Anda di halaman 1dari 26

DRAINASE PERK0TAAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam upaaya untuk mengatasi/mengurangi masalah genangan air hujan di
berbagai kota di Indonesia, maka pemerintah Indonesia mempunyai strategi dan
program-program di bidang Cipta Karya, dimana salah satu program tersebut
adalah Sektor Drainase.
Di tinjau dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat ini,
terdapat indikasi bahwa tingkat kebutuhan sudah jauh diatas tingkat penyediaan,
utamanya untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami proses pembangunan.

Sebab-sebab terjadinya banjir/genangan, pada dasarnya dapat dibagi dua,


yaitu akibat kondisi alam setempat misalnya curah hujan yang relatif tinggi,
kondisi topografi yang landai, dan adanya pengaruh pengempangan (back water)
dari sungai atau laut. Sedang yang termaksud akibat dari tingkah laku manusia
misalnya masih adanya kebiasaan membuang sampah ke dalam saluran/sungai,
hunian di bantaran sungai, dan adanya penyempitan saluran/sungai akibat adanya
suatu bangunan misalnya gorong-gorong atau jembatan.

Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebabkan oleh karena
belum tertatanya dengan baik sistim drainase yang diperlukan, atau karena kurang
terpeliharanya sistim drainase yang telah ada.

1.1 Maksud Dan Tujuan


Maksud :
Tugas ini merupakan bagian dari mata kuliah drainase perkotaan dan
merupakan prasyarat untuk mengikuti ujian
Tujuan :
Tujuan dari tugas drainase perkotaan ini adalah sebagai berikut :
- Analisa data curah hujan dari stasiun wilayah yang
direncanakan .
- Menghitung intensitas curah hujan .
- Menghitung debit rencana.
- Mendimensi saluran drainase.
DRAINASE PERK0TAAN

- Membuat gambar rencana .


DRAINASE PERK0TAAN
BAB I
KRITERIA PERENCANAAN

Dalam suatu pekerjaan untuk melaksanakan perencanaan yang mendetail


suatu proyek maka diperlukan suatu pedoman perencanaan untuk memudahkan
perencanaan pedoman tersebut biasa disebut dengan Kriteria Perencanaan .

Kriteria Perencanaan harus disesuaikan dengan keadaan lokasi proyek,


agar didapat hasil seperti yang diharapkan. Kriteria Perencanaan untuk proyek
Drainase Kota terdiri dari 5 (lima) pembahasan teknis utama yaitu :

1. Kriteria Penentuan/Pembagian Daerah Layanan (Sub. Catchment Area)


2. Kriteria Pengukuran Topografi
3. Kriteria Hidrologi
4. Kriteria Hidrolika saluran dan bangunan
5. Kriteria Struktur.

2.1. Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan


2.1.1. (Sub. Catchment Area)
Dalam menentukan luasan catchment area dari sebuah saluran yang
melayani suatu areal tertentu, perlu diperhatikan sistem drainase pada kota
tersebut secara keseluruhan. Mengingat masing-masing areal pelayanan dari setiap
saluran merupakan sebuah subsistem dari sistem drainase kota sebagai suatu
kesatuan. Penentuan besarnya catchment area sangat tergantung dari beberapa
faktor, antara lain :
a. Kondisi topografi daerah proyek.
b. Sarana/prasarana drainase yang sudah ada.
c. Sarana/prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.
d. Sarana/prasarana kota lainnya seperti jaringan listrik, air bersih, telepon,
dan lain-lain.
e. Ketersediaan lahan alur saluran.

2.2 Kriteria Pengukuran Topografi


Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi
memanjang dan melintang saluran serta situasi bangunan yang ada dan yang akan
DRAINASE PERK0TAAN

direncanakan. Sebagai referensi untuk pelaksanaan pengukuran topografi


digunakan titik-titik tetap yang telah ada di kota yang bersangkutan.
Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :
- Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
- Pengukuran Water Pass (Levelling)
- Cross Section
- Pemasangan Bench Mark (BM)

2.2.1 Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta


Pengukuran ini pada base line yang dibuat disebelah saluran (pada bahu
jalan atau tanggul) melalui patok-patok dengan prosedur sudut polygon diukur
seri ganda (biasa/luar biasa) dengan menggunakan Theodolith (To).

2.2.2 Pengukuran Water Pass / Levelling


Pengukuran water pass ini menggunakan alat ukur Automatic Levelling
seperti B2 Sokhisha dan Topcon. Pengukuran dilakukan pada titik polygon dan
diikat ke titik refrensi yang dipakai.

2.2.3. Cross Section


Cross Section dilakukan setiap interval maximum 100 meter dengan
metode stadia survey dimana titik cross jalur sudah dikontrol elevasinya dengan
alat Automatic Levelling.

2.2.3 Pemasangan Bench Mark (BM)


Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-tempat yang aman
dan diikat ke sistim koordinat yang ada. BM ini dibuat dari kolom beton 20/20 cm
dengan tinggi 1,00 m, dan bagian yang tertanam dalam tanah + 70 cm yang
pangkalnya dibuat kaki (pondasi telapak) bersilang untuk pemberat dan stabilitas.

2.2.4 Titik Refrensi


Titik refrensi yang digunakan untuk pekerjaan Drainase adalah titik tetap
yang ada di dalam kota.
DRAINASE PERK0TAAN

2.3 Kriteria Hidrologi


2.3.1 Data Curah Hujan
Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan pengamatan
periode jangka pendek, yakni dalam satuan menit. Data yang dipergunakan
diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan otomatis yang digambarkan dalam
bentuk grafik. Stasiun yang dipilih adalah stasiun yang terletak di daerah
perencanaan/observasi (Point Rainfall) dan pada stasiun yang berdekatan dan
masih memberi pengaruh pada daerah perencanaan dengan syarat benar-benar
dapat mewakili kondisi curah hujan daerah tersebut.
Tahap awal yang perlu dilakukan dalam pemilihan data curah hujan yang
akan dipakai dalam analisa adalah meneliti kualitas data curah hujan, yakni
mengenai lokasi pengamatan, lama pengamatan yang didapat di Andal adalah
lebih besar dari 15 tahun. Semakin banyak data dan lebih lama periode
pengamatan akan lebih akurat karena kemungkinan kesalahan/penyimpangan bisa
diperkecil.
Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak didapatkan
pada daerah perencannan, maka analisa Intensitas Curah Hujan dapat dilakukan
dengan menggunkan data curah hujan pengamatan maksimum selama 24 jam.

2.3.2 Analisa Curah Hujan


2.3.2.1 Analisa Frekuensi
Analisa Frekuensi adalah analisa kejadian yang diharapkan terjadi rata-rata
sekali N tahun atau dengan kata lain periode berulangnya sekian tahun. Metode
analisa frekuensi yang diterapkan pada perencanaan sistem drainase adalah
dengan cara “Ekstrem Value” dari E.G. GUMBEL, yakni suatu metode distribusi
frekuensi yang mendasarkan pada karakteristik dari penyebaran dengan
menggunakan suatu koreksi yang variabel dan menggunakan distribusi dari harga-
harga maksimum. Rumus umum untuk menghitung analisa frekuensi adalah :

Xtr = x + k. Sd
Ytr  Yn
k = Sn
DRAINASE PERK0TAAN

Tr
Ytr = -(0,834 + 2,303 log.log Tr  1 )
Dimana :
Xtr = Besar aliran/curah hujan untuk periode ulang tr tahun.
x = Curah hujan maksimum rata-rata selama pengamatan
k = faktor frekuensi Sn & Yn merupakan fungsi dari besarnya
data
Ytr = Adalah Reduced Variate

( Lihat Tabel : 2-1, Tabel 2-.2, Tabel 2-.3 )


Tabel 2-1 : REDUCED VARIATE (YT)

Reduced Variate = YT
Return Period (years) = T
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9702
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2958
DRAINASE PERK0TAAN

Keterangan :Untuk setiap perhitungan yang mempergunakan Tabel 2-1


dapat pula dipakai rumus
2.3.2.2 Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi pada satu satuan
waktu. Intensitas Curah Hujan diperhitungkan terhadap lamanya hujan (durasi)
dan frekuensinya atau dikenal dengan Lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (IDF
Curve). Intensitas curah hujan diperlukan untuk menentukan besar aliran
permukaan (run off).
Pada Perhitungan intensitas curah hujan diperlukan data curah hujan
jangka pendek (5 – 60 menit), yang mana data curah hujan jangka pendek ini
hanya didapat dari data pengamatan curah hujan otomatic dari kertas diagram
yang terdapat pada peralatan pencatatan.
Apabila data curah hujan yang tersedia hanya merupakan data pencatatan
curah hujan rata-rata maksimum harian (R24) maka dapat digunakan rumus Bell.
Pi = (0,21 Ln T – 0,52) (0,54 t0,25 – 0,50) P60(T)
Pi` = presipitasi/intensitas curah hujan t menit dengan periode
ulang T tahun
P60(T) = perkiraan curah hujan jangka waktu 60 menit denganperiode
ulang T tahun
Perhitungan intensitas curah hujan dengan data pengamatan jangka pendek
sesuai durasi dipakai rumus-rumus sbb :
a. Formula Talbot
a
I
t b
dimana :
(it )(i 2 )  (i 2 t )(i )
a
N (i 2 )  (i )(i )

(i )(it )  ( N )(i 2 t )
b
N (i 2 )  (i )(i )
b. Formula Sherman
DRAINASE PERK0TAAN

a
I
tn
dimana :
(log i )(log t ) 2  (log t log i )(log t )
log a 
N (log t ) 2  (log t )(log t )

(log i )(log t )  N (log t log i )


n
(log t ) 2  (log t )(log t )

c. Formula Ishiguro
a
I
t b
dimana :
(i t )(i 2 )  (i t )(i )
a
N (i 2 )  (i )(i )

(i )(i t )  N (i 2 t )
b
N (i 2 )  (i )(i )

I = Intensitas curah hujan (mm/menit)


t = lamanya curah hujan atau durasi (menit)
I = presitas/intensitas curah hujan jangka
pendek t menit.
a,b.n = konstanta yang tergantung pada lamanya curah hujan
N = Jumlah pengamatan

Seandainya data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak didapat


pada daerah perencanaan, maka analisa intensitas curah hujan dapat dilakukan
dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum selama 24 jam
dan selanjutnya dihitung dengan memakai formula Dr. Mononobe.
2/3
R  24 
I  24  
24  t 

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)


DRAINASE PERK0TAAN

t = waktu hujan atau durasi (menit)


R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
2.3.3 Hubungan Antara Intensitas, Durasi dan fekuensi
Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungan antara intensitas,
durasi, dan frekuensi hujan adalah data rekaman curah hujan dengan hasil akhir
disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Data tersebut sangat dipengaruhi oleh
letak serta kerapatan stasiun curah hujan, ketepatan mengukur dan
lamanya/panjang pengamatan.

Cara Analisa Seri Waktu


Cara ini dapat dilakukan apabila semua data lengkap, pertama setiap durasi
hujan tertentu dengan intensitas maksimum tahunannya dicatat dan ditabulasikan,
satu data mewakili satu tahun. Disusun secara berurut dan dihitung analisa
frekuensinya, susun durasi hujan menurut frekuensi.
Turunkan intensitas curah hujan (mm/jam) kemudian diplot dalam salib
sumbu dengan durasi sebagai axis dan intensitas sebagai sebagai ordinat
2.3.4. Periode Ulang
Periode ulang ditetapkan berdasarkan kebutuhan drainase pada suatu
daerah sesuai Catchment Area seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.4 : Periode Ulan
CATCHMENT AREA (Ha)
JENIS KOTA
10 10 - 100 100 – 500 > 500

Metropolitan 1–2 2– 5 5 – 10 10 – 25
Kota Besar 1–2 2– 5 2- 5 5 – 15
Kota Sedang 1–2 2- 5 2- 5 10
Kota Kecil 1–2 1–2 1–2 2– 5
Kota Sangat Kecil 1 1 1 -

Sumber:UrbanDrainageGuidelinesandDesign standart
DRAINASE PERK0TAAN

Pada tahun 1993 Ujung Pandang masuk kategori kota metropolitan dengan
jumlah penduduk kurang lebih 1 juta jiwa . Namun dalam perhitungan desain
masih dianggap kota besar. Karena keterbatasan dana dan lahan serta sistem
pengaliran yang ada adalah gravitasi .
2.3.5 Metode Analisa Curah Hujan
Metode yang digunakan di dalam menganalisa curah hujan adalah metode
Gumbel. metode Hasper, metode Iwai dan metode Weduwen di mana hasil
perhitungan yang maksimal dari keempat metode tersebut pada tiap-tiap stasiun
merupakan curah hujan daerah perencanaan, yang akan digunakan untuk
perhitungan selanjutnya.

2.3.5.1 Metode Gumbel


Rumus

Xt = X + K. Sx
Yt  Yn
K = Sn

X 2  X .X
Sx = n 1

dimana :
Xt = Besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun
X = Harga pengamatan rata-rata

t = Periode ulang
K = Faktor frekuensi
Yt = Reduced Variate
Yn = Reduced mean
Sn = Reduced standard deviasi
Sx = Standart deviasi

2.3.5.2 Metode Hasper


Rumus : Rt = R + Sn . Ut
dimana :
DRAINASE PERK0TAAN

Rt = Curah hujan dengan periode ulang tertentu


R = Curah hujan maksimum rata-rata
Sn = Standard deviasi untuk n tahun pengamatan
Ut = Standart variabel untuk periode ulang tertentu
1  R1  R R 2  R 
2  U1  U 2 
Sn=  
dimana :
R1 = Curah hujan maksimum I
R2 = Curah hujan maksimum II
U1 = Standart variabel untuk periode ulang R1
U2 = Standart variabel untuk periode ulang R2

2.3.5.3 Metode Iwai


Rumus :
 XT  b 
  c log  
 xo  b 
1 n 
log xo   
n  n 1
log xi 

Perkiraan harga b
1 n n
 .bi m 
b = m i 1 » 10

Perkiraan harga Xo :
Xo = log (Xo + b)
1 n
n
 log( xi  b)
= n 1

Perkiraan harga c :

1 2n( Xa  Xo 2 )

c n 1

dimana :
DRAINASE PERK0TAAN

Xs = harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang


terbesar
Xt = harga pengamatan dengan nomo urutan m dari yang
terkecil
n = banyaknya data
m = n/10, angka bulat (dibulatkan ke angka yang terdekat)
xo = arc log xi
xi = hujan maksimum 24 jam
XT = hujan perencanaan untuk periode ulang T (tahun)
2.3.5.4 Metode “Weduwen”
Rumus :
Rmaks II
Mn.
Rn = Mp

dimana:
Rn = Curah hujan dengan periode ulang n tahun
Mn = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode
ulang n
Mp = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode
ulang
R maks II = Curah hujan maksimum kedua.

2.3.6. Debit Aliran


2.3.6.1 Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan Rasional Method
(RM) dimana data hidrologi memberikan kurva intensitas durasi frekuensi (IDF)
yang seragam dengan debit puncak dari curah hujan rata-rata sesuai waktu
konsentrasi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.5.1.
Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berikut:
Q = 0,00278 Cs . C. I A/n
Dimana :
Q = Debit puncak rencana (m3/detik)
I = Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF curve
DRAINASE PERK0TAAN

berdasarkan waktu konsentasi.


A = Luas catchment area (ha)
Cs = Storage Cofficient
n = Jumlah saluran tiap areal
2.3.6.2. Koefisien Pengaliran (Run Off Coeficient)
Pada saat terjadi hujan pada umumnya sebagian air hujan akan menjadi
limpasan dan sebagian mengalami infiltrasi dan evaporasi. Bagian hujan yang
mengalir diatas permukaan tanah dan saat sesudahnya merupakan
limpasan/pengaliran . Besarnya koefisien pengaliran untuk daerah perencanaan
disesuaikan dengan karakteristik daerah pengaliran yang dipengaruhi oleh tata
guna lahan (Land Use) yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut. Besarnya
koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.5 : Besarnya Koefisien Pengaliran
Kondisi Koefisien Karakteristik Koefisien
Pusat Perdagangan 0,70 - 0,95 Permukaan Aspal 0,70 –
Lingkungan Sekitar 0,50 – 0,70 Permukaan Beton 0,95
Rumah-Rumah Tinggal 0,30 – 0,50 Permukaan Batu Buatan 0,80 – 0,95
Kompleks Perumahan 0,40 – 0,60 Permukaan Kerikil 0,70 – 0,85
Daerah Pinggiran 0,25 – 0,40 Alur Setapak 0,15 – 0,35
Apartemen 0,50 – 0,70 Atap 0,10 – 0,85
Industri Berkembang 0,50 – 0,80 Lahan Tanah Berpasir 0,75 – 0,95
Industri Besar 0,60 – 0,90 Kemiringan 2 %
Taman Pekuburan 0,10 – 0,25 Kemiringan 2 s/d 7 % 0,05 – 0,10
Taman Bermain 0,10 – 0,25 Bertrap 7 % 0,10 – 0,15
Lapangan dan Rel Kereta 0,25 – 0,40 Lahan tanah keras 0,15 – 0,20
kemiringan 0,13 – 0,17
Daerah Belum 0,10 – 0,30 2% 0,18 – 0,22
Berkembang Kemiringan rata-rata 2 s/d 7 0,25 – 0,35
%
Bertrap 7 %
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
DRAINASE PERK0TAAN

2.3.6.3 Waktu Konsentrasi (tc)


Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir
dari titik terjauh dari catchment menuju suatu titik tujuan . Besar waktu
konsentrasi dihitung dengan rumus:
tc = to + td (menit)
Dimana :
to = waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat dianalisa
dengan gambar.
td = waktu pangaliran pada saluran, besarnya dapat dianalisa
dengan rumus:

td = L/V
Dimana:
L = jarak alirandari tempat masuknya air sampai ke tempat yang di tuju
V = Kecepatan aliran ( m/dtk).

2.3.6.4 Koefisient Penampungan


Makin besar Catchment Area, maka pengaruh adanya gelombang banjir
harus diperhitungkan, untuk itu pengaruh tampungan saluran disaat mengalami
puncak pengaliran debit dihitung dengan menggunakan Rasonal Method dengan
mengalikan suatu koefisient daya tampung daerah tangkapan hujan, sehingga
bentuk perhitungan menggunakan Metode Rasional Modifikasi (MRM), besar
koefisient tersebut:
2tc
Cs = 2tc  td
Dimana :
Tc = Waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)
Td = Waktu pengaliran pada saluran sampai titik yang ditinjau

Keterangan:
Rumus Rasional Metode sesuai digunakan untuk daerah pengaliran
yang kecil dengan batasan 20 sampai 300 ha, sedangkan untuk
DRAINASE PERK0TAAN

Rasional Modifikasi dapat digunakan untuk daerah pengaliran


samapi 1300 ha. Sedangkan untuk daerah pengaliran yang lebih
besar dari itu maka digunakan Snyder Synthetic Unit Hydrograph
Method.
2.3.6.5 Methode Hydrograph dari SCS ( US Soil Conservation Service)
Salah satu metode yang digunakan dalam perhitungan debit puncak
dengan Hydrograph aliran adalah method SCS. Rumus ini dipakai untuk
menghitung debit dengan luas Catchment Area lebih besar 1300 ha.
Rumus tersebut adalah :

0,02081A.Q
Qp = Tp

Dimana :
Qp = Debit puncak banjir (M3/det)
A = Luas daerah tangkapan (ha)
Tp = Waktu puncak hydrograph aliran (jam)
D/2 + log Time atau 0,70 Tc
D = Lamanya terjadi hujan
Q = Aliran permukaan/limpasan langsung

(Direct Run Off)


(P  I A )2 1000
Q = (P  LA )  S S = CN

25400
N = 254  S
Dimana :
IA = Abstraksi awal
(IA = 2,5 mm untuk DAS Indonesia)
Atau
IA = 0,2 S
DRAINASE PERK0TAAN

P = Hujan harian maksimum


CN = Curva Number (Lihat Tabel)
S = Daya Tampung Maksimum (cm)
Tp = D/2 + log Time atau 0,70 x Tc
D = Lamanya hujan.
Klasifikasi Kelompok Jenis Tanah Hidrologi :
1.Kelompok A :
Terdiri dari tanah-tanah berpotensi rendah, daya resapan besar, walaupun
kondisi basah. Pada umumnya terdiri dari pasir sampai kerikil yang cukup
dalam dengan tingkat transisi yang tinggi (cepat mengering dengan baik)
2.Kelompok B :
Terdiri dari tanah-tanah dengan daya laju penyusupan (infiltrasi) sedang
kadaan basah. Umumnya semakin dalam semakin kering dengan tekstur
halus sampai kasar dan tingkat transmisi airnya rendah.
3.Kelompok C :
Terdiri dari tanah-tanah dengan daya laju penyusupan yang lambat pada
dalam keadaan basah. Biasanya mempunyai lapisan tanah liat yang
menghambat proses pengeringan vertikal tekstur agak halus sampai cukup
halus dengan transmisi airnya lambat.
4.Kelompok D :
Terdiri dari tanah-tanah dengan potensi limpasan tinggi, mempunyai daya laju
penyusupan (infiltrasi) yang sangat lambat saat basah, umumnya terdiri dari
tanah liat dengan penyerapan air yang tinggi (daya swelling) dimana
permukaan air tanah (water table) sangat tinggi di atas permukaan atau tanah-
tanah dangkal, tingkat transmisi airnya sangat lambat.

2.4. Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan


2.4.1 Hidrolika Saluran
2.4.1.1 Kapasitas Saluran
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah pengaliran dalam
saluran adalah Rumus Manning :
DRAINASE PERK0TAAN

A.R2 / 3 .S1/ 2
Q
n
dengan asumsi aliran dalam tampang saluran adalah Aliran Seragam.
2.4.1.2 Koeffisien kekasaran Manning
Besarnya koeffisien kekasaran Manning (n) diambil :
-. Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20
-. Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018
-. Tanah 0,025
2.4.1.3 Kecepatan Dalam Saluran
Kecepatan aliran dalam saluran direncanakan sedemikian rupa, sehingga
tidak menimbulkan erosi pada dasar dan dinding saluran serta tidak terjadi
penumpukan sedemikian/kotoran di hulu saluran.
Kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :
- Kecepatan Maksimum = 3,0 m/det pakai lining
- Kecepatan Maksimum = 1,6 m/det tanpa lining
- Kecepatan Minimum = 0,3 m/det pakai lining
- Kecepatan Minimum = 0.6 m/det tanpa lining
2.4.1.4 Kemiringan Talud
Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang yang tersedia ( lebar
tanah) dan juga kestabilan tanahnya. Untuk kemiringan Talud direncanakan 0,33 –
0,25 untuk saluran lining (pasangan) dan 1,00 – 0,33 untuk saluran tanah. Untuk
kondisi-kondisi tertentu talud tegak dapat diterapkan
2.4.1.5 Tinggi Jagaan (Free Board)
Fungsi jagaan digunakan untuk menjaga adanya faktor-faktor yang
kemungkinan adanya penambahan debit, untuk jagaan disini diambil :
Saluran primer : 0,20 – 0,30 m
Saluran Sekunder : 0,10 – 0,20 m
Saluran Tersier : 0,10 m
Atau disesuaikan dengan kondisi muka tanah yang ada. Dapat juga
dihitung dengan rumus :
f b  C f .h

Dimana :
DRAINASE PERK0TAAN

fb = Free Board (m)


h = tinggi muka air rencana
Cf = koefisien variasi 1,5 untuk debit 60 m3/dtk dan 2,5
untuk debit 85 m3/det
2.4.1.6 Bentuk Saluran
Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan saluran drainase
adalah trapesium dan empat persegi, seperti terlihat pada gambar 2.4.1 dan 2.4.2.

2.4.1.7 Radius of Curvatura


Jari-jari lengkung minimum diambil dari As saluran
“ Saluran kecil R minimum = 3 x lebar muka air
“ Saluran besar R minimum = 7 x lebar muka air
2.4.1.8 Tanggul Inspeksi
Apabila pada suatu daerah tertentu rencana saluran berada terlalu rendah,
maka tanggul harus dibuat dengan timbunan dan klasifikasi sbb
Jenis Saluran Lebar Tanggul
Saluran primer ³ 2,00 m
Saluran Sekunder 1,00 – 1,50 m
Saluran tersier < 1,00 m
2.4.1.9 Bentuk Saluran
Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan saluran drainase
adalah trapesium dan empat persegi seperti terlihat pada gambar 2.4.1 dan 2.4.2.
Q2
iW 
Q = atau A 2 .C 2 .R dan
h
L = ib  iW
Dimana :
Q = Debit (m3/dtk)
A = Luas penampang basah (m2)
C = Koefisien Chezy
R = Jari-jari hidrolis (m)
iW = Kemiringan muka air
DRAINASE PERK0TAAN

ib = Kemiringan invert
h = perubahan tinggi muka air (m)
L = panjang ruas saluran yang tinggi airnya berubah (m)
DRAINASE PERK0TAAN
DRAINASE PERK0TAAN
DRAINASE PERK0TAAN
DRAINASE PERK0TAAN
DRAINASE PERK0TAAN
DRAINASE PERK0TAAN
DRAINASE PERK0TAAN

Anda mungkin juga menyukai