Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Fakhri Avicenna

NIM : 8111419165
Mata Kuliah : Hukum Ekonomi Syariah
Dosen Pengampu : Baidhowi, S.Ag., M.Ag.

Soal :
1. Ruang lingkup hukum ekonomi syariah apa saja?
2. Jelaskan regulasi masing-masing yang berhubungan dengan perbankan syariah,
asuransi syariah, pegadaian!
3. Bagaimana kedudukan fatwa MUI dalam pengaturan terhadap perbankan dan
asuransi syariah?
4. Jelaskan kedudukan OJK dan BI dalam pengaturan perbankan syariah!

Jawaban :
1. Berdasarkan Penjelasan Pasal 49 huruf (i) UU No 3 Tahun 2006, ruang lingkup hukum
ekonomi syariah diantaranya yaitu : Bank Syariah, Asuransi Syariah, Lembaga Keuangan
Mikro Syariah, Reasuransi Syariah, Oblogasi Syariah, Surat Berjangka Menengah Syariah,
Reksadana Syariah, Sekuritas Syariah, Pegadaian Syariah, Pembiayaan Syariah, Dana
Pensiun Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah. Sementara itu, Jika mengacu pada isi yang
ada dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) maka ruang lingkupnya meliputi
ba‟i, akad-akad jual beli, syirkah, mudharabah, murabahah, muzara‟ah dan musaqah, khiyar,
ististna‟, ijarah, kafalah, hawalah, rahn, wadi‟ah, ghashab dan itlaf, wakalah, shulhu,
pelepasan hak, ta‟min, obligasi syariah mudharabah, pasar modal, reksadana syariah,
sertifikasi bank Indonesia syariah, pembiayaann multi jasa, qard, pembiayaan rekening koran
syariah, dana pesiun syariah, zakat dan hibah, dan akuntansi syariah. Jika dalam Undang-
undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989, ruang lingkup ekonomi syariah meliputi : Bank
syariah, asuransi syariah, lembaga keuangan mikro syariah, reasuransi syariah, obligasi
syariah, surat berjangka menengah syariah, reksadana syariah, sekuritas syariah, pegadaian
syariah, pembiayaan syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah.
2. A. Perbankan Syariah
 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
 Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah
 POJK Nomor 64/POJK.03/2016 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Konvensional Menjadi Bank Syariah
B. Asuransi Syariah
 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
 POJK Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, Perusahaan Reasuransi, Dan Perusa haan
Reasuransi Syariah
 Fatwa DSN Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah
C. Pegadaian Syariah
 POJK Nomor 31/POJK/05/2016 Tentang Usaha Pegadaian
 Fatwa DSN Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn

3. Secara substansial, Fatwa DSN-MUI mengikat bagi umat Islam. Akan tetapi, dalam
perspektif hukum positif bukanlah merupakan salah satu hierarki peraturan perundang-
undangan. Sehingga, kedudukannya di mata konfigurasi hukum positif bersifat relatif.
Artinya kedudukan fatwa DSN-MUI bersifat tidak mengikat. Namun, kedudukannya bisa
mengikat apabila dilegitimasi oleh undang-undang sesuai dengan kepentingannya atau oleh
aturan lain yang menjadi salah satu hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Bagi keberlangsungan sistem operasional lembaga keuangan syariah, fatwa DSN-MUI
menjadi salah satu prasyarat penentuan suatu produk dapat diberlakukan di LKS sesuai
dengan ketentuan syariah, karena diamanahkan oleh undang-undang. Sehingga ketentuan
fatwa bersifat mengikat untuk semua keberlangsungan sistem operasional bisnis di LKS.
Tanpa ketentuan fatwa DSN-MUI, sistem operasional LKS dalam pengembangan bisnis
melalui penawaran produk tidak dapat di lakukan secara sepihak. Sehingga fatwa DSN MUI
merupakan suatu hal yang penting sebagai penentu suatu produk dapat dikembangakan atau
tidak di LKS, tentunya memperhatikan prinsip syariah, kemaslahatan dan tingkat pemenuhan
kebutuhan bagi para nasabah di LKS. Secara tidak langsung, fatwa DSN MUI memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam keberlangsungan sistem operasional bisnis dilembaga
keuangan syariah.

4. OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas di keuangan syariah juga memiliki fungsi dan
kewenangan untuk melakukan integrasi arah kebijakan, strategi, dan tahapan pengembangan
di industri keuangan syariah, termasuk di IKNB Syariah. Tentu instrumen regulasi yang
dikeluarkan juga sesuai dengan prinsip syariah, dengan melibatkan DSN MUI. IKNB Syariah
adalah bidang kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas di industry asuransi, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, yang dalam pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Secara umum, kegiatannya memang tidak
memiliki perbedaan dengan IKNB konvensional. Namun terdapat beberapa karakteristik
khusus, dengan produk dan mekanisme transaksi yang berdasarkan prinsip syariah.

Kedudukan Bank Indonesia dalam ekonomi dan keuangan Syariah selanjutnya yaitu
mendukung pelaksanaan operasi moneter berdasarkan prinsip syariah dan menjaga
kecukupan likuiditas di pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah, yang dilakukan
melalui strategi penguatan regulasi, pengembangan instrumen, penguatan infrastruktur dan
kelembagaan, serta perluasan penerbit dan basis investor instrument pasar uang antar bank
berdasarkan prinsip syariah yang mana dilakukan sesuai dengan kebutuhan industri
perbankan syariah.

Anda mungkin juga menyukai