Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan kabupaten atau wilayah berimplikasi pada


meningkatnya kebutuhan penduduk, disamping itu jumlah penduduk yang senantiasa
bertambah juga memiliki kontribusi yang besar bagi peningkatan kebutuhan penduduk.
Dengan bertambahnya kebutuhan penduduk maka akan bertambah pula permintaan
perjalanan berupa peningkatan aktivitas pergerakan orang dan barang dalam suatu wilayah,
yang mana aktivitas pergerakan ini mutlak memerlukan sarana dan prasarana transportasi
yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas. Adapun upaya yang dapat dilakukan
yaitu dengan peningkatan jalan untuk menunjang kelancaran pembangunan perekonomian
khususnya di wilayah Provinsi Jawa Barat.

Salah satu proyek yang sedang diupayakan adalah Proyek jalan baru Tasikmalaya -
Sumedang. Proyek jalan baru yang menghubungkan Tasikmalaya ke Sumedang memiliki
relevansi yang signifikan dalam pengembangan infrastruktur di wilayah ini. Wilayah
Tasikmalaya dan Sumedang adalah dua kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan penduduk dan industri di daerah ini telah
mengakibatkan peningkatan lalu lintas yang signifikan. Jalan-jalan yang ada saat ini tidak
lagi mampu menampung volume kendaraan yang semakin meningkat, menyebabkan
kemacetan lalu lintas yang sering terjadi. Hal ini berdampak negatif pada mobilitas
penduduk, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, wilayah Tasikmalaya dan Sumedang memiliki potensi ekonomi dan
pertumbuhan yang besar. Meningkatkan konektivitas antara dua kota ini akan memungkinkan
pengembangan lebih lanjut dalam berbagai sektor, seperti pertanian, perdagangan, pariwisata,
dan industri. Proyek jalan baru akan membuka peluang untuk investasi dan pertumbuhan
ekonomi yang lebih besar, serta memperbaiki akses ke pasar lokal dan nasional. Kondisi jalan
yang buruk juga dapat membahayakan keselamatan masyarakat. Insiden kecelakaan lalu
lintas seringkali terjadi karena kondisi jalan yang tidak memadai. Oleh karena itu, perbaikan
dan perluasan jalan akan berkontribusi pada peningkatan keselamatan dan kesejahteraan
masyarakat
1.2 Maksud dan Tujuan

● Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk membuat Perencanaan Awal Jalan (Basic
Design) beserta Rencana Anggaran Biaya untuk ruas jalan yang dimaksud, dengan
meninjau trase jalan yang akan didesain.
● Tujuan dari pekerjaan ini adalah menghasilkan Dokumen Perencanaan Awal Jalan
(Basic Design) yang sesuai kaidah perencanaan dan dapat memenuhi standar
keselamatan dalam berkendara..

1.3 Dasar Hukum

Dasar hukum pada pelaksanaan pekerjaan ini adalah :

a. Undang – Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan


b. Undang – Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
c. Undang - Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
d. Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai acuan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
e. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007, tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota
g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012 tentang Ijin
Lingkungan
h. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah
i. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
j. Peraturan Menteri PUPR No. 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Standar teknis sebagai acuan pekerjaan ini adalah

a. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Atar Kota no. 038/TBM/1997


Departemen Pekerjaan Umum.
b. Pedoman Desain Geometrik Jalan (Draft Akhir) Tahun 2020 no. /SE/Db/2020
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
c. Tata Cara Perencanaan Geometrik Persimpangan Sebidang Pt T-02-2002-B
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
e. MDP Tahun 2017, Manual Desain Perkerasan Jalan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
f. Pd. T-01-2002-B, Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
g. Pedoman Perencanaan Perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
(Dep.Kimpraswil)
h. ASTM D 1586-84 Methode for Penetration Test and Split-Barrel Sampling of
Soils
i. ASTM D 1587-94 Standard Practice for Thin-Walled Tube Sampling of Soils
j. ASTM D 2573-94 Test Methode for Field Vane Shear Test in Cohessive Soil
k. ASTM D 2488-93 Description and Indentification of Soils (Visual-Manual
Procedur)
l. SNI 03-1967-1990 (AASHTO T88-90) Metode Pengujian Batas Cair dengan
Alat Casagrande
m. SNI 03-1966-1990 (AASHTO T90-87) Metode Pengujian Batas Plastis
n. SNI 03-1742-1989 (AASHTO T99-90) Metode Pengujian Kepadatan Ringan
untuk Tanah
o. SNI 03-1742-1989 (AASHTO T99-90) Metode Pengujian Kepadatan Berat
untuk Tanah
p. SNI 03-1744-1989 (AASHTO T193-81) Metode Pengujian CBR
Laboratorium

1.4 Sasaran Pekerjaan

Sasaran yang ingin dicapai dari layanan Jasa Konsultansi BARRFA ini, adalah
terwujudnya perencanaan Awal Jalan (Basic Design) pada Ruas Jalan Tasikmalaya-
Sumedang sebagai dasar perencanaan teknis jalan guna menunjang peningkatan kualitas
konstruksi ruas jalan serta mewujudkan pelaksanaan pekerjaan yang utuh terkait Basic
Design Jalan baru Tasikmalaya-Sumedang.
1.5 Lingkup Pekerjaan
Berdasarkan kerangka acuan kerja, maka lingkup kegiatan yang ditetapkan adalah:

1. Survei Pendahuluan

Jenis kegiatan dan ketentuan teknis pengumpulan data-data awal ini

meliputi:

a) Mempersiapkan peta-peta dasar berupa:

Peta tata guna lahan.

Peta topografi skala 1: 250.000 s/d 1:25.000 atau yang lebih besar.

Peta geologi skala 1: 250.000 s/d 1:25.000.

b) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait.

c) Mengumpulkan data sekunder minimal meliputi:

● Data lalu lintas.


● Data curah hujan 10 tahun terakhir.
● Data tata guna lahan.

Survei pendahuluan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a) Mempelajari lokasi rencana jalan dan daerah–daerah sekitarnya dari

segi geografis dan sosial ekonomi secara umum.

b) Membuat foto dokumentasi lapangan pada lokasi–lokasi yang penting

untuk pelaporan dan panduan untuk melakukan survei detail

selanjutnya.

c) Membuat laporan dan memberikan saran–saran yang diperlukan

untuk pekerjaan konstruksi.


2. Survei Topografi

Pengukuran topografi adalah proses pengumpulan data ukur permukaan

bumi yang dituangkan dalam bentuk peta perencanaan dengan

menggunakan skala tertentu.

Pekerjaan pengukuran topografi meliputi bagian pekerjaan :

a) Pengukuran situasi 75 m ke kiri dan 75 m ke kanan dilakukan pada titik

pengukuran penampang melintang

b) Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu

rencana jalan

c) Pengukuran-pengukuran khusus seperti di sekitar perpotongan sungai

dan sekitar persimpangan jalan

d) Pemasangan patok pada jarak setiap 5 km, pada awal dan akhir

penanganan

e) Gambar ukur yang berupa gambar situasi digital dengan skala 1 : 1000

dan interval kontur 1 m. Tiap kontur 5 meteran ditebalkan

f) Gambar hasil akhir berupa gambar situasi, potongan memanjang dan

potongan melintang.

3. Survei Perkerasan Jalan

Jenis kegiatan dan ketentuan teknis survey perkerasan jalan ini adalah

sebagai berikut:

● Pemeriksaan Daya Dukung Tanah dengan alat DCP (Dynamic Cone


Penetrometer) Alat DCP yang dipakai harus sesuai dengan ketentuan SNI 03-
1743-1989. Tes DCP dilakukan setiap 100 m secara zig-zag pada permukaan
tanah. Lokasi awal dan akhir dari pemeriksaan harus dicatat dengan jelas.
● Pemeriksaan kekasaran jalan Survei kondisi permukaan atau Road Condition
Index (RCI), dapat diukur secara visual. Survey didasarkan panduan survey
kekasaran permukaan jalan secara visual.

4. Survei Material/ Geoteknik

Maksud dari kegiatan ini dilakukan adalah untuk memberikan informasi

secara menyeluruh mengenai:

● Tingkat stabilitas badan jalan dan lingkungan disekitarnya


● Analisis jenis tanah dasar serta rencana subgrade hubungannya dengan analisis
perkerasan jalan lainnya
● Lokasi sumber material yang ada di sekitar lokasi proyek tersebut,

menyangkut jenis, komposisi, kondisi beserta perkiraan jumlah dan lainlainnya,

yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi yang

proporsional untuk pekerjaan struktur jalan dimaksud, dan akan dibuat

petanya untuk dimasukkan ke dalam gambar rencana.

Kegiatan dan ketentuan teknis penyelidikan material/geoteknik meliputi :

● Pengambilan contoh tanah terganggu (Disturbed Sample) Pengambilan sampel


menggunakan bor tangan atau hand bor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak minimal 1 (satu) sampel setiap 5 (lima)
kilometer.
● Pengujian tanah di laboratorium Sampel tanah tidak terganggu yang telah diambil
selanjutnya diuji di laboratorium.
● Teknis penyelidikan material Material untuk konstruksi yang diperiksa adalah : tanah
untuk timbunan, batu pecah dan pasir. Pengujian lapangan dan pekerjaan laboratorium
dilaksanakan sesuai ketentuan yang tercantum pada tabel berikut ini.

5. Analisis Data, Perencanaan Teknis dan penggambaran


● Analisis Data

1) Analisis Data Topografi

Analisis data topografi yang diperlukan meliputi:

● Situasi di sekitar trase jalan


● Koordinat x, y dan z hasil pengukuran
● Daerah galian dan timbunan
● Kontur setiap interval 1 m

2) Analisis Data Hasil Inventarisasi Jalan dan Jembatan

Analisis data hasil inventarisasi jalan meliputi Perkerasan jalan, median dan

trotoar, drainase jalan dan gorong – gorong, utilitas tiang listrik, Telkom,

PDAM, serta jarak pagar/bangunan dan jarak tebing ke pinggir perkerasan.

Jika terdapat jembatan lama/eksisting yang perlu perbaikan / pemeliharaan,

maka analisis inventarisasi jembatan yang diperlukan meliputi : Nama

jembatan, lokasi/Sta, dimensi jembatan, jenis konstruksi, kondisi jembatan,

dan perkiraan volume pekerjaan.

3) Analisis dan Kajian Lalu Lintas

Analisis dan Kajian Lalu Lintas meliputi lalu lintas harian rata-rata,

pertumbuhan lalu lintas tahunan, Vehicle damage factor (VDF), kecepatan

kendaraan rata-rata, faktor penyesuaian : lebar jalan, pemisah arah (hanya

untuk jalan tak terbagi), hambatan samping dan bahu jalan/kerb, ukuran

kota, untuk kajian kapasitas jalan.

4) Analisis Data Kondisi Perkerasan

Analisis Data Kondisi Perkerasan meliputi analisis CBR, analisis susunan,

tebal dan jenis lapis perkerasan, analisis kerusakan permukaan jalan.

5) Analisis Data Geoteknik/Material


Analisis Data Geoteknik/Material meliputi klasifikasi tanah, nilai aktif tanah,

CBR, kajian galian dan timbunan, kajian penurunan tanah, penentuan

lapisan dan tebal bahan sebagai tanah dasar.

6) Analisis Data Hidrologi dan Hidrolika

Analisis Data Hidrologi dan Hidrolika meliputi analisis data curah hujan dan

intensitas curah hujan, analisis koefisien pengaliran, analisis catchment area,

analisis kemiringan pengaliran dan tipe saluran, analisis perilaku/pola aliran

air yang ada di sekitar jalan.

1.6 Lokasi Pekerjaan


Lokasi kegiatan untuk pekerjaan jalan baru adalah Jalan Tasikmalaya (Kabupaten
Tasikmalaya) – Sumedang (Kabupaten Sumedang) dapat dilihat pada Gambar.
BAB II
Literatur dan Peraturan Perundangan

2.1 Penyelenggaraan Jaringan Jalan


Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan mengenai penyelenggaraan jalan umum dilakukan denganmengutamakan
pembangunan jaringan jalan di pusat-pusat produksi serta jalan-jalan yang menghubungkan
pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran. Penyelenggaraan jalan umum diarahkan
untuk pembangunan jaringan jalan dalam rangka memperkokoh kesatuan wilayah nasional
sehingga menjangkau daerah terpencil.

Penyelengaraan jalan umun diarahkan untuk mewujudkan :

a. Perikehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata, dan
seimbang.
b. Daya guna dan hasil guna upaya pertahanan keamanan negara.

Penyelenggara jalan umum wajib mengusahakan agar jalan dapat digunakan sebesarbesar
kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dengan
mengusahakan agar biaya umum perjalanan menjadi serendah rendahnya

Penyelenggara jalan umum wajib mendorong ke arah terwujudnya keseimbangan antar


daerah, dalam hal pertumbuhannya mempertimbangkan satuan wilayah pengembangan dan
orientasi geografis pemasaran sesuai dengan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional
yang dituju.

Penyelenggara jalan umum wajib mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah yang sudah
berkembang agar pertumbuhannya tidak terhambat oleh kurang memadainya prasarana
transportasi jalan, yang disusun dengan mempertimbangkan pelayanan kegiatan perkotaan.

Dalam usaha mewujudkan pelayanan jasa distribusi yangseimbang, penyelenggara jalan


umum wajib memperhatikan bahwa jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan.

Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan klasifikasi jalan umum
berdasarkan sistem, fungsi, status dan kelas. Maksud dari klasifikasi jalan umum tersebut
adalah pembagian kewenangan pembinaan jalan, sehingga jelas pihak yang bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan jalan. Bentuk kegiatan penyelenggaraan sebagaimana yang
disebutkan dalam UU tentang jalan tersebut adalah meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan dan pengawasan jalan.

Pembagian kewenangan penyelenggaraan jalan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah


dilakukan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan jalan sebagaimana yang disebutkan dalam
UU No. 38 Tahun 2004. Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa tujuan dari pengaturan
penyelenggaraan jalan adalah untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan jalan, mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan,
mewujudkan peran penyelenggara jalan secara optimal dalam pemberian layanan kepada
masyarakat, mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak pada
kepentingan masyarakat, serta mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan
berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu.

Klasifikasi jalan umum di indonesia terbagi berdasarkan sistem, fungsi, status, dan kelas.
Klasifikasi jalan umum berdasarkan sistem terbagi atas sistem jaringan jalan primer dan
sekunder. Ciri khas dari pembagian jaringan jalan berdasarkan sistem adalah perannya
sebagai pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan wilyah di tingkat nasional
dan kawasan perkotaan. Klasifikasi jalan umum berdasarkan fungsi terbagi atas jalan arteri,
kolektor, lokal dan lingkungan. Peranan yang didukung oleh klasifikasi jalan umum
berdasarkan fungsi adalah pelayanan terhadap angkutan utama, pengumpul, setempat dan
lingkungan dengan dukungan jarak perjalanan, rata-rata kecepatan dan jumlah jalan yang
masuk. Dukungan tersebut tergantung pada jenis fungsi dari setiap jalan umum.

Klasifikasi menurut status terbagi atas jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota dan desa.
Penjelasan mengenai masing-masing bentuk klasifikasi jalan umum berdasarkan UU No. 38
tahun 2004 tentang Jalan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Sedangkan klasifikasi jalan
umum berdasarkan kelas hanya meliputi jalan bebas hambatan, dimana pengaturan mengenai
kelas jalan dapat mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan pada LLAJ.

Klasifikasi Jalan Umun di Indonesia :

1. Menurut sistem
a. sistem jaringan jalan primer

sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yg berwujud pusat kegiatan
b. Sistem jaringan jalan sekunder

sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan

2. Menurut Fungsi
a. Jalan arteri

Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.

b. Jalan kolektor

Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi


dengan ciri perjalananjarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi

c. Jalan lokal

Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri


perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.

d. Jalan lingkungan

Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri


perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

3. Menurut Status
a. Jalan nasional

jalan arteri & jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan
tol

b. Jalan provinsi

jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan


ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi
c. Jalan kabupaten

Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk Jalan
Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum
dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan
strategis kabupaten

d. Jalan kota

Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubung-kan


antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan
persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat
permukiman yang berada di dalam kota

e. Jalan Desa

Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di


dalam desa, serta jalan lingkungan

4. Menurut kelas
a. Jalan bebas hambatan

Pengaturan mengenai kelas jalan mengikuti peraturan LLAJ

Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi:

- Pengendalian jalan masuk


- Persimpangan sebidang
- Jumlah dan lebar lajur
- Ketersediaan median
- Pagar

2.1.1 Bagian - Bagian Jalan

Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
pengawasan jalan.

1. Ruang Manfaat Jalan


- Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya
- Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebartinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan
yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
- Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur
pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan trotoar, lereng, ambang pengaman,
timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan
pelengkap lainnya
- Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki
2. Ruang Milik Jalan
- Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar ruang manfaat jalan
- Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
kedalaman, dan tinggi tertentu
- Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan,
dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan
untuk pengamanan jalan
- Sejalur tanah tertentu dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang
berfungsi sebagai lansekap jalan
- Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan ruang di atasdan/atau di bawah
ruang milik jalan diatur dalamPeraturan Menteri
3. Ruang Pengawasan Jalan
- Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan
- Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi
danpengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan
- Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik
jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu
Gambar 2.1 Bagia - Bagian Jalan

Sumber : PP No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan

Bagian dari ruang manfaat jalan adalah :

a. Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan


angkutan jalan.
b. Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan
serta pengamanan konstruksi jalan badan jalan dilengkapi dengan
ruang bebas
c. Ruang bebas dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu.
d. Lebar ruang bebas sesuai dengan lebar badan jalan.
e. Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5
(lima) meter.
f. Kedalaman ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling
rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan.
g. Saluran tepi jalan hanya diperuntukkan bagi penampungan dan
penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air.
h. Ukuran saluran tepi jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan
jalan dan keadaan lingkungan. Saluran tepi jalan dibangun dengan
konstruksi yang mudah dipelihara secara rutin.
i. Dalam hal tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan
oleh penyelenggara jalan, saluran tepi jalan dapat diperuntukkan
sebagai saluran lingkungan.
j. Ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau konstruksi
bangunan pengaman yang berada di antara tepi badan jalan dan batas
ruang manfaat jalan yang hanya di peruntukkan bagi pengamanan
konstruksi jalan.

Bagian dari ruang milik jalan adalah :

a. Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut :


- Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter.
- Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter.
- Jalan sedang 15 (lima belas) meter.
- Jalan kecil 11 (sebelas) meter.
b. Ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai lebar ruang milik jalan dan tanda batas ruang milik
jalan diatur dalam Peraturan Menteri.
d. Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan,
penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan pengguna
jalan.
e. Bidang tanah ruang milik jalan dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak
tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f. Setiap orang dilarang menggunakan dan memanfaatkan ruang milik jalan yang
mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

Bagian dari Ruang Pengawasan Jalan adalah:

a. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
b. Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.
c. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan
yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
d. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan
ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit denganukuran sebagai berikut :
- Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter.
- Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter.
- Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter.
- Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter.
- Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter.
- Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter. J
- Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter.
- Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter.
- Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

2.1.2 Kegiatan Pembangunan Jalan

Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan mengenai penyelenggaraan jalan yang terdiri dari kegiatan pengaturan,
pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.

Kegiatan pembangunan jalan meliputi kegiatan: pemrograman dan penganggaran,


perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan
pemeliharaan jalan.

1. Pemrograman dan Penganggaran


- Pemrograman
● Pemrograman penanganan jaringan jalan merupakan penyusunan
rencana kegiatan penanganan ruas jalan yang menjadi tanggung jawab
penyelenggara jalan sesuai kewenangannya
● Pemrograman penanganan jaringan jalan mencakup penetapan rencana
● Tingkat kinerja yang akan dicapai serta perkiraan biaya yang
diperlukan.\Program penanganan jaringan jalan meliputi program
pemeliharaan jalan, program peningkatan jalan, dan program
konstruksi jalan baru
- Penganggaran
● Penganggaran dalam rangka pelaksanaan program penanganan
jaringan jalan merupakan kegiatan pengalokasian dana yang
diperlukan untuk mewujudkan sasaran program
● Dalam hal pemerintah daerah belum mampu membiayai pembangunan
jalan yang menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan, Pemerintah
dapat membantu sesuaidengan peraturan perundang-undangan
2. Perencanaan Teknis
- Perencanaan teknis merupakan kegiatan penyusunan dokumen rencana teknis
yang berisi gambaran produk yang ingin diwujudkan.
- Perencanaan teknis harus dilakukan secara optimal dengan memperhatikan
aspek lingkungan hidup
- Perencanaan teknis mencakup perencanaan teknis jalan, jembatan, dan
terowongan
- Perencanaan teknis jalan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan teknis
mengenai:
● ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
● pengawasan jalan o
● dimensi jalan o
● muatan sumbu terberat, volume lalu lintas dan kapasitas
● persyaratan geometrik jalan
● konstruksi jalan
● konstruksi bangunan pelengkap
● perlengkapan jalan
● ruang bebas
● kelestarian lingkungan hidup
- Rencana teknis jalan wajib memperhitungkan kebutuhan fasilitas pejalan kaki
dan penyandang cacat
- Perencanaan teknis jembatan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan teknis
beban rencana
- Ruang bebas bawah jembatan harus memenuhi ketentuan ruang bebas untuk
lalu lintas dan angkutan yang melewatinya
- Ketentuan lebih lanjut mengenai beban rencana jembatan diatur dengan
Peraturan Menteri setelah mendengar pendapat menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan
- Perencanaan teknis terowongan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan
teknis pengoperasian dan pemeliharaan, keselamatan, serta keadaan darurat.
- Dokumen rencana teknis harus dibuat oleh perencana teknis dan disetujui oleh
penyelenggara jalan yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk
- Perencana teknis bertanggung jawab penuh terhadap dokumen rencana teknis
sesuai dengan peraturan perundang undangan di bidang jasa konstruksi
- Perencana teknis harus memenuhi persyaratan keahlian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi
3. Pengadaan Tanah
- Jalan umum dibangun di atas tanah yang dikuasai oleh Negara
- Dalam hal pelaksanaan konstruksi jalan umum diatas hak atas tanah orang,
pelaksanaan konstruksi jalan umum dilakukan dengan cara
- pengadaan tanah Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru,pelebaran
jalan, atau perbaikan alinyemen. Pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang undangan
4. Pelaksanaan Konstruksi
5. Pengoperasian dan Pemeliharaan

2.2 Pesyaratan Operasional Jalan

Berdasarkan UU jalan dan UU lalu lintas, jalan umum dioperasikan setelah ditetapkan
memenuhi persyaratan laik fungsi jalan umum secara teknis dan administratif. Persyaratan
teknis jalan yang dimaksud terdiri dari:

a. Teknis Geometrik Jalan, yang terdiri dari:


- Potongan Melintang Badan Jalan
- Alinyemen Horizontal dan alinyemen Vertikal
- Koordinasi Alinyemen Horizontal dan Vertikal
b. Teknis Struktur Perkerasan Jalan, yang terdiri dari:
- Jenis Perkerasan Jalan
- Kondisi Perkerasan Jalan
- Kekuatan Konstruksi Jalan.
c. Teknis Struktur Bangunan Pelengkap Jalan, yang terdiri dari:
- Jembatan, Lintas Atas, Lintas Bawah
- Ponton
- Gorong-gorong
- Tempat Parkir
- Tembok Penahan Tanah
- Saluran Tepi Jalan.
d. Teknis Pemanfaatan Bagian-Bagian Jalan, yang terdiri dari:
- Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)
- Ruang Milik Jalan (Rumija)
- Ruang Pengawasan jalan (Ruwasja).
e. Teknis Penyelenggaraan Manajemen dan Rekayasa Lalu-Lintas meliputi pemenuhan
terhadap kebutuhan alat-alat manajemen dan rekayasa lalu lintas yang mewujudkan
petunjuk, perintah, dan larangan dalam berlalu lintas, yang terdiri dari:
- Marka dan rambu
- Separator
- Pulau Jalan
- Trotoar
- Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)
- Tempat penyeberangan.
f. Teknis perlengkapan jalan meliputi pemenuhan terhadap spesifikasi teknis konstruksi
alat-alat manajemen dan rekayasa lalu lintas yang terbagi dalam:
- Teknis Perlengkapan Jalan (terkait langsung dengan pengguna jalan), yang
terdiri dari: Marka, Rambu, Separator, Pulau Jalan, Trotoar Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APILL), Fasilitas Pendukung Lalu Lintas & Angkutan
Jalan.
- Teknis Perlengkapan Jalan (tidak terkait langsung dengan pengguna jalan)
yang terdiri dari: Patok Pengarah, Patok Kilometer, Patok Hektometer, Patok
Ruang Milik Jalan (Rumija), Patok Batas Seksi, Pagar Jalan, Tempat Istirahat
Fasilitas Perlengkapan Keamanan bagi Pengguna Jalan.

2.3 Persyaratan Teknis Jalan

Mengacu pada pasal 12 (1) PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang menyebutkan bahwa
persyaratan teknis jalan meliputi: kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan
masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan
sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus yang mana bahwa persyaratan teknis jalan
tersebut harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan dan lingkungan (ps 12 (2)), maka
penyelenggara jalan harus memenuhi persyaratan keteknikan jalan untuk asas keamanan,
serta memenuhi persyaratan teknis kondisi permukaan jalan dan kondisi geometrik jalan
untuk asas keselamatan. Dan sebagai jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang
menghubungkan antaribukota provinsi, jalan tol dan jalan strategis nasional, maka
persyaratan teknis jalan nasional termasuk jalan strategis nasional berdasarkan pasal 12 PP
34/2006 adalah seperti berikut :

1. Arteri Primer
- Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dan lebar
badan jalan paling sedikit 11 meter.
- Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
- Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu
lintas lokal, dan kegiatan lokal
- Jumlah jalan masuk dibatasi sedemikian rupa sehingga persyaratan butir (1),
(2), (3) terpenuhi
- Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
ketentuan pada butir (1), (2), dan (3) terpenuhi
- Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan
2. Kolektor Primer
- Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam dan lebar
badan jalan paling sedikit 9 meter.
- Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
- Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan butir (1),
(2), (3) terpenuhi
- Persimpangan sebidang dgn pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan
butir (1),(2),(3)
- Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan

Selain pengelompokkan jalan berdasarkan fungsi dan status, jalan juga dikelompokkan dalam
kelas jalan dengan spesifikasi yang ditetapkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan. Berdasarkan hasil
perbandingan persyaratan teknis fungsi jalan nasional dan spesifikasi kelas jalan, dapat
disimpulkan bahwa ruas jalan nasional termasuk kedalam kategori kelas jalan bebas
hambatan dan kelas jalan raya, dengan spesifikasi kelas jalan dalam tabel dibawah ini.

1. Bebas Hambatan
- Pengendalian jalan masuk secara penuh
- Tidak ada persimpangan sebidang
- Dilengkapi pagar ruang milik jalan
- Paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah.
2. Jalan Raya
- Merupakan jalan umum untuk lalu lintas secara menerus
- Pengendalian jalan masuk terbatas
- Dilengkapi dengan median
- Paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah
- Lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

2.4 Geometrik Jalan

2.4.1 Kriteria Desain Teknis

Elemen kriteria desain teknis geometri merupakan turunan selanjutnya dari kriteria desain
utama yang tujuannya adalah menentukan dimensi penampang melintang jalan yang meliputi
jalur lalu lintas, bahu, median (jika ada), pilihan perkerasan jalan, dan ruang jalan.

2.4.2 Arus Lalu Lintas dan Desain

Jalur lalu lintas harus didesain agar mampu melayani arus lalu lintas yang direpresentasikan
oleh qJD, sesuai dengan kualitas pelayanan yang diharapkan selama umur desainnya.

qJD ditetapkan dari LHRT tahun berjalan yang diproyeksikan sesuai dengan usia
desain/pelayanan geometrik (umumnya 20 tahun) ke akhir tahun desain. Kecuali pada
konstruksi yang didesain bertahap, akhir tahun konstruksi bertahap adalah akhir tahun tahap
yang sedang dianalisis.

LHRT pada tahun awal dapat diperoleh dari survei langsung pada jalan yang akan
ditingkatkan atau dari suatu kajian transportasi untuk jalan baru yang sebelumnya tidak ada.
Cara melakukan perhitungannya untuk mendapatkan LHRT per komposisi kendaraan
termasuk prosentase truk dan bus besar, agar mengacu kepada pedoman perhitungan lalu
lintas yang berlaku.

Manfaat lain dari hasil survei lalu lintas ini, dapat digunakan untuk menghitung beban lalu
lintas kendaraan berupa jumlah kumulatif ekivalen beban standar (CESA) sebagai dasar
mendesain perkerasan jalan (MDP, 2017) yang akan diaplikasikan pada jalan yang
geometriknya sedang didesain sehingga kemampuan menampung dan kemampuan kekuatan
jalan konsisten.

Untuk mempertimbangkan apakah suatu ruas jalan eksisting harus sudah ditingkatkan
kapasitasnya atau belum, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap tingkat RVK ruas jalan
tersebut (Permen 19/2011, pasal (11) dan pasal (54)). Ada dua persyaratan yang mendasari
keputusan untuk meningkatkan suatu ruas jalan eksisting, adalah: \

a. Batas tertinggi RVK (RVK MAX)


b. kejadian terlampauinya nilai RVK MAX melampaui 100 jam dalam satu tahun. Untuk
jalan Arteri dan Kolektor nilai RVKMAX = 0,85 dan untuk jalan Lokal dan
Lingkungan nilai RVKMAX = 0,90.

2.4.3 Desai Lengkung Horizontal

Ada dua bentuk tikungan yang sering digunakan, yaitu 1) Full Circle (F-C); dan 2)
SpiralCircle-Spiral (S-C-S);

a. Full-Circle (F-C)
b. Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)

2.4.4 Desai Lengkung Vertikal

2.4.5 Koordinasi Alinyemen Horisontal

2.5 Perkerasan Jalan

Saat menetapkan umur desain ini, harus dipertimbangkan kemungkinan penerapan cara
konstruksi bertahap selama umur desain untuk meminimalkan biaya pada awal konstruksi
yang kemudian dilanjutkan secara bertahap sesuai dengan peningkatan volume lalu lintas dan
ketersediaan anggaran. Pada konstruksi bertahap, harus dipertimbangkan volume lalu lintas
desain dan klasifikasi jalan di akhir umur desain untuk mempersiapkan pembebasan lahan
bagi Rumija yang dibutuhkan dan pembatasan kelandaian paling besar, sehingga sejak awal
sudah tersedia Rumija untuk digunakan sampai dengan tahap akhir konstruksi. Rumija
tersebut harus sudah melingkupi alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal yang sejak
awal sampai dengan akhir usia rencana sudah didesain penuh tanpa akan ada perubahan lagi.
Jadi, yang dapat dilakukan konstruksinya secara bertahap adalah penampang melintang saja

Umur Desain Perkerasan :

1. Perkerasan Lentur

Umur Desain : 20 tahun

2. Perkerasan Kuku

Umur Desain : 40 tahun


Selain itu, kriteria desain teknis jalan yang lainnya meliputi :

1. Saluran tepi jalan


2. Ukuran ambang pengaman (jika diperlukan)
3. Jarak antar persimpangan dan jarak antar jalan masuk ke persil
4. Trotoar (terutama pada jalan perkotaan dan jika diperlukan)
5. Rambu-rambu lalu lintas
6. Marka jalan
7. APILL (jika diperlukan)
8. Pagar jalan (khusus untuk JBH)
9. Lampu penerangan jalan umum (LPJU) (jika diperlukan)
10. Patok Jalan: patok kilometer, patok hektometer, dan patok batas Rumija.

Dimensi butir 1 s.d. 3 diatur ukuran paling kecilnya dalam Permen 19/2011; butir 4 s.d. 7
didesain sesuai kebutuhan dan mengacu pada peraturan tentang perlengkapan jalan yang
terkait langsung dengan Pengguna Jalan; dan butir 8 s.d. 10 didesain dengan mengacu pada
peraturan tentang perlengkapan jalan yang tidak terkait langsung dengan Pengguna Jalan.

Perencanaan Perkerasan Jalan akan mengikuti Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017
untuk jalan dengan jenis perkerasan lentur dan jalan dengan perkerasan kaku. Peraturan MDP
2017 tersebut mengacu pada aturan sebelumnya yaitu:

a. Pd. T-01-2002-B, Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur


b. Pedoman Perencanaan Perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
(Dep.Kimpraswil).

2.5.1 Perkerasan Lentur

Acuan peraturan pada pekerjaan perancangan perkerasan lentur adalah mengacu pada
peraturan Manual Desain Perkerasan Tahun 2017 dan Pedoman Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Struktur lapisan perkerasan lentur dibagi menjadi 3 bagian yaitu lapis permukaan (surface
course berupa perkerasan lentur, lapis pondasi (base course), lapis pondasi bawah (sub base
course) dan berdiri di atas subgrade (tanah dasar) seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
Prosedur-prosedur yang harus diikuti sebagaimana diuraikan di setiap sub bab referensi:

a. Menentukan umur rencana


b. Menentukan nilai-nilai CESA4 untuk umur desain yang telah dipilih
c. Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)
d. menghitung CESA5= TM x CESA4
e. Menentukan tipe perkerasan
f. Menentukan seksi-seksi subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade
g. Menentukan struktur pondasi jalan
h. Menentukan struktur perkerasan yang memenuhi syarat
i. Memeriksa hasil perhitungan secara struktur sudah cukup kuat dengan menggunakan
Pd T-01-2002-B13
j. Menentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan Sub Bab 8
k. Menetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan Sub Bab 12.

2.5.2 Perkerasan Kaku

Analisis perkerasan kaku mengacu pada b. Pedoman Perencanaan Perkerasan jalan


beton semen Pd T-14-2003 (Dep.Kimpraswil). Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:

a. Spesifikasi Beton yang digunakan


b. Kuat tarik lentur beton fd
c. Fungsi Jalan
d. Jenis Perkerasan kaku yang
e. CBR Segmen
f. CBR efektif g. Arus lalu lintas Ruas Jalan
g. Pertumbuhan Lalu lintas
h. Faktor Pertumbuhan Lalu lintas
i. Umur rencana
j. Bahu Dengan dan Tanpa Bahu Beton
2.6 Drainase Jalan

2.6.1 Analisa Frekuensi

Dari data hujan harian maximum dilakukan analisa curah hujan rencana maximum. Data ini
selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan debit banjir rencana. Curah hujan rencana
diambil untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, dan 1000 tahun. Analisa curah hujan
maksimum rencana akan dilakukan dengan metoda statistik. Sebararan teoritis yang
digunakan dalam analisis frekuensi dari berbagai metoda, yaitu metoda Gumbel, Log-Pearson
tipe III, Log-Normal 2 parameter.

2.6.2 Uji Kesesuaian

Uji secara vertikal dengan chi square

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang
telah dipilih dapat mewakili dari distribusi sampel data yang dianalisis.

Uji secara Horizontal dengan Smirnov Kolmogorof

Pengujian Kolmogorov-Smimov dilaksanakan dengan cara menggambarkan distribusi


empiris maupun distribusi teoritis pada kertas grafik probabilitas sesuai dengan distribusi
probabilitas teoritisnya.

2.6.3 Intensitas - Durasi - Frekuensi

Data yang tersedia adalah data hujan harian sehingga untuk mendapatkan kurva IDF
dilakukan konversi hujan harian menjadi menitan dengan rumus Mononobe.

Dengan

lt = intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)

2.6.4 Dimensi Saluran Samping


Saluran samping direncanakan dengan bentuk persegi panjang. Perhitungan dimensi saluran
samping menggunakan saluran tampang ekonomis agar mengalirkan debit maksimum dengan
luas tampang lintang minimum (ekonomis). Rumus yang digunakan untuk mendapat
penampang saluran ekonomis pada persegi panjang ditampilkan pada tabel berikut sedangkan
hasil analisa dimensi saluran samping dapat dilihat pada tabel berikut.
3) BAB III
METODE KAJIAN

3.1 Umum
Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka
sebelumnya perlu dibuat suatu pendekatan teknis agar dapat dilaksanakan secara
sistematis dan praktis, sehingga tercapai sasaran efisiensi biaya, mutu dan waktu
kerja. Seperti telah dijelaskan di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka di
dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan akan menggunakan standar – standar
perencanaan yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Standar perencanaan
No. Dokumen Uraian
1. SNI 19-9001:2001 Standar Nasional Indonesia tentang Sistem
Manajemen Mutu
2. NSPM No. 010 / PW / Pedoman Pengukuran Topografi untuk
2004 Pekerjaan jalan dan Jembatan Buku 1 s/d
Buku 4
3. SNI 03-1743-1989 Standar Nasional Indonesia Tentang
Pemeriksaan Daya Dukung Tanah Dasar
dengan Dynamic Cone Penetrometer
4. MKJI 1997 Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
5. NSPM No. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
038/TBM/1997 Antar Kota
6. 02/M/BM/2013 Manual Desain Perkerasan Jalan
7. PD. T-05-2005-B Pedoman Teknik Perencanaan Tebal Lapis
Tambah Perkerasan dengan Metode
Lendutan
8. Pd T-14-2003 Standar Nasional Indonesia tentang
Perencanaan Jalan Beton Semen
9. NSPM No. 008 / T / Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
BNKT / 1990
10. Permen PU. No Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
19/PRT/M/2011 Perencanaan Teknis Jalan
11. NSPM No. 028 / T / BM / Panduan Analisis Harga Satuan
1995
12. Kepmen PU No. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
257/KPTS/2004 Tentang Dokumen Pelelangan Standar
13. PP No. 34 Tahun 2006 Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia
Tentang Jalan

3.2 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan


Secara umum tahapan pekerjaan Basic Design Ruas Jalan Sumedang –
Tasikmalaya terbagi menjadi:
1. Pekerjaan Persiapan
2. Studi Pendahuluan
a. Penyusunan rencana kerja
b. Penyusunan rencana mutu kontrak
c. Inventaris data & studi terdahulu
3. Survei dan Penyelidikan Lapangan
a. Survei pendahuluan
b. Penyusunan laporan pendahuluan
c. Survei topografi
d. Survei inventaris jalan
e. Survei hidrologi
f. Penyelidikan tanah
4. Analisis Data
a. Analisis data dan pemetaan topografi
b. Analisis data tanah dan sumber material
c. Analisis hidrologi
d. Penyusunan laporan survei teknis
5. Perencanaan Teknis
a. Geometrik jalan
b. Rencana perkerasan jalan
c. Utilitas umum dan drainase
d. Perlengkapan jalan
e. Manajemen lalu lintas
6. Gambar Perencanaan Akhir
a. Penyusunan gambar rencana
b. Penyusunan draft laporan akhir
7. Perkiraan Kuantitas dan Biaya
a. Perhitungan volume pekerjaan fisik
b. Penyusunan laporan rencana anggaran biaya
8. Dokumen Lelang dan Laporan Akhir
a. Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan
b. Penyusunan laporan dokumen lelang
c. Penyusunan laporan akhir
Bagan alir strategi pelaksanaan pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Secara jelas uraian dari masing-masing tahapan kegiatan dijelaskan pada sub bab
selanjutnya.
Gambar 3.2 Bagan alir pelaksanaan pekerjaan
3.3 Pekerjaan Persiapan
Sebelum pelaksanaan suatu pekerjaan, maka perlu dilaksanakan pekerjaan
persiapan, baik mengenai kelengkapan administrasi, personil pelaksana, sarana
transportasi, peralatan, dan segala aspek dalam kaitan pelaksanaan pekerjaan.
Konsultan akan menyiapkan program kerja untuk dikoordinasikan dengan pihak
pemberi tugas. Maksud dari koordinasi ini adalah untuk menyamakan pandangan
antara konsultan dengan pihak pemberi sehingga pelaksanaan pekerjaan ini tidak
mengalami hambatan.
3.4 Studi Pendahuluan
Dalam merencanakan suatu proyek, konsultan akan melakukan studi dalam
menambah daftar referensi yang berkaitan dengan proyek. Dalam hal ini,
konsultan membuat bagian-bagian dalam studi pendahuluannya.
3.4.1 Inventaris Data dan Studi Terdahulu
Setelah tugas dari masing-masing tenaga ahli dipahami, maka konsultan akan
segera melaksanakan kegiatan pengumpulan data, informasi dan laporan yang ada
hubungan-nya dengan studi untuk mempelajari kondisi daerah proyek secara
keseluruhan guna mempersiapkan rencana tindak lanjut tahap berikutnya.
Konsultan akan mengunjungi kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta
yang sekiranya mengelola data yang diperlukan. Untuk kelancaran pekerjaan ini,
maka sangat diperlukan surat pengantar dari pihak Direksi Pekerjaan untuk
keperluan tersebut. Dari hasil studi meja akan disusun program kerja Perencanaan
Jalan tersebut diatas.
3.4.2 Penyusunan Rencana Kerja
Hasil penelaahan data akan dituangkan dalam rencana konsultan yang
meliputi rencana kegiatan survai dilapangan maupun kegiatan analisis dan
evaluasi data. Rencana kerja ini meliputi:
1. Struktur organisasi serta tenaga pelaksana penanganan pekerjaan.
2. Rencana waktu penanganan pekerjaan.
3. Rencana penugasan personil serta peralatan yang akan digunakan dalam
penanganan pekerjaan.
3.4.3 Penyusunan Laporan Pendahuluan
Hasil – hasil dari studi pendahuluan akan dituangkan dalam bentuk laporan
pendahuluan.
3.5 Survei dan Penyelidikan Lapangan
Survei pendahuluan atau reconnaissance survey adalah survei yang
dilakukan pada awal pekerjaan di lokasi pekerjaan, yang bertujuan untuk
memperoleh data awal sebagai bagian penting bahan kajian teknis dan bahan
untuk pekerjaan selanjutnya. Survei ini diharapkan mampu memberikan saran dan
bahan pertimbangan terhadap survai detail lanjutan
3.5.1 Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dalam kegiatan perencanaan suat proyek dijelaskan
dengan kegiatan-kegiatan meliputi:
1. Menyiapkan peta dasar yang berupa peta topografi skala 1:100.000 / 1:50.000
dan peta-peta pendukung lainnya (peta geologi, tata guna tanah dll).
2. Mempelajari lokasi pekerjaan dan pencapaiaan, serta titik awal dan titik akhir
pekerjaan.
3. Mempelajari kondisi eksisting ruas jalan secara umum seperti jenis
perkerasan, kondisi terrain, kondisi lalu lintas dan tata guna lahan sekitarnya.
4. Inventarisasi stasiun-stasiun pengamatan curah hujan pada lokasi pekerjaan
melalui stasiun-stasiun pengamatan yang telah ada ataupun pada Stasiun
Meteorologi setempat.
5. Membuat foto dokumentasi lapangan per 1 km, serta pada lokasi-lokasi yang
penting.
6. Mengumpulkan data, berupa informasi mengenai harga satuan bahan dan
biaya hidup sehari-hari.
7. Mengumpulkan informasi umum lokasi sumber material (quarry) yang
diperlukan untuk pekerjaan konstruksi.
8. Membuat laporan lengkap perihal pada butir 1 s/d 7 dan memberikan saran-
saran yang diperlukan untuk pekerjaan survei teknis selanjutnya.
Hasil dari survei pendahuluan dan pengumpulan data-data yang menunjang
dalam pelaksanaan pekerjaan ini akan dituangkan dalam bentuk laporan survei
pendahuluan.
3.5.2 Survei Topografi
1. Lingkup Pekerjaan
Lingkup Pekerjaan Pengukuran Topografi untuk perencanaan jalan terdiri
dari beberapa bagian pekerjaan yaitu:
a. Persiapan.
b. Pemasangan Patok, Bench mark (BM) dan Control Point (CP).
c. Pekerjaan perintisan untuk pengukuran.
d. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari:
1) Pengukuran titik kontrol horizontal (Polygon) dan vertikal
(Waterpass).
2) Pengukuran situasi/detail.
3) Pengukuran penampang memanjang dan melintang.
4) Pengukuran-pengukuran khusus.
2. Pengukuran Titik Kontrol Horizontal
Metodologi pengukuran titik kontrol horizontal dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk poligon
b. Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal 100m, diukur dengan
pegas ukur (meteran) atau alat ukur jarak elektronis
c. Patok-patok untuk titik-titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-
patok untuk titik ikat adalah patok dari beton
d. Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolith dengan
ketelitian dalam secon (yang mudah/umum dipakai adalah Theodolith
jenis T2 Wild Zeis atau yang setingkatan)
e. Ketelitian untuk poligon adalah sebagai berikut :
1) Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” akar jumlah titik
poligon
2) Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5” .
3) Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal proyek pada setiap
jarak 5 Km (kurang lebih 60 titik poligon) serta pada titik akhir
pengukuran.
4) Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri rangkap (4
biasa dan 4 luar biasa).
3. Pengukuran Titik Kontrol Vertikal
Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Vertikal dilaksanakan sebagai berikut:
a. Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran ketinggian adalah
Waterpass Orde II.
b. Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan double stand dilakukan
2 kali berdiri alat.
c. Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D mm. Dimana D
adalah panjang pengukuran (Km) dalam 1 (satu) hari
d. Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti
pembagian skala jelas dan sama
e. Setiap pengukuran dilakukan pembacaan rangkap 3 (tiga) benang
dalam satuan milimeter
f. Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB),
Kontol pembacaan : 2BT = BA + BB
g. Referensi levelling menggunakan referensi lokal

4. Pengukuran Situasi
Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri.
b. Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolith T0).
c. Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup
semua keterangan-keterangan yang ada didaerah sepanjang rencana jalan
tersebut.
d. Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan
lain pengukuran harus diperluas (lihat pengukuran khusus).
e. Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat disekitar jalur jalan
perlu diberi tanda diatas peta dan difoto (jenis dan lokasi material).

5. Pengukuran Penampang Memanjang Dan Melintang


Pengukuran penampang memanjang dan melintang dimaksudkan untuk
menentukan volume penggalian dan penimbunan. Metodologi pengukuran
dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pengukuran Penampang Memanjang
1) Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu
rencana jalan
2) Peralatan yang dipakai untuk pengukuran penampang sama dengan
yang dipakai untuk pengukuran titik kontrol vertikal
b. Pengukuran Penampang Melintang
1) Pengukuran penampang melintang pada daerah yang datar dan
landai dibuat setiap 50 m dan pada daerah-daerah tikungan/
pegunungan setiap 25 m
2) Lebar pengukuran penampang melintang 100 m ke kiri-kanan as
jalan
3) Khusus untuk perpotongan dengan sungai dilakukan dengan
ketentuan khusus (lihat pengukuran khusus)
4) Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran penampang
melintang sama dengan yang dipakai pengukuran situasi

6. Pemasangan Patok
Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan dilaksanakan sebagai
berikut :
a. Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan harus dipasang
setiap 1 Km dan pada perpotongan rencana jalan dengan sungai (2 buah
seberang menyeberang). Patok beton tersebut ditanam kedalam tanah
dengan kedalaman 15 cm
b. Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda
BM dan nomor urut.
c. Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-pohon disekitar
patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.
d. Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat kuning
dengan tulisan hitam yang diletakkan disebelah kiri kearah jalannya
pengukuran.
e. Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang terletak disumbu
jalan diberi paku dengan dilingkari cat kuning sebagai tanda.
3.5.3 Survey Hidrologi Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan survey hidrologi untuk perencanaan jalan terdiri dari
beberapa bagian pekerjaan yaitu :
1. Menyiapkan peta topografi dengan skala 1:250.000 serta peta situasi dengan
skala 1:1000.
2. Mencari sumber data iklim yang valid, yaitu dari Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG).
3. Memilah dan memilih data iklim terutama data curah hujan, yang
berkesesuaian dengan lokasi proyek.
4. Melakukan survey lapangan dan merekam hasilnya dalam catatan
menyangkut saluran samping, gorong-gorong dan jembatan.
5. Saluran samping dicatat kondisi eksistingnya dan kondisi pengembangan
sesuai kebutuhan yang diakibatkan perubahan guna lahan.
6. Gorong-gorong dicatat kondisi eksistingnya menyangkut diameter,
kondisi fungsi, kondisi terakhir aliran air.
7. Jembatan eksisting dicatat kondisi dimensi lebar bentang dan kondisi terkhir
struktur atas dan strukstur bawah, dilihat kebutuhan penanganan
pemeliharaan dan peningkatan jika perlu.
8. Data iklim dan curah hujan digunakan sebagai input dalam perhitungan debit
banjir rencana untuk menentukan ukuran dimensi saluran, gorong-gorong dan
aspek struktur serta jagaan jembatan, yang akan dilaporkan dalam buku
Perhitungan Disain.

3.5.4 Survey Geoteknik


1. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan survey geoteknik untuk perencanaan jalan meliputi :
a. Pengambilan contah tanah dan Test Pit.
b. Pemeriksaan lokasi sumber material
c. Penyelidikan tanah dengan tes DCP
2. METODOLOGI
a. Penyelidikan Test Pit
Penyelidikan Test Pit dilakukan pada setiap jenis satuan tanah atau setiap
1 Km yang berbeda dengan kedalaman 1-2 meter. Pada setiap lokasi Test
Pit dilakukan pengamatan deskripsi struktur dan jenis tanah, juga
dilakukan pengambilan sampel tanah baik contoh tanah terganggu
maupun tidak terganggu yang akan diselidiki di Laboratorium.
b. Pemeriksaan Lokasi Sumber Material
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai
bahan- bahan perkerasan yang dapat dipakai untuk pelaksanaan
pekerjaan
c. Pemeriksaan dengan Tes DCP
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan nilai CBR lapisan
tanah dasar yang dilakukan pada bagian ruas jalan yang belum diaspal
atau telah mengalami kerusakan parah. Pemeriksaan dilakukan sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan dilakukan dalam interval 200 m
2) Pemeriksaan dilakukan pada sumbu jalan dan permukaan tanah
lapisan dasar
3) Pemeriksaan dilakukan hingga kedalaman 90 cm dari permukaan
lapisan tanah dasar kecuali bila dijumpai lapisan tanah yang sangat
keras.
4) Selama pemeriksaan dicatat kondisi khusus, seperti cuaca,
drainase, timbunan, waktu dan sebagainya
5) Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir pemeriksaan DCP
Test.
3.6 Analisis Data
Analisis data lapangan berdasarkan penentuan yang meliputi:
1. Analisis Topografi.
2. Analisis DCP.
3. Analisis Data Lalu Lintas.
4. Analisis Teknis Jalan (Geometri, Analisis Geoteknis, Analisis perkerasan
jalan, Analisis drainase jalan).
3.6.2 Pengukuran Dan Pemetaan Topografi
Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera dilakukan
selama Team Survai masih berada di lapangan, sehingga apabila terjadi kesalahan
dapat segera dilakukan pengukuran ulang. Setelah data hasil perhitungan
sementara memenuhi persyaratan toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi
teknis selanjutnya akan dilakukan perhitungan data defenitif kerangka dasar
pemetaan dengan menggunakan metode perataan kuadrat terkecil.
1. Perhitungan Poligon
Kriteria toleransi pengukuran poligon kontrol horizontal yang ditetapkan
dalam spesifikasi teknis adalah koreksi sudut antara dua kontrol azimuth =
20". Koreksi setiap titik poligon maksimum 10" atau salah penutup sudut
maksimum 30" √ n dimana n adalah jumlah titik poligon pada setiap kring.
Salah penutup koordinat maksimum 1 : 2.000. Berdasarkan kriteria toleransi
diatas, proses analisis perhitungan sementara poligon akan dilakukan
menggunakan metode Bowdith dengan prosedur sebagai berikut:
a. Salah penutup sudut:

b. Salah penutup koordinat:

Dalam hal ini:

Di mana:
S = Sudut ukuran poligon
d = Jarak ukuran poligon
i = Nomor titik poligon (i = 1,2,3,...n)

Proses perhitungan data definitif hasil pengukuran poligon kerangka kontrol


horizontal akan dilakukan dengan metode perataan kuadrat terkecil
parameter. Prinsip dasar perataan cara parameter adalah setiap data ukur
poligon (sudut dan jarak) disusun sebagai fungsi dari parameter koordinat
yang akan dicari. Formula perataan poligon cara parameter dalam bentuk
matriks adala sebagai berikut:
V = AX-L

X = [ AT .P.A ]-1 . [ AT .P.L ]

X = X° + X

Dimana : V : matrik koreksi pengukuran


A : matrik koefisien pengukuran
X : matrik koreksi parameter

3.6.3 Analisis Data DCP


DCP yang diperoleh dari lapangan selanjutnya dikorelasikan dengan data
CBR. Jalan dalam arah memanjang cukup panjang dibandingkan dengan jalan
dalam arah melintang. Jalan tersebut dapat saja melintasi jenis tanah, dan keadaan
medan yang berbeda-beda. Kekuatan tanah dasar dapat bervariasi antara nilai
yang baik dan jelek. Dengan demikian tidak ekonomislah jika perencanaan tebal
lapisan perkerasan jalan berdasarkan nilai yang terjelek dan tidak pula memenuhi
syarat jika berdasarkan hanya nilai terbesar saja. Sebaiknya panjang jalan tersebut
dibagi atas segmen - segmen jalan, di mana setiap segmen mempunyai daya
dukung yang hampir sama. Jadi segmen jalan adalah bagian dari panjang jalan
yang mempunyai daya dukung tanah, sifat tanah, dan keadaan lingkungan yang
relatif sama. Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya
dukung tanah dasar dan dipergunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan
dari segmen tersebut. Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan menggunakan
cara Analitis atau cara Grafis.
Formula yang digunakan untuk cara analitis adalah:
(CBR max−CBRmin )
CBR Segmen=CBR rata−rata −
R
Di mana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam satu segmen.
Tabel berikut adalah untuk menentukan nilai R.
Tabel 3.1 Nilai R untuk perhitungan CBR segmen

3.6.4 Analisis Data Lalu Lintas


Analisa data lalu lintas diperlukan untuk menetukan besarnya beban gandar
kumulatif selama umur rencana dan menghitung besarnya ADT pada pertengahan
umur rencana. Lalu-lintas harian rata-rata yang diprakirakan selama 5 tahun
sesudah pelaksanaan konstruksi dengan memperbandingkan kepada tabel
transport yang dibuat sebelumnya. Kenaikan awal segera sesudah jalan yang
direhabilitasi telah dibuka untuk lalu lintas umum. Kenaikan normal arus lalu-
lintas tahunan diperkirakan sebesar 3 – 6 %. Pertimbangan lain akan dilakukan
terhadap kelas rencana lalu lintas, campuran lalu-lintas dan beban gandar standar (
BGS ). Analisis meliputi: lalu lintas harian rata-rata, pertumbuhan lalu lintas
tahunan, Vehicle damage factor (VDF), kecepatan kendaraan rata-rata, faktor
penyesuaian: lebar jalan, pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi), hambatan
samping dan bahu jalan/kerb, ukuran kota, untuk kajian kapasitas jalan.
3.6.5 Analisis Teknik Jalan
Tujuan dari perencanan teknis ini adalah untuk merencanakan baik
geometrik, perkerasan, sehingga menghasilkan suatu perencanaan yang sempurna,
ekonomis, serta ramah terhadap lingkungan. Adapun lingkup pekerjaan dari
perencanan teknis ini adalah:
1. Desain geometrik jalan dengan memperhatikan stabilitas lereng.
Standar geometrik jalan yang digunakan dalam pekerjaan ini udalah b.
Pedoman Desain Geometrik Jalan (Draft Akhir) Tahun 2020 no. /SE/Db/2020
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997. Penetapan
Alinyemen Horisontal, penetapan alinyemen rencana jalan akan
memperhatikan disain standar yang telah ditetapkan, misalnya
penyimpangan-penyimpangan sumbu/as jalan awal dari hasil studi kelayakan
yang mungkin terjadi dan/atau adanya perubahan penetapan penanganan ruas
jalan hasil konfirmasi ruas di lapangan. Perubahan alinyemen tersebut
dimaksudkan agar lebih baik dan lebih ideal dibanding dengan alinyemen
sebelumnya. Penetapan alinyemen horisontal akan didasarkan pada:
Standar Geometrik
a. Lokasi (STA) dan nomor-nomor titik kontrol horisontal.
b. Batas-batas lokasi dari semua data topografis yang penting seperti batas
rawa, kebun, hutan lindung, rumah, sungai dan lain-lain.
c. Perhitungan ekonomi.
d. Kerapatan tanaman/pohon-pohonan berikut % menurut diameter pohon-
pohonnya.
e. Elemen-elemen lengkung horisontal (curva data) yang direncanakan
dengan bentuk tikungan full circle atau lengkung peralihan untuk sudut
lengkung > 20 derajat.
f. Lokasi dari bangunan pelengkap dan rencana jembatan.

Penetapan Alinyemen Vertikal, setelah konsep alinyemen horisontal


disetujui oleh project officer, maka konsep alinyemen vertikal (penampang
memanjang) dapat segera dimulai. Penetapan alinyemen vertikal didasarkan
pada:
a. Standar Geometrik.
b. Tinggi muka tanah asli
c. Pengetrapan kemiringan maksimum dari lengkung horisontal (diagram
superelevasi).
d. Elevasi bangunan di sekitar rencana jalan.
e. Elemen-elemen/data-data lengkung vertikal.
f. Elevasi bangunan-bangunan pelengkap dan bangunan-bangunan
drainase.
g. Perhitungan ekonomi

Penetapan Potongan Melintang, di dalam merencanakan standar potongan


melintang Konsultan akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Rencana pengaturan lalu-lintas, termasuk penetapan lebar lajur jalan, dan
rekomendasi tentang pekerjaan-pekerjaan pelengkap, misalnya tentang
pemisah, trotoar, parapet, rambu jalan (road design), rambu lalu-lintas
(traffic sign) dan lain-lain bangunan pelengkap yang diperlukan.
b. Penetapan rencana konstruksi perkerasan jalan terutama pemecahan
masalah-masalah seperti talud, galian/timbunan badan jalan, syarat-syarat
pemadatan tanah dasar, jenis material lapis pondasi tanah, lapisan
pondasi, dan lapisan permukaan, drainase, bahu jalan, penggunaan dan
pengolahan bahan-bahan perkerasan.
c. Perhitungan struktur jalan, baik untuk pelapisan, pelebaran atau jalan
baru.
d. Rencana drainase, baik saluran memanjang maupun saluran melintang
ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang tepat sesuai
dengan keadaan setempat antara lain meliputi:
1) Penetapan jenis bangunan drainase air permukaan atau saluran
samping dan drainase bawah tanah, bila diperlukan.
2) Penetapan bangunan-bangunan pengaman dan lain-lainnya.
3) Perhitungan struktur penting lainnya yang dianggap perlu atau yang
diminta oleh Pemberi Tugas.

2. Perancangan Bangunan Geoteknik


Perancangan geoteknik yang dilakukan meliputi:
a. Perancangan badan jalan
b. Perancangan bagian galian timbunan
c. Perancangan bagian lereng
d. Perancangan longsoran jalan
e. Analisis mterial bahan jalan

3. Perancangan Drainase
Saluran drainase memegang peranan yang sangat penting dalam hal
mengumpulkan dan menyalurkan air permukaan dari daerah milik jalan,
sehingga perencanaannya harus mempunyai kapasitas yang cukup (dengan
periode ulang banjir 10 tahunan untuk jalan arteri, 7 tahunan untuk jalan
kolektor serta 5 tahunan untuk jalan lokal). Lokasi dan bentuk saluran
drainase harus direncanakan agar dapat mencegah bahaya lalu lintas, tahan
erosi, bersih terhadap hanyutan/penumpukan material yang akan mengurangi
kapasitas drainase.
Perencanaan drainase meliputi:
a. Mempelajari pola aliran sesuai dengan kondisi terrain clan rencana jalan
b. Mempelajari daerah tangkapan air yang ada pada drainase
c. Menampung dan mengalirkan air permukaan pada daerah manfaat jalan
d. Merencanakan alinyemen saluran
e. Merencanakan saluran pada daerah kaki lereng timbunan untuk
menyalurkan air permukaan pada daerah kaki lereng timbunan untuk
menyalurkan air permukaan pada daerah sekitar menuju daerah buangan
f. Merencanakan saluran di atas lereng bukit yang berfugsi untuk mencegah
rembesan air dari atas.
g. Merencanakan saluran yang berfungsi untuk terjunan atau pematah arus
pada daerah curam

4. Perancangan Perkerasan Jalan


Standar yang dipakai untuk perhitungan kontruksi perkerasan jalan dalam
pekerjaan ini adalah:
a. MDP Tahun 2017, Manual Desain Perkerasan Jalan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
b. Pd. T-01-2002-B, Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
c. Pedoman Perencanaan Perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
(Dep.Kimpraswil)

5. Perancangan Lalu Lintas


Tim harus melakukan analisis data lalu lintas (LHR yang dikonversi kedalam
nilai ESA) untuk penetapan konstruksi yang akan dipakai Pemilihan Jenis
Bahan Material, tim harus mengutamakan penggunaan bahan material
setempat sesuai dengan masukan dari laporan geoteknik. Bila bahan setempat
tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan konstruksi, maka tim harus
mengusulkan usaha-usaha peningkatan sifat-sifat teknis bahan sehingga dapat
dipakai sebagai bahan konstruksi.
Desain struktur perkerasan yang fleksibel pada dasarnya ialah menetukan
tebal lapis perkerasan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah
ditetapkan sedemikian rupa sehingga menjamin bahwa tegangan-tegangan
dan reganganregangan pada semua tingkat yang terjadi karena beban lalu
lintas, pada batasbatas tertentu yang dapat ditahan dengan aman oleh lapis
perkerasan tersebut.
Metoda ini didasarkan baik pada prosedur desain empiris seperti California
Bearing Ratio atau teori elastis linier dalam memperkirakan kedalaman bekas
roda. Ada tiga langkah utama yang akan diikuti dalam perencanaan
perkerasan jalan baru, ialah:
a. Menetapkan/memperkirakan jumlah lalu lintas (serta distribusi beban
sumbunya) yang akan melewati jalan tersebut.
b. Menetapkan kekuatan tanah dasar berdasarkan nilai CBR yang didapat
dari hasil DCP test di lapangan.
c. Mempertimbangkan kedua faktor tersebut diatas dan memilih kombinasi
yang paling ekonomis untuk bahan-bahan perkerasan serta ketebalan
lapisan yang mencukupi kebutuhan layanan yang memuaskan selama
umur rencana dengan pemeliharaan rutin yang dianggap wajar.
3.7 Perkiraan Biaya Konstruksi
Lingkup pekerjaan untuk tahapan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan kuantitas pekerjaan berdasarkan mata pembayaran standar
yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum.
2. Analisa Harga Dasar Satuan Bahan dengan mempertimbangkan jarak
lokasi pekerjaan dengan lokasi Quarry .
3. Analisa Harga Satuan Pekerjaan.
4. Perhitungan Perkiraan Biaya Pekerjaan Fisik.
3.8 Dokumen Lelang
Dokumen tender/pelelangan akan dibuat untuk masing-masing ruas.
Dokumen tender yang akan disiapkan Konsultan antara lain:
a. Buku 1 : Bab I Instruksi Kepada Peserta Lelang
: Bab II Bentuk Penawaran, Informasi Kualifikasi dan Bentuk
Perjanjian.
: Bab III Syarat-syarat Kontrak
: Bab IV Data Kontrak
b. Buku 2 Bab V.1 Spesifikasi Umum
:
: Bab V.2 Spesifikasi Khusus
c. Buku 3 : Bab VI Gambar Rencana
d. Buku 4 : Bab VII Daftar Kuantitas
: Bab VIII Bentuk-bentuk Jaminan

3.9 Penggambaran
1. Rancangan (Draft) Perencanaan Teknis
Tim harus membuat rancangan (draft) perencanaan teknis dari setiap detail
perencanaan dan mengajukannya kepada Tim Asistensi untuk diperiksa dan
disetujui. Detail perencanaan teknis yang perlu dibuatkan konsep
perencanaannya antara lain:
a. Plan (Alinyemen Horisontal) digambar diatas peta skala 1: 1000 dengan
interval garis tinggi satu meter dan dilengkapi dengan index antara lain:
1) Lokasi (STA) dan nomor-nomor titik kontrol horison / vertikal.
2) Lokasi dari semua data topografis yang penting seperti batas rawa,
kebun, hutan, lindung, rumah, sungai dan lain-lain.
3) Kerapatan tanaman / pohon-pohon berikut % menurut diameter
pohon-pohonnya.
4) Elemen-elemen lengkung horisotal (curva data) yang direncanakan
dengan bentuk tikungan full circel atau lengkung peralihan untuk
sudut lengkung > 20.
5) Lokasi dari gorong-gorong dan rencana jembatan.
b. Alinyemen Vertikal digambar dengan skala horisontal 1: 1.000 dan skala
vertikal 1: 100 yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Tinggi muka tanah asli dan tinggi nomor potongan malintang.
2) Penerapan kemiringan max. dari lengkung horisontal (diagram super
elevasi).
3) Elemen-elemen/data-data lengkung vertikal.
4) Lokasi bangunan pelengkap dan bangunan-bangunan drainase.
c. Potongan Melintang ( Cross Section )
Gambar potongan melintang di buat menerus peta topografi sesuai
keadaan pada lokasi yang ditentukan pada keadaan di atas standart sheet
dengan skala 1: 100 dan skala vertikal 1: 50.
d. Stationing dilakukan setiap interval 25 - 50 meter.
e. Potongan Melintang Standart ( Typical Cross Section )
Gambar-gambar ini dibuat dalam skala yang pantas dengan memuat
semua detail yang perlu antara lain: penampang pada daerah galian dan
daerah timbunan pada ketinggian yang berbeda-beda.
f. Bangunan Standar dan Pelengkap Drainase
g. Gambar ini mencakup semua detail bangunan-bangunan drainase seperti
turap pelindung talud, gorong-gorong, saluran batu dan lain-lainnya.
2. Spesifikasi Gambar Rencana Akhir (Final Design)
Pembuatan gambar rencana lengkap dilakukan setelah rancangan perencanaan
disetujui oleh Pemberi Tugas dengan memperhatikan koreksi dan saran yang
diberikan. Gambar perencanaan akhir tersebut selengkapnya terdiri dari:
a. Sampul luar (cover) dan sampul dalam
b. Lembar judul yang memuat lay-out jalan skala 1:50.000
c. Lembar simbol dan singkatan
d. Gambar center line rencana trase jalan skala 1:5.000 dilengkapi dengan
jalur polygon serta koordinat dari semua patok pengukuran
e. Lembar volume daftar pekerjaan
f. Typical cross section skala 1:100 dilengkapi dengan detail konstruksi
perkerasan dan saluran samping
g. Plan dan profil
1) Skala horisontal 1: 1.000, vertikal 1: 100
2) Dilengkapi dengan situasi yang ada letak, dan tanda patok kayu dan
beton, letak dan ukuran jembatan/gorong-gorong, tanda-tanda lalu
lintas dan sebagainya
h. Cross Section:
1) Skala Horizontal 1: 100, skala vertikal 1: 50
2) Dibuat setiap jarak 50 meter (25 untuk daerah extrim)
i. Lembar daftar jembatan dan gorong-gorong
j. Lembar gambar bangunan pelengkap lainnya (jika diperlukan)
Gambar rencana trase jalan ini sebelumnya diperbanyak agar dimintakan
persetujuan pemberi tugas (1set cetak biru / blue print diserahkan kepada
pemberi tugas).
BAB 4
Kriteria Desain

4.1 Kriteria Desain

4.1.1 Perancangan Geometri Jalan


Peraturan yang digunakan dalam perancangan geometri jalan adalah “Pedoman Desain Geometrik
Jalan 2021”
1. Suatu desain geometrik jalan harus menganut konsep efektif, efisien, ekonomis,
berkeselamatan, dan berwawasan Lingkungan sesuai dengan yang diatur dalam Permen PU
No.19/PRT/M/2011 tentang persyaratan teknis jalan (PTJ) dan kriterian desain teknis jalan
(KPTJ).
Semua PTJ harus dipenuhi yang meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kemampuan
jalan menyalurkan lalu lintas (kepasitas jalan), jalan masuk (akses), persimpangan sebidang,
fasilitas putar balik (pada JRY), bangunan pelengkap jalan (bangkapja) termasuk geometrik
jembatan dan drainase, perlengkapan jalan, penggunaan jalan (sesuai fungsinya), dan ketidak-
terputusan jalan.
Semua KPTJ harus diikuti yang meliputi ketentuan desain tentang tahap-tahap desain, fungsi
jalan, kelas jalan, bagian-bagian jalan (ruang jalan), dimensi (penampang melintang) jalan,
volume lalu lintas (LHRT atau qJD), kapasitas jalan terkait desain badan jalan, persyaratan
geometrik jalan terkait bagian jalan yang lurus, tikungan dan tanjakan, perlengkapan jalan
(terutama rambu, marka, dan pagar pengaman), dan kelestarian lingkungan hidup (AMDAL).

Kriteria Desain Utama


1. Kecepatan Desain

Fungsi Jalan sebagai Jalan Kolektor Primer

Bentuk Kontur berupa Datar dengan sedikit berkontur bukit

Rentang Kecepatan Desain (Vd) sebesar 15-40 Km/Jam

Penentuan Vd 40 Km/Jam
2. Kelas penggunaan jalan
Berdasarkan Tabel 5.1 Proyek Jalan Tasikmalaya - Sumedang itu termasuk ke dalam Jalan
Kelas III.

Berdasarkan Pedoman Desain Geometrik Jalan 2021, Jalan Kelas III meliputi:

-Jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan


-Dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,2 m, ukuran panjang
tidak melebihi 9 m, ukuran paling tinggi 3,5m, dan muatan sumbu terberat 8 ton.

Kriteria Desain Lainnya


1. Tipe jalan, ukuran jalan, dan SPPJ

2. Jenis perkerasan

3. Ruang jalan

4. Geometrik pada Bangkapja dan Perlengkapan jalan


4.1.2 Perkerasan Jalan
Struktur Perkerasan
Desain perkerasan berdasarkan beban lalu lintas rencana dan pertimbangan biaya terendah
ditunjukan pada:
Bagan Desain - 3 Perkerasan Lentur,
Bagan Desain - 4 Perkerasan Kaku,
Bagan Desain - 5 Perkerasan Berbutir dengan Laburan,
Bagan Desain - 6 Perkerasan Tanah Semen, dan
Bagan Desain - 7 Perkerasan Berbutir dan Perkerasan Kerikil.

Metode Desain Perkerasan Lentur dengan Lapis Beraspal

4.1.3 Drainase
4.1.3.1 PERENCANAAN TATA LETAK SISTEM JARINGAN DRAINASE

Dalam melakukan perencanaan layout sistem jaringan drainase, ada


beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
- Sumber air buangan
- Diskripsi Lingkungan Fisik
- Tata Letak

4.1.3.2 Sumber Air Buangan


Secara umum sumber-sumber air buangan kota dibagi dalam
kelompok-kelompok (disesuaikan dengan perencanaan air minum yang
ada) , diantaranya :
- dari rumah tangga
- dari perdagangan
- dari industri sedang dan ringan
dari pendidikan
- dari kesehatan
- dari tempat peribadatan
- dari sarana rekreasi
Untuk menghindari terjadinya pembusukan dalam pengaliran air
buangan harus sudah tiba di bangunan pengolahan tidak lebih dari 18
jam, untuk daerah tropis.
Dalam perencanaan, estimasi mengenai total aliran air buangan dibagi
dalam 3(tiga) hal yaitu :
- Air buangan domestik : maksimum aliran air buangan domestik
untuk daerah yang dilayani pada periode waktu tertentu.
- Infiltrasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah
pelayanan dan sepanjang pipa)
- Air buangan industri dan komersial : tambahan aliran maksimum
dari daerah-daerah industri dan komersial.
Pada sistem pengumpulan air buangan yang diperhatikan ada 2
macam air buangan, yaitu air hujan dan air kotor (bekas). Cara atau
sistem buangan ada 3(tiga), yaitu :
- Sistem terpisah
Air kotor dan air hujan dilayani oleh sistem saluran masing-masing
secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan antara lain :
a. Periode musim hujan dan kemarau yang terlalu lama;
b. Kuantitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan;
c. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu
sedangkan air hujan tidak perlu dan harus secepatnya dibuang
ke sungai yang terdapat pada daerah yang ditinjau.
- Sistem tercampur
Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama.
Saluran ini harus tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas
beberapa pertimbangan, antara lain :
a. Debit masing-masing buangan relative kecil sehingga dapat
disatukan;
b. Kuantitas air buangan dan air hujan tidak jauh berbeda;
c. Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relative kecil.
- Sistem kombinasi
Merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan saluran air
hujan dimana pada waktu musim hujan air buangan dan air hujan
tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan air hujan
berfungsi sebagai pengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini
tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan
interceptor.
Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan
sistem adalah :
- Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan
disalurkan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas
curah hujan pada daerah pelayanan.
- Umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan
secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut.
- Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi
air hujan yang tidak tetap.

4.1.4 Geoteknik

Anda mungkin juga menyukai