Anda di halaman 1dari 14

Material Komposit

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

1.1 Ikatan Matrik dengan Fiber

Syarat awal dalam medisain suatu komposit adalah mengetahui adanya


ikatan (bonding) antara bahan matrik dengan penguatnya, karena menyangkut
masalah kekuata komposit yang akan dibuat. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
ikatan antara matrik dengan penguatnya dapat diamati dari sudut kontak
permukaan kedua bahan tersebut dengan cara mencelupkan bahan penguat ke
dalam matrik kemudian ditarik keluar perlahan-lahan seperti yang terjadi pada
gambar 1.1

Gambar 1.1 distribusi tegangan fiber dan matrik komposit akibat gaya luar
(Neagu, 2007)
Terjadinya ikata antara matrik (cair) dengan bahan penguat (padat) adalah
akibat adanya gaya adhesi yang lebih besar daripada gaya kohesi. Masalah inilah
yang menngakibatkan terjadinya proses absorbsi molekul-molekul benda cair
(bahan matrik) oleh molekul benda padat (bahan penguat), sehingga menimbulkan
proses pembasahan (wetting) benda cair pada permukaan benda padat.

2.1 Interface Antara Matrik dan Fiber


Interface komposit serat adalah antarmuka yang dibentuk dengan batas,
umumnya memperkuat serat dengan matrik yang berada dalam kontak guna
mempertahankan ikatan diantara serat dengan matrik untuk mentransfer beban.
Hal ini memberikan sifat fisik, mekanik yang unik pada material komposit.
Sebaliknya interphase merupakan kondisi dari berbagai proses yang
memungkinkan reaksi kimia bekerja pada permukaan dan memberikan perubahan
geometris tertentu dan menghasilkan tegangan sisa pada bidang kontak sehingga
memberikan sifat kimia, fisik, mekanik yang bervariasi secara terus menerus serta
bertahap guna penggabungan serat dan matriks menjadi material baru. (sudarsono,

2012).

Gambar 2.1 Diagram skematis dari interphase matriks – penguat (fiber) dan
beberapa faktor yang berkonstribusi terhadap pembentukannya

Ketika matriks melapisi dan melekat pada serat penguat terjadi ikatan
antar serat dengan matriks. ada beberapa macam ikatan yang terbentuk pada
interface antara lain.
1. Ikatan mekanik (Mechanical bonding)
Metriks cair akan menyabar ke seluruh permukaan serat penguat dan
mengisi setiap lekuk dan permukaan serat serat penguat yang kasar akan
saling mengunci dan semakin kasar permukaan serat maka ikatan yang
terjadi akan semakin kuat.

Yk 2
Yk-1 1

xk-1 xk

A B

Gambar 2.2 Ikatan Mekanis


Sumber : I Nyoman Pasek Nugraha (2015)

Misalnya kita akan menghitung panjang garis merah dari titik 1 (xk-1, Yk-1)
ke titik 2 (xk, Yk), sehingga panjang garis dari titik 1 ke titik 2 pedekatan yaitu
n 2
dx 2
∑ √( ∆ xk )2+(∆ yk ) ² =∫
k −1 1 √( dy) +1 dy

Prinsip untuk menentukan panjang serat dengan pendekatan teori


gelombang linier, seperti pada gambar berikut:
Teori pendekatan gelombang linier dapat diketahui dengan persamaan awal

∂2=g . k . tanh . k ( h) (1)


2π 2π
Dengan memasukkan ∂ = dan k = maka persamaan diatas dapat
K L
dituliskan menjadi persamaan berikut ini

( 2Tπ ) = g. 2Lπ . tanh ( 2Lπh )


2
(2)

Persamaan (2) dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut

gT2 2 πh
L=

. tanh L ( ) (3)

Persamaan (3) dapat dituliskan menjadi suatu persamaan yang merupakan fungsi
dari variabel L seperti berikut

gT2 2 πh
f ( L)=
2π ( )
. tanh L – L (4)
Dari persamaan (4) dapat dicari penyelesaian L untuk fungsi f ( L ) = 0 dan
diselesaikan dengan menggunakan metode numerik Newton – Raphson sehingga
dapat dituliskan sebagai berikut

f ( Li)
Li+1 = Li - df ( Li) (5)
dLi

Dengan memasukkan persamaan (4) ke dalam persamaan (5) maka di dapat


persamaan

gT2 2 πh

Li+1 = Li -
2π ( )
. tanh
Li
– Li
2 (6)
∂ gT 2 πh
(
∂ Li 2 π
. tanh (
Li )
−Li )

Untuk mendapatkan turunan pertama dari persamaan (4) maka dapat diasumsikan

gT2 2 πh
=R . Selanjutnya persamaan (4) dapat disusun menjadi bentuk
=Q dan
2π L
persamaan yang lebih sederhana seperti berikut ini

f ( L ) =Q. tanh ( R ) −¿ L¿ (7)

Sehingga turunan pertama dari persamaan (7) terhadap L adalah sebagai berikut

∂ f ( L) ∂ ∂ R ∂L
∂L
=Q . [
∂R
tan R . −]
∂L ∂L
(8)

Dari persamaan (8) untuk turunan tan R terhadap R dapat diselesaikan sebagai
berikut ini

∂ ∂ sinh R
∂R
tan R = (
∂ R cosh R )
∂ sinh R ∂ cosh R
cosh R−sinh R
∂R ∂R
¿ 2
(cosh R )

= 1−¿ ¿ (9)
Sedangkan untuk turunan R dan L adalah sebagai berikut

∂ R ∂ 2 πh
= ( )
∂ L ∂ L Li

2 πh
¿− (10)
L2

Diketahui juga bahwa turunan L terhadap L adalah sama dengan 1. Selanjutnya


dengan mensubstitusikan Persamaan (9) dan persamaan (10) kedalam persamaan
(8) serta memasukkan nilai Q dan R. Maka turunan pertama fai f (L) dapat ditulis
menjadi

gT2 2
∂R 2π
∂L
f ( L )= ( )[ (

1− tanh
L ) ] (− 2Lπh )−1
2 (11)

Selanjutnya penyelesaian akhir untuk turunan pertama dari persamaan (4) dapat
ditulis sebagai berikut,

gh T 2 2
∂R 2 πh
∂ Li
f ( Li ) =
L 2[ (1− tanh
Li ) ]−1 (12)

Dengan memasukkan persamaan (12) kedalam persamaan (6) maka akan didapat
persamaan untuk menghitung panjang serat

g T2 2 πh
2π ( )
. tanh
Li
– Li
Li+1 = Li - (13)
−ghT 2 2
2 πh
{L 2 [ (
. 1− tanh
Li ) ]−1}
Pengujian serat tunggal
Gambar 2.4 Mekanisme uji pull-out (a) Spesimen uji pull-out serat tunggal dan
(b) Kesetimbangan gaya tarik dan geser interfacial antara serat dan matrik
(Marsyahyo, 2009)
Patahnya material komposit dapat disebabkan oleh deformasi ganda,
antara lain disebabkan oleh kondisi pembebanan serta struktur mikro komponen
pembentuk komposit.

Kuat tarik serat


Besarnya kuat tarik dari material komposit dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan:
P
σ=
A
dengan:
σ = tegangan tarik (MPa)
p = beban tarik maksimum (N)
π
A= d ²=¿ luas penampang (mm²)
4

Gambar 2.5 ilustrasi pengujian tarik

Kuat geser rekatan antarmuka


Besarnya kuat geser dari material komposit dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan:
QV
τxz = (untuk menghitung tegangan geser pada komposit beam)
Ib
dengan:
τ = tegangan geser (MPa)
Q= momen statis (m3)
V= gaya geser pada titik tertentu (N.m)
I = momen inersia (m4)
b= tebal material (mm)

a. Tegangan tarik melintang b. Ilustrasi pengujian geser


Gambar 2.6 ilustrasi pengujian geser komposit

Sedangkan untuk serat tertanam pada matrik nilai tegangan geser antara
matrik dan serat dapat dihitung dari besarnya beban yang digunakan untuk
memutuskan/mencabut serat dari matrik dengan menggunakan persamaan 1:

Dengan, F adalah beban maksimum, d adalah diameter fiber, dan lx adalah


panjang serat tertanam. Panjang kritis serat merupakan indikator yang baik bagi
kemampuan dari interphase untuk meneruskan beban diantara dua unsur.
Dengan asumsi tegangan geser yang dialami permukaan serat adalah sama
pada setiap titiknya, sehingga dari model Kelly-Tyson diperoleh persamaan 2:
Dengan asumsi bahwa tegangan maksimum serat terjadi pada x =l/2,
sehingga persamaan 3 menjadi:

Secara kualitatif, persamaan (3) di atas menunjukkan semakin pendek serat


yang tertanam namun mampu memberikan kekuatan ikatan geser interfacial serat-
matrik maka menghasilkan komposit dengan transfer beban yang lebih efektif
dibandingkan serat ukuran panjang namun kekuatan geser interfacial rendah.

2. Ikatan elektrostatik (elektostatic bonding)


Ikatan elektrostatik seperti yang di tunjukkan terjadi antara matriks dan
serat penguat ketika salah satu permukaan yang mempunyai muatan positif
dan permukaan lain mempunyai muatan negatif, sehingga terjadi Tarik
menearik antara dua permukaan tersebut

Gambar 2.7 Ikatan Elektrostatis


Sumber : I Nyoman Pasek Nugraha (2015)

3. Ikatan reaksi (Reaction bonding)


Atom atau molekul dari dua komponen dalam komposit dapat bereaksi
pada permukaan sehingga terjadi ikatan reaksi. ikatan ini akan membentuk
lapisan permukaan yang mempuntyai sifat yang berbeda dari kedua
komponen tersebut.ikatan ini dapat terjadi karena adanya difusi ataom-
atom permukaan dari komponen komposit
Gambar 2.8 Ikatan Reaksi
Sumber : I Nyoman Pasek Nugraha (2015)

3.1 Debonding dan Pull Out pada Komposit

Pada spesimen komposit dengan filler dari bahan serat dapat dijumpai
bentuk patahan kasar. Permukaan kasar pada patahan komposit tersebut dikenal
dengan istilah debonding dan pull out. Debonding adalah pelepasan serat dari
matrik karena matrik tidak dapat mengikat serat dengan baik, sedangkan pull out
adalah pemunculan ujung serat yang patah pada permukaan patahan. Mekanisme
pull out terjadi ketika ikatan antara matrik dan serat melemah ketika beban yang
diberikan bertambah. Pada saat matrik mengalami kegagalan, serat masih dapat
menanggung beban, sehingga proses terjadinya patahan tidak langsung secara
bersaman. Gambar 3.1 berikut merupakan contoh fiber pull out dan debonding
pada komposit serat.

Gambar 3.1 visualisasi debonding dan pull out serat pada komposit

4.1 Teori Adhesi Mekanikal Perekat


Menurut Pizzi (1994), sesuai dengan namanya mechanical
entanglement/interlocking theory, bahwa aksi bersikunci perekat yang mengeras,
secara mekanik dan fisik ke dalam ketidakteraturan makro dan mikro permukaan
serat, merupakan faktor uatama dalam perekatan. Mekanisme dari aksi bersikunci
perekat terjadi ketika permukaan serat (tempat diamana perekat dilaburkan) porus
(sarang), perekat dapat megalir ke dalamnya dan mulai mengeras, sehingga
berfungsi sebagai jangkar perekatan. Namun kemampuan perekat untuk memasuki
serat akan berkurang pada saat porositas pada serat tidak cukup dalam (Packham,
2003).

(a) Komposit sebelum diberikan gaya tarik

(b) Komposit sebelum diberikan gaya tarik


Gambar 4.1 visualisasi ikatan mekanikal antara perekat dengan serat

Polimer perekat dan serat alam yang merekat baik seacara mikroskopis
maupun molekular, membentuk interlock, ketika perekat dilaburkan, masuk ke
dalam serat dan membasahi permukaa serat alam (Gollob dan Wellons, 1990).
Namun kontribusi aksi bersikunci perekat pada kekuatan perekatan, tidak mudah
dideteksi dan diukur. Perekat harus dapat masuk ke dalam tanpa merusak serat.
Agar terjadi ikatan perekatan yang kuat untuk keperluan struktural, penetrasi
perekat harus mampu masuk ke lapis kedua sampai lapis ke enam serat alam dan
menembus dinding selnya.
Teori adhesi mekanikal menyatakan bahwa perekatan yang baik, hanya
terjadi ketika perekat masuk ke dalam lubang atau celah dan ketidakteraturan
lainnya dari permukaan serat dan terkunci secara mekanik pada serat. Perekat
harus masuk ke dalam rongga pada waktu yang cukup singkat.
Permukaan adherend perlu memiliki kekasaran tertentu untuk
menigkatkan kekuatan dan ketahanan perekatan melalui mechanical interlock.
Selain pre-treatment pada permukaan, hal lain yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan perekatan melalui mechanical interlock, adalah memperluas bidang
rekat, meingkatkan wetting kinetics, dan meningkatkan plastisitas perekat. Pada
saat perekat tidak dapat membasahi permukaan serat secara sempurna, maka akan
terjadi perekatan yang lemah, karena berkurangnya daerah kontak atau karena
tekanan (stress) terkonsentrasi dengan adanya rongga. Pada saat perekat dapat
membasahi permukaan serat dengan sempurna, absorbtion, perekat akan terjadi
baik pada permukaan kasar maupun permukaan halus. Namun dapat terjadi
perekatan yang lemah karena rendahnya energi permukaan, hal tersebut dapat
diatasi dengan perlakuaan pada permukaan. Menurut Packham, kekasaran
permukaan dapat meningkatkan perekatan karena bidang kontak dengan perekat
semakin luas. Perubahan keadaan permukaan akan mendistribusi tekanan ketika
ikatan permukaan terbentuk, sehingga energi yang menyebabkan terjadinya
fracture pada permukaan adherend dapat dihilangkan, yang akhirnya akan
meningkatkan perekatan. Cara lain untuk meningkatkan perekatan pada
permukaan mikroporous adalah dengan menciptakan stress discontinuities pada
interface
Teori adhesi mekanikal (mechanical theory of adhesion) berhubungan
dengan perekatan pada permukaan yang kasar dan berongga. Perekatan tersebut
efektif karena energi permukaan yang dimiliki akan meningkatkan ikatan
perekatan. Pada saat ditekan, permukaan yang kasar akan mendistribusikan
kembali stress, seiring dengan hilangnya energi permukaan, maka akan terjadi
kegagalan perekatan. Konsep “tantakel” perekat masuk kedalam rongga serat
terjadi pada tingkat molekul, diadaptasi dari konsep teori difusi pada tingkat yang
lebih tinggi jika tantakel serat juga memasuki perekat, maka disebut dengan
interdifusi, yang melibatkan terjadinya pertautan antara rantai perekat dengan
rantai serat. Hal ini memungkinkan jika serat membentuk tantakel dan terdapat
kesesuaian yang erat antara perekat dengan serat, sehingga terjadi jaringan
perekatan yang kuat, yang membentuk dari kombinasi antara ikatan kimia dan
ikatan mekanik.
Perekatan berkenaan dengan interaksi antara permukaan adhesive dengan
permukaan serat. Beberapa teori perekatan menekankan pada aspek mekanik,
sedangkan yang lainya menekankan pada aspek kimia. Namun pada kenyataanya,
struktur kimia dan interaksinya mempengaruhi sifat mekanik, dan sifat mekanik
dipengaruhi kekuatan ikatan kimia. Dengan demikian aspek mekanik dan aspek
kimia tidak bisa dipisahkan.
Daftar pustaka

Autar K. Kaw. 2006. Mechanics of Composites Material. CRC Press-Taylor &


Francis Group : New York.
Callister W. D. 2007, Material Science and Engineering, 7nd edition, Jhon
Wolley & Sons, Inc., New York.

Chandrabakty, S. 2011. Pengaruh Panjang Serat Tertanam Terhadap Kekuatan


Geser Interfacial Komposit Serat Batang Melinjo-Matriks Resin Epoxy.
Jurnal Mekanikal, Vol. 2 No. 1. p. 1 – 9

Changwoon. 2013. Molecular Dynamics Simulation of Vynil ester resin


Crosslinking, Aerospace Engineering Department, Mississipi State
University.
Gollob, L. And J.D. Wellons 1990. Wood adhesion. In : Skeist, I. Ed ; handbook
of adhesives, 3rd edition. Van nostrand reinhold. New York.
H. Avner S. 1974. Introduction to Physical Metallurgy. McGraw-Hill book
Company, New York.
Harris Bryan. 1999. Engineering composites. The Institute of Materials, London.

Matthews F. L. And R.D . Rawling. 1994. Composite Material Engineering


Science Technology and Medicine. Chopman & Hall. London.
Neagu cristean, Kristofer Gamstedt, Fredrik Berthold And Mikael Lindstrom.
2007. Stiffnes Contribution Of Wood Fibres To Composites Materials. KTH
Solid Mechanic.

Packman, Verpoest. 2003, Natural Fibers: can they replace glass in fibre
reinforced plastic, composites science and technology, 63, 12591264

Pizzi, A. 1994. Advanced wood adhesives technology. Marcel Dekker, inc. New
Yok.

Sudarsono. 2012. kajian sifat mekanik material komposit propeler kincir angin
standard naca 4415 modifikasi. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains
& Teknologi (SNAST) Periode III. Yogyakarta, 3 November 2012

Surdia T. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik, Prandinya Paramita, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai