Anda di halaman 1dari 33

PB-2: DASAR-DASAR PERANCANGAN

SUB POKOK BAHASAN


SPB 2.1:

ANALISIS HIDROLOGI

SPB 2.2:

PERANCANGAN HIDROLIS

SPB 2.3:

PERANCANGAN KONSTRUKSI

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

A. Tujuan/Manfaat dan Lingkup Pembahasan


1. Tujuan akhir analisis hidrologi dalam perancangan drainase adalah
menentukan debit rancangan
2. Hasil analisis hidrologi (debit rancangan) dimanfaatkan untuk
menetapkan sistem, rancangan hidrolis dan konstruksi drainase
3. Lingkup Pembahasan:

Interpretasi data hujan: melengkapi data yang hilang, menghitung curah


hujan rata-rata daerah

Analisis curah hujan rancangan (analisis frekuensi)

Analisis debit rancangan

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

B. Interpretasi & Pengolahan Data Hujan


1. Data yang diperlukan:

Peta stasion Hujan / Stasion Klimatologi


Curah hujan jam-jaman (kalau ada)
Curah hujan harian

2. Melengkapi Data Hujan yang Hilang


Yang dimaksud data hujan yang hilang adalah data hujan yang tidak
tercatat pada format pencatatan data.
Kemungkinan penyebabnya ialah: alat rusak atau kelalaian petugas
Pemecahan masalah:

Manfaatkan data dari stasion hujan terdekat sebagai data pembanding

Jumlah stasion pembanding minimal 3 (tiga) stasion


Data pembanding yang dibutuhkan adalah curah hujan harian (ri) dan
curah hujan rata-rata tahunan (Ri)

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI


a

Meode Aritmatik (rata-rata hitung):

Rumus yang digunakan:

1 n Rx
rx
ri
n i 1 R i
dimana:

atau

Rx
Rx
1 Rx

rx
r1
r2
rn
n R1
R2
Rn

rx = curah hujan harian yang hilang


ri = curah hujan harian pada stasion pembanding ke-i untuk tanggal
yang sama dengan hilangnya data pada stasion x
Rx = curah hujan rata-rata tahunan pada stasion x
Ri = curah hujan rata-rata tahunan pada stasion pembanding ke -i
n = jumlah stasion pembanding

Warning: Dalam perhitungan curah hujan rata-rata tahunan, tahun yang datanya
tidak lengkap tidak boleh diperhitungkan.

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

b. Metode Faktor Jarak:


Prinsip: Curah hujan pada sebarang titik berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak titik tersebut dari stasion tertentu
Faktor jarak dihitung dengan persamaan: fdi

1
2
di

1
2
di

Curah hujan yang hilang:

rx fdi ri
i 1

ri = curah hujan stasion pembanding ke i pada tanggal yang


sama dengan rx
n = jumlah stasion pembanding

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Prosedur penggambaran & perhitungan:


1)

Gambarkan peta Daerah Tangkapan


Hujan (DTH) dengan skala, dan plot letak
stasion pada peta tersebut

E
2)

Ukur jarak dari stasion yang ditinjau


ke setiap stasion pembanding

No

Stasion

Jarak

d1

d2

d3

d4

Jumlah

1/di2

fd

C
A

(1/d12)

1,00

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

3. Menghitung curah hujan rata-rata daerah


Pengertian

Curah hujan yang diukur/dicatat pada suatu stasion hujan disebut curah terpusat
(point rainfall) yang hanya berlaku setempat.

Untuk menganalisis limpasan hujan dari suatu daerah atau wilayah tertentu,
dibutuhkan data curah hujan yang jatuh di dalam seluruh wilayah atau daerah
tangkapan hujan tersebut.

Untuk menentukan suatu nilai curah hujan yang mewakili curah hujan dalam
wilayah tersebut, digunakan nilai curah hujan rata-rata yang dihitung dari
beberapa data curah hujan terpusat (stasion hujan).
Dengan kata lain:

Curah hujan rata-rata daerah adalah nilai rata-rata curah hujan yang dihitung
dari beberapa stasion hujan yang berada di dalam atau di sekitar wilayah /
daerah tangkapan hujan tertentu

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Metode Analisis
Ada 4 (empat) metode yang lasim digunakan untuk menganalisis curah hujan ratarata daerah, yaitu:

Metode Arithmatic (metode rata-rata aljabar)

Metode Thiessen

Metode Isohyet
Metode Faktor Jarak

(1) Metode Arithmatic (metode rata-rata aljabar)


Kriteria:

a. Letak stasiun tersebar merata di dalam DTH


b. Selisih curah hujan antar stasiun 10 %

Rumus yang digunakan:

1 n
R Ri
n i 1

= curah hujan rata-rata daerah

Ri = curah hujan pada stasiun ke i;


n = jumlah stasiun

i = 1, 2, . . ., n

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

(2) Metode Thiessen


Prosedur penggambaran & perhitungan:
1)

2)

Gambarkan peta Daerah Tangkapan


Hujan (DTH) dengan skala, dan plot letak
stasion pada peta tersebut
Hubungkan masing-masing stasion, dan
lukis garis yang membagi dua sama besar
dan tegak lurus garis hubung tersebut.

3)

Lukis polygon Thiessen

4)

Ukur luas masing-masing polygon


dengan planimeter
No

Stasion

Luas

A1

A2

A3

A4

A5

Jumlah

E
D
C

% Luas

B
A

100

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

5) Hitung curah hujan rata-rata dengan rumus:


n

R
i 1

dengan:

Ai
A
A
A
Ri 1 R1 2 R2 n Rn
A
A
A
A

= curah hujan rata-rata daerah

Ri = curah hujan pada stasiun ke i;


Ai = luas polygon dari stasiun ke i;
A

= total luas daerah tadah hujan;


n

A Ai A1 A2 An
i 1

= jumlah stasion hujan

i = 1, 2, . . ., n

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

3. Metode Isohyet
Prosedur penggambaran kontur isohyet:
1)

2)

Gambarkan peta Daerah Tangkapan


Hujan (DTH) dengan skala, plot letak
stasion pada peta tersebut, dan
hubungkan masing-masing stasion
Tentukan interval kontur dan bagi garis
hubung antar stasiun sesuai dengan
interval kontur yang telah ditentukan

Contoh Data:

3)

No

Stasion

Curah Hujan (mm)

85

134

152

128

180

Lukis garis-garis (kontur) isohyet


dengan menghubungkan titik-titik yang
curah hujannya sama

E
175

D
C
150

B
125

100
75

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Prosedur perhitungan curah hujan rata-rata:


1) Ukur setiap luasan antara dua garis isohyet yang berdekatan dengan planimeter
2) Hitung curah hujan rata-rata dari masing-masing bagian luasan pada point (1)
n

3) Hitung curah hujan rata-rata dengan persamaan:


dengan:

R = curah hujan rata-rata daerah

i 1

Ai
Ri
A

Ri = curah hujan rata-rata antara dua garis isohyet yang berdekatan;


i = 1, 2, . . ., n; adalah nomor segmen area
Ai = luas area antara dua isohyet yang berdekatan
A

= total luas daerah tadah hujan;


n

A Ai A1 A2 An
i 1

= jumlah segmen area

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

4. Metode Faktor Jarak


Prosedur penggambaran & perhitungan:
1)

Gambarkan peta Daerah Tangkapan


Hujan (DTH) dengan skala, dan plot letak
stasion pada peta tersebut

2)

Tentukan titik berat DTH, dengan melukis


ellips mengitari DTH tersebut

3)

Ukur jarak masing-masing stasion


dari pusat DTH
No

Stasion

Jarak

d1

d2

d3

d4

d5

Jumlah

1/di2

E
D

fd

C
A

(1/d12)

1,00

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

fdi

4) Hitung Faktor jarak dengan persamaan:


No

Stasion

Jarak

1/di2

fd

d1

1/d12

fd1

d2

1/d22

fd2

d3

1/d32

fd3

d4

1/d42

fd4

d5

1/d52

fd5

(1/d12)

1,00

Jumlah

5) Hitung Curah hujan rata-rata dengan persamaan:


Ri = curah hujan stasion ke i
n = jumlah stasion pembanding

1
2
di
1
2
di

R fdi Ri
i 1

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

C. Analisa Curah Hujan Rancangan (Analisis Frekuensi)


1. Pengertian:
Curah hujan rancangan adalah curah hujan dengan periode ulang (T) tertentu
yang diperlukan untuk menghitung debit rancangan.
Debit rancangan adalah debit dengan periode ulang (T) tertentu yang diperlukan
untuk merancang saluran atau bangunan tertentu.

2. Penentuan Periode Ulang (T):


Periode ulang ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain:
(1) Umur ekonomis bangunan
(2) Besaran resiko yang akan ditanggung jika curah hujan / banjir yang terjadi
lebih besar dari curah hujan / banjir rancangan
(3) Tambahan biaya investasi yang dibutuhkan jika digunakan curah hujan /
debit rancangan yang periode ulangnya lebih besar.
(4) Ketersediaan dana untuk membiayai pembangunan konstruksi

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Untuk perancangan sistem drainase di Indonesia, pemerintah telah menetapkan


kriteria penentuan periode ulang berdasarkan kategori kota dan luas daerah
tangkapan hujan (catchment area) seperti pada tabel berikut.
Tabel 1.

Penentuan Periode Ulang Hujan (PUH) berdasarkan kategori kota


dan luas daerah tangkapan hujan (catchment area)

No

Kategori Kota

Jumlah
Penduduk
(ribuan jiwa)

Kota Metropolitan

Luas Catcment Area (Ha) dan PUH (tahun)


10

10 - 100

100 - 500

> 500

> 5.000

12

25

5 10

10 25

Kota Besar

500 5.000

12

25

25

5 15

Kota Sedang

100 500

12

25

25

5 10

Kota Kecil

10 100

12

12

12

25

Kota Sangat Kecil

< 10

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

3. Metode Analisis:
3.1 Metode Gumbel (Metode Nilai Ekstrim)
Rumus yang digunakan:

X T X KT S x

XT = curah hujan (atau debit) dengan periode ulang T tahun

X = curah hujan (atau debit) rata-rata dari n jumlah data


1 n
X Xi
; i = 1, 2, . . ., n
n i 1
n = jumlah tahun data
Sx = standar deviasi, dihitung dengan salah satu dari 3 persamaan berikut:

Sx

n 1

Sx

Sx

atau
atau

2
i

n X2

n 1
2
i

Xi X

n 1

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

KT = faktor frekuensi, nilainya bergantung pada periode ulang T dan jumlah data n.
Untuk penggunaan praktis, KT dapat dihitung dengan persamaan:

KT

YT Yn
Sn

Nilai-nilai YT, Yn dan Sn dapat dilihat di tabel

Tabel 2. Nilai-nilai YT untuk beberapa periode ulang


Periode Ulang, T (tahun)

YT

0,3665

1,4999

10

2,2502

20

2,9702

25

3,1985

50

3,9019

100

4,6001

200

5,2958

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 3. Reduksi nilai rata-rata, Yn


n
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100

0
0.4952
0.5236
0.5362
0.5436
0.5485
0.5521
0.5548
0.5568
0.5586
0.5600

1
0.4996
0.5252
0.5371
0.5442
0.5489
0.5524
0.5550
0.5570
0.5587

2
0.5035
0.5268
0.5380
0.5448
0.5493
0.5527
0.5552
0.5572
0.5589

3
0.5070
0.5283
0.5388
0.5453
0.5497
0.5530
0.5555
0.5574
0.5591

Nilai-nilai Yn
4
5
0.5100 0.5125
0.5296 0.5309
0.5396 0.5402
0.5458 0.5463
0.5501 0.5504
0.5533 0.5535
0.5557 0.5559
0.5576 0.5578
0.5592 0.5593

6
0.5157
0.5320
0.5410
0.5468
0.5508
0.5538
0.5561
0.5580
0.5595

7
0.5181
0.5332
0.5418
0.5473
0.5511
0.5540
0.5563
0.5581
0.5596

8
0.5202
0.5343
0.5424
0.5477
0.5515
0.5543
0.5565
0.5583
0.5598

9
0.5220
0.5353
0.5430
0.5481
0.5518
0.5545
0.5567
0.5585
0.5599

7
1.0411
1.1004
1.1339
1.1557
1.1708
1.1824
1.1915
1.1987
1.2049

8
1.0493
1.1047
1.1363
1.1574
1.1721
1.1834
1.1923
1.1994
1.2055

9
1.0563
1.1086
1.1388
1.1590
1.1733
1.1844
1.1930
1.2001
1.2060

Tabel 4. Reduksi Standar Deviasi, Sn


n
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100

0
0.9436
1.0628
1.1124
1.1413
1.1607
1.1747
1.1854
1.1938
1.2007
1.2065

1
0.9697
1.0696
1.1159
1.1436
1.1623
1.1759
1.1863
1.1945
1.2013

2
0.9833
1.0754
1.1193
1.1458
1.1638
1.1770
1.1873
1.1953
1.2020

3
0.9971
1.0811
1.1226
1.1480
1.1653
1.1782
1.1881
1.1960
1.2026

Nilai-nilai Sn
4
5
1.0095 1.0206
1.0864 1.0915
1.1255 1.1285
1.1499 1.1519
1.1667 1.1681
1.1793 1.1803
1.1890 1.1898
1.1967 1.1973
1.2032 1.2038

6
1.0316
1.0961
1.1313
1.1538
1.1695
1.1814
1.1907
1.1980
1.2044

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Format tabel perhitungan parameter statistik:


Format - 1
No

Format - 2
Xi

Xi2

No

..

..

Rata2

Rata2

Xi

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

3.2. Metode Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III didasarkan pada distribusi Log Pearson tipe III.

Persamaan yang digunakan adalah:

log XT log X KT Slog x ;

i = 1, 2, . . ., n

1 n
log X log X i
n i 1

S log x

log X

i log X

n 1

KT =

faktor frekuensi, nilainya diperoleh dari Tabel 5 untuk nilai G dan


periode ulang T yang sesuai;
G = koefisien skewness, dihitung dari persamaan:

n log X i log X

n 1 n 2 Slog X 3

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Format tabel perhitungan parameter statistik:


No
1
2
3
..
n

Rata2

Xi

Log Xi

log X

log X

log X

log X
log X
2

log X

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 5. Nilai-nilai K untuk Distribusi Log Pearson Tipe III


Koefisien
Skewness
G
3.0
2.8
2.6
2.4
2.2
2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0

50
-0.396
-0.384
-0.368
-0.351
-0.330
-0.307
-0.282
-0.254
-0.225
-0.195
-0.164
-0.148
-0.132
-0.116
-0.099
-0.083
-0.066
-0.050
-0.033
-0.017
0.000

20
0.420
0.460
0.499
0.537
0.574
0.609
0.643
0.675
0.705
0.732
0.758
0.769
0.780
0.790
0.800
0.808
0.816
0.824
0.830
0.836
0.842

Periode Ulang, T (tahun)


10
25
Peluang (%)
10
4
1.180
2.278
1.210
2.275
1.238
2.267
1.262
2.256
1.284
2.240
1.302
2.219
1.318
2.193
1.329
2.163
1.337
2.128
1.340
2.087
1.340
2.043
1.339
2.018
1.336
1.993
1.333
1.967
1.328
1.939
1.323
1.910
1.317
1.880
1.309
1.849
1.301
1.818
1.292
1.785
1.282
1.751

50

100

2
3.152
3.114
3.071
3.023
2.970
2.912
2.848
2.780
2.706
2.626
2.542
2.498
2.453
2.407
2.359
2.311
2.261
2.211
2.159
2.107
2.054

1
4.051
3.973
3.889
3.800
3.705
3.605
3.499
3.388
3.271
3.149
3.022
2.957
2.891
2.824
2.755
2.686
2.615
2.544
2.472
2.400
2.326

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Lanjutan Tabel 5. Nilai-nilai K untuk Distribusi Log Pearson Tipe III


Koefisien
Skewness
G
0.0
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.5
-0.6
-0.7
-0.8
-0.9
-1.0
-1.2
-1.4
-1.6
-1.8
-2.0
-2.2
-2.4
-2.6
-2.8
-3.0

50
0.000
0.017
0.033
0.050
0.066
0.083
0.099
0.116
0.132
0.148
0.164
0.195
0.225
0.254
0.282
0.307
0.330
0.351
0.368
0.384
0.396

20
0.842
0.836
0.850
0.853
0.855
0.856
0.857
0.857
0.856
0.854
0.852
0.844
0.832
0.817
0.799
0.777
0.752
0.725
0.696
0.666
0.636

Periode Ulang, T (tahun)


10
25
Peluang (%)
10
4
1.282
1.751
1.270
1.716
1.258
1.680
1.245
1.643
1.231
1.606
1.216
1.567
1.200
1.528
1.183
1.488
1.166
1.448
1.147
1.407
1.128
1.366
1.086
1.282
1.041
1.198
0.994
1.116
0.945
1.035
0.895
0.959
0.844
0.888
0.795
0.823
0.747
0.764
0.702
0.712
0.660
0.666

50

100

2
2.054
2.000
1.945
1.890
1.834
1.777
1.720
1.663
1.606
1.549
1.492
1.379
1.270
1.166
1.069
0.980
0.900
0.830
0.768
0.714
0.666

1
2.326
2.252
2.178
2.104
2.029
1.955
1.880
1.806
1.733
1.660
1.588
1.449
1.318
1.197
1.087
0.990
0.905
0.832
0.769
0.714
0.667

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

3.3 Metode Iwai


Metode ini didasarkan pada distribusi log normal. Alasannya ialah bahwa pada
umumnya distribusi curah hujan maksimum tidak mengikuti distribusi normal
(tidak simetris)
Variabel normal yang sesuai untuk periode ulang tertentu dinyatakan dengan
persamaan:
1 n
X b
log X i
dimana log X 0
C log

X0 b

i 1

1 m
bj
dan perkiraan harga b dihitung dari persamaan: b

m
j 1
2
dengan

bj

X sj X tj X 0

2 X 0 X sj X tj
n
m
(dibulatkan) ;
10

j 1, 2, . . . , m
n

= jumlah data

Xsj = curah hujan terbesar ke j


Xtj = curah hujan terkecil ke j

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Secara praktis, prosedur perhitungan diuraikan sebagai berikut:


(1) Urutkan data hujan mulai dari yang terbesar ke kecil dan hitung m: m n / 10
(2) Hitung X0 dari persamaan:
(3) Hitung b dari persamaan

(4) Hitung C dari persamaan:

1 n
log X 0 log X i
n i 1

bj

X sj X tj X 0

2 X 0 X sj X tj

2n

n 1

dan

1 m
b bj
m j 1

log X i b 2 log X i b

(5) Baca nilai variabel normal untuk periode ulang (T) yang sesuai pada Tabel 6
(6) Hitung curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun dari persamaan:

log XT b log X 0 b

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 6. Variabel normal yang sesuai pada W(x) utama


T (tahun)
500
400
300
250
200
150
100
80
60
50
40
30
25
20
15
10
8
5
4
3
2

1
T
0.00200
0.00250
0.00333
0.00400
0.00500
0.00667
0.01000
0.01250
0.01667
0.02000
0.02500
0.03333
0.04000
0.05000
0.06667
0.10000
0.12500
0.20000
0.25000
0.33333
0.50000

W x

2.0352
1.9840
1.9227
1.8573
1.8214
1.7499
1.6450
1.5851
1.5049
1.4522
1.3859
1.2971
1.2379
1.1631
1.0614
0.9062
0.8134
0.5951
0.4769
0.3045
0.0000

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Format tabel perhitungan:


No
1
2
3
..
n

Rata2

Xi

Log Xi

Xi + b

Log(Xi + b)

[Log(Xi + b)]2

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Format tabel perhitungan nilai b:


No
1
2
..
m

Rata2

Xs

Xt

Xs . X t

Xs + Xt

X0

bj

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

D. Perhitungan Debit Rancangan


1. Pengertian

Debit rancangan adalah debit dengan periode ulang (T) tertentu yang diperlukan
untuk merancang saluran atau bangunan tertentu.

2. Data-data yang diperlukan


Data-data yang diperlukan untuk perhitungan debit rancangan, antara lain:
a.

Data curah hujan: diolah dan dianalisis untuk menentukan Curah Hujan Rancangan

b.

Data teknis jaringan:


(1) Peta Situasi & Tata Letak Jaringan, digunakan untuk:

Menentukan rancangan pembebanan aliran dan batas daerah tangkapan


hujan (DTH, Catchment Area)

Menentukan panjang dan kemiringan medan / saluran.

(2) Peta Tata Guna Lahan & RUTR, digunakan untuk:

Menginterpretasi karakteristik daerah tangkapan hujan (menentukan


koefisien limpasan) dan kapasitas tambahan untuk pengembangan

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

3. Metode Analisis

Metode yang lasim digunakan untuk menentukan debit rancangan pada sistem
drainase adalah Metode Rasional

Asumsi yang digunakan:

Curah hujan tersebar merata di seluruh daerah tangkapan hujan (DTH) atau
catchment area

Debit maksimum tercapai jika seluruh daerah tangkapan hujan telah menyumbangkan
alirannya pada penampang sungai / saluran yang ditinjau; dengan kata lain durasi
hujan sama dengan waktu konsentrasi.

Rumus yang digunakan:

Q = f. C . I . A
dimana:

= faktor konversi satuan

= debit rencana [m3/detik]

= koefisien pengaliran atau koefisien limpasan (Runoff coefficient)

= intensitas curah hujan [mm/jam atau mm/hari]

= luas daerah tangkapan hujan (catchment area) [km2 atau ha]

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Faktor konversi satuan (f), nilainya bergantung pada satuan luas catchment (A)
yang digunakan.

Jika A dinyatakan dalam km2, maka f = 0,278


Jika A dinyatakan dalam ha, maka f = 0,00278

Koefisien pengaliran atau koefisien limpasan (Runoff coefficient), C

Koefisien limpasan adalah perbandingan antara tinggi limpasan dan tinggi


hujan.

Nilai koefisien limpasan bergantung pada karakteristik daerah tangkapan


hujan, terutama : jenis penggunaan lahan, jenis tanah, jenis penutupan lahan
(vegetasi), dan kemiringan medan

Jika penggunaan lahan beragam, maka harus dihitung koefisien limpasan


rata-rata dengan persamaan:
n

A
C i Ci
i 1 A

dengan

A Ai
i 1

SPB 2.1: ANALISIS HIDROLOGI

Intensitas curah hujan (I)

Intensitas hujan (I) dihitung dengan rumus Mononobe:

R 24

I

24 t c

mm/jam;

R = curah hujan rencana (mm/hari);


tc = waktu konsentrasi (jam)

Hitung waktu konsentrasi (tc) dengan persamaan:

tc t0 td

t0 = waktu pengaliran dari titik terjauh ke awal sungai/saluran


td = waktu pengaliran di dalam saluran sampai ke outlet yang ditinjau
t0 dihitung dengan rumus Kirpich:

t 0 0.0195

L0
S0

0.77

menit

Anda mungkin juga menyukai