Wahyu Prabawati P.H. I 1307058
Wahyu Prabawati P.H. I 1307058
id
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ABSTRAK
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
The productivity oftenly slow down as a result of the increased viscosity of the
material in a pipe flow. This problem occur in PT. Lombok Gandaria, exactly on the
production line when the ketchup is flowing from the tank to the filler machine. To
overcome this situation, a Temperature Control System has been designed. The
observation result show the design of Temperature Control System was able to
increase the output temperature of the viscous fluid than the initial temperature of
29°C to 34°C. However, the performance of Temperature Control System was not
efficient because of the design construction. This research aims to design the
construction of Temperature Control System Type II as an improvement from the
previous Temperature Control System (referred to as type I).
This research is a laboratory scale product design that is equipped with
testing. This study used a product design methodology that begins with problem
identification and description. After that, there was a determination of design concept
which was a response of the needs of the design improvements. The next step, the
design concept was realized in a detail design. At the final phase, there was a tests on
Temperature Control System to determine its performance.
Construction of Temperature Control System Type II result designs that have a
more efficient performance with fins that made of copper, the better heat insulator
and heater requirement from 1600 watt to 1400 watt can increase the temperature up
to range 33°C to 34°C from the initial conditions 28°C with pre-heating process 20
minutes.
Key words: heat exchanger, thermodynamics, heat transfer, performance fins, fluid
mechanics, viscous fluid
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....…………………………………….………............. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. ii
HALAMAN VALIDASI……………………………………………………. iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH………….. iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………. v
KATA PENGANTAR………………………………………………………. vi
ABSTRAK…………………………………………………………………… viii
ABSTRACT…………………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………............ x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….……….. xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...………………………………..…… I-1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………..……...... I-2
1.3 Tujuan Penelitian .………………………………..……...……. I-3
1.4 Manfaat Penelitian..………………………………..……...…... I-3
1.5 Batasan Masalah……………………………………………..... I-3
1.6 Asumsi…………………………………………………….…... I-4
1.7 Sistematika Penulisan……………………………………..…... I-4
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
Heat exchanger adalah perangkat yang memberi efek transfer energi antara
dua atau lebih fluida pada temperatur yang berbeda (Kuppan, 2000). Salah satu
jenis heat exchanger berdasarkan konstruksinya meliputi tipe shell and tube
(selubung dibagian luar pipa dan tabung dibagian dalam) yang dalam berbagai
modifikasi konstruksinya banyak digunakan dalam proses industri. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan Ulaan (2008), yaitu tipe shell and tube mempunyai
keuntungan, antara lain dapat dibuat dengan berbagai jenis material yang
disesuaikan dengan temperatur, mudah membersihkannya, konstruksinya
sederhana dan prosedur pengoperasiannya mudah. Sedangkan salah satu aplikasi
dari heat exchanger tipe shell and tube adalah rancangan Temperature Control
System pada aliran fluida viscous di dalam pipa yang dikerjakan oleh Permatasari
(2010).
Permatasari (2010) mengembangkan Temperature Control System pada
aliran fluida viscous di dalam pipa yang digunakan untuk mengatur temperatur
aliran kecap dalam pipa dengan udara panas yang dihembuskan diantara pipa
kecap dan selubungnya. Hasil dari rancangan ini adalah Temperature Control
System mampu meningkatkan temperatur output fluida viscous dari temperatur
awal 29°C hingga temperatur 34°C. Namun, desain konstruksi Temperature
Control System yang ada saat ini belum efisien yang diindikasikan dari lamanya
proses pre-heating. Pre-heating berguna untuk mempersiapkan alat agar berfungsi
dengan baik saat produksi dimulai. Pada observasi awal dan perhitungan
perpindahan panas dari Temperature Control System dengan total daya elemen
pemanas 1600 watt, seharusnya proses pre-heating memerlukan waktu kurang
dari 10 menit untuk mencapai temperatur 33°C-34°C. Tetapi, kondisi aktual dari
desain konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam
pipa memerlukan waktu hingga 40 menit (Permatasari, 2010). Proses pre-heating
alat ini lebih lama dibandingkan dengan kondisi yang dipersyaratkan untuk proses
commit to user
I-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pre-heating pada fasilitas produksi di PT. Lombok Gandaria yang berkisar antara
10-20 menit sehingga hal ini dapat berpotensi menimbulkan delay.
Setelah dilakukan observasi lebih lanjut, desain konstruksi Temperature
Control System ini masih terdapat beberapa kekurangan, khususnya pada bagian
case (pembungkus), inlet (saluran masuk udara), throttle pada exhaust (katup
saluran buang), isolasi panas, pipa untuk mengalirkan fluida viscous, dan fin
(sirip). Bagian-bagian tersebut diduga telah mengalami penurunan dari sisi fungsi
jika dibandingkan pada saat pertama kali Temperature Control System ini dibuat.
Disamping dilihat dari kinerjanya yang telah menurun, hal ini dapat dilihat secara
langsung dari menurunnya tingkat kerapatan pada bagian-bagian yang
berpasangan dan telah rusaknya beberapa komponen karena oksidasi. Jika bagian-
bagian tersebut dikaji kembali dan dilakukan perbaikan, Temperature Control
System akan dapat berfungsi seperti sediakala bahkan dapat bekerja lebih efisien
serta diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan
pada aspek fungsionalitas (functionality) dan kemampurawatannya
(maintainability). Untuk mengukur seberapa besar peningkatan kinerja alat ini
tentu saja diperlukan pengujian, baik berupa pengujian kinerja sistem keseluruhan
maupun pengujian sistem secara parsial.
Berdasarkan uraian tentang permasalahan yang ada, pada dasarnya
penelitian ini memandang perlunya perancangan konstruksi Temperature Control
System yang baru untuk aliran fluida viscous di dalam pipa tersebut. Perancangan
Temperature Control System ini tidak dikerjakan dari awal tetapi lebih diarahkan
untuk perbaikan terhadap rancangan yang lama. Selanjutnya perancangan ini akan
dinamakan sebagai Temperature Control System tipe II yang merupakan
perbaikan dari rancangan Temperature Control System tipe I.
I-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
I-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Heat exchanger shell and tube merupakan salah satu tipe penukar panas
menurut konstruksi yang paling banyak digunakan (Kuppan, 2000). Hampir tidak
ada batasan operasi temperatur dan tekanan pada heat exchanger jenis ini.
Gambar 2.1 menunjukkan bentuk spesifik dari shell and tube dengan beberapa
tabung satu fase shell and tube dan baffles.
commit
Gambar 2.1 Shell and tubetodengan
user beberapa tabung
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
II-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.2 THERMODINAMIKA
Istilah thermodinamika berasal dari bahasa Yunani yaitu therme (kalor) dan
dynamis (gaya), artinya kemampuan benda panas untuk menghasilkan kerja
(Moran dan Shapiro, 2006). Thermodinamika menggunakan konsep sistem dan
volume kendali. Sistem digunakan apabila terdapat bahan dalam jumlah yang
tetap. Volume kendali adalah ruang dimana massa dapat mengalir. Sedangkan
segala yang berada diluar sistem dikategorikan sebagai bagian dari lingkungan
sistem (Moran, dan Shapiro, 2006).
Menurut Moran dan Shapiro (2006) jenis sistem thermodinamika dasar ada
2 yaitu sistem tertutup (closed system) dan volume atur (control volume). Pada
sistem tertutup terdapat materi dalam jumlah yang tetap. Sistem tertutup
digunakan pada materi dalam jumlah tertentu saja. Sedangkan volume atur adalah
ruang dimana massa dapat mengalir (Moran dan Shapiro, 2006).
Thermodinamika merupakan fisik cabang ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan hukum yang mengatur aliran energi dari satu bentuk ke
bentuk lain (Haddad dkk., 2005). Hukum pertama thermodinamika menjelaskan
kesetaraan antara panas dan kerja serta menyatakan bahwa di antara semua sistem
commit
transformasi, sistem energi adalah to user
kekal. Oleh karena itu, energi tidak dapat
II-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
diciptakan dari ketiadaan dan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya bisa
dipindahkan dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Hukum kedua thermodinamika
menyatakan bahwa sistem energi adalah kekal (Haddad dkk., 2005).
commit to user
II-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2 Konduksi, konveksi, dan radiasi dari jenis perpindahan panas
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
2.3.1 Konduksi
Konduksi merupakan zat gas sebuah gradient pada temperatur yang pada
gradient tersebut tidak terdapat gerakan (Incropera dan Dewitt, 1996).
commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.3 menunjukkan zat gas yang menempati ruang antara dua permukaan
yang dipertahankan pada temperatur berbeda.
2.3.2 Konveksi
2.3.3 Radiasi
Radiasi panas adalah energi yang dipancarkan oleh suatu zat yang berada
commit to user
pada temperatur yang terbatas (Incropera dan Dewitt, 1996). Meskipun radiasi
II-5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
terjadi dari permukaaan benda padat namun aliran radiasi juga dapat terjadi dari
fluida dan zat gas. Perpindahan radiasi terjadi lebih efisien pada kondisi vakum
total seperti dalam media tertentu. Gambar 2.5 menunjukkan energi kalor yang
yang disebarkan secara radiasi serta radiasi antara permukaan dan lingkungan.
Gambar 2.5 Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan, dan (b) radiasi
antara permukaan dan lingkungan
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
commitdan
Gambar 2.6 Kombinasi konduksi to user
konveksi pada struktur elemen
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
II-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.8 Konfigurasi sirip (a) sirip lurus penampang seragam (b) sirip
lurus penampang tidak seragam (c) sirip annular (d) sirip pin
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
II-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
qf
ef = ……………………………………………..…………… (2.4)
hAc ,b Ob
keterangan rumus:
h f = efisiensi sirip [%]
= temperatur [oK]
r22c = jari-jari yang bervariasi terhadap x [m]
r21 = jari-jari [m]
commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Efisiensi fin annular dengan profil segiempat dapat digambarkan secara grafis
seperti ditunjukkan pada gambar 2.10.
commit
Gambar 2.11 Efisiensi sirip lurus to user dengan profil segiempat
annular
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
II-11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
= temperatur [oK]
5. Perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip, dinyatakan dengan rumus:
qw = h ( 2 π r1 H ) θb………………………………....................... (2.12)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
qw = perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip [W]
h = koefisien konfeksi [W/m2]
r1 = jari-jari [m]
H = panjang pipa bagian bersirip [m]
= temperatur [oK]
Sehingga perpindahan panas, dinyatakan dengan rumus:
Δq = qt - qw………………………………......................................... (2.13)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
Δq = perpindahan panas total
qt = perpindahan panas keseluruhan [W]
qw = perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip [W]
II-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dipertimbangkan. Tekanan uap menjadi penting bila terdapat tekanan, dan tarikan
permukaan yang mempengaruhi kondisi statik dan kondisi aliran dalam lubang-
lubang kecil (Giles, 1984).
2.4.1 Fluida
II-13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Bila kerapatan suatu benda lebih besar dari kerapatan air maka benda tersebut
tenggelam dalam air. Tetapi, bila kerapatannya lebih kecil maka benda tersebut
mengapung (Tipler, 1998).
II-14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tekanan adalah suatu karakteristik yang sangat penting dari medan fluida
(Munson dkk., 2006). Tekanan fluida dipancarkan dengan kekuatan yang sama ke
semua arah dan bekerja tegak lurus pada suatu bidang. Dalam bidang datar yang
sama kekuatan tekanan dalam suatu cairan sama. Tekanan dinyatakan dengan
gaya dibagi dengan luas (Giles, 1984) seperti persamaan 2.15.
dP
p (N/m2 atau Pa) = …………………….……...………………..…... (2.15)
dA
Aliran dari suatu fluida nyata lebih rumit dari aliran suatu fluida ideal.
Gaya geser antara partikel fluida dengan dinding batasnya dan antara partikel
fluida itu sendiri dihasilkan dari kekentalan fluida nyata. Ada dua jenis aliran
mantap dari fluida nyata aliran itu (Giles, 1984), sebagai berikut:
1. Aliran laminer,
Dalam aliran laminer partikel fluidanya bergerak di sepanjang lintasan-
lintasan lurus, sejajar dalam lapisan atau laminae. Besarnya kecepatan dari
laminae yang berdekatan tidak sama. Aliran laminer diatur oleh hukum yang
menghubungkan tegangan geser ke laju perubahan bentuk sudut, yaitu hasil
kali kekentalan fluida dan gradient kecepatan atau τ = µ dv/dy. Kekentalan
fluida dominan yang berguna untuk mencegah setiap kecenderungan menuju
kondisi-kondisi turbulen.
2. Aliran turbulen,
Dalam aliran turbulen partikel bergerak secara serampangan ke semua arah.
Tegangan geser untuk aliran turbulen dapat dinyatakan:
dv
t = (m + h ) ................................................................................... (2.16)
dy
II-15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kajian pustaka terdiri dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu dan state of the art penelitian yang mendukung adanya penelitian ini.
II-16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dicapai melalui pengaktifan seluruh pemanas dan pengaturan putaran kipas pada
kecepatan tinggi. Mempertimbangkan besarnya rata-rata selisih temperatur output
dan target yang dicapai dan hasil eksperimen konfirmasi konsumsi energi, maka
setting level optimal yang dihasilkan dapat dijadikan rekomendasi untuk instalasi
Temperatur Control System. Keterkaitan antara penelitian Priscilla (2010) dengan
penelitian ini adalah sebagai acuan dalam pemasangan sensor LM35.
Fuadi dan Harismah (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh
pemasangan sirip terhadap jumlah panas yang dipindahkan pada alat penukar
panas anulus. Studi kasus pada penelitian ini adalah pada industri kimia.
Penelitian ini memodifikasi alat penukar panas jenis annulus dengan cara
memasang sirip pada permukaan pipa. Penelitian ini dapat meningkatkan transfer
panas sehingga mengurangi biaya pemakaian alat penukar panas serta dapat
menekan biaya operasi dan perawatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa penambahan sirip yang dipasang pada pipa dapat meningkatkan
kemampuan transfer panas sekitar 11,5% setiap satu sirip. Keterkaitan antara
penelitian Fuadi dan Harismah (2004) dengan penelitian ini adalah memberikan
referensi bahwa penambahan sirip yang dipasang pada pipa dapat meningkatkan
kemampuan transfer panas.
Sunu (2008) melakukan penelitian tentang analisis perbandingan
pemasangan sirip pada pipa bergetar terhadap perpindahan panas. Penelitian ini
bertujuan mengetahui perbandingan pemasangan sirip pada pipa bergetar terhadap
perpindahan panas dan pipa tanpa sirip dan tanpa bergetar. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sirip yang terpasang meningkatkan jumlah luasan panas pada
permukaan pipa. Penelitian ini memberikan referensi bahwa kecepatan aliran
fluida berpengaruh terhadap perpindahan panas dan pemasangan sirip pada
penukar kalor heat exchanger dapat mengefisienkan pemakaian energi.
commit to user
II-17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya, target yang ingin dicapai oleh PT. Lombok Gandaria adalah
produk kecap yang diproduksi tanpa cacat dan produktivitas tinggi. Faktor yang
perlu diperhatikan untuk mencapai target tersebut adalah kondisi filler machine
(mesin pengisi), kualitas bahan baku, proses penyimpanan, proses pengaliran
kecap dari pipa ke filler, temperatur optimum dan kondisi botol. Namun, target
yang ingin dicapai oleh PT. Lombok Gandaria ini pada kenyataannya belum
berhasil.
Kondisi produksi pada PT. Lombok Gandaria menggambarkan ketika
temperatur keluaran kecap berada dibawah 33°C maka hasil produksi kecap
cenderung menurun dan tidak memenuhi target. Kendala dalam sistem aliran
fluida viscous di dalam pipa ini berdampak akhir pada penurunan tingkat
produktivitas kecap filler (Permatasari, 2010). Oleh sebab itu, Permatasari (2010)
merancang suatu alat yang berfungsi untuk menjaga kestabilan Temperatur
Control System yang diharapkan dapat menjaga kestabilan temperatur kecap
sehingga aliran dalam kecap lancar dengan tetap menjaga kualitas produk kecap.
Akan tetapi, desain konstruksi Temperatur Control System yang ada saat
ini belum optimum, sehingga dirancang tipe II untuk konstruksi Temperatur
Control System. Keterkaitan antara penelitian tipe I dan tipe II akan dijelasakan
secara detail dengan menggunakan SOTA pada gambar 2.13. Sedangkan target
yang ingin dicapai PT. Lombok Gandaria ditunjukkan pada gambar 2.12.
commit to user
II-18
Gambar 2.12 Target PT. Lombok Gandaria
II-19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
State of the art (SOTA) merupakan pencapaian paling tinggi dari sebuah
proses pengembangan. State of the art pada penelitian ini menjelaskan keterkaitan
penelitian antara Temperatur Control System tipe I dengan Temperatur Control
System tipe II.
Gambar 2.13 menunjukkan state of the art penelitian Temperatur Control
System, sehingga dapat dilihat keterkaitan antara hubungan penelitian yang sedang
diteliti saat ini, yaitu pada Temperatur Control System tipe II dengan penelitian
yang sudah diteliti sebelumnya, yaitu pada Temperatur Control System tipe I.
Pada tipe I, penelitian dilakukan oleh Permatasari dan Priscilla (2010). Penelitian
ini membahas desain konstruksi, uji performansi dan desain kontrol dari
Temperatur Control System. Bagian-bagian tersebut saling berkaitan satu sama
lain.
Penelitian Temperatur Control System tipe II merupakan lanjutan dari
penelitian Temperatur Control System tipe I. Seperti halnya dengan penelitian
Temperatur Control System tipe I, pada penelitian Temperatur Control System
tipe II ini juga membahas tentang desain konstruksi, uji performansi dan desain
kontrol. Namun pada penelitian tipe II dibahas pula mengenai simulasi dan desain
optimasi yang bertujuan untuk memperoleh rekomendasi perbaikan alat
Temperatur Control System tipe III pada penelitian selanjutnya.
Fokus dari skripsi mengenai perancangan konstruksi temperature control
system pada aliran fluida viscous di dalam pipa adalah pada desain konstruksi dan
uji performansi untuk mengukur seberapa besar peningkatan kinerja alat berupa
pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Hal
ini bertujuan supaya Temperature Control System dapat bekerja lebih efisien serta
diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan pada
aspek fungsionalitas (functionality) dan kemampurawatannya (maintainability).
commit to user
II-20
Sedangkan untuk state of the art penelitian temperature control system internal flow fluida viscous ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 State Of The Art (SOTA) penelitian temperature control system
II-21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini membahas identitas penelitian, kerangka pikir yang mendasari
adanya penelitian ini, dan metode yang digunakan dalam penelitian beserta
penjelasan setiap tahapannya.
III-1
Input Process Output
III-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.2 Diagram alir metode penelitian
III-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Metode penelitian pada gambar 3.2 diuraikan dalam beberapa tahap dan
tiap tahapnya dijelaskan melalui langkah-langkah yang dilakukan. Uraian lebih
lengkap tiap tahapnya akan dijelaskan berikut ini.
commit to user
III-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tahap studi awal merupakan tahap identifikasi masalah paling awal yang
digunakan dalam penelitian ini karena tahap ini sangat diperlukan untuk
mengetahui perlunya sebuah penelitian pada Temperature Control System tipe II.
Tahap studi awal dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan
Produk Teknik Industri UNS.
Tahap studi awal ini dimulai dengan observasi lapangan dan tinjauan
pustaka. Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data-data, informasi,
dan gambaran lebih lanjut mengenai kondisi rancangan awal Temperature Control
System tipe I. Observasi lapangan dilakukan dengan cara melihat secara langsung
(observasi langsung) kondisi alat Temperature Control System tipe I. Sedangkan
tinjauan pustaka dilakukan untuk memperkuat teori-teori yang berhubungan
dengan Temperature Control System tipe II yang didapat dari beberapa buku
ataupun jurnal penelitian yang terkait dengan heat exchanger, thermodinamika,
perpindahan panas pada sirip, dan mekanika fluida. Alat dan bahan yang
digunakan dalam tahap studi awal ini, sebagai berikut:
1. Prototipe Temperature Control System tipe I
a. Case (pembungkus)
b. Inlet (saluran masuk udara)
c. Exhaust (saluran pembuangan udara panas)
d. Isolasi panas
e. Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap)
f. Fin (sirip)
g. Klem
h. Elemen pemanas
2. Drei
Langkah-langkah dalam tahap studi awal ini, sebagai berikut:
1. Mengurai komponen yang terdapat pada prototipe Temperature Control
System tipe I.
2. Menganalisis komponen dan sistem kerja yang menyusun Temperature
Control System tipe I.
commit to user
III-5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Konsep Rancangan
commit to user
III-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pada tahap penentuan konsep rancangan ini dapat diketahui bahwa dalam
merancang Temperature Control System tipe II diperlukan spesifikasi rancangan
yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan material-material yang
diharapkan dapat meningkatkan perpindahan panas. Langkah-langkah dalam
menentukan konsep rancangan, sebagai berikut:
1. Menguraikan kekurangan yang ada pada Temperature Control System tipe I.
2. Menguraikan kebutuhan perbaikan yang digunakan untuk merancang
konstruksi Temperature Control System tipe II.
3. Menentukan spesifikasi material sesuai dengan kebutuhan perbaikan
rancangan Temperature Control System tipe II.
4. Menentukan dan membuat konsep rancangan untuk Temperature Control
System tipe II.
C. Detail Desain
D. Bill of Material
III-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
E. Estimasi Biaya
III-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Membuat daftar tabel kebutuhan, jumlah satuan dan harga per unit.
3. Menjumlahkan harga per unit masing-masing kebutuhan yang akan digunakan
untuk membuat Temperature Control System tipe II.
4. Setelah kebutuhan dijumlahkan maka total biaya rancangan untuk konstruksi
Temperature Control System tipe II dapat diketahui.
III-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19. Kuas
20. Perekat
Langkah yang dilakukan dalam realisasi perbaikan desain, sebagai berikut:
1. Melakukan perbaikan terhadap case Temperature Control System tipe II
berupa pengamplasan, penggantian isolasi panas, dan pemasangan engsel pada
case.
2. Meratakan pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap).
3. Membuat desain throttle pada saluran pembuangan udara panas (exhaust) dan
memasang throttle pada case.
4. Membuat desain sirip dan memasang sirip pada pipa besi.
5. Memasang elemen pemanas pada inlet.
6. Memasang pipa besi yang sudah diberi sirip pada case.
7. Menutup case dan memberi gasket supaya case dapat menutup dengan rapat.
8. Memasang klem pada case luar.
G. Uji Performansi
III-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Pompa
Langkah-langkah dalam uji performansi ini adalah:
1. Menyiapkan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dan air.
2. Mencampur larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dengan air
menggunakan perbandingan 10,55 gram larutan Carboxymethyl Cellulose
(CMC) dengan 1000 ml air untuk mendapatkan viskositas CMC sebesar 8,39
gr/cm s (viskositas kecap 8,555 gr/cm s) dan massa jenis CMC sebesar 1,08
gr/cm3 (massa jenis kecap 1,42 gr/cm3).
3. Memasukkan larutan yang sudah jadi ke dalam ember bak penampung
sebelum dialirkan kedalam Temperature Control System tipe II pada kondisi
menggunakan sirip dan throttle ditutup.
4. Menset-up controller pada Temperature Control System tipe II.
5. Melakukan proses pre-heating pada Temperature Control System tipe II.
6. Mengalirkan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) kedalam ember
penampung input menggunakan pompa menuju Temperature Control System
tipe II.
7. Mengukur larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) pada saat dimasukkan ke
dalam Temperature Control System tipe II dan pada saat keluar dari
Temperature Control System tipe II dengan menggunakan thermometer
infrared.
8. Mencatat hasil pengujian hingga mendapatkan data yang dibutuhkan dengan
range waktu 10 detik.
9. Apabila data yang dibutuhkan sudah selesai didapatkan, maka melakukan
pengujian untuk mendapatkan data Temperature Control System apabila
menggunakan sirip dan throttle dibuka, Temperature Control System tanpa
menggunakan sirip dan throttle dibuka serta Temperature Control System
tanpa menggunakan sirip throttle ditutup.
III-11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengumpulan dan pengolahan data
yang digunakan dalam penelitian perancangan prototipe Temperature Control
System pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Pengumpulan dan pengolahan
data ini meliputi identifikasi dan deskripsi permasalahan, kebutuhan perbaikan
rancangan, spesifikasi rancangan, bill of material, estimasi biaya, realisasi
perbaikan desain, pengujian hasil rancangan, dan penyempurnaan hasil rancangan.
Berikut akan diuraikan tahapan pengumpulan dan pengolahan data.
IV-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sehingga,
Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap) +
Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem
= 0,21 J + 546,34 J +598055,75 J + 1,28 J + 480,78 J +7475,70 J
= 606560,06 J
Jika Q total = 606560,06 J, maka waktu yang diperlukan untuk proses pre-heating
adalah:
Qtotal 606560,06
tpre-heating = = = 6menit
Px60 1600 x60
commit to user
Gambar 4.1 Temperature control system tipe I
IV-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Case pada Temperature Control System tipe I juga diberi perapat sehingga
pada saat ditutup tidak terdapat kebocoran, namun kenyataannya masih terdapat
kebocoran pada sistem. Hal ini dikarenakan pemberian perapat yang tidak rata.
Selain itu Temperature Control System juga dilengkapi dengan engsel yang
berfungsi sebagai pengunci case supaya case tertutup dengan rapat. Tipe engsel
yang digunakan untuk pengunci Temperature Control System tipe I adalah engsel
kecil yang biasanya dipakai untuk engsel pintu dan hanya dipasang 2 engsel pada
commit to user
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sisi ujung sehingga pada bagian tengah sisi case kurang rapat. Hal ini
menyebabkan case tidak dapat menutup rapat dan terjadi kebocoran pada sistem.
IV-5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
throttle menutup, throttle tidak dapat menutup dengan rapat. Gambar 4.4
merupakan exhaust (saluran pembuangan udara panas).
IV-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Permukaannya kasar
6. Fin (sirip),
Fin (sirip) digunakan untuk menghasilkan udara panas. Sirip yang
digunakan pada Temperature Control System tipe I menggunakan sirip tipe
annular. Kekurangan yang terdapat pada sirip Temperature Control System tipe I
adalah terbuat dari plat aluminium tipis berukuran 0,15 mm yang menyebabkan
sirip mudah bengkok dan mudah patah. Selain itu, pada pemasangannya masih
terdapat celah antara pipa dengan sirip (kontak yang terjadi tidak sempurna)
sehingga belum dapat meningkatkan perpindahan panas secara optimum.
commit to user
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang terdapat pada klem yang digunakan untuk case luar adalah terlalu tebal dan
kaku serta tidak fleksibel sehingga apabila digunakan untuk mengunci tidak dapat
menutup dengan rapat.
Klem yang
digunakan untuk
case luar tebal
dan kaku
9. Elemen pemanas,
Kekurangan yang terdapat pada elemen pemanas Temperatur Control
System tipe I adalah dengan konsumsi daya 1600 watt yang terdapat pada elemen
pemanas ternyata belum dapat mencukupi energi pemanasannya karena panas
yang dihasilkan dari elemen pemanas hanya diawal. Gambar 4.10 adalah gambar
elemen pemanas yang digunakan pada Temperature Control System tipe I.
Lilitan-lilitan kawat
dengan daya 1600 watt
yang energi
pemanasannya belum
optimal
IV-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8 Klem yang Klem yang digunakan Klem luar pada case diganti
digunakan untuk case luar kurang dengan perekat yang lebih
untuk case luar fleksibel. Selain itu case fleksibel supaya case pada
pada Temperature Temperature Control System
Control System tidak dapat menutup dengan rapat.
dapat menutup sempurna.
9 Elemen • Panas belum • Elemen pemanas dengan
pemanas maksimal dengan total daya 1600 watt
daya yang digunakan diganti dengan elemen
1600 watt. Terbukti pemanas yang
dari adanya proses mempunyai daya lebih
pre-heating yang kecil tetapi dapat
mencapai 40 menit menghasilkan panas
untuk mendapatkan yang efisien sehingga
temperatur output proses pre-heating cepat.
pada range 33°C-
34°C.
commit to user
IV-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Case (pembungkus),
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada case Temperature Control System tipe
II pada aliran fluida viscous di dalam pipa adalah mencegah adanya kebocoran
sistem pada case akibat potongan yang tidak rapi dan tidak presisi sehingga
waktu pemanasan lebih efektif. Hal ini dikarenakan pada rancangan
Temperature Control System tipe I masih terdapat kebocoran akibat case
bagian atas dan bagian bawah tidak dapat menutup rapat. Oleh sebab itu, case
pada Temperature Control System tipe II dirancang supaya bagian atas dan
bagian bawah case dapat menutup dengan rapat dan tidak terdapat celah
sehingga diharapkan pemanasannya lebih efisien karena tidak ada panas yang
keluar dari sistem. Hal ini dilakukan dengan cara penambahan kertas pack
pada case bagian atas dan bawah dengan tujuan supaya case bagian atas dan
bawah rata, serta penambahan resin dengan tipe Unsaturated Polyester Resin
(UPRs) 15 BTQN karena resin jenis ini memiliki ketahanan panas mencapai
110-1400°C. Selain itu, pemasangan pipa paralon yang dijadikan sebagai
tempat untuk meletakkan pipa besi diganti dengan ukuran diameter pipa
paralon yang sesuai dengan ukuran pipa besi. Penggantian bagian sisi ujung
case ini diharapkan supaya panas tidak keluar melalui celah yang ada pada
bagian sisi ujung case akibat diameter yang tidak sesuai dengan pipa besi.
Namun, rancangan case pada Temperature Control System tipe II pada
dasarnya sama dengan case Temperature Control System tipe I jika dilihat dari
dimensi, material yang digunakan maupun bentuk desainnya.
Dimensi
Dimensi yang digunakan untuk perancangan case Temperature Control
System tipe II tidak berubah dari penelitian
commit to userTemperature Control System tipe I,
IV-13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yaitu mempunyai panjang dimensi 800 mm. Dimensi dari case tidak berubah
karena dimensi case yang ada pada Temperature Control System tipe I telah
disesuaikan dengan layout produksi kecap filler tempat alat Temperature
Control System ini diletakkan. Oleh sebab itu, tidak ada perubahan pada
dimensi Temperature Control System tipe II. Menurut Permatasari (2010)
dimensi yang terdapat pada Temperature Control System diperoleh dari
perhitungan kecepatan aliran kecap dikalikan dengan waktu pemanasan yang
tersedia. Perhitungan dimensi Temperature Control System, sebagai berikut:
Waktu pengisian kecap ke botol = 45,09 s
Volume pada setengah fase = 12 botol
Volume botol kecap = 0,625 liter
Jari-jari pipa penampang = 0,30375 dm
Sehingga,
a. Rata-rata pengisian setengah fase:
1
´ 45,09 s = 22,545 s
2
Volume yang dikeluarkan pada setengah fase:
12 x 0,625 liter = 7,5 liter
Luas pipa penampang untuk mengalirkan fluida viscous:
π x r2 = 3,14 x (0,30375 dm)2 = 0,289 dm2
Debit kecap:
volume setengah fase 7,5
= = 0,3327 liter/s
rata - rata pengisian setengah fase 22,545
IV-14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Panjang case:
= kecepatan aliran x waktu pemanasan yang tersedia
= 115,12 mm/s x 7,5 s
= 863,4 mm ≈ 800 mm
Pembulatan dari bilangan panjang case adalah kebawah karena lantai
produksi pada filler produksi yang akan digunakan untuk memasang
Temperature Control System sangat sempit sehingga apabila panjang case
dibulatkan keatas maka tempat yang digunakan untuk memasang
Temperature Control System belum tentu sesuai dengan panjang case yang
ada.
(a)
commit to user
IV-15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(b)
(c)
Material
Material yang digunakan untuk case pada Temperature Control System tipe II
commit tountuk
sama dengan material yang digunakan user pembuatan Temperature Control
IV-16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
System tipe I yaitu terbuat dari pipa PVC karena tidak ada perubahan terhadap
bentuk rancangan case. Hal ini dikarenakan pipa PVC mempunyai isolasi
listrik yang baik dan daya rekat yang baik dengan logam. Selain itu pipa PVC
mempunyai sifat baik dalam tahanan terhadap panas, air, minyak, bahan kimia
dan abrasi, serta sulit terdegradasi dengan meningkatnya temperatur. Selain
itu, pipa PVC mempunyai sifat yang ringan, kekuatan tinggi, dan reaktivitas
rendah sehingga apabila material yang digunakan untuk case diganti maka
biaya yang dikeluarkan mahal. Namun pipa PVC mempunyai kelemahan
seperti pemasangannya yang membutuhkan banyak sambungan dan masih
rentan bocor. Material yang digunakan untuk pembuatan case dapat
ditunjukkan pada gambar 4.13.
Perapat
Perapat yang digunakan untuk case pada Temperature Control System tipe II
berbeda dengan yang digunakan pada Temperature Control System tipe I.
commit to user
Pada tipe I perapat yang digunakan menggunakan silicone rubber, sedangkan
IV-17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
untuk tipe II menggunakan gasket RTV silicone tipe 650 karena apabila
dibandingkan dengan silicone rubber, gasket tipe ini mampu tahan panas
mencapai 343oC. Gambar 4.14 merupakan gambar gasket yang digunakan
untuk perapat case pada Temperature Control System tipe II.
Engsel
Tipe engsel yang digunakan pada Temperature Control System tipe I adalah
engsel kecil dengan dimensi seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.15.
commit to user
IV-18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Akan tetapi tipe engsel seperti pada gambar 4.15 apabila digunakan untuk
pengunci Temperature Control System belum efektif karena terlalu kecil
digunakan sebagai pengunci dan pada case yang ada hanya dipasang 2 engsel
pada sisi ujung sehingga pada bagian tengah sisi case kurang rapat. Oleh
sebab itu, engsel pada Temperature Control System tipe II ini diganti dengan
engsel piano stainless yang mempunyai dimensi lebih panjang (Gambar 4.16).
Penggantian engsel ini diharapkan case Temperature Control System tipe II
dapat menutup dengan rapat karena dimensi engsel yang mempunyai panjang
sesuai dengan dimensi panjang case.
commit
II adalah tidak mudah meleleh to user
ketika sistem dijalankan akibat panas yang
IV-19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dimensi
Dimensi inlet yang digunakan pada Temperature Control System tipe II sama
dengan Temperature Control System tipe I. Hal ini terjadi karena dimensi case
yang ada pada Temperature Control System tipe I telah disesuaikan dengan
layout produksi kecap filler tempat alat Temperature Control System ini
diletakkan sehingga dimensi case pada Temperature Control System tipe II
sama dengan Temperature Control System tipe I (Gambar 4.18).
commit to user
Gambar 4.19 Inlet pada temperature control system tipe II
IV-20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Material
Seperti halnya dengan case, material yang digunakan untuk inlet pada
Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System
tipe I terbuat dari pipa PVC karena pipa PVC mempunyai sifat baik dalam
tahanan terhadap panas, air, minyak, bahan kimia dan abrasi, serta sukar
terdegradasi dengan meningkatnya temperatur.
IV-21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 4.22 adalah gambar throttle pada Temperature Control System tipe II.
Dimensi
Dimensi exhaust (saluran pembuangan udara panas) yang digunakan pada
Temperature Control System tipe II sama dengan exhaust (saluran
pembuangan udara panas) Temperature Control System tipe I. Hal ini karena
case yang digunakan untuk Temperature Control System tipe II sama dengan
case Temperature Control System tipe II. Namun, pada Temperature Control
System tipe II, rancangan saluran pembuangan udara panas (exhaust) terdapat
sedikit modifikasi yang digunakan untuk throttle (katup lubang pembuangan).
Dimensi throttle pada Temperature Control System tipe II dapat ditunjukkan
pada gambar 4.23.
commit
Gambar 4.23 to user throttle
Dimensi
IV-23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Material
Material yang digunakan untuk exhaust (saluran pembuangan udara panas)
pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control
System tipe I, yaitu terbuat dari pipa PVC. Namun, material yang digunakan
untuk throttle (katup lubang pembuangan) berbeda. Pada Temperature
Control System tipe I terbuat dari aluminium 0,15 mm, sedangkan pada tipe II
terbuat dari aluminium 1 mm. Penggantian ketebalan pada material throttle ini
karena semakin tebal ukuran ketebalan maka throttle semakin kuat, tidak
mudah rusak dan terbakar akibat panas yang dikeluarkan dari sistem.
IV-24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
halnya pada inlet, untuk merekatkan isolasi panas pada exhaust juga
digunakan lem araldite warna merah.
(a)
commit to user
IV-25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(b)
Gambar 4.26 Isolasi panas yang digunakan pada temperature control
system tipe II (a) serat fiber, (b) aluminium 0,3 mm
Pemberian isolasi panas berupa serat fiber dan aluminium 0,3 mm pada case
ini menggunakan lem araldite standart warna biru karena lem araldite standart
warna biru mempunyai dua epoxy adhesive yang mempunyai performansi
tinggi untuk merekatkan. Selain itu lem araldite juga mempunyai kualitas
tahan air, tahan minyak dan tahan kimia. Waktu pengesetan untuk lem araldite
tipe ini adalah 90 menit. Lem araldite standart ditunjukkan pada gambar 4.27.
IV-26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(a) (b)
Gambar 4.28 Amril (a) 150 cw, (b) 400 cw
Dimensi
Dimensi pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) pada
Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System
tipe I. Hal ini dikarenakan case dan pipa yang digunakan untuk mengalirkan
fluida viscous (kecap) pada Temperature Control System tipe II sama dengan
Temperature Control System tipe I.
commit to user
IV-27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Material
Material yang digunakan untuk pipa mengalirkan fluida viscous (kecap) tipe II
sama dengan Temperature Control System tipe I, yaitu terbuat dari pipa besi.
6. Fin (sirip),
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada sirip Temperature Control System tipe
II bertujuan untuk meningkatkan efisiensi panas pada Temperature Control
System. Rancangan sirip pada Temperature Control System tipe II pada
dasarnya sama dengan sirip Temperature Control System tipe I jika dilihat dari
bentuk desainnya, yaitu berbentuk sirip segi empat. Pemilihan desain sirip ini
disesuaikan dengan rancangan casenya. Sirip pada Temperature Control
System tipe II ini dirancang dengan 10 sirip yang masing-masing memiliki 2
buah sisi sehingga Temperature Control System mempunyai total sirip
sebanyak 20 buah. Sirip tersebut direkatkan pada pipa dengan lapisan thermal
paste dan klem. Jumlah fase putaran udara dalam satu sirip = 3 fase. Besarnya
sudut yang terbentuk pada masing-masing sirip, sebagai berikut:
Besar sudut = 360° ÷ (jumlah fase x jumlah sirip)
= 360° ÷ (3 x 20)
= 360° ÷ 60
= 6°
Sehingga pembentukan sudut oleh sirip pada sumbu vertikal adalah 6°.
Fase 3
Fase 1
Fase 2
IV-28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dimensi
Dimensi yang digunakan untuk perancangan sirip pada Temperature Control
System tipe II ini berbeda dengan penelitian Temperature Control System tipe
I. Pada Temperature Control System tipe II ini tidak diberi allowance pada
panjang penampang karena terdapat penambahan dimensi pada case akibat
penambahan isolasi panas. Dimensi sirip yang digunakan pada temperature
control system tipe II adalah sebagai berikut:
Panjang penampang = keliling pipa
= π .d
= 3,14 . 60,75 mm
= 190,755 mm
= 190 mm
= 0,19 m
Dengan panjang penampang 190 mm maka dapat dibagi dalam 18 sirip kecil
dengan lebar masing-masing 10,556 mm.
Lebar bagian yang menempel pada pipa besi 20 mm disesuaikan dengan lebar
klem 12,5 mm.
Lebar penampang = (2 x panjang sirip) + lebar bagian yang
= menempel
= (2 x 37 mm) + 20 mm
commit to user
= 74 mm + 20 mm
IV-29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
= 94 mm
= 0,094 m
Gambar 4.30 menunjukkan gambar penampang dan dimensi dari sirip pada
rancangan Temperature Control System tipe II.
commit to user
IV-30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
qw = h ( 2 π r1 H ) θb
= 50 ( 2 . π . 0,03. 0,8 )(100 K - 34 K)
= 50 x 0,15072 x 66
= 497,376 W
commit to user
IV-32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Δq = qt - qw
= 26.686,44 W - 497,376 W
= 26.189,06 W
Material
Material yang digunakan untuk pembuatan sirip pada Temperature Control
System tipe I berbeda dengan Temperature Control System tipe II. Pada
Temperature Control System tipe I menggunakan aluminium 0,15 mm. Tetapi,
pada Temperature Control System tipe II ini menggunakan material tembaga
0,5 mm. Penggantian material pada Temperature Control System tipe II ini
karena tembaga mempunyai konduktivitas termal yang cukup baik
dibandingkan dengan aluminium sehingga diharapkan panas yang dihasilkan
akan lebih besar jika dibandingkan dengan aluminium. Tembaga mempunyai
konduktivitas termal 401 W/m K, sedangkan aluminium mempunyai
konduktivitas termal 237 W/m K. Penggantian ukuran ketebalan material sirip
adalah karena dengan ketebalan 0,15 mm pada Temperature Control System
tipe I mudah patah sehingga pada Temperature Control System tipe II
ketebalan sirip diganti dengan ukuran 0,5 mm dengan tujuan supaya sirip tidak
mudah patah.
7. Klem,
Konsep rancangan
Klem pada Temperature Control System berfungsi sebagai pengunci sirip pada
saat sirip dipasang dibagian pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida
viscous. Konsep rancangan yang terdapat pada klem ini adalah mengunci
bagian tengah yang berfungsi sebagai belt pada sirip Temperature Control
System tipe II.
Dimensi klem
Dimensi yang digunakan untuk perancangan klem ini tidak berubah dari
penelitian temperature control system tipe I, yaitu mempunyai diameter 60
mm. Dimensi klem tidak berubah karena dimensi pipa yang digunakan untuk
mengalirkan fluida viscous (kecap) yang menempel pada case tidak berubah.
commit to user
IV-33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Material
Material yang digunakan pada klem yang ada pada Temperature Control
System tipe I adalah terbuat dari besi yang menyebabkan klem mudah
berkarat. Oleh sebab itu, pada Temperature Control System tipe II
menggunakan material dari stainless steel dengan tujuan supaya klem tidak
mudah berkarat.
commit to user
Gambar 4.33 Klem luar pada temperature control system tipe I
IV-34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Material
Material yang digunakan pada klem yang digunakan untuk case luar
Temperature Control System tipe I adalah terbuat dari pipa PVC yang sangat
tebal dan tidak fleksibel. Oleh sebab itu, pada Temperature Control System
tipe II menggunakan material yang lebih fleksibel yang terbuat dari kain
(perekat) dengan tujuan dapat menyesuaikan kondisi case sehingga case dapat
tertutup dengan rapat.
9. Elemen pemanas,
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada elemen pemanas adalah mengalirkan
panas pada Temperature Control System. Elemen pemanas yang terdapat pada
Temperature Control System tipe II berbeda dengan yang terdapat pada
Temperature Control System tipe I. Pada Temperature Control System tipe I,
panas yang dihasilkan belum maksimal dengan daya yang digunakan 1600
watt sehingga pada Temperature Control System tipe II elemen pemanas
diganti dengan elemen pemanas yang mempunyai daya lebih kecil tetapi dapat
menghasilkan panas yang efisien. Elemen pemanas Temperature Control
System tipe II ditunjukkan dengan gambar 4.34.
commit to user
IV-35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Fan
Konsep rancangan yang terdapat pada fan adalah berbentuk aksial karena fan
dengan bentuk aksial dapat menghasilkan flow yang lebih besar dibanding
dengan tipe sentrifugal. Fan yang terdapat pada Temperature Control System
tipe II sama dengan yang terdapat pada Temperature Control System tipe I.
Hal ini dikarenakan case serta inlet yang digunakan pada Temperature
Control System tipe II sama dengan Temperature Control Sistem tipe I.
Dimensi yang digunakan untuk fan Temperature Control System tipe II ini
memiliki dimensi yang sama dengan Temperature Control System tipe I.
Berikut adalah spesifikasi yang terdapat pada fan:
Diameter luar elemen pemanas : 54 mm
Ketebalan dudukan elemen : 0,015 mm
commit to user
Gambar 4.35 Fan yang digunakan temperature control system tipe II
IV-38
4.4 BILL OF MATERIAL
Bill of material merupakan suatu diagram yang menggambarkan material yang digunakan untuk membuat suatu produk termasuk
bahan-bahan pelengkapnya. Bill of material untuk pembuatan prototipe Temperature Control System tipe II, sebagai berikut:
Level 0
Level 1
Level 2
IV-39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Memberi kertas pack dan resin UPRs 15 BQTN pada case bagian atas dan
case bagian bawah dengan tujuan supaya case rata sehingga case dapat
menutup rapat.
commit to user
Gambar 4.38 Case yang sudah diberi kertas pack dan resin
IV-41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Memasang sock berdiameter 2 dim pada sisi ujung (pipa paralon) yang
terdapat pada case sebagai tempat penyangga pipa besi untuk mengalirkan
fluida viscous.
commit to user
IV-42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
e. Memberi multiguard pada case yang telah dilapisi serat fiber dengan
tujuan supaya serat fiber dapat menyatu dan tidak terdapat celah.
commit to user
IV-43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7. Menutup case dan memberi gasket RTV silicone tipe 650 supaya case dapat
menutup dengan rapat.
IV-50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sistem transportasi kecap dari tangki menuju mesin filler. Sedangkan larutan yang
digunakan untuk menggantikan posisi kecap dalam eksperimen menggunakan
larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) karena larutan Carboxymethyl Cellulose
(CMC) memiliki nilai kekentalan mendekati kecap, yaitu sebesar 8,39 gr/cm s.
Gambar 4.57 merupakan rangkaian sistem pengujian alat.
IV-51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d. Fluida keluar dari Temperature Control System melewati kran menuju bak
penampung output.
Pengujian hasil rancangan pada prototipe Temperature Control System ini
terdiri dari pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara
parsial. Pengujian kinerja sistem keseluruhan berupa pengujian pada prototipe
Temperature Control System dimana prototipe dikondisikan pada keadaan
sempurna, yaitu terdapat sirip dengan throttle ditutup. Sedangkan pengujian
sistem secara parsial terdiri dari 3 pengujian, yaitu:
a. Pada kondisi prototipe menggunakan sirip namun throttle dibuka
b. Pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle ditutup
c. Pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle dibuka
Sebelum dilakukan pengujian, maka dilakukan proses pre-heating yang
berguna untuk mempersiapkan alat agar berfungsi dengan baik saat produksi
dimulai. Pengujian untuk proses pre-heating ada dua, yaitu pre-heating ketika
kondisi Temperature Control System menggunakan sirip dengan pre-heating
kondisi Temperature Control System tanpa menggunakan sirip. Pre-heating
menggunakan sirip digunakan sebelum melakukan pengujian terhadap
Temperature Control System pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle
ditutup dan pengujian pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle dibuka.
Sedangkan pre-heating tanpa menggunakan sirip digunakan sebelum melakukan
pengujian terhadap Temperature Control System pada kondisi tanpa menggunakan
sirip dengan throttle ditutup dan pengujian pada kondisi tanpa menggunakan sirip
dengan throttle dibuka.
Titik yang menjadi tolak ukur untuk pengukuran proses pre-heating, baik
pada kondisi menggunakan sirip maupun pada kondisi tanpa menggunakan sirip
terdiri dari 7 titik, yaitu pada input, heater 1, heater 2, heater 3, heater 4, output,
dan exhaust.
commit to user
IV-52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dari ke-7 titik tolak ukur, maka temperatur tertinggi untuk pre-heating
pada kondisi menggunakan sirip adalah pada exhaust. Sedangkan kondisi pre-
heating tanpa menggunakan sirip, yaitu:
Tabel 4.4 Pre-heating kondisi tanpa menggunakan sirip
Pre -heating tanpa sirip
Waktu (menit) 5 10 15 20
Input 29.8 31.8 32.6 33
Heater 1 30.3 32.4 31.6 32.6
Heater 2 30.7 32.6 32.3 32.6
Heater 3 38.9 41 43.2 43
Heater 4 39.2 41.3 43.5 43.3
Output 30.8 33.5 36.5 37.1
Exhaust 40.6 43.4 48.8 52.2
commit to user
IV-53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV-57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil terhadap hasil olahan
data pada bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil pada bab ini meliputi
analisis terhadap hasil rancangan, analisis terhadap hasil pengujian dan
interpretasi hasil terhadap penelitian.
Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai analisis terhadap hasil rancangan
dan analisis hasil pengujiannya. Analisis hasil perancangan adalah analisis yang
dilakukan terhadap konstruksi Temperature Control System sedangkan analisis
hasil pengujian digunakan untuk mengetahui performansi konstruksi Temperature
Control System dalam menjaga temperatur.
commit to user
V-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
V-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
V-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
V-5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit
Gambar 5.2 Grafik pengujian to user tanpa menggunakan sirip
pre-heating
V-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
V-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
V-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 5.3 dan 5.4 hasil pengujian menggunakan sirip dan throttle ditutup
pada Temperature Control System tipe I diperoleh hasil bahwa temperatur target
optimum pada range 33°C-34°C dapat dicapai pada saat pertama kali CMC
masuk ke dalam Temperature Control System (Gambar 5.3). Namun terdapat
beberapa titik yang mempunyai temperatur keluaran di luar area optimal.
Sedangkan pada pengujian Temperature Control System tipe II menunjukkan
bahwa pada menit pertama, temperatur target optimum pada range 33°C-34°C
belum dapat dicapai (Gambar 5.4). Hal ini dikarenakan larutan CMC yang telah
menerima kalor dari Temperature Control System dan mencapai target temperatur
kehilangan kalor akibat kalor diserap oleh pipa galvanis yang tidak tertutup
Temperature Control System. Pada dasarnya pipa galvanis tersebut sudah diberi
lateks sebagai isolator yang berfungsi untuk meminimalkan kalor yang terbuang
karena pengaruh faktor lingkungan. Namun kenyataannya pengaruh faktor
lingkungan sangat kuat, sehingga pada awal pengujian, sistem kehilangan kalor
karena diserap oleh pipa galvanis. Selain itu, daya yang ada pada elemen pemanas
Temperature Control System tipe II diganti dengan daya yang lebih kecil dari
elemen pemanas Temperature Control System tipe I.
Pergeseran range temperatur pada tipe II meningkat pada menit ke-30. Hal
ini disebabkan karena perubahan karakteristik larutan fluida. Fluida yang dipompa
dan digunakan secara berulang mempengaruhi tingkat kekentalan dan
kemampuannya dalam menyerap kalor. Selain itu, exhaust dari konstruksi yang
tertutup rapat juga mengakibatkan temperatur terus meningkat. Untuk mencegah
kenaikan temperatur yang tinggi maka Temperature Control System dilengkapi
dengan fan sebagai pendingin dan throttle yang dapat dibuka hingga temperatur
stabil kembali.
commit to user
V-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit
Gambar 5.7 Grafik pengujian to menggunakan
tanpa user sirip dan throttle
dibuka
V-11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan mengenai hasil perancangan
konstruksi Temperature Control System tipe II setelah dilakukan perbaikan.
Sedangkan saran berisi tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan bagi
pengembangan Temperature control system tipe selanjutnya.
6.1 KESIMPULAN
6.2 SARAN
commit to user
VI-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang ada saat ini sehingga dapat mencapai panas hingga 90°C pada saat proses
pre-heating.
4. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penggantian material sirip yang
mempunyai berat material lebih ringan, namun konduktivitas termalnya tinggi
supaya tidak terjadi over weight pada Temperature Control System.
commit to user
VI-2