Cupuz,+##default - Groups.name - Manager##,+10164 99Z - Artikel 70955 1 2 20210925
Cupuz,+##default - Groups.name - Manager##,+10164 99Z - Artikel 70955 1 2 20210925
Abstrak
Di beberapa daerah koneksi internet tidak cukup memadai karena adanya delay yang besar dan tingginya
tingkat loss pada jaringan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menerapkan konsep Delay
Tolerant Network (DTN). DTN memiliki keunggulan dalam mengatasi jaringan dengan konektivitas
rendah, delay yang besar, serta tingkat loss yang tinggi. Pada jaringan DTN terdapat routing Multi-Copy
yang dapat meningkatkan kecepatan transmisi data dan mengurangi delay, tetapi model routing ini
memerlukan lebih banyak sumber daya jaringan seperti ukuran buffer. Dalam mengoptimalkan ruang
buffer dapat diatasi dengan penambahan manajemen buffer dan Packet Priority, sedangkan Stationary
Relay Node dapat digunakan untuk menambah kemungkinan pesan berhasil terkirim. Penelitian
menerapkan protokol routing Multi-Copy dengan menambahkan manajemen buffer Last In First Out,
Stationary Relay Node dan Packet Priority mensimulasikannya dengan ONE simulator. Pengujian
dilakukan pada routing Spray and Wait, Epidemic dan MaxProp menggunakan tiga parameter uji yaitu
Overhead Ratio, Delivery Probability dan Latency Average. Hasil pengujian menunjukkan kinerja
routing Spray and Wait lebih optimal dibandingkan dengan kinerja protokol routing lainnya dengan
nilai Overhead Ratio sebesar 5,1298 dengan penambahan Stationary Relay dan Delivery Probability
sebesar 94,93% pada buffer 5MB dengan Stationary Relay. Sedangkan untuk nilai Latency Average
terendah ada pada routing MaxProp sebesar 993,8513detik tanpa penambahan Stationary Relay Node.
Kata kunci: delay tolerant network, last in first out, routing multi-copy, stationary relay node, packet priority,
manajemen buffer
Abstract
Some areas do not have adequate internet connectivity due to large delays and high loss rates on the
network. These problems can be solved by applying the concept of Delay Tolerant Network (DTN). DTN
has advantages in overcoming networks with low connectivity, large delays and high loss rates. In DTN
network there is Multi-Copy routing which can increase data transmission speed and reduce delay, but
this routing model requires more network resources such as buffer size. Optimizing the buffer space can
be overcome by adding buffer management and Packet Priority, while the Stationary Relay Node can
be used to increase the possibility of sending messages successfully. The research applies the Multi-
Copy routing protocol by adding buffer management Last In First Out, Stationary Relay Node and
Packet Priority simulating it with ONE simulator. Tests were carried out on Spray and Wait, Epidemic
and MaxProp routing using three test parameters, namely Overhead Ratio, Delivery Probability and
Latency Average. The test results show that the Spray and Wait routing performance is more optimal
than other routing protocols with an Overhead Ratio value of 5.1298 with the Stationary Relay and
Delivery Probability of 94.93% in a 5MB buffer with Stationary Relay. Meanwhile, the lowest Latency
Average value is in MaxProp routing of 993.8513 seconds without the addition of a Stationary Relay
Node.
Keywords: delay tolerant network, last in first out, routing multi-copy, stationary relay node, packet priority,
buffer management
Sumber : (Arbi dkk., 2015) pesan yang memiliki jumlah hop yang lebih
tinggi, atau dalam kata lain jumlah node yang
Bagian (a) pada Gambar 4 adalah fase dilewati oleh pesan sebelum tiba pada node saat
Spray, penyebaran pesan dimulai dari node ini.
sumber, setiap nilai “L” salinan disalurkan ke
nilai “L” relay berbeda dari node pertama 2.3.6 Parameter Kinerja
terdekat. Pada fase pertama jika pesan tidak
menemukan tujuan, maka pesan akan diteruskan Parameter kinerja adalah karakteristik, alat
kembali ke tetangga terdekat hingga mencapai ataupun kebutuhan yang digunakan sebagai
tujuan dan masuk ke fase wait. Bagian (b) pada pengukur hasil pengujian. Ada 3 parameter
gambar 4 adalah fase wait, setiap node dengan kinerja yang digunakan yaitu Delivery
nilai “L” salinan pesan akan langsung Probability, Overhead Ratio dan Latency
dikirimkan ke node tujuan. Nilai L sebagai Average.
parameter tergantung kepadatan lalu lintas pada 1) Delivery Probability: tingkat keberhasilan
jaringan dan ditentukan sesuai rata-rata waktu pesan yang diukur berdasarkan rasio
yang sudah ditetapkan. perbandingan jumlah total pesan yang
dikirimkan dengan jumlah pesan yang
2.3.4 Stationary Relay Node sampai pada tujuan.
2) Overhead Ratio: Rasio antara banyaknya
Stationary Relay Node merupakan node pesan yang dibuat berbanding dengan
relay tetap (tidak bergerak) yang memiliki jumlah keseluruhan salinan pesan.
fungsi forward dan store. Setiap node bergerak 3) Latency Average: Waktu rata-rata yang
yang melewati jalur jaringan stationary dibutuhkan oleh pesan untuk sampai pada
diberikan hak untuk menyimpan, mengambil tujuan.
data, atau meneruskan pesan ke node yang
menjadi tujuan selanjutnya. Stationary Relay 3. METODOLOGI
Node berfungsi sebagai terminal data node,
sehingga penempatannya harus dilakukan Penelitian diawali dengan studi literatur
dengan benar untuk meningkatkan probabilitas yang menjadi dasar dan gagasan penelitian.
frekuensi pertukaran data antar node dan Kemudian dilanjutkan dengan analisis
peningkatan transmisi paket (Spyropoulos dkk., kebutuhan, yaitu perangkat keras dan perangkat
2005). lunak untuk mendukung jalannya simulasi.
Setelah analisis kebutuhan selesai dilakukan
2.3.5 Packet Priority maka dilanjutkan ke tahap perancangan dan
implementasi yang menerapkan manajemen
Packet Priority adalah aturan seleksi buffer dan packet priority pada simulator.
terhadap prioritas pesan, apakah pesan disimpan Selanjutnya akan dilakukan simulasi pada tiap
sementara atau akan dibuang guna protokol routing Multi-Copy di The One
memaksimalkan kinerja manajemen buffer. Tiap Simulator. Hasil simulasi kemudian dianalisis
pesan yang masuk ke node diprioritaskan dengan membandingkan data yang diperoleh
berdasarkan jumlah hop dan nilai time-to-live dari tiap protokol routing berdasarkan parameter
(Sobin, 2016). Pada Gambar 5 ditunjukkan kinerja yang telah ditetapkan. Kemudian
aturan Packet Priority. melakukan pengambilan kesimpulan dan saran
sebagai tahapan akhir penelitian ini.
4. SIMULASI
Gambar 5. Aturan Packet Priority Simulasi dilakukan dengan
Sumber : (Sobin, 2016) mengkonfigurasi The One Simulator dari tahap
menentukan jalur peta, menetapkan parameter
Pesan yang diklasifikasikan sebagai simulasi, dan menentukan skenario simulasi.
prioritas tinggi memiliki nilai TTL cukup besar Simulasi dilakukan untuk menguji kinerja dari
dengan jumlah hop rendah akan dimasukkan ke protokol routing Multi-Copy yang dilakukan
dalam antrian buffer. Pada saat yang sama, pesan dengan penambahan manajemen buffer, Packet
yang diklasifikasikan sebagai prioritas rendah Priority dan Stationary Relay Node.
dengan nilai hop tinggi dan TTL rendah akan
dibuang terlebih dahulu. Hal ini disebabkan oleh 4.1 Parameter Simulasi
Parameter simulasi yang digunakan pada Latency Average dilakukan dengan dua
saat pengujian di simulator ditampilkan pada skenario, skenario 1 tanpa penambahan
Tabel 1. stationary relay dan skenario 2 dengan
Tabel 1. Parameter Simulasi stationary relay. Hasil pengujian berupa data-
data kemudian ditampilkan menggunakan grafik
Parameter Nilai
untuk nantinya dilakukan analisis terhadap
Waktu simulasi 12 jam kinerja masing-masing protokol routing Multi-
Panjang Rute 13km Copy.
Jumlah Node 78 node
5.1 Delivery Probability
Stationary Relay Node 6 buah
Delivery Probability merupakan
Time to Live 300 menit probabilitas keberhasilan paket yang sampai
Kecepatan node bergerak 15km-25km/jam pada tujuan berbanding dengan jumlah paket
yang dikirimkan secara keseluruhan. Berikut ini
Lokasi Jalur Pusuk Buhit
adalah hasil delivery probability pada tiap
Ukuran buffer 5MB,7MB,10MB dan protokol routing dengan skenario 1 (tanpa
15MB stationary relay node) dan skenario 2 (dengan
Ukuran pesan 500KB-1MB stationary relay node) yang ditampilkan pada
Routing Epidemic, MaxProp, Gambar 6 dan Gambar 7.
dan Spray and Wait
Network Interface Bluetooth Interface
Jarak 25 meter
Movement Model ShortestPathMap
Based Movement,
StationaryMovement
Kecepatan pengiriman 250kbps
data
banyak tersebar pada jaringan. Selain itu, dari protokol routing Maxprop dan Epidemic,
peningkatan juga disebabkan oleh cara kerja dari meskipun ukuran buffer pada ketiga protokol
routing epidemic. Pesan terus didistribusikan ke routing sama besar. Nilai yang didapatkan
node yang ditemui di seluruh jaringan, sehingga routing ini berbeda karena ada dua tahap dalam
tiap salinan pesan dimiliki oleh setiap node. proses penyebaran paket data pada routing Spray
Selain itu, peningkatan nilai delivery juga karena and Wait. Tahap pertama merupakan tahap
adanya manajemen buffer yang membuang penyebaran paket data ke semua node dalam
pesan berdasarkan urutan masuknya pesan, dan jaringan atau disebut sebagai tahap spray. Jika
pesan lainnya di ruang buffer diurutkan sesuai dalam penyebarannya belum juga menemukan
prioritas berdasarkan jumlah hop dan TTL yang node tujuan,maka akan memasuki tahap wait.
akan mengurangi jumlah pesan yang menumpuk Setiap node pada fase wait akan terus berjalan
pada buffer. Dengan adanya stationary node sampai adanya pertukaran informasi yang telah
maka kemungkinan pesan untuk sampai pada dikonfirmasi oleh node lain, kemudian
tujuan semakin tinggi. Dapat dilihat pada memasuki tahap spray kembali. Faktor pembeda
Gambar 6 dan Gambar 7 untuk nilai delivery lain adalah dengan adanya manajemen buffer
probability tertinggi diperoleh oleh skenario 2 LIFO yang telah ditambahkan aturan packet
sebesar 73,79% dengan buffer sebesar 15MB. priority. Pesan yang tiba di node kemudian
diurutkan sesuai dengan prioritas untuk
5.1.2 Routing MaxProp meminimalkan kemungkinan penumpukan
Gambar 6 dan Gambar 7 menampilkan paket data dalam ruang buffer. Penempatan
bahwa bahwa setiap kali ukuran buffer stationary relay akan meningkatkan
ditingkatkan, nilai delivery probability pada kemungkinan pesan diteruskan. Berdasarkan
routing MaxProp akan meningkat. Ukuran Gambar 6 dan Gambar 7 untuk nilai delivery
buffer yang mengalami peningkatan probability tertinggi diperoleh oleh skenario 2
mengakibatkan pesan yang ditampung pada sebesar 94,93% dengan buffer sebesar 15MB.
node semakin banyak, sehingga pesan lebih
5.2 Overhead Ratio
banyak tersebar pada jaringan. Banyaknya pesan
yang tiba di node tujuan juga akibat dari Penggunaan parameter uji overhead ratio
penambahan manajemen buffer LIFO dan aturan bertujuan untuk melihat banyaknya salinan paket
packet priority yang menetapkan bahwa pesan redundant selama proses pengiriman paket pada
yang terakhir masuk akan dibuang ketika buffer saat simulasi. Berikut ini adalah hasil overhead
pada sebuah node penuh, kemudian pesan yang ratio pada tiap protokol routing dengan skenario
masih berada di buffer node akan diurutkan 1 (tanpa stationary relay node) dan skenario 2
berdasarkan prioritas. Dari gambar tersebut, nilai (dengan stationary relay node) yang ditampilkan
delivery routing MaxProp lebih tinggi pada Gambar 8 dan Gambar 9.
dibandingkan dengan routing Epidemic.
Perbedaan ini dikarenakan protokol ini lebih
memprioritaskan pesan yang belum ada pada
buffer sehingga mencegah kemungkinan paket
data yang berlebihan. Dalam meningkatkan
keberhasilan pesan mencapai tujuan, maka
dilakukan penambahan Stationary Relay Node.
Stationary relay memiliki sifat store and
forward yang dapat membuat pesan disimpan
kemudian diteruskan saat node bergerak
terhubung dengan stationary. Hal ini terlihat
pada Gambar 6 dan Gambar 7 untuk nilai Gambar 8. Grafik Overhead Ratio Skenario 1
delivery probability tertinggi diperoleh oleh
skenario 2 sebesar 86,45% dengan buffer sebesar
15MB.
2005, 252–259.
https://doi.org/10.1145/1080139.1080143