Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol. 15 No.

2 Tahun 2018 | 161 – 169

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan


https://journal.uny.ac.id/index.php/civics/index
1829-5789 (print)
2541-1918 (online)

Penguatan nilai-nilai pancasila di sekolah dasar

Triyanto a, 1*, Nur Fadhilahb, 2


a
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
Indonesia
b
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
Indonesia
1
try_uns@yahoo.com *; 2 nurfadhilah795@gmail.com
*korespondensi penulis
Informasi artikel ABSTRAK
Sejarah artikel: Penelitian ini didasarkan pada pentingnya penguatan nilai Pancasila pada
Diterima : 02-08-2018 peserta didik di era digital saat ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Revisi : 29-08-2018 mengetahui: 1) Bagaimana penguatan nilai-nilai Pancasila di SD; 2) Apa
Dipublikasikan : 31-10-2018 saja kendala untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila di SD. Penelitian ini
Kata kunci: menggunakan penelitian kualitatif. Data dikumpulkan melalui studi
nilai Pancasila pustaka, observasi dan wawancara. Subjek penelitian adalah kepala
sekolah dasar sekolah, guru, siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)
sosial budaya Pelaksanaan penguatan nilai-nilai Pancasila di SD termasuk dalam jalur
sosialisasi Pancasila melalui pengembangan sosial budaya yang
dilakukan melalui salat berjamaah, pemilihan ketua kelas, diskusi
kelompok kecil, pramuka, pembelajaran di kelas, jumat bersih, upacara
bendera dan piket kelas. Pelaksanaan penguatan nilai-nilai Pancasila di
sekolah dasar menemui kendala yaitu sikap anak yang sulit dinasihati dan
memiliki kebiasaan di luar sekolah yang kurang baik. Terdapat perubahan
sikap dari anti sosial menjadi sikap peduli sosial. Hal ini sangat penting
untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila.
ABSTRACT
Keywords: This research is based on the importance of strengthening the value of
Pancasila value Pancasila in the students in the digital era today. The purpose of this
elementary school research is to know: 1) How to strengthen the values of Pancasila in
socio-cultural elementary school; 2) What are the constraints to strengthen the values
of Pancasila in elementary school. This study uses qualitative research.
Data were collected through literature study, observation and interview.
The research subjects were the principal, teacher, student. The results of
the research indicate that: 1) The implementation of Pancasila values in
elementary school is included in the socialization of Pancasila through
psycho-pedagogical development that consists of congregational prayer,
class election, small group discussion, clean Friday, flag ceremony, and
class picket. The implementation of strengthening Pancasila values in
elementary schools encountered obstacles, namely the attitude of
children who were difficult to advise and had bad habits outside of
school. There is a change of attitude from anti-social to social care
attitude. It is very important to strengthen the values of Pancasila.
Copyright © 2018 Triyanto dan Nur Fadhilah

Pendahuluan Blog (Novak, Razzouk, & Johnson, 2012;


Era digital adalah kehidupan dimana Setiawan, 2017). Meluasnya teknologi ini
manusia menggunakan teknologi dalam juga mempengaruhi pembelajaran di setiap
sebagian besar pemenuhan kebutuhannya. Era jenjang, termasuk sekolah dasar. Media sosial
digital terlahir dengan kemunculan digital, digambarkan sebagai saluran yang digunakan
jaringan internet khususnya teknologi untuk mentransmisikan pengetahuan antara
informasi komputer, seperti media sosial yang komunitas dan pemelajar (Al-Rahmi & Zeki,
berkembang saat ini misalnya Twitter dan 2017). Beberapa penelitian seperti Larusson
email: journalcivics@uny.ac.id
Triyanto dan Nur Fadhilah | Penguatan nilai-nilai pancasila …

& Alterman (2009) dan Ertmer et al. (2011) antara 7 sampai 12 tahun yang merupakan
mengenai dampak positif penggunaan media masa sangat penting untuk mengembangkan
sosial dalam proses pembelajaran, bahkan individu sebagaimana yang dibutuhkan
Junco, Heibergert, & Loken (2013) pernah masyarakat (Kus, 2015). Dalam hal ini,
melakukan beberapa media sosial untuk ujian. mengembangkan siswanya dalam kehidupan
Tingginya penggunaan media sosial bermasyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai
seharusnya mampu meningkatkan perilaku Pancasila. Karakter-karakter siswa pada
pro sosial karena media sosial sangat sekolah dasar dapat dijadikan sebagai acuan
bermanfaat sebagai salah satu sarana untuk dalam proses penyusunan media dalam
berinteraksi. Namun demikian media sosial penguatan nilai-nilai Pancasila yang akan
justru menimbulkan perilaku anti sosial di dilakukan, karena menurut Mares, Sivakumar,
kalangan masyarakat. Media sosial telah & Stephenson (2015), media yang baik adalah
mengubah generasi yang ada pada saat ini media yang sesuai dengan usia siswa.
menjadi generasi yang paling anti sosial Tujuan penelitian ini adalah untuk
(Amedie, 2015). Kemunculan situs jejaring mengetahui penguatan nilai-nilai Pancasila
sosial menyebabkan interaksi interpersonal pada salah satu SD di Kabupaten Kebumen
secara tatap muka cenderung menurun dan mengetahui kendala dalam proses
sehingga orang lebih memilih untuk penguatan. Hasil penelitian ini diharapkan
menggunakan situs jejaring sosial karena dapat memberikan manfaat untuk beberapa
lebih praktis (Aljawiy & Muklason, 2011). kalangan baik manfaat secara teoretis maupun
Perilaku anti sosial bisa melunturkan nilai- secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini
nilai Pancasila sehingga diperlukan penguatan diharapkan dapat mendukung teori rekayasa
dengan memanfaatkan fungsi Pancasila dalam sosial yang intinya diperlukan perubahan
menghadapi dampak globalisasi tersebut. sikap dan nilai-nilai individu untuk mengatasi
Pancasila akan mampu menyaring hal yang suatu masalah. Secara praktis bagi penulis,
baik akibat globalisasi (Yudhanegara, 2015). pembaca, masyarakat dan mata pelajaran
Sitorus (2016:700) mengemukakan bahwa PPKn penelitian ini akan digunakan untuk
“Pancasila sebagai dasar kehidupan sosial menambah ilmu dan pengetahuan untuk
untuk membangun warga negara yang memahami tentang penguatan nilai-nilai
humanis”. Pancasila mulai dari sila pertama Pancasila sebagai dasar negara agar kembali
sampai sila terakhir saling berkaitan, dan sila diperkuat sebagai rujukan dalam kehidupan
pertama sebagai dasarnya agar dapat berbangsa dan bernegara.
terlaksananya sila-sila berikutnya. sila
tersebut adalah: 1) Ketuhanan yang Maha Esa, Metode
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) Penelitian ini menggunakan pendekatan
Persatuan Indonesia, 4) kerakyatan yang kualitatif pada salah satu SD di Kabupaten
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Kebumen yang telah menerapkan kurikulum
permusyawaratan perwakilan, 5) Keadilan 2013, dimana pada kurikulum tersebut lebih
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari menekankan pada aspek afektif. Narasumber
kelima sila tersebut tercermin beberapa nilai pada penelitian ini adalah kepala SD selaku
secara berturut-turut, yakni ketuhanan, pengawas kegiatan di sekolah, guru kelas I-VI
kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan SD selaku pemegang wewenang tertinggi
keadilan. pada kelas tersebut dan mengetahui karakter
Banyak cara untuk menguatkan nilai-nilai setiap siswa di tiap kelas mereka, dan sampel
Pancasila. Dalam praktik keseharian siswa kelas I-VI SD dari 156 siswa. Teknik
kehidupan masyarakat terkait dengan nilai- pengumpulan data pada penelitian ini adalah
nilai Pancasila. Penguatan nilai-nilai wawancara semi terstruktur kepada kepala
Pancasila tidak terlepas dari partisipasi siswa sekolah dan guru pada tiap SD serta beberapa
sebagai bagian dari warga negara. Dalam siswa kelas I-VI. Apabila respons dari
penelitian ini dikhususkan pada siswa sekolah narasumber ada yang dirasa perlu ditanyakan
dasar. Siswa sekolah dasar umumnya berusia peneliti maka peneliti bisa menanyakan

162| Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan


nama penulis pertama, dkk | judul artikel dalam 4 sampai 5 kata......

kepada responden walaupun di dalam Svechnikova, & Guliya (2017), dalam


pedoman wawancara tidak ada pendidikan tidak selalu meluaskan sebuah
pertanyaannya. Wawancara kepada kepala pengetahuan, tetapi juga sikapnya yang baik,
sekolah guna menggali informasi tentang kecerdasannya untuk mengekspresikan
kegiatan di sekolah baik kegiatan pikirannya, untuk mendengarkan dengan
intrakurikuler maupun ekstrakurikuler dan cermat, untuk membuat gerakan balik yang
proses mengajar guru kelas. Wawancara tepat, dengan martabat dan sesuai dengan
kepada guru kelas guna menggali informasi kondisi untuk berperilaku.
tentang strategi dalam menguatkan nilai-nilai Upaya dalam menguatkan nilai-nilai
pancasila di dalam maupun di luar Pancasila di sekolah dasar dapat dilihat dari
pembelajaran. Sampel siswa kelas I-VI yang kegiatan yang dilakukan di sekolah itu sendiri.
representatif pada tiap SD guna menggali Kegiatan di sekolah dasar yang dapat
informasi tentang kegiatan apa saja yang mendukung untuk menguatkan nilai-nilai
pernah diikuti siswa selain pembelajaran Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut.
terkait dengan penguatan nilai-nilai Pancasila. 1. Salat jamaah untuk kelas IV- VI
Teknik pengumpulan data yang kedua adalah Puspitasari, Djunaedi, & Putra (2012),
observasi partisipasi pasif pada guru dan berpendapat manusia selalu berusaha ingin
siswa SD, yakni peneliti mengamati langsung mereplikasi dunia suci ke dunia nyata, dengan
kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas berusaha menerima kebaikan Tuhan melalui
namun tidak turut campur dalam kegiatan kegiatan religius. Karena itu, suatu wilayah
pembelajaran, dan didukung dengan analisis secara material terkait dengan berbagai (Goh
dokumen yang berupa silabus, RPP, buku & van der Veer, 2016). Salah satunya wilayah
sumber materi belajar siswa. sekolah dasar pada penelitian ini yakni
Validitas data pada penelitian ini terdapat penganut agama Islam dan Kristen.
menggunakan triangulasi sumber dan Salah satu kegiatan dari umat Islam adalah
triangulasi teknik karena untuk menutup salat jamaah. Kegiatan ini dilakukan saat
kemungkinan apabila ada kekurangan data istirahat kedua tepat dengan waktu salat
dari salah satu sumber atau salah satu metode, zuhur. Salat jamaah ini dilakukan lima hari
maka dapat dilengkapi dengan data dari dari enam hari pertemuan sekolah yakni
sumber atau metode lain. Analisis data pada Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu. Pada
penelitian ini berlangsung selama proses kegiatan ini, guru laki-laki berperan sebagai
pengumpulan data dan setelah selesai imam, karena belum memungkinkan jika
pengumpulan data yang menggunakan teknik imam dari siswa itu sendiri. Mulai dari
dari Miles dan Huberman mulai dari aktivitas kegiatan wudu, guru mengawasi setiap siswa
data reduction, data display, dan conclusion terutama kelas IV yang sekiranya belum
drawing/verification (1992). menghafal gerakan wudhu dan
mengondisikan siswa agar tidak membuat
Hasil dan Pembahasan keributan di area musala. Sesuai dengan
Pengembangan pelaksanaan sosialisasi pendapat Necula (2014), tidak hanya
Pancasila dapat dilakukan melalui pembelajarannya saja yang diwahyukan
pengembangan pendidikan pembelajaran, Tuhan untuk membelajarkan agama, namun
pengembangan sosial budaya. dan juga perwakilan kelompok sosial yang
pengembangan melalui kekuasaan dipercayai mampu mengajarkannya. Upaya
(Budimansyah, 2010). Penguatan nilai-nilai yang dapat dilakukan untuk menguatkan nilai
Pancasila di sekolah dasar termasuk dalam ketuhanan di sekolah dasar adalah
jalur pendidikan pembelajaran (psyco- menjalankan ajaran agama yang dianutnya,
pedagogial development) karena kegiatan salah satunya dengan kegiatan salat
yang dilakukan di sekolah dasar tidak terlepas berjamaah. Siswanto (2013) mengemukakan
dari kegiatan pembelajaran yang menyangkut bahwa salat juga merupakan pelatihan
tiga aspek, yakni kognitif, afektif dan pembinaan disiplin dan kontrol diri. Hal ini
psikomotor. Sesuai dengan Kozhanova, dapat membantu siswa dalam membiasakan

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|163


Triyanto dan Nur Fadhilah | Penguatan nilai-nilai pancasila …

bersikap disiplin pada setiap kegiatan di sebayanya (Course, 2014). Pada kegiatan
lingkungan sekolah dan masyarakat. kerja kelompok ini, interaksi yang terjadi
2. Pemilihan ketua kelas cenderung lebih banyak antara siswa dengan
Hasil observasi dan wawancara dengan teman sebayanya. Guru sebagai wali kelas,
guru kelas menunjukkan bahwa dalam proses akan lebih memahami karakter tiap siswanya.
pemilihan ketua kelas menggunakan voting Hal itu dituangkan dalam pembentukan
pada kelas III-VI, sedangkan pada kelas I dan kelompok yang beranggotakan tiga sampai
II menggunakan musyawarah mufakat dengan empat anak. Guru beranggapan bahwa jika
bimbingan dan arahan dari guru. Voting dapat sebuah kelompok kecil memiliki anggota
memberdayakan individu untuk berpartisipasi yang lebih dari empat, maka nantinya diskusi
dalam suatu hal (Vassil & Weber, 2011). tidak akan berjalan secara efektif. Dalam
Proses voting dapat dilaksanakan walaupun sebuah kelompok, terdapat beberapa karakter
tidak ada kegiatan tatap muka, yaitu dengan siswa, mulai dari yang memiliki tingkat
menggunakan e-voting. E-voting dikhususkan intelektual yang tinggi, sedang dan rendah.
untuk mengakomodasi orang yang Hal ini ditujukan guru agar terjadi sebuah
mobilitasnya kurang (Alvarez & Hall, 2004), ‘tutor sebaya’ dalam kelompok tersebut.
sementara pada kelas ini, tatap muka dan Gregory at al. (2011) mengemukakan cara
mobilitas dipastikan dapat dilakukan karena belajar yang efektif adalah ketika seseorang
dilaksanakan pada hari efektif sekolah jadi mengajar orang lain sesamanya. Dengan
tidak menggunakan e-voting. begitu, siswa yang memiliki kemampuan
Pachur dan Spaar (2015) mengemukakan intelektual yang tinggi akan mengajari siswa
bahwa musyawarah dapat dikendalikan secara dalam kelompoknya yang memiliki
sadar. Maka dari itu, guru kelas I dan II lebih kemampuan intelektual di bawahnya. Hal ini
memilih menggunakan strategi ini dalam menanamkan nilai kemanusiaan pada diri
pemilihan ketua kelas karena usia anak kelas I siswa, yakni pengajaran kepada sesamanya
dan II masih sangat perlu dikendalikan. dalam sebuah kelompok. Apabila tingkat
Walaupun dalam musyawarah mufakat, penghargaan kepada manusia rendah, maka
biasanya ada perbedaan pendapat satu sama akan meningkatkan diferensiasi kelompok
lain (Betsch & Iannello, 2009), akan tetapi (Luke & Maio, 2009). Maka, bekerja sama
perbedaan pendapat tersebut tidak timbul dalam kelompok kecil termasuk salah satu
pada kelas ini. Hal ini dimungkinkan terjadi upaya untuk meminimalisasi diferensiasi
karena rasa kurang percaya diri dari siswa sosial di kelas. Kegiatan lain yang
sendiri. Kegiatan ini dilakukan pada setiap menguatkan nilai kemanusiaan adalah
awal semester. Kegiatan ini melatih siswa kegiatan Pramuka yang diselenggarakan
menanamkan nilai demokrasi di sekolah, untuk siswa kelas IV-VI. Kegiatan itu
karena ketua kelas tidak dipilih murni oleh dilakukan pada hari Jumat mulai pukul 13.30-
guru melainkan mengikutsertakan siswa 16.00 WIB. Pada kegiatan itu, siswa juga
dalam pemilihan ketua kelas. Apabila siswa diajak untuk mengembangkan strategi tutor
tidak diikutsertakan dalam pemilihan ketua sebaya dalam penerapan tali-temali. Dengan
kelas, berarti praktik demokrasi tidak berhasil. begitu, siswa-siswa yang belum mampu, akan
Demokrasi yang tidak berhasil dapat berujung diajari oleh siswa yang sudah mumpuni dalam
bencana, seperti anarki dan kebodohan hal tali-temali.
(Markopoulos & Vanharanta, 2015). jadi, 4. Pembelajaran kepada seluruh siswa
kegiatan pemilihan ketua kelas dengan Pembelajaran dilakukan mulai dari pukul
mengikutsertakan siswanya merupakan upaya 07.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB
meminimalisasi kebodohan dan tindak anarki. bagi siswa kelas I dan II, dan pukul 07-00
3. Berkerja sama dalam kelompok kecil WIB sampai dengan pukul 12. 35 WIB untuk
Kegiatan ini dilaksanakan saat siswa kelas III-VI. Khusus untuk kelas VI,
pembelajaran berlangsung. Pembelajaran pada hari Senin dan Rabu terdapat tambahan
memuat hal penting yakni interaksi guru pelajaran selama dua jam pelajaran.
dengan siswa dan siswa dengan teman Pembelajaran merupakan aktivitas yang

164| Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan


nama penulis pertama, dkk | judul artikel dalam 4 sampai 5 kata......

berorientasi pada proses (Luke & Maio, anggota masyarakat dalam suatu kegiatan.
2009). Pembelajaran yang dilakukan guru Wahab & Sapriya (2011, hal. 9))
tidak hanya sekadar mentransmisikan mengemukakan paradigma sistemis di dalam
pengetahuan melainkan terdapat beberapa pendidikan kewarganegaraan terdapat tiga
proses yang membuat siswa terlibat aktif domain yakni domain akademis, domain
dalam pembelajaran. Tidak hanya siswa yang kurikuler dan domain sosial kultural. Domain
perempuan atau laki-laki saja melainkan akademis adalah berbagai pemikiran tentang
semua siswa yang ada di kelas berhak pendidikan kewarganegaraan yang
mengikuti pembelajaran dengan guru. berkembang di lingkungan komunitas
Tindakan yang dilakukan guru ini merupakan keilmuan. Domain kurikuler adalah konsep
penguatan nilai keadilan. Durrani (2018) praksis pendidikan kewarganegaraan dalam
mengemukakan, pendistribusian pendidikan dunia pendidikan formal dan non formal.
yang tidak merata, akan menyebabkan Domain sosial kultural adalah konsep dan
konflik. Maka, untuk menghindari konflik, praksis di lingkungan masyarakat.
guru menanamkan nilai keadilan sejak dini. Berdasarkan pernyataan di atas penguatan
5. Jumat bersih nilai-nilai Pancasila di sekolah dasar termasuk
Kegiatan ini dilakukan pada hari Jumat dalam domain akademis (phsyco-paedagogial
pagi setelah dilaksanakan senam dan sebelum development).
pembelajaran dimulai. Kegiatan ini ditujukan Partisipasi sebagai warga sekolah dasar
kepada seluruh warga sekolah secara sangat berguna bagi keberhasilan program
bersama-sama untuk membersihkan atau kegiatan yang dilaksanakan untuk
lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah mewujudkan kuatnya nilai Pncasila dalam
yang bersih menjadi ketertarikan untuk kehidupan siswa. Upaya penguatan nilai-nilai
dipandang dan ditempati. Ali, Rostam, & Pancasila melalui partisipasi warga sekolah
Awang (2014) mengatakan, lingkungan yang sangat berkaitan dengan perubahan sosial di
memiliki pemandangan menarik merupakan lingkungan sekolah karena proses di
inspirasi bagi siswa, guru, karyawan sekolah dalamnya berkaitan dengan munculnya
dan orang tua. Agar sekolah tetap menjadi permasalahan sosial yang mengakibatkan
inspirasi dalam pelaksanaan pembelajaran, melemahnya nilai-nilai Pancasila. Sekolah
maka kita harus senantiasa menjaganya. berupaya menguatkan nilai-nilai Pancasila
Kegiatan ini menguatkan nilai persatuan dengan mengubah siswanya baik menjadi
antara siswa, guru, dan karyawan sekolah. lebih baik dari sebelumnya berdasarkan
Mereka bersatu untuk membersihkan Pancasila.
lingkungan sekolah secara bersama-sama. Rakhmat (2000, hal. 55), rekayasa sosial
Kegiatan lain yang menguatkan nilai dilakukan karena munculnya problem-
persatuan adalah pelaksanaan upacara problem sosial. Problem sosial muncul karena
bendera pada hari Senin dan piket kelas pada adanya ketaksesuaian antara apa yang
tiap kelas. Upacara bendera mencerminkan seharusnya, yang diinginkan (das sollen)
persatuan antara siswa, guru, dan karyawan dengan apa yang menjadi kenyataan (das
sekolah. Piket kelas mencerminkan persatuan sein). Misalnya dalam konteks studi ini, media
antara siswa satu dengan yang lain untuk sosial diharapkan akan dapat meningkatkan
bersama-sama membersihkan kelas. sikap pro sosial, akan tetapi ternyata apa yang
Keseluruhan kegiatan di atas, diharapkan itu tidak terwujud, justru yang
dilaksanakan dalam rangka menguatkan nilai- terjadi sebaliknya, muncul masalah adanya
nilai Pancasila di sekolah dasar yang memiliki perilaku anti sosial. Dalam penelitian ini
elemen warga sekolah yang heterogen. rekayasa sosial dijabarkan dengan
Kegiatan di atas melibatkan warga sekolah mengidentifikasi indikator-indikator sebagai
untuk ikut serta dalam kegiatan. Hal tersebut berikut: 1) sebab perubahan (cause of
sesuai dengan pernyataan Mardikanto (2010) change); 2) sang pelaku perubahan (agent of
yang menyebutkan partisipasi adalah change); 3) sasaran perubahan (target of
keikutsertaan seseorang atau sekelompok change); 4) saluran perubahan (channel of

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|165


Triyanto dan Nur Fadhilah | Penguatan nilai-nilai pancasila …

change); dan 5) strategi perubahan (strategy Warga sekolah menjadi sasaran


of change). perubahan karena mereka berasal dari
Menurut teori rekayasa sosial terdapat masyarakat heterogen yang sebelumnya
beberapa indikator yang sesuai untuk kurang melakukan kegiatan-kegiatan sosial
menganalisis terkait upaya yang dilakukan yang dapat menguatkan nilai-nilai Pancasila.
sekolah untuk menguatkan nilai-nilai Maka warga sekolah menjadi sasaran
Pancasila. Analisis dalam penelitian ini dapat perubahan agar mereka dapat mengubah pola
dijabarkan melalui sebagai berikut. pikir untuk lebih meningkatkan sikap peduli
1. Sebab perubahan (cause of change) sosial di antara sesama.
Langkah pertama dalam rekayasa sosial 4. Saluran perubahan (channel of change)
yang harus dilakukan adalah menentukan Saluran perubahan yang akan dilalui
penyebab perubahan yang menjadi dalam rekayasa sosial penguatan nilai-nilai
permasalahan. Berkaitan dengan penelitian ini Pancasila ini melalui kegiatan salat
permasalahan yang akan direkayasa adalah berjamaah, pemilihan ketua kelas, diskusi
mengupayakan untuk menguatkan nilai-nilai kelompok kecil, pramuka, pembelajaran di
Pancasila di sekolah dasar dengan cara kelas, jumat bersih, upacara bendera dan piket
melakukan kegiatan intrakurikuler dan kelas.
ekstrakurikuler, baik yang bersifat akademik 5. Strategi perubahan (strategy of change)
maupun non akademik. Permasalahan yang Strategi perubahan yang dilakukan oleh
muncul dan menjadi penyebab perubahan ini sekolah antara lain pengarahan, pelaksanaan
adalah perkembangan teknologi yang dan pendampingan.
menimbulkan sikap anti sosial. Setelah melalui proses dalam rekayasa
2. Sang pelaku perubahan (agent of change) sosial yang terakhir merupakan hasil dari
Agen perubahan adalah individu, perubahan sosial yakni perubahan sikap dari
kelompok atau organisasi yang berupaya anti sosial menjadi peduli sosial yang nantinya
untuk melakukan rekayasa sosial. Dalam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
rekayasa sosial penguatan nilai-nilai Pancasila sebagai masyarakat. Secara lebih jelas proses
di sekolah dasar adalah warga sekolah. rekayasa sosial penguatan nilai-nilai Pancasila
3. Sasaran perubahan (target of change) di sekolah dasar dapat dilihat pada skema
berikut ini.

Cause of Agent of Target of


Change Change Change

Sikap anti Warga Warga


sosial sekolah sekolah

Channel of
Change
Result of Strategy of - sholat
Change Change berjamaah
Pengarahan, - pemilihan
Sikap peduli pelaksanaan, ketua kelas
sosial dan - diskusi
kelompok kecil
- pramuka

Gambar Skema Rekayasa Sosial Penguatan Nilai-Nilai Pancasila di Sekolah Dasar

166| Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan


nama penulis pertama, dkk | judul artikel dalam 4 sampai 5 kata......

Pelaksanaan kegiatan penguatan nilai- baik untuk menguatkan nilai-nilai


nilai Pancasila mengalami beberapa kendala Pancasila.
yang dapat mempengaruhi hasil dari kegiatan
apabila tidak diatasi dengan serius. Hasil Referensi
penelitian menunjukkan bahwa penguatan Al-Rahmi, W. M., & Zeki, A. M. (2017). A
nilai-nilai Pancasila di sekolah dasar menemui model of using social media for
kendala yaitu adanya beberapa anak yang sulit collaborative learning to enhance
dinasihati dan beberapa kebiasaan anak diluar learners’ performance on learning.
sekolah yang kurang baik terbawa ke sekolah. Journal of King Saud University-
Sekolah mengatasi kendala tersebut dengan Computer and Information Sciences,
terus melakukan pembiasaan, bimbingan, dan 29(4), 526–535.
pembinaan kepada anak.
Ali, S. M., Rostam, K., & Awang, A. H.
Ucapan Terima Kasih (2014). School landscape environments
Pelaksanaan penguatan nilai-nilai in assisting the learning process and in
Pancasila sekolah dasar sebagai upaya untuk appreciating the natural environment.
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila di ASEAN-Turkey ASLI (Annual Serial
sekolah dilakukan melalui kegiatan: 1) salat Landmark International) Conference on
berjamaah, 2) pemilihan ketua kelas, 3) Quality of Life-ABRA International
diskusi kelompok kecil, 4) pramuka, 5) Conference on Quality of Life,
pembelajaran di kelas, 6) jumat bersih, 7) 202(December 2014), 189–198.
upacara bendera, dan 8) piket kelas. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.08
Pelaksanaan penguatan nilai-nilai Pancasila di .222
sekolah dasar menemui kendala yaitu sikap Aljawiy, A. Y., & Muklason, A. (2011).
anak yang sulit dinasihati dan memiliki Jejaring sosial dan dampak bagi
kebiasaan di luar sekolah yang kurang baik. penggunanya. TEKNOLOGI: Jurnal
Hasil penelitian ini menegaskan sekaligus Ilmiah Sistem Informasi, 1(1), 1–7.
menguatkan teori rekayasa sosial bahwa Alvarez, M. R., & Hall, T. E. (2004). Point,
perubahan sosial dapat terjadi melalui proses click, and vote : The future of Internet
yang memenuhi indikator antara lain sebab elections. Washington, D.C: The
perubahan, pelaku perubahan, target Brookings Institution.
perubahan, saluran perubahan dan strategi
perubahan. Selanjutnya hasil penelitian ini Amedie, J. (2015). The impact of social media
juga menguatkan Teori pendekatan on society. Advanced Writing: Pop
pengembangan dalam pelaksanaan sosialisasi Culture Intersections. 2. Diambil dari
Pancasila bahwa upaya untuk http://scholarcommons.scu.edu/engl_17
mengembangkan pelaksanaan sosialisasi 6/2%0AThis
Pancasila dapat melalui 3 jalur yaitu Betsch, C., & Iannello, P. (2009). Measuring
Pengembangan pendidikan pembelajaran individual differences in intuitive and
(psyco-pedagogial development), dan deliberate decision-making styles. In A.
pengembangan sosial budaya (socio-cultural Glöckner & G. Witteman (Ed.), Tracing
development). Temuan penelitian ini intuition: Recent methods in measuring
menunjukkan bahwa pengembangan intuitive and deliberate processes in
pelaksanaan sosialisasi Pancasila di sekolah decision making (hal. 251). London:
dasar termasuk dalam kategori pendekatan Psychology Press.
jalur pengembangan pendidikan pembelajaran Budimansyah, D. (2010). Penguatan
(psyco-pedagogial development). Perubahan pendidikan kewarganegaraan untuk
yang terjadi dari yang sebelumnya anti sosial membangun karakter bangsa. Bandung:
menjadi memiliki sikap peduli sosial yang Widya Aksara Press.
akhirnya dapat memberikan hasil yang
Course, S. (2014). ELT Students’ use of

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|167


Triyanto dan Nur Fadhilah | Penguatan nilai-nilai pancasila …

teacher questions in peer teaching. In Kus, Z. (2015). Participation status of primary


14th International Language, Literature school students. Procedia - Social and
and Stylistics Symposium ELT (Vol. 158, Behavioral Sciences, 177(July 2014),
hal. 331–336). Procedia - Social and 190–196.
Behavioral Sciences, Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.12 .381
.096 Larusson, J. A., & Alterman, R. (2009). Wikis
Durrani, N., & Halai, A. (2018). Dynamics of to support the “collaborative” part of
gender justice, conflict and social collaborative learning. International
cohesion: Analysing educational reforms Journal of Computer-Supported
in Pakistan. International Journal of Collaborative Learning, 4(4), 371–402.
Educational Development, 61(January), Luke, M. A., & Maio, G. R. (2009). Oh the
27–39. humanity! Humanity-esteem and its
https://doi.org/10.1016/j.ijedudev.2017. social importance. Journal of Research
11.010 in Personality, 43(4), 586–601.
Ertmer, P. A., Newby, T. J., Liu, W., Tomory, https://doi.org/10.1016/j.jrp.2009.03.00
A., Yu, J. H., & Lee, Y. M. (2011). 1
Students’ confidence and perceived Mardikanto, T. (2010). Komunikasi
value for participating in cross-cultural pembangunan: acuan bagi akademisi,
wiki-based collaborations. Educational praktisi, dan peminat komunikasi
Technology Research and Development, pembangunan. Surakarta: Sebelas Maret
59(2), 213–228. University Press.
Goh, D. P., & van der Veer, P. (2016). Mares, M. L., Sivakumar, G., & Stephenson,
Introduction: The sacred and the urban in L. (2015). From meta to micro:
Asia. International Sociology, 31(4), Examining the effectiveness of
367–374. educational TV. American Behavioral
https://doi.org/10.1177/0268580916643 Scientist, 59(14), 1822–1846.
088 https://doi.org/10.1177/0002764215596
Gregory, A., Walker, I., Mclaughlin, K., & 555
Peets, A. D. (2011). Both preparing to Markopoulos, E., & Vanharanta, H. (2015).
teach and teaching positively impact The company democracy model for the
learning outcomes for peer teachers. development of intellectual human
Medical Teacher, 33(8), e417–e422. capitalism for shared value. In 6th
https://doi.org/10.3109/0142159X.2011. International Conference on Applied
586747 Human Factors and Ergonomics (Vol. 3,
Junco, R., Heibergert, G., & Loken, E. (2013). hal. 603–610). Procedia - Manufacturin,
An analytycal method for calculating the Elsevier.
natural frequency of retaining walls. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2015.0
International Journal of Civil 7.277
Engineering, 11(1 B), 1–9. Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992).
https://doi.org/10.1111/j.1365- Analisis data kualitatif. Jakarta:
2729.2010.00387.x Universitas Indonesia Press.
Kozhanova, M. B., Svechnikova, N. V, & Necula, M. I. (2014). Religious Values Left
Guliya, N. (2017). Psycho-pedagogical Outside the Scope of Penal Protection.
conditions of professional culture Procedia - Social and Behavioral
development of a university professor. Sciences, 149, 634–638.
INTERNATIONAL ELECTRONIC https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.08
JOURNAL OF MATHEMATICS .240
EDUCATION, 12(1), 15–23.

168| Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan


nama penulis pertama, dkk | judul artikel dalam 4 sampai 5 kata......

Novak, E., Razzouk, R., & Johnson, T. E.


(2012). The educational use of social
annotation tools in higher education: A
literature review. The Internet and
Higher Education, 15(1), 39–49.
Pachur, T., & Spaar, M. (2015). Domain-
specific preferences for intuition and
deliberation in decision making. Journal
of Applied Research in Memory and
Cognition, 4(3), 303–311.
Puspitasari, P., Djunaedi, S. A., & Putra, H. S.
A. (2012). Ritual and space structure:
Pilgrimage and space use in historical
urban kampung context of Luar Batang
(Jakarta, Indonesia). In ASEAN
Conference on Environment-Behaviour
Studies (Vol. 36, hal. 350–360).
Bandung: Procedia - Social and
Behavioral Sciences 36.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.03
.039
Rakhmat, J. (2000). Rekayasa sosial:
Reformasi, revolusi, atau manusia
besar? Bandung: Remaja Rosdakarya.
Setiawan, W. (2017). Era digital dan
tantangannya. In Seminar Nasional
Pendidikan 2017 (hal. 1–9). Sukabumi:
UMMI.
Siswanto, F. Z. (2013). Hubungan antara
kedisiplinan melaksanakan sholat wajib
dengan prokrastinasi akademik pada
mahasiswa di Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan. EMPATHY
Jurnal Fakultas Psikologi, 2(1).
Vassil, K., & Weber, T. (2011). A bottleneck
model of e-voting: Why technology fails
to boost turnout. New Media and Society,
13(8), 1336–1354.
https://doi.org/10.1177/1461444811405
807
Wahab, A. A., & Sapriya. (2011). Teori dan
landasan pendidikan kewarganegaraan.
Bandung: Alfabeta.
Yudhanegara, H. F. (2015). Pancasila sebagai
filter pengaruh globalisasi terhadap nilai-
nilai nasionalisme. Cendekia - Jurnal
Ilmu Administrasi Negara, VIII(2), 165–
180.

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|169

Anda mungkin juga menyukai