Pada umumnya, transformasi koordinat sering diperlukan. Transformasi itu ialah dari
sistem koordinat Cartesian X - Y ke sistem koordinat polar yang melibatkan sudut ⨀ . O1eh
karena pergeseran satu bagian sistem berkaitan dengan pergeseran bagian lain. Pada umumnya
dengan menyatakan
~ ~ (
r i =r i r 1 , r 2 , r 3 . . .t
~ ~ ~ ) (1)
Sehingga
d ri ∂ ri ∂ ri
dq j
=∑
~ ~ ~
v i= +
~ dt j ∂ q j dt ∂t
∂r i ∂ ri
v i= ∑ ~
q̇ j + ~
~ j ∂qj ∂t (2)
Marilah kita bentuk persamaan azas D’Alembert dalam sistem koordinat (q 1 , q 2 , q 3 ,…). Menurut
persamaan transfortasi (1), kita dspat menulis
∂r i
∑ F~ i . d~ r i =∑ ∑ F~ i . ∂ q~ dq j= ∑ Q j dq j
1 j j j
dengan
∂r i
Q j= ∑ F i . ~
1 ~ ∂qj (3)
Q j ini lalu disebut gaya umunr (generalized force) yakni seakan-akan adalah hasil transformasi
d ri
transformasi pergeseran ~ sudah tentu diberikan oleh
∂ ri
d r i =∑
~
dq j
~ j ∂qj
(4)
Selanjutnya dengan persamaan (4) ini kita dapat
¿¿¿¿¿(5)
Kemudian dari persamaan (2) kita dapatkan
∂ vi ∂ ri
~ ~
=
∂q j ∂qj (6)
∂ ri
~
Persamaan (6) ini hendak kita pakai untuk substitusi ∂ q j pada suku pertama ruas kanan
persamaan (5), sedang untuk suku kedua ruas kanan persamaan (5) kita tulis
d
=¿
dt
¿ (7)
Sehingga persamaan (5) menjadi
i i . d r =m i ∑
~ ~ j
{( )
d
vi .
∂ vi
~
− vi.
dt ~ ∂q j ~ ∂q j
∂ vi
~
dq j
}
( )
1 1
∂ mi v 2 ∂ mv
d 2 2 i i2
=∑
i
− dq j
j dt ∂ q̇ j ∂q j
(8)
Persamaan (8) ini bersama persamaan (3) akhirnya memberikan perumusan azas D’Alembert
dalam bentuk apa yang disebut persamaan Lagrange
∑
j [{ ( )
d ∂K
−
∂K
dt ∂ q̇ j ∂q j
−Q j dq j=0
} ] (9)
1
K =∑ mi v
Dengan 2 i2 selaku tenaga kinetik sistem.
Jadi persamaan Lagrange tak lain ialah persamaan D’ Alembert yang ditransformasikan ke
sistem koordinat umum.
Apabila koordinat-oordinat q j tidak bergantung satu sama lain,yakni berarti bahwa sistemnya
adalah yang disebut holomik, persamaa (9) menjadi
( )
d ∂ K ∂K
−
dt ∂ q̇ j ∂ q j
=Q j
(10)
Agar tenaga kinetik K dapat didiferensialkan terhadap q dan q̇ . v 2 perlu ditransformasikan
sebagai berikut.
Dari persamaan (2) kita dapat menulis
( ) ∑( )
∂r i ∂ ri ∂r i ∂ ri
v 2=v i . v i=∑ ~
q̇ j + ~
. ~
q̇ K + ~
~i ~ ~ j ∂q j ∂t K ∂ qK ∂t
( )
2
∂r i ∂ r i ∂ ri ∂ ri ∂r i
=∑ ∑ .∑
~ ~ ~ ~ ~
. q̇ j q̇ K +2 q̇ j +
j K ∂ q j ∂q K ∂ t j ∂q j ∂t
1
K =∑ mi v
Sehingga tenaga kinetik 2 i2 menjadi
∂r i ∂r i ∂r i ∂r i
( )
2
1 1 ∂r i
K= ∑ ∑ ∑ mi ~
. ~
q j q K + ∑ ∑ mi ~ . ~ q j + ∑ mi
2 i j K ∂q j ∂ q K i j ∂t ∂qj 2 i ∂t
Apabila medan gayanya demikian hingga dapat dinyatakan sebagai minus gradian
suatu potensial, maka persamaan (3), dapat ditulis sebagai
δ ri
∑ Q j δq j= ∑ ∑ F i . δq~ δq j
j j i j
=∑ ∑ Fi . δ r i
j i ~ ~
=−δv
Yang lali memberikan
δV
Q j=−
δq i
( )
d δL δL
− =Q j
dt δ q̇ j δq j
(11)
dengan
L=K −V
L, disebut fungsi Lagrange dan persamaan (11) dikenal sebagai persamaan Lagrange yang
dikemukakan pada tahun 1788. Persamaan Lagrange ini sangat bermanfaat untuk merumuskan
persamaan gerak sistem bilamana tenaga kinetik dan tenaga potensial sistem dapat dirumuskan.
Sebagai contoh misalnya kita ambil osilator harmonik yakni suatu titik materi yang bergetar
secara harmonis.
Tenaga kinetik dan tenaga potensial osilator harmonik, diberikan oleh
1
K= m ẋ2
2
1
V= kx 2
2
∂L
=m ẋ
∂ ẋ
dan
( )
d ∂L
dt ∂ ẋ
=m ẍ
∂L
=−kx
∂x
Sehingga persamaan geraknya diberikan oleh
m ẍ+ kx=0
atau
k
ẍ=− x
m
yang lalu menghasilkan
x= A cos ωt+ B sin ωt
dengan
ω=
√ k
m
Apabila di dalam sistem koordinat q tidak semua variabel koordinatnya bebas terhadap
yang lain, maka persamaan (11) sudah tentu tidak berlaku dan harus dipakai persamaan (9).
Tetapi persamaan (9) itu diciptakan rumus yang sebentuk dengan rumus (11) yakni yang tidak
menyangkut penjunlahan sigma untuk sistem yang tidak sepenuhnya holononik itu.
Misalnya dari n variabel q 1 , q 2 , q 3 , … . q n, m variabel di antara nereka bergantungan satu sama
lain, yang berarti variabel bebasnya hanya se banyak n - m buah. Maka m variabel yang
bergantungan itu selalu dapat dinyatakan sebagai kombinasilinear n-m variabel bebas tersebut.
Maka kaitan holonomik (holonomic constraint) nya dapat dinyatakan dalam bentuk sistem
persamaan simulatan
(12)
Dari m persamaan ini hanya ada m variabel yang dapat dicari, dan m variabel itu akan
ternyatakan sebagai fungsi linear n - m variabel yang 1ain, yang kita sebut variabel bebas
tersebut. Selanjutnya, karena sistem tidak sepenuhnya holonomik, persamaan Lagrange-nya dari
persanaan (9) menjadi
(13)
Tujuan kita sekarang ialah mengubah persamaan (13) menjadi bentuk holomonik seperti
persamaan (11).
Untuk ini Lagrange berpaling ke persamaan kaitan holonomik (12) yang terdiri atas m
persamaan itu. Persamaan pertama dikalikan dengan λ 1, ke dua dengan λ 2, dan seterusnya lalu
dikombinasi linearkan dan ditambahkan ke persamaan (13). Jelasnya adalah sebagai berikut
Kita bentuk persamaan
(14)
Kemudian dipilihlah apa yang lalu disebut Lagrange multiplier λ 1 , λ2 … . λmitu sedemikian rupa
hingga masing - masing suku pada persamaan (14) adalah nol, yakni
(15)
Untuk j=1 ,2 , … n .
Persamaan (15) ini terdiri atas n persamaan, sedangkan untuk dapat memperoleh q 1 , q 2 , … . q n
dan λ 1 , λ2 … . λm diperlukan n + n persamaan. Adapun m persamaan lainnya yang kita perlukan
tersebut, dapat diperoleh dari persamaan kaitan holonomik (13) dengan mendiferensialkan ke t
dua ka1i, yakni
(16)
Sebagai contoh misalnya menentukan persamaan gerak sebuah lingkaran yang mengguling di
atas papan miring seperti tertera pada gambar.
Persamaan Lagrange untuk lingkaran mengguling
Dari gambar di atas, dijelaskan bahwa persamaan kaitan holonomiknya ialah
yakni
References
Dr. Peter Soedojo, B. S. (1985). MEKANIKA KLASIK. Yogyakarta: LIBERTY YOGYAKARTA
Jayengprawira.