Anda di halaman 1dari 2

Nama : Risna Wati

Nim : 220105020231
Tugas : Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibnu Khaldun

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU KHALDUN (732H/ 1332 M-808 H/1406 M)


A. Riwayat Hidup
Ibn Khaldun yang bernama lengkap Abdurrahman Ahu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun lahir di
Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Berdasarkan silsilahnya,
Ibn Khaldun masih mempunyai hubungan darah dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat nabi
yang terkemuka. Keluarga Ibn Khaldun yang berasal dari Hadramaut, Yaman, ini terkenal sebagai
keluarga yang berpengetahuan luas dan berpangkat serta menduduki berbagai jabatan tinggi
kenegaraan. Seperti halnya tradisi yang sedang berkembang di masa itu, Ibn Khaldun mengawali
pelajaran dari ayah kandungnya sendiri. Setelah itu, ia pergi berguru kepada para ulama terkemuka,
seperti Abu Abdillah Muhammad bin Al-Arabi Al- Hashayiri, Abu Al-Abbas Ahmad ibn Al-Qushshar,
Abu Abdillah Muhammad Al-Jiyani, dan Abu Abdillah Muhammad ibn Ibrahim Al-Abili, untuk
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, seperti tata bahasa Arab, hadits, fiqih, teologi, logika, ilmu
alam, matematika, dan astronomi.
Sebagai anggota dari keluarga aristokrat, Ibn Khaldun sudah ditakdirkan untuk menduduki
jabatan tertinggi dalam administrasi negara dan mengambil bagian dalam hampir semua pertikaian
politik di Afrika Utara. Namun karena pengaruh budaya Spanyol yang sempat melekat dalam
kehidupan keluarga dan dirinya selama satu abad, Ibn Khaldun tidak pernah menjadi “anggota penuh”
dari masyarakatnya dan tetap hanya menjadi pengamat luar dari dunianya. Pada masa ini, Dunia Timur
diperintah oleh seorang teknokrasi aristokratik internasional yang menumbuhsuburkan seni dan sains.
Bila ada orang yang termasuk anggota dari kelompok elit ini, baik karena keturunan atau pendidikan,
mereka akan ditawari pangkat tinggi dan posisi teknis yang penting oleh para raja dan sultan yang
menyewa jasanya. Seiring dengan revolusi-revolusi dan peperangan, gaji yang ditawarkan, dan
koneksi pribadi, mereka bepergian dari satu kota ke kota yang lain mengikuti seorang penakluk atau
untuk melarikan diri dari penghukuman.
Ibn Khaldun adalah anggota dari kelompok elit ini, baik karena keturunan maupun pendidikan.
Pada tahun 1352 M, ketika masih berusia dua puluh tahun, ia sudah menjadi master of the seal dan
memulai karier politiknya yang berlanjut hingga 1375 M. Perjalanan hidupnya beragam. Namun, baik
di dalam penjara atau di istana, dalam keadaan kaya atau miskin, menjadi pelarian atau menteri, ia
selalu mengambil bagian dalam peristiwaperistiwa politik di zamannya, dan selalu tetap berhubungan
dengan para ilmuwan lainnya baik dari kalangan Muslim, Kristen maupun Yahudi. Hal ini
menandakan bahwa Ibn Khaldun tidak pernah berhenti belajar.
Dari tahun 1375 M sampai 1378 M, ia menjalani pensiunnya di Gal’at Ibn Salamah, sebuah puri
di provinsi Oran, dan mulai menulis sejarah dunia dengan Muqaddimah sebagai volume pertamanya.
Pada tahun 1378 M, karena ingin mencari bahan dari buku-buku di berbagai perpustakaan besar, Ibn
Khaldun mendapatkan izin dari Pemerintah Hafsid untuk kembali ke Tunisia. Di sana, hingga tahun
1382 M ketika berangkat ke Iskandariah, ia menjadi guru besar ilmu hukum. Sisa hidupnya dihabiskan
di Kairo hingga ia wafat pada tanggal 17 Maret 1406 M.

B. Pemikiran Ekonomi
Dalam pemikiran ekonominya Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak
ditentukan oleh banyaknya uang di suatu negara, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara
tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Bisa saja satu negara mencetak uang sebanyak-
banyaknya, tetapi bila hal itu bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, uang
yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan,
menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja dan menimbulkan permintaan atas faktor
produksi lainnya. Pendapatan ini menunjukkan pula bahwa perdagangan internasional telah menjadi
bahasan utama para ulama ketika itu. Negara yang telah mengekspor berarti mempunyai kemampuan
berproduksi lebih besar dari kebutuhan domestiknya sekaligus menunjukkan bahwa negara tersebut
lebih efisien dalam produksinya.
Sejalan dengan pendapat Al-Ghazali mengenai uang, lbnu Khaldun menjelaskan, “bahwa uang
tidak perlu mengandung emas dan perak, tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang tidak
mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah menetapkan nilainya. Karena itu
pemerintah tidak boleh mengubahnya. Pemerintah wajib menjaga nilai uang yang dicetak karena
masyarakat menerimanya tidak lagi berdasarkan berapa kandungan emas perak di dalamnya”. Oleh
karena itu lbnu Khaldun selain menyarankan digunakannya uang standar emas/perak, beliau juga
menyarankan konstannya harga emas dan perak. Harga-harga lain boleh berfluktuasi tetapi tidak untuk
harga emas dan perak. Dalam keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau penurunan
harga semata-mata ditentukan aleh kekuatan penawaran dan permintaan. Setiap barang akan
mempunyai harga keseimbangannya. Bila lebih banyak makanan dari yang diperlukan di satu kota,
harga makanan menjadi murah, demikian sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai