Anda di halaman 1dari 11

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sistem Ujian Nasional Berbasis Komputer

Kualitas sumber daya manusia menjadi hal penting dalam pembelajaran


dan pendidikan pada umumnya. Salah satu faktor penentu dalam pencapaian mutu
pembelajaran adalah sistem evaluasi atau penilaian hasil belajar. Sistem evaluasi
atau penilaian sangat penting untuk mengetahui sampai dimana kualitas sumber
daya manusia yang akan dihasilkan, terlepas bagaimana dan apapun isi tes atau
ujiannya dan harapan besar ada pada hasil ujian, termasuk Ujian Nasional Berbasis
Komputer (UNBK) yang sudah diberlakukan beberapa tahun terakhir.
Sebagaimana diketahui bahwa sistem ujian nasional mengalami perubahan dari
sistem ujian nasional berbasis kertas (Paper Based Test) menjadi ujian nasional
berbasis komputer (Computer Based Test).
Sejarah pelaksanaan UNBK dimulai sejak tahun 2014, dimana pada tahun
itu sekolah yang melaksanakan UNBK hanya dua yaitu SMP Indonesia Kuala
Lumpur (SIKL) dan SMP Indonesia Singapura. Dengan suksesnya pelaksanaan
ujian di kedua sekolah tersebut, mendorong KEMDIKBUD untuk menerapkan
UNBK diseluruh sekolah di Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2015, sistem ujian
nasional berbasis komputer ini telah sukses diselenggarakan oleh 556 sekolah di
Indonesia, sedangkan untuk tahun 2016 meningkat menjadi 4382 sekolah, serta
tahun 2017 berjumlah 30577 sekolah (Oloan, 2017). Ujian Nasional Berbasis
Komputer (Computer Based Test) berbeda dengan Paper Based Test atau sistem
ujian nasional berbasis kertas. Pemerintah mengadakan program UNBK bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan utamanya untuk program ujian nasional,
adanya sistem yang terintegrasi langsung dengan aplikasi-plikasi pendidikan
lainnya, seperti DAPODIK, E-Raport dan lain sebagainya yang akan
8

mempermudah sekolah untuk melakukan pelaksanaan kegiatan ujian nasional,


akan tetapi butuh sumber daya lebih agar bisa melaksanakan kegiatan UNBK
dengan lancer, utamanya dari sisi sumber daya manusia, dan juga perangkat
pendukung, yakni komputer. Melihat animo dan pemberitaan di media, sangat
kontras dengan ketika pemerintah masih menyelenggarakan ujian nasional
berbasis kertas dan pensil. Walau masih ada sekolah-sekolah yang
menyelenggarakan Ujian Nasional Berbasis Pensil mengingat sarana dan prasarana
untuk menyelenggarakan Ujian Nasional Berbasis Komputer tidak
memungkinkan. Walaupun pelaksanaan UNBK dianggap sudah terlaksana secara
baik, aman, dan lancer, namun tetap saja timbul kekhawatiran dalams etiap kali
pelaksanaannya. Kecuali rasa was-was agar jangan sampai PLN menghentikan
aliras listriknya atau suatu waktu aliran PLN stop yang akan menganggu jalannya
ujian sebagai tanda syarat mereka lulus SMA/MA. Belum lagi rasa was-was agar
jaringan internet juga tidak bermasalah, sehingga saat pengiriman hasil jawaban
tidak terkendal (Oloan, 2017).
Salah satu kendala yang dialami siswa dalam UNBK bahwa walau
terkesan gampang karena hanya klik pake mouse dan hanya mengetik username
dan pasword, walau terkesan enteng, dianggap sederhana dan tidak bermanfaat,
ternyata pengenalan tombol keyboard dan fungsinya masih perlu diajarkan kepada
seluruh siswa di nusantara ini. Kenapa, karena fakta yang terjadi di lapangan
begitu adanya. Banyak siswa yang belum paham dan mampu mengetikkan tanda
(*) dengan baik. Tidak tahu perpaduan tombol keyboard mana untuk
menghasilkan karakter apa. Misalnya, untuk mengetik karakter (*) pada pasword,
maka yang ditekan secara bersamaan adalah tombol keyboard secara bersamaan:
SHIFT + ANGKA 8, tetapi yang terjadi adalah siswa menekan tombol SHIFT
tetapi dilepaskan dan jari yang lainnya menekan angka 8, maka yang terjadi adalah
muncul angka 8 dan siswa bingung karena karakter PASWORD disembunyikan
9

dengan simbol. Di samping permasalahan yang berkaitan dengan hal-hal teknis,


sebagaimanam dikemukakan di atas, masalah lainnya yang cukup serius adalah
hambatan psikologis siswa, termasuk gangguan kecemasan dan ketidakpuasan
terhadap sistem UNBK (Oloan, 2017).
Selanjutnya, Pakpahan (2016) menjelaskan secara rinci sistem ujian
nasional dengan mengutip beberapa pendapat para pakar di bidang evaluasi
menegaskan bahwa dalam sistem pendidikan nasional, ujian akhir sudah ada sejak
masa kemerdekaan (bahkan di masa penjajahan) hingga kini dengan sebutan yang
berbeda-beda. Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian
pencapaian standar kompetensi lulusan pada jenjang SMP dan SMA yang
sederajat pada mata pelajar an tertentu. Ujian nasional merupakan jenis penilaian
yang dilakukan pemerintah untuk mengukur keberhasilan peserta didik yang telah
menyelesaikan jenjang pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang
diselenggarakan secara nasional. Oleh karena itu, ujian nasional diselenggarakan
pada akhir pembelajaran pada satuan pendidikan untuk menentukan pencapaian
pembelajaran peserta didik, termasuk SMA, dan sederajat. Penilaian hasil belajar
yang dilakukan pemerintah merupakan upaya penguatan hasil penilaian internal
oleh pendidik maupun satuan pendidikan. Dengan demikian, penilaian yang
dilakukan pemerintah atau disebut penilaian eksternal, merupakan bentuk
penilaian yang saling melengkapi dan menguatkan hasil pendidikan pada satuan
pendidikan.
Selanjutnya, Pakpahan (2016) mengutip pernyataan Gregory, 2013,
bahwa bahwa penilaian dengan memanfaatkan komputer, pada awalnya
berkembang di pusat-pusat konseling di bidang psikologi untuk membantu
para klien yang mengalami hambatan di bidang psikologi. Komputer
digunakan untuk menerima pendaftaran klien yang dapat mengikuti penilaian,
dan secara otomatis klien dapat dihadapkan pada sejumlah butir soal pada
10

komputer serta secara otomatis dapat keluar hasil aspek yang dinilai dari
seorang klien setelah pelaksanaan penilaian. Pemanfaatan komputer untuk
penilaian di kalangan psikologi semakin berkembang dan termasuk
pemanfaatannya di bidang pendidikan, khususnya untuk penilaian hasil belajar.
Dalam pelaksanaan penilaian (ujian) memunculkan dua alur, yaitu ujian tertulis
(Paper Based Test atau PBT), dan ujian berbasis komputer (Computer Based Test
atau CBT). PBT merupakan pelaksanaan ujian berbasis kertas seperti dilakukan
beberapa tahun terakhir ini, sedang CBT merupakan pelaksanaan ujian berbasis
komputer. Model CBT menurut Luecht dan Sireci (dalam Pakpahan 2016)
dikelompokkan menjadi: (a) Computerized Fixed Tests (CFT); (b) Linear-on-
the-Fly, Tests (LOFT); (c) Computerized Adaptive Tests (CAT); (d) a- Stratified
Computerized Adaptive Testing (AS); (e) Content-Constrained CAT with Shadow
Tests; (f) Testlet-Based CAT and Multistage Computerized Mastery Tests
(combined); dan (g) Computer-Adaptive Multistage Testing. Setiap model
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan ujian serta model-model
tersebut dapat dibedakan menjadi ujian berbasis komputer dengan paket soal
pasti/tertentu (CBT) dan soal yang diatur atau disesuaikan dengan kemampuan
peserta ujian (CAT). Model CAT memuat sejumlah butir soal dengan tingkat
kesukaran yang bervariasi dan karakteristik butir soal lainnya. Peserta ujian
langsung menghadap komputer dan butir soal yang dapat dikerjakan muncul satu
per satu di layar komputer sesuai dengan kemampuan peserta ujian. Dari soal
yang tersedia bila peserta ujian tidak dapat menjawab atau salah menjawab pada
tingkat tertentu maka ujian berakhir. Berdasarkan soal yang dapat dikerjakan
dapat diketahui atau diperoleh tingkat kemampuan peserta ujian dan bila
melampui target yang telah ditetapkan maka peserta ujian dinyatakan berhasil dan
bila belum peserta ujian dapat mengulang kembali sampai yang bersangkutan
dinyatakan lulus. Ujian Nasional Tahun 2015 yang menerapkan ujian berbasis
11

komputer yang disebut UNBK, merupakan ujian yang relatif setara dengan ujian
tertulis seperti selama ini dilakukan. Perbedaannya terletak pada soal yang
tersedia dalam file komputer.
Pengembangan perangkat lunak atau aplikasi untuk menunjang
pelaksanaan ujian nasional telah dikembangkan oleh Puspendik meliputi
infrastruktur (jaringan komputer), aplikasi program, pengembangan bank soal
terkalibrasi, dan sumber daya manusia (Pakpahan, 2016). Keberhasilan
pelaksanaan UNBK sangat ditentukan ketersediaan aplikasi program dan jaringan
internet. Dengan demikian, peranan teknologi dapat mempercepat hasil ujian
hingga sertifikat dapat diperoleh peserta didik setelah pelaksanaan ujian
berlangsung. Hal itu, dapat berdampak pada adanya peluang atau waktu untuk
mempersiapkan diri peserta didik yang ingin melanjutkan pelajaran ke jenjang
yang lebih tinggi ataupun untuk meningkatkan kompetensi bagi sekolah kejuruan.

B. Kecemasan Siswa Menghadapi UNBK

Salah satu gangguan psikologis dalam menghadapi suatu aktivitas adalah


gangguan kecemasan. Dalam batas tertentu, kecemasan merupakan suatu hal yang
wajar, bahkan dapat membangkitkan semangat atau memotivasi individu untuk
meningkatkan aktivitasnya dalam mencapai sesuatu yang diharapkan. Sebaliknya,
kecemasan yang berlebihan dapat menghambat individu untuk meraih prestasi.
Bahkan Feist dan Feis (2009) menjelaskan bahwa individu yang menderita
kecemasan neurotik, perilakunya menjadi tidak produktif dan merugikan diri
sendiri. Kecemasan tingkat tinggi merupakan indikasi dari neurosis atau bentuk
lain psikopatologi. May (dalam Feist & Feist) mendefinisikan kecemasan sebagai
kondisi subjektif ketika seseorang menyadari bahwa eksistensinya dapat
dihancurkan dan dapat menjadi bukan apa-apa (nothing). Kecemasan sebagai
ancaman terhadap nilai-nilai penting. Kecemasan kemudian dapat muncul dari
12

kesadaran atas nonbeing seseorang vatau atau ancaman atas nilai-nilai yang
dianggap penting untuk eksistensi seseorang. Kecemasan ada saat seseorang
menghadapi masalah pemenuhan potensi. Hal tersebut dapat berakibat pada
stagnasi dan kehancuran, namun dapat juga berakibat pada pertumbuhan dan
perubahan. Kecemasan seperti rasa pusing, daapt menjadi sesuatu yang
menyenangkan atau menyakitkan, konstruktif atau destruktif. Hal tersebut dapat
memberikan energi dan semangat, tetapi juga dapat melumpuhkan dan membuat
panik. Mengacu pada fenomena tersebut, kecemasan dapat dibedakan atas
kecemasan normal dan kecemasan neurotik. (a) Kecemasan normal, tidak ada
seorang pun yang dapat menghindari dampak dari kecemasan. Agar nilai-nilai
seseorang dapat tumbuh dan berubah, berarti seseorang harus mengalami
kecemasan konstruktif atau kecemasan normal. Semua pertumbuhan selalu
meliputi pelepasan nilai-nilai lama yang dapat menyebabkan kecemasan.
Kecemasan normal juga dialami pada momen-momen kreatif yang berujung pada
kesadaarn bahwa kehidupan seseorang, dan mungkin kehidupan dari orang-orang
lain yang tidak terhitung, akan berubah secara permanen. (b) Kecemasan neurotik.
Kecemasan neurotik adalah tipe kecemasan yang dialami selama periode
pertumbuhan atau ketika nilai-nilai seseorang terancam. Hal ini dapat menjadi
konstruktif apabila kecemasan selalu proporsional dengan ancaman, akan tetapi
kecemasan dapat menjadi neurotik atau sakit. Kecemasan neurotik sebagai reaksi
yang tidak proporsional atas suatu ancaman, meliputi represi dan bentuk-bentuk
lain dari konflik intrapsikis yang dikelola oleh bermacam-macam bentuk
pemblokiran aktivitas dan kesadaran (Friedman & Schustack, 2006).
Faizzarea (2012) menjelaskan secara rinci bahwa rasa cemas dimiliki oleh
setiap individu, kecemasan merupakan respon yang paling umum yang
menyatakan kondisi waspada dan mendorong siswa untuk melakukan aktivitasnya
secara kreatif. Pada tingkat kecemasan yang sedang, persepsi individu lebih
13

memfokuskan hal yang penting saat itu saja dan mengesampingkan hal yang
lainnya. Pada tingkat kecemasan berat/tinggi, persepsi individu menjadi turun,
hanya memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan yang lainnya, sehingga
individu tidak dapat berpikir dengan tenang. Fenomena sangat cemas dalam
menghadapi ujian pada siswa, sudah tentunya dapat menghambat tujuan belajar
yang ingin dicapai oleh siswa.Kecemasan menghadapi ujian dipicu oleh kondisi
pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif
yang tidak terkendali menyebabkan pikiran menjadi tegang, manifestasi afektif
yang tidak terkendali meng-akibatkan timbulnya perasaan akan terjadinya hal
buruk, dan perilaku motorik yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi
gugup dan gemetar saat menghadapi ujian, khususnya ujian akhir semester.
Manifestasi kecemasan ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga
aspek yang tidak terkendali dalam diri individu, yaitu: (a) Manifestasi kognitif,
yang terwujud dalam bentuk ketegangan pikiran siswa, sehingga membuat siswa
sulit konsentrasi, kebingungan dalam menjawab soal dan mengalami mental
blocking, (b) Manifestasi Afektif, yang diwujudkan dalam perasaan yang tidak
menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan (c) Perilaku
motorik yang tidak terkendali, yang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti
gemetar. Manifestasi kognitif yang tidak terkendali ditunjukkan dengan kondisi
siswa yang sulit konsentrasi, mengalami kebingungan dan mental blocking saat
menghadapi ujian.Tidak terkendalinya manifestasi kognitif tersebut disebabkan
karena pikiran siswa yang terlalu tegang berada dalam situasi ujian.Manifestasi
afektif yang tidak terkendali ditunjukkan dengan kondisi perasaan siswa yang
khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan dalam mengahdapi ujian. Tidak
terkendalinya manifestasi afektif tersebut disebabkan oleh cara pandang siswa
yang membayangkan bahwa ujian yang akan dihadapinya terlampau sulit, takut
14

tidak lulus dan membayangkan akan kegagalan. Kondisi tersebutlah yang memicu
perasaan sangat cemas yang dialami siswa dalam menghadapi ujian.
Selanjutnya, Suryabrata (1993) menyebutkan ada lima macam sumber
kecemasan,yaitu: (a) frustrasi, yakni kegagalan memperoleh kepuasan, rint angan
terhadap aktivitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, keadaan
emosional yang diakibatkan oleh rasa terkekang, kecewa, dan kekalahan; (b)
konflik, yaitu terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan atau
berlawanan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama,
konflik terjadi ketika terdapat dua kebutuhan atau lebih yang berlawanan dan harus
dipenuhi dalam waktu yang sama; (c) ancaman, merupakan peringatan yang harus
diperhatikan dan diatasi agar tidak terjadi; (d) harga diri, harga diri bukan
merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan faktor yang dipelajari
dan terbentuk berdasarkan pengalaman individu. Individu yang kurang mempunyai
harga diri akan menganggap bahwa dirinya tidak cakap atau cenderung kurang
percaya pada kemampuan dirinya dalam menghadapi lingkungan secara efektif dan
khirnya akan mengalami berbagai kegagalan; (e) faktor lingkungan sekitar dapat
memengaruhi kecemasan individu.

C. Kepuasan Kerja

Pengertian dan faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja


dikemukakan oleh para ahli dalam rumusan yang beragam. Namun, pada
hakikatnya, kepuasan kerja merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung
yang dialami individu dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Menurut
Robin Robins, kepuasan kerja atau job satisfaction diidentikkan dengan
hal-hal yang bersifat individual. Karena itu, tingkat kepuasan setiap orang
berbeda-beda dan hal ini terjadi apa bila beberapa faktor terpenuhi yaitu
15

kebutuhan individu serta kaitannya dengan derajat kesukaan dan


ketidaksukaan pekerja. Kepuasan kerja adalah sikap atau perasaan individu
terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai
pekerjaan yang sesuai dengan penilaian masing-masing indiividu. Kepuasan kerja
adalah cara staf merasakan dirinya atau pekerjaannya atau perasaan individu dalam
upaya menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan
pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karier,
hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi.
Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain berupa umur,
kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Keadaan emosional menyenangkan
dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap
positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya. Kepuasan terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi
dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan karyawan
sebagai sikap umum yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang diyakini
akan diterima setelah melakukan sebuah pengorbanan.
Selanjutnya, kepuasan kerja mencakup beberapa aspek aspek. Levi
(dalam Bokti dan Talib (2010) menjelaskan lima aspek yang terdapat dalam
kepuasan kerja, yaitu (a) pekerjaan itu sendiri (work It self), setiap pekerjaan
memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing.
Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan kerja; (b) supervisor (Supervision), supervisor yang baik
berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya, bagi bawahan, atasan bisa dianggap
16

sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya; (c) teman sekerja (Workers),
merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya; (d) promosi (promotion),Merupakan faktor yang berhubungan
dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama
bekerja; (e) Gaji/Upah merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai
yang dianggap layak atau tidak. Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan
kerja, mencakup: (a) Kerja yang secara mental menantang, Kebanyakan karyawan
menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas,
kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu
kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang
menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang,
kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. (b) Ganjaran
yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka.
Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan
individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan
kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik
uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam
pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang
manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang
lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial
yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa
17

keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar
akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. (c) Kondisi kerja yang
mendukung, karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan
bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). (d) Rekan kerja yang
mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekadar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah
dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. (e) Kesesuaian
kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya
kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya
mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk
memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar
kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi
dari dalam kerja mereka (wikipedia.org/wiki, 2019).

Anda mungkin juga menyukai