BAB II
KAJIAN PUSTAKA
komputer serta secara otomatis dapat keluar hasil aspek yang dinilai dari
seorang klien setelah pelaksanaan penilaian. Pemanfaatan komputer untuk
penilaian di kalangan psikologi semakin berkembang dan termasuk
pemanfaatannya di bidang pendidikan, khususnya untuk penilaian hasil belajar.
Dalam pelaksanaan penilaian (ujian) memunculkan dua alur, yaitu ujian tertulis
(Paper Based Test atau PBT), dan ujian berbasis komputer (Computer Based Test
atau CBT). PBT merupakan pelaksanaan ujian berbasis kertas seperti dilakukan
beberapa tahun terakhir ini, sedang CBT merupakan pelaksanaan ujian berbasis
komputer. Model CBT menurut Luecht dan Sireci (dalam Pakpahan 2016)
dikelompokkan menjadi: (a) Computerized Fixed Tests (CFT); (b) Linear-on-
the-Fly, Tests (LOFT); (c) Computerized Adaptive Tests (CAT); (d) a- Stratified
Computerized Adaptive Testing (AS); (e) Content-Constrained CAT with Shadow
Tests; (f) Testlet-Based CAT and Multistage Computerized Mastery Tests
(combined); dan (g) Computer-Adaptive Multistage Testing. Setiap model
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan ujian serta model-model
tersebut dapat dibedakan menjadi ujian berbasis komputer dengan paket soal
pasti/tertentu (CBT) dan soal yang diatur atau disesuaikan dengan kemampuan
peserta ujian (CAT). Model CAT memuat sejumlah butir soal dengan tingkat
kesukaran yang bervariasi dan karakteristik butir soal lainnya. Peserta ujian
langsung menghadap komputer dan butir soal yang dapat dikerjakan muncul satu
per satu di layar komputer sesuai dengan kemampuan peserta ujian. Dari soal
yang tersedia bila peserta ujian tidak dapat menjawab atau salah menjawab pada
tingkat tertentu maka ujian berakhir. Berdasarkan soal yang dapat dikerjakan
dapat diketahui atau diperoleh tingkat kemampuan peserta ujian dan bila
melampui target yang telah ditetapkan maka peserta ujian dinyatakan berhasil dan
bila belum peserta ujian dapat mengulang kembali sampai yang bersangkutan
dinyatakan lulus. Ujian Nasional Tahun 2015 yang menerapkan ujian berbasis
11
komputer yang disebut UNBK, merupakan ujian yang relatif setara dengan ujian
tertulis seperti selama ini dilakukan. Perbedaannya terletak pada soal yang
tersedia dalam file komputer.
Pengembangan perangkat lunak atau aplikasi untuk menunjang
pelaksanaan ujian nasional telah dikembangkan oleh Puspendik meliputi
infrastruktur (jaringan komputer), aplikasi program, pengembangan bank soal
terkalibrasi, dan sumber daya manusia (Pakpahan, 2016). Keberhasilan
pelaksanaan UNBK sangat ditentukan ketersediaan aplikasi program dan jaringan
internet. Dengan demikian, peranan teknologi dapat mempercepat hasil ujian
hingga sertifikat dapat diperoleh peserta didik setelah pelaksanaan ujian
berlangsung. Hal itu, dapat berdampak pada adanya peluang atau waktu untuk
mempersiapkan diri peserta didik yang ingin melanjutkan pelajaran ke jenjang
yang lebih tinggi ataupun untuk meningkatkan kompetensi bagi sekolah kejuruan.
kesadaran atas nonbeing seseorang vatau atau ancaman atas nilai-nilai yang
dianggap penting untuk eksistensi seseorang. Kecemasan ada saat seseorang
menghadapi masalah pemenuhan potensi. Hal tersebut dapat berakibat pada
stagnasi dan kehancuran, namun dapat juga berakibat pada pertumbuhan dan
perubahan. Kecemasan seperti rasa pusing, daapt menjadi sesuatu yang
menyenangkan atau menyakitkan, konstruktif atau destruktif. Hal tersebut dapat
memberikan energi dan semangat, tetapi juga dapat melumpuhkan dan membuat
panik. Mengacu pada fenomena tersebut, kecemasan dapat dibedakan atas
kecemasan normal dan kecemasan neurotik. (a) Kecemasan normal, tidak ada
seorang pun yang dapat menghindari dampak dari kecemasan. Agar nilai-nilai
seseorang dapat tumbuh dan berubah, berarti seseorang harus mengalami
kecemasan konstruktif atau kecemasan normal. Semua pertumbuhan selalu
meliputi pelepasan nilai-nilai lama yang dapat menyebabkan kecemasan.
Kecemasan normal juga dialami pada momen-momen kreatif yang berujung pada
kesadaarn bahwa kehidupan seseorang, dan mungkin kehidupan dari orang-orang
lain yang tidak terhitung, akan berubah secara permanen. (b) Kecemasan neurotik.
Kecemasan neurotik adalah tipe kecemasan yang dialami selama periode
pertumbuhan atau ketika nilai-nilai seseorang terancam. Hal ini dapat menjadi
konstruktif apabila kecemasan selalu proporsional dengan ancaman, akan tetapi
kecemasan dapat menjadi neurotik atau sakit. Kecemasan neurotik sebagai reaksi
yang tidak proporsional atas suatu ancaman, meliputi represi dan bentuk-bentuk
lain dari konflik intrapsikis yang dikelola oleh bermacam-macam bentuk
pemblokiran aktivitas dan kesadaran (Friedman & Schustack, 2006).
Faizzarea (2012) menjelaskan secara rinci bahwa rasa cemas dimiliki oleh
setiap individu, kecemasan merupakan respon yang paling umum yang
menyatakan kondisi waspada dan mendorong siswa untuk melakukan aktivitasnya
secara kreatif. Pada tingkat kecemasan yang sedang, persepsi individu lebih
13
memfokuskan hal yang penting saat itu saja dan mengesampingkan hal yang
lainnya. Pada tingkat kecemasan berat/tinggi, persepsi individu menjadi turun,
hanya memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan yang lainnya, sehingga
individu tidak dapat berpikir dengan tenang. Fenomena sangat cemas dalam
menghadapi ujian pada siswa, sudah tentunya dapat menghambat tujuan belajar
yang ingin dicapai oleh siswa.Kecemasan menghadapi ujian dipicu oleh kondisi
pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif
yang tidak terkendali menyebabkan pikiran menjadi tegang, manifestasi afektif
yang tidak terkendali meng-akibatkan timbulnya perasaan akan terjadinya hal
buruk, dan perilaku motorik yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi
gugup dan gemetar saat menghadapi ujian, khususnya ujian akhir semester.
Manifestasi kecemasan ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga
aspek yang tidak terkendali dalam diri individu, yaitu: (a) Manifestasi kognitif,
yang terwujud dalam bentuk ketegangan pikiran siswa, sehingga membuat siswa
sulit konsentrasi, kebingungan dalam menjawab soal dan mengalami mental
blocking, (b) Manifestasi Afektif, yang diwujudkan dalam perasaan yang tidak
menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan (c) Perilaku
motorik yang tidak terkendali, yang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti
gemetar. Manifestasi kognitif yang tidak terkendali ditunjukkan dengan kondisi
siswa yang sulit konsentrasi, mengalami kebingungan dan mental blocking saat
menghadapi ujian.Tidak terkendalinya manifestasi kognitif tersebut disebabkan
karena pikiran siswa yang terlalu tegang berada dalam situasi ujian.Manifestasi
afektif yang tidak terkendali ditunjukkan dengan kondisi perasaan siswa yang
khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan dalam mengahdapi ujian. Tidak
terkendalinya manifestasi afektif tersebut disebabkan oleh cara pandang siswa
yang membayangkan bahwa ujian yang akan dihadapinya terlampau sulit, takut
14
tidak lulus dan membayangkan akan kegagalan. Kondisi tersebutlah yang memicu
perasaan sangat cemas yang dialami siswa dalam menghadapi ujian.
Selanjutnya, Suryabrata (1993) menyebutkan ada lima macam sumber
kecemasan,yaitu: (a) frustrasi, yakni kegagalan memperoleh kepuasan, rint angan
terhadap aktivitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, keadaan
emosional yang diakibatkan oleh rasa terkekang, kecewa, dan kekalahan; (b)
konflik, yaitu terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan atau
berlawanan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama,
konflik terjadi ketika terdapat dua kebutuhan atau lebih yang berlawanan dan harus
dipenuhi dalam waktu yang sama; (c) ancaman, merupakan peringatan yang harus
diperhatikan dan diatasi agar tidak terjadi; (d) harga diri, harga diri bukan
merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan faktor yang dipelajari
dan terbentuk berdasarkan pengalaman individu. Individu yang kurang mempunyai
harga diri akan menganggap bahwa dirinya tidak cakap atau cenderung kurang
percaya pada kemampuan dirinya dalam menghadapi lingkungan secara efektif dan
khirnya akan mengalami berbagai kegagalan; (e) faktor lingkungan sekitar dapat
memengaruhi kecemasan individu.
C. Kepuasan Kerja
sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya; (c) teman sekerja (Workers),
merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya; (d) promosi (promotion),Merupakan faktor yang berhubungan
dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama
bekerja; (e) Gaji/Upah merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai
yang dianggap layak atau tidak. Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan
kerja, mencakup: (a) Kerja yang secara mental menantang, Kebanyakan karyawan
menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas,
kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu
kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang
menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang,
kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. (b) Ganjaran
yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka.
Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan
individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan
kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik
uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam
pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang
manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang
lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial
yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa
17
keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar
akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. (c) Kondisi kerja yang
mendukung, karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan
bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). (d) Rekan kerja yang
mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekadar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah
dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. (e) Kesesuaian
kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya
kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya
mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk
memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar
kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi
dari dalam kerja mereka (wikipedia.org/wiki, 2019).