Anda di halaman 1dari 36

BAB VII

SISTEM DRAINASE DAN


AIR BUANGAN

MUTIORO SUKMONO
7.1 Drainase
Drainase (drainage) berasal dari kata to drain yang
berarti mengalirkan air dan dalam pengertian ini
dapat berarti mengeringkan. Drainase adalah ilmu
atau cara untuk mengalirkan air dari suatu tempat,
baik yang ada dipermukaan tanah ataupun air yang
berada di dalam lapisan tanah, sehingga muka air di
tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas
yang diinginkan.
Dalam pengalirannya ada 2 (dua) macam sistem
drainase, yaitu sistem terpisah dan sistem tercampur.
1. Sistem Drainase Terpisah (Separate system)

Sistem ini mempunyai dua jaringan pipa atau


saluran, yang pertama membawa air hujan, dan
yang kedua membawa air buangan limbah
domestik maupun air limbah industri.
Langkah-langkah dalam perhitungan sistem
drainase terpisah ini, adalah:
 Menghitung kapasitas/debit air hujan, dengan
mengetahui curah hujan harian maksimum serta
intensitas hujan.
 Menghitung debit air kotor/buangan, dengan cara
memperhitungkan jumlah penduduk pada lokasi
perencanaan serta mengetahui kebutuhan air
bersih (orang/ hari). Air buangan diasumsikan
antara 70% - 80 % dari pemakaian air bersih.
Banyaknya pemakaian air bersih untuk setiap
bangunan berbeda-beda, tergantung dari fungsi
bangunan tersebut.
2. Sistem Tercampur (Combined system)

Pada sistem tercampur air hujan maupun air


limbah domestik dan industri dibawa oleh pipa
atau saluran-saluran yang sama. Debit sistem
tercampur ini adalah hasil perhitungan
kapasitas/debit air hujan ditambah dengan
kapasitas/debit air kotor/buangan, sehingga akan
didapat kebutuhan dimensi saluran.
Hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan untuk
menggunakan sistem terpisah:
 Periode musim hujan dan musim kemarau
cukup lama
 Kuantitas air hujan jauh berbeda dengan
kuantitas air buangan
 Air kotor memerlukan pengolahan terlebih
dahulu sebelum dibuang, dan harus secepatnya
dialirkan, sedangkan air hujan tidak perlu
diolah.
Keuntungan dari sistem terpisah (separate
system):
 Saluran air kotor mempunyai dimensi yang
kecil sehingga mudah pembuatannya
 Mengurangi bahaya bagi kesehatan
masyarakat
 Instalasi air kotor/buangan hanya khusus
mengolah air kotor/buangan tanpa tambahan
air hujan
 Bisa dilakukan sistem pembilasan sendiri, baik
pada musim kemarau maupun pada musim
hujan.
Kerugian dari sistem terpisah (separate
system) adalah:
• Diperlukan pembuatan 2 (dua) buah saluran
yang memerlukan tempat dan biaya yang
relatif besar
Hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan untuk
menggunakan sistem drainase tercampur
(combined system):
 Debit masing-masing relatif kecil sehingga
dapat disatukan
 Kuantitas keduanya hampir sama
 Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun
relatif kecil.
Keuntungan dari sistem tercampur (combined
system)adalah:
 Hanya diperlukan satu saluran sehingga lebih
ekonomis
 Terjadi pengenceran air buangan oleh air hujan

Kerugian dari sistem tercampur (combined system)


adalah :
 Apabila perlu diolah, memerlukan kapasitas
pengolahan yang lebih besar
 Air hujan yang seharusnya tidak perlu diolah
menjadi kotor dan harus masuk ke pengolahan
juga
3 Drainase Makro
Drainase makro yaitu drainase yang mempunyai
area yang relatif besar terhadap sistem secara
keseluruhan (Ditjen Cipta Karya, 1985). Dengan
kata lain drainase makro merupakan suatu sistem
drainase secara keseluruhan dari suatu wilayah/
kota yang luas.
4 Drainase Mikro
Merupakan drainase setempat yang mempunyai
area dan dimensi yang relatif kecil terhadap
sistem secara keseluruhan. Biasanya drainase
mikro merupakan saluran dalam sub bagian
cathment area besar/regional atau pada cathment
area lokal dan terbatas, misalnya saluran pada
daerah pertokoan/komersial, kawasan perumahan
atau merupakan bagian kecil dari suatu kota
(Ditjen Cipta Karya, 1985).
5. Desain Drainase
Dalam mendesain drainase diperlukan analisa
hidrologi dan hidrolika sehingga diperoleh
dimensi yang sesuai. Kapasitas penyaluran
dihitung berdasarkan debit banjir dan priode
ulang yang telah ditentukan. Faktor-faktor
penentu dalam mendesain drainase adalah
analisa hidrologi dan hidrolis saluran.
6 Analisa Hidrologi
Dalam analisa hidrologi langkah-langkah yang
menentukan antara lain:
 Data Curah Hujan
 Perhitungan Hujan Rencana
 Periode Ulang Hujan (PUH)
 Intensitas Curah Hujan
 Pemilihan Rumus Intensitas Hujan
 Limpasan Air Hujan.
7 Data Curah Hujan
Data curah hujan di Indonesia dikumpulkan oleh
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Dalam perencanaan saluran drainase data curah
hujan yang diperlukan adalah curah hujan rata-
rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan
curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan
ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan
dinyatakan dalam mm.
7.2. Perhitungan Dimensi Saluran Air Hujan

7.2.1 Intensitas Curah Hujan


Untuk mengolah data Curah Hujan menjadi
Intensitas Curah Hujan digunakan cara statistik dari
data pengamatan durasi hujan yang terjadi. Apabila
data untuk setiap data curah hujan tidak ada, maka
diperlukan pendekatan secara empiris dengan
berpedoman pada durasi 60 menit (1 jam) dan pada
curah hujan harian maksimum yang terjadi setiap
tahun.
Metode Van Breen

Metode ini menggunakan pendekatan besarnya


atau lama durasi hujan harian adalah terpusat
selama 4 (empat) jam dengan hujan efektif
sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari hujan
selama 4 (empat) jam.
Untuk menentukan intensitas curah hujan
digunakan rumus :
Untuk menentukan intensitas curah hujan
digunakan rumus :

Dimana :
Untuk mendapatkan durasi intensitas digunakan
tabel lengkung Jakarta (lihat tabel 7.1).
Tabel ini digunakan sebagai asumsi yang
umumnya digunakan di Indonesia.
Tabel 7.1: Intensity Duration Frequensi (IDF) Hujan Jakarta
Durasi Intensitas Hujan (mm/jam) untuk PUH
(menit) (tahun)
2 5 10 25 50
5 126 148 155 180 191
10 114 126 138 156 168
20 102 114 123 135 144
40 76 87 96 105 144
60 61 73 81 91 100
120 36 45 51 58 63
240 21 27 30 35 40
Sumber : BUDP. Drainage Design for Bandung.
• Pemilihan Rumus Intensitas Hujan
• Persamaan Intersitas terhadap variabel t untuk
perhitungan debit air hujan menggunakan bentuk
persamaan yang sederhana, yang umumnya
memakai bentuk persamaan Talbot, Sherman dan
Ishoguro. Dari hasil analisa curah hujan menurut
rumus Van Breen disubstitusikan ke dalam rumus
Talbot, Sherman dan Ishoguro dengan metode
kuadrat terkecil (Least Square).
• Persamaan yang mempunyai beda terkecil yang
akan dipakai. Perhitungan selanjutnya sebagai
berikut (Sosrodarsono dan Takada,1987:32):
1.Rumus Talbot:

I=

2. Rumus Sherman:

I=
3. Rumus Ishiguro:

I=

dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Waktu konsentrasi (menit)
a,b & n = Konstanta
7.2.2 Limpasan Air Hujan
Limpasan air hujan dapat di hitung dengan
berbagai macam metoda, misalnya dengan
dengan metode Rasional. Metode ini banyak
dipakai khususnya dalam perencanaan drainase
kota maupun drainase jalan. Metode ini
menggunakan parameter:
- daerah pengaliran
- koefisien pengaliran
- intensitas curah hujan.
Rumus Rasional (untuk daerah aliran < 50 ha),
adalah :

Q=

dimana :
Q = Debit rencana (liter/ detik)
C = Intensitas curah hujan untuk waktu yg sesuai
dengan waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
a. Koefesien Limpasan (C)
Koefesien pengaliran (C) merupakan perbandingan
antara jumlah air hujan yang jatuh dengan jumlah
air hujan yang melimpas dan tertangkap pada titik
yang ditinjau. Nilai koefesien pengaliran ini pada
umumnya ditetapkan berdasarkan pola tataguna
lahan serta topografi di daerah pengaliran yang
ditinjau. Nilai koefesien limpasan berkisar antara 0
sampai dengan 1.
Untuk areal yang seragam, koefesien pengaliran
(limpasan) cukup diambil dari tabel nilai koefesien
limpasan (lihat tabel 7.2).
b. Luas Daerah Pelayanan (A)

Luas daerah pengaliran merupakan areal yang


akan dilayani oleh saluran, luasnya diukur
melalui peta daerah. Pengukuran biasanya
dilakukan dengan mempergunakan planimetri.
c. Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu Konsentrasi adalah waktu yang


diperlukan oleh butiran air untuk bergerak dari
titik terjauh pada daerah pengaliran sampai ke
titik pembuangan dengan terlebih dahulu
memperhitungkan waktu untuk mencapai saluran
dan waktu pengaliran dalam saluran.
Jadi waktu konsentrasi (tc) dihitung dengan
rumus:

tc = ti + td

dimana :
• tc = waktu konsentrasi (menit)
• ti = waktu inlet (menit)
• td = waktu pengaliran (menit)
Tabel 7.2: Nilai Koefesien Limpasan (C)
Kondisi Permukaan Tanah C
Jalan - Jalan Aspal 0.70 – 0.95
lalu - Jalan kerikil 0.30 – 0.70
lintas
Bahu - Tanah berbutir halus 0.40 – 0.65
jalan - Tanah berbutir kasar 0.10 – 0.30
dan - Lapisan batuan keras 0.70 – 0.85
lereng - Lapisan batuan lunak 0.50 – 0.75
Tanah 0–2% 0.05 – 0.10
pasiran Kelandaian 2 – 7 % 0.10 – 0.15
tertutup >7% 0.15 – 0.20
rumput
Tanah 0–2% 0.13 – 0.17
kohesif Kelandaian 2 – 7 % 0.18 – 0.22
tertutup >7% 0.25 – 0.35
rumput
Atap 0.75 – 0.95
Tanah lapang 0.20 – 0.40
Taman dipenuhi rumput dan 0.10 – 0.25
pepohonan 0.30
Daerah pegunungan datar 0.50
Daerah pegunungan curam
Sawah 0.70 – 0.80
Ladang/ huma 0.10
0.30
d. Waktu Pengaliran (td)
Waktu pengaliran (td) adalah waktu yang
dibutuhkan air untuk mengalir dari awal saluran
ke ujung saluran. Waktu pengaliran dihitung
dengan rumus :
td =

dimana :
L = Panjang saluran
td = Waktu pengaliran
V = Kecepatan aliran (m/ detik)
e. Kecepatan rencana (Vrencana)

Kecepatan rencana merupakan kecepatan aliran


yang direncanakan dalam saluran. Kecepatan
ini dipengaruhi oleh bahan pembuat saluran
tersebut. Besarnya nilai kecepatan aliran
tersebut dapat diambil pada tabel: Kecepatan
aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis
material (lihat tabel 7.3).
Tabel 7.3: Kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis material

No Jenis Bahan Kecepatan maks. aliran (V) air


yang diizinkan (m/det)
1 Pasir halus 0.45
2 Lempung kepasiran 0.50
3 Lanau aluvial 0.60
4 Kerikil halus 0.75
5 Lempung kokoh 0.75
6 Lempung padat 1.10
7 Kerikil kasar 1.20
8 Batu-batu besar 1.50
9 Pasangan batu 1.50
10 Beton 1.50
11 Beton bertulang 1.50
f. Panjang Saluran (L)
Merupakan panjang saluran mulai dari menhole
awal sampai ke menhole akhir saluran.

g. Waktu Inlet (ti).


Waktu inlet yaitu, waktu air hujan untuk mencapai
awal saluran (manhole awal) dari titik terjauh dalam
area tadah hujan dengan memperhitungkan:
- Kemiringan (Sℓ) daerah dari titik terjauh ke
mainhole awal saluran.
- Jarak dari titik terjauh ke menhole awal saluran
(ℓ).
Waktu inlet dihitung dengan rumus:

dimana :
ℓ = Jarak titik terjauh sampai ke menhole awal (km)
Sℓ = Kemiringan daerah dari titik terjauh ke menhole
awal saluran.
nd = koefesien hambat limpasan
Waktu inlet dihitung dengan rumus :

ti = 0,1 (L) 0,8 x (S) 0,3

L = Jarak terjauh ke awal saluran


S = kemiringan dasar saluran.

Anda mungkin juga menyukai