PENDAHULUAN
Salah satu proyek yang sedang diupayakan adalah Proyek jalan baru Tasikmalaya -
Sumedang. Proyek jalan baru yang menghubungkan Tasikmalaya ke Sumedang memiliki
relevansi yang signifikan dalam pengembangan infrastruktur di wilayah ini. Wilayah
Tasikmalaya dan Sumedang adalah dua kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan penduduk dan industri di daerah ini telah
mengakibatkan peningkatan lalu lintas yang signifikan. Jalan-jalan yang ada saat ini tidak
lagi mampu menampung volume kendaraan yang semakin meningkat, menyebabkan
kemacetan lalu lintas yang sering terjadi. Hal ini berdampak negatif pada mobilitas
penduduk, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, wilayah Tasikmalaya dan Sumedang memiliki potensi ekonomi dan
pertumbuhan yang besar. Meningkatkan konektivitas antara dua kota ini akan memungkinkan
pengembangan lebih lanjut dalam berbagai sektor, seperti pertanian, perdagangan, pariwisata,
dan industri. Proyek jalan baru akan membuka peluang untuk investasi dan pertumbuhan
ekonomi yang lebih besar, serta memperbaiki akses ke pasar lokal dan nasional. Kondisi jalan
yang buruk juga dapat membahayakan keselamatan masyarakat. Insiden kecelakaan lalu
lintas seringkali terjadi karena kondisi jalan yang tidak memadai. Oleh karena itu, perbaikan
dan perluasan jalan akan berkontribusi pada peningkatan keselamatan dan kesejahteraan
masyarakat
1.2 Maksud dan Tujuan
● Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk membuat Perencanaan Awal Jalan (Basic
Design) beserta Rencana Anggaran Biaya untuk ruas jalan yang dimaksud, dengan
meninjau trase jalan yang akan didesain.
● Tujuan dari pekerjaan ini adalah menghasilkan Dokumen Perencanaan Awal Jalan
(Basic Design) yang sesuai kaidah perencanaan dan dapat memenuhi standar
keselamatan dalam berkendara..
Sasaran yang ingin dicapai dari layanan Jasa Konsultansi BARRFA ini, adalah
terwujudnya perencanaan Awal Jalan (Basic Design) pada Ruas Jalan Tasikmalaya-
Sumedang sebagai dasar perencanaan teknis jalan guna menunjang peningkatan kualitas
konstruksi ruas jalan serta mewujudkan pelaksanaan pekerjaan yang utuh terkait Basic
Design Jalan baru Tasikmalaya-Sumedang.
1.5 Lingkup Pekerjaan
Berdasarkan kerangka acuan kerja, maka lingkup kegiatan yang ditetapkan adalah:
1. Survei Pendahuluan
meliputi:
Peta topografi skala 1: 250.000 s/d 1:25.000 atau yang lebih besar.
selanjutnya.
rencana jalan
d) Pemasangan patok pada jarak setiap 5 km, pada awal dan akhir
penanganan
e) Gambar ukur yang berupa gambar situasi digital dengan skala 1 : 1000
potongan melintang.
Jenis kegiatan dan ketentuan teknis survey perkerasan jalan ini adalah
sebagai berikut:
Analisis data hasil inventarisasi jalan meliputi Perkerasan jalan, median dan
trotoar, drainase jalan dan gorong – gorong, utilitas tiang listrik, Telkom,
Analisis dan Kajian Lalu Lintas meliputi lalu lintas harian rata-rata,
untuk jalan tak terbagi), hambatan samping dan bahu jalan/kerb, ukuran
Analisis Data Hidrologi dan Hidrolika meliputi analisis data curah hujan dan
a. Perikehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata, dan
seimbang.
b. Daya guna dan hasil guna upaya pertahanan keamanan negara.
Penyelenggara jalan umum wajib mengusahakan agar jalan dapat digunakan sebesarbesar
kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dengan
mengusahakan agar biaya umum perjalanan menjadi serendah rendahnya
Penyelenggara jalan umum wajib mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah yang sudah
berkembang agar pertumbuhannya tidak terhambat oleh kurang memadainya prasarana
transportasi jalan, yang disusun dengan mempertimbangkan pelayanan kegiatan perkotaan.
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan klasifikasi jalan umum
berdasarkan sistem, fungsi, status dan kelas. Maksud dari klasifikasi jalan umum tersebut
adalah pembagian kewenangan pembinaan jalan, sehingga jelas pihak yang bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan jalan. Bentuk kegiatan penyelenggaraan sebagaimana yang
disebutkan dalam UU tentang jalan tersebut adalah meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan dan pengawasan jalan.
Klasifikasi jalan umum di indonesia terbagi berdasarkan sistem, fungsi, status, dan kelas.
Klasifikasi jalan umum berdasarkan sistem terbagi atas sistem jaringan jalan primer dan
sekunder. Ciri khas dari pembagian jaringan jalan berdasarkan sistem adalah perannya
sebagai pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan wilyah di tingkat nasional
dan kawasan perkotaan. Klasifikasi jalan umum berdasarkan fungsi terbagi atas jalan arteri,
kolektor, lokal dan lingkungan. Peranan yang didukung oleh klasifikasi jalan umum
berdasarkan fungsi adalah pelayanan terhadap angkutan utama, pengumpul, setempat dan
lingkungan dengan dukungan jarak perjalanan, rata-rata kecepatan dan jumlah jalan yang
masuk. Dukungan tersebut tergantung pada jenis fungsi dari setiap jalan umum.
Klasifikasi menurut status terbagi atas jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota dan desa.
Penjelasan mengenai masing-masing bentuk klasifikasi jalan umum berdasarkan UU No. 38
tahun 2004 tentang Jalan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Sedangkan klasifikasi jalan
umum berdasarkan kelas hanya meliputi jalan bebas hambatan, dimana pengaturan mengenai
kelas jalan dapat mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan pada LLAJ.
1. Menurut sistem
a. sistem jaringan jalan primer
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yg berwujud pusat kegiatan
b. Sistem jaringan jalan sekunder
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan
2. Menurut Fungsi
a. Jalan arteri
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
b. Jalan kolektor
c. Jalan lokal
d. Jalan lingkungan
3. Menurut Status
a. Jalan nasional
jalan arteri & jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan
tol
b. Jalan provinsi
Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk Jalan
Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum
dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan
strategis kabupaten
d. Jalan kota
e. Jalan Desa
4. Menurut kelas
a. Jalan bebas hambatan
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
pengawasan jalan.
a. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
b. Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.
c. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan
yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
d. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan
ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit denganukuran sebagai berikut :
- Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter.
- Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter.
- Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter.
- Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter.
- Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter.
- Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter. J
- Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter.
- Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter.
- Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan mengenai penyelenggaraan jalan yang terdiri dari kegiatan pengaturan,
pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.
Berdasarkan UU jalan dan UU lalu lintas, jalan umum dioperasikan setelah ditetapkan
memenuhi persyaratan laik fungsi jalan umum secara teknis dan administratif. Persyaratan
teknis jalan yang dimaksud terdiri dari:
Mengacu pada pasal 12 (1) PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang menyebutkan bahwa
persyaratan teknis jalan meliputi: kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan
masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan
sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus yang mana bahwa persyaratan teknis jalan
tersebut harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan dan lingkungan (ps 12 (2)), maka
penyelenggara jalan harus memenuhi persyaratan keteknikan jalan untuk asas keamanan,
serta memenuhi persyaratan teknis kondisi permukaan jalan dan kondisi geometrik jalan
untuk asas keselamatan. Dan sebagai jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang
menghubungkan antaribukota provinsi, jalan tol dan jalan strategis nasional, maka
persyaratan teknis jalan nasional termasuk jalan strategis nasional berdasarkan pasal 12 PP
34/2006 adalah seperti berikut :
1. Arteri Primer
- Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dan lebar
badan jalan paling sedikit 11 meter.
- Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
- Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu
lintas lokal, dan kegiatan lokal
- Jumlah jalan masuk dibatasi sedemikian rupa sehingga persyaratan butir (1),
(2), (3) terpenuhi
- Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
ketentuan pada butir (1), (2), dan (3) terpenuhi
- Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan
2. Kolektor Primer
- Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam dan lebar
badan jalan paling sedikit 9 meter.
- Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
- Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan butir (1),
(2), (3) terpenuhi
- Persimpangan sebidang dgn pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan
butir (1),(2),(3)
- Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan
Selain pengelompokkan jalan berdasarkan fungsi dan status, jalan juga dikelompokkan dalam
kelas jalan dengan spesifikasi yang ditetapkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan. Berdasarkan hasil
perbandingan persyaratan teknis fungsi jalan nasional dan spesifikasi kelas jalan, dapat
disimpulkan bahwa ruas jalan nasional termasuk kedalam kategori kelas jalan bebas
hambatan dan kelas jalan raya, dengan spesifikasi kelas jalan dalam tabel dibawah ini.
1. Bebas Hambatan
- Pengendalian jalan masuk secara penuh
- Tidak ada persimpangan sebidang
- Dilengkapi pagar ruang milik jalan
- Paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah.
2. Jalan Raya
- Merupakan jalan umum untuk lalu lintas secara menerus
- Pengendalian jalan masuk terbatas
- Dilengkapi dengan median
- Paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah
- Lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
Elemen kriteria desain teknis geometri merupakan turunan selanjutnya dari kriteria desain
utama yang tujuannya adalah menentukan dimensi penampang melintang jalan yang meliputi
jalur lalu lintas, bahu, median (jika ada), pilihan perkerasan jalan, dan ruang jalan.
Jalur lalu lintas harus didesain agar mampu melayani arus lalu lintas yang direpresentasikan
oleh qJD, sesuai dengan kualitas pelayanan yang diharapkan selama umur desainnya.
qJD ditetapkan dari LHRT tahun berjalan yang diproyeksikan sesuai dengan usia
desain/pelayanan geometrik (umumnya 20 tahun) ke akhir tahun desain. Kecuali pada
konstruksi yang didesain bertahap, akhir tahun konstruksi bertahap adalah akhir tahun tahap
yang sedang dianalisis.
LHRT pada tahun awal dapat diperoleh dari survei langsung pada jalan yang akan
ditingkatkan atau dari suatu kajian transportasi untuk jalan baru yang sebelumnya tidak ada.
Cara melakukan perhitungannya untuk mendapatkan LHRT per komposisi kendaraan
termasuk prosentase truk dan bus besar, agar mengacu kepada pedoman perhitungan lalu
lintas yang berlaku.
Manfaat lain dari hasil survei lalu lintas ini, dapat digunakan untuk menghitung beban lalu
lintas kendaraan berupa jumlah kumulatif ekivalen beban standar (CESA) sebagai dasar
mendesain perkerasan jalan (MDP, 2017) yang akan diaplikasikan pada jalan yang
geometriknya sedang didesain sehingga kemampuan menampung dan kemampuan kekuatan
jalan konsisten.
Untuk mempertimbangkan apakah suatu ruas jalan eksisting harus sudah ditingkatkan
kapasitasnya atau belum, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap tingkat RVK ruas jalan
tersebut (Permen 19/2011, pasal (11) dan pasal (54)). Ada dua persyaratan yang mendasari
keputusan untuk meningkatkan suatu ruas jalan eksisting, adalah: \
Ada dua bentuk tikungan yang sering digunakan, yaitu 1) Full Circle (F-C); dan 2)
SpiralCircle-Spiral (S-C-S);
a. Full-Circle (F-C)
b. Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Saat menetapkan umur desain ini, harus dipertimbangkan kemungkinan penerapan cara
konstruksi bertahap selama umur desain untuk meminimalkan biaya pada awal konstruksi
yang kemudian dilanjutkan secara bertahap sesuai dengan peningkatan volume lalu lintas dan
ketersediaan anggaran. Pada konstruksi bertahap, harus dipertimbangkan volume lalu lintas
desain dan klasifikasi jalan di akhir umur desain untuk mempersiapkan pembebasan lahan
bagi Rumija yang dibutuhkan dan pembatasan kelandaian paling besar, sehingga sejak awal
sudah tersedia Rumija untuk digunakan sampai dengan tahap akhir konstruksi. Rumija
tersebut harus sudah melingkupi alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal yang sejak
awal sampai dengan akhir usia rencana sudah didesain penuh tanpa akan ada perubahan lagi.
Jadi, yang dapat dilakukan konstruksinya secara bertahap adalah penampang melintang saja
1. Perkerasan Lentur
2. Perkerasan Kuku
Dimensi butir 1 s.d. 3 diatur ukuran paling kecilnya dalam Permen 19/2011; butir 4 s.d. 7
didesain sesuai kebutuhan dan mengacu pada peraturan tentang perlengkapan jalan yang
terkait langsung dengan Pengguna Jalan; dan butir 8 s.d. 10 didesain dengan mengacu pada
peraturan tentang perlengkapan jalan yang tidak terkait langsung dengan Pengguna Jalan.
Perencanaan Perkerasan Jalan akan mengikuti Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017
untuk jalan dengan jenis perkerasan lentur dan jalan dengan perkerasan kaku. Peraturan MDP
2017 tersebut mengacu pada aturan sebelumnya yaitu:
Acuan peraturan pada pekerjaan perancangan perkerasan lentur adalah mengacu pada
peraturan Manual Desain Perkerasan Tahun 2017 dan Pedoman Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Struktur lapisan perkerasan lentur dibagi menjadi 3 bagian yaitu lapis permukaan (surface
course berupa perkerasan lentur, lapis pondasi (base course), lapis pondasi bawah (sub base
course) dan berdiri di atas subgrade (tanah dasar) seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
Prosedur-prosedur yang harus diikuti sebagaimana diuraikan di setiap sub bab referensi:
Dari data hujan harian maximum dilakukan analisa curah hujan rencana maximum. Data ini
selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan debit banjir rencana. Curah hujan rencana
diambil untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, dan 1000 tahun. Analisa curah hujan
maksimum rencana akan dilakukan dengan metoda statistik. Sebararan teoritis yang
digunakan dalam analisis frekuensi dari berbagai metoda, yaitu metoda Gumbel, Log-Pearson
tipe III, Log-Normal 2 parameter.
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang
telah dipilih dapat mewakili dari distribusi sampel data yang dianalisis.
Data yang tersedia adalah data hujan harian sehingga untuk mendapatkan kurva IDF
dilakukan konversi hujan harian menjadi menitan dengan rumus Mononobe.
Dengan
3.1 Umum
Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka
sebelumnya perlu dibuat suatu pendekatan teknis agar dapat dilaksanakan secara
sistematis dan praktis, sehingga tercapai sasaran efisiensi biaya, mutu dan waktu
kerja. Seperti telah dijelaskan di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka di
dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan akan menggunakan standar – standar
perencanaan yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Standar perencanaan
No. Dokumen Uraian
1. SNI 19-9001:2001 Standar Nasional Indonesia tentang Sistem
Manajemen Mutu
2. NSPM No. 010 / PW / Pedoman Pengukuran Topografi untuk
2004 Pekerjaan jalan dan Jembatan Buku 1 s/d
Buku 4
3. SNI 03-1743-1989 Standar Nasional Indonesia Tentang
Pemeriksaan Daya Dukung Tanah Dasar
dengan Dynamic Cone Penetrometer
4. MKJI 1997 Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
5. NSPM No. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
038/TBM/1997 Antar Kota
6. 02/M/BM/2013 Manual Desain Perkerasan Jalan
7. PD. T-05-2005-B Pedoman Teknik Perencanaan Tebal Lapis
Tambah Perkerasan dengan Metode
Lendutan
8. Pd T-14-2003 Standar Nasional Indonesia tentang
Perencanaan Jalan Beton Semen
9. NSPM No. 008 / T / Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
BNKT / 1990
10. Permen PU. No Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
19/PRT/M/2011 Perencanaan Teknis Jalan
11. NSPM No. 028 / T / BM / Panduan Analisis Harga Satuan
1995
12. Kepmen PU No. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
257/KPTS/2004 Tentang Dokumen Pelelangan Standar
13. PP No. 34 Tahun 2006 Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia
Tentang Jalan
4. Pengukuran Situasi
Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri.
b. Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolith T0).
c. Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup
semua keterangan-keterangan yang ada didaerah sepanjang rencana jalan
tersebut.
d. Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan
lain pengukuran harus diperluas (lihat pengukuran khusus).
e. Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat disekitar jalur jalan
perlu diberi tanda diatas peta dan difoto (jenis dan lokasi material).
6. Pemasangan Patok
Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan dilaksanakan sebagai
berikut :
a. Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan harus dipasang
setiap 1 Km dan pada perpotongan rencana jalan dengan sungai (2 buah
seberang menyeberang). Patok beton tersebut ditanam kedalam tanah
dengan kedalaman 15 cm
b. Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda
BM dan nomor urut.
c. Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-pohon disekitar
patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.
d. Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat kuning
dengan tulisan hitam yang diletakkan disebelah kiri kearah jalannya
pengukuran.
e. Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang terletak disumbu
jalan diberi paku dengan dilingkari cat kuning sebagai tanda.
3.5.3 Survey Hidrologi Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan survey hidrologi untuk perencanaan jalan terdiri dari
beberapa bagian pekerjaan yaitu :
1. Menyiapkan peta topografi dengan skala 1:250.000 serta peta situasi dengan
skala 1:1000.
2. Mencari sumber data iklim yang valid, yaitu dari Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG).
3. Memilah dan memilih data iklim terutama data curah hujan, yang
berkesesuaian dengan lokasi proyek.
4. Melakukan survey lapangan dan merekam hasilnya dalam catatan
menyangkut saluran samping, gorong-gorong dan jembatan.
5. Saluran samping dicatat kondisi eksistingnya dan kondisi pengembangan
sesuai kebutuhan yang diakibatkan perubahan guna lahan.
6. Gorong-gorong dicatat kondisi eksistingnya menyangkut diameter,
kondisi fungsi, kondisi terakhir aliran air.
7. Jembatan eksisting dicatat kondisi dimensi lebar bentang dan kondisi terkhir
struktur atas dan strukstur bawah, dilihat kebutuhan penanganan
pemeliharaan dan peningkatan jika perlu.
8. Data iklim dan curah hujan digunakan sebagai input dalam perhitungan debit
banjir rencana untuk menentukan ukuran dimensi saluran, gorong-gorong dan
aspek struktur serta jagaan jembatan, yang akan dilaporkan dalam buku
Perhitungan Disain.
Di mana:
S = Sudut ukuran poligon
d = Jarak ukuran poligon
i = Nomor titik poligon (i = 1,2,3,...n)
X = X° + X
3. Perancangan Drainase
Saluran drainase memegang peranan yang sangat penting dalam hal
mengumpulkan dan menyalurkan air permukaan dari daerah milik jalan,
sehingga perencanaannya harus mempunyai kapasitas yang cukup (dengan
periode ulang banjir 10 tahunan untuk jalan arteri, 7 tahunan untuk jalan
kolektor serta 5 tahunan untuk jalan lokal). Lokasi dan bentuk saluran
drainase harus direncanakan agar dapat mencegah bahaya lalu lintas, tahan
erosi, bersih terhadap hanyutan/penumpukan material yang akan mengurangi
kapasitas drainase.
Perencanaan drainase meliputi:
a. Mempelajari pola aliran sesuai dengan kondisi terrain clan rencana jalan
b. Mempelajari daerah tangkapan air yang ada pada drainase
c. Menampung dan mengalirkan air permukaan pada daerah manfaat jalan
d. Merencanakan alinyemen saluran
e. Merencanakan saluran pada daerah kaki lereng timbunan untuk
menyalurkan air permukaan pada daerah kaki lereng timbunan untuk
menyalurkan air permukaan pada daerah sekitar menuju daerah buangan
f. Merencanakan saluran di atas lereng bukit yang berfugsi untuk mencegah
rembesan air dari atas.
g. Merencanakan saluran yang berfungsi untuk terjunan atau pematah arus
pada daerah curam
3.9 Penggambaran
1. Rancangan (Draft) Perencanaan Teknis
Tim harus membuat rancangan (draft) perencanaan teknis dari setiap detail
perencanaan dan mengajukannya kepada Tim Asistensi untuk diperiksa dan
disetujui. Detail perencanaan teknis yang perlu dibuatkan konsep
perencanaannya antara lain:
a. Plan (Alinyemen Horisontal) digambar diatas peta skala 1: 1000 dengan
interval garis tinggi satu meter dan dilengkapi dengan index antara lain:
1) Lokasi (STA) dan nomor-nomor titik kontrol horison / vertikal.
2) Lokasi dari semua data topografis yang penting seperti batas rawa,
kebun, hutan, lindung, rumah, sungai dan lain-lain.
3) Kerapatan tanaman / pohon-pohon berikut % menurut diameter
pohon-pohonnya.
4) Elemen-elemen lengkung horisotal (curva data) yang direncanakan
dengan bentuk tikungan full circel atau lengkung peralihan untuk
sudut lengkung > 20.
5) Lokasi dari gorong-gorong dan rencana jembatan.
b. Alinyemen Vertikal digambar dengan skala horisontal 1: 1.000 dan skala
vertikal 1: 100 yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Tinggi muka tanah asli dan tinggi nomor potongan malintang.
2) Penerapan kemiringan max. dari lengkung horisontal (diagram super
elevasi).
3) Elemen-elemen/data-data lengkung vertikal.
4) Lokasi bangunan pelengkap dan bangunan-bangunan drainase.
c. Potongan Melintang ( Cross Section )
Gambar potongan melintang di buat menerus peta topografi sesuai
keadaan pada lokasi yang ditentukan pada keadaan di atas standart sheet
dengan skala 1: 100 dan skala vertikal 1: 50.
d. Stationing dilakukan setiap interval 25 - 50 meter.
e. Potongan Melintang Standart ( Typical Cross Section )
Gambar-gambar ini dibuat dalam skala yang pantas dengan memuat
semua detail yang perlu antara lain: penampang pada daerah galian dan
daerah timbunan pada ketinggian yang berbeda-beda.
f. Bangunan Standar dan Pelengkap Drainase
g. Gambar ini mencakup semua detail bangunan-bangunan drainase seperti
turap pelindung talud, gorong-gorong, saluran batu dan lain-lainnya.
2. Spesifikasi Gambar Rencana Akhir (Final Design)
Pembuatan gambar rencana lengkap dilakukan setelah rancangan perencanaan
disetujui oleh Pemberi Tugas dengan memperhatikan koreksi dan saran yang
diberikan. Gambar perencanaan akhir tersebut selengkapnya terdiri dari:
a. Sampul luar (cover) dan sampul dalam
b. Lembar judul yang memuat lay-out jalan skala 1:50.000
c. Lembar simbol dan singkatan
d. Gambar center line rencana trase jalan skala 1:5.000 dilengkapi dengan
jalur polygon serta koordinat dari semua patok pengukuran
e. Lembar volume daftar pekerjaan
f. Typical cross section skala 1:100 dilengkapi dengan detail konstruksi
perkerasan dan saluran samping
g. Plan dan profil
1) Skala horisontal 1: 1.000, vertikal 1: 100
2) Dilengkapi dengan situasi yang ada letak, dan tanda patok kayu dan
beton, letak dan ukuran jembatan/gorong-gorong, tanda-tanda lalu
lintas dan sebagainya
h. Cross Section:
1) Skala Horizontal 1: 100, skala vertikal 1: 50
2) Dibuat setiap jarak 50 meter (25 untuk daerah extrim)
i. Lembar daftar jembatan dan gorong-gorong
j. Lembar gambar bangunan pelengkap lainnya (jika diperlukan)
Gambar rencana trase jalan ini sebelumnya diperbanyak agar dimintakan
persetujuan pemberi tugas (1set cetak biru / blue print diserahkan kepada
pemberi tugas).
BAB 4
Kriteria Desain
Penentuan Vd 40 Km/Jam
2. Kelas penggunaan jalan
Berdasarkan Tabel 5.1 Proyek Jalan Tasikmalaya - Sumedang itu termasuk ke dalam Jalan
Kelas III.
Berdasarkan Pedoman Desain Geometrik Jalan 2021, Jalan Kelas III meliputi:
2. Jenis perkerasan
3. Ruang jalan
4.1.3 Drainase
4.1.3.1 PERENCANAAN TATA LETAK SISTEM JARINGAN DRAINASE
4.1.4 Geoteknik