Gambar 1.1 distribusi tegangan fiber dan matrik komposit akibat gaya luar
(Neagu, 2007)
Terjadinya ikata antara matrik (cair) dengan bahan penguat (padat) adalah
akibat adanya gaya adhesi yang lebih besar daripada gaya kohesi. Masalah inilah
yang menngakibatkan terjadinya proses absorbsi molekul-molekul benda cair
(bahan matrik) oleh molekul benda padat (bahan penguat), sehingga menimbulkan
proses pembasahan (wetting) benda cair pada permukaan benda padat.
2012).
Gambar 2.1 Diagram skematis dari interphase matriks – penguat (fiber) dan
beberapa faktor yang berkonstribusi terhadap pembentukannya
Ketika matriks melapisi dan melekat pada serat penguat terjadi ikatan
antar serat dengan matriks. ada beberapa macam ikatan yang terbentuk pada
interface antara lain.
1. Ikatan mekanik (Mechanical bonding)
Metriks cair akan menyabar ke seluruh permukaan serat penguat dan
mengisi setiap lekuk dan permukaan serat serat penguat yang kasar akan
saling mengunci dan semakin kasar permukaan serat maka ikatan yang
terjadi akan semakin kuat.
Yk 2
Yk-1 1
xk-1 xk
A B
Misalnya kita akan menghitung panjang garis merah dari titik 1 (xk-1, Yk-1)
ke titik 2 (xk, Yk), sehingga panjang garis dari titik 1 ke titik 2 pedekatan yaitu
n 2
dx 2
∑ √( ∆ xk )2+(∆ yk ) ² =∫
k −1 1 √( dy) +1 dy
gT2 2 πh
L=
2π
. tanh L ( ) (3)
Persamaan (3) dapat dituliskan menjadi suatu persamaan yang merupakan fungsi
dari variabel L seperti berikut
gT2 2 πh
f ( L)=
2π ( )
. tanh L – L (4)
Dari persamaan (4) dapat dicari penyelesaian L untuk fungsi f ( L ) = 0 dan
diselesaikan dengan menggunakan metode numerik Newton – Raphson sehingga
dapat dituliskan sebagai berikut
f ( Li)
Li+1 = Li - df ( Li) (5)
dLi
gT2 2 πh
Li+1 = Li -
2π ( )
. tanh
Li
– Li
2 (6)
∂ gT 2 πh
(
∂ Li 2 π
. tanh (
Li )
−Li )
Untuk mendapatkan turunan pertama dari persamaan (4) maka dapat diasumsikan
gT2 2 πh
=R . Selanjutnya persamaan (4) dapat disusun menjadi bentuk
=Q dan
2π L
persamaan yang lebih sederhana seperti berikut ini
Sehingga turunan pertama dari persamaan (7) terhadap L adalah sebagai berikut
∂ f ( L) ∂ ∂ R ∂L
∂L
=Q . [
∂R
tan R . −]
∂L ∂L
(8)
Dari persamaan (8) untuk turunan tan R terhadap R dapat diselesaikan sebagai
berikut ini
∂ ∂ sinh R
∂R
tan R = (
∂ R cosh R )
∂ sinh R ∂ cosh R
cosh R−sinh R
∂R ∂R
¿ 2
(cosh R )
= 1−¿ ¿ (9)
Sedangkan untuk turunan R dan L adalah sebagai berikut
∂ R ∂ 2 πh
= ( )
∂ L ∂ L Li
2 πh
¿− (10)
L2
gT2 2
∂R 2π
∂L
f ( L )= ( )[ (
2π
1− tanh
L ) ] (− 2Lπh )−1
2 (11)
Selanjutnya penyelesaian akhir untuk turunan pertama dari persamaan (4) dapat
ditulis sebagai berikut,
gh T 2 2
∂R 2 πh
∂ Li
f ( Li ) =
L 2[ (1− tanh
Li ) ]−1 (12)
Dengan memasukkan persamaan (12) kedalam persamaan (6) maka akan didapat
persamaan untuk menghitung panjang serat
g T2 2 πh
2π ( )
. tanh
Li
– Li
Li+1 = Li - (13)
−ghT 2 2
2 πh
{L 2 [ (
. 1− tanh
Li ) ]−1}
Pengujian serat tunggal
Gambar 2.4 Mekanisme uji pull-out (a) Spesimen uji pull-out serat tunggal dan
(b) Kesetimbangan gaya tarik dan geser interfacial antara serat dan matrik
(Marsyahyo, 2009)
Patahnya material komposit dapat disebabkan oleh deformasi ganda,
antara lain disebabkan oleh kondisi pembebanan serta struktur mikro komponen
pembentuk komposit.
Sedangkan untuk serat tertanam pada matrik nilai tegangan geser antara
matrik dan serat dapat dihitung dari besarnya beban yang digunakan untuk
memutuskan/mencabut serat dari matrik dengan menggunakan persamaan 1:
Pada spesimen komposit dengan filler dari bahan serat dapat dijumpai
bentuk patahan kasar. Permukaan kasar pada patahan komposit tersebut dikenal
dengan istilah debonding dan pull out. Debonding adalah pelepasan serat dari
matrik karena matrik tidak dapat mengikat serat dengan baik, sedangkan pull out
adalah pemunculan ujung serat yang patah pada permukaan patahan. Mekanisme
pull out terjadi ketika ikatan antara matrik dan serat melemah ketika beban yang
diberikan bertambah. Pada saat matrik mengalami kegagalan, serat masih dapat
menanggung beban, sehingga proses terjadinya patahan tidak langsung secara
bersaman. Gambar 3.1 berikut merupakan contoh fiber pull out dan debonding
pada komposit serat.
Gambar 3.1 visualisasi debonding dan pull out serat pada komposit
Polimer perekat dan serat alam yang merekat baik seacara mikroskopis
maupun molekular, membentuk interlock, ketika perekat dilaburkan, masuk ke
dalam serat dan membasahi permukaa serat alam (Gollob dan Wellons, 1990).
Namun kontribusi aksi bersikunci perekat pada kekuatan perekatan, tidak mudah
dideteksi dan diukur. Perekat harus dapat masuk ke dalam tanpa merusak serat.
Agar terjadi ikatan perekatan yang kuat untuk keperluan struktural, penetrasi
perekat harus mampu masuk ke lapis kedua sampai lapis ke enam serat alam dan
menembus dinding selnya.
Teori adhesi mekanikal menyatakan bahwa perekatan yang baik, hanya
terjadi ketika perekat masuk ke dalam lubang atau celah dan ketidakteraturan
lainnya dari permukaan serat dan terkunci secara mekanik pada serat. Perekat
harus masuk ke dalam rongga pada waktu yang cukup singkat.
Permukaan adherend perlu memiliki kekasaran tertentu untuk
menigkatkan kekuatan dan ketahanan perekatan melalui mechanical interlock.
Selain pre-treatment pada permukaan, hal lain yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan perekatan melalui mechanical interlock, adalah memperluas bidang
rekat, meingkatkan wetting kinetics, dan meningkatkan plastisitas perekat. Pada
saat perekat tidak dapat membasahi permukaan serat secara sempurna, maka akan
terjadi perekatan yang lemah, karena berkurangnya daerah kontak atau karena
tekanan (stress) terkonsentrasi dengan adanya rongga. Pada saat perekat dapat
membasahi permukaan serat dengan sempurna, absorbtion, perekat akan terjadi
baik pada permukaan kasar maupun permukaan halus. Namun dapat terjadi
perekatan yang lemah karena rendahnya energi permukaan, hal tersebut dapat
diatasi dengan perlakuaan pada permukaan. Menurut Packham, kekasaran
permukaan dapat meningkatkan perekatan karena bidang kontak dengan perekat
semakin luas. Perubahan keadaan permukaan akan mendistribusi tekanan ketika
ikatan permukaan terbentuk, sehingga energi yang menyebabkan terjadinya
fracture pada permukaan adherend dapat dihilangkan, yang akhirnya akan
meningkatkan perekatan. Cara lain untuk meningkatkan perekatan pada
permukaan mikroporous adalah dengan menciptakan stress discontinuities pada
interface
Teori adhesi mekanikal (mechanical theory of adhesion) berhubungan
dengan perekatan pada permukaan yang kasar dan berongga. Perekatan tersebut
efektif karena energi permukaan yang dimiliki akan meningkatkan ikatan
perekatan. Pada saat ditekan, permukaan yang kasar akan mendistribusikan
kembali stress, seiring dengan hilangnya energi permukaan, maka akan terjadi
kegagalan perekatan. Konsep “tantakel” perekat masuk kedalam rongga serat
terjadi pada tingkat molekul, diadaptasi dari konsep teori difusi pada tingkat yang
lebih tinggi jika tantakel serat juga memasuki perekat, maka disebut dengan
interdifusi, yang melibatkan terjadinya pertautan antara rantai perekat dengan
rantai serat. Hal ini memungkinkan jika serat membentuk tantakel dan terdapat
kesesuaian yang erat antara perekat dengan serat, sehingga terjadi jaringan
perekatan yang kuat, yang membentuk dari kombinasi antara ikatan kimia dan
ikatan mekanik.
Perekatan berkenaan dengan interaksi antara permukaan adhesive dengan
permukaan serat. Beberapa teori perekatan menekankan pada aspek mekanik,
sedangkan yang lainya menekankan pada aspek kimia. Namun pada kenyataanya,
struktur kimia dan interaksinya mempengaruhi sifat mekanik, dan sifat mekanik
dipengaruhi kekuatan ikatan kimia. Dengan demikian aspek mekanik dan aspek
kimia tidak bisa dipisahkan.
Daftar pustaka
Packman, Verpoest. 2003, Natural Fibers: can they replace glass in fibre
reinforced plastic, composites science and technology, 63, 12591264
Pizzi, A. 1994. Advanced wood adhesives technology. Marcel Dekker, inc. New
Yok.
Sudarsono. 2012. kajian sifat mekanik material komposit propeler kincir angin
standard naca 4415 modifikasi. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains
& Teknologi (SNAST) Periode III. Yogyakarta, 3 November 2012