
= 0.28 m
4.6 Prencanaan Main Dam
4.6.1 Tinggi Jagaan Main Dam
Tinggi jagaan merupakan jarak verikal dari puncak bendungan sampai elevasi
muka air maksimum waduk yang diperoleh dari hasil perhitungan banjir desain
pelimpah. Tinggi jagaan harus didesain ama terhadap kemungkinan pekimpah air
melewati tubuh bendungan. Perhitungan tinggi jagaan harus mempertimbangkan
pengaruh tinggi gelombang akibat angin, gempa bumi, penurunan fondasi, dan tubuh
bendungan. Tetapi karena terbatasnya ketersediaan data yang diberikan oleh panitia,
maka tinggi jagaan diambil dari standar yang ada di SNI 8062 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan.
Tabel 4.5 Tinggi Jagaan Untuk Bendungan Urugan
Tinggi bendungan Jarak minimum antara elevasi
(m) air normal dan puncak
bendungan (m)
<30 3.5
30 – 60 4.5
61 – 90 6.0
>91 6.0
Sumber : SNI Tata Cara Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan, 2015
60
Tinggi bendungan dihitung dari pondasi bendungan + 85 m sampai elevasi muka air
normal + 143.4 m sehingga didapatkan tinggi bendungan 58.4 .meter. Maka jarak
minimum antara elevasi muka air normal dan puncak bendungan berdasar SNI 8062
Tahun 2015 sebesar 5 meter.
4.6.2 Tinggi Main Dam
Elevasi tertinggi bendungan adalah elevasi mercu bendungan rencana dimana
debit banjir Q1000 tidak akan melimpah (overtoping) melalui puncak bendungan,
sekalipun settlement telah terjadi, maka untuk menentukan tinggi bendungan
menggunakan elevasi pada kondisi banjir Q1000, maka:
H bendungan = H muka air normal + H muka air banjir + tinggi jagaan
= 58.4 + 1.98 + 5
= 65.38 m ≈66 m
Bendungan didesain agar air tidak melimpas saat terjadi debit Q1000, maka tinggi
main dam bendungan yang didesain adalah 66 meter atau puncak main dam pada
elevasi + 151 m
4.6.3 Lebar Puncak Main Dam
Lebar mercu bendungan dicari dengan menggunakan persamaan dari united
states bureau of reclamation (USBR), sebagi berikut:
B = 3.6 x H1/3 – 3
= 3.6 x 661/3 – 3
= 11.54 m ≈ 12 m
Berdasarkan perhitungan menggunakan USBR, maka lebar puncak bendungan
digunkan adalah 12 meter.
4.6.4 Bahan Timbunan Main Dam
Konstruksi bendungan didasarkan pada ketersedian material dan besarnya
tampungan yang telah direncanakan, ditetapkan berupa bendungan tipe urugan randm
rockfill dengan inti tegak dibagian tengahnya. Susunan dan bagian bendungan seperti
pada gambar berikut

Gambar 4.10 Zona Zona Bendungan Inti Tegak

61
Dari gambar diatas diketahu kode A adalah zona inti material inti, kode B adalah zona
material filter halus, kode C adalah zona material filter kasar, kode D adalah random
zone, dan kode E adalah garvel. Secara garis besar material-material tersebut
memenuhi kriteria-kriteria sebagi berikut:
▪ Sesuai dengan kurva gradasi untuk masing-masing fungsi materilanya.
▪ Soil properties dari tiap material harsu sesuai dengan standar yang sudah ada
Kuantitas yang dibutuhkan mencukupi untuk penimbunan tubuh bendungan secara
keseluhan.
4.6.6 Perhitungan Kemiringan Lereng Main Dam
Kemiringan lereng harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap
longsoran. Hal ini sangat bergantung pada jenis material urugan yang dipakai.
Lereng sebelah hulu dan hilir bendungan harus tidak mudah longsor, dan harus
stabil dan aman dalam keadaan apapun baik pada waktu waduk kosong, penuh air,
maupun permukaan air turun tiba-tiba.
Rumus untuk kemiringan lereng hulu:
𝑚−k γ’
𝐹𝑠 = 𝑡𝑔 ø > 1.1
1 + k m γ’

Rumus untuk kemiringan lereng hilir:


𝑛−k
𝐹𝑠 = 𝑡𝑔 ø > 1.1
1 + k n γ’

Keterangan:
Fs = faktor keamanan lereng
m = kemringan lereng hulu
n = kemiringan lereng hilir
ø = sudut geser dalam
Bahan material yang digunakan sesuai data
Berat jenis tanah jenuh = 1.8 m3/dt
Berat jenis air = 1 m3/dt
Sudut geser dalam = 16o
Koef. Permabilitas = 5 x 10-4
Sehingga
Berat jenis = Berat jenis tanah jenuh - Berat jenis air
= 1.8 – 1 = 0.8 m3/dt
Kemiringan talud bagain hulu
𝑚 –(5 x 10−4 )x 0.8
1.1 = 𝑡𝑔 16
1 + (5 x 10−4 ) m 0.8

62
m =3
Kemiringan talud bagain hilir
𝑛 –(5 x 10−4 )
1.1 = 𝑡𝑔 16
1 + (5 x 10−4 ) n 0.8

m = 2.5
Jadi perbandingan kemiringan yang digunakan adalah, 1 : 3 untuk hulu dan 1: 2.5
untuk hilir
• Lebar dasar
▪ Lereng hulu (Up Stream)
66 x 3 = 198 m
▪ Lereng hilir (Down Stream)
66 x 2,5 = 165 m
• Panjang total bendungan (L)
L = 198 + 12 + 165
= 375 m
4.6.6 Analisis stabilitas lereng bendungan
Dalam banyak kasus, untuk membangun sebuah bendungan urugan diharapkan
mampu membuat perhitungan stabilitas talud guna memeriksa keamanan talud
alamiah, talud galian, dan talud timbunan yang didapatkan. Faktor yang perlu
dilakukan adalah menghitung dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk
sepanjang permukaan retak yang paling mungkin dengan kekuatan geser dan tanah
yang bersangkutan (Das, BM; 1994).
Analisa stabilitas lereng bendungan dialakukan mengguankan sofware
GEOSTUDIO, berdasarkan metoda bidang longsor atau gelincir berbentuk lingkaran.

63
Tabel 4.6 Data data mekanika tanah yang diketahui

Sumber : Data panitia 2021


Hasil analisa menggunakan Geostudio

Gambar 4.11 Lereng Hulu Keadaan Tampungan Mati tanpa Gempa

Gambar 4.12 Lereng Hulu Keadaan Tampungan Mati dengan Gempa

Gambar 4.13 Lereng Hulu Keadaan Tampungan Normal tanpa Gempa

64
Gambar 4.14 Lereng Hulu Keadaan Tampungan Normal dengan Gempa

Gambar 4.15 Lereng Hulu Keadaan Tampungan Banjir tanpa Gempa

Gambar 4.165 Lereng Hulu Keadaan Tampungan Banjir dengan Gempa


Tabel 4.7 Rekapitulasi faktor stabilitas lereng main dam
Nilai
No. Kondisi Syarat Keterangan
SF
1 Tampungan Mati 2.218 1.5 Tanpa Gempa
AMAN
2 Tampungan Normal 2.68 1.5 Tanpa Gempa
AMAN
3 Muka Air Banjir 2.679 1.5 Tanpa Gempa
AMAN
4 Tampungan Mati 1.241 1.1 Gempa
AMAN
Tampungan Mati
5 1.153 1.1 Gempa
Normal AMAN
6 Muka Air Banjir 1.152 1.1 Gempa
AMAN
Sumber : hasil perhitungan 2021
65
4.7 Perencanaan Intake Irigasi
Intake direncanakan menggunakan pintu pengambilan yang berposisi di hilir
trowongan pengelak dengan elevasi yaitu + 93 m dan yang akan kemudian menyalurkan
air ke saluran primer, ukuran/dimensi dari pintu harus sesuai dengan debit rencana
untuk saluran irigasi. Berdasarkan soal dari panitia bahwa luas areal irigasi yang harus
dilayani adalah 4,500 Ha dengan kebutuhan air maksimum adalah 4.52 m3/dt.
Diketahui persamaann
Q =VxA
Q = 𝜇 x b x a x √2 𝑔 𝑧
Dimana
Q = debit rencana yang masuk ke saluran irigasi (m3/dt)
𝜇 = koefisien debit (diambil 0.8 kerean direncanakan menggunakan pintu
radial dan tidak ada gesekan yang harus diperhitungkan, berdasar KP-02)
b = lebar pintu ( direncanakan mengguanakan 3 m)
a = tinggi bukaan pintu (m)
g = percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (diambil 0.2 m berdasar KP-02)
berdasakan KP-02 hal 84, “kpasitas pengambilan sekurang kurangnya 120% dari
kebutuhan pengambilan guna menambah fleksibelitas agar dapat memenuhi kebutuhan
yang lebih tinggi selama umur proyek”.
Maka :
Qp = Q kebutuhan x 120%
= 4.52 x 120%
= 5.424 m3/dt
Qp = 𝜇 x b x a x √2 𝑔 𝑧

5.424 = 0.8 x 3 x a x √2 𝑥 9.81 𝑥 0.2


a = 3.42 mter ≈ 3.5 meter
Jadi dimensi/ukuran dari bangunan pengambilan adalah dengan lebar 3 meter dan tinggi
bersih pintu bukaan 3.5 meter.
4.8 PLTA
4.8.2 Penentuan Debit Turbin
Debit yang digunakan untuk memutar turbin ditentukan berdasarkan besarnya
daya yang dibutuhkan, dari soal telah ditentukan bendungan mampu menyediakan
energi listrik dengan kapasitas maksimum sebesar 325 KW.

66
Perhitungan daya dan energi. Keuntungan PLTA ditentukan dari besar daya dan
jumlah energi yang dibangkitkan per tahun, dapat dihitung dengan persamaan:
(Arismunandar, 1988:19)
Daya Teoritis = 9,81 x Q x Heff
Daya Turbin = 9,81 x ηt x Q x Heff
Daya Generator = 9,81 x ηg x ηt x Q x Heff
Dengan:
P = daya yang dihasilkan (kW)
ηt = efisiensi turbin (0.84)
ηg = efisiensi generator (0.90)
Ρ = massa jenis air
Q = debit pembangkit (m3/dt)
Heff = tinggi jatuh efektif (m)
Diketahui :
P = 325 KW
Heff = Elv. Muka air tertinggi – Elv. Tail water level – Kehilangan tinggi jatuh
= 143.4 – 96.11 – 7.116
= 40.174 m
Maka P generator = 9,81 x ηg x ηt x Q x Heff
325 = 9,81 x 0.9 x 0.84 x Q x 40.174
Q = 1.1 m3/dt
4.8.2 Dimensi Perpipaan
Perhitungan dimensi perpipaan dilakukan dengan menggunakan persamaan
kontinuitas sebagai berikut:
Q=VxA
Keterangan:
Q = debit (m3/dt)
V = kecepatan aliran di pipa 7.116 m/s (hasil perhitungan 2021)
A = luas penampang (m2)
Maka :
Q =VxA
1.1 = 7.116 x A
A = 0.16 m2
A = ¼ 𝜋 D2
0.16 = ¼ x 3.14 x D2
67
D = 0.46 m ≈ 50 cm
4.8.3 Penentuan Turbin yang Digunakan
Penentuan turbin dilakukan dengan melihat sfesifikasi jenis turbin yang ada
dipasaran dan juga data perhitungan yang telah didapat. Sehingga kami memilih turbin
francis berdasarkan tabel berikut:
Tabel 4.8 Penentuan Tipe Turbin Berdasarkan Tinggi Jatuh

Sumber : Arismunandar, 1982:56


4.9 Konsep Perencanaan Pariwisata
Berdasaarkan permen PU No.69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis Amdal
Proyek bidang umum menjelaskasn bahwa pembangunan bendungan yang
berkelanjutan mengharuskan memasukan aspek lingkungan kedalam kegiatan
penyelenggaraan bangunan. Jadi tidak hanya didasarkan atas pertimbangan teknis dan
ekonomis saja, tetapi juga memeperhatikan lingkungan, pengertian lingkungan disini
diakaitkan pula dengan aspek sosial dan budaya masyarakat, pembangunan dan
pengelolaan bendungan harus berbasis lokal, dimana material diperoleh dari sekitar
tempat kontruksi, ramah terhadap ekologi dan bermanfaat terhadap warga sekitar.
Pemanfaatan material sekitar kontruksi dapat menekan biaya pembangunan selain itu
juga hasil kupasan tanah berupa top soil dapat dilakukan dipindahkan sekitar bendungan
agar menambah kesuburan tanah. Hal tersebut juga berkaitan dengan pemahaman
tentang tentang ramah terhadap ekologi. Sedangkan asas kebermanfaatn terhadap warga
sekitar dapat diwujudkan dengan membuka tempat pariwisata.
Konsep pariwisata yang direncanakan di Bendungan Kembang Komak ini
tertuju kepada semua kalangan dan semua usia. Dengan harapan pendapatan daerah
serta angka kesejahteraan penduduk sekitar meningkat lebih tinggi. Berikut konsep yang
akan direalisasikan.
1. Ekowisata
Adalah kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan
mengutamakan aspek konservassi alam, konsep ekowisata pada bendungan
kembang komak ini nantinya akan dikelola warga sekitar melalalui paguyuban
yang akan diawasi oleh pemerintah setempat. Ekowisata ini dapat diakses setiap

68
hari oleh masyarakat umum dengan tarif masuk yang telah disepakati. Dana
yang masuk sebagian akan dimanfaatkan untuk pemeliharaan bendungan dan
sebagaian lainnya akan dibereikan kepada angota paguyuban untuk dibagi
secara merata.
Di dalam taman ekowisata terdapat galeri poto dan tempat camping
ground yang berada disekitar Bendungan Kembang Komak, selain itu juga
terdapat tempat joging track dan relaxing cycling place yang akan disuguhkan
di sekitar bendungan.
4.10 Metode Perawatan dan Perbaikan Bendungan
Pekerjaan perawatan dimaksudkan untuk menjaga agar bendungan dan
infrastrukturnya tidak rusak atau terganggu sehingga dapat tetap berfungsi dengan baik.
4.10.1 Lereng Timbunan
Pada umumnya, kerusakan yang terjadi pada tubuh bendungan tanah
adalah pengelupasan atau ketidakstabilan ada jalan inspeksi (crest dam) dan
lereng bendungan, kebocoran, penurunan tanah, terjadi retak-retak yang
berkelanjutan. Lereng bendungan yang tidak ada pelindungnya akan mudah
terkena erosi. Setiap longsoran kecil atau suatu ketidakstabilan lainnya dalam
penggalian lereng sebaiknya diselidiki dan dipertimbangkan langkah-langkah
perbaikannya. Longsoran kecil dapat terjadi sewaktuwaktu pada bagian tubuh
bendungan dan gerakan-gerakan tanah akan terjadi akibat curah hujan lebat,
penurunan air waduk (rapid drawdown) atau gempa bumi. Langkah-langkah
perbaikan harus ditetapkan untuk tiap keadaan khusus (spesifik) dan tidak ada
rekomendasi umum yang dapat diterapkan. Untuk kondisi ketidakstabilan lereng
pada skala besar dan berpengaruh pada bagian penting dari bendungan, petunjuk
perbaikan dari Tim Ahli Supervisi diperlukan tindakan sementara (darurat)
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada lereng tanah bendungan, air
rembesan (seepage) harus keluar dari area lereng bendungan. Apabila kerusakan
pada lerang bendungan seperti membesarnya areal keretakan, maka harus
ditetapkan langkah-langkah pemantauan dengan pemasangan instrumentasi
untuk pengamatan rinci penyebab kerusakan.
Susunan batu (stone-pitching) pelindung lereng dapat anjlok (settle) akibat
hempasan gelombang air dari waduk dan mengikis bahan-bahan lapisan dasar
dan mengakibatkan kerusakan lanjutan berupa pengelupasan lereng tanah bagian
hulu. Bagian lereng hulu bendungan yang dipengaruhi kondisi muka air tinggi
dan muka air rendah di waduk merupakan bagian kritis yang lebih mungkin

69
terjadi kerusakan pada riprap bendungan. Dalam hal penurunan tanah
(settlement) pada rip-rap harus dikerjakan dengan memindahkan bantuan
tersebut dan perbaikan dasar lereng sebelum pemasangan batuan pelindung (rip
- rap) seperti bentuk asalnya.
4.10.2 Daerah Hilir Tubuh Bangunan Utama Bendungan
Lereng hilir bendungan yang dilapisi oleh gebalan rumput yang harus
dirawat secara ketat dan tidak diperkenankan untuk kegiatan sehari-hari
masyarakat setempat. Lokasi kritis yang selalu diperiksa adalah pertemuan kaki
lereng dan abutment bendungan. Pada umumnya kerusakan terjadi akibat
akumulasi rembesan air (seepage) dari tubuh bendungan dan setiap kondisi
kerusakan harus di tindaklanjuti secepatnya. Besarnya kadar rembesan air dari
tubuh bendungan dapat diukur dan diteliti pada posisi alat V-nocth yang
dipasang, demikian pula kejernihan air rembesan. Untuk menjamin rembesan air
di daerah hilir bendungan dapat diukur dengan mudah, maka areal sejauh tiga
kali dari tinggi maksimum evaluasi air waduk harus bebas dari semua tanaman
aktivitas pertanian dan kegiatan harian masyarakat umum.
4.10.3 Pemeliharaan Waduk
Fungsi pemeliharaan waduk adalah menyediakan air baku dengan cukup
sesuai kapasitas dan kualitas air yang direncanakan. Pemeriksaan kondisi elevasi
air dalam waduk dilakukan setiap bulan, 6 bulanan, setiap tahun untuk
pemeliharaan rutin dan berkala. Pemeliharaan berat dilakukan pada periode
khusus (setelah operasi waduk 5 tahun). Unit Monitoring Bendungan dan Tim
Ahli Supervisi Bendungan akan melaporkan kepada Balai Keamanan
Bendungan tentang kondisi penyelenggaraan,pemanfaatan dan kemampuan
layanan waduk dimasa mendatang.
Pemeliharaan waduk yang efektif akan tercapai apabila kondisi
lingkungan di sekeliling waduk terdiri dari kawasan penghijauan yang dapat
mengurangi terjadinya akumulasi sedimen ke dalam waduk. Petugas O&P
waduk ditugaskan untuk melakukan inspeksi kondisi waduk secara rutin (setiap
bulan), berkala (6 bulanan), bertahap (setiap tahun) dan pemeliharaan khusus
(setiap 5 tahun) untuk menjaga fungsi waduk sebagai reservoir air baku secara
kuantitas dan kualitas seperti yang direncanakan.

70
BAB V

RENCANA ANGGARAN BIAYA

5.1 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya


Harga total seluruh pekerjaan merupakan jumlah dari hasil perkalian volume
pekerjaan atau Bill Of Quantity (BOQ) dengan harga satuan pekerjaanuntuk masing-
masing pekerjaan. Untuk mendapatkan rencana anggaran biaya (RAB) seluruh harga
total pekerjaan tersebut dijumlahkan.
5.1.1 Perhitungan Volume
Volume galian dan timbunan menjadi dasar untuk perhitungan Rencana
Anggaran Biaya selanjutnya. Berdasarkan gambar dilakukan beberapa pendekatan
untuk menghitung Volume yang ada, volume galian dan timbunan digunakan
aplikasi SketchUp untuk mendapatkan hasil volume galian timbunan yang lebih
akurat. Berikut ini adalah Rekapitulasi Volume galian dan timbunan pada tubuh
bendungan :
a. Main Dam
Tabel 5.1 Rekapitulasi Volume Timbunan

Sumber : hasil perhitungan 2021


b. CofferDam
Tabel 5.2 Rekapitulasi Volume Timbunan

Sumber : hasil perhitungan 2021


Tabel 5.3 Rekapitulasi Volume Galian

Galian Volume m3
Galian tanah biasa 145972.64

71
Galian batuan
lapuk 41549.58
Galian batuan keras 1208463.25
Sumber : hasil perhitungan 2021
5.1.2 Perhitungan Volume Galian dan Timbunan
Perhitungan biaya konstruksi yang dilakukan pada perencanaan bendungan
Kembang Komak ini mengacu pada harga satuan yang diberikan oleh panitia.
Karena keterbatasan waktu, sebagian volume dan hasil galian dihitung cara
pendekatan pendekatan potongan luas pada beberapa titik.
5.1.3 Biaya Langsung
Biaya langsung merupakan biaya yang langsung berbentuk wujudnya dan bisa
dilihat secara kasat mata. Biaya langsung dapat dihitung dengan perkiraan biaya
finansial proyek untuk barang-barang seperti material dan lain-lain. Untuk
perhitungan biaya langsung disajikan pada tabel berikut:
Tabel 5.4 Rencana Anggaran Biaya

No Uraian Pekerjaan Volume Satuan Harga Satuan Jumlah Harga


I. PEKERJAAN
PERSIAPAN
Rp Rp
1.1 Investigasi Lapangan 1.000 Paket
45,471,000.00 45,471,000.00
Rp Rp
1.2 Sewa Lahan 1.000 Paket
41,400,000.00 41,400,000.00
Rp Rp
1.3 Fasilitas 1.000 Paket
137,178,551.00 137,178,551.00
Rp Rp
1.3 Kebutuhan Lain-lain 1.000 Paket
243,937,500.00 243,937,500.00
II. BANGUNAN MAIN
DAM
2.1 Pekerjaan Tanah
Pembersihan dan Rp Rp
2.1.1 135858.24 m2
pembongkaran dengan alat 4,400.00 597,776,256.00
Pengupasan lapisan top Rp Rp
2.1.2 187462.67 m2
soil (stripping) [An. A-05] 3,300.00 618,626,811.00

72
Galian tanah biasa dengan
alat di buang ke tempat Rp Rp
2.1.3 145972.64 m3
pembuangan dengan jarak 54,068.55 7,892,528,911.49
angkut sembarang
Galian batuan lapuk
dengan alat diangkut ke
tempat Rp Rp
2.1.4 41549.58 m3
pembuangan/timbunan 37,845.50 1,572,464,763.41
dengan jarak angkut
sembarang
Galian batuan keras
diangkut ke tempat
Rp Rp
2.1.5 pembuangan/ timbunan 1208463.25 m3
37,845.50 45,734,899,811.33
dengan jarak angkut
sembarang
Timbunan Zona 1, Inti
kedap air dengan
pemadatan biasa, material Rp Rp
2.1.6 1119607.15 m3
diangkut dari area borow 80,359.04 89,970,553,956.58
area dengan jarak angkut
sembarang
Timbunan Zona 2A & 2B, Rp Rp
2.1.7 439222 m3
Filter dan Drainase Jari 74,916.47 32,904,963,896.52
Timbunan Zona 3, Tanah Rp Rp
2.1.8 2002101.67 m3
penutup dari Borrow Area 79,999.81 160,167,743,597.33
Timbunan rip-rap/batu
kosong, material diambil
Rp Rp
2.1.9 dari river deposit, diangkut 265618.05 m3
112,290.83 29,826,470,707.83
dari river deposit dengan
jarak angkut sembarang
II. BANGUNAN
COFFERDAM
3.1 Pekerjaan Tanah

73
Timbunan Zona 1, Inti
kedap air dengan
pemadatan biasa, material Rp Rp
3.1.1 106340.66 m3
diangkut dari area borow 959,516.72 102,035,640,936.88
area dengan jarak angkut
sembarang
Timbunan Zona 2A, Filter Rp Rp
3.1.2 21893.29 m3
Halus 7,491,647.00 164,016,800,348.63
Timbunan rip-rap/batu
kosong, material diambil
Rp Rp
3.1.3 dari river deposit, diangkut 58762.47 m3
734,800.00 43,178,662,956.00
dari river deposit dengan
jarak angkut sembarang
2.2 Instrumentasi
Piezometer Open Pipe Rp Rp
2.2.1 50 titik
40,229,200.00 2,011,460,000.00
Crest Settlement Survey Rp Rp
2.2.2 20 titik
Point (CSS) 25,873,100.00 517,462,000.00
Surface Settlement Survey Rp Rp
2.2.3 30 titik
Point 25,873,100.00 776,193,000.00
Multilayer Settlement Rp Rp
2.2.4 4 titik
25,873,100.00 103,492,400.00
2.3 Perkerasan Puncak
Persiapan permukaan
jalan, perataan dan
pemadatan sub base
Rp Rp
2.3.1 course, material terpilih 570.351 m3
465,300.00 265,384,320.30
dari pasir gravel tanah
(sirtunah) dengan diameter
maksimum 100 mm.
Pemadatan perkerasan
Rp Rp
2.3.2 Base Course, material 570.351 m3
411,400.00 234,642,401.40
terpilih dari pasir gravel

74
dengan diameter
maksimum 40 mm
Pengaspalan Jalan , tebal 5 Rp Rp
2.3.3 1486.43 m2
cm 485,100.00 721,067,193.00
2.4 Lain Lain
Pengadaan dan
Rp Rp
2.4.1 pemasangan handrail dan 815 m'
368,500.00 300,327,500.00
assesoris, pipa GSP dia. 3"
III. PEKERJAAN
PELIMPAH
(SPILLWAY)
3.1 PEKERJAAN TANAH
Galian tanah biasa dengan
alat di buang ke tempat Rp Rp
3.1.1 133726.4909 m3
pembuangan dengan jarak 42,900.00 5,736,866,459.69
angkut sembarang
Galian batuan keras
diangkut ke tempat
Rp Rp
3.1.2 pembuangan/ timbunan 13033.1359 m3
189,200.00 2,465,869,312.28
dengan jarak angkut
sembarang
3.2 PEKERJAAN BETON
Produksi beton K225
Rp Rp
3.2.1 dengan aggregat ukuran 2 - 6516.56795 m3
2,080,100.00 13,555,112,992.80
3 cm
Bekisting/cetakan B 1
untuk beton dengan Rp Rp
3.2.2 28672.89898 m2
permukaan unexpose 344,567.50 9,879,749,018.94
(permukaan halus)
Pembesian untuk beton, Rp Rp
3.2.3 3258.283975 kg
potong dan pasang besi 44,000.00 143,364,494.90
Shotecrete Rp Rp
3.2.4 1303.31359 m3
764,500.00 996,383,239.56
3.3 IV. LAIN LAIN

75
Pasangan batu dengan Rp Rp
3.3.1 2606.62718 m3
campuran 1 Pc : 4 Psr 1,136,300.00 2,961,910,464.63
Plesteran, tebal 20 mm
Rp Rp
3.3.2 dengan acian, dengan 13033.1359 m2
100,100.00 1,304,616,903.59
campuran 1 Pc : 4 Psr
V. PEKERJAAN
INTAKE
4.1 PEKERJAAN BETON
Stop Log Beton K225
Rp Rp
4.1.1 dengan aggregat ukuran 2 - 7.875 m3
2,080,100.00 16,380,787.50
3 cm
Pintu Intake Rp Rp
4.1.2 1 Bh
10,000,000.00 10,000,000.00
VI.
ELEKTROMEKANIKAL
Diesel Generator 75KVA Rp Rp
5.1.1 1 jam
2,080,100.00 2,080,100.00
Motor 10 KW 1350 rpm + Rp Rp
5.1.2 1 Bh
pengkabelan 10,000,000.00 10,000,000.00
VII. BANGUNAN
FASILITAS
Rumah Jaga type 36 Rp Rp
6.1.1 36 m2
2,147,418.00 77,307,048.00
Rumah Dinas tipe 200 Rp Rp
6.1.2 200 m2
2,188,809.00 437,761,800.00
Kantor Unit Pengelola Rp Rp
6.1.3 200 m2
Bendungan Tipe 200 2,327,514.00 465,502,800.00
Tempat Ibadah / Misholla Rp Rp
6.1.4 70 m2
Tipe 70 2,397,000.00 167,790,000.00
Mebeler fassilitas Kantor Rp Rp
6.1.5 1 Ls
208,764,100.00 208,764,100.00

Papan nama Waduk Rp Rp


6.1.6 1 bh
8,500,000.00 8,500,000.00

76
Ruang Tanki BBM Rp Rp
6.1.7 1 Ls
18,650,424.00 18,650,424.00
Pagar area Fasilitas Rp Rp
6.1.8 147 m'
645,430.00 94,878,210.00
Ruang Generator (6x6) Rp Rp
6.1.9 36 m2
tipe 36 1,659,182.00 59,730,552.00
VIII. PENUNJANG
PARIWISATA
Pekerjaan lantai kerja 5cm Rp Rp
7.1.1 288 m2
9,180.00 2,643,840.00
Pekerjaan Paving Block Rp Rp
7.1.2 288 m2
123,000.00 35,424,000.00
Tempat duduk kayu Rp Rp
7.1.3 3 bh
2,327,514.00 6,982,542.00
Rp
TOTAL BIAYA
722,581,417,908.58
Rp
PPN 10%
72,258,141,790.86
Rp
TOTAL BIAYA KONSTRUKSI
794,839,559,699.44
Rp
PEMBULATAN
794,839,560,000.00
Sumber : hasil perhitungan 2021

5.1.4 Biaya Tak Langsung


Biaya tak langsung merupakan Biaya yang timbul diluar biaya langsung. Biaya
ini tidak bisa dihitung wujudnya seperti biaya langsung. Biaya ini tidak langsung
terdiri dari biaya jasa engineering dan biaya contingecies (Biaya tidak terduga),
sehingga untuk menghitungnya digunakan pendekatan sebagai berikut:
A. Biaya contingecies = 5% = Rp. 39,741,978,000.00
B. Biaya Engineering = 5% = Rp. 39,741,978,000.00
5.1.6 Biaya Operasi dan Pemeliharaan
Biaya uang setiap tahunnya muncul selama bendungan maupun infrastruktur
lain dapat memenuhi umur proyek sesuai dengan yang direncanakan pada detail
desain disebut biaya operasi dan pemeliharaan. Biaya ini muncul tiap tahunya

77
sehinga perlu diperhitungkan selain perhitungan bunga. Biaya ini didekati dengan
menggunakan tabel berikut ini:
Tabel 5.6 Besar Biaya Tahunan untuk Operasi dan Pemeliharaan
No. Jenis Bangunan % Biaya Modal
1 Dam dan Waduk 0.1
2 Intake 1
3 PLTMH 2.5
4 PLTA 1
5 PLTU 2.5
6 Saluran Tanah 2
7 Saluran Pasangan 1
8 Terowongan Baja 1.5
9 Terowongan Beton 1
10 Terowongan Kayu 8
11 Jaringan Irigasi 3
12 Jembatan Beton / Baja 3
13 Jembatan Kayu 8
14 Pintu Besi 1.5
15 Jaringan Transmisi 1
Sumber : Suryanto,2001:47
Sehingga perhitungan untuk masing-masing O&P dapat dihitung. Berikut ini adalah
presentase biaya modal dari masing-masing biaya bendungan
a. Pekerjaan persiapan = 0%
b. Bangunnan Pengelak = Terowongan Beton
= 1%
c. Bendungan Utama = Dam dan Waduk
= 0,1%
d. Bangunan Pelimpah = 1. Dam dan Waduk
= 2. Saluran Pasangan
= 1.1%
e. Bangunan Intake = 1.Intake
= 2.PLTMH/Irigasi/Air Baku
= Terowongan Beton
= 3%
Tabel 5.7 Besar Biaya Tahunan untuk Operasi dan Pemeliharaan
78
No. Jenis Pekerjaan Total Biaya Operasi dan
Pemeliharaan
1 Pekerjaan Persiapan Rp. 467,987,051.00
2 Bangunan Pengelak Rp. 315,157,516,295.00 Rp. 3,151,575,162.95
3 Bangunnan Utama Rp. 369,286,028,711.00 Rp. 369,286,028.71
4 Bangunan Pelimah Rp. 32,777,345,518.00 Rp. 360,550,800.70
5 Bangunan Intake Rp. 26,380,787.00 Rp. 527,615.75
Sumber : hasil perhitungan 2021

5.1.6 Rekapitulasi Perkiraan Biaya Finansial Bendungan


Tabel 5.8 Rekapitulasi Perkiraan Biaya Finansial Bendungan Kembang Komak

Biaya langsung
No Jenis pekerjaan Total biaya
1 Pekerjaan persiapan Rp 467,987,051.00
2 Pengelak Rp 315,157,516,295.00
3 Banguanan utama Rp 369,286,028,711.48
4 Pelimpah Rp 32,777,345,518.16
5 Intake Rp 26,380,787.50
Total rp 717,715,258,363.14
Biaya tak langsung
No Jenis pekerjaan Total biaya
1 Biaya contingecies Rp 39,741,978,000.00
2 Biaya Engineering Rp 39,741,978,000.00
Total rp 79,483,956,000.00
No Jenis pekerjaan Total biaya
1 O & P Tahuanan Rp 3,881,939,608.11
Sumber : hasil perhitungan 2021

5.2 Perhitungan Manfaat Bendungan


5.2.1 Manfaat Irigasi
Manfaat yang utama adalah manfaat dari segi pertanian dimana diharapkan
bahwa setelah pembangunan bendungan ini hasil dari pertanian yang ada akan
meningkat, kemudian membawa manfaat dan dampak yang baik untuk
perekonomian daerah dan negara. Kriteria-kriteria yang tidak diberikan oleh panitia
akan diambil dari jurnal yang diterbitkan oleh Maghtofarus Sya’diyah yang
membahas mengenai studi optimasi pola tanam sebagai refrensi. Berikut adalah data
teknis dari manfaat ini:

• Pola tata tanam : Padi – Palawija – Padi


• Pendapatan bersih padi : Rp. 10,480,000.00/ha/musim
79
• Pendapatan bersih palawija : Rp. 4,200,000.00/ha/musim
• Luas : 4,500 ha
Tabel 5.9 Perhitungan Manfaat Irigasi
Pola Tata Pendapatan
Luas Peluang Total Pendapatan
Tanam Bersih
Padi 10480000 4500 1 Rp 47,160,000,000.00
Palawija 4200000 4500 1 Rp 18,900,000,000.00
Padii 10480000 4500 1 Rp 47,160,000,000.00
Total Rp 113,220,000,000.00
Sumber : perhitungan 2021
5.2.2 Manfaat Air Baku
Air baku yang merupakan menjadi salah satu manfaat pembangunan
bendungan ini perlu juga diperhitungkan. Berikut adalah data teknis dari
perhitungan manfaat air baku:
• Debit = 0.085 m3/dt
• Harga = Rp. 2000/m3
Dengan data tersebut, maka perhitungan penghasilan dari penjualan air baku
akan dapat dihitung sebagai berikut:
• Volume = 0.085 x 60 x 60 x 24 x365 x 0.8
= Rp. 2,144,448
• Penghasilan = 2,144,488 x 2000
= Rp. 4,288,896
5.2.3 Manfaat PLTA
Selain untuk irigasi dan kebutuhan air baku, Bendungan Kembang Komak
juga memberikan manfaat untuk PLTA sebesar 325 KW dengan harga Rp. 1,352.
Maka berikut ini adalah perhitungan benefit untuk PLTA yaitu sebagai berikut:
• Karena turbin beroprasi 10 bulan
• Penghasilan = 325 x 7200 x 1,352
= Rp. 3,163,680,000
5.2.4 Rekapitulasi Manfaat
Setelah perhitungan manfaa yabf telah dihitung pada perhitungan
sebelumnya, maka rekapitulasi manfaat dapat dilihat dari table berikut.

Tabel 5.10 Rekapitulasi Manfaat Finansial Bendungan Kembang Komak

80
Pemanfaatan Penghasilan
Irigasi Rp 113,220,000,000.00
Air Baku Rp 4,288,896.00
PLTA Rp 3,163,680,000.00
Total Rp 116,387,968,896.00
Sumber : hasil perhitungan 2021

Jadi total penghasilan dari bendugan ini adalah Rp. 116,387,968,896.00


5.3 Analisis Ekonomi
• Usia guna waduk (F) = 50 tahun
• Lama pembangunan (A) = 4 tahun
• Pemanfaatan (P) = 46 tahun
• Cost = Rp. 797,199,214,363.14
• O&P = Rp. 3,881,939,608.11
• Manfaat = Rp. 116,387,968,896.00
Tabel 5.11 Perhitungan B/C Rasio untuk Desain Bendungan Kembang Komak

Tingakt suku
bunga 2% 4% 7%
Rp Rp Rp
manfaat 116,387,968,896.00 116,387,968,896.00 116,387,968,896.00

P/A 11.50 11.50 11.50


Rp Rp Rp
PV manfaat 26,769,232,846.08 53,538,465,692.16 93,692,314,961.28
Rp Rp Rp
cost 797,199,214,363.14 797,199,214,363.14 797,199,214,363.14

F/P 1.09 1.09 1.09


Rp Rp Rp
Pv cost 17,330,417,703.55 34,660,835,407.09 60,656,461,962.41
Rp Rp Rp
O&P 3,881,939,608.11 3,881,939,608.11 3,881,939,608.11

P/A 11.50 11.50 11.50


Rp Rp Rp
PV O&P 892,846,109.87 1,785,692,219.73 3,124,961,384.53

B/C 6.39 3.19 1.82


Sumber : hasil perhitungan 2021

Berdasarkan hasil Analisa ekonomis rasio B/C > 1 maka dari itu bendungan ini
termassuk bendungan yang ekonomis

81
BAB IV
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari hasil perencanaan yang telah diibuat, maka dapat diambil kesimpulan
tentang data teknis banguan utama dan bangunan pelengkap bendungan yaitu sebagai
berikut :
A. Tubuh Bendungan
➢ Tipe tubuh bendungan : Urugan inti tegak
➢ Elevasi dasar sungai : + 85 m
➢ Elevasi puncak bendungan : + 151 m
➢ Tinggi bendungan : 66 m
➢ Lebar puncak bendungan : 12 m
➢ Kemiringan hulu main dam :1:3
➢ Kemiringan hilir maindam : 1 : 2.5
B. Bangunan Pelimpah
➢ Jenis bangunan : Pelimpah samping tanpa
pintu
➢ Skema : Pengara – mercu –
transisi peluncu – peredam – saluran pelepasan
➢ Tipe mercu : Ogee tipe I
➢ Evevasi mercu : + 143.4 m
➢ Lebar mercu pelimpah : 50 m
➢ Tipe kolam olak : USBR Tipe III
➢ Panjang kolam olak : 17 m
➢ Lebar kolam olak : 37.5 m
C. Banguan Pengelak / Bangunan pengambilan
➢ Fungsi : Mengelakan aliran
sungai dan sebagai intake irigasi dengan penambahan stop log beton pada
hulu
➢ Tipe : Diversion tunnel
➢ Bentuk ; Horse Shoe
➢ Panjang trowongan : 250 m
➢ Kapasitas pengelakan ( Q25) : 352.19 m3/dt
➢ Kapasitas pengambilan : 14.392 m3/dt
82
➢ Debit kebutuhan : 6. 61 m3/dt
➢ Elevasi hulu : + 96.11 m
➢ Elevasi hilir : + 90 m

83
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Pengairan, 1986, Kriterian perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02, Badan
penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
Soedibyo,1993,Teknik Bendungan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Sosrodarsono,S.dan Kensaku T.,(1981), Bendungan Type Urugan, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta.

84

Anda mungkin juga menyukai