Anda di halaman 1dari 10

PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI MONGOL

A. Pendahuluan

Sejarah telah mencatat keganasan bangsa-bangsa adidaya atas bangsa


lemah. Mongol, adalah satu nama diantara sekian bangsa penindas, bangsa yang
tadinya terbelakang, setelah melakukan ekspansi militer besar-besaran ditunjang
persatuan yang kuat, mampu memberanguskan setiap 'musuh' yang dijumpai, tak
pernah kenal rasa kasihan, ekspansi yang dilakukan, merambah hampir ke seluruh
dunia, agama tidak mampu menghentikan kedigdayaan mereka, sekalipun pernah
kalah, itu tidak menyulutkan semangat 'juang' bangsa Mongol yang datang dari Asia
tengah ini, sehingga jadilah mereka bangsa yang pernah memiliki peradaban tatkala
bersentuhan dengan islam, tapi kemudian mengalami kemunduran, bahkan
keberadaan mereka saat ini hampir tidak dikenal masyarakat dunia.

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar


200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu'tasim betul-betul
tidak berdaya dan tidak mampu membendung "badai" tentara Hulagu/Hulaku Khan.
Kota Baghdad dihancurkan rata dengan tanah, dan Hulagu Khan menancapkan
kekuasaan di Banghdad selama dua tahun sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria
dan Mesir. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol
bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari
masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin Hulagu Khan tersebut.

B. Mongol dan Karakteristik Mongolian.

1. Bangsa Mongol
Bangsa Mongol (Mongolian) berasal dari daerah pegunungan Mongolia
yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan
Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja
Khan, yang mempunyai dua putera kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putera itu
melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai
anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di
kemudian hari. Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa
Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup dari
hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu
mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara

1
sesama mereka maupun dengan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga
mereka.

Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai


watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam
mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada
pemimpinnya. Mereka biasa mengikuti pemimpin mereka yang memiliki
pandangan dan kekuatan magis, seperti sebuah kekuatan panggilan "menuju
kegelapan" untuk menghadapi pihak musuh. Hal ini sungguh memberikan
pengaruh bahwa "ruh" betul-betul punya pengaruh penting di dalam
kehidupan. Mereka juga tergolong penganut agama Syamaniah (Syamanism),
menyembah bintang-bintang dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.
Ada empat orang pemimpin Mongolia yang cukup terkenal dan disegani dalam
sejarah perkembangan Mongol, yaitu:

a. Jenghis Khan (7 H/12-13 M)


b. Hulaku/Hulagu (7 H/13 M)
c. Timurlank (8 H/14M)
d. Zhahiruddin Babur (10 H/14 M)

2. Proses Kemajuan Mongol

Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa


kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan. la herhasil menyatukan kelompok-
kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, puteranya,
Timujin yang masih berusia antara 13-14 tahun tampil sebagai pemimpin.
Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan
menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu
pasukan yang teratur dan tangguh.

Pada tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis Khan, Raja Yang Perkasa.
Sejak dilantik sebagai raja, Jengis Khan semakin getol dalam ekspedisi
ketentaraan, dan sesungguhnya dia bercita-cita untuk menguasai dunia. la
menetapkan suatu undang-undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk
mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban/yang sama
dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa
kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap
kelompok dipimpin oleh seorang komandan. Dengan demikian bangsa Mongol
mengalami kemajuan pesat di bidang militer.

3. Ekspansi Perdana Mongol.

Pasukan perang Mongol terorganisasi dengan baik sebagai tindak lanjut


dalam mewujudkan cita-cita menguasai dunia seorang Jengis Khan, ia berusaha

2
memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan dan ekspansi
terhadap daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke kerajaan Cina. la
herhasil menduduki Peking tahun 1215 M, Hingga ke Smirechya di Turkistan
Utara (1218 M). Sasaran selanjutnya adalah negeri-negeri Islam yang letaknya
tidak jauh dari situ, Khwarizm di Asia tengah.

Serangkaian peristiwa lainnya yang membawa Mongol kepada


kegemilangan mempercepat invasi Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Setelah
Rusia Selatan direbut, Jenghis berencana menghadapai pemberontak di Selatan
China, tapi malang nasibnya, Jenghis justru meninggal di tepi sungai Chali,
Mongolia (1227 M).

Wilayah kekuasaannya meluas ke seluruh Eurasia di Timur sampai Laut


Pasifik dan Barat sampai Laut Hitam. Kekuasaan yang sangat luas wilayah ini
dibagi kepada keempat anaknya: Jochi, Chaghtay, Oghtay, dan Toluy.

C. Peradaban Islam (Dinasti Abbassiyah) pra-Ekspansi Mongol

Jauh sebelum Mongol menyerang Dinasti Abbassiyah, kondisi masyarakatnya


cukup memprihatinkan disebabkan berbagai macam konflik yang terjadi dalam
tubuh Dinasti ini, baik itu konflik internal maupun eksternal.

Kerajaan Abbassiyah sejak semula telah terbagi ke beberapa negeri dan


wilayah, bahkan di antara negeri-negeri itu ada yang memisahkan diri dari kerajaan
Abbassiyah di pusat, sebut saja kerajaan Fatimiyah di Mesir dan kerajaan Bani
Umayyah di Spanyol. Hal ini termasuk di antara konflik internal dinasti Abbassiyah.
Adapaun model pemerintahan negeri-negeri tersebut sebagai berikut:

- Memilih sendiri khalifah yang memimpin


- Masih bernaung kepada pemimpin pusat (sebatas nama saja) akan tetapi
mereka bebas menetukan kebijakan di wilayah-wilayah yang mereka
kuasai.
- Berani memberontak tatkala bersebrangan pendapat dengan kebijakan
pusat.
- Memegang semua kendali dan mengatur penduduk mereka tanpa campur
tangan pusat.

Menurut Mahayudin Hj. Yahaya, kerajaan Abbassiyah seperti hilang kuasanya


tatkala Parsi dan Turki masuk ke tubuh pemerintahan Abbassiyah, bukti-bukti akan
hal itu diantaranya adalah:

 Kuasa khalifah berpindah kepada Wazir atau Amir al-'Umara dari bangsa non-
Arab, Turki, Parsi dan Kurdi.
 Amir atau Sultan yang ditunjuk, secara tidak langsung mengendalikan dan
menguasai pemerintahan Pusat di Baghdad.
3
 Setiap wilayah yang ditaklukan akan segera berpindah tangan kepada Gubernur
terpilih serta berhak mengatur roda pemerintahan di wilayah itu.
 Pemberian hak memerintah kepada setiap Gubernur melahirkan ambisi
menguasai wilayah sehingga hubungan pusat dan wilayah mulai renggang.

D. Mongol dan Kehancuran Peradaban Islam di Baghdad


berkuasa selama ratusan tahun ini. Adapun faktor ekkternal tersebut adalah
serangan Bangsa Mongol yang bekerja sama dengan pengkhianat kerajaan beraliran Syi'ah.
Berkenaan dengan hal ini, ada hal-hal penting yang patut dimunculkan untuk mengetahui
kebenaran sejarah hancurnya Dinasti Abbassiyah. Jika ditilik lebih jauh, sebenarnya
penyerbuan Bangsa Mongol ke Baghdad yang ketika itu dipimpin oleh Khalifah al-Mu'tasim
bukanlah murni penyerangan bangsa Mongol atau kekuatan bala tentara mereka, tapi
dibalik kesuksesan itu, kerja sama pemimpin Mongol, Hulagu, dengan orang dekat khalifah
telah memberi andil besar, hingga Mongol mampu memberanguskan kota Baghdad rata
dengan tanah.

Adalah Wazir al-Qami (al-Qemi) lah pengkhianat kerajaan yang telah 'membantu'
Hulagu dan pasukannya. Jauh sebelum penyerangan Mongol, telah terjadi peperangan lokal
antara dua sekte, Sunni dan Syi'ah, yang mana banyak orang Syi'ah terbunuh, inilah yang
memicu sakit hati al-Qami, sang penganut Syi'ah itu mengkhianati khalifah al-Mu'tasim.
Meskipun telah terjadi perundingan damai, tapi tetap saja khalifah al-Mu'tasim bersama
300 menteri juga para-Qadi dibunuh oleh Hulagu. Namun menurut Ira M. Lapidus,
kehancuran dinasti Abbasiyah disebabkan oleh perubahan politik, sosial, dan ekonomi yang
mengantarkan pada proses Negara-negara kecil menggantikan imperium tunggal.

Kemenangan Hulagu tersebut, manghantarkan kepada masa gemilangnya Mongol,


sekaligus kehancuran peradaban Islam di Baghdad. Pujian demi pujian diberikan kepada
Hulagu sehingga ia dijuluki "ilkhan" yang berarti Khan yang Agung, Sebuah gelar yang
diwariskan turun-temurun kepada keturunannya. Dinasti Ilkhaniyah dan Perkembangan
Peradaban "Ilkhaniyah" adalah asal kata dari "ilkhan", berarti Khan yang Agung, gelar yang
diberikan kepada Hulagu karena telah memperoleh kemenangan, yang kemudian
Kemajuan pesat bangsa Arab sudah terlihat sejak, abad ke-7 M, kekuatan Islam
mencakup Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Namun kemudian mengalami
kemunduran pada abad ke-11 M. Proses kemajuan itu juga terjadi pada Dinasti
Abbasiyah.

Menurut Ibnu khaldun, sebuah kepemimpinan dalam sebuah Dinasti hanya


akan bertahan tidak lebih dari 100 tahun, ini terkait dengan natural system.
Demikian juga yang dialami Dinasti Abbasiyah, kemundurannya terlihat pasca
kekuasaan Khalifah Wasiq (842-847 M), kemunduran atau kehancuran total Dinasti
Abbasiyah ini terjadi tatkala Mongol menyerang dan memberanguskan Baghdad.
Akan tetapi, peristiwa buruk yang menodai sejarah peradaban islam hingga
meruntuhkan Dinasti Islam terbesar dan terkuat itu, bukan semata-mata serangan

4
bangsa Mongol saja, tapi disana ada hal-hal lain 'membantu' kesuksesan Mongol,
yang jika dipetakan menjadi 2 bagian:

i. Internal dan
ii. Eksternal

1) Faktor Internal.
Yang mana sangat terlihat fungsi pusat (Baghdad) mati total, suara dan
peran masyarakat tidak diakomodasi, serta meniadakan keberadaan orang Arab,
yang notabene cukup memberi pengaruh besar dalam kemiliteran. Secara garis
besar dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Luasnya wilayah kekuasaan, mempersulit kendali pusat atas negeri-negeri
takluklan Abbasiyah.
- Minimnya sarana komunikasi, memperheambat informasi ke pusat tatkala
terjadi pergolakan dan pemberontakan di negeri-negeri kecil, serta
mengakibatkan lepasnya beberapa wilayah.
- Sentimen Arab dan non-Arab, Muslim dan Dzimmi juga melemahkan
sendi-sendi kekuatan dan persatuan Dinasti Abbasiyah, begitu juga konflik
agama anta sekte, Sunni dan Syi'ah.
- Pada pemerintahan Mu'tasim, dia membangun kekuatan militer elit dari
Turki terpisah dari tentara Abbasiyah, yang kemudian menjadi kekuatan
besar, menguasai pemerintahan.
- Perang saudara yang terjadi pada masa khalifah Ma',un dan saudaranya,
Amin seakan memberi bukti nyata tanda-tanda kehancuran Dinasti
Abbasiyah.
- Dominasi kekayaan oleh keluarga kerajaan, dan kemiskinan yang melanda
masyarakat akibat penarikan pajak yang cukup tinggi.
- Hidup foya-foya, cinta dunia dan suka menghamburkan uang menjadi ciri
khas keluarga kerajaan, sehingga salah satu pilar Islam, seperti Jihad
terabaikan.

2) Faktor eksternal.

Faktor eksternal yang dimaksud adalah gangguan dari pihak luar yang
memperparah keadaan Dinasti Abbasiyah, bahkan menghancurkan Dinasti yang
telah berkuasa selama ratusan tahun ini. Adapun faktor ekkternal tersebut
adalah serangan Bangsa Mongol yang bekerja sama dengan pengkhianat
kerajaan beraliran Syi'ah.

Berkenaan dengan hal ini, ada hal-hal penting yang patut dimunculkan
untuk mengetahui kebenaran sejarah hancurnya Dinasti Abbasiyah. Jika ditilik
lebih jauh, sebenarnya penyerbuan Bangsa Mongol ke Baghdad yang ketika itu
dipimpin oleh Khalifah al-Mu'tasim bukanlah murni penyerangan bangsa

5
Mongol atau kekuatan bala tentara mereka, tapi dibalik kesuksesan itu, kerja
sama pemimpin Mongol, Hulagu, dengan orang dekat khalifah telah memberi
andil besar, hingga Mongol mampu memberanguskan kota Baghdad rata
dengan tanah.

Adalah Wazir al-Qami (al-Qemi) lah pengkhianat kerajaan yang telah


'membantu' Hulagu dan pasukannya. Jauh sebelum penyerangan Mongol, telah
terjadi peperangan lokal antara dua sekte, Sunni dan Syi'ah, yang mana banyak
orang Syi'ah terbunuh, inilah yang memicu sakit hati al-Qami, sang penganut
Syi'ah itu mengkhianati khalifah al-Mu'tasim. Meskipun telah terjadi
perundingan damai, tapi tetap saja khalifah al-Mu'tasim bersama 300 menteri
juga para-Qadi dibunuh oleh Hulagu.

Namun menurut Ira M. Lapidus, kehancuran dinasti Abbasiyah disebabkan


oleh perubahan politik, sosial, dan ekonomi yang mengantarkan pada proses
Negara-negara kecil menggantikan imperium tunggal. Kemenangan Hulagu
tersebut, manghantarkan kepada masa gemilangnya Mongol, sekaligus
kehancuran peradaban Islam di Baghdad. Pujian demi pujian diberikan kepada
Hulagu sehingga ia dijuluki "ilkhan" yang berarti Khan yang Agung, Sebuah gelar
yang diwariskan turun-temurun kepada keturunannya.

E. Dinasti Ilkhaniyah dan Perkembangan Peradaban

"Ilkhaniyah" adalah asal kata dari "ilkhan", berarti Khan yang Agung, gelar
yang diberikan kepada Hulagu karena telah memperoleh kemenangan, yang
kemudian gelar ini diwarisi oleh keturunannya. Hulagu,(1256-1265 M) sebagai
pendiri Dinasti Ilkhaniyah setelah menghancurkan Dinasti Abbasiyah. Daerah yang
dikuasai oleh Dinasti ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil di Barat dan
India, di Timur, dengan ibu kotanya Tabriz. Tidak terkecuali, Irak pun tunduk kepada
pemerintahan ilkhaniyah.

Sebagai sebuah Dinasti baru, perebutan kekuasaan di pihak keluarga


tentunya masih mewarnai Dinasti ini, bahkan menjadi tradisi. Hulagu meninggal
tahun 1265 M dan dihanti oleh anaknya, Abaga (1265-1282 M) yang masuk Kristen,
bau rajanya yang ketiga, Ahmad Taguder (1282-1284 M) yang masuk Islam. Karena
masuk Islam, Ahmad Taguder ditantang oleh pembesar-pembesar kerajaan yang
lain. Dan akhirnya ditangkap kemudian dibunuh oleh Arghun yang mengambil alih
kekuasaan.

Raja Dinasti Ilkhan ke-empat ini sangat kejam terhadap umat Islam, banyak di
antara mereka yang dibunuh dan diusir. Selain Tegudher, Mahmud Ghazan (1295-
1304M), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya memeluk Islam. Dengan masuk
Islamnya Mahmud Ghazan-sebelumnya beragama Budha- Islam meraih kemenangan

6
yang sangat besar terhadap agama Syamanisme, sejak itu pula, orang-orang Persia
mendapatkan kemerdekaannya kembali.

Silsilah Penguasa Dinasti Ilkhaniyah

Nama Raja/ Penguasa Periode Pemerintahan


Hulagu Khan (1256-1265M)
Abaga (1265-1282M)
Ahmad Taguder (1282-1284M)
Arghun (1284-1291M)
Bayghatu (1291-1295M)
Baydu (1295M)
Mahmud Ghazan (1295-1304M)
Oljaytu (1304-1317M)
Abu Sa'id (1317-1335M)
Arpa (1335M)
Musa 1336M)
Muhammad (1336-1337M)
Jahan Timur (1337-1340M)
Sati Bek (1338-1339M)
Sulaiman (1339-1343M)

F. Perkembangan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan Dinasti Ilkhaniyah

Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan


perkembangan peradaban.

1. Agama Di era pemerintahan Hulagu Khan, kondisi umat ketika itu masih plural,
keberadaan agama lain seperti Kristen dan Budha tetap mendapat perhatian,
bahkan perkembangan kedua agama itu lebih cepat dari pada Islam sendiri. Ini
berlanjut hingga terjadi reformasi keagamaan pada periode Ghazan Khan,
penguasa ke-VII Dinasti Abbasiyah. Selain beliau penganut Islam taat, ekspansi-
ekspansi militer yang dilakukan membawa simbol dan panji islam hingga beliau
meninggal karena serangan jantung.

Reformasi dalam bidang agama senantiasa menjadi perhatian utama


Ghazan Khan, ini dibuktikan dengan menerapkan Syariat Islam dan tetap
menjaga hubungan baik dengan agama lain. Masjid-masjid, perpustakaan,
universitas, observatorium, serta fasilitas penunjang lainnya dibangun kembali
untuk kemajuan islam. Reformasi pertama yang dilakukan beliau adalah:

7
- Membangun Diwan-e Qada (departemen pengadilan).

- Mendirikan Diwan Nazri fi al-Mazalim (pengadilan yang khusus


menangani perselisihan Muslim-Mongol, masalah-masalah Gubernur dan
rakyatnya, juga kasus-kasus yang sulit terpecahkan lainnya).

2. Politik dan Hukum

Kemesraan yang dibangun Ghazan Khan dengan negeri lainnya masih


tetap terjaga, akan tetapi sejak berdirinya Dinasti ilkhaniyah Islamiyah, memberi
warna baru dalam kebijakan-kebijakan beliau. Di sisi lain, Dinasti ini telah
memutus pengaruh kerajaan Mongol di Cina, sehingga keberadaannya betul-
betul independen tanpa intervensi pihak lain (kerajaan Mongol di Cina).
Membuka hubungan bilateral dengan India, Cina, Mesir, Inggris, Spanyol, dll.
Reformasi di bidang hukum juga mendapat perhatian penuh, pemerintahan
beliau bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Warisan sistem
pengambilan keputusan, yang mana Jenghis Khan sebagai pengambil keputusan
dalam pemerintahan masih tetap dipelihara hingga masa akhir periode Ilkhan.

3. Ekonomi dan Militer

Membangun kesejahteraan masyarakat, tani dan buruh juga menjadi


perhatian beliau, untuk membantu petani miskin, beliau menginstruksikan para
gubernur dan petinggi kerajaan menyisihkan gaji dan uang pajak. Pinjaman dan
biji-bijian diberikan cuma-cuma untuk mereka. Di bidang militer, reformasi
besar-besaran dilakukan, beliau mendirikan Diwan-e Araz, sebuah departemen
yang khusus mengurusi pendaftaran pasukan militer, pembayaran gaji mereka
diambil dari sebagian pajak dan honor penugasan. Membuat mata uang/kion
baru bercorak islam, bertulisakan nama Allah swt.

4. Arsitektur

Perkembangan di bidang arsitektur dan seni bangunan, beliau


membangun Musolium (pusara/kuburan) megah, di sekitarnya dibangun biara
untuk para sufi, beberapa perguruan tinggi (Shafi'i dan Hanafi), rumah sakit,
perpustakaan, observatorium, akademi filsafat, perumahan bagi para Sayyid
(pemukiman Ghazaniyah), dsb. Semua perubahan ini, menurut para pakar
sejarah menjadikan wajah Mongol yang keras, bangsa pemusnah, suka
berperang berubah total menjadi wajah lembut, pecinta kedamaian dan cinta
ketenangan.

5. Sastra dan Ilmu Pengetahuan

Sangat terlihat jelas bahwa Ghazan memperhatikan perkembangan


peradaban, ia seorang yang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra, gemar

8
kesenian, terutama ilmu pengetahuan alam, seperti astronomi, kimia,
minerologi, metalurgi, dan botani. Semua hal-hal terkait menjadi perhatian
penuh beliau.

Setelah wafat Ghazan digantikan oleh seorang penganut Syi'ah ekstrim,


Muhammad Khudabanda Uljeytu (1304-1317M) dengan mendirikan kota raja
Sultaniyah dekat Zanjan, pada masa pemerintahan Abu Sa'id (1317-1335M)
pengganti Uljeytu, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan
angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan
yang ddirikan Hulaghu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa'id. Masing-
masing pecahan saling memerangi sampai akhirnya ditaklukan Timur Lenk.

G. Timur Lenk dan Kehancuran Mongol

Pada paruh kedua abad ke-8 H, kesatuan Mongolia mulai bercerai-berai. Setiap
pemimpin memisahkan diri dengan wilayahnya dan terjadi banyak pembunuhan
diantara mereka. Lalu muncul Timur Lenk dalam waktu yang tepat. Timur Lenk
memiliki nasab kepada Kabilah Barlas dari Turki. Salah seorang kakeknya adalah
orang dekat Jenghis Khan.

Dia seorang muslim Syiah fanatic. Ia menyadari bahwa dirinya seorang Tagut
yang kejam, senang menumpahkan darah dan kehancuran. Karena itu, tentaranya
menyukai kehancuran total. Dia membangun gunung-gunung dari tengkorak yang
dikalhkannya.

Dia menguasai negeri-negeri yang berada di belakang sungai dan menjadikan


Samarkhand sebagai ibukotanya pada tahun 1369 M. Dia masuk ke Moskow dan
menghancurkan Rusia pada tahun 1381 M. pada masa antara 1380-1384 M dia
menguasai Khurasan, Jurjan, Mazandar, Sajistan, Afghanistan, Persia, Azarbaijan, dan
Kurdistan. Setelah lebih seabad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari
kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulaghu Khan, malapetaka
yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, serangan yang sama dari bangsa
Mongol, tapi berbeda yang ini sudah menjadi muslim Syi'ah yang sangat fanatik dan
kejam. Kebiadaban dan ambisi masih melekat pada dirinya, yang dijuluki "si
pincang" dari Timur (Timur Lenk).

Dengan satu tekad Timer Lenk berkata: "kalau ada satu Tuhan di alam ini maka
di bumi harusnya ada satu orang Raja". Berangkat dari semboyan inilah, dia mulai
melakukan ekspansi besar-besar, sampai ke Moskow dan tempat-tempat lainnya.
Adapun faktor kehancuran Mongol di bawah naungan Dinasti Ilkhaniyah adalah:

a. Perebutan kekuasaan dari satu raja ke raja yang lain dalam keluarga Dinasti
Ilkhaniyah.

9
b. Ambisi tiap raja dalam mencari kedudukan, sehingga melupakan rakyat
yang menderita.

c. Islam yang dianut oleh sebagian besar Dinsati ini hanyalah sebatas
mendapatkan simpati masyarakat, meskipun ada juga yang menjadikannya
keyakinan dan kemudian menjadikan satu peradaban yang santun,
bermoral seperti Ghazan.

d. Konflik yang terjadi setelah perpecahan diantara mereka menjadikan


Dinasti ini mulai lemah, sehingga sering terjadi perang antar sesama.

e. Selain faktor internal di atas, faktor eksternal berupa kemiskinan yang


merajalela menjadikan ambisi Timur Lenk untuk mengahncurkan Dinasti
Ilkhaniyah dengan cepatnya terwujud.

f. Konflik madzhab antara penganut Syi'ah dan Sunni sangat mempengaruhi


perpecahan dikalangan pemuka Dinasti Ilkhaniyah.

H. Kesimpulan

- Dinasti Abbasiyah termasuk dinasti yang berkuasa lama akan tetapi hancur
karena egoisme, rakus kekuasaan, dan menjadikan agama, yang tadinya
pondasi utama dalam sebuah pemerintahan sebagai pelengkap semata,
terpisah dari sistem kerajaan.

- Konflik internal dan faktor eksternal (serangan Mongol) juga menghantarkan


Dinasti Abbasiyah kepada kehancuran.

- Reformasi besar-besar dan mengembalikan citra baik Bangsa Mongol muncul


tatkala Gazhan Khan menjadi pemimpin dinasti Ilkhaniyah.

- Bangsa Mongol yang identik dengan perilaku barbar, kekerasan, dan


penghancuran, sebagai akibat dari ambisi seorang pemimpin (Jenghis Khan)
berubah total setelah bersentuhan dengan islam. Hal ini merubah tradisi
suatu bangsa yang dikalahkan cenderung mengikuti budaya bangsa
mengalahkan, tetapi Mongol, sebagai bangsa yang mengalahkan mengambil
peradaban kaum muslimin yang dikalahkan.

10

Anda mungkin juga menyukai