2 PB
2 PB
& Alterman (2009) dan Ertmer et al. (2011) antara 7 sampai 12 tahun yang merupakan
mengenai dampak positif penggunaan media masa sangat penting untuk mengembangkan
sosial dalam proses pembelajaran, bahkan individu sebagaimana yang dibutuhkan
Junco, Heibergert, & Loken (2013) pernah masyarakat (Kus, 2015). Dalam hal ini,
melakukan beberapa media sosial untuk ujian. mengembangkan siswanya dalam kehidupan
Tingginya penggunaan media sosial bermasyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai
seharusnya mampu meningkatkan perilaku Pancasila. Karakter-karakter siswa pada
pro sosial karena media sosial sangat sekolah dasar dapat dijadikan sebagai acuan
bermanfaat sebagai salah satu sarana untuk dalam proses penyusunan media dalam
berinteraksi. Namun demikian media sosial penguatan nilai-nilai Pancasila yang akan
justru menimbulkan perilaku anti sosial di dilakukan, karena menurut Mares, Sivakumar,
kalangan masyarakat. Media sosial telah & Stephenson (2015), media yang baik adalah
mengubah generasi yang ada pada saat ini media yang sesuai dengan usia siswa.
menjadi generasi yang paling anti sosial Tujuan penelitian ini adalah untuk
(Amedie, 2015). Kemunculan situs jejaring mengetahui penguatan nilai-nilai Pancasila
sosial menyebabkan interaksi interpersonal pada salah satu SD di Kabupaten Kebumen
secara tatap muka cenderung menurun dan mengetahui kendala dalam proses
sehingga orang lebih memilih untuk penguatan. Hasil penelitian ini diharapkan
menggunakan situs jejaring sosial karena dapat memberikan manfaat untuk beberapa
lebih praktis (Aljawiy & Muklason, 2011). kalangan baik manfaat secara teoretis maupun
Perilaku anti sosial bisa melunturkan nilai- secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini
nilai Pancasila sehingga diperlukan penguatan diharapkan dapat mendukung teori rekayasa
dengan memanfaatkan fungsi Pancasila dalam sosial yang intinya diperlukan perubahan
menghadapi dampak globalisasi tersebut. sikap dan nilai-nilai individu untuk mengatasi
Pancasila akan mampu menyaring hal yang suatu masalah. Secara praktis bagi penulis,
baik akibat globalisasi (Yudhanegara, 2015). pembaca, masyarakat dan mata pelajaran
Sitorus (2016:700) mengemukakan bahwa PPKn penelitian ini akan digunakan untuk
“Pancasila sebagai dasar kehidupan sosial menambah ilmu dan pengetahuan untuk
untuk membangun warga negara yang memahami tentang penguatan nilai-nilai
humanis”. Pancasila mulai dari sila pertama Pancasila sebagai dasar negara agar kembali
sampai sila terakhir saling berkaitan, dan sila diperkuat sebagai rujukan dalam kehidupan
pertama sebagai dasarnya agar dapat berbangsa dan bernegara.
terlaksananya sila-sila berikutnya. sila
tersebut adalah: 1) Ketuhanan yang Maha Esa, Metode
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) Penelitian ini menggunakan pendekatan
Persatuan Indonesia, 4) kerakyatan yang kualitatif pada salah satu SD di Kabupaten
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Kebumen yang telah menerapkan kurikulum
permusyawaratan perwakilan, 5) Keadilan 2013, dimana pada kurikulum tersebut lebih
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari menekankan pada aspek afektif. Narasumber
kelima sila tersebut tercermin beberapa nilai pada penelitian ini adalah kepala SD selaku
secara berturut-turut, yakni ketuhanan, pengawas kegiatan di sekolah, guru kelas I-VI
kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan SD selaku pemegang wewenang tertinggi
keadilan. pada kelas tersebut dan mengetahui karakter
Banyak cara untuk menguatkan nilai-nilai setiap siswa di tiap kelas mereka, dan sampel
Pancasila. Dalam praktik keseharian siswa kelas I-VI SD dari 156 siswa. Teknik
kehidupan masyarakat terkait dengan nilai- pengumpulan data pada penelitian ini adalah
nilai Pancasila. Penguatan nilai-nilai wawancara semi terstruktur kepada kepala
Pancasila tidak terlepas dari partisipasi siswa sekolah dan guru pada tiap SD serta beberapa
sebagai bagian dari warga negara. Dalam siswa kelas I-VI. Apabila respons dari
penelitian ini dikhususkan pada siswa sekolah narasumber ada yang dirasa perlu ditanyakan
dasar. Siswa sekolah dasar umumnya berusia peneliti maka peneliti bisa menanyakan
bersikap disiplin pada setiap kegiatan di sebayanya (Course, 2014). Pada kegiatan
lingkungan sekolah dan masyarakat. kerja kelompok ini, interaksi yang terjadi
2. Pemilihan ketua kelas cenderung lebih banyak antara siswa dengan
Hasil observasi dan wawancara dengan teman sebayanya. Guru sebagai wali kelas,
guru kelas menunjukkan bahwa dalam proses akan lebih memahami karakter tiap siswanya.
pemilihan ketua kelas menggunakan voting Hal itu dituangkan dalam pembentukan
pada kelas III-VI, sedangkan pada kelas I dan kelompok yang beranggotakan tiga sampai
II menggunakan musyawarah mufakat dengan empat anak. Guru beranggapan bahwa jika
bimbingan dan arahan dari guru. Voting dapat sebuah kelompok kecil memiliki anggota
memberdayakan individu untuk berpartisipasi yang lebih dari empat, maka nantinya diskusi
dalam suatu hal (Vassil & Weber, 2011). tidak akan berjalan secara efektif. Dalam
Proses voting dapat dilaksanakan walaupun sebuah kelompok, terdapat beberapa karakter
tidak ada kegiatan tatap muka, yaitu dengan siswa, mulai dari yang memiliki tingkat
menggunakan e-voting. E-voting dikhususkan intelektual yang tinggi, sedang dan rendah.
untuk mengakomodasi orang yang Hal ini ditujukan guru agar terjadi sebuah
mobilitasnya kurang (Alvarez & Hall, 2004), ‘tutor sebaya’ dalam kelompok tersebut.
sementara pada kelas ini, tatap muka dan Gregory at al. (2011) mengemukakan cara
mobilitas dipastikan dapat dilakukan karena belajar yang efektif adalah ketika seseorang
dilaksanakan pada hari efektif sekolah jadi mengajar orang lain sesamanya. Dengan
tidak menggunakan e-voting. begitu, siswa yang memiliki kemampuan
Pachur dan Spaar (2015) mengemukakan intelektual yang tinggi akan mengajari siswa
bahwa musyawarah dapat dikendalikan secara dalam kelompoknya yang memiliki
sadar. Maka dari itu, guru kelas I dan II lebih kemampuan intelektual di bawahnya. Hal ini
memilih menggunakan strategi ini dalam menanamkan nilai kemanusiaan pada diri
pemilihan ketua kelas karena usia anak kelas I siswa, yakni pengajaran kepada sesamanya
dan II masih sangat perlu dikendalikan. dalam sebuah kelompok. Apabila tingkat
Walaupun dalam musyawarah mufakat, penghargaan kepada manusia rendah, maka
biasanya ada perbedaan pendapat satu sama akan meningkatkan diferensiasi kelompok
lain (Betsch & Iannello, 2009), akan tetapi (Luke & Maio, 2009). Maka, bekerja sama
perbedaan pendapat tersebut tidak timbul dalam kelompok kecil termasuk salah satu
pada kelas ini. Hal ini dimungkinkan terjadi upaya untuk meminimalisasi diferensiasi
karena rasa kurang percaya diri dari siswa sosial di kelas. Kegiatan lain yang
sendiri. Kegiatan ini dilakukan pada setiap menguatkan nilai kemanusiaan adalah
awal semester. Kegiatan ini melatih siswa kegiatan Pramuka yang diselenggarakan
menanamkan nilai demokrasi di sekolah, untuk siswa kelas IV-VI. Kegiatan itu
karena ketua kelas tidak dipilih murni oleh dilakukan pada hari Jumat mulai pukul 13.30-
guru melainkan mengikutsertakan siswa 16.00 WIB. Pada kegiatan itu, siswa juga
dalam pemilihan ketua kelas. Apabila siswa diajak untuk mengembangkan strategi tutor
tidak diikutsertakan dalam pemilihan ketua sebaya dalam penerapan tali-temali. Dengan
kelas, berarti praktik demokrasi tidak berhasil. begitu, siswa-siswa yang belum mampu, akan
Demokrasi yang tidak berhasil dapat berujung diajari oleh siswa yang sudah mumpuni dalam
bencana, seperti anarki dan kebodohan hal tali-temali.
(Markopoulos & Vanharanta, 2015). jadi, 4. Pembelajaran kepada seluruh siswa
kegiatan pemilihan ketua kelas dengan Pembelajaran dilakukan mulai dari pukul
mengikutsertakan siswanya merupakan upaya 07.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB
meminimalisasi kebodohan dan tindak anarki. bagi siswa kelas I dan II, dan pukul 07-00
3. Berkerja sama dalam kelompok kecil WIB sampai dengan pukul 12. 35 WIB untuk
Kegiatan ini dilaksanakan saat siswa kelas III-VI. Khusus untuk kelas VI,
pembelajaran berlangsung. Pembelajaran pada hari Senin dan Rabu terdapat tambahan
memuat hal penting yakni interaksi guru pelajaran selama dua jam pelajaran.
dengan siswa dan siswa dengan teman Pembelajaran merupakan aktivitas yang
berorientasi pada proses (Luke & Maio, anggota masyarakat dalam suatu kegiatan.
2009). Pembelajaran yang dilakukan guru Wahab & Sapriya (2011, hal. 9))
tidak hanya sekadar mentransmisikan mengemukakan paradigma sistemis di dalam
pengetahuan melainkan terdapat beberapa pendidikan kewarganegaraan terdapat tiga
proses yang membuat siswa terlibat aktif domain yakni domain akademis, domain
dalam pembelajaran. Tidak hanya siswa yang kurikuler dan domain sosial kultural. Domain
perempuan atau laki-laki saja melainkan akademis adalah berbagai pemikiran tentang
semua siswa yang ada di kelas berhak pendidikan kewarganegaraan yang
mengikuti pembelajaran dengan guru. berkembang di lingkungan komunitas
Tindakan yang dilakukan guru ini merupakan keilmuan. Domain kurikuler adalah konsep
penguatan nilai keadilan. Durrani (2018) praksis pendidikan kewarganegaraan dalam
mengemukakan, pendistribusian pendidikan dunia pendidikan formal dan non formal.
yang tidak merata, akan menyebabkan Domain sosial kultural adalah konsep dan
konflik. Maka, untuk menghindari konflik, praksis di lingkungan masyarakat.
guru menanamkan nilai keadilan sejak dini. Berdasarkan pernyataan di atas penguatan
5. Jumat bersih nilai-nilai Pancasila di sekolah dasar termasuk
Kegiatan ini dilakukan pada hari Jumat dalam domain akademis (phsyco-paedagogial
pagi setelah dilaksanakan senam dan sebelum development).
pembelajaran dimulai. Kegiatan ini ditujukan Partisipasi sebagai warga sekolah dasar
kepada seluruh warga sekolah secara sangat berguna bagi keberhasilan program
bersama-sama untuk membersihkan atau kegiatan yang dilaksanakan untuk
lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah mewujudkan kuatnya nilai Pncasila dalam
yang bersih menjadi ketertarikan untuk kehidupan siswa. Upaya penguatan nilai-nilai
dipandang dan ditempati. Ali, Rostam, & Pancasila melalui partisipasi warga sekolah
Awang (2014) mengatakan, lingkungan yang sangat berkaitan dengan perubahan sosial di
memiliki pemandangan menarik merupakan lingkungan sekolah karena proses di
inspirasi bagi siswa, guru, karyawan sekolah dalamnya berkaitan dengan munculnya
dan orang tua. Agar sekolah tetap menjadi permasalahan sosial yang mengakibatkan
inspirasi dalam pelaksanaan pembelajaran, melemahnya nilai-nilai Pancasila. Sekolah
maka kita harus senantiasa menjaganya. berupaya menguatkan nilai-nilai Pancasila
Kegiatan ini menguatkan nilai persatuan dengan mengubah siswanya baik menjadi
antara siswa, guru, dan karyawan sekolah. lebih baik dari sebelumnya berdasarkan
Mereka bersatu untuk membersihkan Pancasila.
lingkungan sekolah secara bersama-sama. Rakhmat (2000, hal. 55), rekayasa sosial
Kegiatan lain yang menguatkan nilai dilakukan karena munculnya problem-
persatuan adalah pelaksanaan upacara problem sosial. Problem sosial muncul karena
bendera pada hari Senin dan piket kelas pada adanya ketaksesuaian antara apa yang
tiap kelas. Upacara bendera mencerminkan seharusnya, yang diinginkan (das sollen)
persatuan antara siswa, guru, dan karyawan dengan apa yang menjadi kenyataan (das
sekolah. Piket kelas mencerminkan persatuan sein). Misalnya dalam konteks studi ini, media
antara siswa satu dengan yang lain untuk sosial diharapkan akan dapat meningkatkan
bersama-sama membersihkan kelas. sikap pro sosial, akan tetapi ternyata apa yang
Keseluruhan kegiatan di atas, diharapkan itu tidak terwujud, justru yang
dilaksanakan dalam rangka menguatkan nilai- terjadi sebaliknya, muncul masalah adanya
nilai Pancasila di sekolah dasar yang memiliki perilaku anti sosial. Dalam penelitian ini
elemen warga sekolah yang heterogen. rekayasa sosial dijabarkan dengan
Kegiatan di atas melibatkan warga sekolah mengidentifikasi indikator-indikator sebagai
untuk ikut serta dalam kegiatan. Hal tersebut berikut: 1) sebab perubahan (cause of
sesuai dengan pernyataan Mardikanto (2010) change); 2) sang pelaku perubahan (agent of
yang menyebutkan partisipasi adalah change); 3) sasaran perubahan (target of
keikutsertaan seseorang atau sekelompok change); 4) saluran perubahan (channel of
Channel of
Change
Result of Strategy of - sholat
Change Change berjamaah
Pengarahan, - pemilihan
Sikap peduli pelaksanaan, ketua kelas
sosial dan - diskusi
kelompok kecil
- pramuka