Jilid 15
Jilid 15
i
ii
Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi
TAFSIR SYA’RAWI
Renungan Seputar Kitab Suci Alquran
JILID 15
Juz XXX
al-Naba’ [87]: 1 s/d an-Nas [114]: 6
iii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Alquran, Tafsir
Tafsir Sya’rawi juz 30/penulis, Syekh Muhammad Mutawally Sya’rawi;
Penerjemah Dr. H. Zainal Arifin, Lc, Penyunting Tim Duta Azhar. –Cet 1- Medan:
Penerbit Duta Azhar, 2015. xii + 580 hlm; 23.5 x 18 cm.
Judul asli: Tafsir Sya’rawi
ISBN 979-3588-00-4 (Nomor Jilid Lengkap)
ISBN 978-979-3588-59-9 (Jil. 12) Juz 25-26
ISBN 978-979-3588-60-5 (Jil. 13) Juz 27-28
ISBN 978-979-3588-61-2 (Jil. 14) Juz 28-29
ISBN 978-979-3588-62-9 (Jil. 15) Juz 30
Judul asli
ﺮﺍﻭﹺﻯﻌﺗﹾﻔﺴِﲑﺍﻟﺸ
Tafsir Sya’rawi
Akhbar al-Yaum, Kairo
Penulis
Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi
Penerbit
Duta Azhar
Jln. Sunggal Besar Km. 7.5 Komplek Masjid al-Ikhwan (222) No. 7 Serba Setia Medan
Kode Pos 20128 HP: 0813 61 71 41 87
Email: tafsirinspirasi@gmail.com
Pemasaran di Indonesia
PT Khazanah Nusantara Agung
Jln. Cililitan Kecil I No. 1 RT 010 RW 007 Kramat Jati Jakarta Timur
HP 081 64 81 49 31
Pemasaran di Malaysia
Pustaka Darussalam Sdn.Bhd.
No. 956 & 958, Kompleks Peruda, Jalan Sultan Badlishah 05000 Alor Setar,
Kedah Darul Aman
E-mail: drisalam@tm.net.my
Percetakan
PT Ikrar Mandiriabadi, Jakarta
iv
pppppppppppp
TRANSLITERASI
v
pppppppppppp
DAFTAR ISI
vi
pppppppppppp
Ancaman terhadap orang yang curang dalam menakar dan
menimbang ... 163
Keadaan orang yang durhaka pada hari kiamat ... 163
Keadaan orang yang berbakti kepada Allah pada hari kiamat ... 170
Ejekan terhadap mukmin di dunia dan balasannya di akhirat ... 176
vii
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
viii
MUKADDIMAH
ix
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
x
pppppppppppp
KATA PENGANTAR
xi
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
manapun tetap menarik dan memiliki pesan tersendiri, tapi tetap saja
juz 30 bagian dari kesimpulan unik yang sangat tidak arif untuk
dilewatkan bagi mereka yang telah menghapal untuk kemudian
melangkah kepada pemahaman.
Buku Tafsir Syarawi juz 30 ini adalah jembatan untuk melangkah
lebih baik ke depan, dengan cara memahami juz 30 setelah sebelumnya
sebagian dari pembaca telah menghapal juz 30 ini. Jika belum terhapal,
mudah-mudahan dengan memahami, maka menghapal jauh lebih
mudah. Atau buku ini juga dapat dijadikan bahan untuk menambah
wawasan dai dan guru untuk menggali juz 30 di hadapan para siswa
dan jemaahnya.
Ketua Tim Terjemah mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu terbitnya juz 30 ini, dari pada penulis,
pembaca ulang, dan donatur. Ucapan terima kasih terkhusus
disampaikian kepada Ketua Umum MUI Sumut merangkap Ketua
Umum Ikatan Alumni al-Azhar Internasional Indonesia Sumut Medan
(Prof. Dr. H. Abdullah Syah, MA). Tentu hal yang sama untuk ayah,
ibu dan keluarga.
Walau sudah dibaca ulang berkali-kali, dan diterjemahkan sejak
tahun 2006, tetap saja pembaca masih menemukan kesalahan ketik atau
ketidak konsistenan dalam penulisan atau kesalahan terjemah, untuk itu
penulis mohon maaf serta mohon diinformasikan ke alamat dan nomor
yang tertera. Kami sangat mengucapkan terima kasih, demi perbaikan
ke depan. Tak ada manusia yang sempurna.
Demikianlah pengantar dari juz 30 ini, selamat membaca.
xii
AN-NABA’ 78 JUZ 30
SURAT 78
AN-NABA'
(MAKKIYAH)
1
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
2
AN-NABA’ 78 JUZ 30
3
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
4
AN-NABA’ 78 JUZ 30
5
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
HARI BERBANGKIT
Kekuasaan Allah Menciptakan Alam dan Nikmat-nikmat yang
Diberikan-Nya adalah Bukti bagi Kekuasaan-Nya Membangkitkan
Manusia
(QS an-Naba' [78]: 1-5)
N MLKJIHGFEDCBA
R QPO
S
Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita
yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali
tidak; kelak mereka akan mengetahui, kemudian sekali-kali tidak;
kelak mereka mengetahui.
Ketika kita membaca firman Allah: tentang apakah mereka saling
bertanya-tanya? maka ayat ini merupakan salah satu bentuk
pengagungan dengan cara penyamaran maksud. Ketika Allah
mengagungkan sesuatu yang ditanyakan, maka ini merupakan indikasi
bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang besar sehingga kemudian Allah
berkata tentangnya bahwa ia adalah sesuatu yang besar. Karena
seseorang terkadang mengatakan sesuatu itu besar sesuai dengan
pemahamannya akan kebesaran sesuatu tersebut. Akan tetapi ketika
Allah mengagungkan sesuatu, maka pengagungan-Nya sesuai dengan
pengetahuan Allah yang Mahabesar.
Suatu hal yang sangat menakjubkan adalah; Allah menjawab
pertanyaan: tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? dengan
cepat dilanjutkan dengan ﻈﻈﻴ ﹺﻢ ﻌ ﹺﺈ ﺍﹾﻟﺒﻋﻦﹺ ﺍﻟﻨ tentang berita yang besar.
Maksud dengan an-Naba`/berita bukan kabar biasa akan tetapi ia
adalah kabar penting tentang sesuatu yang besar. Tidak diragukan lagi
bahwa seluruh tujuan beragama kembali kepada pengetahuan tentang
rahasia hari tersebut, karena ia adalah hasil yang akan dipetik pada akhir
dunia di mana seluruh manusia di-hisab berkenaan dengan apa yang
dilakukannya. Jika kelakuannya baik, maka kebaikan yang akan
didapatkannya. Jika buruk, maka keburukan pula yang akan didapatnya.
Oleh sebab itu, ia menjadi peristiwa terbesar yang berhubungan dengan
manusia.
Ketika Allah Swt berkata: “Tentang berita yang besar,” hal ini
memberikan kesan kepada kita bahwa hal ini merupakan permintaan
penjelasan bagi pertanyaan “tentang apa mereka bertanya-tanya.”
6
AN-NABA’ 78 JUZ 30
7
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
8
AN-NABA’ 78 JUZ 30
9
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Fulan tentang sesuatu, maka kalimat ini mengandung subjek dan objek,
sedangkan tasâul mencakup keduanya. Sebagai contoh, kaum tersebut
bertanya-tanya, artinya bahwa setiap orang dari mereka menjadi
penanya dalam satu sisi, dan menjadi orang yang ditanya pada sisi lain.
Mereka menjadi subjek dan objek secara bersamaan.
Contoh lain, si Fulan membunuh Zaid, maka pembunuhan dilakukan
oleh si Fulan dan yang terbunuh adalah Zaid. Lain halnya dengan
kalimat si Fulan dan si Fulan saling membunuh. Maka artinya adalah
pembunuhan dilakukan secara bersama-sama dan bergantian. Si Fulan
menjadi subjek pada satu waktu, dan menjadi objek pada waktu yang
lain.
Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? (QS 78: 1) Seakan-
akan di antara mereka bertanya-tanya tentang pertanyaan yang bersifat
pengingkaran dan pencemoohan. Apabila mereka saling bertanya dan
saling melemparkan pertanyaan dengan nada cemoohan kepada yang
lain, lalu bagaimana terjadi perselisihan di antara mereka padahal setiap
orang mengingkarinya? Sebenarnya tidak demikian karena tingkatan
penafian perbuatan mencakup banyak hal; seseorang benar-benar
mengingkari, sedangkan yang lain ragu-ragu untuk mengingkarinya. ﻧﻧﺎﻭﹺﺇ
ﺷ ﻔﻔﻲ ﹶﻟsesungguhnya kami dalam keragu-raguan. (QS Ibrahîm [14]: 9)
ﻚ
Ditemukan manusia yang benar-benar mengingkari dan yang lain
bersikap ragu. Orang yang mengingkari berdiri pada salah satu sisi,
sedangkan orang yang ragu masih berdiri di tengah-tengah. Ini yang
menjadi bentuk dari perselisihan di antara mereka, atau antara mereka
dengan Nabi dan mukminin. Sekelompok mengatakan kepastian
terjadinya hari kiamat, sedangkan yang lain menafikannya. Mereka
bertanya-tanya tentang masalah yang seharusnya tidak dipertanyakan.
Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini.
Sekali-kali tidak. (78: 2-3) Kata kallâ/sekali-kali tidak adalah kata rad‘u
wa zajru, artinya bahwa kalimat yang ada sebelumnya harus mengakhiri
penjelasan tentang hal ini demi kebaikan penerima penjelasan ini, bukan
untuk kebaikan orang yang mengatakannya, tapi kebaikan untuk mereka
yang mendengar. Allah tidak mendapat kerugian dari pendustaan
manusia.
Timbul pertanyaan selanjutnya, kenapa mereka mendustakan hari
kiamat? Karena apabila dikatakan kepada mereka mengapa mereka
mendustakan masalah cabang ini? Masalah cabang ini harus
dipindahkan ke tempat pendiskusian masalah pokok yaitu Tuhan,
10
AN-NABA’ 78 JUZ 30
11
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
diusir dari negeri mereka. Oleh karena itu, Allah menolak alasan
tersebut dengan penolakan yang sederhana, yaitu jika kalian adalah
orang-orang yang kafir maka kami jadikan bagi kalian Masjidilharam
sebagai tempat yang aman yang datang kepadanya segala buah-buahan.
Lalu apakah jika kalian mengimani Allah, Dia akan membiarkan kalian.
Sungguh logis jika mereka terlebih dahulu tidak membahas hari
kebangkitan lalu mengingkarinya, sebelum membahas tentang
permasalahan pokok. Jika mereka telah membahas dan mengakui
keberadaan Allah, maka mereka akan mempercayai berita yang datang
selanjutnya.
ﻤﻤﻮ ﹶﻥ ﻌ ﹶﻠ ﻴﺳ ﻼ
ﹶﻛ ﱠsekali-kali tidak. Mereka akan mengetahuinya. (QS an-
Naba' [78]: 4) Di sini para mufassir berkata: “Apabila kata ini
disebutkan berulang-ulang, maka maksudnya adalah penegasan.”
Maksudnya, mereka yang mendustakan hari kebangkitan dan hari
pembalasan akan mengetahui bahwa kiamat itu adalah benar dan
mereka mengetahui hal itu adalah benar.
Pengetahuan atau ilmu itu sendiri terdiri dari tiga tingkatan.
Pertama, ilmu yakin; kedua, ain yakin; dan ketiga, haqqul yakin.
Contohnya, seseorang berkata kepadamu: “Saya telah pergi ke New
York, kota yang memiliki banyak gedung pencakar langit.” Lalu dia
memberikan fotonya kepadamu. Kamu percaya kepadanya karena dia
tidak pernah berbohong. Pada suatu kesempatan dia bersamamu dalam
sebuah perjalanan dengan mengendarai pesawat, melintas di atas kota
New York, dia berkata: “Inilah kota yang saya ceritakan.”
Kepercayaanmu yang semula hanya berdasarkan cerita berubah
menjadi berdasarkan penglihatan mata. Lalu apabila ia berkata: “Kita
akan singgah di kota ini selama seminggu lalu kamu berjalan-jalan di
kota tersebut, maka pengetahuanmu terhadap kota tersebut menjadi
haqqul yakin.
Ketiga tingkatan ilmu ini telah dijelaskan dalam: Janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-
benar akan melihat neraka Jahiim.”(QS al-Kautsâr [102]: 1-6)
Mereka masih belum mempercayainya dengan ilmu yakin, mereka
akan melihat api neraka dengan ainul yakin. Selanjutnya akan menjadi
haqqul yakin dalam surat kedua: ﻤﻤﻴ ﹴﻢ ﺣ ﻦ ﻣ ﺰ ﹲﻝ ﻨﲔ)( ﹶﻓ
ﻀﺎﻟﱢ
ﲔ ﺍﻟﻀ
ﻤ ﹶﻜﺬﱢﺑﹺ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻣ ﻣﻣﺎ ﹺﺇ ﹾﻥ ﹶﻛﻛﺎ ﹶﻥ ﻭﹶﺃ
12
AN-NABA’ 78 JUZ 30
ﺤﻴ ﹴﻢ
ﺤﻴﺔﹸ ﺟﺼﻠ
ﺗﻭ adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendusta-
kan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan
dibakar di dalam neraka. (QS al-Wâqi'ah [56]: 92) Apabila mereka
telah memasukinya, maka mereka akan mengetahuinya dengan haqqul
yakin.
Sama halnya dengan firman Allah: “Sekali-kali tidak; kelak mereka
akan mengetahui, kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan
mengetahui.” (78: 3-4) Ketika sakaratul maut menemui manusia, maka
perkataan singkat terakhir yang dikatakan Allah kepadanya:
“Seungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka
Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS Qâf [50]: 22)
Apa yang dahulu tidak kamu lihat, akan kamu lihat, dan akan
tampak jelas baginya alam malakut dan seluruh apa yang didustakan.
Karena itulah banyak kita temukan orang sekarat yang mengatakan hal-
hal aneh menurut kita, padahal mereka mengatakan apa yang mereka
saksikan. Mereka menyaksikan hal-hal yang tidak mereka lihat di dunia.
Ketika keadaan seperti ini datang kepada mereka, mereka segera tahu
bahwa apa yang terjadi adalah bagian dari hari pembalasan dan hari
akhirat. Masalah ini lurus, artinya hal ini pada awalnya diketahui secara
ilmu, kemudian setelah mereka dibangkitkan sesuai dengan keadaan
mereka, mereka akan mendapat pengetahuan baru.
Atau karena orang yang mendustakan selalu menentang orang yang
membenarkan. Yang satu adalah mukmin, dan yang satunya adalah
kafir. Mukmin berkata: “Sekali-kali tidak, mereka akan mengetahui
keadaan mereka pada hari kiamat tersebut.”
Ketika dilakukan perbandingan terhadap kedua kelompok ini, maka
yang ada adalah kerugian bagi yang diazab. Siksaan itu cukup
menyakitkan, dan lebih menyakitkan lagi ketika melihat kelompok lain
mendapat nikmat pada saat penyiksaan berlangsung. Sedangkan orang
yang mendapat nikmat kemudian melihat kelompok lain disiksa akan
merasakan nikmat yang lain. Semua akan melihat posisi masing-masing
pada hari pembalasan, dan seluruhnya akan melihat posisi kelompok
lain. Saat itu kerugian akan menjadi nyata bagi kafir.
Allah meninggalkan hal yang disumpahkan dan hal yang
menyebabkan turunnya surat an-Naba’ yang merupakan berita besar
yang mereka perselisihkan, untuk beralih kepada hal lain yang secara
lahirnya tampak jauh dari apa yang dimaksud. Tidak, Allah ingin
13
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
14
AN-NABA’ 78 JUZ 30
15
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
16
AN-NABA’ 78 JUZ 30
pasak ini? Apakah pasak ini diletakkan untuk mengokohkan bumi atau
agar pasak-pasak kemah tertancap kuat di bumi, apakah ia diletakkan
untuk menguatkan bumi agar tidak berguncang atau untuk menguatkan
sesuatu yang ada di atas bumi?
Perbedaan pertama dalam perumpamaan ini, kamu berkata:
“Gunung-gunung diciptakan di bumi sebagai pasak-pasak untuk
mengokohkan bumi.” Kita katakan bahwa pasak-pasak kemah tidak
seperti pasak-pasak tersebut dan bukan untuk mengokohkan bumi akan
tetapi untuk menguatkan bangunan kemah yang ada di atas bumi. Pasak-
pasak ini tidak dapat mengokohkannya sendirian, karena sebuah kemah
tidak akan dapat berdiri hanya dengan pasak tanpa ada tiang penyangga.
Maka ketika kata pasak disebutkan, seharusnya kita juga
memperhatikan apa yang membantu pasak untuk mengokohkan sesuatu.
Lalu apa yang dikokohkan gunung pada bumi? Agar perumpamaannya
menjadi benar. Jika kamu ingin mengatakan bahwa gunung hanya untuk
menguatkan posisi bumi saja, maka kamu akan berkata: “Salah satu
artinya adalah bahwa ia menguatkan bumi sebagaimana ia bagaikan
pasak bagi kemah”. Jika demikian, ia tidak mengokohkan bumi, akan
tetapi mengokohkan sesuatu yang ada di atas bumi.
Kemah tidak dapat berdiri sendiri di atas pasak. Kemah juga
memerlukan tiang, maka hendaklah kamu mencari bagi alam ini sesuatu
yang menjadi seperti tiang pada kemah, yang membantu untuk
mendirikan kemah dan agar perumpamaan di sini menjadi selaras.
Ketika ilmu pengetahuan sedikit lebih maju, ia mendekatkan kita
kepada pemahaman mengenai masalah ini. Kita baca apa yang
dikatakan oleh peneliti gunung, dan di dalam gelapnya bumi. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa bumi tidak dapat dihuni kecuali karena
adanya udara di dalamnya. Udara adalah unsur terpenting bagi
kehidupan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa udara, air
dan makanan, adalah unsur yang sangat diperlukan.
Kita pahami bahwa di bumi terdapat lapisan udara yang
menyelimutinya. Lapisan udara tersebut merupakan bagian dari bumi,
oleh sebab itu ketika Allah berbicara tentang perjalanan, Dia berkata: ﻞ
ﻗﹸ ﹾ
ﹶﺎﻓﻴﹺﻬ ﲑﻭﺍ
ﲑ ﺳKatakanlah: “Berjalanlah kamu di dalamnya.” Dia tidak
mengatakan: “Berjalanlah kamu di atasnya”, karena lapisan udara
merupakan bagian yang melengkapi bumi.
Mereka mengatakan bahwa lapisan udara yang ada di atas kita
melindungi kita dari banyak hal, seperti sinar ultraviolet yang
17
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
18
AN-NABA’ 78 JUZ 30
dikatakannya. Akan tetapi jika Dia tidak melakukan hal ini semua, maka
kalian wajar mengingkari-Nya.
ﺟﺎﻭﻭﺍﺟ ﺃﹶﺯﻨﺎﻛﹸﻢﻠﹶﻘﹾﻨﺧ ﻭKami jadikan kamu berpasang-pasangan, (78: 8) juga
merupakan bagian dari kemukjizatan Alquran. Allah telah menciptakan
makhluk berpasang-pasangan. Seorang agamawan berkata: “Mustahil
jika alam raya ini diciptakan secara kebetulan.” Kenapa? Karena apabila
kebetulan telah menciptakan bayi laki-laki, maka sangat masuk akal jika
kebetulan juga menciptakan bayi kedua yang bernama perempuan. Tapi,
hal ini tidak mungkin dilakukan oleh teori kebetulan. Allah Penciptalah
yang menjadi berpasang-pasangan. Ini adalah sebuah bukti bahwa ada
sebuah kesengajaan, tujuan, dan pengurutan yang menciptakan jenis ini.
Contoh sederhananya, jika setiap hari kita bertemu seseorang pada
jam sembilan pagi di sekolah, maka ini bukan kebetulan, tapi ini adalah
kesengajaan, perencanaan dan pengaturan yang sudah dipersiapkan,
agar dia dapat masuk sekolah setiap jam sembilan pagi.
Firman Allah: “Kami jadikan kamu berpasang-pasangan,” telah
menyadarkan kita akan ayat lain: ﺟﺎ ﻭﻭﺍﺟ ﺃﹶﺯﻔﹸﺴِﻜﹸﻢ ﺃﹶﻧﻦ ﻣ ﻟﹶﻜﹸﻢﺧ ﹶﻠﻖ ﻪ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺗﻳﺎ ﺀَﺀﺍﻳﻣﻦ ﻭ di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri. (QS ar-Rûm [30]: 21) Ini menjadi bukti
adanya kesengajaan dan tujuan, dan ini adalah kebutuhan yang tidak
terjadi dengan sendirinya. Jika tidak, maka apa itu kebetulan yang telah
menciptakan seorang laki-laki kemudian menciptakan baginya seorang
perempuan dari jenisnya, di mana jika terjadi hubungan khusus antara
keduanya, akan melahirkan seorang keturunan? Hal ini tidak mungkin
terjadi dengan sendirinya. Jadi, Allah menciptakan kalian berpasang-
pasangan agar kalian menjadi banyak.
Penciptaan tentu memiliki penopang. Apa itu penopang penciptaan?
Atau apa yang akan membuat makhluk bertahan hidup. Sebelum Allah
menciptakan makhluk berpasang-pasangan, Ia terlebih dahulu
mempersiapkan bagi mereka penopang kehidupan, dan ini termasuk
dalam ﺩﺍﻬﺎﺩﻬ ﻣﺽﻞﹺ ﺍﻷَﺭﻌﺠ ﻧ ﺃﹶﻟﹶﻢbukankah Kami telah menjadikan bumi itu
sebagai hamparan, maksudnya dihamparkan untuk kehidupan. Jika
dihamparkan untuk kehidupan maka di dalamnya haruslah ada
penopang kehidupan. Kemudian Dia menerangkan hal ini dengan
keterangan yang kedua berkenaan dengan penopang kehidupan ini.
Kehidupan ada dua bentuk, bentuk yang sadar yaitu gerakan dan
perbuatan, dan bentuk yang tidak sadar (tidur).
19
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
21
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
meragukan hal tersebut, karena alasan yang logis dan dapat diterima
akal. Tidak ada seorang pun yang mengaku bahwa dialah pemilik
pertolongan dan nikmat ini, maka hal ini membatalkan ketuhanan selain
Allah. Karena Tuhan adalah siapa yang telah menciptakan makhluk dan
menjadikan bumi menjadi hamparan, menjadikan gunung-gunung
sebagai pasak-pasak, menjadikan malam sebagai waktu istirahat dan
siang sebagai waktu berusaha.
Allah yang telah melakukan itu semua dan mengaku bahwa Dia
yang telah melakukannya. Sementara yang lain tidak ada yang
mengaku, atau terdiam atau tidak berbicara. Ketika seseorang
mengeluarkan sebuah pengakuan lalu tidak ada yang menyanggahnya,
maka itu adalah miliknya? Jika di ruang ini ditemukan sebuah dompet
dan tidak seorang pun yang mengaku memilikinya. Kemudian datang
seseorang mengaku dompet itu sebagai miliknya dengan ciri-ciri yang
sesuai, sementara yang lain diam, maka dompet tersebut adalah milik
orang itu. Oleh sebab itu perkataan Allah pada QS 78: 6-8 yang dikaji
ini adalah pembuktian bahwa Dia adalah Tuhan dan Dia adalah
Penciptanya.
Apabila perkataan Allah dalam QS 78: 6-8 sesuai dengan kenyataan,
maka ucapan-Nya patut untuk ditaati. Naudzubullah jika perkataan
Allah tersebut salah, seperti: ternyata bumi tidak terhampar, dan gunung
bukan pasak, dan makhluk tidak hidup berpasang-pasangan, maka
ketuhanan-Nya di sini dapat ditolak. Tapi, selama perkataan dan realita
itu selaras dan dapat dipercaya serta tidak ada seorang pun yang
mengaku selain Allah, maka Dialah Tuhan dan itu adalah perbuatan-
Nya.
Ketika Allah menantang kepada tuhan-tuhan palsu: “Tunjukkanlah
kepada-Ku dirimu yang telah menciptakan makhluk, namun
membiarkan seseorang mengaku telah menciptakannya. Tunjukkan
dirimu, wahai zat yang telah dicuri darinya tapi dia diam saja! Atau
tunjukkan perintah dan larangan yang kamu keluarkan.
Sepanjang sejarah ditemukan orang yang menyembah matahari, tapi
tunjukkan apa aturan main yang diingini oleh matahari. Tuhan matahari
atau tuhan-tuhan lain yang sejenis dengannya adalah tuhan buatan
manusia itu sendiri. Matahari tidak pernah meminta manusia untuk
menyembahnya, dan ia tidak juga pernah menyebutkan tentang cara
penyembahannya. Matahari tidak pernah berkata: “Siapa yang menyem-
bahku maka aku akan memperlakukannya seperti ini, dan siapa yang
tidak menyembahku akan aku perlakukan seperti ini.” Inilah tuhan tanpa
22
AN-NABA’ 78 JUZ 30
status, tuhan tanpa manhaj, tuhan tanpa pahala dan azab bagi orang yang
menyembah dan tidak menyembahnya. Kesimpulannya, tentu ini adalah
tuhan palsu yang tidak layak disembah.
Apabila Tuhan menyampaikan sesuatu, maka pesan itu valid
sepanjang hal tersebut tidak diakui juga oleh zat lain. Jika muncul
pengakuan baru yang mengatakan: “Tidak. Aku yang telah
menciptakannya dengan bukti seperti ini”, lalu dia datang dengan
mukjizat yang lebih kuat dari mukjizat yang diberikan Allah kepada
para nabinya. Kepadanya kita katakan: “Berdebatlah di antara kalian
dan pertegas masalah ini serta tunjukkan kemampuan kalian berdua agar
kami dapat melihat siapa yang harus kami sembah? Tentu tuhan palsu
tidak dapat memberikan argumen dan kemampuan.
Ketika Allah mengucapkan sesuatu yang sesuai dengan realita,
seperti ucapan-Nya: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu seba-
gai hamparan?” maka yakin dan percaya kepada-Nya merupakan satu
konsekuensi logis. Selama Allah telah menciptaan yang sebelumnya
tidak pernah ada, maka pesannya untuk bersiap terhadap apa yang akan
terjadi pada hari kebangkitan, harus diamini dan disiapkan sebaik
mungkin.
Terlebih menciptakan yang sudah ada lebih ringan daripada
memulai dari nol? Reka ulang lebih mudah, karena ia membuat sesuatu
dari yang telah ada. Zat yang mampu menciptakan sesuatu dari tiada
apakah Dia lemah untuk membangkitkannya dan dapat mengulangi
penciptaan tersebut? ﻪ ﻴ ﻋ ﹶﻠ ﻮ ﹸﻥ ﻫ ﻮ ﹶﺃ ﻫ ﻭ ﻩ ﺪ ﻌﻌﻴ ﻳ ﻢ ﻖ ﹸﺛ
ﺨ ﹾﻠ
ﺪﹸﺃ ﺍﹾﻟ ﺒ ﺬﻱ ﻳ ﺍﻟﱠﺬﻮﻫ ﻭDialah yang
menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan
(menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah
lebih mudah bagi-Nya”. (QS ar-Rûm [30]: 27)
Pendahuluan yang telah diucapkan oleh Allah tentang berita besar
yang mereka pertanyakan, di mana tidak ditemukan ucapan yang
berbeda dengan kenyataan, dan tidak ada satu pun peristiwa yang
dinisbatkan kepada selain-Nya, maka sejalan dengan pendahuluan ini
sangat logis jika manusia harus mengatakan: “Wahai Tuhan, jadikanlah
bagi kami hari di mana Engkau melakukan perhitungan bagi kami”.
Apabila Allah berkata: “Bagi kalian hari di mana kalian mendapat
perhitungan”, berarti Dia telah memberikan pendahuluan yang logis.
Allah tidak meninggalkan jawaban bagi apa yang mereka
pertanyakan seputar berita yang besar kecuali didahului dengan
pendahuluan yang akurat dan tepercaya agar manusia yakin bahwa
23
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
24
AN-NABA’ 78 JUZ 30
25
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
26
AN-NABA’ 78 JUZ 30
masalah agama yang berkenaan dengan hal gaib adalah wajib untuk
diimani, dan prosedur pengimanannya tidak penting untuk diketahui.
Kita katakan bahwa iman memiliki puncak yaitu beriman kepada Allah.
Selama kamu telah mengimani Allah dengan pilihanmu dan kamu
memasuki puncak keimanan dengan akalmu, maka kamu dapat
menerima dari Allah seluruh apa yang dikatakannya kepadamu baik
yang dapat diterima akalmu atau tidak.
Dalam kehidupan terdapat sesuatu yang menguatkan hakikat ini.
Banyak hal-hal materi merupakan masalah gaib dulunya. Contohnya,
ketika ilmu penggunaan alat bantu penglihatan -seperti mikroskop atau
teleskop- belum ditemukan mikroba adalah gaib, tapi setelah ditemukan
ia ada karena dapat dilihat berkat alat bantu penglihatan itu. Jadi,
kondisi sesuatu yang tidak dapat diketahui dengan inderamu, bukan
berarti ia tidak ada. Maka curigailah inderamu karena ia tidak dapat
sampai mengetahui hal itu. Keberadaan sesuatu yang tadinya gaib
kemudian menjadi nyata menunjukkan bahwa akalmu tidak harus selalu
memikirkan masalah-masalah yang gaib, karena keterbatasana akal
pikiran, bahkan ia harus mendukung dan mengatakan: “Selama Allah
telah mengatakannya, ia benar adanya”. Ini merupakan keputusan baik,
sama ada ia dapat diketahui dengan akal atau tidak.
Adapun ilmu selalu membuka rahasia-rahasia Allah yang ada di
alam ini, maka hal-hal yang sebelumnya gaib, saat ini menjadi nyata.
Bukankah hal ini menjadi bukti bahwa ketika Allah berbicara tentang
hal-hal gaib kepada saya, saya tidak menolak perkataan ini dengan
alasan bahwa saya tidak mengetahuinya? Kita katakan kepadanya
bahwa dalam materi-materi kehidupanmu banyak hal-hal yang
sebelumnya gaib menjadi nyata. Jadikanlah hal tersebut juga sebagai
sarana untuk mengimani bahwa hal gaib itu sangat banyak dan tidak
dapat diketahui oleh akal, akan tetapi Allah telah memberitahukannya
dan kita wajib mengimaninya.
Oleh sebab itu Alquran mencirikan mukmin dengan iman kepada
yang gaib: ﺐ ﹺﻴﻨﻮﻥﹶ ﺑﹺﺑﺎﻟﹾﻐﻨﻣﺆ ﻳﺬﻳﻦ( ﺍﻟﱠﺬyaitu) orang-orang yang beriman kepada
yang gaib. (QS al-Baqarah [2]: 3) Mengimani sesuatu yang nyata adalah
masalah yang sama antara mukmin dan kafir. Jadi tidak ada
keistimewaan mukmin kecuali mengimani hal yang gaib. Apabila akal
dapat dipuaskan dengan penegasan indera, lalu apa gunanya keimanan?
Ketika mereka melihat bahwa langit tidak termasuk di bawah indera
dan tidak termasuk di bawah percobaan dan kita tidak dapat mengetahui
27
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
28
AN-NABA’ 78 JUZ 30
29
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
30
AN-NABA’ 78 JUZ 30
di ataranya. Bina` adalah bangunan utuh, kokoh tanpa susunan batu dan
tanpa ada perekat. Pada langit tidak ditemukan celah dan retak, karena
bina’ adalah sesuatu yang saling menguatkan dan mengokohkan.
Bangunan langit yang utuh digambarkan Allah dalam firman-Nya:
ِﺴ ﺣﻮﻫﺌﹰﺌﺎ ﻭﺧﺎﺳ ﺧﺮﺼ ﺍﻟﹾﺒﻚ ﺇﹺﻟﹶﻴﺐﻘﹶﻠﻨﻴ ﹺﻦ ﻳ ﺗ ﻛﹶﺮﺮﺼﺟﹺﻊﹺ ﺍﻟﹾﺒ ﺍﺭ ﺛﹸﻢkemudian pandanglah
ﲑ
sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan
tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam
keadaan payah. (QS al-Mulk [67]: 4)
Kamu melihat langit ketika cerah dalam satu warna dan dalam satu
bentuk. Lihatlah ke bulan dan perhatikan dengan seksama maka kamu
pasti dapat melihat apa yang disebut dengan kalaf/merah kehitam-
hitaman. Kemudian lihat juga kepada matahari, kamu akan temukan di
dalamnya buq’u/warna belang-belang. Arti bangunan langit adalah
bangunan yang tidak terdiri dari potongan yang tergabung ke dalam
potongan, yang di antaranya terdapat sesuatu yang memisahkan antara
keduanya. Jadi, pada langit tidak terdapat celah atau retakan.
Allah Swt menghibur Rasul dalam peristiwa Israk dan Mikraj, lalu
Rasul berkata: “Saya berangkat menuju langit dan Jibril membukanya.”
Kemudian dikatakan kepadanya: “Siapa yang bersamamu.”
Dia menjawab: “Muhammad.”
Mereka membukanya untuk beliau sehingga beliau dapat naik
menuju langit yang ke dua.”
“Wahai Imam Muhammad Abduh, jangan anda dan madrasah anda
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan langit adalah apa yang ada di
atas kita dan menaungi kita seperti matahari, bulan, planet-planet dan
bintang-bintang untuk mendekatkan masalah ini kepada akal. Dengan
alasan bahwa agama tidak bertentangan dengan ilmu.”
Benar, agama itu tidak bertentang dengan ilmu, tapi ilmu yang
mana? Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu sampai kepada
hakikat (kemapanan). Karena antara kalam Allah dan alamnya tidak
mungkin terdapat kerancuan. Allah yang telah menciptakan alam dan
Allah yang berbicara di dalam Alquran. Tidak akan ada pertentangan
selamanya di antara keduanya.
Dari mana munculnya pertentangan? Kamu menganggap hakikat
yang ada di dalam Alquran sesuai dengan pemahamanmu, padahal
hakikatnya tidak demikian. Akan tetapi jika kamu memahami Alquran
seperti hakikat yang ada di dalamnya, maka tidak akan pernah terjadi
pertentangan.
31
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
32
AN-NABA’ 78 JUZ 30
sampai saat ini manusia hanya dapat sampai pada apa yang ada antara
bumi dengan langit.
Setelah itu Allah berfirman: ﺟﺎ ﻫﺎﺟﻭﻫ ﺟﺎﺮﺍﺟﺮﻨﺎ ﺳﻠﹾﻨﻌﺟﺩﺍ)(ﻭﺪﺍﺩﺪﻌﺎ ﺷﻌﺒ ﺳﻮ ﹶﻗ ﹸﻜﻢ ﻨﺎ ﹶﻓﻨﻴﻨﺑﻭ
Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami
jadikan pelita yang amat terang (matahari). (78: 12-13) Maksud Allah
Swt dalam kalimat ﺟﺎ ﻫﺎﺟﻭﻫ ﺟﺎﺮﺍﺟﺮ ﺳyang pertama adalah syaiun wahhaj yaitu
sesuatu yang menyala atau bersinar. Pertama, menyala dan nyala ini
menimbulkan panas. Kedua, bersinar atau memberikan cahaya dan
kilatan. Jika dikatakan adz-dzahab mutawahhij artinya adalah emas
yang mengeluarkan warna yang berkilau. Api juga memiliki nyala.
Benar bahwa matahari adalah sirâj dan kita tahu bahwa sirâj
mengandung panas dan cahaya. Berbeda dengan bulan yang hanya
mengandung cahaya. ﺟﺎ ﺮﺍﺟﺮ ﺳﻤﺲ ﻞﹶ ﺍﻟﺸﻌﺟﺭﺍ ﻭﻧﻮﺭ ﻧﻓﻴﻬﹺﻦ ﻓﺮ ﹶﻞ ﺍﻟﹾﻘﹶﻤﻌﻭﺟ Allah
menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari
sebagai pelita? (QS Nûh [71]: 16)
Jelas bahwa bulan hanya memiliki cahaya. Oleh sebab itu mereka
menyebutnya dengan nurul halîm/cahaya lembut, yaitu cahaya yang
tidak mengandung panas. Berbeda dengan matahari yang sinarnya
memiliki panas.
Allah berfirman: ﺟﺎ ﻫﺎﺟﻭﻫ ﺟﺎﺮﺍﺟﺮﻨﺎ ﺳﻠﹾﻨﻌﺟ ﻭKami jadikan pelita yang amat
terang (matahari). (78: 13) Jika kita mengetahui perbandingan antara
kata ﻭﻫﺎﺝyang berarti menyala dan kalimat: ﺟﺎ ﺠﺎﺟ ﻣﺎﺀً ﺛﹶﺠ ﻣﺮﺍﺕﺮﺼﻌ ﺍﻟﹾﻤﻦﻨﺎ ﻣﻟﹾﻨﺰﺃﹶﻧﻭ
Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah. (78: 14)
Ini pernyataan Pencipta yang mengatur segala sesuatu berdasarkan
sebab musababnya. Seperti yang kita ketahui, hujan adalah air tawar
yang turun dari langit. Secara alami hal ini hasil dari apa? Seperti yang
diketahui bahwa cadangan air terbesar ada di laut yang asin airnya.
Turunnya hujan disebabkan oleh proses distilasi. Distilasi ini terjadi
disebabkan oleh proses penguapan, maksudnya uap air naik ke udara
kemudian mengkristal setelah sampai pada daerah dingin, ia lalu
menjadi banyak hingga turunlah hujan yang tawar dan dapat diminum.
Ada hubungan antara matahari yang menyala dengan air tawar yang
turun pada QS 78: 14.
Para ilmuwan meneliti tentang mu‘shir/awan, pertama sekali
dibahas secara bahasa. Apa arti mu‘shir? Mu’shir artinya orang yang
memeras. Secara bahasa a‘shara berarti telah tiba waktu untuk
33
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
34
AN-NABA’ 78 JUZ 30
35
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
36
AN-NABA’ 78 JUZ 30
37
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
perbuatan baik dan buruk sama nilainya, maka tidak akan ada hari
kebangkitan, perhitungan pahala dan hukuman karena orang yang jahat
telah mengambil bagiannya dari kebaikan.
Oleh sebab itu setelah menyebutkan argumen ini kita katakan bahwa
dalam menyebutkan dalil atas sebuah hukum, jika hukum tersebut
adalah masalah gaib yang tidak termasuk dalam pembicaraan konkret,
maka Allah memberikan dalil atasnya berupa sesuatu yang konkret
seperti alam yang ada di sekeliling kita ini. Jadi ketika Dia berfirman: ﹺﺇ ﱠﻥ
ﺗﺎﻣﻴﻘﹶﻘﺎﺗﻞﹺ ﻛﹶﻛﺎﻥﹶ ﻣ ﺍﻟﹾﻔﹶﺼﻡﻮ ﻳsesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu
yang ditetapkan. (78:17) Allah telah mengemukakan argumen atas
kebenarannya dalam masalah ini. Dia tidak mengatakan bahwa hari
keputusan telah terjadi seperti yang diminta karena mereka ragu-ragu
dalam hal ini. Akan tetapi Allah berkata: ﺗﺎﻣﻴﻘﹶﻘﺎﺗ ﻣwaktu yang telah
ditetapkan, sehingga jelas bahwa Allah tidak terpengaruh oleh
kemaksiatan makhluk, tidak terpengaruh oleh kekufuran mereka.
Konsekuensi dari penciptaan makhluk yang kemudian kufur adalah
membuat perhitungan. Jadi Allah tidak terpengaruh, bahkan setiap
sesuatu di sisi-Nya memiliki waktu yang telah ditetapkan. Dengan
demikian makhluk tidak dapat membuat Allah marah dengan kekufuran,
tidak juga dengan kemaksiatan hingga Dia mempercepat posisi mereka
dalam hisab, karena terpengaruh adalah sifat untuk sesuatu yang baharu.
Ayat 78:17 dapat dipahami dengan, hari tersebut memiliki waktu,
maka Allah tidak terpengaruh untuk mempercepat hari perhitungan
tersebut bagi kaum kafir karena mereka telah mencemoohkan kaum
muslimin dengan berkata: ﲔ ﻗﺻﺎﺩ
ﺻﻢﺘ ﺇﹺﻥﹾ ﻛﹸﻨﺪﻋﺬﹶﺬﺍ ﺍﻟﹾﻮﺘﻰ ﻫﺘ ﻣbilakah (terjadinya)
janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?
(QS Saba' [34]: 29). Di sini seakan-akan Allah berkata: “Aku tidak
terpengaruh oleh kalian dan tidak terpengaruh oleh tingkah laku kalian
untuk mempercepat hari perhitungan dari janji yang telah aku tetapkan.”
Janji itu telah ditetapkan sebagai hari perhitungan, baik kalian
mengimaninya atau tidak.
Kata al-fashl sendiri menunjukkan bahwa di dalamnya terdapat
berbagai masalah. Yang ini mengatakan benar, dan yang lain
mengatakan salah. Setelah itu ketika hari keputusan tiba, seluruh
masalah akan menjadi jelas. Kebenaran akan datang dari satu sisi dan
kebatilan datang dari sisi yang lain.
38
AN-NABA’ 78 JUZ 30
(7) Adapun orang yang memotong tangan dan kaki mereka adalah
orang yang menyakiti tetangganya. (8) Orang yang disalib di atas batang
berapi adalah mereka yang mengeksploitasi masyarakat untuk meraih
jabatan sultan, (9) adapun mereka yang berbau sangat busuk hingga
menjijikkan setiap orang adalah mereka yang mengikuti syahwat dan
kelezatannya. (10) Adapun mereka yang mengenakan jilbab yang
terbuat dari ter yang melekat di badan mereka adalah orang yang
sombong dan angkuh.
Dengan ini Rasulullah telah menafsirkan kata afwaja/berkelompok-
kelompok, meskipun para peneliti takhrij hadis mengatakan bahwa alur
pembicaraan menunjukkan bahwa pembicaraan ini ditujukan kepada
orang yang mengingkari hari kebangkitan. Orang yang mengingkari hari
kebangkitan atau yang meragukannya adalah kafir. Sedangkan hadis ini
memaparkan tentang kelompok kaum muslimin. Dengan demikian, Ibnu
Hajar al-Asqalani menyimpulkan bahwa hadis ini ditempatkan tidak
pada tempatnya, maka hadis ini berstatus palsu atau maudu’.
Ayat: ﺑﺎﻮﺍﺑﻮ ﺃﹶﺑﺖﻜﺎﻧ
ﻤﺎﺀُ ﻓﹶﻜﹶﻤ ﺍﻟﺴﺖﺤﻓﹸﺘﺟﺎ)(ﻭﻮﻮﺍﺟ ﺗﺗﻮ ﹶﻥ ﹶﺃ ﹾﻓﺄﹾﺼﻮﺭﹺ ﻓﹶﺘ
ﻓﻲ ﺍﻟﺼ ﻓﻔﹶﺦﻨ ﻳﻡﻮ ﻳyaitu hari
(yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok
-kelompok, dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu. (78:
18-19) artinya adalah bahwa saat ini pada langit tidak terdapat celah
antara satu dengan yang lainnya. Selama tidak ada celah di antaranya,
lalu apa yang ada? Ia dalam keadaan bersambung. Allah berfirman:
ﺒ ﺍﻟﹾﺤﻤﺎﺀِ ﺫﹶﺫﺍﺕﻤﻭﺍﻟﺴ ﻭdemi langit yang mempunyai jalan-jalan
ﻚ
(mahbuk).” (QS adz-Dzâriyât [51]: 7) Kata mahbuk artinya adalah
padanya tidak terdapat pemisah.
Ayat 19 ini diartikan juga bahwa langit akan terkena goncangan
yang hebat seperti yang terjadi di bumi. Kesimpulan dari apa yang
terjadi pada saat itu adalah apa yang dikatakan Allah ﺮ ﻏﹶﻴﺽﻝﹸ ﺍﻷَﺭﺪﺒ ﺗﻡﻮﻳ
ﻮﺍﻮﻤﻭﺍﻟﺴﺽﹺ ﻭ( ﺍﻷَﺭyaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang
ﺕ
lain dan (demikian pula) langit. (QS Ibrâhîm [14]: 48) Karena langit
dan bumi yang ada adalah tempat yang dihuni, akan tetapi di sana
terdapat bumi dan langit yang dijanjikan. Adapun perbedaan antara
bumi yang dihuni dan bumi yang dijanjikan adalah bahwa bumi yang
dihuni mengandung sebab sedangkan di akhirat kita tidak terkena sebab,
illat atau mukaddimah, akan tetapi hanya dengan terlintas di benak,
kamu hidup dalam kemampuan sebab, dengan kata “kun”. Jadi pada saat
itu kita tidak memerlukan unsur-unsur, tidak juga hujan yang turun dari
40
AN-NABA’ 78 JUZ 30
41
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
42
AN-NABA’ 78 JUZ 30
43
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
44
AN-NABA’ 78 JUZ 30
45
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
46
AN-NABA’ 78 JUZ 30
47
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
48
AN-NABA’ 78 JUZ 30
kecuali jika dia memiliki pencegah yang berasal dari agama berupa
keimanan kepada Allah yang Maha Mengawasi dan Maha Pemberi
pembalasan. Tidak sesuatu pun yang tertutup baginya dan tidak
mustahil setiap orang akan berdiri di hadapannya kelak. Ini akan
membuat manusia tidak pernah berpikir untuk berbuat buruk sehingga
hakim dan masyarakat dapat melepaskan diri dari manusia.
Mereka yang tidak takut hisab akhirat akan berbuat kerusakan yang
parah mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar, berupa kufur
terhadap Allah. Sedangkan di dunia, suatu kerusakan tidak terjadi
kecuali jika kita sudah tidak takut lagi terhadap hisab. Bayangkan jika
di dalam sebuah masyarakat terdapat seorang hakim yang tidak adil,
artinya ia tidak menerapkan hukum terhadap sekelompok orang dan
menerapkannya pada sekelompok yang lain karena sebab tertentu. Apa
yang terjadi jika kelompok yang terikat oleh hukum melihat kelompok
lainnya yang bebas hukum? Yang muncul adalah masyarakat yang
melakukan pengkhianatan dengan berkata: “Aku akan berlindung di
balik kejahatan sebisa mungkin”.
Oleh sebab itu Rasul bersabda: “Kaum sebelum kalian binasa
karena apabila orang terpandang mereka melakukan pencurian,
mereka membiarkannya, dan apabila orang yang lemah melakukan
pencurian, maka mereka akan segera menjatuhkan hukuman kepada
nya.” Ini yang membuat adanya diskriminasi dalam masyarakat.
Berkenaan dengan institusi moral masyarakat, Allah Swt berfirman:
ﻪ ﺳﺳﻮﹸﻟ ﺭ ﻭﻤ ﹶﻠ ﹸﻜﻢ ﻋ ﻪ ﺮﺮﻯ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻴﻠﹸﻠﻮﺍ ﻓﹶﺴﻤﻗﹸﻞﹺ ﺍﻋ ﻭkatakanlah: “Bekerjalah kamu, maka
Allah dan Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kalian.” (QS at-Tawbah
[9]: 105) Hal ini saya singgung karena ia adalah pencegah yang berasal
dari agama bagi orang-orang mukmin. Ketika kamu berbuat kerusakan
ayat ini akan memberi peringatan kepadamu. Sebagai contoh, Allah
berfirman: ﻦ ﺮﹺﺮﻳﺨﺎﺳ ﺍﻟﹾﺨﻦ ﻣﺢﺒ ﻓﹶﺄﹶﺻﻠﹶﻪ ﻓﹶﻘﹶﺘﺧﻴﻪﺘﻞﹶ ﺃﹶﺧ ﻪ ﹶﻗ ﺴ
ﻔﹾﻪ ﻧ ﹶﻟﺖﻋ ﹶﻓ ﹶﻄﻮhawa nafsu Qabil
menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu
dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang
merugi. (QS al-Mâidah [5]: 30) Artinya, setelah dia membuat dirinya
rida untuk berbuat kejahatan dengan membunuh adiknya, maka sesuatu
yang ada di dalam dirinya memberi peringatan sehingga merasa
menyesal. Ayat lain: ﻢ ﻦ ﹺﺇﹾﺛ ﺾ ﺍﻟ ﱠﻈ ﻌ ﺑ ﻦ ﹺﺇ ﱠﻥ ﻦ ﺍﻟ ﱠﻈ ﻣ ﲑﺍ ﲑ
ﺜﺒﺒﻮﺍ ﹶﻛﺘﹺﻨﺟ ﺍjauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu
adalah dosa. (QS al-Hujarât [49]: 12)
49
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
50
AN-NABA’ 78 JUZ 30
51
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﺰﺍﺀً ﻭﹺﻓﹶﻓﺎﻗﹰﻗﺎﺰﺴﺎﻗﹰﻗﺎ)(ﺟ
ﻏﹶﺴﻤﺎ ﻭﻤﻴﻤﻤﺑﺑﺎ)(ﺇﹺﻻﱠ ﺣﺮﺍﺮ ﺷsesungguhnya neraka Jahannam itu
(padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi
orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya
berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di
dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang
mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. (78: 21-26)
Sesuai dengan alur kalimat dapat saja disebutkan: ﻟﻴﺬﻭﻗﻮﺍagar mereka
dapat merasakan. Akan tetapi hal ini adalah peralihan dari keadaan
pembicara yang gaib menjadi seakan-akan menjadi khitab (seruan
langsung). Karena liyadzûqû adalah khitab dari pembicara yang dide-
ngarkan oleh orang yang diajak bicara akan tetapi yang pertama adalah
gaib (tidak ada di tempat). Ia ingin membuat gaya bahasa yang dapat
menjelaskan arti secara mutlak.
Kenapa? Karena akhirat ada akan tetapi ia gaib bagi manusia oleh
sebab itu mereka mendustakannya. Maka ketika Allah ingin agar akhirat
menjadi dapat disaksikan (nyata), Ia seakan-akan berkata: “Kalian akan
menghadap kepada-Ku dan Aku akan berbicara kepada kalian seperti
ini: ﺑﺎﺬﹶﺬﺍﺑﻢ ﹺﺇﻻﱠ ﻋ ﺪ ﹸﻛ ﹺﺰﺰﻳ ﻧ ﹶﻓ ﹸﺬﺬﻭ ﹸﻗﻗﻮﺍ ﹶﻓ ﹶﻠﻦkarena itu rasakanlah. Kami sekali-kali tidak
akan menambah kepada kamu selain daripada azab. (78:30)
Kata “kami tidak akan menambahkan kecuali azab kepada kalian”
merupakan penegasan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menambahkan
kepada kalian kecuali azab”. Ketika mendengar kata “illa” kamu akan
berkata; “di dalamnya terdapat keringanan”. Oleh sebab itu kata kecuali
azab adalah sebuah ejekan yang sempurna bagi orang yang telah
memiliki harapan ketika ia dalam keadaan pesimis. Sebagai contoh
adalah seseorang yang sangat haus meminta segelas air kepadamu akan
tetapi kamu tidak mau memberikan segelas air kepadanya.
Setelah itu ia melihatmu membawakan segelas air. Melihat ini tentu
timbul harapan padanya bahwa kamu akan segera memberinya air.
Kemudian kamu memberikan gelas tersebut kepadanya, akan tetapi
ketika ia ingin minum; kamu memukul gelas tersebut hingga terjatuh.
Maka ini adalah ejekan yang sempurna. ***
52
AN-NABA’ 78 JUZ 30
mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian
yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-
orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di
dalam neraka dalam keadaan berlutut”. (QS Maryam [19]: 71-72)
Tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi
neraka itu. Kita akan melalui dan melihat nyala api ketika berjalan di
atas titian. Selamat dari api setelah melihatnya adalah sebuah nikmat
meskipun hanya berada di atas A’raf, tempat di antara surga maupun
neraka. Lalu bagaimana pula nikmatnya selamat dari api dan sampai di
surga.
Kata mafâzâ selain kemenangan dapat juga diartikan dengan
keselamatan. Barang siapa yang keluar dari neraka dan masuk ke dalam
surga, ia adalah orang-orang yang menang dan selamat. Unsur-unsur
kemenangan ada dua; pertama, Allah mengeluarkan manusia dari
neraka dan menempatkannya di A’raf yang ada antara neraka atau surga.
Kedua, memasukkannya ke dalam surga, tentu ini adalah kemenangan
yang besar. Barang siapa yang keluar dari neraka dan masuk ke dalam
surga maka ia adalah orang yang menang.
Mafâzâ atau kemenangan berasal dari kata mafazah, atau selamat
dari padang pasir. Seperti yang diketahui padang pasir adalah tempat
yang dapat membinasakan. Karena ketika seseorang melalui padang
pasir, kemungkinan dia tidak akan menemukan mata air untuk minum
dan menjumpai banyak gangguan seperti binatang buas yang akan
menyerangnya. Mereka menyebutnya istilah mafazah ketika seseorang
dapat keluar dari padang pasir sebagai pemenang. Tingkat kemenangan
yang terendah adalah tidak mendapat kebinasaan, sedangkan yang
tertinggi adalah mendapat kebaikan. ﺯ ﻓﹶﻓﺎﺔﹶ ﻓﹶﻘﹶﺪﻨﻞﹶ ﺍﻟﹾﺠﺧﺃﹸﺩﻨﺎﺭﹺ ﻭﻦﹺ ﺍﻟﻨ ﻋﺣﺰﹺﺡ ﺯ
barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
maka sungguh ia telah beruntung. (QS Ali 'Imran [3]: 185)
Ayat: ﺑﺎﻨﺎﺑﻨﺃﹶﻋ ﻭﻖﺪﺍﺋﺪ( ﺣyaitu) kebun-kebun dan buah anggur. (78: 32)
Memberikan gambaran tentang surga dalam bentuk yang dapat
diketahui. Karena surga adalah sesuatu yang gaib yang disampaikan
Allah kepada manusia. Meskipun ia masalah yang gaib, namun ia telah
memberitahukan kepada kita hal-hal yang mendasar tentangnya yaitu:
ﻴ ﹴﻦﻋ ﺓ ﹶﺃ ﺮ ﻦ ﹸﻗ ﻣ ﻢ ﻬ ﻲ ﹶﻟ ﻔ ﺧ ﻣﻣﺎ ﹸﺃ ﺲ
ﻧ ﹾﻔ ﻢ ﻌ ﹶﻠ ﺗ ﻼ
ﻓﹶ ﹶtidak seorang pun mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang
menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang
54
AN-NABA’ 78 JUZ 30
telah mereka kerjakan. (QS Sajdah [32]: 17) Rasulullah Saw juga
menerangkan hal ini: “Di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak pernah
dilihat oleh mata atau didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas
di hati manusia.”
Lalu ungkapan apa yang dapat digunakan untuk menjelaskannya
jika tidak terdapat dalam bahasa manusia yang mengandung arti
sepenuhnya tentang surga. Karena seperti yang diketahui bahwa
sebelum suatu lafaz diucapkan maka makna ucapan tersebut harus
terlebih dahulu ada di dalam benak baru kemudian diungkapkan dalam
sebuah lafaz. Jadi tidak ada suatu lafaz pun dalam bahasa yang dapat
diucapkan kecuali maknanya telah terlintas di dalam pikiran. Jika surga
tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan tidak pernah
terlintas di dalam hati manusia, lalu ungkapan apa yang dapat
menjelaskan maknanya?
Tidak ada lafaz dalam bahasa kita untuk menyebutkan makna-
makna yang terdapat di dalam surga, oleh sebab itu Allah memberikan
iliustrasi atau contoh atau permisalan atau perumpamaan dari nikmat
dunia untuk menjelaskan sebagian dari arti surga yang sebenarnya. Oleh
sebab itu Dia berkata: ﺘ ﹸﻘﻘﻮ ﹶﻥﻤ ﺪ ﺍﹾﻟ ﻋ ﻭ ﺘﺘﻲﺔ ﺍﱠﻟ ﻨﺠ
ﻣﹶﺜ ﹸﻞ ﺍﹾﻟ perumpamaan surga yang
dijanjikan kepada orang-orang yang takwa. (QS Muhammad [47]: 15)
Ia tidak mengatakan: “Surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang
bertakwa adalah..”.
Adapun kata khamar yang ada pada ayat: “Sungai-sungai dari air
yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang
tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat
rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.
(QS Muhammad [47]: 15) adalah khamar tidak mengandung sifat
memabukkan di dalamnya.
Yaitu kebun-kebun dan buah anggur, (78: 32) memberikan sebuah
gambaran tentang lingkungan Arab yang padanya terdapat kebun, taman
atau dinding yang menjadi kebutuhan besar. Kata hadîqah adalah taman
yang dikelilingi oleh pagar. Kamu berkata: “Ahdaqu bihi artinya
berkumpul di sekitarnya dan mengelilinginya. Jadi hadâiq adalah taman
yang dipagari. Pemagarannya ini sebagai dalil atas nikmat khusus.
Dalam kelezatan surga terdapat kenikmatan khusus, kenikmatan khusus
ini diberikan Allah secara simbolik dalam kata: “hadâiq”, begitu juga
dengan kenikmatan lain: ﻴﻴﺎ ﹺﻡﻓﻲ ﺍﻟﹾﺨ ﻓﺭﺍﺕﺼﻮﺭ ﻘﹾﺼ ﻣﺣﻮﺭ ﺣbidadari-bidadari yang
jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. (QS ar-Rahmân [55]: 72)
55
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Pada tempat yang lain ﺟﺎ ﱞﻥ ﺟ ﻭ ﹶﻻ ﻢ ﻬ ﻠﹶﺲ ﻗﹶﺒ
ﻧﻦ ﹺﺇ ﻬ ﻤ ﹾﺜ ﻳ ﹾﻄ ﻢ ﹶﻟtidak pernah disentuh
oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi
suami mereka) dan tidak pula oleh jin. (QS ar-Rahmân [55]: 56)
Karunia Allah sangat luas untuk diberikan kepada seluruh manusia
sebagai suatu keistimewaan, keistimewaan ini ditunjukkan oleh firman
Allah hadâiq yang memiliki pagar. Kemudian datang nikmat lain yang
ada di dalam taman-taman tersebut yaitu anggur. Ketika dalam Alquran
disebutkan sebuah lafaz yang memiliki perumpamaan di dunia, maka
kita tidak akan menyamakannya dengan perumpamaan tersebut, terlebih
lebih menyamakannya dengan ukuran yang ada pada masanya. Jadi
anggur dunia dan anggur akhirat, khamar dunia dan khamar akhirat
tidak akan pernah sama. Oleh sebab itu : ﹺﺰ ﹸﻓﻓﻮ ﹶﻥﻨﻻﹶ ﻳﻬﺎ ﻭﻬﻨﻋﻮﻥﹶ ﻋﻋﺪﺼ ﻻﹶ ﻳmereka
tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk. (QS al-Wâqi'ah [56]: 19)
Jika kita telah mendengar bahwa di dalam surga terdapat nikmat
yang memiliki perumpamaan seperti yang ada di dunia, maka saya tidak
boleh mengukurnya dengan ukuran yang sama dengan yang saya
ketahui, akan tetapi dengan ukuran masa di mana ia berada. Dengan
kata lain, anggur surga jangan dipahami dengan ukuran anggur dunia.
Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu,
mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahu-
lu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di
dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. (QS
al-Baqarah [2]: 25) Kita katakan kamu menganggap bahwa kamu telah
pernah diberi rezeki serupa, perhatikanlah dengan seksama, maka yang
diberikan tersebut tidak sama dengan yang diberikan sebelumnya.
Apa hikmah penyebutannya dengan lafaz yang wujudnya dapat kita
temukan di dunia? Seperti yang diketahui bahwa pengetahuan jiwa
terhadap sesuatu yang diinginkannya adalah yang mendorongnya untuk
mendapatkan sesuatu tersebut. Sebagai contoh ketika kamu bepergian
ke suatu tempat kemudian kamu temukan buah-buahan yang tidak
pernah kamu lihat, apakah kamu mau memakannya. Tentu tidak. Jadi
perumpamaannya dengan buah-buahan yang ada di dunia agar kita
termotivasi untuk mencicipinya. Karena keadaannya sebenarnya tidak
diketahui, maka pengungkapannya dalam bentuk seperti yang ada di
dunia, membuatmu menerima hal ini. Jadi janganlah kamu selalu
mengukur masalah dengan kenyataannya yang ada di dunia.
ﺑﺎﺮﺍﺑﺮ ﺃﹶﺗﺐﻮﺍﻋﻛﹶﻮ ﻭgadis-gadis remaja yang sebaya. (78: 33) Tentu kita
56
AN-NABA’ 78 JUZ 30
57
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Tidak akan terjadi seperti yang dilakukan oleh kaum kafir. Di dunia
manusia menerima karunia Allah dengan menebarkan benih, membajak
tanah, mengairi dan melakukan pekerjaan untuk memenuhi seluruh
kebutuhannya. Di akhirat, tidak ada lagi sebab yang menghalangi antara
kamu dengan Allah Swt, karena seluruh kebutuhanmu akan langsung
terwujud dengan kata kun. Jika masalahnya seperti ini –dengan hanya
terlintas di benak, seluruh kehendak akan terwujud-, tidak seorang pun
yang dapat berbicara kepada-Nya. Begitu juga dengan para malaikat
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya ke
pada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS at-
Tahrîm [66]: 6)
Di antara mereka adalah para malaikat yang berdiri bersaf-saf yang
tidak mampu berbicara kepada Allah, padahal mereka tidak melakukan
perbuatan maksiat, akan tetapi kebesaran dan keagungan tuhan
membuat mereka berdiri ﺑﺎﻮﺍﺑﻮﻗﹶﻗﺎﻝﹶ ﺻ ﻭﻤﻦ ﺣ
ﺮ ﻪ ﺍﻟ ﺫ ﹶﻥ ﹶﻟ ﺃﹶﻦﻤﻤﻮ ﹶﻥ ﹺﺇ ﱠﻻ ﻣ ﺘ ﹶﻜ ﱠﻠﻳ ﹶﻻmereka
tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh
Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.
(QS an-Naba' [78]: 38)
Apakah masuk akal jika pada hari akhirat malaikat mengatakan hal-
hal yang tidak benar? Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu
harus kita ketahui apa arti shawâba/benar. Benar artinya kesesuaian
sesuatu dengan kenyataan, ini yang disebut dengan benar. Allah Swt
tidak mengizinkan seseorang untuk memberi syafaat kepada orang lain
kecuali atas rida Allah Swt. ***
58
AN-NABA’ 78 JUZ 30
59
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
60
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
SURAT 79
AN-NÂZI‘ÂT
(MAKKIYAH)
61
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
62
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
63
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
64
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
65
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
menjadi zat yang bersumpah adalah Allah; dan menuntut adanya materi
sumpah yaitu pengukuhan adanya hari kiamat dan hal-hal yang
menakutkan yang ada padanya; dan menuntut adanya alat sumpah, dan
menuntut adanya orang-orang yang disumpahi yaitu mereka yang
mendustakan hari tersebut; juga menuntut adanya sebab sumpah. Jadi
hendaklah terlebih dahulu kita berbicara tentang unsur-unsur sumpah
satu demi satu.
Ketika seseorang bersumpah atas sesuatu, apa yang diinginkannya
dari sumpah tersebut? Dia ingin penguatan dan pembenaran sesuatu
yang disumpahkannya sehingga orang yang mendengar menjadi percaya
dan yakin. Akan tetapi manusia melihat sumpah dalam dua bentuk:
Pertama, sumpah yang datang atas suatu hal yang telah terjadi sebelum
bersumpah. Kedua, dan sesuatu yang terjadi setelah adanya sumpah.
Misalnya, yang bersumpah berkata: “Demi Allah saya telah berbuat
seperti ini kemarin,” ini adalah peristiwa yang telah terjadi sebelum
diucapkannya sumpah. Sedangkan yang mengatakan: “Demi Allah aku
akan melakukan seperti ini besok.” Ini adalah peristiwa yang datang
setelah diucapkannya sumpah.
Lalu yang menjadi tujuan dalam kedua sumpah tersebut? Jika kamu
bersumpah atas sesuatu yang telah berlalu, itu artinya kamu ingin
meyakinkannya dan menghilangkan keraguannya dan sesuatu yang
menjadi sumpah haruslah sesuatu yang besar, dan hendaklah ia
memiliki kekuatan yang memaksa yang kamu takuti jika kamu
berbohong dalam sumpahmu. Berbeda jika kamu bersumpah atas
sesuatu yang akan terjadi. Itu artinya kamu mengharuskan dirimu untuk
melakukan sesuatu tersebut.
Hal ini jika sumpah berasal dari makhluk, lalu bagaimana kita
menafsirkan sumpah jika berasal dari Allah dan ditinjau dari kedua sisi
ini? Apakah Allah boleh bersumpah atas sesuatu yang telah terjadi
sebelum Dia bersumpah atau atas sesuatu yang terjadi setelah Dia
bersumpah. Jika Dia melakukannya, maka Dia telah bersumpah atas
sesuatu yang besar yang pada sesuatu yang besar ini terdapat kekuatan,
paksaan, dan kekerasan yang Dia takuti apabila berdusta karena akan
mendapatkan hukuman atau azab darinya? Tentu ini mustahil bagi
Allah.
Biasanya sumpah datang dengan berbagai hal yang dalam
pandangan para makhluk dapat memberikan manfaat dan pengaruh pada
kehidupan mereka. Orang-orang yang menyembah matahari misalnya,
melihat bahwa di dalam matahari terdapat manfaat dan pengaruh bagi
66
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
67
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
68
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.
(QS al-Haqqah [69]: 38-39)
Jadi Allah sesekali bersumpah dengan Zat-Nya dan sesekali dengan
ciptaan-Nya. Adapun sumpah atas nama zat-Nya, maka kebolehannya
telah kita sepakati bersama. Sedangkan sumpah-Nya atas nama ciptaan-
Nya seperti matahari dan waktu dhuhanya: ﺠﻰ ﺠﻞﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺳﻭﺍﻟﻠﱠﻴﺤﻰ)(ﻭ
ﺤﻭﻭﺍﻟﻀ demi
waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah
sunyi. (QS adh-Dhuha [93]: 1-2) atau bersumpah dengan tumbuh-
tumbuhan: ﻥ ﺘﺘﻮﻳﺰ ﻭﺍﻟﲔﹺ ﻭﻭﺍﻟﺘ ﻭdemi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. (QS at-Tîn
[95]: 1) atau atas nama malaikat: ﻔﺎﺻﻔ ﺕ ﺼﺎﻓﱠﻓﺎ
ﻭﻭﺍﻟﺼ demi (rombongan) yang
bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya. (QS ash-Shaffât [37]: 1) semua
ini bertujuan untuk menegaskan sesuatu dan hakikatnya.
Misalnya Allah bersumpah untuk menetapkan ketuhananNya yang
Esa, maka Dia berfirman: ﺪ ﺣ ﻮﻮﺍ ﻢ ﹶﻟ ﻬ ﹸﻜ ﹺﺇﻥﱠ ﺇﹺﹶﻟsesungguhnya Tuhanmu benar-
benar Esa. (QS ash-Shaffât [37]: 4) Pada kesempatan yang lain Dia
bersumpah untuk menegaskan bahwa Alquran al-Karim adalah benar:
ﻄ ﹸﻘﻘﻮ ﹶﻥ ﻨ ﺗ ﻢ ﻧ ﹸﻜﻣﻣﺎ ﹶﺃ ﻣ ﹾﺜ ﹶﻞ ﻖ ﺤ
ﻪ ﹶﻟ ﻧﺽ ﹺﺇ
ﺭ ﹺ َﻭﻭﺍﻷ ﻤﻤﺎ ِﺀ ﺴ ﺍﻟﺏﺭ ﻓﹶﻮmaka demi Tuhan langit dan
bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan
terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan. (QS adz-Dzâriyât [51]:
23) Ia bersumpah atas kebenaran rasul-Nya Saw karena mereka dahulu
telah membohonginya: ﲔ ﻠﺳﺮ ﺍﻟﹾﻤﻦ ﻟﹶﻤﻚﻜﻜﻴ ﹺﻢ)(ﺇﹺﻧ ﺤ ﺍﻟﹾﺮﺀَﺀﺍﻥ ﻭﺍﻟﹾﻘﹸ ﻳﺲ)(ﻭYâ Sîn. Demi
Alquran yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari
rasul-rasul. (QS Yâsîn [36]: 1-3) Lalu Allah bersumpah: “Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman,” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3) Semua ini
berhubungan dengan manusia, dan ketika manusia secara mutlak tidak
terikat dengan ajaran langit maka mereka akan benar-benar mendapat
kerugian.
Allah berfirman: ﻨﻨﻰﻐ ﺘﺳ ﻩ ﺍ ﺭﺭﺁ ﻐﻐﻰ)(ﹶﺃ ﹾﻥ ﻴ ﹾﻄﺴﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﺴ
ﻼ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻹِﻧ ﹶﻛ ﱠketahuilah! Sesung
guhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat
dirinya serba cukup. (QS al-'Alaq [96]: 6-7) Akan tetapi ditemukan
orang yang makmur tetapi tidak melampaui batas. Apa yang menjaga
mereka dari kesombongan itu, padahal Allah mengatakan: “Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia
melihat dirinya serba cukup.” (QS al-'Alaq [96]: 6)
69
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
70
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
71
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﹺﻴﺎﻃﻴ ﺍﻟﺸﺀُﺀﻭﺱ ﺭﻪﻬﺎ ﻛﹶﺄﹶﻧﻬ ﻃﹶﻠﹾﻌmayangnya seperti kepala setan-setan. (QS ash-
ﲔ
Shaffât [37]: 65)
Namun kepala setan itu sendiri belum pernah kita lihat. Jadi yang
terjadi di sini adalah penyamaan sesuatu yang samar dengan sesuatu
yang samar lainnya. Sebagian orang menganggap hal ini tidak
memberikan pengetahuan tambahan. Sebenarnya ini adalah pandangan
yang hanya melihat sisi luarnya saja. Akan tetapi orang yang memiliki
pandangan yang teliti akan memahami bahwa ungkapan ini adalah
kalam Allah yang mengandung berbagai rahasia dan wajib bagi akal
untuk menyimpulkannya sesuai dengan kesadaran akal dalam
mengeluarkan apa yang dimaksudkannya. Ia akan melihat bahwa
kesamaran itu sendiri adalah tujuan dari penjelasan.
Bagaimana ini dapat terjadi? Karena jika Allah menyamakan pohon
zaqqum dengan sesuatu yang menjijikkan, yang menakutkan dan buruk
seperti yang kita ketahui, itu artinya Dia telah membatasi keburukan dan
kejelekan dalam sesuatu yang kita kenal. Sedangkan keburukan Zaqqum
melebihi hal-hal buruk yang kita kenal. Di samping itu karena sesuatu
itu dapat saja buruk bagi seseorang tetapi tidak demikian bagi yang lain.
Sesuatu bisa saja indah bagi seseorang tetapi belum tentu bagi orang
lain. Misalnya, ketika kita temukan bahwa bagi orang Negro tanda-
tanda kecantikan adalah mulut yang besar dan bibir yang tebal. Padahal
di pedalaman lainnya tidak demikian. Jadi pandangan manusia tentang
keburukan itu sendiri berbeda-beda.
Sebagai contoh lain, jika kita katakan kepada pelukis karikatur
seluruh dunia bahwa kita akan membuat perlombaan bagi mereka dalam
menggambar setan, maka akan datang jutaan gambar dan bentuk
sebagai hasil imajinasi orang yang membayangkan keburukan setan.
Jadi rupa yang buruk berbeda pandangan setiap orang. Jika Allah
menyamakan antara mayang pohon zaqqum dengan sesuatu yang buruk
yang diketahui oleh manusia, maka keburukannya akan menjadi
terbatas, akan tetapi ketika Ia berkata: ﲔ
ﹺﻴﺎﻃﻴ ﺍﻟﺸﺀُﺀﻭﺱ ﺭkepala setan-setan,
manusia akan memiliki pemahaman yang berbeda sesuai dengan
padangan mereka tentang sesuatu yang buruk. Jadi bentuk keburukan itu
bermacam-macam, dan selama bentuk keburukan tersebut bermacam-
macam maka ia adalah penjelasan; bukan kesamaran.
Sama halnya dengan sumpah yang ada di sini: ﻗﹰﻗﺎ ﻏﹶﺮﻋﺎﺕﻨﺎﺯﹺﻋﻭﺍﻟﻨ ﻭdemi
(malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (79:1) Para
72
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
73
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
mencabut ruh dengan keras dan lembut. Mencabut dengan keras ruh-ruh
orang kafir dan mencabut dengan lembut ruh mukmin.
ﺤﺎ ﺤﺒ ﺳﺤﺎﺕﺴﺎﺑﹺﺤﻭﺍﻟﺴ ﻭdemi malaikat-malaikat) yang turun dari langit de-
ngan cepat. (79:3) Para malaikat turun dengan cepat ke alam ini karena
mereka memiliki berbagai misi. Misi-misi inilah yang membuat mereka
diciptakan. Sebagimana Allah berfirman: “Bagi manusia ada malaikat-
malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakang-
nya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS ar-Ra'ad [13]: 11)
Atau bahwa malaikat tersebut mencabut ruh dan membawanya pergi
untuk mengembalikan setiap ruh kepada tempatnya yang telah
disediakan.
ﻘﹰﻘﺎﺳﺒ ﺕ
ﺴﺎﺑﹺﻘﹶﻘﺎ
( ﻓﹶﻓﺎﻟﺴmalaikat-malaikat) yang mendahului dengan ken-
cang. (79:4) maksudnya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah,
karena mereka tidak mendu rhakai Allah terhada p ap a yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. (QS at-Tahrîm [66]: 6)
ﺮﺍﺮ ﺃﹶﻣﺮﺍﺕﺮﺑﺪ( ﻓﹶﻓﺎﻟﹾﻤmalaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia).
(79:5) Seakan-akan Allah bersumpah atas nama ciptaan-Nya ini untuk
menjelaskan bahwa para malaikat memiliki tugas, malaikat A
ditugaskan untuk menurunkan wahyu, yang B ditugaskan untuk
mencabut ruh, yang C ditugaskan untuk memberi rezeki dalam berbagai
kondisi. Di samping itu hal ini juga untuk menegaskan adanya hari
kiamat dan hari kiamat.
Penafsiran lain dari ayat-ayat di atas adalah: ayat pertama
ditafsirkan dengan bintang-bintang dan planet-planet dalam garis
edarnya yang tenggelam dalam sesuatu atau upaya. Planet-planet ini
memiliki garis edar tempat berjalan dan tidak pernah keluar dari garis
edar tersebut.
Ayat kedua ditafsirkan dengan, bintang-bintang yang ada di dalam
garis orbitnya yang berpindah dan keluar dari satu sudut kemudian
masuk ke dalam sudut yang lain. Ayat ketiga ditafsirkan dengan garis-
edar atau orbit. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS Yâsîn
[36]: 40) Ayat keempat artinya, semuanya tidak berjalan dengan satu
kecepatan, karena setiap planet berjalan sesuai dengan kekuatan dan
garis edar serta sesuai dengan jarak yang ditempuh. Buktinya, jumlah
hari pada setiap planet berbeda. Bisa jadi jumlah hari di planet ini sudah
sebulan sedangkan di planet lain masih 17 dan di planet yang lainnya
74
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
75
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Ketika sebuah anak panah diletakkan pada tali yang berada pada busur
lalu ditarik, maka kekuatan lemparnya besar dan jauh. Hal ini yang
dilakukan para mujahid untuk meraih kemenangan di medan
pertempuran; mereka menarik busur mereka dengan sepenuh tenaga
hingga akhir batas kebengkokan busur agar menghasilkan lemparan
yang lebih jauh. Jadi ayat kedua mengandung arti: hanya dengan
menarik dan melepaskan busur, anak panah dapat melesat menuju
musuh.
Ayat ketiga adalah kuda-kuda atau sarana perang yang berlari tanpa
menimbulkan guncangan padanya. Maksudnya ia berlari dengan
kencang akan tetapi pengendaranya merasa nyaman di dalam, tidak
guncangan. Ayat keempat artinya bahwa kuda-kuda itu saling
mendahului untuk sampai kepada musuh. Ayat kelima di dalam strategi
perang, pengaturan merupakan hal yang inti, di samping sarana perang
berbentuk alat perang (panah) dan transportasinya (kuda).
Dengan kesamaran lima ayat ini ia telah memberikan banyak
interpretasi dan gambaran. Gambaran tinggi tentang malaikat dan kita
tidak dapat melihat proses ini pada mereka karena ini adalah masalah
gaib. Namun sebagai gambaran nyatanya dapat kita lihat apa yang ada
pada planet-planet yang berhubungan dengan masalah Islam, atau
gambaran tentang perang dan strateginya. Jadi kesimpulannya adalah
kesamaran ayat Alquran memberikan arti yang bermacam dan beragam.
***
76
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
77
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi. (QS al-Mursalât [77]: 1-5)
Jadi di sana terdapat gaya bahasa yang berbentuk sumpah, lalu jawaban
bagi sumpah ini berhubungan dengan masalah pembangkitan.
Seperti yang kita katakan sebelumnya bahwa ketika Alquran
memaparkan sesuatu dan menyebutkan bandingannya, terkadang ia
menghapuskan sebagian gaya bahasa yang menegaskannya dengan
sebagian ayat yang lain, seperti firman Allah Swt ketika berfirman:
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan),
maka Allah mengutus para nabi.” (QS al-Baqarah [2]: 213) Di sini akal
berhenti mengatakan selama mereka adalah umat yang satu, lalu
mengapa Allah mengutus para nabi, padahal setelah pengutusan nabi
tersebut apa yang mereka lakukan? Untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. (QS al-Baqarah
[2]: 213)
Lalu bagaimana mereka bisa disebut sebagai umat yang satu? Ayat
mengatakan pengutusan para nabi datang setelah manusia menjadi satu
umat setelah itu mereka datang untuk menjelaskan kepada manusia
tentang hal-hal yang mereka perselisihkan, tampak di dalamnya terdapat
kontradiksi dengan mukjizatnya. Sebenarnya tidak. Karena kamu hanya
memahami satu ayat ini saja, akan tetapi jika dimemahami ayat sejenis
dengannya yang ada dalam Alquran, tentu akan diketahui bahwa gaya
bahasa Alquran terkadang menghapuskan sesuatu karena telah
ditemukan redaksi yang sama pada ayat-ayat yang sejenis dengannya.
Berkenaan dengan hal ini ada ayat yang kedua: “Manusia
dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih.” Maka
Allah mengutus para nabi. Kalimat ﻪ ﺚ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻌ ﹶ ﺒ ﹶﻓmaka Allah mengutus para
nabi di sini tidak diikutsertakan pada firman Allah sebelumnya (QS al-
Baqarah [2]: 213), akan tetapi disertakan dan ditegaskan oleh ayat yang
lain.
Secara zahir ayat kedua ini: ﲔ
ﺒﹺﻴﻪ ﺍﻟﻨ ﺚ ﺍﻟﱠﻠﻌ ﹶ ﺒﺪ ﹰﺓ ﹶﻓ ﺣ ﻭﻭﺍ ﻣ ﹰﺔ ﺱ ﹸﺃ
ﻨﻨﺎ ﹶﻛﻛﺎ ﹶﻥ ﺍﻟmanusia
itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah
mengutus para nabi, membuat sebagian orang yang berbicara dalam
ilmu perbandingan agama mengatakan: “Bahwa pada dasarnya manusia
menganggap banyak tuhan, kemudian apabila akal mereka berkembang,
mereka akan condong kepada tauhid.” Ini sudut pandang yang
kontradiktif dengan pandangan Islam yang tertuang jelas di dalam
Alquran, ketika Allah menciptakan manusia pertama yaitu Adam dan
78
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
istrinya Dia berkata: ﻱ ﺪﺍﺪ ﻫﺒﹺﻊ ﺗﻦﺪﻯ ﻓﹶﻤﺪﻨﻲ ﻫﻣﻨ ﻢ ﻨ ﹸﻜﻴﺗﻳ ﹾﺄ ﻣﺎ ﻓﹶﹺﺈﻣkemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-
Ku. (QS al-Baqarah [2]: 38) Maka jangan berbuat seperti ini dan ini.
Ketika Allah menciptakan manusia, Dia langsung memberikan
ajaran kepadanya, sehingga apabila terjadi penyimpangan dari ajaran
setelah adanya kesepakatan, maka ayat kedualah yang menjadi sandaran
karena dahulunya manusia adalah umat yang satu. Sehingga kemudian
mereka berselisih dikarenakan kelalaian dan kelupaan. Ketika mereka
jauh dari ajaran, merupakan rahmat Allah untuk mengutus para rasul
untuk mengembalikan mereka kepada satu jaran dan kepada
kebenarannya kembali.
Ketika kamu melihat gaya bahasa Alquran, hendaklah kamu juga
melihat ayat sejenis yang ada dalam Alquran, karena ayat bandingan
tersebut yang melengkapi satu sama lain dan memberikan kepada kita
analisa yang benar. Adapun yang mengambil ayat dan meninggalkan
ayat lain karena lalai atau lupa, maka ia terpaksa memahami masalah-
masalah tersebut dengan pemahaman yang tidak semestinya.
ﺮﺮﺍ ﹺﺟ ﹶﻔ ﹸﺔ ﻒ ﺍﻟ
ﺟ ﺮ ﺗﻡﻮ ﻳsesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari
ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (79:6) setelah firman-
Nya: ﺮﺍﺮ ﺃﹶﻣﺮﺍﺕﺮﺑﺪ( ﻓﹶﻓﺎﻟﹾﻤmalaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia),
adalah dalil bahwa hari ditiupkannya sangkakala adalah zharfun dan
selama ia adalah zharfun maka harus ada mazhrufnya. Apa yang terjadi
pada hari ditiupkannya sangkakala tersebut? Yang terjadi adalah
kebangkitan.
Seakan-akan Allah berkata: “Kalian benar-benar akan mati, dan
setelah itu kalian akan dibangkitkan pada hari ditiupkannya
sangkakala.” Hari ditiupkannya sangkakala menjelaskan zhuruf, dan
zharfu tidak ada dengan sendirinya, kecuali dikarenakan kondisi yang
terjadi di dalamnya. Selama ada peristiwa apa yang terjadi pada hari
ditiupkannya sangkakala haruslah dengan bandingan-bandingan agar ia
menjadi perihal kebangkitan.
Maka jawaban atas sumpah pada surat ini adalah bahwa kalian
dibangkitkan pada hari ditiupkannya sangkakala. Surat ini akan
bertambah mudah dipahami jika dikaitkan dengan surat-surat lain,
seperti: surat adz-Dzariyat atau “al-Mursalat” yang juga membahas
tentang hari kebangkitan.
Keterangan yang ada di sini lebih banyak dari apa yang ada pada
79
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
80
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
81
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
mungkin disembunyikan oleh jiwa. Oleh sebab itu Allah Swt berfirman:
ﻴ ﹺﻦﻋ ﻨ ﹶﺔ ﺍ َﻷﺋﺧﺧﺎ ﻢ ﻌ ﹶﻠ ﻳ Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat. (QS al-
Mukmin [40]: 19)
Mata adalah wadah ekpresi, sampai-sampai para psikologi
mengatakan bahwa ketika seseorang jatuh cinta maka suasana hatinya
dapat dilihat melalui mata. Jadi bagaimana kita mengetahui suasana hati
yang ketakutan? Hati manusia pada waktu itu sangat takut. (79: 9) Saat
itu pandangan mata tertunduk karena merasa terhina. Jadi matalah yang
memberitahukan suasana hati. Ini bukanlah kebiasan kafir atau pendosa,
karena biasanya kafir dan pendosa melakukan kekafiran dan
kemaksiatan tanpa rasa malu. Dalam istilah Arab disebut dengan
bajahah, atau tebal muka.
Akan tetapi di akhirat tidak ada lagi tempat bagi bajahah, karena
manusia tidak dapat menguasai dan membohongi dirinya. Jika dia ingin
membohongi dirinya, maka masalahnya akan bersifat paksaan dan
bukan inisiatif. Ia tidak lagi mampu mengontrol kehendaknya.
ﻌ ﹲﺔ ﺷ ﺧﺧﺎ ﻫﻫﺎ ﺭ ﺼﺎ ﺼ ﺃﹶﺑpandangannya tunduk. Di sini dapat dilihat bahwa
Alquran tidak menisbahkan pandangan kepada him atau mereka, akan
tetapi dinisbatkan kepada ha atau hati. Ini memberikan kesan gaya
bahasa yang baru yaitu bahwa hati ketika bergejolak, takut dan resah, ia
akan menyembunyikan keresahan tersebut hingga sampai kepada
seluruh bagian jiwa. Seakan-akan bukan hanya hati yang takut, akan
tetapi sekujur tubuh juga ikut takut: mata, telinga, tangan, kaki dll. Ayat
di atas bermaksud, seakan-akan dengan kegelisahan dan keresahan hati
mereka, sekujur tubuh ikut gelisah dan resah.
82
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
surat an-Naba’ tentang kiamat berasal dari Allah dan sumpah juga
datang dari Allah. Kita harus memahami rahasia keterkaitan kedua surat
ini, yaitu bahwa ketika Allah Swt bersumpah atas sesuatu yang diingkari
oleh orang yang mendengar, Allah lalu akan bersumpah untuk
membantah pengingkaran mereka.
Oleh sebab itu Ia berfirman: ﲔ ﻬﹺ ﹴﻣﺎﺀٍ ﻣ ﻣﻦ ﻣﺨ ﹸﻠ ﹾﻘ ﹸﻜﻢ ﻧ ﺃﹶﻟﹶﻢbukankah Kami
menciptakan kamu dari air yang hina? (QS al-Mursalat [77]: 20) Ia
menetapkan suatu perkara lalu mengingkari pendapat penuntut atau
lawan. Oleh sebab itu datang kesaksian dari Allah dalam surat an-Naba’
dan sumpah dari Allah dalam surat an-Nazi’at.
Sebagaimana yang diketahui bahwa sumpah haruslah dengan
sesuatu, jika ia mengingkari sumpahnya maka ia akan mendapat akibat
dari sesuatu tersebut. Berdasarkan ini maka sesuatu yang namanya
digunakan dalam sumpah haruslah memiliki keagungan, kekuatan
pemaksa dan kebesaran sehingga orang yang bersumpah takut untuk
mengingkari sumpahnya karena jika ia berbuat demikian maka ia akan
mendapatkan hukuman atau celaan. Akan tetapi apakah hal itu juga
berlaku bagi Allah Swt? Tidak. Memang benar bahwa Allah bersumpah
dengan sesuatu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan dalam jiwa
manusia, akan tetapi tidak bagi Allah karena Ia bersumpah atas nama
ciptaanNya untuk menjelaskan sejauh mana kelemahan yang ada pada
sesuatu ciptaan tersebut, dan sejauh mana perubahan yang terjadi
dengannya sehingga manusia dapat keluar dari kerusakan.
ﻫﺎﺸﺎﻫ
ﺸﻐﻞﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﻳﻭﺍﻟﻠﱠﻴﻫﺎ)(ﻭﻼﱠﻫﻬﺎﺭﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺟﻬﻭﺍﻟﻨﻫﺎ)(ﻭﻼﹶﻫﺮﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺗﻭﺍﻟﹾﻘﹶﻤﻫﺎ)(ﻭﺤﺎﻫ
ﺤﺿﺲﹺ ﻭﻤﻭﺍﻟﺸ ﻭdemi
matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengi
ringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila
menutupinya. (QS asy-Syamsy [91]: 1-3) Terkadang Allah juga
bersumpah dengan hal-hal yang diyakini manusia sebagai sesuatu yang
remeh, karena ia berjalan dalam kehidupan manusia sebagai suatu
kebiasaan. Oleh sebab itu mereka tidak memperhatikan kebesaran yang
ada di dalamnya, maka Allah mengingatkan bahwa sesuatu yang
menurut mereka remeh itu jika kamu perhatikan dengan seksama
hakekatnya, maka kamu akan temukan kebesaran di dalamnya dan
bermanfaat bagimu.
Ketika Allah bersumpah dengan an-Nâzi‘ât, dengan an-Nâsyithât,
dengan as-sâbihât, dengan as-sâbiqât, dan mudabbirât maka artinya
bisa malaikat, bisa juga planet-planet dan bisa juga perjuangan yang
dilakukan oleh kelompok mujahid yang mengarahkan panahnya ke arah
83
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
84
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
85
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
86
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
87
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
88
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
89
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
sini Allah Swt berfirman kepada mereka: “Bahwa azab yang dijanjikan
kepada mereka akan datang pada hari kiamat.”
Seakan-akan Allah menyebutkan kisah ini untuk menunjukkan
kepada mereka kejadian sebenarnya di alam ini dan bukan hanya
pembicaraan sebatas teori. Pembicaraan teoritis terkadang diucapkan
manusia berdasarkan khayalannya, hingga dia mengatakan apa yang
ingin dikatakannya. Akan tetapi ketika berkaitan dengan kenyataan,
maka tampaklah contoh konkrit di hadapannya. Dia tidak
mengembalikan mereka kepada pembicaraan teoritis, Dia
mengembalikan mereka kepada contoh yang konkrit; Musa dan Firaun
contoh konkrit itu.
Oleh sebab itu Allah berfirman pada 79:15 yang artinya ada apa
dengan kaum kafir Quraisy sehingga mereka berusaha keras
menganiaya dan mendustakan Nabi Muhammad, tidakkah mereka
mengetahui kisah Musa dengan Firaun? Apakah mereka telah berbuat
zalim seperti Firaun yang telah sampai kepada puncak kezaliman,
sampai mengaku dirinya adalah tuhan. Lihat QS al-Qashash [28]: 38.
Kezaliman Firaun lebih besar dari kezaliman kaum kafir Quraisy.
Akan tetapi Allah tidak membiarkan Musa bahkan menolongnya di
dunia ini. Jadi jangan pernah berpikir bahwa masalah kamu takuti
hanyalah azab hari kiamat karena bagi kita terdapat azab yang lebih
ringan dari itu. Yaitu azab duniawi yang datang sebelum hari kiamat
tiba. Kafir dan pendosa yang mendustakan rasul Allah, pasti kalah; dan
rasul Allah pasti menang. “Sampaikanlah wahai Muhammad kepada
para musuhmu, meskipun mereka menindas mukmin, hendaklah mereka
melihat kepada kisah Firaun.” Ini adalah berita menakutkan bagi orang
yang ingkar.
Di sisi lain, ayat ini adalah bujukan terhadap hati Rasulullah Saw
agar beliau bersabar sebagaimana sabarnya para rasul ulul azmi. Di
hadapanmu terdapat contoh yang selalu berakhir dengan kemenangan
Rasulullah, maka janganlah kamu terpengaruh oleh bujuk rayu mereka
dan janganlah kamu berputus asa disebabkan oleh sikap mereka.
Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa, datang
dengan cuplikan kisah ini untuk: pertama, menerangkan tentang
penindasan kaum kafir terhadap Rasulullah, mereka mendustakan dan
bersikap kasar terhadapnya. Kedua, untuk menenangkan hati Rasulullah
Saw bahwa para rasul Allah selalu meraih kemenangan. Ayat ini secara
implisit mengandung dua hal; ancaman yang menakutkan bagi kafir dan
hiburan bagi Rasulullah.
90
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
Seolah-olah Allah berkata bahwa orang yang lebih keras dari kalian
telah Kami hancurkan, dan kamu wahai Rasul, sebelummu terdapat
rasul yang diperlakukan seperti dirimu lalu kami membuatnya menang.
Jadi satu ungkapan mengandung dua arti.
Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Alquran
yang diturunkan Allah”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada
apa yang diturunkan kepada kami”. Mereka kafir kepada Alquran yang
diturunkan sesudahnya, sedang Alquran itu adalah (Kitab) yang hak;
yang membenarkan apa yang ada pada mereka. (QS al-Baqarah [2]: 91)
Lalu datang bantahan dari Alquran yang mengatakan kepada mereka:
“Kalian telah mengimani apa yang diturunkan kepada kalian yaitu
Taurat dan tidak mengimani apa yang ada di balik itu berupa kitab yang
telah kami benarkan, maka apabila kalian adalah orang-orang yang
mengimani Taurat maka berikanlah kepada kami sebuah nash dari
Taurat yang membolehkan kalian membunuh nabi-nabi kalian.”
ﻨﹺﻣﺆﻢ ﻣ ﺘﻨ ﹸﻞ ﹺﺇ ﹾﻥ ﹸﻛ ﻗﹶﺒﻣﻦ ﻪ ﻴﻴﺎ َﺀ ﺍﻟ ﱠﻠﻧﹺﺒ ﺘ ﹸﻠﻠﻮﻥﹶ ﺃﹶﺗ ﹾﻘ ﻢ ﻠ ﻗﹸ ﹾﻞ ﹶﻓKatakanlah: “Mengapa kamu
ﲔ
dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang
beriman?” (QS al-Baqarah [2]: 91) Kami membenarkan kalian untuk
tidak mengimani selain apa yang diturunkan kepada kalian. Akan tetapi
selama kalian telah mengimani apa yang diturunkan kepada kalian, lalu
apakah di dalam Taurat terdapat sebuah nash yang membolehkan kalian
untuk membunuh nabi-nabi kalian? Jadi kalian juga tidak mengimani
apa yang diturunkan kepada kalian.
Selama kalian tidak mengimani apa yang diturunkan kepada kalian,
maka kehendak kami agar kalian mengimani apa yang diturunkan
setelahnya tidaklah pada tempatnya. Jika kalian kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada kalian, maka jelaskan kebohongan kalian yang
pertama dalam perkataan kalian: “Kami telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepada kami.” Kedua, kalian juga belum mengimani apa
yang diturunkan kepada kalian, dengan dalil bahwa jika kalian
mengimani apa yang diturunkan kepada kalian lalu mengapa kamu
dahulu membunuh nabi-nabi Allah ?
Yang menjadi dalil pada ayat ini adalah dalam kalimat mengapa
kamu membunuh yang menunjukkan perbuatan yang sekarang, akan
datang, dan masa lalu. Kedua, kata min qabl/dahulu.
Untuk yang pertama, alur cerita yang seharusnya adalah: “Mengapa
sebelumnya bapak-bapak kalian membunuh ... ?” Akan tetapi Allah
berfirman: “Lalu mengapa kalian membunuh ... ? Karena berita tentang
91
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
kejahatan yang terjadi dahulu boleh jadi telah hilang pengaruhnya dari
jiwa. Oleh sebab itu Allah ingin mendatangkan gambaran kejahatan
tersebut kembali hingga seakan-akan kita dapat melihat mereka
bertindak semena-mena menumpahkan darah para nabi mereka.
Kita mendatangkan gambaran yang telah terjadi karena ketika
seorang kriminal yang melakukan kejahatan dijatuhi berbagai jenis
hukuman, maka orang yang menyaksikan hukumannya tidak lagi
membayangkan kejahatan yang telah dilakukan oleh orang tersebut.
Oleh sebab itu, kamu selalu menemukan hati manusia berpihak pada
terhukum dan kasihan padanya. Akan tetapi jika mereka membayangkan
kembali apa yang telah dilakukan terhukum, tentu mereka akan
menyetujui hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Adapun mengingat
apa yang akan menimpanya di hadapanmu saat ini dan melupakan apa
yang telah dilakukannya adalah sebuah bentuk kejahatan. Itu yang
menyebabkan timbulnya diskriminasi dalam hukum.
Oleh sebab itu Allah berfirman: “Mengapa kalian dahulu
membunuh ..? Artinya, kalian adalah keturunan pembunuh, dan
pembunuh tersebut sezaman dengan para nabi. Ia yang telah
menyampaikan penyimpangan tersebut kepada kalian seolah-olah kalian
semua yang telah membunuh para nabi-nabi tersebut.
Kedua, kata min qabl menyebabkan ayat ini memiliki makna ganda.
Usaha Yahudi untuk membunuh Nabi Muhammad sia-sia dan tidak
berhasil. Jika dahulu mereka suksea membunuh para nabi, tapi tidak ada
jaminan mereka dapat melakukan itu pada diri Nabi Muhammad. Di sisi
lain, ini adalah hiburan bagi Rasulullah bahwa pembunuhan tidak akan
berhasil dilakukan Yahudi walaupun usaha itu telah mereka lakukan.
ﻮﻯﺱﹺ ﻃﹸﻮﻤﻘﹶﺪ ﺍﹾﻟﻮﺍﺩ ﺑﹺﺑﺎﻟﹾﻮﻪﺑ ﺭﺩﺍﻩﻧﺎﺩ ﺇﹺﺫﹾ ﻧTatkala Tuhannya memanggilnya di
lembah suci ialah Lembah Thuwa. (79:16) Pada ayat lain disebutkan
kapan Musa datang ke lembah suci? ﻪ ﻠ ﻫ ﺑﹺﹶﺄﺳﺎﺭ ﺳﻞﹶ ﻭﺳﻰ ﺍﻷَﺟﻣﻮﺳﻀﻰ ﻣ
ﻤﺎ ﻗﹶﻀ ﻓﹶﻠﹶﻤmaka
tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia
berangkat dengan keluarganya. QS al-Qashash [28]: 29) Allah tidak
menyebutkan seluruh kisah dalam surat ini. Ia hanya menyebutkan
cuplikan yang kita butuhkan saja.
ﻐﻐﻰ ﻪ ﹶﻃ ﻧﻮ ﹶﻥ ﹺﺇ ﻋ ﺮ ﻓ ﺐ ﹺﺇﹶﻟﻟﻰ
ﻫ ﺍﺫﹾpergilah kamu kepada Firaun, sesungguhnya
dia telah melampaui batas. (79:17) Selama ia telah melampaui batas,
maka dia memerlukan nasihat dan pesan kebaikan dari seorang rasul.
Karena ketika kezaliman manusia masih berlanjut, ia memerlukan
92
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
93
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
94
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
demikian itu, artinya bahwa dalam cuplikan kisah ini terdapat pelajaran
bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). Kembali kepada apa yang
ada di dalam Alquran. Yaitu yang berhubungan dengan masalah
Quraisy, wahai orang yang kufur terhadap Muhammad, dan kalian telah
mendustakannya atau kalian tuduh bahwa Alquran adalah sihir,
ambillah pelajaran dari kisah Firaun! Firaun lebih kuat, atau memiliki
peradaban lebih tinggi akan tetapi dia telah ditenggelamkan di laut. Jadi
kalian tidak dapat menghindar dari Allah. Artinya, tidak ada orang kafir
yang dapat menentang dakwah Islam. Akhir dari dakwah Nabi
Muhammad adalah iman yang menang atau hukuman seperti yang
terjadi pada kaum Tsamud dan kaum Firaun. ***
95
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. (QS al-
Mu’min [40]: 57)
Ayat tentang kebangkitan disebutkan: Iia membuat perumpamaan
bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah
yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?
Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya
kali yang pertama. Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,
yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka
tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” Tidakkah Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-
jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dialah
Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui”. (QS Yâsîn [36]: 78-81)
Selama penciptaan langit dan bumi lebih rumit dari penciptaan
manusia, dan ternyata menciptakan langit dan bumi tidak rumit menurut
Allah, buktinya Dia membangun langit dengan konstruksi yang
menakjubkan dan menghamparkan bumi sehingga sejalan dengan
kemaslahatan hamba di dalamnya, tentu menciptakan manusia sangat
mudah. Penciptaan yang menakjubkan tersebut memerlukan
kemampuan yang tinggi, hikmah dan ilmu yang juga dapat
membangkitkan kalian kembali.
ﻫﺎﻮﺍﻫﻮﻬﺎ ﻓﹶﺴﻜﹶﻬﻤ ﺳﻓﹶﻊ ﺭDia meninggikan bangunannya lalu menyempur-
nakannya. (79: 28) Kata as-samk artinya yang tinggi dan jauh. Kata
sawwaha artinya menyempurnakannya sehingga tidak dapat dilihat
bagian yang retak dari bangunan tersebut. Dikatakan bangunan bila batu
disusun dengan rapi dengan perekat dan dipelaster dengan mulus.
Bagimanapun telitinya pembangunan tersebut tetap saja tampak bagian
yang retak atau sambungan serta celah. Akan tetapi Allah berkata: “Aku
membangun langit dengan tanpa batu dan tidak retak.” Karena
penciptaannya sangat teliti dan lembut sehingga ia seperti satu kesatuan.
ﻫﺎﻋﺎﻫﻋﺮﻣﻫﺎ ﻭﻣﺎﺀَﻫﻬﺎ ﻣﻬﻨ ﻣﺝﺮﻫﺎ)(ﺃﹶﺧﺣﺎﻫﺣ ﺩﻚ ﺫﹶﻟﺪﻌ ﺑﺽﻭﺍﻷَﺭ ﻭbumi sesudah itu
dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (79:30-31) Ini adalah peringatan
akan kekuasaan-Nya yang menakjubkan di alam ini berupa penciptaan
langit dan meninggikannya serta menyempurnakannya, berupa
penghamparan bumi dengan membuat apa yang kalian butuhkan untuk
kelangsungan hidup kalian. Dari mana datangnya jaminan
kesinambungan hidup ini? Segala apa yang tumbuh di bumi
memberikan manfaat bagi kita dan segala sesuatu yang hidup di bumi
96
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
memiliki hubungan dengan apa yang ada di langit berupa air hujan. Di
mana sumber air disimpan di dalam bumi, sehingga ketika ia keluar
menjadi mata air; juga turun dalam bentuk hujan. Air yang merembes di
dalam tanah keluar dalam bentuk mata air, sedangkan yang tidak masuk
ke dalam tanah kita manfaatkan sebagai sungai ataupun danau.
ﻫﺎﺤﺎﻫ ﺤ ﺿﺝﺮﺃﹶﺧﻬﺎ ﻭﻠﹶﻬ ﻟﹶﻴﺃﹶﻏﹾﻄﹶﺶ ﻭDia menjadikan malamnya gelap gulita dan
menjadikan siangnya terang benderang. (79:29) Allah membuat gelap
malam menjadi bersinar. Kehidupan ini memerlukan kedua hal yang
saling melengkapi; cahaya dan kegelapan. Gelap terus menerus tidak
baik, dan terang terus menerus juga tidak bagus. Harus ada kegelapan
dan dilanjutkan dengan cahaya terang. Ini adalah penyempurnaan dan
tidak saling bertentangan.
ﻫﺎﺣﺎﻫﺣ ﺩﻚ ﺫﹶﻟﺪﻌ ﺑﺽﻭﺍﻷَﺭ ﻭBumi sesudah itu dihamparkan-Nya, (79:29-30)
dengan dalil: “Ia memancarkan dari padanya mata airnya dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya” sebagai proses kelangsungan
hidup. “Gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, semua itu
untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”. Yang
harus kita perhatikan di sini adalah untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu. Ayat ini didahului oleh tiga hal: “Ia
memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-
tumbuhannya, dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,
(semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang
ternakmu”. Jadi pemancangan gunung di bumi memiliki andil dalam
keberadaan kesenangan dan kebahagiaan. Begitu juga dengan
tumbuhnya tumbuh-tumbuhan, dan keberadaan gunung.
Jika diperhatikan ilmu pengatahuan modern yang mengatakan
bahwa turunnya hujan di gunung, dan faktor-faktor erosi yang terjadi di
gunung adalah bentuk penggemburan bagian permukaan gunung.
Setelah hujan turun, air hujan akan membawa tanah subur ini turun dari
gunung sehingga membentuk lembah dan memberikan kesuburan pada
tanah di kaki gunung. Seakan-akan gunung yang keras ini adalah
gudang kesuburan yang terjadi akibat proses erosi. Di sisi lain, matahari
memberikan panasnya sehingga gunung dapat mengembang, dan malam
dengan dinginnya sehingga membuatnya mengerut. Pembentangan dan
pengerutan ini menyebabkan terjadinya celah-celah di gunung.
Oleh sebab itu ketika dilihat gunung, akan ditemukan celah-celah
dan retakan. Hujan turun dan membawa kesuburan tanah ini berjatuhan
dari kawah atau bukit gunung. Kesinambungan proses ini akan
97
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
98
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
99
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
zalim, atau bersikap sombong. Sumber dari akal yang tidak lurus.
Karena manusia tidak akan menzalimi kecuali orang yang lemah.
Arti menzalimi yang lemah adalah bahwa pemikirannya tidak lurus
dalam dua titik. Titik pertama, dia menyangka bahwa dia adalah orang
yang kuat dan tidak ada lagi yang lebih kuat selainnya. Akan tetapi jika
ia mengetahui ada yang lebih kuat darinya, tentu dia tidak akan berbuat
demikian dengan kekuatannya. Titik kedua, dia mengetahui bahwa
kekuatannya ini tidak mengalami perubahan. Akan tetapi jika dia
mengetahui bahwa dia dapat berubah menjadi lemah, maka dia akan
sadar dan tidak berlaku zalim.
Kezaliman adalah penyakit jiwa yang menakjubkan. Karena dia
melihat dirinya serba cukup. Padahal ketika memulai kehidupan, dia
adalah orang yang lemah, lalu orang di sekitarnya membantunya dan
menguatkannya serta menolongnya untuk berdiri di atas kedua kakinya,
sehingga dia memiliki kekuasaan. Sayang ketika telah memiliki
kekuasaan, dia merasa cukup dan ingin melampaui batas. Ketika ia
berbuat melampaui batas lalu kemudian menemukan seseorang yang
memiliki kelebihan di atasnya, maka tipu dayanya akan tertolak.
Jadi perbuatan melampaui batas selalu dikarenakan manusia merasa
tidak ada lagi orang sombong sepertinya di benua tempatnya hidup.
Orang yang berlaku sombong tidak memiliki rasa takut terhadap Allah,
jika seseorang menghadirkan kebesaran Tuhannya maka seluruh
kebesarannya akan menjadi kecil di hadapan Tuhannya.
Selama kebesarannya mengecil di hadapan Tuhan, maka
kesombongannya tidak dapat timbul. Jadi orang yang berlaku sombong
lupa untuk menghadirkan dan menyaksikan kebesaran Allah. Jika dia
merasakan kebesaran Allah, maka dia akan merasakan kelemahan dan
kekurangannya, dan ketika itu dia tidak dapat berlaku sombong. Oleh
sebab itu orang-orang yang selalu menghadirkan Tuhan, mereka adalah
orang-orang yang memiliki kelemahan dan ketaatan. Karena ia dapat
merasakan kekuatan yang lebih besar darinya. Akan tetapi yang berlaku
sombong dan melampaui batas tidak merasakan adanya kekuatan yang
lebih tinggi darinya. ***
100
AN-NÂZI‘ÂT 79 JUZ 30
101
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
102
‘ABASA 80 JUZ 30
SURAT 80
‘ABASA
(MAKKIYAH)
103
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
104
‘ABASA 80 JUZ 30
105
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
106
‘ABASA 80 JUZ 30
107
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
memiliki banyak arti dan kita kita harus menafsirkannya sesuai dengan
arti-artinya.
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang
nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu
yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-
Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus. Rasulullah
tidak saja terpelihara dari kesalahan yang telah dilakukan ataupun yang
akan dilakukan, akan tetapi Allah juga telah mengampuninya, jika
tersalah. Jadi nikmat yang diberikan kepada beliau adalah berupa
pengampunan dosa. Kemenangan yang telah diberikan adalah
kemenangan Hudaibiyah atau kemenangan Mekah.
Lalu apa hubungannya dengan pengampunan dosa? Sebelumnya
mereka telah menyakiti Rasulullah dan mengatakan bahwa dia adalah
pendusta, pengada-ada, pemutus silatur rahmi dan hubungan antara
kaumnya, mencela tuhan mereka dan memisahkan keluarga mereka,
semua ini adalah dosa Rasulullah Saw. Lalu Allah berkata kepada
beliau: “Aku telah memberikan kemenangan kepadamu di Mekah
sehingga banyak orang yang berbondong-bondong masuk Islam, dan
mereka menghapuskan dosa-dosa yang sebelumnya mereka tuduhkan
kepadamu. Dosa-dosa kaum kafir tersebut tidak dihitung, karena mereka
telah menjadi muslim. Mereka yang sebelumnya mengatakan bahwa
kamu telah mencela tuhan mereka, sekarang telah beriman kepada
Allah. Jadi dosa-dosa yang terdahulu telah diampuni. Jadi, liyagfira
adalah untuk menutupimu dari dosa yang mereka tuduhkan kepadamu.
Akan tetapi dengan keimanan dan masuknya mereka ke dalam Islam
secara berbondong-bondong maka segala urusan setelah itu datang
tanpa dosa bagimu di dalamnya. Dengan demikian hal ini selaras
dengan kemenangan: “Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan
kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu”. Keharusan mengampuni
di sini memiliki hubungan dengan kemenangan manusia dalam
memeluk Islam secara berbondong-bondong. Maka mereka yang
mengatakan bahwa Rasulullah seperti ini dan seperti ini, tidak lagi
berkata demikian. Jadi dosa ini berasal dari mereka dan setelah itu tidak
pernah mereka ucapkan.
Atas dasar inilah kita memahami dan menafsirkan ayat “Dia
(Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang
seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa)”.
108
‘ABASA 80 JUZ 30
109
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
110
‘ABASA 80 JUZ 30
tingkah laku, Islam akan menjadi contoh kongkrit di dunia. Dunia akan
melirik kepada sesuatu yang baru itu. Karena mereka memberikan
contoh tauladan yang baik.
Dengan demikian, teladan baiklah yang disebarkan Islam diberbagai
negara. Islam akhirnya menjadi agama yang memberi solusi bagi dunia.
Islam tersebar karena teladan dan moral. Jika di bumi tegak suatu
prinsip dari cara hidup, maka Islam datang untuk menawarkan prinsip-
prinsip langit yang solusi. Prinsip bumi berorientasi kepada yang kuat,
dia yang menang; demikian juga prinsip langit. Tapi kuat dibidang apa?
Dahulu, kemenang dunia, jika dia kuat dalam material, lalu berubah
kepada kekuatan kecerdasan, dan berujung pada kekuatan iman dan
keikhlasan. Inilah kuat langit, kekuatan pada sumber-sumber ideologi.
Muslim pertama kuat dalam sumber ideologi. Setelah itu mereka
mampu menaklukkan kaum jahiliyah yang kuat secara material. Lalu
mereka tanamkan prinsip kehidupan manusiawi secara cerdas.
ﺮﻯ ﺍﻟﺬﱢﻛﹾﺮﻌﻪ ﺘﺘﻨ ﹶﻔﺮ ﹶﻓ ﻳ ﱠﺬﻛﱠ ﻭ ﺰ ﱠﻛﻛﻰ ﹶﺃ ﻳ ﻪ ﻌ ﱠﻠ ﹶﻟﺭﹺﺭﻳﻚﺪﻣﺎ ﻳﻣ ﻭtahukah kamu barangkali ia
ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? (QS 90:
3-4) Apa perbedaan antara Yuzakki dengan yudzakkiru? Yuzakki artinya
berthaharah atau membersihkan diri. Maknanya pada dirinya ada
kotoran dan kemudian ia ingin untuk bersuci membersihkan diri. Tidak
diragukan lagi bahwa masyarakat Jahiliah sangat lengket dengan
kotoran dan dosa.
Adapun kaum Mekkah yang bersifat manusiawi, seperti orang
shalih. Atau orang yang tidak terpengaruh dengan kotoran lingkungan
Jahiliah dan tidak mengerjakannya. Mereka itu cukup diperingati saja
(yudzakkiru). Karena mereka dekat dengan ajaran langit. Hal demikian
tak mengagetkan mereka. Mereka ingin memulai diri dengan al-haq.
Ketika mereka berkumpul, mereka berkata: “Kami bukan pada jalan
yang benar. Patung yang disembah sebenarnya tidak layak dijadikan
Tuhan. Buktinya, jika ia rusak, kami yang memperbaikinya.” Mereka
adalah orang yang hanif. Salah seorang dari mereka berkata: “Aku akan
berjalan dan akan mencari agama yang benar.” Yang lain berkata: “Aku
akan berpikir hingga akan datang kepadaku kemudahan dan pemecahan
masalah. Ini merupakan dalil bahwa di sana ada orang-orang yang jenuh
dengan masalah penyembahan patung itu.
Jadi, penduduk Mekkah terbagi kepada dua golongan: pertama,
mereka yang mengikuti tradisi jahiliyah, hingga perlu disucikan atau
111
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
112
‘ABASA 80 JUZ 30
113
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
114
‘ABASA 80 JUZ 30
115
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
116
‘ABASA 80 JUZ 30
117
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
dengan baik. Siapa yang menanam biji dia akan menuai, siapa yang
bekerja sungguh-sungguh dia akan mendapat. Semua mengambil
pemberian rububiyah material itu. Namun mukmin mengambil dua
dimensi dari pemberian: di samping rububiyah, dia juga mengambil
pemberian uluhiyah.
Pemberian rububiyah itu dapat berupa keberadaan kita sebagai
manusia, yang sebelumnya tidak ada. Wujud individu manusia itu
adalah sebagai pemberian rububuyah yang utama dan pertama. Ini
merupakan puncak rezeki. Alquran menjelaskan anugerah itu dalam
firman Allah: ﻪ ﺧ ﹶﻠ ﹶﻘ ﻲ ٍﺀ ﺷ ﻱ ﻦ ﹶﺃ ﻣ dari apakah Allah menciptakannya? (QS
80: 18) Manusia diciptakan dari air mani, kemudian disempurnakan.
Dalam Alquran air mani disebut dengan nuthfah.
ﻩ ﺭ ﻪ ﹶﻓ ﹶﻘﺪ ﺧ ﹶﻠ ﹶﻘ ﺔ ﻧ ﹾﻄ ﹶﻔ ﻣﻣﻦ dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu
menentukan-nya. (QS 80: 19) Nuthfah atau mani, selalu dikenal sesuatu
yang khusus bagi hewan hidup. Manusia tidak mampu menciptakan
cairan seperti mani itu. Manusia hanya bisa mengolah pada akhir proses
kelahiran saja, yang dikenal dengan istilah bayi tabung. Mani tidak
dapat disejajarkan dengan mikroba lain.
Mani adalah sesuatu cairan yang hina dan tidak bermanfaat.
Walaupun Allah menciptakan manusia dari cairan hina, tapi kemudian
Dia menganugerahkan kemuliaan kepada manusia itu. Allah
menciptakan manusia, dan telah menentukan garis tangan atas segala
sesuatu yang kelak akan dijalaninya. Dalam kajian modern kajian garis
tangan ini lebih dikenal dengan ilmu genetika. Spesifik manusia telah
ditemukan ada pada mani itu.
Kita melihat keagungan penciptaan itu ada pada dua hal: pertama,
keagungan Allah terletak pada benda yang kecil bahkan karena sangat
kecil hingga tidak diketahui bentuknya. Kedua, terlalu besar, hingga
sangat sulit dideteksi kebesarannya secara tuntas.
Benda sangat kecil dapat dicontohkan dengan mikroba. Susunannya
yang sangat halus. Pada tingkat ini manusia akan bertanya-tanya.
Bagaimana bentuk mikroba itu? Di dalam mikroba yang halus dan tak
dapat dilihat kecuali dengan mikroskop ditemukan kehidupan. Sungguh
sangat ajaib sekali.
Air mani yang keluar itu dalam cairan yang tak banyak itu
ditemukan ratusan juta mikroba kecil yang menjadi benih bayi. Ratusan
juta mati, yang menjadi calon bayi hanya satu atau dua. Merupakan
kekuasaan Allah yang luar biasa dalam air mani yang hina itu. Di sisi
118
‘ABASA 80 JUZ 30
119
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
120
‘ABASA 80 JUZ 30
pendekatan kepada Zat yang kuat itu, seisi alam akan berkhidmat
padamu.
Di alam ini, manusia menemukan suatu kekuatan yang lebih dahsyat
dari kekuatan dirinya. Atau di alam ini juga ada kekuatan yang tidak
dapat digapai. Manusia kalah kuat dan hebat dari matahari, bulan, awan,
bahkan air. Lebih dari itu, semua kekautan ini tidak dapat manusia atur
dan gapai. Manusia juga tidak memiliki kekuatan terhadap warna apa
saja. Walaupun demikian manusia adalah penguasa alam raya ini. Siapa
yang memberikan khilafah itu? Jawabnya adalah Allah. Maka dekatlah
kepada Allah, Pencipta alam dan seisinya itu. Jika Allah memberikan
taklif, ketahuilah bahwa beban itu dapat dipikul. Allah Mahatahu
kemampuan manusia yang diciptakan-Nya.
ﻩ ﺮ ﻓﹶﺄﹶﻗﹾﺒﻪﻣﺎﺗ ﺃﹶﻣ ُﺛﹸﻢkemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke
dalam kubur. Kata maut dalam ayat ini banyak mengundang perhatian.
Amâtahu adalah kata kerja yang digunakan lazim dan mutaaddy
sekaligus. Ia subjek dan objek sekaligus. Contoh, lazim yang tanpa
objek dikatakan: Mâta Fulan (Fulan mati). Subjek adalah Fulan. Dalam
mutaadi dicontohkan: Amata Allah Fulan. Fulan menjadi objek, dan
subjeknya Allah.
Mati adalah terpisahnya unsur ruh dari unsur material. Pemisahan
ini menurut bahasa adalah kematian. Allah memegang jiwa (orang)
ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya. (QS az-Zumar [39]: 42) Jadi, sebelum ruh lengket dengan
materi jasad, maka ruh itu tidak disebut jiwa. Jiwa manusia adalah
gabungan antara ruh dan jasat. Saat Allah ingin mewafatkan manusia,
Dia mengenggam ruhnya, hingga jasadpun menjadi rusak. Kematian itu
sendiri terkadang dilakukan secara langsung oleh Allah, berdasarkan
firman-Nya pada az-Zumar 42, dan terkadang dilakukan oleh malaikat
pencabut nyawa, sebagaimana firman Allah pada as-Sajdah 11, dan
ketiga, kematian dapat juga dilakukan oleh utusan para malaikat,
sebagaimana firman Allah pada al-An‘am 61.
Hilangnya nyawa seorang manusia itu dapat terjadi karena tiga hal:
kematian, dibunuh atau bunuh diri. Pertama, kematian adalah hilang
nyawa karena ajalnya telah tiba. Kedua, pembunuhan adalah hilangnya
nyawa seseorang karena ulah orang lain. Ketiga, bunuh diri adalah
hilangnya nyawa seseorang karena ulah diri sendiri. Nomor dua dan tiga
ini dinyatakan bersalah dan berdosa pelakunya, karena dia telah
merusak jasad diri atau orang itu. Dia telah melakukan sesuatu yang
121
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
122
‘ABASA 80 JUZ 30
123
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﺒﺎﺻﺒ
ﻤﻤﺎﺀ ﻨﺎ ﺍﹾﻟﻨﺒﺒﻧﺎ ﺻ ﺃﹶﻧsesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan
air (dari langit). Kata shabba mengandung curahan air yang banyak dan
deras. Diketahui air bersumber dari uap air yang ada di bumi. Kemudian
menguap ke udara. Hingga mengkristal dan menjadi awan. Awan
bertabrakan dengan awan yang telah membeku. Jatuhlah air menjadi
hujan. Seakan-akan ayat ini berbicara tentang air yang ada di udara.
Sebelum terjadi penguapan dan proses terjadinya hujan.
Mungkin saja air itu identik dengan hujan. Jika air hujan dari langit
tidak turun, dari mana sumber air itu datang? Ketika Allah menciptakan
bumi, Dia telah menyediakan air dalam bentuk sumber mata air, sungai
dan laut. Pengolahan air ini menjadi siklus yang menarik di alam ini
dalam wujud penguapan dan turun hujan. Proses awal adalah
sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit).
Proses selanjutnya: ﻘﺎﺷﻘ ﺽ
ﺭ َﻨﺎ ﺍﻷﺷ ﹶﻘﻘﹾﻨ ﻢ ﹸﺛkemudian Kami belah bumi dengan
sebaik-baiknya.
Membelah bumi adalah menyangkul dan membajak yang dilakukan
oleh petani dan pekebun. Tumbuhan yang mungil itu akhirnya
membelah bumi dengan akarnya yang kecil. Lambat tapi pasti, yang
tadinya kecil berkat anugerah Allah menjadi tumbuh dan membesar,
hingga dapat dipanen. Lingkungan yang tadinya kering, kini berkat
hujan yang turun menjadi subur atas kehendak Allah. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa dengan membelah atau mencangkul tanah akan
datang berbagai kehidupan, kesejahteraan dan kemakmuran.
Kegiatan menanam itu dimulai dengan mencangkul. Tanah diolah
agar menjadi gembur. Sehingga udara dapat masuk. Cahaya juga dapat
menerobos ke dalam. Karena tumbuhan juga memerlukan pernafasan,
yang sesuai dengan spesifikasi tanaman tu. Tanah tak akan subur jika
udara dan cahaya tidak dapat masuk. Jika udara dan cahaya tidak dapat
masuk, maka tanah itu tidak dapat menyerap air.
Akar tanaman akan sehat dan tumbuh maksimal jika ia dapat
mengisap zat yang ia butuhkan di dalam tanah. Jika tiap insan
memikirkan hal ini, maka di balik itu semua terdapat hikmah kekuasaan,
ilmu dan kasih sayang Allah kepada manusia.
ﺒﺎﺣﺒ ﻬﺎﻓﻴﻬﻨﺎ ﻓﻨﺘ ﻓﹶﺄﹶﺄﻧﺒkemudian kami tumbuhkan tanaman padanya. Habb atau
bijian dalam ayat ini dapat dipahami sebagai apa saja yang dapat
dimakan manusia. Ia dapat berupa beras, kacang, dan segala jenis bijian.
ﺒﺎﺒﻭﻗﹶﻀ ﺒﺎﺒﻨﻋ ﻭanggur dan sayur-sayuran. Penyebutan kata anggur, karena
124
‘ABASA 80 JUZ 30
buah ini memiliki dua kekhususan. Ia dapat dijadikan buah dan dapat
dijadikan sebagi makanan bernutrisi. Adapun sayuran dapat berupa
bayam, gargir, dan daun lainnya yang dapat dikonsumsi manusia.
ﹰﺨﻧﻧﺎ ﻭﺘﻮﻧﺘﻳﺯ ﻭzaitun dan pohon kurma berguna untuk makanan dan
ﻼ
menjadi tiang kehidupan. Bukan hanya makanan saja, tetapi Allah juga
menyebut kebun atau taman ﺒﺎ ﻏﹸﻠﹾﺒﻖﺪﺍﺋﺪﻭﺣ kebun-kebun (yang) lebat. Kebun
yang penuh dengan hutan lebat. Dari hutan dapat menghasilkan kayu
untuk perabot rumah tangga.
ﻢ ﻣ ﹸﻜ ﻌﻌﺎ ﻧﻭ َﻷ ﻢ ﻋﻋﺎ ﱠﻟ ﹸﻜ ﺘﺘﺎﻣ ﺑﺑﺎﻭﹶﺃ ﻬ ﹰﺔ ﻛ ﻭ ﹶﻓﻓﺎ buah-buahan serta rumput-rumputan,
untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. Maksud
untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu, bahwa
semua anugerah Allah ini merupakan keperluan asasi yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Kemudian Allah ingin mengajak kita untuk melihat bagian kedua
dari surat ini:***
125
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
126
‘ABASA 80 JUZ 30
ﺮ ﹲﺓ ﻬﺎ ﻗﹶﺘﻘﹸﻬﻫﺮﺓﹲ ﺗﺮﻬﺎ ﻏﹶﺒﻬﻠﹶﻴ ﻋﺬﺌﻣﻮﻩ ﻳ ﺟﺟﻮ ﻭ ﻭ ﺮ ﹲﺓ ﺸ
ﺒﺘﺴ ﻣbanyak muka pada hari itu berseri-
seri, tertawa dan gembira ria, dan banyak (pula) muka pada hari itu
tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan.
Dari potongan ayat ini, manusia terbagi kepada dua bagian:
Pertama, kelompok yang tertawa dan ceria. Kenapa? Karena ini adalah
gerbang awal dari kebahagiaan hakiki. Pada saat itu, sesuatu yang gaib
menjadi nyata. Orang yang melaksanakan manhaj Allah, mendapatkan
janji Allah sesuai dan benar.
Dia berkata: “Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah.” Dia
selamat karena ketaatannya kepada Allah. Jasad dan ruhnya selamat dari
siksa Allah. Akhirnya dia tertawa bahagia. Dia teringat dengan beban
dakwahnya, hasilnya terlihat di sisi Allah. Baru sekedar melangkah ke
alam gaib, pancaran wajahnya menunjukkan kebahagiaan yang luar
biasa.
Di sisi lain, petaka itu datang bagi orang yang mengingkari hari
akhirat itu. Tidak percaya kepada gaib yang akan terjadi. Apa yang
terjadi pada diri mereka? Terjadilah guncangan jiwa yang amat dahsyat.
Hingga terlihat pada wajah mereka. Inilah kelompok kedua, kelompok
yang sedih dan susah hati. ﺮ ﹲﺓ ﻬﺎ ﻗﹶﺘﻘﹸﻬﻫﺮﺓﹲ ﺗﺮﻬﺎ ﻏﹶﺒﻬﻠﹶﻴ ﻋﺬﺌﻣﻮﻩ ﻳ ﺟﻮ
ﺟ ﻭ ﻭ dan banyak
(pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kege
lapan. Mereka itu adalah orang kafir dan pelaku maksiat.
Surat ini diakhiri dengan ayat yang menceritakan tentang wajah.
Nampaknya permasalahan kecil, tetapi ini adalah kenyataan tak dapat
dibantah oleh Allah.
Kita mohon pada Allah, agar menjadikan kiita orang yang senyum
ceria di akhirat. Bahagia pada hari itu. Hari kiamat, akhirat. Hari yang
pasti kita temui, dengan izin Allah.***
127
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
128
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
SURAT 81
AT-TAKWÎR
(MAKKIYAH)
129
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
130
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
131
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
132
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
133
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
secara harmonis, sadar dan mampu mencerna bahwa semua alam ini
datang dari Allah. Segala bentuk ajaran Allah dalam Alquran
mengajarkan bagaimana manusia berhubungan dengan alam itu secara
harmonis. Yang kenikmatan itu kembali untuk manusia sendiri.
Jika manusia melihat orang buta, sulit berjalan dengan tertatih-tatih
berulah manusia ingat dengan nikmat mata yang sehat. Syukur nikmat
akan datang bila mana manusia melihat seseorang tidak memiliki
nikmat itu. Banyak orang yang tidak dapat berjalan karena kakinya
sakit, barulah manusia mensyukuri nikmatnya punya kaki. Jadi
kekurangan pada diri orang lain, menjadi pelajaran berharga pada diri
manusia. Dalam pepatah Arab ada dikatakan: “Setiap kekurangan,
memberikan pelajaran.” Sebab dengan kekurangan dan kelemahan yang
ada, dapat menjadikan dirinya sukses untuk masa mendatang.
Setidaknya selamat di akhirat kelak.
Orang yang tak punya kaki, akibat kelamnya perang dunia akan
merasakan nikmatnya hidup ini jika ia melihat ada orang yang lebih
gawat dari dia. Yang senasib dalam perang itu, tetapi lebih cacat lagi.
Kekurangan pada dirinya satu sisi, akan mendatangkan kelebihan pada
aspek lain. Bagi orang buta, biasanya tak dapat melihat. Tetapi daya
ingatnya laksana rekaman kuatnya. Otaknya mampu merekam apa yang
ia dengar. Sebab mata yang tertutup kekuatannya, pindah ke organ
tubuh lain yang terkonsentrasi. Tetapi sekali lagi, kekuatan akal itu
sangat terbatas. Terkadang alam juga mampu mengajari manusia.
Contoh, ketika terjadi gempa bumi. Banyak hewan yang mengajari
manusia sebelum terjadi gempa itu. Yang paling duluan keluar dari
kandangnya adalah keledai. Karena keledai memiliki perasaan yang
sangat halus. Dia dapat merasakan bahaya yang akan datang. Bukti,
bahwa alam ini bukan milik perorangan. Tetapi milik Allah. Bukti
bahwa makhluk hidup saling memerlukan satu dengan yang lain.
Kelemahan manusia terlihat jelas, saat di belahan bumi terjadi
gempa, di daerah lain gunung meletus, atau angin puting beliung di
daerah lain. Semua itu tak mampu dikendalikan oleh manusia. Ini bukti
apa? Di balik kekuatan alam ini, ada kekuatan lain. Munculnya
kekuatan alam ini dengan berbagai fenomena, mengajak manusia untuk
kembali ke jalan Allah. Jalan yang hak.
Langit yang tersusun rapi, kelak akan hancur berantakan. Tidak lagi
kukuh; ia akan runtuh dan hancur. Akan datang kehancuran bagi langit
itu. Karena ia adalah makhluk. Akan terjadi perubahan-perubahan, dari
Allah yang menciptakannya.
134
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
135
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
136
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
137
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
138
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
139
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
manusia dengan manusia yang lain. Kalau pun ada yang pintar, ada
yang bijaksana, tetapi dalam banyak hal “jika bertentangan dengan
aturan Allah” yang mengemudinya pasti “selera” bukan akal sehat.
Karena aturan main Allah sangat sesuai dengan akal bijak manusia.
Bagian pertama dari surat ini yang menegaskan bahwa setiap
manusia pasti mengetahui catatan amalnya, maka pada penggalan kedua
ini Allah menegaskan untuk mengisi buku catatan dengan baik dan
benar, ikutilah manhaj Allah ini.
Allah berkata “aku tidak bersumpah” atau: “lâ uqsimu.” Secara
harfiyah terlihat jelas bahwa Allah tidak bersumpah. Tapi isi sumpah itu
ditemukan pada ayat 19. Sesungguhnya Alquran itu benar-benar firman
(Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril). Bagaimana ada isi
sumpah, tapi dimulai dengan ucapan “Aku tidak bersumpah.”
Dari kondisi di atas dapat dipahami dari kalimat “Aku tidak
bersumpah” adalah penegasan atas sumpah itu sendiri. Dalam
keseharian, jika ada keraguan dalam diri orang yang diajak berbicara,
maka pembicara bersumpah. Tujuannya, untuk menepis keraguan
dilakukan dengan sumpah. Contohnya, jika dokter ingin menegaskan
bahwa pasien dalam keadaan sehat, dia tidak saja tidak menulis resep
sedikitpun untuk pasien, tapi lebih dari itu dia berkata: “Demi Allah,
saya tidak menuliskan resep”. Ucapan ini sebagai bukti bahwa pasien
dalamn keadaan sehat bugar. Jika ditulis, walaupun sedikit, maka itu
masih ada bukti sakit di dalamnya.
Sumpah diucapkan dan terjadi untuk pengukuhan kebenaran.
Beginilah Allah bersumpah untuk menegaskan bahwa Alquran
bersumber dari Allah, yang disampaikan secara berantai melalui
malaikat Jibril dan Nabi Muhammad.
Para ulama sepakat makna khunnas adalah bintang dan planet yang
muncul pada porosnya, kemudian kembali ke porosnya lagi. Khunnas
arti sederhananya: keluar dan kembali. Disebut bintang dengan datang
dan pergi, karena bintang memiliki waktu untuk dapat dilihat. Bintang
itu sendiri tetap ada di langit sana. Namun sinar matahari yang terang
membuat sinar bintang yang kecil tak dapat dilihat. Sementara di malam
hari dalam suasana gelap, sinar bintang dapat dilihat dari bumi. Pepatah
Arab mengatakan: “Karena begitu jelasnya, hingga ia tersembunyi.”
Jadi indra manusia bukan segala sesuatu untuk mengetahui hakikat.
Terkadang manusia dapat melihat sesuatu dan terkadang tidak dapat
melihatnya. Tidak dapat dilihat bukan karena dia tidak ada, tapi karena
mata manusia tak dapat mencangkua objek yang ingin dilihat. Jika mata
140
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
141
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
142
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
Sedangkan kata karim pada ayat ini berarti mulia. Disebut malaikat
Jibril dengan karim, karena dia bekerja di atas dari prosedur yang telah
ditetapkan. Begitu juga dengan manusia. Orang yang melaksanakan
lebih darai kewajiban, disebut dengan mulia. Karim atau mulia, tidak
diartikan bahwa Jibril menambah sesuatu yang tidak dipinta. Tapi, lebih
bermakna bahwa Jibril menikmati pekerjaannya dan mencintainya.
ﹴ ﺃﹶﻣﻄﹶﻄﺎﻉﹴ ﹶﺛﻢﲔﹴ ﻣﻜﺵﹺ ﻣﺮﺫﻱ ﺍﻟﹾﻌ ﺫﻋﻨﺪ ﻋﺓﺫﻱ ﹸﻗﻮ( ﺫ1) yang mempunyai kekuatan, (2)
ﲔ
yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy,
(3) yang ditaati di sana (di alam malaikat) (4) lagi dipercaya. ﺓ ﻮ ﺫﺫﻱ ﹸﻗ
memiliki kekuatan. Kekuatan menurut ukuran Allah, bukan menurut
manusia.
Para ahli tafsir berbeda pendapat, apakah empat sifat di atas ini
merupakan sifat Jibril atau Muhammad? Kelompok yang pertama
berpendapat bahwa ini merupakan sifat Jibril. Kelompok kedua,
mengatakan ini sifat Nabi Muhammad, karena ayat ini sebagai atahf
atau kata sambung pada ayat berikutnya: ﻥ ﻨﻨﻮﺠ ﻜﹸﻜﻢ ﺑﹺﻤﺣﺒ ﺻﺎ
ﻣﺎ ﺻﻣ ﻭtemanmu
(Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Ketiga, ini
adalah sifat kedunaya: Jibril dan Muhammad.
Yang terpenting bagi mukmin dari ayat ini adalah perasaan tenang
dan bahagia, karena manhaj yang datang dari Allah melalui para
perantara yang dipercaya dan terpercaya.
ﻥ ﻨﻨﻮﺠ
ﻜﹸﻜﻢ ﺑﹺﻤﺣﺒ ﺻﺎ
ﻣﺎ ﺻﻣ ﻭtemanmu itu bukanlah sekali-kali orang yang gila.
Kata teman di sini tertuju kepada Muhammad Saw. Alhasil, Jibril dan
Muhammad sebagai perantara manhaj Allah ke manusia memiliki
kelayakan yang wajib dipercaya.
Kata shahib mengandung makna seakan-akan hukum itu keluar dari
kalian manusia, sebelum keluar dari Allah, setelah diutus menjadi
Rasul. Dia tidak asing dari kalian. ﻥ ﻨﻨﻮﺠ ﺑﹺﻤorang yang gila menafikan
semua sifat jahat dan akal yang tak waras.
ﻨﹺ ﹴﺐﹺ ﺑﹺﻀﻴﻠﹶﻠﻰ ﺍﻟﹾﻐ ﻋﻮﻣﺎ ﻫﻣ ﻭDia (Muhammad) bukanlah seorang yang
ﲔ
bakhil untuk menerangkan yang gaib. Kata dhanin artinya tidak
menyembunyikan kehendak Allah. Apa yang dikatakan Allah, langsung
disampaikan Muhammad Saw. Jangan terlintas di benak seorangpun,
bahwa Muhammad itu mengarang ayat dari kehendak dirinya sendiri.
ﺒﹺ ﹺ ﺑﹺﺑﺎﻵﻓﹸﻖﹺ ﺍﻟﹾﻤﺭﺁﻩ ﺭﻟﹶﻘﹶﺪ ﻭsesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di
ﲔ
143
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ufuk yang terang. Kita tahu bahwa Jibril datang ke Nabi Muhammad
dengan bentuk yang beraneka macam. Nabi Muhammad tidak melihat
Jibril dengan gambar hakiki, kecuali di dua tempat. Pertama, sekali di
Sidratil Muntaha. Kedua, di bumi. Dua peristiwa ini menjadi penting.
Agar Nabi Muhammad mengetahui Jibril sebagai prantara perantara dan
mediator untuk menerima wahyu. Melihat Jibril itu sendiri bukan
merupakan kehendak Nabi Muhammad. Tetapi ini kehendak Allah agar
Nabi Muhammad tenang dan yakin setelah melihat Jibril itu.
ﺭ ﹺﺟﺟﻴ ﹴﻢ ﻄﹶﻄﺎﻥﻴﻮ ﹺﻝ ﺷ ﻮ ﹺﺑ ﹶﻘ ﻫ ﻣﻣﺎ ﻭ Alquran itu bukanlah perkataan setan yang
terkutuk. Ucapan ini untuk menepis semua keraguan. Karena mungkin
saja terjadi, setan menyisipkan ayat palsu saat nabi membacanya. Ini
merupakan serangan terhadap setan. Sekali lagi, ucapan ini penegasan
dari Allah yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, Pencipta jin,
manusia dan setan. Isinya, Alquran itu tak mungkin dari setan.
Ketika celah untuk setan tidak ada, satu-satunya jalan wahyu adalah
jalan manhaj Allah. Yang disampaikan kepada seluruh manusia melalui
Muhammad dengan perantaraan Jibril. ***
144
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
145
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
146
AT-TAKWÎR 81 JUZ 30
147
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
148
AL-INFITHÂR 82 JUZ 30
SURAT 82
AL-INFITHÂR
(MAKKIYAH)
149
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
150
AL-INFITHÂR 82 JUZ 30
151
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
152
AL-INFITHÂR 82 JUZ 30
lain. Bila ia terjatuh pertanda kiamat, maka ia akan terlepas dari ikatan
yang kuat itu bagaikan butir tasbih yang terlepas dari ikatannya.
ﺮ ﻓﹸﺠﺤﺎﺭ
ﺕ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺍﻟﹾﺒﹺﺤ ﻭapabila lautan dijadikan meluap. Kata laut fujjirat
atau meledak dapat diartikan dengan penuhnya laut hingga meluap ke
daratan dan memenuhi aliran sungai. Boleh juga diartikan dengan
meledak air laut, karena air mengandung unsur oksigen dan hidrogen.
Dua partikel ini dapat menyebabkan ledakan bila unsur air itu berubah
menjadi gas. Peristiwa ini dapat dipahami dengan meledaknya bom
atom dan hidrogen pada hari ini. Ledakan yang diakibatkan oleh bom
ini sangat dahsyat, hingga ia begitu ditakutkan oleh penduduk bumi
pada saat ini. Atau ledakan laut dapat diartikan dengan suatu kondisi
yang tidak diketahui oleh manusia. Yang penting dari itu semua, bahwa
ia adalah persitiwa yang mengerikan yang belum pernah dirasakan oleh
manusia.
ﺮﺜﻌ ﺑﺒﻮﺭﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺒ ﻭapabila kuburan-kuburan dibongkar, terbongkar
ﺕ
kuburan boleh jadi akibat sebab sebab yang ditimbulkan oleh peristiwa
sebelumnya, atau kuburan itu terbongkar dengan sendirinya setelah
penantian panjang. Pada saat itu keluar tubuh dari dalam nya untuk
dikembalikan menjadi manusia seutuhnya yang akan menerima balasan
atas amal yang telah dia lakukan.
Kondisi ini diperkuat dan didukung oleh pernyataan ayat setelahnya.
ﺮﺃﹶﺧ ﻭﺖﻣﻣﺎ ﻗﹶﺪﺲ ﻣ
ﺕ ﻧ ﹾﻔ ﺖ
ﻤﻠ ﻋmaka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang
telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.
Atau makna dari mâ qaddamat adalah apa yang telah dikerjakan,
dan mâ akharat apa yang tidak dikerjakan. Atau apa yang dikerjakan
hanya untuk meraih dunia semata, dan tidak mengerjakan apapun demi
akhirat. Satu yang penting dari beragam penafsiran ini adalah
penyesalan manusia karena tidak beramal untuk akhirat saat melihat
peristiwa hari kiamat.
Makna tiap-tiap jiwa akan mengetahui bukan hanya terbatas pada
pengetahuan ansih semata, tapi pengetahuan yang memiliki konsekuensi
logis dari apa yang telah diamalkan, saat melihat peristiwa yang
mengerikan itu. Tidak disebutkannya konsekuensi logis pada ayat ini
secara tekstual tentu saja lebih membekas dan berkesan bagi para
pembaca Alquran.***
153
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
154
AL-INFITHÂR 82 JUZ 30
155
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
156
AL-INFITHÂR 82 JUZ 30
ﻈﺤﺎﻓ
ﲔ ﻟﹶﺤﻜﹸﻢﻠﹶﻴﺇﹺﻥﱠ ﻋ ﻭpadahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-
malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Pada ayat ini Allah
menyebutkan alasan hari pembalasan itu ada dan pasti, karena setiap
detik amal perbuatan manusia dicatat oleh malaikat. Hari pembalasan
itu penting untuk membalas setiap perbuatan manusia. Agar amalan itu
jelas dan tidak kabur, maka ia harus ditulis di atas kertas. Tulisan di atas
kertas itu menjadi bukti otentik yang tidak dapat dipalsukan, karena
ucapan yang tidak tertulis sering kali dilupakan. Penulis amal manusia
itu dua malaikat yang walau pun gaib keduanya tetap bekerja maksimal.
Bila ditanya: “Di mana dua malaikat itu, bagaimana keduanya
menulis, dengan apa mereka menulis?” Jawabannya: “Inilah iman yang
percaya kepada yang gaib.” Beda antara adanya sesuatu dengan
mengindra sesuatu. Bukan merupakan bukti bahwa bila sesuatu itu tidak
terindra berarti sesuatu itu tidak ada. Betapa banyak sesuatu yang
dulunya tidak terindra kemudian diketahui dengan bantuan alat bantu
sehingga menjadi terindra, jadi dia itu ada tapi kita tidak dapat
mengindranya. Artinya, bukan bila sesuatu itu tidak terindra berarti
sesuatu itu tidak ada.
Lebih jauh lagi iman tidak terkait dengan masalah yang terindra,
masalah yang terindra tidak menjadi ruang lingkup iman. Saya tidak
mengatakan: “Saya beriman bahwa kamu sedang duduk di hadapanku.”
Iman sangat terkait dengan hal gaib. “Saya beriman, saya mengakui
keberadaan Allah, karena Dia gaib.”
Apa beda iman dengan yakin. Ali bin Abi Thalib menjawab:
“Bedanya hanya empat jari.”
“Bagaimana mungkin?” kata penanya.
“Mungkin, iman itu adalah percaya atas apa yang didengar oleh
telinga, dan yakin adalah percaya apa yang dilihat oleh mata. Jarak
antara telinga dan mata itu hanya empat jari.”
Untuk itu Ali berkata: “Bila terbuka hijab hari kiamat maka tidak
akan bertambah keyakinanku.”
ﻌ ﹸﻠﻠﻮ ﹶﻥ ﺗ ﹾﻔ ﻣﻣﺎ ﻤﻤﻮ ﹶﻥ ﻌ ﹶﻠ ﻳ {}ﲔ
ﺒﹺﻣﺎ ﻛﹶﻛﺎﺗﺮﺍﻣﺮ ﻛyang mulia (di sisi Allah) dan yang
mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang
kamu kerjakan. Janganlah kalian mengingkari hari pembalasan, karena
tiap-tiap dari kalian memiliki dua malaikat pencatat amal dan
merekamnya dengan baik. Malaikat itu juga bergelar kiram/mulia,
artinya para malaikat sangat senang untuk mencatat amal baik yang
dilakukan manusia dan sangat menderita saat mencatat amal buruk
157
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
mereka. Sifat mereka yang mulia ini sesuai dengan tugas mereka.
Di sisi lain merupakan rahmat Allah bahwa dia memproritaskan
kerja malaikat untuk menulis amal baik atas amal buruk, tujuannya
memberi kesempatan bagi manusia untuk menyesal dan bertaubat. Allah
ingin manusia dapat menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan
dengan memperbanyak amal baik.
Merupakan rahmat Allah juga setiap satu kebaikan akan dibalas
Allah sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat bahkan lebih. Bila hendak
melakukan dosa tapi tidak terlaksana maka terhitung sebagai satu
pahala. Bila melakukan dosa, maka dihitung sebagai satu dosa. Lihat
Hadis Riwayat Bukhari 6010 dan Muslim 187. ***
158
AL-INFITHÂR 82 JUZ 30
159
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
160
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
SURAT 83
AL-MUTHAFFIFÎN
(MAKKIYAH)
161
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
162
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
163
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
164
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
ﺒﺒﻮ ﹶﻥﺴ
ِ ﻜﹾﻧﻮﺍ ﻳﻣﺎ ﻛﹶﻛﺎﻧﻠﹶﻠﻰ ﻗﹸﻠﹸﻠﻮﺑﹺﻬﹺﻬﻢ ﻣﺭﺍﻥﹶ ﻋﻞﹾ ﺭ ﻛﹶﻛﻼ ﺑsekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.
(83: 14) Seakan-akan orang yang menutup hatinya dari cahaya Allah
Swt dan cahaya ajaran serta syariat-Nya sama dengan orang yang
menutup hatinya dari cahaya tersebut.
ﺑﺑﻮ ﹶﻥﺠﻮ
ﺠﺤ ﻟﱠﻤﺬﺌﻣﻮ ﻳﻬﹺﻢﺑﻋﻦ ﺭ ﻋﻢﻬ ﻛﹶﻛﻼ ﺇﹺﻧsekali-kali tidak, sesungguhnya
mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan
mereka. Hal tersebut terkadang menyakiti jiwa karena kebodohan.
Seakan-akan seseorang berkata: “Hal itu tidak mereka pedulikan karena
diri mereka yang bodoh.”
Ayat ini diteruskan dengan redaksi penuh siksaan dan hinaan atas
jiwa yang lalai. ﺤﻴ ﹺﻢ ﺤﺼﺎﻟﹸﻟﻮﺍ ﺍﻟﹾﺠ
ﻟﹶﺼﻢﻬ ﺇﹺﻧ ﺛﹸﻢkemudian, sesungguhnya mereka
benar-benar masuk neraka. Tampak Allah menyebutkan kepada mereka
sesuatu yang menakutkan bagi mereka, karena mereka telah terbiasa
berhubungan dengannya.
Allah kembali menyinggung masalah perbuatan menyakiti diri
sekali lagi ﺑﺑﻮ ﹶﻥﻜ ﱢﺬ
ﺗ ﹶ ﻪ ﺘﺘﻢ ﹺﺑﺬﺬﻱ ﹸﻛﻛﻨ ﻫ ﹶﺬﺬﺍ ﺍﱠﻟ ﻳ ﹶﻘﻘﺎ ﹸﻝ ﻢ ﹸﺛkemudian, dikatakan (kepada
mereka): “Inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan.
Setelah dikemukakan di dalam surat yang lalu tentang katibiin dan
menyifati mereka sebagai hafadzah dan kiram dan seterusnya, di sini
Allah berbicara tentang kitab yang tertulis tersebut:
165
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
166
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
eksternal. Secara internal buku catatan itu juga marqûm ditandai dengan
tanda, sehingga saat kamu melihatnya, maka secara spontan langsung
dikenal bahwa itu adalah buku orang durhaka. Ini adalah buku yang
berisi perbuatan yang memalukan dan mengerikan, manusia pasti
menghindar darinya. Apapun isinya, tatap saja buku ini bersegel dan
dijaga ketat luar dalam, hingga tidak dapat dibuka atau dirubah oleh
siapa pun atas apa yang telah tertulis di dalamnya.
ﻤ ﹶﻜﺬﱢﺑﹺ ﺬ ﱢﻟ ﹾﻠ ﺌﻣ ﻮ ﻳ ﻳ ﹲﻞﻭ kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-
ﲔ
orang yang mendustakan. Untuk kedua kalinya kata celaka diucapkan.
Namun untuk kali ini, pembicaraan dikhususkan bagi mereka yang
mendustakan agama. Para pendusta itu banyak. Berdusta adalah tidak
sesuai antara apa yang dikatakan dengan apa yang terjadi. Berdusta itu
banyak ragamnya. Puncak pendustaan adalah mengingkari hari kiamat.
Kita masih mungkin untuk mendustai bagian ari kehidupan dunia ini
dan tidak mempercayainya. Tapi, mengingkari hari kiamat itu adalah
masalah yang sulit.
ﺛﺛﻴ ﹴﻢ ﺃﹶﺪﺘﻣﻌ ﻪ ﺇﹺﺇﻻ ﻛﹸ ﱡﻞ ﹺﺑﻳ ﹶﻜﺬﱢﺏ ﻣﺎﻣ ﻭtidak ada yang mendustakan hari
pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi
berdosa. Melampaui batas artinya berani melawan kebenaran. Hari
kiamat itu benar. Orang yang mendustakannya dinilai sebagai orang
yang melampai batas. Karena Allah telah mengatakannya dan
menjadikan bagian dari akidah, sementara dia melawannya. Dia dinilai
berdosa karena tidak beriman kepada hari kiamat. Membangkang
membuat dirinya bertambah hanyut dalam dosa. Hingga akhirnya dosa
melekat dalam dirinya. Âtsim adalah manusia yang terkadang
melakukan dosa. Adapun atsîm adalah pendosa yang menjadikan dosa
profesi hidupnya. Selama dia profesional dalam dosa, maka dosa itu
telah dilakukannya berkali-kali.
Manusia yang mendustakan hari kimat walaupun tanda-tanda yang
menunjukkan atas perihal itu telah banyak, dan peringatan itu benar,
tetap saja saat dia membacanya dia mengingkarinya. Manusia seperti ini
adalah sosok manusia yang tidak mampu menanggung beban taklif. Saat
dia merasa berat memikul taklif, maka dia mengingkarinya. Dengan
berkata: “Hari akhirat itu tidak ada.” Kita katakan kepadanya: “Hari
akhirat itu ada.” Namun dirinya lah yang menolak pengakuan itu.
ﻟﲑ ﺍ َﻷﻭ
ﲔ ﺳﺎﻃﻨﺎ ﻗﹶﻗﺎﻝﹶ ﺃﹶﺳﻨﻳﺎﺗ ﺁﻳﻪﻠﹶﻴﻠﹶﻠﻰ ﻋﺘ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺗyang apabila dibacakan kepadanya
ayat-ayat Kami, ia berkata: “Itu adalah dongengan orang-orang yang
167
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
168
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
mengingkari fitnah itu maka tertitik lah titik putih. Hingga hati manusia
itu menjadi dua: putih bersih bagaikan batu shafa, pada saat itu segala
fitnah tidak membahayaknnya selama langit dan bumi masih ada. Yang
lain menjadi hitam yang tidak mengenal yang makruf dan tidak pula
mencegah yang mungkar, kecuali apa yang meresap pada hawa
nafsunya.” (HR Muslim)
Kita ketahui bersama bahwa tikar itu dibentuk dari sehelai batang
ilalang, Nabi Muhammad ingin menggambarkan fitnah kejahatan itu
datang menimpa hati manusia bagaikan batang ilalang yang dianyam
satu demi satu hingga menjadi tikar besar yang sempurna.
Hati kaum kafir telah ditutup dengan titik hitam. Semua itu akibat
dari apa yang telah mereka yakini dan lakukan. Banyak lupa merupakan
sebab pertama dari banyaknya bintik hitam di dalam hati. Mereka tidak
mampu melawan hawa nafsu, hingga akhirnya mengambil jalan pintas
dengan mengingkari keberadaan hari kiamat.
Kata mahjûb/tertutup yang datang setelah rân/bercak hitam, karena
hati telah tertutup terhadap Allah dengan kemaksiatan. Manusia yang
tidak mau menutup diri dari Allah tidak akan menutup hatinya. Barang
siapa yang menutup hatinya, maka dia akan tertutup untuk melihat
Allah. Hati adalah tempat bersemayam keimanan dan keyakinan. Saat
hati tertutup oleh dosa dan durhaka, maka dia akan menutup pemiliknya
dari melihat Allah.
Melihat Allah di akhirat bagi sebagian orang adalah masalah jiwa.
Artinya kalau tidak melihat Allah, maka ini tidak sempurna pada jiwa
yang damai, walau tidak sampai pada penyiksaan badan. Kita katakan
kepada orang kafir: “Benar, masalah nilai dan jiwa tidak menjadi
masalah yang penting dan prinsipil.” Kalau mereka memiliki rasa
kemuliaan, niscaya “Allah melilhat mereka” ini cukup alasan agar
mereka bertindak benar dan tidak melakukan kecerobohan dalam dosa
dan pengingkaran akhirat.
Jika mereka merasa “melihat Allah” tidak perlu dan bukan bagian
yang penting, hingga terjerumus dalam kekafiran dan dosa, maka
balasan yang setimpal untuk mereka adalah ﻫ ﹶﺬﺬﺍ ﻝﻳ ﹶﻘﻘﺎ ﹸ ﻢ ﺤﻴ ﹺﻢ }{ ﹸﺛ
ﺤﺼﺎﻟﹸﻟﻮﺍ ﺍﻟﹾﺠ
ﻟﹶﺼ
ﺑﺑﻮ ﹶﻥﺗ ﹶﻜ ﱢﺬ ﻪ ﺘﺘﻢ ﹺﺑﺬﺬﻱ ﹸﻛﻛﻨ ﺍﱠﻟbenar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan
(kepada mereka): “Inilah azab yang dahulu selalu kami dustakan”.
Artinya mereka pasti tersiksa di neraka. Ini adalah siksa fisik materi
yang menyakitkan.
Dalam ayat yang terakhir di atas terlihat bahwa ayat itu berisikan
169
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
170
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
untuk membaca isi dari catatan itu, karena semua isinya adalah
kejahatan. Adapun orang baik tidak ingin setiap kebaikan yang pernah
dilakukannya terlewatkan dalam catatan itu. Jadi, marqum dapat
diartikan dengan tidak mungkin terlewatkan satu pun. Pada kebaikan
berbeda maknanya dengan buku catatan keburukan. Bagi kaum kafir
dan durhaka ini adalah catatan kejahatan, bagi orang baik ini adalah
buku catatan kebahagiaan.
ﺑﺑﻮ ﹶﻥﺮ ﻤ ﹶﻘ ﻩ ﺍﹾﻟ ﺪ ﻬ ﺸ ﻳyang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekat-
kan (kepada Allah. Kita katakan bahwa kesaksian malaikat yang
didekatkan karena mereka gembira dengan apa yang mereka lihat
berupa perbuatan-perbuatan manusia yang memilih taklif sejak di dunia
hingga di akhirat. malaikat merasa bahagia melihat mukmin bahagia
saat menerima buku catatan dan masuk ke dalam surga. Bagi malaikat,
semua peristiwa di akhirat layak yang menimpa mukmin layak untuk
dipuji. Inilah malaikat yang mendukung setiap kebaikan mukmin dari
dunia hingga surga.
Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah
hamba-hamba yang dimuliakan, Mereka itu tidak mendahului-Nya
dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya. (QS
al-Anbiyâ’ [21]: 26-27) dan penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS at-Tahrîm [66]: 6)
Jadi bagi yang melaksanakan taklif, dan melaksanakan ibadah
dengan benar, maka segala perbuatan menjadi mudah dan selaras
dengan dirinya yang cinta kebaikan. Dia akan bahagia saat melihat
seseorang yang sejalan dengannya. Untuk itu seluruh tempat akan
sejalan dengan hamba Allah yang taat. Saat seorang hamba salat di satu
tempat, tempat itu selaras dengannya. Ia telah menggunakan tempat itu
untuk ibadah, bukan untuk maksiat.
Ali berkata: “Jika seorang hamba wafat, menangislah dua tempat:
satu tempat di langit dan satu tempat di bumi. Adapun tempat di bumi
adalah tempat dia salat, dan tempat di langit adalah tempat naik amal
ibadah.”
Nabi bersabda: “Posisi hamba yang paling dekat dengan Tuhannya
adalah saat dia sujud.” (HR Muslim)
Sebaliknya langit dan bumi tidak pernah menangis kepada kaum
Firaun. Lihat QS ad-Dukhân [44]: 28. Ini bukti bahwa langit dan bumi
171
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
172
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
173
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
174
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
175
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
176
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
177
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
tidak dibuat-buat karena jika kamu bertanya kepada orang-orang apa inti
dari tawa, tidak seorang pun yang dapat mengutarakannya. Anggota
tubuh mana yang membuat manusia tertawa? Tidak seorang pun yang
mengetahuinya. Jadi kita tidak tahu apa itu tawa? Juga apa unsur-unsur
pembentuknya? Tidak juga tahu anggota tubuh mana yang terpengaruh
olehnya? Tidak juga diketahui keadaan jiwa yang membuatmu tertawa?
Oleh sebab itu Allah Swt berkata; ini adalah keistimewaan-Ku
“bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.”
Para cendikiawan selamanya tidak mungkin mengetahui anggota tubuh
mana yang membuat manusia dapat tertawa. Tawa dan tangis
merupakan ciri khusus manusia “dan bahwasanya Dialah yang
menjadikan orang tertawa dan menangis,” sebagaimana kematian dan
kehidupan, kekayaan dan kesejahteraan. dan bahwasanya Dia yang
memberikan kekayaan dan memberikan kecukupan.
Allah menyebutkan hal ini sebagai domain dan keistimewaan-Nya
untuk dijadikan dalil dan alasan bahwa ada banyak hal seperti ini yang
tidak mungkin bagi akal manusia untuk mengetahui hakikatnya.
Kata menertawakan pada ayat di atas adalah cemoohan terhadap
mukminin yang sudah menjadi tabiat dan kebiasaan. Kalau melakukan
kesalahan dan kejahatan tidak disengaja, maka hal itu dimaklumi.
Namun bila hal itu dilakukan secara sengaja, maka ini adalah dosa yang
hanya dapat diampuni dengan bertaubat.
ﺰﻭ ﹶﻥﺰﻐﺎﻣﻐﺘ ﻳﺮﻭﺍﹾ ﺑﹺﻬﹺﻢﺮﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﻣ ﻭapabila orang-orang yang beriman lalu di
hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. (83: 30)
Tawa mereka begitu lepas dan penuh rasa puas, di sisi lain mereka
mengejek dengan mengerdip-ngerdipkan mata. Tujuannya, agar orang
yang bersamanya tertawa, sedang orang yang diejek tidak mengetahui
dan tidak terasa sedang diejek.
Jadi seakan-akan gambaran tawa adalah ketika mereka duduk dalam
sebuah majelis khusus lalu kaum mukminin melintas di hadapan
mereka, mereka lalu mengerdip-ngerdipkan mata. Di sini para mufassir
berkata dhamir wa idzâ marru bihim kembali kepada fi’il pertama
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang
dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman.” (83:
29)
Artinya, Allah berkata bahwa orang yang menertawakan adalah
mereka yang berbuat dosa dan yang ditertawakan adalah mereka yang
beriman. Lalu siapa yang berlalu dalam ayat Waidza marru bihim?
178
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
179
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
180
AL-MUTHAFFIFÎN 83 JUZ 30
181
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
182
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
SURAT 84
AL-INSYIQÂQ
(MAKKIYAH)
183
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
184
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
185
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
186
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
seksama. Kita perhatikan misalnya “Manusia itu adalah umat yang satu.
(Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi...” sete-
lah itu Ia berfirman: untuk memberi keputusan di antara manusia
tentang perkara yang mereka perselisihkan.
Kemungkinan kamu akan berkata: “Selama mereka adalah umat
yang satu, maka bagaimana mungkin pada mereka terdapat
perselisihan”. Lalu mengapa para nabi akan datang untuk memutuskan
perkara yang mereka perselisihkan sedangkan kamu berkata bahwa
mereka adalah umat yang satu. Bukankah artinya akan menjadi seperti
ini? Kita katakan: ini adalah bukti bahwa kamu tidak membaca Alquran
secara keseluruhan. Janganlah kamu menghukumi sebuah nash kecuali
setelah mencari nash yang senada dengannya di dalam Alquran.
Terkadang sebuah nash bisa saja terhapus, karena sudah ada gantinya
pada nash yang lain.
“Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para
nabi.” Dilanjutkan dengan “Allah mengutus para nabi,” tapi kalimat ini
tidak digabungkan pada kalimat sebelumnya. Ia digabungkan kepada
sesuatu yang telah terhapus dan tertutup, yaitu: setelah timbul
perselisihan. Kalimat “untuk memberi keputusan di antara manusia
tentang perkara yang mereka perselisihkan” menunjukkan “manusia itu
adalah umat yang satu,” lalu mereka berselisih. Oleh sebab itu Allah
mengutus nabi kepada mereka untuk memutuskan perkara mereka. Jadi
penghapusan suatu lafadz adalah boleh dan ini terjadi di sini.
Ketika Allah memberikan bentuk-bentuk terdahulu dari jawab
syarth sejenis dengan idzâ, idzâ kadzâ, wa idzâ kadzâ karena ini semua
dari keterbalikan yang terjadi pada hari kiamat. Jadi semua guncangan,
dan penghancuran di alam, gempa yang diciptakan Allah sebagai contoh
dan ilustrasi atas apa yang akan terjadi. Ketika Allah memberikan
contoh kepada kita dan membuat kita seakan-akan mengalaminya, maka
Dia membiarkan diri kita untuk datang dengan jawab atau pesan. Allah
senganja menyamarkan pesan itu agar jiwa kita leluasa menjelajahi
seluruh ide. Karena pembatasan ide dengan kenyataan yang baku hanya
membuat ide itu berada dalam satu bentuk. Sedangkan kesamaran
membuat setiap orang dapat berimajinasi untuk mengambil ilustrasi dan
gambaran yang sesuai dengan pola pikirnya.
Jadi pesan sumpah dari “apabila langit terbelah” hingga akhirnya
“dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, ”
yang pertama adalah pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat
perbuatannya. Pesan sumpah ini ditutup agar ia menjadi sesuatu yang
187
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
188
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
189
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
190
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
191
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
192
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
ﲑﺍ
ﺴِﲑﺑﺎ ﻳﺴﺎﺑ
ﺴ ﺣﺐﺤﺎﺳ
ﺤ ﻳﻑﻮ ﻓﹶﺴﻤﻴﻨﹺﻪﻤ ﺑﹺﻴﻪﺘﺎﺑﺘ ﻛﺗﻲﻦ ﺃﹸﺃﻭ ﻣ ﻣﻣﺎ ﻓﹶﹶﺄadapun orang yang
diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka Dia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah. Artinya semua kita akan menghadapi
pemeriksaan. Ini adalah wujud suatu keadilan dan pemerataan, artinya
semua manusia akan diperiksa, tanpa pilih bulu. Karena tidak
seorangpun yang catatannya kosong. Pemeriksaan terdiri dari dua
bentuk: pertama, pemeriksaan untuk memaparkan kehinaan manusia.
Kedua, pemeriksaan untuk memaparkan kesalahan, akan tetapi Allah
telah mengampuninya.
Bagian pertama dari pemeriksaan ini disebut dengan pemeriksaan
yang mudah. Disebut mudah karena Allah memaparkan semua pahala
dan dosa. Ketika terlihat dosa yang banyak, Allah berkata: “Dosa yang
ini Aku maafkan, yang itu Aku ampuni, yang ini Aku terima taubatnya.”
Dalam hal ini Aisyah berkata: “Dipaparkan untuk dihapuskan dan
dimaafkan” itulah namanya pemeriksaan yang mudah.
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,
maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, ini adalah
kesenangan. Kesenangan ini berbeda dengan orang-orang berdosa itu
kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. (QS al-
Muthaffifîn [83]: 31) Jadi mukmin di akhirat menemukan banyak sekali
kesenangan dan kebahagiaan. Kesenangan yang jauh berbeda dengan
kaum kafir yang senang melihat mukmin menderita di dunia.
ﻩ ﹺﺮﺭﺍﺀ ﻇﹶﻬﺭ ﻭﻪﺘﺎﺑﺘ ﻛﻲ ﺃﹸﺃﻭﺗﻦﻣﺎ ﻣﺃﹶﻣ ﻭadapun orang yang diberikan kitabnya dari
belakang, dalam surat al-Haqqah disebutkan: ﻪ ﻟﻤﺎﻤ ﺑﹺﺸdengan tangan
kirinya. (QS al-Hâqqah [69]: 25) Kedua ayat ini saling mendukung.
Buku itu diberikan dari belakang dengan tangan kiri. Pemberian buku
dari belakang mengindikasikan bahwa penerima malu terlihat wajahnya,
atau pemberi tidak ingin melihat wajah penerimanya.
ﺭﺍﺒﻮﺭﻋﻮ ﺛﹸﺒﻋﺪ ﻳﻑﻮ ﻓﹶﺴmaka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Kata ats-
tsubur artinya adalah kecelakaan. Makna ayat: “Wahai kecelakaan
datanglah, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Ini berarti waktu
kematian dan siksaan sesungguhnya telah tiba. Jika tiba saatnya, orang
kafir akan berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah
tanah.” (QS an-Nabâ’ [78]: 40)
Kafir berkata demikian karena tidak kuat menyaksikan dahsyatnya
hari kiamat. Dia berteriak: “Celakalah aku”. Dia akan masuk ke dalam
193
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
api yang menyala-nyala (neraka). (QS 84: 11-12) Kafir berharap agar
dirinya punah dengan demikian dia akan terhindar dari siksaan. Tapi itu
mustahil dan tidak mungkin.
ﺭﺍﺮﻭﺭﺮﺴ ﻣﻪﻠﻓﻲ ﺃﹶﻫ ﻛﹶﻛﺎﻥﹶ ﻓﻪ ﺇﹺﻧsesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira
di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). (QS 84: 13) Inilah alasan
utama mengapa mereka begitu menderita di neraka. Kafir lupa kepada
hari akhirat, hari pembalasan. Dia tidak mempersiapkan bekal menuju
akhirat, tidak juga menjadikan akhirat sebagai orientasi kehidupan.
ﺭ ﺤﻮﺤ ﺃﹶﺃﻥ ﻟﱠﻟﻦ ﻳ ﻇﹶﻦﻪ ﹺﺇﻧsesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak
akan kembali. (QS 84: 14) kepada Tuhannya. Dia yakin seratus persen
bahwa dia tidak akan dibangkitkan dan diperiksa serta ditempatkan di
neraka. Kafir yang hidup senang di dunia sangat yakin bahwa dia akan
te ta p be rad a pa da ni kma t du ni a se lama -lama n ya . Te r n ya ta ,
kenyataannya tidak demikian. Kalaulah mereka tahu sedikit saja tentang
akhir dari perjalanan hidup, berupa kematian dan kebangkitan, niscaya
mereka akan mempersiapkan diri.
ﲑﺍ
ﲑﺼ ﺑﻪ ﻛﹶﻛﺎﻥﹶ ﺑﹺﻪ ﺑﺭ ﺑ ﹶﻠﻠﻰ ﹺﺇﻥﱠ (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya
Tuhannya selalu melihatnya. (QS 84: 15) Dugaan mereka bahwa
mereka tidak akan mati dan dibangkitkan untuk diperiksa adalah dugaan
yang salah. Hakikat sebenarnya, bahwa Allah Tuhan Maha Melihat
setiap tindak tanduk manusia, mengawasi dan memantau, Dia Maha
Mengetahui gerak gerik manusia. Dia juga akan menilai setiap kebaikan
dan keburakan untuk diberi penghargaan dan ganjaran yang setimpal.
Apa yang ditetapkan Allah akhirnya menjadi nyata. Apa yang
ditetapkan Allah dalam takdir-Nya menjadi nyata setelah sebelumnya
ada pada Ilmu-Nya. Apa yang dahulunya misteri, sekarang terbuka dan
nyata.
Gambaran yang bertolak belakang ini atau gambaran tentang
keluarga kafir yang senang melihat mukmin susah di dunia dan
berusaha dengan keras untuk membuat mukmin menderita di dunia,
berbeda sekali dengan mukmin yang senang bertemu dengan
keluarganya di akhirat. Bahagia tanpa menyusahkan orang lain. Semoga
Allah melindungi kita dan kalian dari tempat kembali yang buruk. Allah
adalah sebaik-baik teman dan tempat kembali.***
194
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
195
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
196
AL-INSYIQÂQ 84 JUZ 30
197
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
198
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
SURAT 85
AL-BURÛJ
(MAKKIYAH)
199
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
200
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
201
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
202
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
203
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
bukti dan dalil atas kerusakan sikap dan pribadi seseoarang. Alquran
mengisyaratkan bahwa jika mereka memperhatikan dengan seksama
sifat baik, akhlak mulia dan perbuatan luhur dari mukmin yang mereka
anggap menimbulkan fitnah dalam agama mereka, maka mereka tidak
akan menemukan sesuatu yang harus dibenci. Apa yang harus dibenci
dari mereka yang beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Maha
terpuji. Dalam istilah bahasa ini disebut dengan al-ada’ al-bayani atau
penegasan pujian dengan sesuatu yang menyerupai celaan.
Ketika disebut ﻮﺍﻧ ﹶﻘﻤ ﺎﻭﻣ kami tidak benci seakan-akan tidak ada pada
mereka sesuatu yang dapat dibenci. Kemudian setelah illa/kecuali
datang, kita menganggap bahwa akan datang sesuatu yang dibenci.
Akan tetapi jika yang datang setelahnya adalah sesuatu yang disukai,
maka itu artinya pegasan pujian dengan sesuatu yang menyerupai
celaan. Contoh lain, “Fulan tidak ada aib kecuali jika ia adalah orang
yang mulia.
Contoh lain dalam Alquran: “Katakanlah: “Hai Ahli kitab, apakah
kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada
Allah.” (QS al-Maidah [5]: 59) Mengapa kalian membenci kami? Apa
yang telah kami lakukan? Kami tidak melakukan kecuali beriman
kepada Allah. Apakah kalian membenci kami hanya karena kami
beriman kepada Allah? Apakah kerusakan berasal dari tabiat kami atau
tabiat kalian?
Dalam ayat yang lain: “Mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-
Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-
Nya kepada mereka.” Mereka tidak mencela Allah dan Nabi
Muhammad kecuali karena limpahan anugerah yang diberikan. Ayat
lain: “Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan
tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka
mendengar ucapan salam.” Apakah mendengar ucapan salam adalah
salah satu bentuk perkataan yang sia-sia dan menimbulkan dosa? Tidak.
Di dalamnya tidak terdapat perkataan yang sia-sia dan menimbulkan
dosa, karena mendengar ucapan salam bukanlah suatu perkataan sia-sia
dan menimbulkan dosa. Ini namanya adalah penegasan pujian dengan
sesuatu yang menyerupai celaan.
Jika dilihat dari kisah ini, maka ditemukan Allah ingin menggam-
barkan ujian, cobaan dan musibah yang menimpa mukmin yang lemah
tidak ada alasan kecuali hanya iman kepada Allah. Selama mereka tidak
menemukan adanya kerusakan dalam perangai, tidak juga pada akhlak,
204
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
apakah hanya karena keimanan mereka kepada Allah ini yang membuat
kalian resah? Ya. Kenapa? Karena penguasa zalim telah menikmati
kezaliman yang telah menjadi tradisi mereka. Atau ibadah penguasa ini
merasa terancam dengan datangnya penyembahan kepada Allah, Tuhan
Yang Esa. Seakan-akan kepindahan ibadah mukmin kepada Allah
adalah dosa dan kesalahan fatal, yang menyebabkan mereka dianggap
sebagai orang yang tidak berbuat baik.
Puncak kerusakan di bumi berasal dari para penguasa yang
dituhankan atau penguasa yang dipuja dan disembah meskipun mereka
berbuat fasik, kerusakan, sogok-menyogok dan mencuri. Semua tingkah
laku yang salag dapat dimaafkan selama masyarakat dan rakyat mau
menuhankan para penguasa tersebut. Selama penghambaan rakyat
kepada para penguasa tersebut berlangsung, maka orang-orang selain
mereka tidak mereka sukai, meskipun berbuat kebaikan dan berjalan
pada jalan yang lurus. Padahal gerakan oposisi ini adalah gerakan
penyeimbang yang baik, untuk menasihati dan meluruskan, jika salah.
Jadi ﺪ ﻴﺤﻤ
ﻌﺰﹺﻳ ﹺﺰ ﺍ ﹾﻟ ﻪ ﺍﹾﻟ ﻮﺍ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻣﻨ ﺆ ﻳ ﻢ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺃﹶﻥ ﻬ ﻨ ﻣ ﻮﺍﻧ ﹶﻘﻤ ﺎﻭﻣ mereka tidak menyiksa
orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu
beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji adalah
untuk menggambarkan bahwa mereka sendiri tidak menemukan adanya
suatu cela pada orang-orang mukmin yang lemah tersebut. Bahkan
akhlak mulia mukmin kepada seluruh alam seharusnya membuat
manusia menyukai mukmin, akan tetapi mereka benci, kenapa? Hanya
karena mereka mengarahkan keberagamaan mereka dari orang-orang
tersebut kepada Allah.
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Kata ‘azîz/perkasa
menunjukkan kepada Zat yang menang dan tidak dapat ditundukkan
atau dikalahkan. Sedangkan kata hamîd/terpuji menunjukkan bahwa
Allah adalah pemberi nikmat. Jadi, Allah memiliki dua sisi. Sisi
pengalahan bagi yang takut, dan sisi kebaikan bagi yang menginginkan.
Allah Yang Maha Perkasa dan mengalahkan semuanya. Dia pemilik
kekuasaan secara mutlak. Seluruh alam raya berada dalam genggaman-
Nya. Adapun sifat hamîd karena Dia adalah pemberi nikmat yang
mewajibkan pujian; dan pujian adalah sifat yang harus ada pada-Nya.
Jadi, yang mukmin imani adalah Tuhan yang Maha Perkasa, kuat dan
tidak dapat dikalahkan. Hamîd artinya adalah pemberi nikmat yang
tidak pernah habis dan pujian yang juga tidak pernah pudar. Dengan
akidah dan iman ini, mereka sampai kepada poros kekuatan hidup yang
205
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
206
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
207
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
maka dia akan menjadi penjahat yang sangat merusak di dunia ini. Tapi
saat mereka mendengar: “Yang melakukan kekafiran, dosa besar dan
kemaksiatan akan diampuni ketika bertaubat,” maka ini adalah
pengharapan dan pencerahan.
Allah tidak ingin mengusir mereka yang kafir dan berdosa, karena
kekafiran dan dosa atau kejahatannya. Dia tetap menyarankan kepada
mereka untuk bertaubat, sebagai bukti kasih sayang-Nya. Taubat
menghapus kesalah sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa hubungan
setiap makhluk dengan Tuhan mereka adalah hubungan kasih sayang,
bukan hubungan permusuhan.
Inilah teladan Allah, yang layak diteladani mukmin di dunia, dalam
melihat kejahatan yang menimpa dirinya. Umar bin Khattab berkata
kepada Pembunuh saudaranya yang telah masuk Islam: “Ini adalah
orang yang buas dan jahat?”
Dia berkata: “Apa yang dapat aku lakukan terhadapnya kini, Allah
telah memberinya hidayah untuk beriman, maka masalahnya telah
berakhir.”
ﺤ ﹺﺮﻳ ﹺﻖ
ﺏ ﺍﹾﻟ
ﻋﺬﹶﺍ ﻢ ﻬ ﻭﹶﻟ ﻢ ﻬﻨ ﺟ ﺏ
ﻋﺬﹶﺍ ﻢ ﻬ ﻮﺍ ﹶﻓ ﹶﻠﻮﺑﻳﺘ ﻢ ﹶﻟﺕ ﹸﺛﻢ
ﺎﻣﻨ ﺆ ﻤ ﺍﹾﻟﲔ ﻭ
ﻣﹺﻨ ﺆ ﻤ ﻮﺍ ﺍﹾﻟﺘﻨﻦ ﹶﻓ ﻳﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﱠﺬ
bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang al-
harîq/membakar. Kata al-harîq adalah salah satu neraka. Allah ingin
menerangkan sekilas tentang neraka yang memiliki bahan bakar. Bentuk
neraka jahannam bukan seluruhnya api, di dalamnya terdapat azab
berupa hawa dingin yang amat sangat. Jadi mereka akan diazab dengan
kedua bentuk azab ini. Oleh sebab itu disertakan kalimat “maka bagi
mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang
membakar.”
Atau orang yang kafir terhadap Allah ada dua bentuk: kekufuran
yang tidak mengandung penganiyaan terhadap orang mukmin, apakah
ini akan mendapat balasan atau tidak? Tentu mendapat balasan.
Kemudian kekufuran yang mengandung penganiayaan terhadap
mukmin karena keimanan mereka. Apakah ia tidak akan mendapatkan
balasan yang setimpal atas hal ini? Tentu mendapat balasan. Apakah
sama orang yang kufur terhadap Allah saja dan tidak menganiaya orang
yang beriman, dengan orang kafir terhadap Allah yang selalu
menganiaya mukmin dalam agamanya. Tentu berbeda, siksanya.
Jadi, bagi mereka azab jahannam atas kekufuran mereka meskipun
tidak merugikan mukmin. Kemudian bagi mereka azab neraka yang
membakar karena mereka telah menganiaya mukmin. Artinya, siksa
208
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
209
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
210
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
orang mati, maka air tersebut akan menguap darinya dan kembali turun
dalam bentuk hujan.
Sama halnya dengan mawar yang cantik dan memiliki wangi dan
segar, akan tetapi hanya dengan memetiknya, maka kesegaran tersebut
dapat luntur dan menguap ke angkasa. Hanya yang mengambil
wujudnya yang dapat mengembalikannya kembali. Kemana perginya
wangi yang hilang tersebut? Jadi masalahnya adalah gerakan seluruh
yang ada adalah rotasi atau gerakan yang melingkar.
ﺩ ﺩﻭﺩ ﺍﻟﹾﻮﻔﹸﻔﻮﺭ ﺍﻟﹾﻐﻮﻫ ﻭDia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penga-
sih. Allah Maha Pengampun orang-orang yang berdosa, Allah Maha
Pengasih terhadap orang-orang Ia cintai. Ini menjadi pembelajaran, agar
manusia meneladani dua sifat sebagai makhluk yang beriman kepada
Allah.
Jika ditemukan sifat dari sifat-sifat Allah yang mengandung
superlatif hendaklah dipahami sifat kemahaan itu sesuai dengan
hakekatnya, jika dinisbatkan kepada Allah Swt. Sifat superlatif terdapat
dalam makhluk yang baharu. Makhluk terkadang bersifat kuat dan
terkadang lemah, bahkan dapat menjadi amat kuat dan amat lemah.
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa di dalamnya terdapat superlatif.
Tetapi ketika dikatakan bahwa Allah Swt adalah Maha Pengampun
atau kemahaan dalam ampunan, itu tidak berarti bahwa sifat tersebut
menguat dan melemah, tapi sifat tersebut adalah sifat sempurna yang
selalu ada pada Allah. Sifat superlatif itu ada dalam muta’alliq. Atau
dalam keadaan hamba di mana Allah mengampuni mereka. Allah Maha
Pengampun untuk seluruh hamba yang berdosa, atau Dia Maha
Pengampun untuk seorang yang memiliki dosa yang banyak. Semua ini
adalah muta’aliq dalam ampunan. Mengapa Allah memiliki sifat
kemahaan? Karena kekuatan yang ada di dalam Zat Allah, atau karena
banyaknya muta’alliq yang disebutkan di atas tadi.
Apabila mukmin melihat kata ghafûr, ghaffâr, syakûr, dan shabbûr,
maka diketahui bahwa ia tidak disebut superlatif jika dinisbatkan kepada
Allah Swt, akan tetapi superlatif jika dinisbatkan kepada muta’alliqnya.
Kata ghafur ditemukan dalam bentuk biasa, misalnya: ﺐ ﺮﹺ ﺍﻟﺬﱠﺬﻧ ﹺﻏﹶﻏﺎﻓ
yang Mengampuni dosa, dan dalam bentuk superlatif: ﺏ ﺗﺎﻤﻦ ﺗ ﻟﱢﻤﻔﱠﻔﺎﺭﻧﻲ ﻟﹶﻐﺇﹺﻧﻭ
dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat.
Ghafur tampak dari materi ini terdapat tiga kata: ghâfir, ini adalah sifat
dasar, setelah itu ghaffâr lalu ghafûr. Di dalamnya tidak terdapat
211
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
212
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
213
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
listrik? Apakah ia ada atau tidak? Apakah ada pengaruhnya atau tidak?
Apakah kita dapat menghasilkannya atau tidak?
Kita tidak mengetahui hakikatnya. Tapi, kita mengetahui bahwa
listrik itu ada dan ia sangat bermanfaat bagi kehidupan.
Apabila akalmu berhenti untuk memikirkan hal ini, maka ketahuilah
bahwa berhentinya akalmu untuk berpikir tentang Allah adalah
jawabannya. Karena Dia adalah sesuatu yang tidak dapat digambarkan.
Selama Dia adalah sesuatu yang tidak dapat digambarkan, maka Dia
berada di atas standar pengetahuan. Apabila kita menemukan sesuatu
berada di atas standar pengetahuan kita, maka katakanlah: “Aku tidak
memiliki pengetahuan tentangnya.” Ketidakmampuan untuk mengetahui
adalah sebuah pengetahuan.
Yang mempunyai 'Arsy lagi Maha Mulia.” Kata majîd dalam bahasa
diambil dari wâsi’. Oleh sebab itu salah satu namaNya adalah al-majîd
atau Yang Mahaluas. Yaitu yang luas pemberian-Nya bagi seluruh
tuntutan keberadaan. Selama pemberian-Nya telah luas bagi setiap
tuntutan keberadaan, maka Dia menjadi besar. Bersumber dari keluasan
pemberiannya dan banyaknya pemberiannya, Dia menjadi Mulia dan
agung.
ﺪ ﻳﺮﹺﻳ ﺎﺎ ﹲﻝ ﻟﱢﻤ ﹶﻓﻌMaha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Tidak
seorangpun boleh mengatakan: “Bagaimana mungkin Allah bisa
membuat orang yang beriman kepada-Nya dapat disakiti oleh orang
kafir?” Apakah kemampuan kafir untuk menyakiti mukmin bukan
bagian dari kehendak Allah? Jawabannya, tentu saja tidak. Karena
semua yang ada di alam ini tidak lepas dari kehendak Allah. Tapi,
bagaimana mungkin kafir menang melawan mukmin!?
Kemenangan kafir atas mukmin adalah proses ujian yang akan
memurnikan siapa mukmin sejati dan siapa yang munafik. Atau, siapa
yang jujur dan siapa yang berbohong.
Oleh sebab itu kamu temukan bahwa permasalahan antara para rasul
dengan para musuh mereka selalu berkelanjutan. Tidak seorang
rasulpun begitu diutus, lalu menang, dan dapat menundukkan dunia.
Mereka harus menghadapi kerendahan akal manusia yang tidak terikat
dengan manhaj.
Sebagai contoh, kerajaan Sulaiman. Apakah kita pernah melihat
peperangan yang terjadi antara Sulaiman dan seseorang? Tentu tidak.
Karena Sulaiman memiliki kerajaan. Seakan-akan manusia ketika
disiksa dengan pedih karena tidak lagi memiliki kemampuan dan
214
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
215
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
216
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
217
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
218
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
219
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
220
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
SURAT 86
ATH-THÂRIQ
(MAKKIYAH)
221
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
222
AL-BURÛJ 85 JUZ 30
223
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
224
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
225
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
peralihan makna.
Akhirnya ath-thâriq bermakna orang yang berjalan pada malam
hari. Karena malam mengandung kesunyian. Arti sunyi adalah gerakan
menjadi tenang dan tidak ada keributan. Ketika gerakan di alam menjadi
tenang dan keributan sirna, maka seluruh gerakan orang yang berjalan
akan lebih mudah didengar.
Orang yang berjalan di siang hari tidak dapat didengar gerak
langkahnya, karena gerakan alam di siang hari menimbulkan kebisingan
sehingga meredam suara orang yang berjalan di siang hari itu. Akan
tetapi dalam suasana tenang, orang yang berjalan dapat didengar.
Atau karena ketika orang yang berjalan pada malam hari, pintu
rumah selalu dalam keadaan tertutup, lalu dia mengetuknya untuk dapat
masuk. Sedangkan pada siang hari pintu sering terbuka. Jadi kata
tersebut beralih makna kepada ath-Thâriq (orang yang berjalan pada
malam hari).
Setelah itu terdapat peluasan makna yaitu setiap apa yang datang
kepada manusia baik itu berupa dugaan atau imajinasi, mereka
menyebutnya juga dengan thâriq. Oleh sebab itu mereka mengatakan:
saya berlindung kepada Allah dari prasangka yang datang. Prasangka
adalah sesuatu yang datang dengan keburukan sehingga menimbulkan
kerusakan pada manusia, padanya tidak terdapat masalah yang konkrit.
Oleh sebab itu mereka berkata: thâriq dapat saja tidak diberi izin dan
mungkin saja ditolak jika berbentuk materi. Akan tetapi jika immateri,
tidak dapat diketahui bagaimana ia dapat menyusup ke dalam dirimu.
Ini adalah rahasia berbagai jenis dari ath-Thâriq. Rahasia jenis ath-
thariq ini yang tidak dapat kamu tutupi dengan menutup pintu, atau
menolaknya ketika kamu melihatnya. Akan tetapi ia menyusup dengan
lembut ke dalam hatimu, ini yang disebut dengan thariqul hammi.
Bintang yang cahayanya menembus. Arti kata tsâqib adalah bahwa
cahaya bintang menembus kegelapan. Ini merupakan salah satu bukti
kekuasaan Allah di alam ini. Kenapa? Karena Allah Swt ingin
menjelaskan tentang pemeliharaan-Nya terhadap makhluk-Nya. Ketika
matahari mengirim sinarnya pada siang hari, manusia mulai sibuk
melakukan aktivitasnya dan mereka mengetahui apa yang mereka
terima. Apabila malam telah tiba membawa kegelapan menyelimuti
alam, terkadang manusia terpaksa berkerja atau berjalan pada malam
hari.
Allah Swt tidak melarang aktivitas jenis ini meskipun Dia telah
226
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
menciptakan matahari. Oleh sebab itu, dalam ayat yang lain Dia
berfirman: “(Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dengan
bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS an-Nahl [16]:
16)
kegelapan malam dapat ditembus oleh sinar bintang yang datang
adalah hal yang dapat disaksikan lalu ditergaskan bahwa ia adalah
thâriq. At-thâriq ditujukan bagi sesuatu yang konkret karena perubahan
arti terakhir bagi kata thariq adalah sesuatu yang datang kepadamu dari
jenis apa saja; baik itu prasangka, atau imajinasi atau sesuatu yang tidak
memiliki suara.
Ketika Allah berfirman: ﺐ ﻗ ﻢ ﺍﻟﺜﱠﺎ ﺠ ﺍﻟﻨyaitu bintang yang cahayanya
menembus, menunjukkan bahwa sinar yang datang berasal dari bintang.
Jika sinar bintang tidak datang pada malam hari, maka kegelapannya
akan menyeluruh. Selama kegelapannya menyeluruh, maka gerakan
tidak akan dapat dilakukan dengan leluasa. Seakan-akan di sini Allah
berkata: “Bintang menembus malam dengan sinarnya, merupakan
bagian dari perlindungan Allah terhadap manusia.”
Allah memberikan sinar matahari pada siang hari, dan sinar bintang
pada malam hari, sehingga siapapun yang ingin melakukan aktivitas
kehidupan dapat melakukannya pada waktu siang dan malam.
Kita selalu mengatakan bahwa sumpah yang ada dalam Alquran
haruslah berhubungan dengan sesuatu yang disumpahkan yang
bertujuan sebagai penegasannya. Maka apa hubungan at-thariq yang
merupakan “bintang yang cahayanya menembus” dengan apa yang
disumpahkan oleh Allah Swt; ﻆ ﹲﺣﺎﻓﻬﺎ ﺣﻬﻠﹶﻴﻤﺎ ﻋﻔﹾﺲﹴ ﻟﱠﻤ ﺇﹺﺇﻥ ﻛﹸﻞﱡ ﻧtidak ada suatu
jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya. Kata hâfidz di sini diambil
dari kata al-hifdzu yang berarti pemeliharaan dan penjagaan dari yang
menjaga terhadap yang dijaga. Atau datang dari hâfidz yang berarti
pengawas yang tidak ada sesuatupun yang luput darinya.
Apabila kita mengambil kata hâfidz dengan arti yang dijaga dan
dipelihara dengan pemeliharaan-Nya, kita temukan Allah Swt berkata
dalam ayat yang lain: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah.” (QS ar-Ra'ad [13]: 11) yaitu bahwa
penjagaan tersebut berasal dari perintah Allah.
Banyak peristiwa yang terjadi pada manusia yang tidak mungkin
ditolak dengan kekuatan atau kemampuannya. Dia berkata: “Ini adalah
masalah yang berat, saya tidak dapat mengatasinya, akal saya juga
227
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
228
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
229
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
230
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
Allah untuk mengatur alam ini menjadi lebih baik. Seluruh jenis yang
ada di alam ini tunduk untuk melayani manusia, karena manusia
memiliki berbagai keistimewaan dan tanggung jawab.
Tumbuhan memiliki keistimewan dari benda dengan gerakan
pertumbuhannya. Hewan lebih istimewa dari tumbuhan karena ia
memiliki insting. Sedangkan manusia berbeda dari hewan dengan akal
pikiran. Jadi puncak tertinggi dari jenis-jenis tersebut adalah manusia, di
bawahnya hewan, tumbuhan dan terakhir benda.
Ia berfirman: “Wahai manusia yang berada pada posisi puncak
kesempurnaan, lihatlah dari apa kalian diciptakan!” Maka hendaklah
manusia melihat dari apa ia diciptakan.
Kata melihat di sini jika kamu dengar dari Alquran bukan berarti
sekedar melihat dengan mata, akan tetapi artinya adalah berpikir atau
gunakan akal dan pikiran. Karena berpikir adalah sepertiga dari
penglihatan. Seakan-akan artinya berpikirlah dan ambillah kesimpulan
berdasarkan fakta dan data melalui pengamatan. Pengamatan atas fakta
dan data akan membawa ilmuan sampai kepada kenyataan.
Setiap percobaan ilmiah dimulai dengan pengamatan atas fakta dan
data yang bertebar di alam ini. Fakta dan data diuji di laboraturium,
secara terus menerus dan berkesinambungan berdasarkan hipotesa yang
akan ditetapkan sebagai teori. Kemudian teori yang dibangun dicoba
untuk diperaktekkan dalam dunia nyata. Hingga teori ini dapat berdaya
guna dalam membangun pradaban manusia yang dikehendaki Allah.
Jadi dasar ilmu pengetahuan adalah penglihatan atau observasi
hingga memiliki wawasan yang luas dan tidak sempit. Selama manusia
tidak menciptakan dirinya dan tidak memberikan kepemimpinan ini
baginya dan tidak mendapatkannya dengan kekuatannya maka wajib
bagi dirinya untuk memahami kisah asal penciptaannya.
“Hendaklah manusia melihat” jadi apa yang dimaksud dengan
manusia di sini? Maksud redaksi ayat ini ditujukan kepada manusia
yang diciptakan dari air yang memancar, bukan kepada Nabi Adam
diciptakan dari tanah. Allah ingin memalingkan manusia selain Adam
kepada ungkapan tentang proses penciptaan diri mereka. Allah tidak
meminta mereka untuk melihat, kecuali jika di sana terdapat kebodohan.
Tidak terdapat kebodohan, kecuali jika manusia tidak menyaksikan hal
ini. Adapun Adam telah menyaksikan penciptaan dan penghembusan
napas dengan kekuasaan Allah. Artinya, Adam telah menyaksikan
proses penciptaan dirinya, sedangkan keturunannyanya tidak
mengetahui bagaimana Allah menciptakan ini. Jadi maksud manusia
231
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
pada ayat ini adalah seluruh manusia kecuali Adam dan Hawa.
Allah Swt mengatakan ﻖ ﻓ ﹴ ﺍﺎﺀ ﺩﻦ ﻣﻖ ﻣ ﻠ ﺧ Dia diciptakan dari air yang
terpancar. Maksud dari penciptaan pada ayat ini adalah menciptakan
dari ketiadaan atau dari nol. Maksud dari nol atau tiada ada dua:
pertama, nol dalam arti ketiadaan sama sekali atau kosong melompong.
Kedua, tercipta dari benda yang ada tapi benda itu tidak layak untuk
menjadikan manusia seutuhnya.
Jika dilihat misalnya kepada bahan yang darinya manusia
diciptakan, maka ditemukan sperma yang bertemu dengan ovum
sehingga muncullah sel. Setelah itu sel terbagi. Sel ini tidak memiliki
akal, pengetahuan dan kehendak, akan tetapi ketika ia mengalami
pembelahan, ini adalah sesuatu yang menakjubkan, Allah yang
menciptakannya memberi petunjuk jalan kepadanya.
Setelah sel terbagi, ditemukan sebagian sel membentuk untuk
membuat tulang, sebagian yang lain membentuk otot, sebagian lagi
membentuk urat. Yang bekerja membentuk tulang, tidak seluruhnya
membentuk tulang yang satu dan sejenis, karena tulang itu sendiri
memiliki jenis. Sel ini dapat membentuk bagian-bagian tulang yang
beragam: tulang yang kosong, tulang permukaan dan tulang dalam.
Pekerjaan yang tidak mungkin dapat terwujud kecuali apabila di
belakangnya terdapat Pengatur yang meletakkan segala sesuatu yang
berhubungan dengan instink ini pada rel-relnya sehingga dapat
menghasilkan misi yang dituju. Ia menjadi satu sel kemudian ini
menjadi tulang, dan ini menjadi alat pencernaan dan yang ini menjadi
alat pernafasan, dan ini menjadi urat. Semua ini berbahan dasar dari satu
satu.
Ini menunjukkan pada apa? Menunjukkan bahwa di belakang
manusia yang besar ini terdapat Allah sebagai kekuatan yang besar,
Tuhan yang memiliki kemampuan yang luar biasa, arsitektur ulung atau
Tuhan yang meletakkan dalam sel sarana kehidupan.
Ketika berbicara tentang proses penciptaan, Allah Swt mencabut
dan meralat pemikiran manusia yang salah bahwa penciptaannya harus
melalui sebab, yaitu lahirnya bayi harus melalui air yang memancar
yang keluar dari tulang sulbi dan tulang dada. Tidak, sebenarnya tidak
demikian, penciptaan dan kelahiran manusia terjadi karena Allah ingin
menciptakan dan membuat bayi itu lahir. Dia dapat saja menciptakan
manusia tanpa sebab, sebagaimana Dia menciptakan Adam.
Allah mengajarkan kepada kita bahwa sebab bukanlah yang menjadi
232
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
kan, akan tetapi musabab atau Allah yang menjadikan. Ketika tidak ada
air yang memancar dari tulang sulbi dan dada, Allah telah menciptakan
bapak kalian Adam. Dia juga telah menciptakan dari satu tanpa ada
yang lain seperti proses penciptaan Hawa dan Isa. Jadi masalahnya
bukan seputar sebab. Karena sebab tidak berperan tanpa Allah.
Terkadang terdapat dua sebab secara bersamaan yang merupakan air
yang memancar dan keluar dari tulang sulbi dan tulang dada, akan tetapi
Allah Swt menghendaki tidak tercipta kelahiran bayi. Allah berfirman:
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan
apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan
kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki
kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua
jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya),
dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya
Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (QS asy-Syûrâ [42]: 49)
Walaupun dua sebab berupa mani ayah dan ovum ibu ada dan telah
bertemu, namun tetap saja ditemukan sepasang manusia tidak memiliki
anak. Jadi, di balik sebab ada Allah yang menciptakan. Dia menjadikan
mandul siapa yang Dia kehendaki.
ﻓ ﹴﻖ ﺩﺩﺍ ﻣﺎﺀﻣﻣﻦ ﻣ ﻖ ﻠ ﺧ ﻖ ﻠ ﺧ ﻢ ﻣ ﺴﺎ ﹸﻥ
ﺴ
ﻴﻴﻨ ﹸﻈ ﹺﺮ ﺍ ِﻹﻹﻧ ﹶﻓﻠﹾmaka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, Dia diciptakan dari air
yang terpancar. Setelah itu Allah menjelaskan sekali lagi tentang air
yang hina. Ketika manusia melihat kepada inti air, dia akan menemukan
bahwa padanya tidak terdapat kekuasaan, kehendak dan kebutuhan
untuk tercipta, akan tetapi kehendak Allah yang membuatnya
mengandung cikal-bakal manusia.
Hewan juga berasal dari air yang memancar dari tulang sulbi dan
tulang dada. Kenapa mengeluarkan hewan yang tidak memiliki akal
pikiran dan senantiasa berada pada posisi rendah sama dengan
mengeluarkan manusia dengan seluruh keistimewaannya yang tinggi?
Jadi masalahnya bukanlah pada air yang memancar, bukan tulang sulbi
atau tulang dada. Akan tetapi masalahnya adalah kehendak Pencipta
yang membentuk makhluk tersebut.
Menurut para ulama, janin yang ada dalam kandungan ibunya,
belum menjadi manusia kecuali setelah 120 hari. Rasulullah Saw
bersabda: “Seseorang dari kalian akan berada dalam kandungan ibunya
empat puluh hari sebagai nutfah kemudian menjadi ‘alaqah dalam
233
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
waktu yang sama lalu menjadi mudhghah dalam waktu yang sama,
kemudian datang malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh kepadanya.
Ruh bukankah pertumbuhan, tapi ruh adalah kehidupan. Ruh
kehidupan muncul setelah 120 hari. Sedangkan pertumbuhannya telah
ada sxejak hari pertama. Contohnya, biji-bijian yang disebar di atas
tanah akan tumbuh. Ia tumbuh tapi belum hidup. Walaupun benih-binih
kehidupan ada padanya, hingga ia hidup dalam arti sebenarnya, baru ia
disebut dengan kehidupan.
Pada mani juga terdapat benih kehidupan. Setelah ia berada di
dalam ovum, datang padanya kehidupan secara nyata. Pada saat itu
Allah memberikan ruh kehidupan, melalui malaikat. Jadi, kata ruh
bukan yang darinya muncul pertumbuhan, tapi kata ruh darinya muncul
kehidupan.
Ketika hadis berbicara tentang penciptaan manusia maka kehidupan
ada padanya, dalam masa tersebut padanya tidak terdapat pembentukan
insaniy atau ruh insaniyah kecuali setelah umur ini. Oleh sebab itu ini
adalah dasar pandangan orang yang membolehkan aborsi sebelum masa
ini. Ia berkata karena padanya tidak terdapat kehidupan. Ia adalah
sesuatu yang tumbuh dapat menjadi manusia, akan tetapi belum
dianggap sebagai manusia yang hidup dengan ruh.
ﻓ ﹴﻖ ﺍﺎﺀ ﺩﻦ ﻣﻖ ﻣ ﻠ ﺧ dia diciptakan dari air yang terpancar. Kata dari air
yang terpancar ini menyandarkan kata memancar kepada air yang
menunjukkan bahwa ia tidak dipancarkan dengan kehendakmu. Karena
ia tidak memiliki pilihan untuk mengeluarkan dan menahan air agar
tidak terpancar darinya. Maka seakan-akan memancar adalah
kekhususan yang ada pada air itu sendiri, ia keluar dengan kuat dan
keras di mana jika manusia dengan kehendaknya ingin menahannya ia
tidak akan mampu.
Oleh sebab itu Allah tidak mengatakannya madfuq (dipancarkan)
yang mengindikasikan hilangnya perbuatan. Kamu memiliki air yang
memancar yang menunjukkan bahwa padanya terdapat kekhususan.
Ketika seorang pria telah dewasa dan sampai pada puncak klimaks
seksual, air tersebut mengalahkannya di mana ia tidak dapat
menahannya secara mutlak. Jadi penisbatan memancar kepada air, ini
memberikan pemahaman kepada kita bahwa ia berada di luar kehendak
manusia.
ﺐﺋ ﹺﺍﺮﺍﻟﺘﺐ ﻭ
ﹾﻠ ﹺﻴ ﹺﻦ ﺍﻟﺼ ﺑ ﻦﺝ ﻣ
ﺮ ﺨ
ﻳ yang keluar dari antara tulang sulbi dan
tulang dada. Ia memberikan banyak dugaan bagi para peneliti bahwa
234
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
nuthfah berasal dari mani pria dan air wanita yang keluar setelah terjadi
hubungan seksual. Sebenarnya tidak demikian. Air wanita dalam
hubungan seksual tidak ada andilnya dalam pembentukan manusia.
Wanita memiliki ovum atau sel telur yang ada dan berstatus sebagai
tempat pembuahan. Keberadaannya ada saat melakukan hubungan
seksual atau pun tidak. Ovum memiliki masa subur, maka ketika secara
takdir bertemu dengan air pria di masa itu, maka terjadilah proses
perttumbuhan.
Yang dimaksud dengan air adalah air yang memancar “yang keluar
dari antara tulang sulbi dan tulang dada” adalah air yang dihasilkan
dalam hubungan seksual oleh pria. Akan tetapi jika dinisbatkan kepada
wanita, maka maksudnya bukan air yang muncul pada saat melakukan
hubungan seksual akan tetapi air yang ada pada ovum itu sendiri baik
ketika ia mengalami hubungan seksual atau tidak.
Di sini muncul permasalahan, permasalahan ini muncul dari orang-
orang yang melakukan penyelidikan di dalam Alquran dan Hadis,
mereka melakukan penyelidikan untuk mencari titik lemah Alquran dan
Hadis, atau membenturkan Alquran dengan Hadis.
Niat mereka di awal adalah ingin mejatuhkan keagungan Hadis dan
membenturkannya dengan keabsahan Alquran. Tapi akhirnya mereka
salah dan kalah. Niat mau menghancurkan, malah yang terjadi
memperkuat dan mengukuhkan kebenaran Alquran dan Hadis, serta
kedauanya saling mendukung, bukan salaing berseberangan
sebagaimana yang mereka inginkan.
Hadis yang terkait dengan ayat di atas berbunyi: “Ketika ditanya
kepada Nabi Muhammad bagaimana bisa seorang anak menjadi laki-
laki atau perempuan?” Nabi Muhammad berkata: “Apabila air laki-laki
mendahului air perempuan, maka sang anak akan mengikuti jenis
bapaknya (laki-laki) dan apabila air perempuan mendahului air laki-laki,
maka sang anak akan mengikuti jenis ibunya (perempuan).
Para orientalis tersebut berkata: “Pertama, air wanita tidak memiliki
andil dalam proses ini. Air tersebut pada saat proses berasal dari tulang
sulbi laki-laki dan tulang dada. Agar mereka dapat mengatakan bahwa
hadis tidak sesuai dengan hakikat alamiyah dan ilmiyah. Kedua, dalam
hal penentuan jenis kelamin anak. Mereka mengatakan secara ilmiyah
telah ditetapkan bahwa air mani wanita adalah ovum, dan ovum tidak
memiliki andil dalam penentuan jenis kelamin laki-laki atau perempuan,
akan tetapi yang menentukannya adalah air mani laki-laki itu sendiri.
Menjawab persoalan yang disampaikan di atas berikut ini
235
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
236
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
237
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
238
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
239
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
yang memancar dan masuk ke dalam rahim ibu, kemudian tumbuh dan
hidup. Jadi, kehidupan di alam ini adalah rentetan undang-undang dan
peraturan yang bergerak selaras. Undang-undang yang selaras ini diatur
oleh satu hukum. Hukum yang satu ini berlaku dalam setiap jenis wujud
dalam alam yang tinggi maupun alam yang rendah. Hukum satu itu
berbunyi Pencipta alam ini adalah Satu.
Jika pada kumpulan ayat sebelumnya Allah Swt berbicara tentang
air yang memancar yang keluar dari tulang sulbi dan tulang dada
sebagai awal dari proses kelahiran manusia. Maka di sini Allah
memaparkan penopang kehidupan yang prinsip yaitu turunnya hujan
yang membawa air kehidupan. Allah Tuhan yang menciptakan manusia,
Dia juga Tuhan yang memberikan segala fasilitas untuk kelangsungan
hidup manusia.
Setelah itu, Alquran memaparkan tentang alam raya dan jiwa
manusia, untuk memberikan kepada kita keselarasan yang bermuara
pada satu titik bahwa Tuhan yang menciptakan alam, Ia adalah Tuhan
Pencipta manusia. Lebih dari itu, Dia adalah Pewahyu Alquran. Selama
Dia adalah Pencipta alam semesta dan Pencipta jiwa manusia serta
Pewahyu Alquran, maka manusia yang cerdas harus mengambil ajaran
dari-Nya, dan harus sampai pada satu titik bahwa ajaran tersebut adalah
pemisah. Demi langit yang mengandung hujan, dan bumi yang
mempunyai tumbuh-tumbuhan.
Kembali kepada Alquran, ﻞ ﺼﹲ
ﻮ ﹲﻝ ﹶﻓ ﻪ ﹶﻟ ﹶﻘ ِﻧsesungguhnya Alquran itu
benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil.
Qaulun fashl artinya seluruh masalah yang tersebut di dalam Alquran,
telah dijawab dengan tuntas oleh Alquran itu sendiri. Arti qaulun fashl
adalah munculnya pertentangan seputar banyak hal dari kedua belah
pihak yang bertikai dan keduanya menginginkan adanya seorang
pemisah antara mereka berdua dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Solusinya ada pada Alquran.
Selain solusi ada pada Alquran, solusi juga didapat pada diri Nbabi
Muhammad, dan kaum muslimin: “Supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu d an s upaya ka mu se mua menja di sa ksi atas segenap
manusia.” (QS al-Hajj [22]: 78)
Allah menjadikan umat Islam sebagai solusi atas permasalahan
manusia. Diutus Nabi Muhammad sebelumnya dengan membawa
Alquran agar keduanya dapat menjadi solusi dan saksi bagi manusia.
Untuk itu, dituntut dari kita semua agar dapat menjadi saksi bagi seluruh
240
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
241
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
242
ATH-THÂRIQ 86 JUZ 30
cobaan dan ujian yang terjadi dalam hidupmu dan hidup mukmin hanya
merupakan saringan untuk mencapai derajat mukmin sejati. Jika mereka
bersabar atas cobaan, maka mereka layak untuk menjadi dai bagi
dunia.”
ﺪﺪﺍ ﻳﻭ ﺭﻢﻬﹺﻠﹾﻬ ﺃﹶﻣkarena itu beri tangguhlah kaum kafir itu. Hal ini menan
dakan bahwa penagguhan tidak panjang. Apabila kita analisa sejarah
dakwah para nabi dan mukmin, maka kita temukan bahwa penangguhan
dengan kemenangan kafir itu tidak berlangsung lama. Penangguhan itu
perlu untuk memberikan pelajaran bagi para tentara dakwah agar tetap
teguh pendirian dan sabar atas segala penderitaan. Jika mereka telah
berhasil dalam menghadapi ujian dengan keteguhan dan kesabaran
maka masa penangguhan pun berakhir. Selanjutnya datang
“pertolongan dari Allah dan kemenangan dan manusia memasuki
agama Allah secara berbondong-bondong.” Sampai jumpa di surat
berikutnya.***
243
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
244
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
SURAT
AL-‘ALÂ 87
(MAKKIYAH)
245
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
246
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
Bila kita paparkan surat ini secara global ditemukan pertama kali
bahwa surat ini dinamakan al-A’lâ. Itu karena al-A’lâ merupakan satu
kondisi dari beberapa kondisi yang menyebabkan manusia harus
bertasbih kepada Allah.
Menurut riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Daud,
Baihaqi bahwa saat ini merupakan surat musabbihat yang dicintai
Rasulullah. Maksud dari surat musabbihat ialah surat yang awal ayatnya
dimulai dengan sabbaha seperti ﺽ ﹺﻭﺍﻷَﺭ ﻭﻮﺍﺕﻮﻤﻓﻲ ﺍﻟﺴﻣﺎ ﻓ ﻣﻠﱠﻪ ﻟﺢﺒ ﺳsemua yang
berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih. (QS al-Hadîd [57]:
1)
Untuk itu Rasulullah selalu berusaha untuk tetap membacanya pada
setiap salat Jum’at dan salat dhuha dan Hari raya. Hingga walaupun
berkumpul jum’at dan hari raya, maka ia membacanya saat hari raya
dipagi hari dan membacanya waktu Zuhur di siang hari. Ini
menunjukkan bahwa Rasulullah merupakan ummy di tengah masyarakat
yang ummi, lalu mendapatkan wahyu iqra’ dari Zat yang tinggi (A’la) di
atas sana.
Sebagaiman diketahui bahwa Nabi Muhammad ummy tidak dapat
membaca dan menulis, maka ditemukan dalam surat ini firman Allah:
ﻘﹾﺮﹺﺋﹸﻨ ﺳKami akan membacakan (Alquran) kepadamu (Muhammad) (QS
ﻚ
al-'A'la [87]: 6) dilanjutkan dengan ﺴﻰ
ﺴﻨ ﻓﹶﻼﹶ ﺗmaka kamu tidak akan lupa.
Sebagaimana diketahui Rasulullah bukanlah seorang yang terkenal
sebagai perawi kisah, atau perawi kitab suci, atau perawi syiir. Dia tidak
juga merupakan orang yang hapal keturunan sampai ke nenek moyang.
Ringkasnya, dia bukanlah seorang yang memiliki akal saat menerima
informasi dapat langsung direkam dan diungkapkan sebagaimana
adanya.
Ketika wahyu pertama turun dan memerintahkannya membaca,
maka diapun membaca dengan najm. Terkadang najm itu panjang
sampai 2/4 atau ¾, maka bagaimana dia dapat mengulanginya setelah
itu? Ia mendapat pesan Allah yang menyenangkan hatinya yaitu Kami
akan membacakan (Alquran) kepadamu (Muhammad) ini satu, dan
kedua adalah maka kamu tidak akan lupa yang merupakan kabar
gembira. Inilah satu kondisi dan alasan mengapa Nabi Muhammad
sangat mencintai surat ini.
Selanjutnya, setelah ayat dibacakan dan terekam di dalam otak yang
tidak pernah mengalami lupa, ayat tersebutpun ingin dipraktekkan agar
247
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
248
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
249
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
250
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
sekali dan sempit. Kesempitan itu berguna agar saripati itu dapat naik ke
atas, sebab bila selang itu besar niscaya turunlah sari pati itu.”
Suatu hal yang menarik bahwa selang itu dapat memisahkan antara
unsur yang dibutuhkannya dari yang tidak dibutuhkannya. Hal itu sesuai
dengan firman Allah: “Di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon
korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air
yang sama.” (QS ar-Ra'ad [13]: 4)
Didatangkan dengan air karena ia pelarut bagi saripati makanan
setelah itu ﻞ
ﹸـ ﹺ
ﻓـﻲ ﺍﻵﻛﻛـ
ـﺾ ﻓ
ﹴﻌﻠﹶﻠﻰ ﺑﻬﺎ ﻋﻬﻀﻌﻞﹸ ﺑﻔﹶﻀﻧ ﻭKami melebihkan sebahagian
tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. (QS ar-
Ra'ad [13]: 4) itu karena selang rambut tadi dapat memilih saripati
makanan yang dibutuhkannya, dan meninggalkan sari pati makanan
yang tidak dibutuhkan.
Hal itu sesuai dengan yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk. Menurut ilmuwan biologi hal itu disebut dengan
“kemampuan memilih.” Siapa yang mengilhami tumbuh-tumbuhan
hingga dapat memilih sari pati makanan? Itulah takdir Allah yang
menunjukkan kepada seluruh makhluknya selain manusia.
Dalam tubuh manusia sendiri pun, di mana akal tidak dapat
intervensi di dalamnya ditemukan yang menentukan kadar (masing-
masing) dan memberi petunjuk. Contohnya, saaat tubuh manusia
berkembang ditemukan makanan yang masuk lebih banyak dari pada
ampas yang dikeluarkan. Makanan yang masuk ini berguna untuk
mengganti bahan bakar pemanas yang sudah berhenti bergerak. Lebih
dari itu makanan yang dikonsumsi berguna untuk membangun sel-sel
tubuh. Semua ini di luar intervensi manusia, dan dia sendiri tidak
mengetahui proses itu. Makanan tersebut membentuk lemak, tulang dan
daging, serta berproses di dalamnya. Di mana bila manusia tidak
mengonsumsi makanan mulailah ia menentukan kadar (masing-masing)
dan memberi petunjuk dengan cara mengambil lemak sebagai bahan
bakar cadangan.
Suatu hal yang menarik yang sampai sekarang masih dipelajari
ilmuwan bahwa lemak itu merupakan satu-satunya unsur tubuh yang
dapat berubah menjadi apa saja di dalam tubuh untuk menutupi
kebutuhan tubuh manusia. Saat lemak tubuh telah habis, tubuh pun akan
menjadikan tulang sebagai bahan bakar cadangan. Hal ini disinggung
Alquran melalu lisan Nabi Zakaria.
251
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
252
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
253
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
254
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
berbenturan dengan seluruh isi kosmos itu, serta dia tidak merusak
irama tersebut.
Jadi semboyan yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan
-Nya) merupakan alasan penting kenapa Dia itu Tuhanmu Yang Maha
Tinggi. Zat Allah Yang Maha Tinggi ini menjadi alasan utama kenapa
manusia cerdas harus bertasbih untuknya.***
255
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Apa yang dibaca secara rahasia atau pelan dalam salat Zuhur, Asar dan
salat sunat. Dapat juga diartikan mengetahui yang jahar/nyata dari
perbuatan manusia, dan apa yang tersembunyi dari perkataan dan niat
manusia.
ﺮﻯﺮﺴﻠﹾﻴ ﻟﻙﺮﺴﻴﻧ ﻭKami akan memudahkan bagimu ke jalan kemudahan
(mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat), Allah akan mempermudah
bagi mukmin untuk menghapal Alquran dan menyampaikan risalah
dakwah. Dapat juga diartikan dengan Allah akan terus menolong
mukmin dalam ketaatan. Atau, Allah akan memudahkan mukmin dalam
melakukan segala pekerjaan yang menghantarkan dirinya ke surga.
ﺮﻯ ﺍﻟﺬﱢﻛﹾﺮﺖﻔﹶﻌ ﹺﺇﺇﻥ ﻧ ﻓﹶﺬﹶﻛﱢﺮoleh sebab itu berikanlah peringatan, karena peri
ngatan itu bermanfaat. Ingatkan manusia dengan Alquran. Sebab
nasihat itu penting untuk disampaikan. Walaupun yang mengambil
nasihat dari Alquran itu hanya orang-orang yang takut kepada Allah.
Atau ajakan dakwah dan nasehat itu bermanfaat bagi hati yang cerdas
dan pro aktif.
ﺸﻰ ﺸﺨﻣﻦ ﻳ ﻣﺬﱠﻛﱠﺮﻴ ﺳorang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pela
jaran, Alquran menjadi sumber nasihat bagi manusia yang takut kepada
Allah dan berserah diri kepada-Nya. Atau maknanya, mukmin akan
mendengar nasihat, beriman dan beramal saleh selama dia takut kepada
siksa Allah.
ﺷ ﹶﻘﻘﻰ ﻬﻬﺎ ﺍ َﻷ ﺒﺠﻨ
ﺘ َﻳorang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. Mak
na nya, kafir terkadang menjauh dari nasehat yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad dan mukmin. Atau orang-orang yang sakit hati dan
menderita saat melihat Islam jaya, akan menjuahkan diri dari Alquran
dan Islam. Karena menurut ilmu Allah, orang seperti ini pasti berada di
neraka. Seperti Walid, Abu Jahal dan orang-orang seperti mereka.
ﺮﻯﺮ ﺍﻟﹾﻜﹸﺒﻨﺎﺭﻠﹶﻠﻰ ﺍﻟﻨﺼﺬﻱ ﻳ( ﺍﻟﱠﺬyaitu) orang yang akan memasuki api yang be
sar (neraka). Pada hari kiamat nanti mereka akan masuk ke dalam api
neraka. Api yang besar, karena api dunia sebesar apapun ia tetap saja
dinilai dengan api yang kecil. Dari Anas bin Malik Nabi bersabda: “Api
di dunia ini 1 dari 70 bagian dari api neraka.” (HR Ibnu Majah)
Ulama berkata: “Tanda-tanda orang tersiksa dan menderita ada
sembilan: 1. banyak makan 2. banyak minum, 3. banyak tidur, 4.
berterusan dalam dosa, 5. Ghibah, 6. keras hati, 7. banyak dosa, 8. lupa
mati, 9. lupa berada di hadapan Allah. Orang seperti ini layak masuk ke
256
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
dalam neraka.
ﻴﻴﻰﺤ
ﻭﻻ ﻳﻬﺎ ﻭﻓﻴﻬ ﻓﻤﻮﺕﻤ ﻻ ﻳ ﺛﹸﻢselanjutnya dia di sana tidak mati dan tidak
(pula) hidup. Mereka tidak mati di dalam api neraka, hingga dapat
istirahat dari siksaannya. Tidak juga hidup yang dapat memberi
manfaat. Quthbi berkata: “Inilah siksaan bagi orang yang hampir mati,
tapi tak mati-mati.” ***
257
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
258
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
259
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
260
AL-‘ALÂ 87 JUZ 30
berkata: “Segala puji bagi Allah yang menjauhkan yang tercela dariku
dan maafkan aku.”
Bayangkan jika seseorang begitu kebelet dan ingin buang hajat tapi
tidak mendapatkan tempat untuk buang hajat. Tentu dia akan merasa
kesulitan. Bayangkan bagaimana jika manusia tidak dapat buang hajat,
tentu ini sangat berbahaya dan menderita. Untuk itu syukur adalah
ucapan logis saat dapat buang hajat.
Terkait dengan buang hajat, ditemukan dialog yang terjadi antara Ibn
as-Samak dengan al-Mahdi Khalifah atau raja pada masa itu. Ibn as-
Samak berkata kepadanya: “Wahai Amirul Mu’minin kalau terhalang
dari kamu secangkir air, berapa akan kamu beli dengan tahtamu?
Dia menjawab: “Setengah dari tahtaku”
Dia berkata: “Jika kamu ingin mengeluarkannya, tapi dia tidak dapat
keluar, berapa harga yang kamu bayar untuk dapat mengeluarkannya?”
Dia menjawab: “Seluruh tahtaku.”
Dia berkata: “Sesungguhnya tahta ini bernilai dengan segelas
minuman yang pantas di abaikan. Lebih dari itu, tahta ini sama dengan
nilai air seni yang dapat keluar dari tubuh manusia. Bagaimana kita
membangkakan kerajaan yang nilainya tidak lebih dari air seni yang
keluar.”
Dengan demikian, ketika mukmin berkata: ﻚ ﺮﺍﻧ ﻏﹸﻔﹾﺮampunilah kami ya
Tuhan kami, dapat diartikan dengan dua hal: pertama, bahwa mohon
ampun dipinta atas segala kelalaian yang terjadi, saat lupa mengingatmu
di dalam kamar mandi. Kedua, karena Engkau telah memberikan nikmat
makanan yang begitu baik, dan keluar dari tubuhpun mudah, tapi saya
belum mensyukuri nikmat ini dengan maksimal, untuk itu ampunilah
saya, ya Allah.***
261
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
262
AL-GHÂSYIYAH 88 JUZ 30
SURAT 88
AL-GHÂSYIYAH
(MAKKIYAH)
263
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
264
AL-GHÂSYIYAH 88 JUZ 30
265
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
266
AL-GHÂSYIYAH 88 JUZ 30
267
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
268
AL-GHÂSYIYAH 88 JUZ 30
269
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
dan hasil yang dilakukan untuk diri, anak dan keluarga, untuk meraih
pangkat dan kedudukan ditemukan sia-sia di akhirat. Tidak saja dia
dapat masuk surga, bahkan lebih dari itu dia dijebloskan ke dalam api
neraka. Jadi, usaha yang dilakukannya itu merupakan perbuatan bodoh.
Orang yang bijak tidak mau melakukan perbuatan yang sia-sia.
Dalam kaitan ini Allah berfirman: “Kami hadapi segala amal yang
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
beterbangan.” (QS al-Furqân [25]: 23) Kenapa? Itu karena mereka
melakukan sesuatu di dunia dan tidak sedikit pun di dalam sanubarinya
Allah. Setiap manusia bekerja dan meminta hasil kerjanya dari orang
yang memberi upah. Selama kamu bekerja untuk mendapat upah
duniawi, maka bagaimana mungkin di akhirat mereka meminta upah
pahala dari Allah? Selama kamu berbuat untuk dikatakan begini dan
telah dikatakan, maka lunaslah sudah upah kerja itu.
Orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah
seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang
berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun
dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). (QS Ibrâhîm [14]: 18)
Kerja orang kafir itu diumpamakan dengan fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi
bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Di
dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya. (QS an-Nûr [24]: 39)
Lihat betapa terkejutnya kafir yang terungkap dalam ﻩ ﺪ ﻨـ ـﻋﻨ ﻪ ﺪ ﺍﻟ ﱠﻠ ﺟ ﻭ ﻭ
didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya. Itu karena perbuatan mereka
habis begitu saja bagaikan fatamorgana. Mereka dikejutkan dengan
keberadaan Allah. Di sini Allahlah satu-satunya yang dapat memberi
pahala dan upah. Selama kafir memperoleh kegagalan, maka bagaimana
mereka meminta kepada Allah? Jika mereka meminta minum, niscaya
mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan wajah. (QS al-Kahfi [18]: 29)
Jadi didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, secara terpaksa harus
diakui dan dalam kondisi yang sudah kejepit. Itu karena semua
perbuatan kafir sia-sia, dan bahkan dia pun masuk neraka. Allah
menerangkan kedunguan manusia dalam bergerak dan bekerja hingga
tidak mencapai tujuan yang dapat membayar jerih payah yang telah
dikeluarkan.
ﺔ ﻴﻴ ﹴﻦ َﺀﺀﺍﹺﻧ ﻋ ﻦ ﻣ ﺴ ﹶﻘﻘﻰ
ﺗ ﻴ ﹰﺔﻣ ﺣﺣﺎ ﺭﺭﺍ ﻧﺎ ﹶﻠﻠﻰ ﻧﺗﺼ ﺒ ﹲﺔﺻ
ﻧﻧﺎ ﻣ ﹶﻠ ﹲﺔ ﻋﻋﺎ bekerja keras lagi kepayah
an, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan
270
AL-GHÂSYIYAH 88 JUZ 30
air) dari sumber yang sangat panas. (88: 3-5) Dua bentuk kobaran api
yang panas. Pertama, api yang panas membakar tubuh. Kedua,
tenggorokkan yang panas kehausan, dan butuh air untuk didinginkan.
Namun disuguhkanlah air yang panas. Lihat QS al-Kahfi [18]: 29.
Begitu juga saat minta makan: ﺮﹺﺮﻳ ﹴﻊ ﺿﻣﻦ ﻻ
ﻡ ﹺﺇ ﹶ ﻌﻌﺎ ﻢ ﹶﻃ ﻬ ﺲ ﹶﻟ
ﻴ ﹶﻟmereka tiada
memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, (88: 6) Kata ﺿ ﹺﺮﺮﻳ ﹴﻊ
menurut istilah Arab ialah ﲔ ﹴﻠﺴ ﻏﻦ ﺇﹺﻻﹶ ﻣﻌﺎﻡﻭ ﹶﻻ ﹶﻃﻌ tiada (pula) makanan
sedikit pun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. (QS al-Hâqqah
[69]: 36) Sebagian lain mengatakan bahwa ia adalah pohon duri, bila
telah matang dan mengering ia pun menjadi racun mematikan. Pohon ini
menjadi santapan unta saat masih hijau. Di lain surat disebutkan
sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa.
(QS ad-Dukhân [44]: 43)
Dari tiga ayat ini ditemukan berbagai bentuk azab: ghislin, dhari’
dan zaqqum. Kata ghislin merupakan cairan panas besi yang
ditumpahkan ke tubuh kaum kafir. Sedangkan zaqqum pohon duri. Jadi,
tingkatan azab disesuaikan dengan ghasyiah itu sendiri. Untuk itu Allah
memulai pembicaraan kisah kaum kafir dalam ayat al-Ghasyiah ini
dengan ﻌ ﹲﺔ ﺷ
ﺧﺧﺎ ﺬ ﺌﻣ ﻮ ﻳ ﻩ ﺟﺟﻮ ﻭ banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
(88:2). Itu karena hal ini sesuai dengan kata ghasyiah itu sendiri. Itu
karena makna ghasyiah adalah rasa seram yang menyelimuti manusia
yang tidak diperoleh tempat untuk keluar darinya. Hingga ayat
selanjutnya sesuai dengan gambaran yang menakutkan menimpa kafir.
Ketika Allah menggambarkan suatu bentuk siksa dan azab, Dia
menggambarkannya sesuai dengan akal umat manusia yang
mendengarnya. Bukan berarti itu merupakan hakikat sebenarnya. Itu
karena lafaz bahasa sesuai pemahaman makna orang yang
mendengarnya. Sebagai contoh, tuan rumah di pedesaan berkata kepada
tamunya: “Ayo kita sarapan”. Kata sarapan untuk di pedesaan biasanya
terdiri dari susu dan kurma. Bila kamu datang ke kota kata sarapan
berbeda pula pemahamannya. Kalau hal itu dikatakan oleh seorang
menteri pemerintah, maka sarapan itu berbeda pula menunya. Jadi, satu
kata dapat dipahami maknanya sesuai dengan pemahaman lingkungan
yang dia hidup di dalamnya.
Ketika Allah memaparkan azab atau nikmat di akhirat, Ia tidak
memaparkan hakikat azab atau nikmat. Ia memaparkan hakikat azab
271
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
dalam gambaran dan bahasa kita. Itu karena bahasa digunakan lafaz/
ungkapan sebuah kata. Sebenarnya gambaran surga ialah apa yang tidak
dapat dilihat mata, didengar telinga, tidak juga pernah terbayang oleh
sanubari. Ia digambarkan dalam lafaz manusia hanya sekedar
memudahkan pemahaman manusia.
Untuk itu ketika mengisahkan nikmat surga Allah Swt berfirman:
ﺘ ﹸﻘﻘﻮ ﹶﻥﻤ ﺪ ﺍﹾﻟ ﻋ ﻭ ﺘﺘﻲﺔ ﺍﱠﻟ ﻨﺠ
ﻣﹶﺜ ﹸﻞ ﺍﹾﻟ (apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang
dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, (QS Muhammad [47]:
15) dengan menggunakan kata matsal/perumpamaan. Allah mengung-
kapkan nikmat dalam kapasitas dapat dirasakan nikmat itu oleh
pendengar yang hidup di suatu tempat. Seperti lingkungan Arab yang
panas selalu mendambakan minuman, Alquran menggambarkan nikmat
itu dengan perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada
mereka yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air
yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang
tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat
rasanya bagi peminumnya. (QS Muhammad [47]: 15)
Ketika Allah berfirman: “Banyak muka pada hari itu tunduk
terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas
(neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,
yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar,” (88:3-
7) bukan berarti itu merupakan azab yang sebenarnya. Ia sekedar
gambaran yang bagi pendengarnya hal itu merupakan puncak azab dari
yang diketahuinya.***
272
AL-GHÂSYIYAH 88 JUZ 30
273
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
274
AL-GHÂSYIYAH 88 JUZ 30
ﻋ ﹲﺔ ﺿﻮ
ﺿ
ﻮ ﻣ ﺏ
ﻮﻮﺍ ﻭﹶﺃ ﹾﻛ gelas-gelas yang terletak (di dekatnya). Maknanya
tersedia untuk minum, tanpa harus dipinta, seperti seseorang: “Berikan
aku segelas air.”
ﺒﹸﺜﺜﻮﹶﺛ ﹲﺔ ﻣ ﻲ ﺭﺭﺍﹺﺑ ﺯ ﻭpermadani-permadani yang terhampar. Yaitu permadani
lembut yang terbentang agar kita dapat hidup senang. Setiap permadani
memiliki rasa nikmat tersendiri. Bila hal ini menggunakan standar
bangsa Arab, maka hal itu merupakan puncak kenikmatan. Itu karena
bangsa Arab setelah membangun rumah cukup diisi dengan permadani
yang dibentangkan ditambah dengan beberapa bantal. Itu semua
merupakan kenikmatan. Jadi, standar nikmat dan kelezatan itu sendiri
tergantung logika orang yang mendengarnya. Ia bukan merupakan
batasan dari hakikat kenikmatan itu sendiri, tapi lebih tepatnya sebagai
usaha pendekatan pemahaman dari hakikat sebenarnya saja dan tidak
lebih. ***
275
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
pada saat itu sangat tergantung dengan unta. Kenapa? Itu karena bangsa
Arab terbiasa untuk bepergian. Unta ini telah meringankan beban
mereka. Bayangkan kalau semua barang diletakkan di atas pundak
manusia. Maka tidak dapat seorang pun yang menolong untuk
membawa beban berat itu terkecuali unta.
Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan. Bagaimana ia diciptakan dari sisi makannya, dari segi
struktur tubuhnya. Saat manusia melihat unta berjalan di daerah yang
tidak rata ditemukan dia dapat berjalan stabil seakan-akan kakinya
seperti per, hingga penumpang di atas pundaknya tidak merasakan
keguncangan berarti. Di samping itu ia pun dapat berjalan walaupun
sulit dan banyak rintangan.
Saat ia berjalan di daerah berdebu ditemukan matanya tidak
merasakan pedih dan sakit, begitu juga telinganya tidak merasa tuli. Itu
karena struktur tubuhnya telah didesain sedemikian rupa untuk alam
tandus, berpasir dan berdebu. Lebih dari itu ia merupakan hewan yang
paling sabar menahan haus saat berjalan di padang pasir. Bayangkan, ia
dapat tidak minum saat berjalan di gurun pasir selama 8 hari. Dalam
bahasa lain ia dapat minum untuk kebutuhan 8 hari perjalanan. Begitu
juga dengan makan. Ini semua merupakan karunai dan kehendak Allah.
Di samping itu, unta yang besar itu dapat dipandu oleh anak kecil,
agar kamu tidak berkata bahwa hal itu dapat kamu lakukan karena
kehendakmu semata.
Lihat juga bagaimana kekuatannya. Ia merupakan hewan satu-
satunya yang dapat mengangkat barang dalam keadaan duduk lalu
berdiri. Ia juga merupakan satu-satunya hewan yang dapat diminum
susunya, dimakan dagingnya, diambil kulitnya untuk baju.
Setelah unta, masyarakat Arab yang hidup di padang pasir
menemukan di depannya langit dan bumi serta pegunungan, tidak ada
yang lain. Empat hal ini merupakan sumber kehidupan masyarakat
Arab. Saat Allah Swt mengungkapkan dalam surat ini:
ﺤﻄ ﺳﻒﺽﹺ ﻛﹶﻴﺇﹺﻟﹶﻟﻰ ﺍﻷَﺭ ﻭﺖﺒﺼ ﻧﻒﺒﺒﺎﻝﹺ ﻛﹶﻴﺇﹺﻟﹶﻟﻰ ﺍﻟﹾﺠﹺ ﻭﺖﻌﻓ ﺭﻒﻤﺎﺀِ ﻛﹶﻴﻤﺇﹺﻟﹶﻟﻰ ﺍﻟﺴ ﻭlangit,
ﺖ
bagaimana ia ditinggikan? Gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
Bumi bagaimana ia dihamparkan? (88: 17-20) Manusia pun harus
merenungi dan memikirkannya. Manusia harus merenungi kehidupan
ini agar hidup sekali ini menjadi hidup yang berarti. Tiap sesuatu di
alam ini tidak diciptakan secara sia-sia. Tapi semuanya penuh hikmah
dan tak lepas dari kuasa dan kehendak Allah.
276
AN-NABA’ 78 JUZ 30
277
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
278
AL-FAJR 89 JUZ 30
SURAT 89
AL-FAJR
(MAKKIYAH)
279
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
280
AL-FAJR 89 JUZ 30
281
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
282
AL-FAJR 89 JUZ 30
ﺘﺘﻰﺸ
ﻟﹶﻴ ﹸﻜﻢﻌ ﺳ ﻧﹶﺜﺜﻰ ﹺﺇ ﱠﻥﻭﻭﺍﻵ ﺮ ﻖ ﺍﻟ ﱠﺬ ﹶﻛ ﺧ ﹶﻠ ﻣﻣﺎ ﻭ ﺠ ﱠﻠﻠﻰ
ﺗ ﻬﺎﺭﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍﻬﻭﺍﻟﻨﺸﻰ ﻭ
ﺸﻐﻞﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﻳﻭﺍﻟﻠﱠﻴ ﻭdemi
malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang
benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya
usaha kamu memang berbeda-beda. (QS al-Layl [92]: 1-4) Seolah-olah
Allah memberikan perbedaan dalam dunia ini, agar tiap bagian dapat
melaksanakan peran masing-masing. Perbedaan bukan dalam arti
kontradiksi atau perlawanan, tapi perbedaan dalam arti memberikan
kesempurnaan dalam kehidupan.
Fajar datang menyingsing untuk melaksanakan tugas mulia. Begitu
juga malam datang untuk melaksanakan kehidupan. Bukan merupakan
kemaslahatan bagi kehidupan ini dan manusia bila malam terus saja
berlangsung tanpa siang, atau siang terus saja menyebar sinarnya. Tiap
segala sesuatu di dunia ini memiliki misi yang harus dilaksanakannya.
Kalaulah dunia ini hanya satu warna saja, niscaya tidak ada kesempatan
waktu untuk melaksanakan gerak atau diam dalam kehidupan ini.
Untuk itu Allah memberikan perumpamaan dalam Alquran:
katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu
malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain
Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah
kamu tidak mendengar?” (QS al-Qashash [28]: 71)
Kebalikannya. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah
menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat,
siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam
kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?” (QS al-Qashash [28]: 72)
Manusia harus melihat variasi kehidupan bukan dari sudut
kontradiksi, tapi dari sudut saling melengkapi. Makna saling
melengkapi, bahwa yang ini memiliki satu peran dan yang itu juga
memiliki satu peran. Kalau yang ini terus berjalan tanpa yang itu, maka
kehidupan tidak stabil, begitu juga jika yang itu terus berjalan tanpa
yang ini, maka kehidupan tidak berjalan baik.
Sebelum surat al-Fajr terdapat surat al-Ghasyiah. Arti dari al-
Ghasyiah ialah penutup di mana seseorang tidak menemukan jalan
keluar. Lalu datang pelengkapnya yaitu al-Fajr sebagai pembuka tirai
penutup itu. Jadi, terdapat hubungan dari kedua nama surat tersebut
dalam bentuk pelengkap.
Al-Fajr yang dijadikan bahan sumpah bagi Allah bukan sekedar
terbitnya sinar yang menghalau gelap malam, tapi ia merupakan fajar
283
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
284
AL-FAJR 89 JUZ 30
dari ayat itu maka itulah jawabannya. Atau kita ambil pesan sumpah
dari ayat sesudahnya? Tapi, tidak ada pesan pada ayat itu.
ﺠﺮ
ﺠﺬﻱ ﺣﺬ ﻟﻢ ﻗﹶﺴﻚﻓﻲ ﺫﹶﻟﻞﹾ ﻓ ﻫpada yang demikian itu terdapat sumpah
(yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. Merupakan perta
nyaan yang berisikan penegasan (istifhâm taqriry). Maksudnya, manusia
bertanya kepada orang yang diajak bicara, dan tidak dijawab kecuali
dengan kata “ya” sebagai suatu bentuk berita yang pasti. Karena begitu
terjamin informasi dari Allah, maka Dia tidak menyampaikan berita,
tapi menyampaikan pertanyaan. Itu karena Dia sangat yakin atas
kemampuan akal pikiran manusia, hingga manusia tidak menjawab
kecuali sesuai dengan karedor yang diinginkan-Nya. Jadi, ketika
ditanya: pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima)
oleh orang-orang yang berakal. Jawabannya pasti “ya”.
Sumpah yang disampaikan ini hanya disampaikan bagi orang yang
berakal. Jadi, kita dapat mengambil pesan yang ingin disampaikan dari
sumpah terdapat dalam pertanyaan yang berisikan penegasan.
Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima)
oleh orang-orang yang berakal. Bila direnungi gaya bahasa ini,
ditemukan bahwa ketika Allah menutup sumpah dengan ﹺﺮﺴﻞﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﻳﻭﺍﻟﻠﱠﻴ ﻭdan
malam bila berlalu. Apakah malam itu berjalan, atau seseorang berjalan
di malam hari? Jawabannya: malam ialah waktu untuk perjalanan Isra’.
Tapi, kenapa Allah menyebutkan malam datang dan pergi. ﺲ ﻨ ﱠﻔﺗ ﺢﹺ ﹺﺇ ﹶﺫﺫﺍﺒﻭﺍﻟﺼﻭ
dan demi subuh apabila bernafas, (QS at-Takwir [81]: 18) dan malam
berjalan. Apakah pagi itu bernapas, ataukah manusia yang bernapas di
pagi hari?
Ketika Allah menyebutkan hal yang bersifat maknawi atau hal yang
terkait dengan kehidupan janganlah ditafsirkan dengan standar yang
dimiliki manusia. Karena kehidupan dunia hewan sesuai dengan aturan
main hewan, kehidupan tumbuh-tumbuhan sesuai dengan aturan main
tumbuh-tumbuhan, begitu juga dengan benda. Maka ketika Allah
berfirman: ﹺﺮﺴﻞﹺ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﻳﻭﺍﻟﻠﱠﻴ ﻭdan malam bila berlalu. Dilanjutkan dengan ﻞ ﹾﻫ
ﹴﺮﺠﺬﻱ ﺣﺬ ﻟﻢ ﻗﹶﺴﻚﻓﻲ ﺫﹶﻟ ﻓpada yang demikian itu terdapat sumpah (yang
dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. Kita hanya dapat
menjawab: Benar ya Tuhanku bahwa terdapat sumpah (yang dapat
diterima) oleh orang-orang yang berakal.
Kenapa Allah mengatakan: hijr artinya akal? Karena hijr
285
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
286
AL-FAJR 89 JUZ 30
287
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
288
AL-FAJR 89 JUZ 30
289
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
290
AL-FAJR 89 JUZ 30
dipinta ada dua: kalau bisa tingkatkan kebaikan yang ada, atau minimal,
tinggalkan yang baik itu tetap baik dengan jangan dirusak.
Sedangkan kata thaqhaw artinya melampaui batas dari takaran yang
ditetapkan. Makna takaran yang ditetapkan dapat dilihat dalam pepatah
Arab hakku dan hakmu, atau, tidak mungkin ada percikan kalau tidak
ada gesekan. Sedangkan arti melampaui batas kamu ingin bergerak
berseberangan. Maksud bergerak berseberangan ialah yang seharusnya
yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin,
yang pandai mengajari yang bodoh, sesuai gerak iman; malah dia
berbuat sebaliknya, yang lemah berbuat untuk membantu yang kuat,
seperti: dengan cara tidak memberinya gaji dan haknya yang wajar,
untuk menambah kekayaan orang kaya dan memiskinkan orang yang
telah miskin.
Allah telah melebihkan sebagian dari kamu atas sebagian yang lain
pada rezeki yang dikurniakanNya; dalam pada itu, orang-orang yang
diberi kelebihan itu tidak mau memberikan sebagian dari kelebihan
hartanya kepada hamba-hamba mereka, supaya orang-orang itu dapat
sama mempunyai harta.(QS an-Nahl [16]: 71)
Kata thughyan/sewenang-wenang bukan berarti menelantarkan
sesuatu begitu saja, tapi kamu berusaha untuk memeras dari orang yang
lebih lemah darimu. Membiarkan orang yang miskin itu dengan
kemiskinannya dengan cara tidak menzalimi tapi tidak juga dibantu
adalah kesalahan, apalagi menzaliminya. Artinya, thughyan/sewenang-
wenang merupakan kesalahan yang berlipat ganda. Karena,
menelantarkannya dalam kemiskinan saja sudah merupakan satu
kesalahan, maka bagaimana pula bila kamu memeras tenaga orang
lemah untuk menambah kekayaan dan kekuatanmu? Tentu ini kesalahan
besar, atau kezaliman kuadrat.
ﺩ ﺴﺎ
ﻬﺎ ﺍﻟﹾﻔﹶﺴﻓﻴﻬﺮﻭﺍ ﻓ ﻓﹶﺄﹶﻛﹾﺜﹶﺮlalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri
itu. Ketika kondisi sudah sedemikian rupa, tentu sangat wajar bila langit
turun tangan. Kapan langit tidak turun tangan? Bila ditemukam manusia
yang di dalam jiwanya masih ditemukan filter untuk mencegah
kejahatan itu. Jiwa itu dalam istilah agama disebut nafsu lawwamah.
Maksudnya, berbuat sesuatu kesalahan tapi hati dan jiwanya menolak.
Dalam kondisi ini dia masih mempunyai filter. Atau filter itu masih
terdapat di tengah-tengah masyarakat. Tepatnya di saat individu
masyarakat telah terusak nafsu ammarah bissuu’i, maka ditemukan
anggota masyarakat mencegahnya. Bila tidak ditemukan nafsu
291
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
lawwamah atau filter dalam individu dan tidak ada juga filter
masyarakat, maka pada saat itu langit harus terun tangan.
Bila diperhatikan seluruh risalah sebelum Muhammad ditemukan
bahwa mereka semua tidak dipinta untuk mendidik orang yang keluar
dari ajaran agama. Bila ditemukan suatu masyarakat telah melanggar
manhaj, maka langit pun turun tangan, dalam bentuk topan yang
menenggelamkan, atau gempa yang menghancurkan. Hal itu terus
berlangsung hingga datang Islam. Itu karena Allah telah mengutus
Muhammad yang meliputi ajaran-ajaran agama sebelumnya.
Lebih dari itu, pengikutnya dipercayakan untuk mendidik orang-
orang yang menyeleweng dari manhaj. Ciri ini tidak pernah hilang di
tengah-tengah muslim. Artinya, akan tetap ada orang yang
berkepribadian baik di tengah umat Islam. Boleh jadi akan ditemukan
orang yang zalim, tapi akan tetap ditemukan juga dari umat Muhammad
yang tidak terganggu atas orang yang melanggar perintah Allah.
Inilah ciri Islam, dan demikian Kami telah menjadikan kamu (umat
Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu. (QS al-Baqarah [2]: 143) Jadi, langit akan turun
tangan selama telah terjadi kezaliman dan tidak ditemukan filter yang
mencegahnya, baik secara individu ataupun masyarakat.
Setelah itu ﺩ ﺻﺎ
ﺻﺮ ﻟﹶﺒﹺﺒﺎﻟﹾﻤﻚﺑ ﺇﹺﻥﱠ ﺭsesungguhnya Tuhanmu benar-benar
mengawasi. (89:14) Makna yarshudu ialah selalu mengawasi. Jangan
pernah berpikir bahwa kamu dapat lepas dari pantauan Allah. Itu karena
kamu tidak lepas dari ciptaan Allah dan sarana serta prasarana yang juga
merupakan ciptaan-Nya. Setiap gerak yang melanggar manhaj akan
diketahui dan diperhitungkan-Nya, baik dipercepat pembalasannya di
dunia atau pun ditunda sampai di akhirat kelak.
Setelah itu Allah berbicara tentang kesalahan standar manusia dalam
menerima perintah Tuhan. Dia berfirman: “Kamu mengambil standar itu
terbalik. Aku memperbaiki standar itu. Bila kamu telah memiliki standar
yang benar, maka gerak hidupmu dapat berjalan di atas rel petunjuk.”
Penyebab gerak hidup manusia tidak berjalan sesuai hidayah, adalah
kesalahan dalam menjadikan alat timbang kehidupan.***
292
AL-FAJR 89 JUZ 30
293
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
294
AL-FAJR 89 JUZ 30
295
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﻢ ﻨﻬ ﺑﹺﺠﺬﺌﻣﻮﺟﹺﺟﻲﺀَ ﻳ ﻭserta diperlihatkan neraka Jahannam pada hari itu.
Kedatangan neraka Jahanam juga mengisyaratkan kepada keperkasaan
yang mengerikan. Manusia mengambil jarak untuk dekat dengannya.
Kedekatan kaum yang disiksa dengan neraka sudah cukup sebagai
bentuk siksaan. Adapun hakikat apa yang akan terjadi dan bagaimana,
maka itu semua adalah gaib, hanya Allah yang mengetahuinya.
Yang dapat digambarkan di balik ayat-ayat ini adalah gambaran yang
sangat mengerikan. Gambaran yang merobek hati, dan membelalakkan
mata. Pada saat itu bumi hancur dan rata, Allah Yang Mahaperkasa
muncul dan menguasai hukum dan menetapkan keputusan, para
malaikat berbaris, kemudian neraka Jahannam datang dengan
menggelegak satu dengan yang lain.
ﺴﺎ ﹸﻥ ﺍﻹِﻹﻧﺴﺬﹶﻛﱠﺮﺘ ﻳﺬﺌﻣﻮ ﻳpada saat itu manusia akan ingat (hendak berlaku
baik). Manusia yang lupa hikmat di balik cobaan: diberi rezeki dan
dihambat rezeki, yang memakan harta warisan, dan sangat mencintai
harta, tapi tidak menyayangi anak yatim, dan tidak memerintahkan
memberi makan fakir miskin, lebih dari itu merusak dan melampai
batas. Pada hari ini dia ingat akan kebenaran dan terkejut atas apa yang
dia lihat. Tapi semuanya telah terlambat.
ﺮﻯ ﺍﻟﺬﱢﻛﹾﺮﻧﻧﻰ ﻟﹶﻪﻭﹶﺃ bagaimana ingatan itu akan berguna lagi kepadanya?
Masa peringatan itu telah berlalu, dia tidak akan pernah datang lagi. Di
sini tempat pembalasan. Pada saat ini yang ada hanyalah penyesalan
yang sangat mendalam, karena kesempatan untuk berbuat telah hilang.
Saat manusia melihat hakikat ini, Dia akan berkata: “Alangkah
baiknya kalau aku dahulu sediakan amal-amal baik untuk hidupku (di
sini)!” Seandainya dulu saya dapat berbuat baik di dunia, tempat di
mana persiapan dan tabungan amal dilakukan. Seandainya. Ini adalah
angan-angan yang memperlihatkan kerugian yang besar. Ini adalah
penyesalan tertinggi dari yang dimiliki manusia di akhirat.
ﺪ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﺑﻋ ﹶﺬﺬﺍ ﺏ
ﻌ ﱢﺬ ﻳ ﺬ ﻻ ﺌﻣ ﻮ ﻴ ﹶﻓmaka pada hari itu tiada sesiapapun yang
dapat menyiksa seperti azab (yang ditimpakan oleh) Allah. Ini adalah
perjalanan selanjutnya setelah penyesalan tiada akhir dan tiada guna.
ﺪ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﻭﹶﺛﺛﺎ ﹶﻗ ﻖ ﺛﻳﻳﻮ ﻭﻭﻻ tiada sesiapapun yang dapat mengikat serta
membelenggu seperti ikatan dan belenggu-Nya. Allah adalah Tuhan
yang Mahakuasa dan perkasa. Dia dapat menyiksa dengan azab-Nya
yang dahsyat dan membelenggu dengan belenggu yang kuat.
296
AL-FAJR 89 JUZ 30
297
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
nikmat yang diberikan) lagi diridai (di sisi Tuhanmu)! - “Serta masuklah
engkau dalam kumpulan hamba-hambaku yang berbahagia. Dan
masuklah ke dalam surga-Ku!”
Kedekatan mukmin dengan Allah terbukti begitu jelas hingga Allah
memanggilnya dengan yâ ayyatuha. Atau kata wahai ini merupakan
ungkapan untuk menghormati mukmin yang taat. Lebih dari itu, Allah
memanggilnya dengan nafs muthmainnah atau jiwa yang tenang.
Kemudian dalam suasana yang begitu mengerikan: siksaan dan
belenggu, muncul harapan dan panggilan “Dan masuklah ke dalam
surgaKu!” Artinya kembalilah kepada sumbermu setelah pengasingan
di bumi atau setelah meninggalkan pangkuan ... kembali kepada Allah
di mana telah terjalin hubungan antara kamu dengan Tuhanmu.
ﻴ ﹰﺔﺿ
ﺮ ﻣ ﻴ ﹰﺔﺿ
ﺭﺭﺍ dengan keadaan engkau berpuas hati (dengan segala nik-
mat yang diberikan) lagi diridai (di sisi Tuhanmu)! Panggilan ilahi ini
telah memenuhi seluruh angkasa dengan perasaan rela dan puas hati.
ﺩﻱﺒﺎﺩﺒﻓﻲ ﻋﻠﻲ ﻓﻠﺧ ﻓﹶﻓﺎﺩserta masuklah engkau dalam kumpulan hamba-
hambaku yang berbahagia. Bahagia bersama Allah, tenang di dalam
jalan-Nya, dan damai bersama takdir-Nya. Bahagia di saat suka dan
duka, di dalam lapang dan terhimpit, di saat tidak memiliki dan
berlimpah. Kebahagiaan yang tidak tergoyahkan. Kedamaian yang tiada
penyimpangan. Ketenangan yang tidak lari dari kesusahan dan
kepedihan. Ketahuilah baginya adalah surga yang sangat memuaskan
hati. Surga itu melirik mukmin yang taat di sela-sela ayat ini. Ditambah
lagi dengan pemantauan Allah Yang Maha Pengasih yang Mahaperkasa
dan Maha terhormat.
Semoga Allah memberikan kepada kita panggilan kebahagiaan ini
saat kita dipanggil nantinya. Semoga Allah memberikan kepada kita
surga dan apa-apa saja yang mendekatkan kita kepadanya dari perkataan
dan perbuatan. Semoga kita terhindar dari siksa neraka dan apa saja
yang mendekatkannya dari perkataan dan perbuatan. Amin.***
298
AL-BALAD 90, JUZ 30
SURAT 90
AL-BALAD
(MAKKIYAH)
299
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
300
AL-BALAD 90, JUZ 30
Surat al-Balad ini secara umum berisikan tentang ajakan kepada hati
manusia untuk beriman, bertakwa, sadar dan merenungi pesan-pesan
Alquran, diselingi dengan berbagai warna perjalanan dan petualangan,
warna-warni yang beragam yang menyatu menjadi satu alunan musik
yang merdu.
Surat yang pendek ini berisikan tentang prinsip dasar dalam
kehidupan manusia yang bercorak motivasi dan sentuhan lembut, yang
sangat sukar untuk dituliskan oleh makhluk dalam ungkapan singkat
tapi tepat dan padat selain kita temukan di dalam Alquran ini. Gaya
bahasanya yang khas yang sangat menyentuh hati manusia bila dihayati
dengan penuh makna.
301
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
302
AL-BALAD 90, JUZ 30
ﺪ ﹶﻟﻣﺎ ﻭﻣ ﻭﺪﻭﺍﻟﻭ ﻭdemi bapak dan anaknya dalam ayat ketiga dari surat ini
dapat ditafsirkan secara beragam. Pertama, dapat diartikan dengan
Ibrahim dengan anaknya Ismail, atau dengan Ismail dengan anak
keturunannya suku Quraiys. Maknanya, kota Mekkah dan Nabi Ibrahim
atau Ismail yang pernah menetap di kota ini. Kedua, dapat diartikan
dengan makna bapak dan anaknya secara umum dan universal. Dengan
demikian tafsir ayat ini menjadi perhatikan bagaimana proses
penciptaan manusia yang terjadi melalui kelahiran.
Berdasarkan Tafsir Muhammad Abduh dapat kita baca bagaimana
keagungan ciptaan Allah dalam proses kelahiran manusia. Perhatikan,
bagaimana perubahan yang dialami ibu hamil dan cabang bayi yang ada
di dalam rahimnya. Bagaimana proses perkembangan bayi di dalam
rahim ibu, dari sperma, alaqah, menjadi segumpal daging ... dst. Hal itu
juga dapat kita lihat bagaimana benih pohon yang kecil dengan akar
yang mungil menembus tanah yang keras untuk mencari saripati
makanan, berkembang dan berproses menjadi pohon yang besar
memiliki cabang dan ranting untuk kemudian siap melahirkan buah dan
biji yang akan menjadi bibit pohon sebagai generasi penerus. Beginilah
kehidupan yang berproses secara indah dan alami. Bila dunia flora ini
dijadikan acuan untuk merenungi dunia fauna dan manusia, maka proses
kejadian binatang dan manusia lebih rumit dan lebih dahsyat lagi.
Dalam perjalanan kehidupan selanjutnya kita pun menemukan
bagaimana manusia mengalami masa-masa susah untuk mendidik dan
menjaga diri, anak dan keturunannya.
Setelah Allah Swt bersumpah atas nama kota Mekkah, Nabi
Muhammad dan bapak serta anaknya, maka pesan dari sumpah itu
adalah ﺪ ﺒﻓﻓﻲ ﹶﻛ ﺴﺎ ﹶﻥ
ﺴ
ﻨﺎ ﺍﻹِﻹﻧﻠﹶﻘﹾﻨﺪ ﺧ ﹶﻟ ﹶﻘsesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia berada dalam susah payah. Makna susah payah adalah
manusia di dunia ini harus siap membanting tulang, bekerja maksimal
dengan mengeluarkan segala kemampuan yang dia miliki. Sebagaimana
pesan Allah pada ayat yang lain. Lihat QS al-Insyiqaq [84]: 6.
Sejak dari berstatus menjadi bagian dari sperma, manusia telah
hidup bersusah payah, dia mulai bertarung dengan jutaan sel-sel yang
berada di antara sperma yang keluar itu untuk mencari indung telur agar
dapat tetap hidup dan bertahan, sementara jutaan sel lainnya akan mati
dan terbuang. Dia tetap hidup bersusah payah di dalam rahim ibu hingga
keluar menjadi bayi di dunia fana ini. Pada saat keluar tidak harus
berjalan mulus tanpa masalah, hampir saja bayi mungil itu mati karena
303
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
304
AL-BALAD 90, JUZ 30
305
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
306
AL-BALAD 90, JUZ 30
307
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
orang yang hidupnya telah mendarah daging dengan iman, hingga dia
ditolong oleh iman itu. Tindakan sukar ini yang selalu menghalangi
dirinya dengan surga. Bila dia rela menjalani jalan sukar itu niscaya dia
akan sampai ke surga. Jalan menuju surga yang agung itu tidak selalu
mudah, namun dapat tetap dilakukan dengan semangat karena adanya
visi, misi yang jelas dan motivasi yang tinggi.
ﺒ ﹸﺔﻌ ﹶﻘ ﻣﻣﺎ ﺍﹾﻟ ﻙ ﺭﺍﺭﻣﺎ ﺃﹶﺩﻣ ﻭtahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar
itu? Pertanyaan ini bukan ingin memperbesar kondisi jalan mendaki lagi
sukar, tapi tujuannya untuk mengagungkan usaha setiap mukmin yang
mau menempuh jalan mendaki lagi sukar ini. Usaha yang agung dan
mulia ini memerlukan pengorbanan dan kerja maksimal. Setiap langkah
kesukaran yang ditempuh, setiap itu pula terlihat buah pengganti dari
amal yang telah diusahakan. Tidak ada usaha dan kerja sia-sia di mata
Allah.
Allah memulai menerangkan jalan sukar itu dengan kondisi krisis di
Mekkah yang perlu penanganan dengan serius dan cepat, yaitu
membebaskan perbudakan, memberi pangan kepada rakyat miskin di
tengah-tengah orang kaya yang selalu mengisap darah daging manusia
tak berdaya, dari kondisi khusus ini jalan sukar kembali didengungkan,
tapi kali ini untuk kondisi universal, kapan dan di mana saja, yaitu: dia
termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
ﺔ ﺒﺭ ﹶﻗ ﻓﹶﻚmelepaskan budak dari perbudakan. Saat ayat ini diturunkan
kondisi umat Islam di Mekkah sangat lemah dan terisolir. Tidak ada
negara yang dapat melindungi hak-hak mereka sebagai warga negara.
Pada saat itu perbudakan telah menyebar di semenanjung Arab, dan
dunia secara umum. Para budak diperlakukan sangat tidak manusiawi.
Ketika sebagian budak seperti Ammar bin Yasir dan keluarganya, Bilal
bin Rabah, Suhaib masuk Islam, siksa dan penindasan yang dilakukan
kaum kafir terhadap mereka bertambah pedih. Islam memberi jalan
keluar dengan cara memotivasi mukmin untuk memerdekakan mereka
dari majikan yang kejam. Abu Bakar adalah pelopor kebaikan dalam
menyambut ajakan ini. Dia melakukannya dengan penuh keyakinan
kepada Allah, tenang dan bahagia. Saat Abu Bakar ditanya oleh
ayahnya, dia menjawab: “Saya melakukan itu karena Allah.”
Atau memberi makan pada hari kelaparan,(kepada) anak yatim
yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir .
308
AL-BALAD 90, JUZ 30
309
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Alquran dan hadis karena dia adalah inti agama. Islam adalah agama
komunitas, manhaj umat, dengan mengakui hak-hak individu yang ada
di dalamnya, dan perhitungan amal individu begitu jelas.
ﺔ ﻨﻤ ﻴ ﻤ ﺍﹾﻟﺤﺎﺏ
ﺤ ﺃﹶﺻﻚﻟﹶﺌ ﺃﹸﻭmereka (orang-orang yang beriman dan saling
berpesan itu) adalah golongan kanan. Mereka yang menempuh jalan
mendaki dan sukar ini sebagaimana yang disifatkan oleh Alquran dan
didefinisikan dengan golongan kanan, atau dalam ayat yang lain disubut
dengan golongan yang bahagia dan beruntung, kedua makna ini terkait.
ﺔ ﻣ ﹶﺄﺸ ﺍﻟﹾﻤﺤﺎﺏ ﺤ ﺃﹶﺻﻢﻨﺎ ﻫﻨﻳﺎﺗﺮﻭﺍ ﺑﹺﺑﺂﻳ ﻛﹶﻔﹶﺮﺬﺬﻳﻦ ﻭﻭﺍﱠﻟ orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Dalam ayat ini Allah
tidak menerangkan panjang lebar tentang sifat-sifat golongan kiri, Dia
cukup menyifati mereka dengan orang-orang yang kafir dengan ayat-
ayat Kami. Karena kekufuran adalah puncak dosa dan mencakup semua
kesalahan. Tidak ada kebaikan yang menyertai kaum kafir. Tidak ada
keburukan kecuali di dalamnya terdapat kekafiran. Allah tidak perlu
menyebutkan golongan kiri adalah golongan orang-orang yang tidak
mau membebaskan budak, tidak mau memberi makan, dan mereka
kufur terhadap ayat-ayat Kami. Karena kekafiran tidak akan
menimbulkan manfaat positif, walaupun mereka telah melakukan bakti
amal sosial seperti contoh di atas.
Golongan yang pesimis ini adalah golongan kiri, golongan tercela,
semua pengertian ini saling terkait. Mereka yang pesimis ini tidak
memiliki motivasi untuk melewati jalan sukar, sehingga hidupnya
tercela dan tetap di neraka.
ﺪ ﹲﺓ ﺻ ﺆ ﻣ ﺭ ﻧﻧﺎ ﻢ ﹺﻬﻠﹶﻴ ﻋmereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.
Pintu-pintu neraka tertutup rapat hingga mereka terpenjara di dalamnya
dan tidak dapat keluar. Atau makna rapat di sini adalah mereka tetap
bertahan di neraka dan berinteraksi dengannya. Kedua makna ini terkait.
Inilah hakikat kehidupan umat manusia dalam pandangan keimanan.
Alquran telah menggambarkan hakikat ini dalam surat yang pendek
namun begitu jelas dan lugas. Inilah kelebihan dan mukjizat Alquran
yang luar biasa.
Kita bermohon kepada Allah semoga Dia memberi petunjuk dan
kecerdasan iman kepada kita, dan dapat mencegah diri kita dari
kemaksiatan, medekatkan kita ke surga serta menjauhkan kita dari
neraka. Dia Mahakuasa untuk melakukan itu dan segala puji bagi
Allah.***
310
ASY-SYAMS 91, JUZ 30
SURAT 91
ASY-SYAMS
(MAKKIYAH)
311
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
312
ASY-SYAMS 91, JUZ 30
313
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
314
ASY-SYAMS 91, JUZ 30
315
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
diperdebatkan. Namun satu yang pasti, bahwa di balik itu semua ada
tangan Allah.
Sungguh, Allah yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap; dan
jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang mampu
menahannya selain Allah. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha
Pengampun. (QS Fâthir [35]: 41) Inilah ilmu yakin yang dapat dijadikan
pedoman.
ﻫﺎﺤﺎﻫ
ﻣﺎ ﻃﹶﺤﻣﺽﹺ ﻭﻭﺍﻷَﺭ ﻭbumi serta penghamparannya. Allah juga bersum-
pah atas nama bumi dan hamparannya. Terhamparnya bumi adalah satu
hakikat yang nyata untuk menyatakan bahwa bumi itu bulat.
Terhamparnya bumi menyebabkan manusia dan seluruh makhluk bumi
dapat layak hidup di atasnya. Kelayakan ini tidak lepas dari kekuasaan
dan kehendak Allah. Secara nyata kita dapat melihat bila saja satu
bagian dari planet ini menyimpang dari peredarannya, maka bumi
sebagai tempat kita menetap akan berjalan tidak sesuai dengan baik.
Terhamparnya bumi dapat kita lihat pada QS an-Nâzi’ât [79]: 30-31.
Allah yang membuat bumi terhampar, dan Allah juga yang
menyebabkan air ada dan ternak dapat hidup di bumi ini. Bila kita
renungi hamparan bumi dan mengingat kuasa Allah di balik itu semua,
tentu hati ini akan mengakui keagungan Allah sebagai Pencipta alam.
Setelah sumpah atas nama alam semesta dengan apa yang terkait
dengannya, maka pada ayat berikut ini Allah bersumpah atas nama jiwa
manusia. Dikaitkan jiwa dengan alam merupakan kesatuan pesan
kepada manusia untuk menggunakan jiwa dan hati sebaik mungkin agar
selaras dengan alam dalam bertasbih kepada Allah.
Jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Empat ayat ini ditambah dengan ayat pada surat al-Insân [76]: 3,
surat as-Shâd [38]: 71-72, al-Muddatsir [74]: 38 dan ar-Ra’ad [13]: 11
menampilkan perspektif Islam tentang hakikat manusia beserta
kriterianya.
Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi ganda dan
kemampuan ganda serta tujuan ganda. Yang kita maksud dengan ganda
adalah walaupun dia makhluk yang diciptakan dengan tanah, dan
ditiupkan ruh Allah ke dalamnya, tapi dia memiliki potensi yang sama
kuat untuk melakukan tindakan positif atau tindakan negatif, kebaikan
316
ASY-SYAMS 91, JUZ 30
317
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
kehendak Allah, di mana dia bebas memilih yang baik di saat dia dapat
saja memilih yang buruk. Pilihan baik ini merupakan cerminan dari ruh
yang ditiupkan Allah pada diri manusia dan diciptakan mereka dengan
tangan-Nya. Kebaikan yang dilakukan manusia merupakan
keistimewaan mereka dibandingkan seluruh makhluk di alam ini
termasuk malaikat.
Kedua, Setiap potensi yang dimiliki manusia memiliki konsekuensi
logis. Semua konsekuensi yang diterima tidak pernah lepas dari pilihan
terhadap potensi ganda yang dimilikinya di bawah kehendak Allah.
Sebagaimana telah kita terangkan sebelumnya. Dia yakin benar bahwa
kekuasaan Allah tidak pernah lepas dari tindak tanduknya, tapi di sisi
lain dia sangat paham bahwa dirinya tidak akan berubah, kalau dia tidak
merubahnya sendiri. Lihat QS ar-Ra’ad [13]: 11.
Ketiga, menyadarkan manusia untuk rujuk kepada timbangan Tuhan
yang stabil. Agar dia tetap yakin bahwa jiwanya tidak mendustainya.
Tujuannya, agar dia tidak terjerembab ke jurang kehancuran, dan agar
dia tetap berada dekat dengan Allah, mendapatkan petunjuk dari
hidayah-Nya, mendapatkan sinar yang menerangi hingga akhir
perjalanan.
Bila demikian adanya, manusia akan sampai pada pensucian jiwa
dengan cahaya Tuhan hingga bersinar terang.***
318
AL-LAYL 92, JUZ 30
SURAT 92
AL-LAYL
(MAKKIYAH)
319
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
320
AL-LAYL 92, JUZ 30
321
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
322
AL-LAYL 92, JUZ 30
tapi tetap saja di sana ada kuasa Tuhan yang menetapkan ini akan
menjadi bayi laki-laki dan ini manjadi bayi perempuan.
Proses bayi tabung tidak dapat memastikan bahwa bayi yang akan
lahir dari proses itu akan pasti seperti apa yang diinginkan untuk
menjadi bayi ini laki-laki atau yang itu perempuan. Tidak ada istilah
kebetulan dalam penciptaan manusia. Kalau pun disebut kebetulan, tapi
kebetulan itu memiliki aturan dan tata cara sehingga tidak mungkin ia
terjadi secara kebetulan murni. Bila demikian halnya, maka manusia
terlahir sebagai laki-laki atau perempuan berkat kuasa Allah yang
memiliki hikmat di balik kelahiran itu.
Sifat laki-laki dan perempuan tidak saja dimiliki oleh manusia,
semua makhluk hidup termasuk di dalamnya hewan dan tumbuh-
tumbuhan bahkan benda memiliki unsur laki-laki dan perempuan atau
jantan dan betina atau positif dan negatif. Ini merupakan keagungan
ciptaan Tuhan.
Ini merupakan fenomena alam yang dapat disaksikan oleh manusia,
dan ini merupakan hakikat manusia di mana Allah bersumpah atas
keagungan penciptaan itu, dan keindahan bentuk itu. Kedua hal ini
fenomena siang malam dan laki-laki perempuan menjadi bingkai untuk
menjelaskan hakikat amal dan balasannya di dunia dan di akhirat.
Allah bersumpah dengan fenomena alam yang kontras dan
penciptaan manusia yang berbeda jenis untuk menegaskan bahwa
profesi manusia itu bermacam ragam, hingga balasan dari setiap profesi
itu pun beragam. Yang baik tidak akan sama dengan yang buruk, yang
mendapat hidayah tidak sama dengan yang memilih kesesatan. Yang
reformis tidak sama dengan perusak, tidak sama antara dermawan yang
takwa dengan orang yang pelit dan angkuh. Tidak sama antara yang
jujur dan menenteramkan dengan pendusta dan menakutkan. Setiap
yang mengikut pada satu jalan dia akan sampai pada tujuan itu serta
meraih konsekuensinya.
ﺘﺘﻰﺸ
ﻟﹶﻴ ﹸﻜﻢﻌ ﺳ ﹺﺇ ﱠﻥsesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
Berbeda dalam hakikat, berbeda dalam visi dan misi, berbeda dalam
motivasi, hingga berbeda pula dalam hasil. Manusia memiliki karakter
yang berbeda satu sama lain, berbeda sumber pendapatannya, berbeda
sudut pandangnya, berbeda pula sudut perhatiannya, hingga seakan-
akan tiap individu manusia itu hidup di alam yang khusus di planet yang
khusus baginya.
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
323
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
324
AL-LAYL 92, JUZ 30
325
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
326
AL-LAYL 92, JUZ 30
327
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
dan hartanya, bagi orang yang mau berderma, bagi orang yang berbuat
hanya mengharapkan rida Allah.
Balasan ini tidak akan diberi kecuali hanya Allah yang mampu
memberinya, Dia meletakkan rasa rida itu di dalam hati orang yang
ikhlas beramal hanya untuk-Nya, hingga dalam setiap amal itu tidak ada
yang terlihat di mata hatinya kecuali Allah.
Kelak dia benar-benar mendapat kepuasan. Rida terkadang harus
dibayar dengan harga yang mahal. Terkadang harus memberi segala apa
yang dimiliki untuk diberikan. Ini suatu yang mengagetkan dan
mengejutkan, tapi modal yang besar ini akan meraih untung yang besar
pula. Semoga kita diberikan Allah hati yang rida, dan kita mendapatkan
rida dari-Nya.
Ya Allah, kami telah rida kepada-Mu, maka ridailah kami, dan
jadikan kami orang-orang yang rida kepada-Mu, wahai Zat yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.***
328
ADH-DHUHÂ 93, JUZ 30
SURAT 93
ADH-DHUHÂ
(MAKKIYAH)
329
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
330
ADH-DHUHÂ 93, JUZ 30
331
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
332
ADH-DHUHÂ 93, JUZ 30
333
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
334
ADH-DHUHÂ 93, JUZ 30
dengan ini. Ketika saya tidak bersumpah maka saya tidak membutuhkan
untuk bersumpah. Untuk itu peniadaan atas suatu tuduhan merupakan
tuduhan itu sendiri.
Sebagai contoh: seorang merasa dirinya sakit pergi ke dokter, lalu
dokter menulis resep. Arti menulis resep bahwa orang itu sakit. Atau
dokter berkata: “Kamu tidak sakit jadi tidak perlu beli obat.” Begitu
juga di sini, karena semuanya cukup jelas, maka tidak dibutuhkan lagi
sumpah. Ketika seseorang cukup sehat, maka ia tidak perlu obat.
Dalam surat utama ini ditemukan rahasia yang sungguh menarik,
yaitu: satu sumpah disertai dengan sembilan tanda. Sumpah yang satu
ialah demi waktu matahari sepenggalahan naik, demi malam yang sunyi
sedangkan jawaban dari sumpah, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu
dan tiada (pula) benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu lebih baik
bagimu dari permulaan. Kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya
kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. (QS 93: 3-5).
Di sini ditemukan 3 ayat. Ketika ayat ini merupakan keputusan
Allah, bertendensi murka kepada kaum kafir. Tuhanmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu maknanya yang
akan datang jauh lebih baik dari yang telah pergi. Kelak Tuhanmu pasti
memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.
Tidak terbatas sampai di sini saja, tapi ada tiga perkara setiap
perkara berisikan dalil. Pertama, Bukankah Dia mendapatimu sebagai
seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu). (QS 93: 6) Saat itu Nabi
Muhammad belum berstatus rasul dan status lainnya, tapi Allah tidak
pernah meninggalkanmu. Maka bila akhirnya kamu diutus sebagai
Rasul bagaimana mungkin kamu ditelantarkannya? Ini merupakan
penekanan atas firmanNya: Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan
tiada (pula) benci kepadamu.
Kedua, ialah Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu
Dia memberikan petunjuk, yang berdampak pada sesungguhnya akhir
itu lebih baik bagimu dari permulaan. Karena hidayah yang terbaik
adalah keridaan.
Ketiga, ialah: Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan,
lalu Dia memberikan kecukupan, yang berdampak pada kelak Tuhanmu
pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi
puas.
Selama engkau tidak pernah ditelantarkan Tuhanmu, buktinya yang
paling akurat terjadi saat engkau yatim yang diselamatkan, maka Allah
335
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
berfirman ﺮ ﻘﹾﻬ ﻓﹶﻼﹶ ﺗﺘﻴﻢﺘﻣﺎ ﺍﻟﹾﻴ ﻓﹶﺄﹶﻣadapun terhadap anak yatim maka janganlah
kamu berlaku sewenang-wenang.
Ini merupakan permintaan, seakan-akan ketiga ayat tadi diurut
seperti ini. Ayat pertama berdampak pada ayat ke dua, ayat kedua
berdampak pada ayat ketiga. Letakkanlah di bawah ayat pertama ayat
keempat, kelima dan keenam, dilanjutkan dengan tujuh, delapan dan
sembilan, ditemukan yang pertama datang dari Allah dibuktikan dengan
dalil serta dilanjutkan dengan permintaan. Dia mendapatimu sebagai
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk selama mendapat
hidayah terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu
menghardiknya. Selama Dia mendapatimu sebagai seorang yang
kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan, maka terhadap nikmat
Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur). (QS 93: 11) Seakan-akan nikmat akan terus terkucur, yang
diminta darimu untuk menuturkannya agar musuh Islam murka.***
336
ASY-SYARH 94, JUZ 30
SURAT 94
ASY-SYARH
(MAKKIYAH)
337
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
338
ASY-SYARH 94, JUZ 30
339
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
340
ASY-SYARH 94, JUZ 30
hal itu sebagai bentuk penekanan atau stresing yang perlu direnungi dan
peristiwa yang terjadi benar adanya. Artinya, yakinlah bahwa
pertolongan Allah itu ada dan pasti. Di sisi lain, besar kesulitan
mengisyaratkan bahwa pekerjaan itu suatu yang agung dan mulia.
ﻓﹶﻓﺎﻧﺼﻏﹾﺖ ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺫﺍ ﻓﹶﺮmaka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
ﺐ
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Bila
sesudah kesulitan ada kemudahan, maka cari sarana menuju kemudahan
itu. Bila telah selesai satu misi yang terkait dengan alam atau dengan
manusia atau dalam urusan dunia ini, maka hadapkan sepenuh hatimu
kepada Zat yang layak untuk disembah dengan beribadah, bermunajat
dan berserah diri.
ﻏﹶ ﻓﹶﻓﺎﺭﻚﺑﺇﹺﻟﹶﻟﻰ ﺭ ﻭhanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
ﺐ
berharap. Hanya karena Allah orientasi kerja muslim yang beriman
dalam hidup ini. Tidak ada niat lain di balik itu, walau pun itu terkait
dengan dakwah yang mengajak manusia menuju jalan kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Dalam perjalanan hidup manusia memerlukan bekal.
Lillah atau karena Allah adalah bekal. Bila dalam jihad diperlukan
senjata, “lillah” adalah senjata. Bila lillah dijadikan bekal dan senjata
niscaya dalam hidup ini akan ditemukan kemudahan sesudah kesulitan,
kelapangan sesudah kesempitan.
Surat ini berakhir sama seperti berakhirnya surat adh-Dhuhâ. Ia
meninggalkan dua bekas dan perasaan yang mendalam di dalam jiwa.
Pertama, bekas atau perasaan keagungan cinta dan kasih Allah kepada
Nabi Muhammad yang dicintai-Nya. Kedua, bekas atau perasaan cinta
kasih dalam diri Muhammad yang dengan suka cita berdakwah
mengajak manusia ke jalan yang benar. Ini adalah dakwah, ini adalah
amanat yang berat. Walau pun berat tetap saja menjadi ringan karena
panjaran sinar Ilahi yang mengaitkan kelemahan dengan kekuatan-Nya,
kefanaan dengan kekekalan-Nya dan ketiadaan dengan keabadiaan-Nya.
Kita memohon kepada Allah yang Maha Tinggi agar dilapangkan
hati kita, dimudahkan urusan kita, dimuliakan nama kita di dunia dan di
akhirat, dan diberikan kelezatan ibadah di dunia dan kelezatan nikmat di
akhirat. Dia Maha Kuasa dan Pelindung kita, amin.***
341
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
342
AT-TÎN 95, JUZ 30
SURAT 95
AT-TÎ N
(MAKKIYAH)
343
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
344
AT-TÎN 95, JUZ 30
345
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
346
AT-TÎN 95, JUZ 30
membantu manusia walau pun dia telah menyimpang dari fitrah dan
ajaran Islam yang benar, karena dia memiliki peran penting di bumi ini.
Pertolongan Allah terhadap manusia dapat dilihat dari bentuk tubuh
manusia yang begitu rumit dan menawan, atau dari bentuk akal pikiran
yang membadakannya dengan makhluk lain, atau dari bentuk jiwa yang
bersemayam di dalamnya. Manusia yang mulia dan unik ini akan jatuh
dan terhina bila menyimpang dari fitrah dan iman. Ini bukti bahwa
tubuh manusia dapat menjadi sumber dan penyebab hingga manusia
terhina dan rendah. Bahkan lebih rendah dari hewan, dan hewan lebih
mulia dari manusia.
Sebaliknya, unsur rohani dapat menyebabkan manusia menjadi
makhluk yang agung, bahkan ia dapat lebih mulia daripada para
malaikat. Sebagaimana yang terjadi pada peristiwa mikraj. Saat Jibril
berada pada satu maqam, Nabi Muhammad naik menuju maqam yang
lebih tinggi.
ﻥ ﻨﻨﻮﻤ ﻣ ﺮ ﻏﹶﻴﺮ ﺃﹶﺟﻢ ﻓﹶﻠﹶﻬﺤﺎﺕ ﺤﺼﺎﻟ
ﻤﻠﹸﻠﻮﺍ ﺍﻟﺼ ﻋ ﻭ ﻨﻨﻮﺍﻣ ﻦ ﺁ ﺬﺬﻳ ﹺﺇﺇﻻ ﺍﱠﻟkecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya. Iman dan amal saleh adalah kiat agar
manusia tetap bertahan dalam fitrah, dalam rohani yang bersih menuju
kemuliaan yang sempurna, hingga mencapai kesempuranaan yang abadi
di surga yang kekal.
Kebalikannya, orang yang memilih kesesatan akan jatuh terhina ke
neraka jahannam, tempat di mana kemanusiaannya telah dilucuti dan
harga dirinya telah sirna. Surga dan neraka adalah dua konsekuensi logis
dari kehidupan manusia, agar menjadi batu pijakan dan tolak ukur
kesuksesan manusia di dunia. Tidak ada kata sukses bila berakhir di
neraka, dan tidak ada kata gagal bila berakhir di surga.
ﺪﺪﻳ ﹺﻦ ﺪ ﹺﺑﺑﺎﻟ ﻌ ﺑ ﻚ
ﻳ ﹶﻜﺬﱢﺑ ﻤﻤﺎ ﹶﻓmaka apakah yang menyebabkan kamu mendusta
kan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
Bagaimana manusia dapat mendustakan hari pembalasan setelah
mengetahui hakikat ini. Setelah dia mengetahui nilai iman dalam
kehidupan, setelah mengetahui akhir perjalanan kaum kafir dan orang
yang tidak berpegang teguh nilai-nilai agama.
ﻤﺤﺎﻛ
ﲔ ﻜﹶﻢﹺ ﺍﻟﹾﺤ ﺑﹺﺄﹶﺣ ﺍﻟﻠﱠﻪﺲ ﺃﹶﻟﹶﻴbukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?
Bukankah Allah Maha adil saat Dia menetapkan aturan main dan
keputusan seperti ini!? Atau bukankah ini merupakan bukti
kebijaksanaan Allah yang tinggi dalam menempatkan mukmin di surga
347
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
dan kafir di neraka!? Keadilan itu jelas dan kebijaksanaan itu nyata.
Kita memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita termasuk
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan agar Dia memberi
pahala kepada kita tanpa terputus, karena Dia Maha Kuasa.***
348
AL-‘ALAQ 96, JUZ 30
SURAT 96
AL-‘ALAQ
(MAKKIYAH)
349
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
350
AL-‘ALAQ 96, JUZ 30
Surat al-‘Alaq adalah surat yang pertama kali turun secara mutlak.
Aisyah berkata: “Ketika Nabi Muhammad menyendiri di Gua Hira,
malaikat Jibril mendatanginya dan berkata: “Bacalah!”
Dia berkata: “Saya tidak dapat membaca.”
Nabi Muhammad mengisahkan bahwa pada saat itu, malaikat Jibril
memeluknya dengan erat lalu melepaskannya, lalu berkata: “Bacalah!”
Nabi Muhammad berkata: “Saya tidak dapat membaca.”
Nabi Muhammad mengisahkan bahwa pada saat itu, untuk kedua
kalinya malaikat Jibril memeluknya dengan erat lalu melepaskannya,
lalu berkata: “Bacalah!”
Nabi Muhammad berkata: “Saya tidak dapat membaca.”
Nabi Muhammad mengisahkan bahwa pada saat itu untuk ketiga
kalinya malaikat Jibril memeluknya dengan erat lalu melepaskannya,
lalu berkata: “Bacalah! dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” (HR Bukhari)
351
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ibu dan bapaknya pula (nenek-kakek), ibu bapak lahir dari ibu bapaknya
(eyang dan opung) dan seterusnya, hingga sampai pada penciptaan
manusia pertama, siapa yang menciptakannya tanpa sebab?
Muhammad kamu dapat membaca tidak seperti manusia membaca
yang harus melalui proses belajar membaca dari orang lain. Kamu dapat
membaca tanpa sebab dan tanpa proses. Kamu dapat membaca karena
kehendak Allah Pencipta sebab akibat, yang tidak memerlukan sebab
dalam menciptakan sesuatu.
ﻋ ﹶﻠ ﹴﻖ ﻦ ﻣ ﺴﺎ ﹶﻥ ﺴ
ﻖ ﺍ ِﻹﻹﻧ ﺧ ﹶﻠ Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaqah/
benda yang tergantung. ‘Alaq atau benda yang tergantung adalah awal
proses penciptaan manusia dari sisi reproduksi. Adapun penciptaan
manusia pertama kali secara mutlak berasal dari tanah. Terciptanya
manusia pertama dari tanah bukti kesempurnaan kekuasaan Allah.
Tepatnya, ketika Dia mengungkapkan dari tanah ini, maka perkara itu
sesuai dengan logika manusia. Tidak ada satu manusia pun yang pernah
menyaksikan proses penciptaan manusia dari tanah. Semua pesan itu
dapat diakui keabsahannya, karena ia bersumber dari Allah.
Proses penciptaan itu sendiri tidak dapat dikaji melalui ilmu
eksperimental. Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan pen-
ciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri;
dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.
(QS al-Kahfi [18]: 51) Sedangkan penciptaan manusia dari benda yang
tergantung maka hal itu dapat diuji keabsahannya secara eksperimen di
laboratorium. Di situ terlihat jelas mani berubah menjadi ‘alaqah ... dst.
ﻡ ﺮ ﻚ ﺍ َﻷﻛﹾ ﺑﺭﺃﹾ ﻭ ﺍﻗﹾﺮbacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Pada
ayat ini Allah berkata: “Maha Pemurah” dalam bentuk superlatif, ini
mengisyaratkan kepada dua perkara: pertama, karîm; dan kedua, akram.
Karim artinya orang yang mulia karena mengajarkan kamu membaca,
sementara akram Maha Mulia adalah Allah yang mengajarkan manusia
tanpa sebab.
ﻢ ﻌ ﹶﻠ ﻳ ﻢ ﻣﺎ ﹶﻟﺴﺎ ﹶﻥ ﻣ
ﺍﻹِﻹﻧﺴﻋﻠﱠﻢ Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. Maksud kata “manusia” di sini dapat ditafsirkan menjadi
dua penafsiran. Pertama, berlaku untuk manusia secara umum; kedua,
berlaku khusus kepada Adam sebagai manusia pertama.
Allah mengajar seluruh manusia, karena Dia yang memberi sarana
ilmu pengetahuan sehingga ilmu dapat diserap oleh manusia. Dia yang
menciptakan akal pikiran untuk berpikir dan menghapal. Dia
352
AL-‘ALAQ 96, JUZ 30
353
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
355
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
356
AL-‘ALAQ 96, JUZ 30
357
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﻪ ﺘﻳﹶﺃ ﺭﻦﺰﻯ ﻟﹶﺌﺰﻭﺍﻟﹾﻌ ﻭﻭﺍﻟﻠﱠﻠﺎﺕﻢ ﹶﻓ ﹶﻘﻘﺎ ﹶﻝ ﻭ ﻌ ﻧ ﻘﻘﻴ ﹶﻞ ﻢ ﹶﻗﻗﺎ ﹶﻝ ﹶﻓ ﹺﺮ ﹸﻛ ﺃﹶﻇﹾﻬﻦﻴﻪ ﺑ ﻬ ﻭﺟ ﺪ ﻤ ﺤ
ﻣ ﺮ ﻌﻔﱢ ﻳ ﹾﻞﻫ
ﻪ ﺳﺳﻮ ﹶﻝ ﺍﻟ ﱠﻠ ﺭ ﺗﺗﻰﺮﺍﺏﹺ ﻗﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﻓﹶﹶﺄﺮﻓﻓﻲ ﺍﻟﺘ ﻪ ﻬ ﻭﺟ ﺮ ﱠﻥ ﻋ ﱢﻔ ﻭ ُﻷ ﻪ ﹶﺃ ﺘﺒﺭ ﹶﻗ ﻋ ﹶﻠﻠﻰ ﻟﹶﺄﹶﻃﹶﹶﺄ ﱠﻥﻚﻞﹸ ﺫﹶﻟﻔﹾﻌﻳ
ﻮ ﻫ ﺇﹺﻟﱠﻟﺎ ﻭﻪﻣﻨ ﻢ ﻬ ﻤﺎ ﻓﹶﺠﹺﺌﹶ ﻗﹶﻗﺎﻝﹶ ﻓﹶﻤﻪﺘﻗﹶﺒﻠﹶﻠﻰ ﺭﻄﹶﺄﹶ ﻋﻴ ﻟﻢﻋﻠﱢﻠﻲ ﺯﺼ ﻳﻮﻫ ﻭﻠﱠﻢﺳ ﻭﻴﻪ ﻠﹶﻪ ﻋ ﺻ ﱠﻠﻠﻰ ﺍﻟ ﱠﻠ
ﻦ ﻣ ﺪ ﹰﻗﻗﺎ ﻨ ﺨ
ﻟﹶﻪﻨﻴﺑﻨﹺﻨﻲ ﻭﻴﻚ ﹶﻓ ﹶﻘﻘﺎ ﹶﻝ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺑ
ﻣﺎ ﹶﻟﻪ ﻣ ﻘﻴ ﹶﻞ ﹶﻟ ﻗﹶﻗﺎﻝﹶ ﻓﹶﻘﻪﻳﺪﻘﻘﻲ ﺑﹺﻴ ﺘﻳﻭ ﻪ ﻴ ﺒﻘ ﻋ ﻋ ﹶﻠﻠﻰ ﺺ
ﻨ ﹸﻜ ﻳ
ﻪ ﺘ ﺘ ﹶﻄ ﹶﻔﺧ ﻨﻨﻲ ﻻﻣ ﻧﻧﺎﺩ ﻮ ﻢ ﹶﻟ ﺳ ﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴ ﻋ ﹶﻠ ﻪ ﺻ ﱠﻠﻠﻰ ﺍﻟ ﱠﻠ
ﻪ ﺳﺳﻮ ﹸﻝ ﺍﻟ ﱠﻠ ﺭ ﹰﺔ ﹶﻓ ﹶﻘﻘﺎ ﹶﻝﻨﹺﺤﺃﹶﺟﻮﻻ ﻭﻮﻫﻧﺎﺭﹴ ﻭﻧ
ﻮﻮﺍ ﻀ
ﻋ ﻮﻮﺍ ﻀ
ﻋ ﺋ ﹶﻜ ﹸﺔﻤﻤﻼ ﺍﹾﻟ
Abu Jahal berkata: “Jika saya melihat Muhammad sedang salat,
sungguh saya akan memijak lehernya. Saya akan benar-benar
menyungkurkan wajahnya ke tanah.”
Saat Nabi Muhammad salat, dia pun melakukan apa yang telah dia
ucapkan. Namun saat dia hendak melakukannya dia melemah di atas
kedua lututnya dan menahan badannya dengan kedua tangannya. Ketika
ada yang bertanya kepadanya: “Apa yang terjadi pada dirinya?”
Dia berkata: “Saya melihat antara diriku dan diri Muhammad
terdapat parit dari api yang berkobar dan melahap apa saja.”
Rasulullah berkata: “Kalau dia mendekatiku, niscaya tubuhnya akan
hancur berkeping-keping dicabik oleh para malaikat.” (HR Muslim)
Walau pun ayat ini diungkapkan terkait dengan peristiwa Abu Jahal
dan Nabi Muhammad, tapi pesan yang ada di dalamnya berlaku umum
dan universal. Setiap individu yang menghambat atau melarang orang
lain untuk salat atau menyibukkan orang lain hingga tidak salat, maka
dia termasuk dalam kategori ayat ini. Seakan-akan surat ini
menggambarkan segala bentuk kejahatan yang dilakukan hingga orang
lain tidak salat. Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa kita akan
menemukan manusia yang setipe dengan Abu Jahal yang gemar
melarang orang lain untuk salat.
Menarik untuk kita renungi kisah Ali bin Abu Thalib terkait dengan
ayat ini. Pada satu hari dia melihat sekelompok orang salat sebelum
salat sunat hari raya. Perbuatan ini bertentangan dengan sunah dan
tradisi Nabi Muhammad. Berkata sebagian sahabat: “Wahai Ali,
mengapa perkara itu tidak dilarang?”
Ali berkata: “Saya tidak berani melarang mereka salat, namun saya
hanya dapat berkata: “Bahwa salat itu tidak dilakukan oleh Nabi
Muhammad, saya takut termasuk dalam lingkaran orang-orang yang
melarang orang lain salat.”
358
AL-‘ALAQ 96, JUZ 30
359
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
360
AL-QADR 97, JUZ 30
SURAT 97
AL-QADR
(MAKKIYAH)
361
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
362
AL-QADR 97, JUZ 30
363
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar.
Pada surat ini Allah memulai dengan “Kami”, bila kita kaji Alquran
maka kita akan menemukan bahwa gaya bahasa Alquran dalam
menyifati Allah terkadang dalam bentuk tunggal dan terkadang dalam
bentuk jamak sesuai dengan kondisi keadaan. Saat sedang
mengungkapkan proses penciptaan, maka di dalamnya diperlukan ilmu
pengetahuan, kebijaksanaan, kekuasaan, keinginan dan sifat-sifat
lainnya. Semua sifat ini menyebabkan Allah mengungkapkan diri-Nya
dengan “Kami yang agung”. Sedangkan pada saat diri-Nya hendak
mengungkapkan zat dan keesaan-Nya, maka Dia mengungkapkannya
dengan “Aku”. Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (QS
Thâhâ [20]: 14)
Pada ayat ini Allah tidak berkata “sembahlah Kami”. Bila diteliti
Alquran, maka kita akan menemukan bahwa bentuk tunggal bagi Allah
berlaku untuk menegaskan keesaan Uluhiyah dan keesaan peribadatan.
Yang disembah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk jamak
disebutkan saat menunjukkan keagungan penciptaan dan kemuliaan
pemberiannya. Pada saat itu Dia berkata: “Kami menciptakan ..., Kami
menetapkan ..., atau Kami menurunkan ...”
Bentuk kata nazala terkait dengan Alquran digambarkan dengan
berbagai bentuk. Terkadang dalam kata nazala, seperti: ‘bi al-haqqi
nazala’, Dan Kami turunkan (Alquran) itu dengan sebenarnya dan
(Alquran) itu turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami mengutus
engkau (Muhammad), hanya sebagai pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan. (QS al-Isrâ’ [17]: 105)
Terkadang dalam kata nazzala, seperti: ‘nazzala al-furqân’,
Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furq±n (Alquran) kepada hamba-
Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam (jin dan manusia). (QS al-Furqân [25]:1)
Terkadang dalam kata anzala, seperti: anzala al-kitâb, Allah yang
menurunkan Kitab (Alquran) dengan (membawa) kebenaran dan neraca
(keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat?
(QS asy-Syûrâ [42]: 17) terkadang dalam kata unzila, seperti: ‘unzila
ilaika’. Dan mereka yang beriman kepada (Alquran) yang diturunkan
kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan se-
364
AL-QADR 97, JUZ 30
belum engkau,) dan mereka yakin akan adanya akhirat. (QS al-
Baqarah [2]: 4)
Kata nazala/turun di dalam Alquran terkadang terkait dengan
Alquran (Lihat QS al-Isrâ’[17]: 105) dan terkadang terkait dengan
Malaikat Jibril (Lihat QS asy-Syu‘arâ’ [26]: 193-194). Artinya,
terkadang Alquran itu turun langsung dari Allah, dan terkadang Alquran
itu turun melalui malaikat Jibril. Kedua makna itu adalah satu, artinya:
Alquran yang turun melalui Jibril itu bersumber dari Allah.
Kata nazzala yang terdapat pada QS Âli Imrân [3]: 1-3, al-Isrâ [17]:
105 dan 106 mengisyaratkan bahwa Alquran itu turun bertahap. Ia tidak
turun sekaligus. Perkara ini dipertegas lagi dengan permintaan kaum
kafir agar Alquran diturunkan sekaligus sebagaimana kitab suci
sebelumnya. Lihat QS al-Isrâ [17]:107.
Sebagaimana kata nazala maka kata nazzala juga mengalami hal
yang sama, terkadang kata nazzala dikaitkan dengan Jibril: Katakanlah
(Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah)
bahwa dialah yang telah menurunkan (Alquran) ke dalam hatimu den-
gan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan
menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.” (QS
al-Baqarah [2]: 97)
Terkadang dikaitkan dengan Allah: Dia menurunkan Kitab
(Alquran) kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, mem-
benarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil,
(QS Âli Imran [3]: 3). Artinya, Alquran itu bersumber dari Allah dan
diturunkan dengan perantara Jibril. Jibril tidak menurunkan Alquran
dari dirinya. Bila dia menurunkan, maka hal itu berdasarkan perintah
Allah. Hal seperti ini sering kita temukan di dalam Alquran.
Saat Allah memerintahkan pena untuk menulis Alquran di Lauh
Mahfudz maka muncullah ia dari alam gaib mutlak menjadi nyata di
alam nyata bagi lembaran dan tetap gaib bagi Jibril. Saat Alquran
diturunkan secara bertahap kepada Jibril maka muncullah ia dari alam
gaib menjadi nyata bagi Jibril dan tetap gaib bagi Nabi Muhammad.
Saat Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Jibril, maka
ia menjadi nyata bagi Muhammad dan masih gaib bagi umat manusia.
Saat Nabi Muhammad menyampaikannya kepada manusia maka ia
menjadi nyata secara mutlak dan sempurna. Jadi, pada awalnya Alquran
itu gaib dan tidak ada yang mengetahui kecuali Allah. Ketika Alquran
menggunakan kata anzala maka maksudnya adalah diturunkan Alquran
untuk pertama kali dari Allah ke Lauh Mahfudz atau dari alam gaib
365
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
366
AL-QADR 97, JUZ 30
367
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
368
AL-QADR 97, JUZ 30
mengendor. Riwayat lain mengatakan bahwa umat dari Bani Israel tidak
disebut sebagai abid/taat beribadah kecuali bila dia telah beribadah
selama delapan puluh tahun, dan tidak pernah melakukan kemaksiatan
selama itu.
Seakan-akan riwayat-riwayat ini sedang memuliakan Bani Israel,
maka Jibril menurunkan ayat ini untuk memuliakan Nabi Muhammad
dan umatnya. Isi surat ini adalah amal 1 hari senilai dengan seribu
bulan. Bahkan bila dilakukan kebaikan dengan penuh khusuk dan
mengharap rida Allah akan dihapus segala dosa yang telah lalu. Seakan-
akan satu malam itu lebih mulia dari ibadah yang dilakukan selama
delapan puluh tahun lebih.
ﹴﺮﻣﻦ ﻛﹸﻞﱢ ﺃﹶﻣ ﹺﻬﻬﻢ ﻣﺑ ﺭﻬﺎ ﺑﹺﺈﹺﺫﹾﻥﻓﻴﻬ ﻓﺮﻭﺡﻭﺍﻟﺮﺋ ﹶﻜ ﹸﺔ ﻭﻤ ﹶﻠﻠﺎ ﺰ ﹸﻝ ﺍﹾﻟ ﻨ ﺗpada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan. Kata “dan” dalam ilmu tata bahasa berarti ada
yang disambung dan antara penyambung dan disambung terdapat
perbedaan, atau yang kedua (penyambung) mengkhususkan kata
sebelumnya (disambung), atau yang kedua menjadikannya bersifat lebih
umum. Contohnya, Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa
pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beri-
man laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang zalim itu selain kehancuran.” (QS Nûh [71]: 28) Kata
‘dan’ pada kalimat ‘ibu dan mukmin’ pada ayat ini bermakna bahwa ibu
bagian dari mukmin dan dia menjadi lebih khusus dari mukmin secara
umum.
Begitu juga halnya dengan ayat yang kita kaji. Para malaikat turun
ke bumi, lebih dikhususkan lagi malaikat yang bernama Ruh. Malaikat
itu terdiri dari dua bagian, malaikat yang mengatur urusan manusia,
inilah para malaikat yang diperintahkan Allah untuk sujud di hadapan
Adam, dan malaikat Alin yang khusus memuji Allah. Untuk itu saat
Allah bertanya kepada Iblis yang enggan sujud, Dia berkata: “Kenapa
kamu tidak sujud, apakah kamu sombong atau kamu termasuk dari
malaikat Alin?”
Kata ruh pada ayat di atas dapat dipahami dengan dua makna.
Pertama, malaikat yang menjaga manusia; kedua, Jibril yang disebut
dengan Ruh Amin, sebagaimana firman Allah: Yang dibawa turun oleh
Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), (QS asy-Syu’arâ’ [26]:193) Kedua-dua makna
ini dapat diterima, karena redaksi ayat mencakup kedua makna itu.
Dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan . Kata
369
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
370
AL-QADR 97, JUZ 30
371
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
372
AL-BAYYINAH 98, JUZ 30
SURAT 98
AL-BAYYINAH
(MAKKIYAH)
373
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
374
AL-BAYYINAH 98, JUZ 30
375
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
376
AL-BAYYINAH 98, JUZ 30
377
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
redup, tidak dapat menyinari kecuali untuk beberapa gelintir saja. Pada
saat itu agamawan telah menarik diri dari kehidupan dunia, untuk
bersemedi di balik gereja dan persemedian. Adapun agamawan yang
dapat bertahan melawan kehidupan dunia dengan bernegoisasi atas para
penguasa, maka mereka akan menopang segala kejahatan dan arogansi
penguasa, mereka juga ikut menikmati memakan harta manusia secara
batil dan haram.
Pada masa itu agama-agama besar menjadi ajang perebutan bagi
para munafik dan pendosa, hingga hilanglah visi utama dari agama.
Hingga kalau para nabi sebagai pembawa agama dibangkitkan kembali
dan diperkenalkan dengannya agama ini, maka mereka tidak akan
mengenalnya. Peradaban dan kebudayaan pada masa itu berada dalam
panggung kesembrautan, rusak dan berantakan. Dunia tanpa masa
depan, manusia hidup tanpa moral dan kebaikan, serta tanpa agama
samawi yang sebenarnya.
Inilah gambaran dunia sebelum diutus Nabi Muhammad. Kondisi ini
sendiri telah digambarkan Alquran dalam berbagai tempat. Di antara
gambaran Alquran tentang umat Yahudi dan Nasrani yang bercokol
dapat dilihat pada: Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,”
dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih putra Allah.” Itulah uca-
pan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-
orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka
sampai berpaling? (QS at-Tawbah [9]: 30) dan, orang Yahudi berkata,
“Orang Nasrani itu tidak memiliki sesuatu (pegangan),” dan orang-
orang Nasrani (juga) berkata, “Orang-orang Yahudi tidak memiliki
sesuatu (pegangan),” padahal mereka membaca Kitab. Demikian pula
orang-orang yang tidak berilmu, berkata seperti ucapan mereka itu.
Maka Allah akan mengadili mereka pada hari Kiamat, tentang apa
yang mereka perselisihkan. (QS al-Baqarah [2]: 113)
Gambaran Alquran tentang kejahatan umat Yahudi dapat dilihat di
antaranya pada: orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah ter-
belenggu.” Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan
merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan
itu, padahal kedua tangan Allah terbuka; Dia memberi rezeki sebagai-
mana Dia kehendaki. (Alquran) yang diturunkan kepadamu dari Tu-
hanmu itu pasti akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi ke-
banyakan mereka. Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di
antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap mereka menyalakan api
peperangan, Allah memadamkannya. Mereka berusaha (menimbulkan)
378
AL-BAYYINAH 98, JUZ 30
379
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
380
AL-BAYYINAH 98, JUZ 30
381
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
382
AL-BAYYINAH 98, JUZ 30
383
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
384
AL-ZILZALAH 99, JUZ 30
SURAT 99
AL-ZILZALAH
(MAKKIYAH)
385
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
386
AL-ZILZALAH 99, JUZ 30
Surat Zilzalah yang pendek ini bila dibaca dengan baik akan dapat
menggetarkan hati manusia yang lengah. Getaran yang menyatu di
antara nama surat, isi dan realita yang terlihat oleh hati. Getaran hebat
yang menggempakan bumi beserta manusia yang ada di atasnya, baru
saja mereka tersadar dan siuman, tiba-tiba mereka sudah dihadapkan
dengan hisab/perhitungan amal, timbangan dan balasan dari amal yang
telah dilakukan.
Inilah ringkasan dari surat ini, ia merupakan aroma kiamat yang
begitu dahsyat.
387
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
388
AL-ZILZALAH 99, JUZ 30
389
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
390
AL-‘ÂDIYÂT 100, JUZ 30
SURAT 100
AL-‘ÂDIYÂT
(MAKKIYAH)
391
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
392
AL-‘ÂDIYÂT 100, JUZ 30
393
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
394
AL-‘ÂDIYÂT 100, JUZ 30
jadi dia juga akan menjadi saksi atas keingkaran yang dilakukan di
dunia pada saat hari kiamat kelak. Sesungguhnya manusia itu
menyaksikan (sendiri) keingkarannya. Pada hari kiamat ini seluruh
anggota tubuh bersaksi untuk diri sendiri tanpa ada bentahan dan
perdebatan dari pihak manapun.
ﺪ ﻳﺸﺪ
ﻴ ﹺﺮ ﹶﻟ ﺨ
ﺍﹾﻟﺤﺐ
ﻟ ﻪ ﻭﹺﺇﻧ sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya
kepada harta. Manusia sangat mencintai dirinya sendiri, dampak dari
itu, ia sangat mencintai harta yang berbentuk materi, pangkat,
kenikmatan hidup di dunia. Inilah fitrah manusia. Inilah tabiatnya,
selama dia tidak bergaul dengan iman. Bila dia beriman, maka
berubahlah sudut pandang, mindset, penilaian dia terhadap diri dan
harta. Dia akan berubah dari sifat orang ingkar menjadi orang yang tahu
diri dan berterima kasih atas segala karunia Allah. Sebagaimana sifat
kikir dan bakhil berubah menjadi dermawan dan kasih sayang. Pada saat
itu, dia akan menampakkan nilai kemanusiaannya yang sebenar-
benarnya yang sebenarnya harus dia perjuangkan dan pertahankan. Dia
yakin nilai kemanusiaan dan ketuhanan ini lebih mulia dari harta,
jabatan dan pangkat serta nikmat dunia.
Manusia tanpa iman bagaikan hewan hina dan kerdil, hina tabiatnya
dan kerdil visinya. Walau pun dia memiliki ambisi yang besar, mulia
tujuan, selama masih berorintasi bumi dan terikat dengan gravitasinya,
terpenjara dengan kenikmatannya, maka dia tidak akan dapat terangkat
mulia ke langit menuju ketinggian yang lebih dari bumi, lebih dahsyat
dari kehidupan dunia, satu alam yang kekal dan abadi, karena kembali
kepada Allah yang abadi, kepada akhirat yang tiada batas.
Pada akhir surat ini, Allah menutup kiat agar manusia terhindar dari
sifat kikir dan kedekut, dan kiat agar terhindar dari ambisi diri untuk
merangkul dunia beserta seluruh isinya. Kiat itu dengan memaparkan
dan merubah sudut pandang bahwa dunia ini sementara. Di sana ada
masa kebangkitan dari kubur, alam mahsyar, perhitungan dan
timbangan, hingga orientasi hidup berubah.
ﻭ ﹺﺭﺪﻲ ﺍﻟﺼﺎ ﻓ ﹶﻞ ﻣﺣﺼ ﻭ {9} ﻮ ﹺﺭﻲ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﺒﺎ ﻓﺮ ﻣ ﺜﻌ ﺑ ﻢ ﹺﺇﺫﹶﺍ ﻌ ﹶﻠ ﻳ ﹶﺃﻓﹶﻼmaka apakah dia tidak
mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan
dilahirkan apa yang ada di dalam dada. Ini adalah gambar yang
menakutkan. Bila manusia dibangkitkan dan terkuak apa yang selama
ini terpendam di dalam dada, dan diduga tidak ada seorang pun yang
tahu. Tentu ini suasana yang tidak mengenakkan, bila tidak dipersiapkan
dengan baik dan benar, agar ianya menjadi tempat yang enak dan
395
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
nyaman.
Cukuplah kedua-dua peristiwa ini menjadi pesan untuk merubah
sikap dari kikir menjadi dermawan, dari cinta dunia menjadi
mempersiapkan akhirat.
Semua kisah ini akan berakhir kepada-Nya. ﲑ ﺨﹺﺒ
ﺬ ﻟﱠ ﺌﻣ ﻮ ﻳ ﻢ ﻢ ﹺﺑ ﹺﻬﻬﺭﺑ ﹺﺇﻥﱠ
sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan
mereka. Semua akan kembali kepada Tuhan. Dia Maha Pengalaman dan
Maha Mengetahui tentang segala rahasia, dan segala keadaan makhluk-
Nya. Dia Maha Mengatahui, kapan dan di mana saja, namun pada masa
ini pengetahuan Dia tentang mereka berbeda, karena pada saat ini
pengetahuan itu menjadi alat bukti untuk dihitung dan dibalas. Inilah
yang menyebabkan suasana pada hari itu berbeda dengan hari-hari
lainnya.
Kita memohon kepada Allah yang Maha Tinggi, Maha Kuasa agar
Dia menjaga kita dari hari itu, semoga Allah memberi kepada kita hati
yang bersih dari segala dosa, karena Dia sangat kuasa dan mampu.
Amin. ***
396
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
SURAT 101
AL-QÂRI‘AH
(MAKKIYAH)
397
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
398
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
399
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Ketiga pertanyaan itu memerlukan jawaban, tapi belum terjawab ﻣﻣﺎ ﻭ
ﻋ ﹸﺔ ﻣﺎ ﺍﻟﹾﻘﹶﻘﺎ ﹺﺭ ﻣﺭﺍﻙﺭ ﺃﹶﺩtahukah kamu apakah hari Kiamat itu? (QS al-'Qâriah
[101]: 3) berarti belum ada yang bisa menjawab. Jadi al-Qariah pertama
adalah abstrak; kedua, ketakutan dalam kesamar-samaran; dan ketiga,
dijelaskan bahwa ia sesuatu di luar jangkauan bahasa dan akal manusia.
Pertanyaan dari al-Qariah dikarenakan belum ada yang bisa
menjelaskan dari kesamaran itu tinggallah masalah ini mengerikan.
Bagaimana hal ini bisa terjadi sedangkan al-Qariah asal katanya
berasal dari bahasa Arab yang menjadi bahasa percakapan, bangsa Arab
berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri, memakainya/mendaya
gunakan kata-katanya sesuai dengan kosakatanya, maka bagaimana
Allah mendatangkan lafaz ini yang belum ada batasan artinya sampai
pada suatu kondisi kita menanyakan kata itu, padahal kita menanyakan
kata itu tapi belum mendapat jawabannya? Memang bahasa adalah suatu
kata yang menyampaikan tentang maksudnya. asas dari percakapan itu
dimengerti oleh keduanya, si Pembicara dan si Pendengar.
ﻋ ﹸﺔ ﺍﻟﹾﻘﹶﻘﺎ ﹺﺭhari Kiamat, lafaz dari lafaz bahasa/terminologi. Selama ia
merupakan lafaz terminologi maka artinya diketahui. Karena asas dari
bahasa dialog adalah pemahaman: Seakan-akan Allah ingin
menunjukkan makna istilah ini berbeda dari makna secara bahasa
kenapa? Karena kata yang diungkapkan manusia untuk menyampaikan
pesan mereka memiliki makna bahasa yang dipahami di samping itu
juga ia berguna untuk menyampaikan makna istilah, hingga kata
tersebut memiliki makna yang luas dari sebelumnya sempit dan terbatas.
Sebagai contoh, kata al-hajj/haji menurut bahasa artinya al-qasd/
tujuan, sedangkan menurut istilah Islam ialah berkunjung ke
Baitulharam dalam waktu yang tertentu. Jadi, syariat telah membatasi
kita yang dimaksud dengan tujuan dan waktu tertentu. Bila diucapkan
Islam di bangun atas lima perkara dan di antaranya haji, maka yang
dimaksud haji di sini haji menurut istilah. Seakan-akan kata haji sirna
menurut bahasa untuk menunjukkan makna kata itu. Begitu juga arti
Nahwu dan Fikih menurut istilah dan menurut bahasa.
Jadi, kata al-qâri‘ah bukanlah dipahami secara bahasa, karena kata
al-qâri‘ah menurut bahasa ialah sesuatu yang keras terbentur dengan
sesuatu yang keras sehingga menimbulkan suara keras. Tapi, maksud al-
qâri‘ah sesuatu yang tidak diketahui (un known) yang sesuai dengan
makna keinginan Allah. Seakan-akan kata al-qâri‘ah berpindah dari
400
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
401
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
402
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
403
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﻪ ﻴﻫ ﻣﺎ ﻣﺭﺍﻙﺭ ﺃﹶﺩtahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (QS al-Qâri‘ah
[101]; 10) Ditutup dengan surat hamazah ﻤ ﹸﺔ ﺤ ﹶﻄ
ﻣﺎ ﺍﻟﹾ ﻣﺭﺍﻙﺭﻣﺎ ﺃﹶﺩﻣ ﻭtahukah kamu
apa Huthamah itu? (QS al-Humazah [104]: 5)
Dalam 13 ayat yang terdapat kata adrak. Kata itu menunjukkan
bahwa sesuatu yang disebutkan setelahnya jangan dipahami secara
bahasa. Karena semua itu terkait dengan hal gaib. Allah
menyampaikannya sesuai dengan bahasa kita. Itu bertujuan untuk
perumpamaan atau pendekatan.
Masalah adrak dan yudrik dengan menggunakan fiil madhi dan
mudhari, yang terkait dengan masa lalu dan akan datang, hanya terkait
dengan manusia. Telah dikatakan bahwa kehidupan adalah kegiatan
yang terkait antara manusia dengan waktu dan tempat. Manusia tidak
mengetahui hal-hal yang terkait pada masa dulu dan yang akan datang.
Sebagaimana dia juga tidak mengetahui yang terjadi saat ini bila
berbeda tempat. Inilah pengetahuan manusia yang sangat terbatas. Tapi,
bagi Allah, waktu dan tempat merupakan makhluknya. Ilmu-Nya
bersifat azaly dan qadim. Ilmu itu sudah ada sebelum waktu dan tempat
diciptakan. Selama ilmu-Nya zatnya, waktu dan tempat merupakan
ciptaan-Nya, maka tidak mungkin zat yang mendahului waktu dan
tempat dipengaruhi oleh keduanya yang datang menyusul kemudian.
Jadi, ketika Allah berkata wa mâ adraka, maknanya batasan waktu
telah ditembus, karena waktu masa lalu, sekarang dan akan datang
hanya berlaku bagi manusia, sedangkan bagi Allah semuanya sama.
Jadi, ketika Allah mengatakan wa mâ adraka menunjukkan bahwa tidak
ada seorang pun yang mengetahuinya selamanya.
Kalimat tanya yang diucapkan Allah menunjukkan bahwa al-Qariah
itu merupakan peristiwa besar. Ia dipertanyakan untuk mendidik
manusia akan rasa gentar dan takut terhadapnya. Di samping mendidik
mereka untuk mempersiapkan diri dengan matang. Kalau gaya bahasa
ini ditulis manusia maka kita akan melewatinya begitu saja. Tapi, saat
engkau membaca Alquran yang mulia ia pun mempengaruhi jiwamu,
hingga bahkan membuatmu menangis. Ketika ditanya kenapa kamu
menangis saat membaca? Karena Alquran tidak saja menyentuh akal
pikiran, tapi ia juga menyentuh hati dan seluruh sanubari kita. Jadi,
Allah saat dialog dengan makhluk ia tidak menggunakan lafaz, tapi
lebih dari itu. Bahkan Alquran dapat menggugah pembacanya,
walaupun ia belum mengetahui hakikat-Nya.
404
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
ﺜﹸﺜﻮﺒﺮﺍﺵﹺ ﺍﻟﹾﻤ ﻛﹶﻛﺎﻟﹾﻔﹶﺮﻨﺎﺱﻜﹸﻜﻮﻥﹸ ﺍﻟﻨ ﻳﻡﻮ ﻳpada hari itu manusia seperti anai-anai
ﺙ
yang bertebaran. (QS al-Qâriah [101]; 4) Manusia bagaikan anai-anai,
manusia yang merupakan makhluk agung di bumi ini diumpamakan
dengan sesuai yang paling hina. Anai-anai merupakan sesuatu yang
beterbangan di sekitar senar lampu yang bila tersentuh lampu ia pun
mati. Inilah anai-anai. Kata ﺙ ﺜﹸﺜﻮﺒ ﺍﻟﹾﻤyang bertebaran artinya ﺍﳌﻨﺘﺸﺮ
tersebar secara acak tanpa petunjuk.
Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran. Ayat ini
juga menunjukkan kondisi yang bercampur aduk. Pada saat itu telah
ditemukan satu kelompok yang menempati tempat tertentu. Tapi,
semuanya telah berbaur. Selama telah bercampur maka tiada guna
nasab, kedudukan dan keagungan. Semuanya telah sirna, karena pada
saat itu terjadi musibah besar. Selain Alquran, hadis juga
memperumpamakan manusia dengan anai-anai. Nabi bersabda:
“Perumpamaanku dan kamu sekalian bagaikan seorang yang
menghidupkan api maka datanglah lalat dan anai-anai mengitari di
seputar perapian itu. Saya ingin menyelamatkan kamu sekalian dari
terbakar api, tapi kamu malah mencercaku dan dengan senang hati
pula kamu menyelupkan diri ke dalam api itu. Kamu semua merasa
kagum dengan cahaya ini, tapi kamu tidak mengetahui akibat buruk
darinya.” Inilah gambaran detail hadis atas taklif Islam.
ﻔﹸﻔﻮ ﹺﻨﻦﹺ ﺍﻟﹾﻤﻬﺒﺎﻝﹸ ﻛﹶﻛﺎﻟﹾﻌﻜﹸﻜﻮﻥﹸ ﺍﻟﹾﺠﹺﺒﺗ ﻭdan gunung-gunung seperti bulu yang
ﺵ
dihambur-hamburkan. (QS al-'Qâriah [101]: 5) Setelah mengumpa-
makan manusia dengan anai-anai, Allah mengumpamakan gunung
seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Gunung yang merupakan benda
yang paling solid lagi kokoh berubah menjadi bulu yang paling ringan
lagi berhamburan. Kata ﻦ ﻬ ﹺ ﺍﹶﻟﹾﻌartinya ﺍﻟﺼﻮﻑbulu domba. Agar mudah
dipintal dan diolah menjadi kain wol, bulu domba yang terkait harus di
pisah-pisahkan hingga tiada kaitan dengan yang lain.
Bulu domba yang dimaksud bukanlah satu warna, tapi beraneka
warna, hingga sesuai dengan kondisi gunung yang beraneka warna ﻦ ﻣ ﻭ
ﺩ ﺳﻮ ﺳﺮﺍﺑﹺﺑﻴﺐﻏﹶﺮﻬﺎ ﻭﻬﻮﺍﻧ ﺃﹶﻟﹾﻮﻒﻠﺘﺨ ﻣﺮﻤﺣﺾ ﻭ
ﺑﹺﺑﻴﺩﺪﺒﺎﻝﹺ ﺟ ﺍﻟﹾﺠﹺﺒdan di antara gunung-gunung
itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
dan ada (pula) yang hitam pekat. (QS Fâthir [35]: 27)***
405
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
406
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
perselisihan berat amal baik atas amal buruk, untuk mengetahui amal
baik berapa kilo dan amal buruk berapa kilo.
Ketika disebut tentang proses timbangan dalam ayat ini hanya
tertulis “berat” dan “ringan”. Sedangkan proses timbangan itu ada tiga:
Pertama, kalau tidak yang ini berat yang ini ringan; kedua, yang ini
ringan yang itu berat; ketiga, timbangan keduanya sama. Ayat ini
menyebutkan berat dan ringan namun tidak menyebutkan bila sama
berat. Namun dalam surat al-A’râf diterangkan bila kondisi timbangan
sama berat.
Di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di
atas A`raf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua
golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Mereka menyeru penduduk
surga: “Salamun `alaikum”. Mereka belum lagi memasukinya, sedang
mereka ingin segera (memasukinya). (QS al-A'râf [7]: 46) Kenapa?
Karena ada satu pernyataan: “Bahwa rahmat Allah mendahului murka-
Nya.” Bila terjadi kesamaan, maka rahmat dan kasih Tuhan turun
tangan hingga timbangan itu menjadi berat kepada kebaikan.
Jadi, ada yang berat timbangannya secara realita, ada juga yang
berat karena dikatrol, ditambah dengan yang ringan, maka kondisi
timbangan menjadi tiga: pertama, berat secara realita; kedua, berat
dikatrol dan ketiga, ringan. Artinya, yang sama dialihkan menjadi berat,
berkat rahmat Allah.
Tentang proses timbangan, Imam Ali pernah ditanya: “Seberapa
lama waktu yang diperlukan bagi Allah untuk menghitung seluruh amal
manusia?” “Apakah dihitungnya sekali waktu?
Ia menjawab: “Benar, sebagaimana Ia telah memberi mereka rezeki
sekali waktu.”
Ia tidak disibukkan oleh pemberian rezeki kepada satu orang hingga
melupakan rezeki orang lain, karena manusia akan disebut sibuk bila
kekuatannya terbatas. Sedangkan baik kekuatan yang tidak terbatas
dalam waktu yang sama ia dapat melakukan banyak hal yang tak
terbatas.
Kalaulah timbangan itu berbentuk materi, tentu itu memerlukan
proses, yaitu: merubah hal maknawi menjadi materi. Kenapa tidak
sebaiknya timbangan itu saja yang diubah menjadi maknawi, agar lebih
cepat prosesnya dan lebih adil?
Di jawab: “Lihat, mana yang lebih teliti dan lebih adil? Bila
timbangan dalam bentuk maknawi, dia tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh jiwa, sedangkan bila timbangannya berbentuk materi, maka ia
407
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
408
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
masuklah lelaki itu dan pihak tergugat hakim itu pun berkata: “Demi
Allah, ya Amirul mukminin, kedua orang ini tidak sama pandanganku
terhadap mereka, walaupun saya telah mengembalikan sepiring
kurmanya. Bagaimana pula halnya bila saya mengambil kurma itu!?”
Yang terpenting dari kisah ini, bahwa kedetailan dalam hukum
sangat sukar diterapkan, selama hakim memiliki perasaan. Jadi, ketika
timbangan tidak memiliki perasaan, maka keadilan itu pasti terjamin.
Satu hal yang ditakuti dalam memutuskan hukum ialah perasaan hakim,
alasan argumentatif, hingga Rasulullah bersabda: “Aku adalah manusia,
dan kamu sekalian mengadu kepadaku, boleh jadi seseorang lebih dapat
mengeluarkan argumentasinya, hingga aku memenangkannya. Maka
diputuskan kamu menang, tapi dalam hatimu, kamu telah merampas hak
saudaramu, maka jangan ambil keputusan itu, karena itu merupakan
penggalan dari api neraka.”
ﻪ ﻨﻮﺍﺯﹺﺯﻳﻮ ﻣ ﺛﹶﻘﹸﻠﹶﺖﻦﻣﺎ ﻣ ﻓﹶﺄﹶﻣadapun orang-orang yang berat timbangan
(kebaikan) nya. Bila dipahami bahwa timbangan yang dimaksud adalah
keadilan dan kebenaran, atau maknanya adalah timbangan dalam wujud
materi yang terlihat sehari-hari, keduanya benar. Kalau ia berwujud
materi kita pun memiliki alasan, kalau maksudnya timbangan maknawi
berupa kebenaran dan keadilan, maka kita pun paham. Mengapa Allah
ungkapkan keduanya dalam kata “timbangan”. Itu karena hawa nafsu
yang menimbulkan perasaan, dari perasaan timbul sikap keberpihakan.
Timbangan adalah besi yang tidak berperasaan hingga tiap orang dapat
mengambil haknya.
ﺔ ﻴﺿ
ﺭﺭﺍ ﺔﻋﻴﺸﻓﻲ ﻋ ﻓﻮ ﻓﹶﻬmaka dia berada dalam kehidupan yang
memuaskan. (QS al-Qâriah [101]: 7) Kata ‘isyah atau kehidupan
keadaan di mana manusia hidup, di dalam istana yang dihuni, nikmat
yang dinikmati atau pakaian yang dikenakan. Ini semua kehidupan.
Semua barang dan fasilitas ini tidak dapat disebutkan bahwa ia puas
atau radhiyah terhadap kita, karena ia benda mati yang tidak memiliki
perasaan, hingga dapat puas. Tapi, kitalah yang puas terhadap benda-
benda kehidupan ini. Sebagai contoh, rumah yang ditempati tidak
mungkin ia puas terhadap saya, tapi sayalah yang puas terhadap rumah
itu.
Untuk itu ulama mengatakan bahwa kata puas yang tertulis dalam
bentuk subjek bukan objek itu maksudnya adalah sebagai objek atau
memuaskan atau mardhiyah. Seperti firman Allah: ﻨﺎﻠﹾﻨﺟﻌ ﺮ َﺀﺀﺍ ﹶﻥ ﺕ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ
ﺃﹾﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﻗﹶﺮﻭ
409
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﺭﺍﺘﻮﺭﺘﺴﺑﺎ ﻣﺠﺎﺑ
ﺠ ﺣﺓﺮﻨﻮﻥﹶ ﺑﹺﺑﺎﻵﺧﻨﻣﺆ ﻻﹶ ﻳﺬﻳﻦﻦ ﺍﱠﻟﺬ ﻴ ﺑﻭ ﻚ
ﻨﻴ ﺑapabila kamu membaca Alquran
niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak
beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup. (QS al-
Isrâ’ [17]: 45)
Apakah tirai itu ﺭﺍﺘﻮﺭﺘﺴ ﻣbenda yang ditutupi atau ia ﺳﺎﺗﺮsebagai alat
penutup. Tirai ialah ﺳﺎﺗﺮalat penutup. Untuk itu ulama mengatakan
ﺭﺍﺘﻮﺭﺘﺴ ﻣdi sini maksudnya adalah ﺳﺎﺗﺮ.
Timbul pertanyaan: “Mengapa Allah menggunakan kata radhiyah
dan mastur? Jawabannya: “Dalam tirai ada dikenal dengan penutup
rangkap. Benar bahwa tirai itu sebagai alat yang harus ditutupi (mastûr).
Jadi ketika disebutkan hijab mastur, tirai tersebut sudah sampai pada
taraf menutup dirinya sendiri. Jadi, selama ia tertutup maka ia
merupakan penutup rangkap.
Begitu juga dengan ‘isyah radhiyah bila ditafsirkan bahwa dia
adalah kehidupan yang diridai (mardhiah) benar, atau dapat juga
ditafsirkan bahwa kehidupan itu sendiri yang rela (radhiah) terhadap
kita. Apa tanda kerelaan? Fulan rela terhadap sesuatu bendanya, bahwa
ia mencintai sesuatu itu. Selama mencintainya, maka ia akan selalu
bersama dan menyertainya. Jadi, maksud ‘isyah radhiyah nikmat itu
kekal bersama mereka, dan tidak pernah terlepas karena ia rela dan
memuaskan. Jadi, bukan manusia saja yang rela dan puas, tapi surga
beserta nikmatnya pun puas dan rela.
Ayat di atas ini merupakan nikmat super dan abadi, di mana ia tidak
saja berstatus memuaskan, tapi ia juga puas dan setia menyertai.
Bila disebutkan bahwa nikmat itu berupa benda mati dan tidak dapat
berpikir, tapi sebenarnya dalam ilmu Allah ia berpikir bahkan terkadang
mereka cerdas. Seperti: ﻩ ﺪ ﻤ ﺤ ﺑﹺﺢﺒﺴﺀٍ ﺇﹺﻻﱠ ﻳﺷﻲ ﻦ ﻣ ﻭﹺﺇ ﹾﻥ tidak ada suatu pun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, (QS al-Isrâ’[17]: 44)
Tapi, siapa yang dapat memahami bahasa makhluk dan berbicara
dengannya? Jawabannya: Tuhan yang menciptakannya. Untuk itu ia
berkata: ﲔ
ﻌﻨﺎ ﻃﹶﻃﺎﺋﻨﻴﺘﺎ ﺃﹶﺗ ﻗﹶﻗﺎﻟﹶﺘkeduanya menjawab: “Kami datang dengan suka
hati.” (QS al-Fushshilat [41]: 11) Semut berkata: “Masuklah ke dalam
sarang-sarang kamu sekalian.” Hud-hud berkata: “Aku datang dari
negeri Saba dengan berita yang yakin.” Artinya, binatang pun punya
aturan, mereka dapat bicara dan memiliki bahasa. Hanya saja manusia
yang memahaminya minim dan terbatas.
410
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
411
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
lama denganmu.
Untuk itu para pengikut Imam Ali saat mendengar bahwa langit dan
bumi tidak menangis atas kepergian Firaun, mereka berkata: “Apakah
langit dan bumi dapat menangis?”
Dia menjawab: “Ia, ia menangis, bahagia dan tertawa. Selama Allah
menafikan tangisan langit dan bumi atas kepergian keluarga Firaun,
maknanya ia menangis atas kepergian selain mereka.”
Dilanjutkan: “Bila seorang anak Adam meninggal maka
menangislah dua tempat. Di langit dan di bumi. Tempat di langit ialah
tempat naiknya amal ibadah. Ia bersedih karena amal itu tidak datang
lagi. Di bumi, tempat ia salat, karena ia mencintai dan merindukannya.
Bila ia wafat, maka menangislah tempat sujud itu.”
Jadi ketika dikatakan ’isyah radhiyah menenteramkan hati kita
bahwa nikmat di akhirat berbeda dengan nikmat dunia. Nikmat akhirat
rela kepada kita.
Setelah itu datang kebalikannya: ﻳ ﹲﺔﻫﺎ ﹺﻭ ﻫﻣﻪ ﹶﻓﹸﺄmaka tempat kembalinya
adalah neraka Hawiyah. (QS al-Qâriah [101]: 9) Artinya ummu adalah
tempak kembali. Hawiyah dijabarkan dengan ﻴ ﹲﺔﻣ ﺣﺎ ﺣ ﺭ ﻧﺎﻪ)(ﻧ ﻴﻫ ﻣﺎ ﻣﺭﺍﻙﺭﻣﺎ ﺃﹶﺩﻣﻭ
tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat
panas. (QS al-Qâriah [101]: 10-11)
Kata ma adrak dalam ﻪ ﻴﻫ ﻣﺎ ﻣﺭﺍﻙﺭﻣﺎ ﺃﹶﺩﻣ ﻭtelah dibahas di awal surat al-
Qâriah [101]; 1-3. Pertanyaan dan perubahan arti ini bertujuan untuk
mendobrak dari arti yang sebenarnya, hingga tidak dipahami uslub
Alquran seperti makna bahasa yang ada. Karena kamu paham arti al-
qariah dan Hawiyah secara bahasa, tapi kedua-duanya tidak dapat
dipahami secara bahasa. Ia hanya dapat dipahami dalam makna yang
lain. Untuk itu di sini diulangi lagi dengan ﻳ ﹲﺔﻫﺎ ﹺﻭ ﻫﻣﻪ ﹶﻓﹸﺄmaka tempat
kembalinya adalah neraka Hawiyah, maknanya pahamilah maka tempat
kembalinya adalah neraka Hawiyah dalam konteks al-Qariah. Yaitu
pertanyaan dan perubahan arti bukan dalam istilah yang dikehendaki
Allah.
ﻪ ﻴﻫ ﻣﺎ ﻣﺭﺍﻙﺭﻣﺎ ﺃﹶﺩﻣﻳ ﹲﺔ)(ﻭﻫﺎ ﹺﻭ ﻫﻣﻪ ﹶﻓﹸﺄmaka tempat kembalinya adalah neraka
Hawiyah. tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (QS al-Qâriah
[101]: 9-10) Dijawab dengan ﻴ ﹲﺔﻣ ﺣﺎ
ﺣ ﺭ ﻧﺎ( ﻧYaitu) api yang sangat panas
merupakan uslub yang agung, yang tertuang dalam uslub ambisi penuh
harap, lalu dijawab dengan jawaban yang membuat orang putus asa
412
AL-QÂR‘AH 101, JUZ 30
413
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
nikmat dia mendapat rida dari Allah. Kedua, nikmat selamat dari azab
akibat melanggar manhaj Allah. Begitu juga azab yang menimpa kafir
ada dua: pertama, disiksa di neraka; kedua, tidak dapat masuk ke dalam
surga yang penuh nikmat.
Tindakan bersebrangan ini (taqâbul) banyak ditemukan dalam
Alquran, seperti: Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah me
reka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang
beriman. Apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka,
mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. apabila orang-orang
berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira.
Apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan:
“Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”,
padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi
orang-orang mu'min. (QS al-Muthaffifin [83]: 29-33)
Tindakan berseberangan ialah: ﻋ ﹶﻠﻠﻰ ()ﻜﻮ ﹶﻥ
ﺤ ﹸﻜ
ﻀ
ﻳ ﻦ ﺍ ﹾﻟﻜﹸﻔﱠﻔﺎ ﹺﺭ ﻣ ﻨﻨﻮﺍﻣ ﻦ َﺀﺀﺍ ﺬﺬﻳ ﻡ ﺍﱠﻟ ﻮ ﻴﻓﹶﻓﺎﻟﹾ
ﻌ ﹸﻠﻠﻮ ﹶﻥ ﻳ ﹾﻔ ﻧﻧﻮﺍﻣﻣﺎ ﹶﻛﻛﺎ ﺭ ﺍﹾﻟﻜﹸﻔﱠﻔﺎﺏﻞﹾ ﺛﹸﻮﺮﻭ ﹶﻥ)(ﻫﻈﹸﺮﻨ ﻳﻚﺭﺍﺋ ﺍﻷَﺭmaka pada hari ini, orang-orang
yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas
dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah
diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS al-
Muthaffifin [83]: 34-35)
Bila hari kiamat pasti akan datang sifat-sifat yang diinginkan Allah,
bila manusia akan dihadapkan dengan amal perbuatan yang pernah di
lakukan di atas timbangan yang penuh teliti lagi adil, untuk selanjutnya
memperoleh ganjaran, yang mukmin masuk surga yang penuh nikmat
serta kafir masuk neraka Hawiyah, maka orang yang berakal akan
beramal agar mendapatkan keridaan Allah dan tidak menyibukkan
dirinya dengan hal-hal yang tidak berguna, apalagi menghambat dirinya
untuk memperoleh nikmat abadi.***
414
AT-TAKÂTSUR 102, JUZ 30
SURAT 102
AT-TAKÂTSUR
(MAKKIYAH)
415
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
416
AT-TAKÂTSUR 102, JUZ 30
417
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
418
AT-TAKÂTSUR 102, JUZ 30
419
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
420
AT-TAKÂTSUR 102, JUZ 30
421
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
422
AT-TAKÂTSUR 102, JUZ 30
423
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
424
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
SURAT 103
AL-‘ASHR
(MAKKIYAH)
425
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
426
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
Kita baru saja selesai merenungi bersama surat at-Takatsur. Surat itu
ditutup dengan menyadarkan manusia bahwa mengejar dunia, dan
menjadikannya sebagai tujuan hidup dan segala sesuatu di dunia ini
adalah salah. Allah mengarahkan kepada kita bahwa perlombaan atau
target keberhasilan itu adalah dalam kebaikan dan mengejar akhirat.
Surat at-Takatsur ditutup dengan kemudian kamu akan ditanya pada
hari itu, tentang segala nikmat (yang kamu telah menikmatinya)!
Kenikmatan yang dikejar manusia dan menjadi target kesuksesan di
mata manusia akan ditanya dan dipertanggung jawabkan di akhirat.
Pertanyaan itu terdiri dari beberapa proses. Pertama, dihisab/dihitung;
kedua, ditimbang; ketiga, ditempatkan sesuai timbangan. Perlu disadari
oleh manusia bahwa target hidup tidak ditempatkan kecuali pada
perolehan kebaikan di dunia dan setelah di dunia. Target hidup adalah
memperberat timbangan amal kebaikan saat manusia bertemu dengan
Allah. Pada saat itu pertanyaan yang dilontarkan terhadap nikmat-
nikmat yang telah diperoleh tidak dalam keadaan terhina, tapi dalam
keadaan mulia dan bahagia.
Allah telah menetapkan jalan yang lurus, jalan yang paling cepat
untuk mencapai dua titik yang berseberangan. Bila manusia ingin
sampai kepada Allah, maka hendaklah dia mengikuti manhaj Allah dan
jalan-Nya hingga mengantarnya kepada tujuan itu.
Setelah penjelasan jalan di atas Allah menegaskan bahwa kehidupan
manusia tidak pernah lepas dari dua keadaan: beruntung, berhasil dan
sukses; atau rugi, gagal dan kecewa. Pada ayat berikut Allah
memaparkan jalan atau manhaj yang menghantar manusia kepada
keberuntungan, keberhasilan dan kesuksesan.
Telah kita sebutkan sebelumnya, bahwa ketika Allah hendak
bersumpah, maka Dia bersumpah dengan apa yang dikehendaki-Nya
dan atas apa yang dikehendaki-Nya. Dia bersumpah karena Dia sangat
mengetahui atas apa dan siapa yang telah Dia ciptakan dan rahasia di
balik penciptaan itu. Hanya Allah yang dapat bersumpah atas apa yang
Dia kehendaki, sedangkan manusia tidak mengetahui keagungan sesuatu
dan rahasia di balik sesuatu, karena kebodohan manusia tentang apa-apa
yang ada di sekitar dia.
Sumpah itu diucapkan Allah dalam dua bingkai utama. Pertama,
dalam wujud penetapan, seperti: Demi masa; kedua, penafian, seperti:
Aku tidak bersumpah dengan negeri ini. (QS al-Balad [90]: 1-2) Atau
QS al-Qiyâmah [75]: 1, al-Wâqi‘ah [56]: 75-76. Walaupun sumpah
diucapkan dalam bentuk penafian atau penetapan, namun tujuannya
427
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
satu, yaitu penegasan akan pentingnya hal yang dijadikan objek sumpah
itu.
Sumpah dilakukan terhadap sesuatu hal yang masih samar, agar
menjadi jelas. Adapun sumpah terhadap sesuatu yang sudah jelas
dilakukan agar objek sumpah itu tetap diperhatikan dan jangan pernah
dilupakan. Contohnya, orang yang pergi ke rumah sakit. Terkadang
manusia ke sana karena merasa sakit, lalu dokter memberinya resep.
Terkadang manusia yang sehat juga ke rumah sakit untuk mengecek
kesehatannya.
428
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
429
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
salat lima waktu dengan penuh semangat, terutama salat wustha yang
dipahami juga dengan salat lima waktu itu, agar lebih semangat.
Begitu juga ketika Allah menyamarkan kapan masa lailatul qadr
pada saat bulan Ramadhan, di sepuluh hari terakhir, tujuannya agar
setiap muslim bersemangat untuk melakukan salat malam sepanjang
malam. Ketika Allah menyembunyikan masa dikabulkan doa pada hari
Jumat bertujuan agar mukmin bersemangat untuk menjaga setiap detik
di hari jumat dengan mengisinya berbagai bentuk ibadah. Dari ketiga-
tiga contoh ini semakin jelas bahwa disamarkannya masa atau istilah
satu syariat dalam Islam demi satu faedah yang mulia dan agung.
Pemahaman kedua dari makna asar yaitu waktu sore. Kenapa waktu
sore begitu penting bagi Allah hingga dijadikan sarana sumpah?
Jawabannya, terkadang manusia sangat sibuk bekerja hingga dia ingin
menuntaskannya hingga menjelang magrib bahkan malam. Waktu asar
adalah waktu di mana manusia mengevaluasi hasil kerja hariannya dari
pagi hingga sore. Apakah kerjanya sudah maksimal dan mendatangkan
manfaat? Atau dia hanya membuang-buang waktu dengan melakukan
hal yang tidak berguna!?
Selama waktu asar atau sore dijadikan sebagai waktu evaluasi kerja
harian, maka Allah berfirman: “Demi waktu sore”, berbahagialah
manusia yang telah meraih manfaat dari waktu yang telah berlalu, dan
bersedihlah serta menyesallah bagi manusia yang selalu membuang-
buang waktu.
Pemahaman ketika dari asar adalah masa yang terdiri dari 24 jam.
Atau asar itu waktu sore (waktu akhir di siang hari) dan subuh (waktu
akhir di malam hari), maka jadikanlah waktu sore dan subuh sebagai
waktu evaluasi atas apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum
dikerjakan.
Pemahaman terakhir dari asar adalah masa dari kehidupan manusia.
Masa kehidupan manusia itu bersifat pasang surut. Ada masa permulaan
dan ada pula masa kepunahan. Satu peradaban bangkit, berkembang,
maju dan berjaya, kemudian hancur dan punah. Tegaknya satu
peradaban mengisyaratkan bahwa dia memiliki sendi-sendi kehidupan.
Kemudian kepunahan dan kehancurannya mencerminkan bahwa ia
memiliki unsur-unsur kepunahan. Kalaulah peradaban itu berdiri dan
terus berkembang, tentu dia tidak akan pernah berakhir. Kenapa satu
masa peradaban itu hancur dan punah?
Karena sendi-sendi kehidupan dapat terus dipertahankan dan
diperjuangkan. Namun perjalanan waktu, manusia melupakan sendi-
430
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
431
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
432
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
hanya saja saat menghadapi tantangan dan rintangan, kita selalu kurang
sabar dan cepat menyerah, atau bahkan sering marah. Hingga runtuhlah
semua semangat, dan pasrah dengan keadaan yang ada. Keadaan yang
telah diseting oleh para musuh, keadaan yang telah direkayasa para
penjajah.
Seandainya seluruh sendi keberhasilan ini tetap prima di kalangan
muslimin, niscaya mereka tidak pernah akan berstatus merugi. Bila
merasa hidup merugi, yakinlah bahwa akidah telah melemah atau
bahkan hilang, atau akidah belum diterjemahkan dalam aplikasi dan
amal nyata, atau amal saat dilakukan menyimpang dari kebenaran
dengan mengikut godaan syahwat; atau saat rintangan menghambat,
mereka tidak bersikap sabar. Baca sejarah, lihat setiap peristiwa, niscaya
pesan di balik itu tetap sesuai dengan prinsip keberhasilan.
ﺒ ﹺﺮ ﺍ ﺑﹺﺎﻟﺼﺻﻮ
ﺍﺗﻮﻭ ﺤﻖ
ﺍ ﺑﹺﺎﹾﻟﺻﻮ
ﺍﺗﻮﻭ ﺕ
ﺎﻟﺤﺎﻤﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼ ﻋ ﻭ ﻮﺍﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳ ﺇﹺﻻ ﺍﻟﱠﺬkecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.
Bila kita menemukan kata dispensasi/pengecualian, maka kita
pahami yang dikecualikan itu berjumlah lebih sedikit dari jumlah
seluruhnya. Tapi pada ayat ini disebutkan kata ‘insân/manusia’ bersifat
umum dan dikecualikan dengan mukminin. Bagaimana kata yang
bersifat tunggal dikecualikan dengan kata yang bersifat jamak (amanû)?
Jawabannya, bahwa kata “insân” tidak terbatas pada konotasi tunggal.
Tapi ia dapat diartikan dengan “setiap individu manusia”, karena huruf
alif lam pada kata insan sehingga menjadi al-insan, dipahami dengan
istighrâq/mencakup seluruh individu yang ada di dalamnya. Untuk itu,
kita dapat memahami ayat itu dengan “setiap individu manusia akan
merugi kecuali orang-orang yang telah beriman ...” Jumlah individu
manusia lebih banyak dari mukminin. Artinya, manusia itu ada yang
rugi dan ada yang beruntung. Yang beruntung adalah mukminin, dan
yang rugi adalah yang kafir.
Iman merupakan akidah yang telah meragi di dalam jiwa sehingga
menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ia merupakan ikatan
yang mengikat hati dan tidak pernah keluar darinya selamanya. Akidah
itu sendiri berasal dari kata ‘aqd yang berarti ikatan. Akidah tidak
terletak di otak hingga dipikirkan. Segala sesuatu apabila masih berada
di otak, maka ia masih bisa didiskusikan, untuk selanjutnya diterima
atau ditolak.
433
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Akidah bukan pula sesuatu yang dapat diindra dan dirasa. Segala
sesuatu yang dapat diindra tidak disebut akidah. Kita tidak mengatakan:
“Saya yakin dan percaya bahwa kamu ada di depanku. Saya berkata dan
kalian mendengar.” Tidak juga disebut sebagai akidah bila saya berkata:
“Saya percaya bahwa lampu itu menyala.” Akidah sangat terkait erat
dengan sesuatu yang gaib.
Bila akidah terkait dengan perkara gaib, maka puncak akidah adalah
kayakinan akan keberadaan Allah. Allah gaib. Keyakinan kepada
malaikat-Nya, dan mereka adalah gaib. Percaya kepada kitab suci dan
para nabi, mereka juga gaib. Walau pun kitab suci dapat dilihat dan
jejak rasul masih terasa, namun tetap saja ia dikatakan dengan gaib.
Alasannya, karena kita tidak mengetahui bagaimana wahyu itu
diturunkan, kita juga tidak pernah bertemu dengan para nabi dan rasul.
Jadi, syarat keyakinan yang pertama adalah gaib.
Inilah beda muslim dan kafir. Kafir menginginkan segala sesuatu itu
terlihat dan nyata. Padahal yang terlihat tidak memerlukan keimanan.
Karena kita sama dengan yang lain, sama-sama melihat. Kalau
keimanan terkiat erat dengan perkara yang terlihat, maka sama status
antara muslim dan kafir. Perkara yang membedakan mukmin dengan
kafir adalah bahwa mukmin percaya kepada yang gaib.
Bukan berarti segala sesuatu yang tidak terlihat dan terindra itu
tidak ada. Lihat ruh atau nyawa yang ada pada diri manusia. Ia ada tapi
tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar. Dengan ruh, terjadi
kehidupan, bila ruh dicabut berubahlah wujud manusia menjadi tubuh
yang kaku, lalu menjadi tanah. Kita tidak dapat mengindra ruh, tapi kita
percaya bahwa ruh itu ada. Jadi, manusia mempercayai sesuatu yang
gaib yang ada pada dirinya.
Bila dikatakan bahwa manusia memiliki Tuhan yang memiliki
kehendak, dan tidak dapat dilihat, maka jangan merasa aneh dan heran,
karena perkara seperti ini ada juga terdapat di dalam diri manusia itu
sendiri. Bila manusia tidak mampu untuk menggapai hakikat makna ruh
yang terdapat di dalam dirinya yang merupakan bagian dari ciptaan
Allah, maka bagaimana pula dengan Allah yang hakikat-Nya tidak
dapat diindra. Bertambah gaib sesuatu bertambah agung lah dia. Bila
sesuatu itu tidak gaib, maka dia tidak layak dijadikan Tuhan.
Merupakan keagungan Tuhan bila Dia itu gaib.
Beda antara sesuatu itu ada dengan sesuatu itu diindra. Tidak berarti
bila sesuatu itu tidak diindra berarti ia tidak ada. Selain ruh yang ada
pada jiwa, kita juga menemukan mikroba. Ia sudah ada sejak alam ini
434
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
435
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
436
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
437
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
kebaikan itu akan dipetik oleh mukmin itu sendiri. Di sisi lain dia akan
mendapatkan pahala dan ganjaran, sebagai karunia dari Allah.
Dengan keimanan ini, sirnalah pemikiran bahwa kita hidup
sendirian di bumi ini, dan muncullah pemahaman yang mendalam
bahwa kita hidup bersama Allah. Dalam kehidupan sering didengar
ungkapan hikmah: “Bahwa anak yang memiliki ayah, tidak akan merasa
susah dalam mengarungi kehidupan.” Dia tidak akan pernah berpikir
untuk membeli suatu barang atau makanan, apakah barang atau
makanan itu murah atau mahal, karena yang membayar dan
memikirkannya adalah ayahnya. Bila manusia yang memiliki ayah saja
tidak merasa cemas dalam mengarungi kehidupan, bagaimana pula
dengan mukmin yang memiliki Tuhan dan hidup bersama-Nya!? Jadi,
ini adalah modal besar sehingga mukmin tidak takut dalam menjalani
kehidupan apalagi cemas.
Di sisi lain, dia akan melihat setiap bencana dan cobaan sebagai satu
ujian atau seleksi untuk meningkatkan derajatnya. Karena Allah tidak
pernah menguji kecuali kepada orang yang dia cintai. Yang paling dia
cintai adalah para nabi, dan mereka adalah orang yang paling banyak
diuji.
Nabi Muhammad bersabda:
ﻼ ِﺀ
ﹶ ﻋﻈﻢﹺ ﺍﻟﹾﺒﻊﺰﺰﺍ ِﺀ ﻣ ﺍﻟﹾﺠﻈﹶﻢﺇﹺﻥﹼ ﻋ, ﻢ ﻫ ﻼ
ﹶﺘﻮﻣﺎﹰ ﺍﺑ ﻗﹶﻮﺐﺇﹺﻥﹼ ﺍﷲ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺃﹶﺣﻭ, ﺿﻰ
ﺿ
ﺮ ﻪ ﺍﻟ ﻲ ﹶﻓ ﹶﻠ ﺿ
ﺭ ﻦ ﻤ ﹶﻓ
ﹸﺨ ﺍﻟﺴﻂﹶ ﻓﹶﻠﹶﻪﺨ ﺳﻦﻣﻭ
ﻂ
“Sesungguhnya besar pahala disesuaikan dengan besar ujian.
Sesungguhnya Allah bila mencintai seseorang, maka Dia akan
mengujinya. Barang siapa yang rida atas ujian itu, maka Dia akan
mendapat rida Allah, dan barang siapa yang membencinya, dia akan
mendapat kebencian-Nya. (HR Tirmizi)
Hadis ini mengisyaratkan bahwa bencana dan ujian yang menimpa
mukmin adalah kebaikan bagi mukmin itu sendiri. Mukmin yang diuji
dan mendapat bencana adalah mukmin yang dicintai Allah, bila dia
bersabar atau bahkan bersyukur. Nabi Muhammad bersabda: “Sungguh
aneh perkara mukmin, semua yang menimpanya adalah baik. Bila dia
mendapat kelapangan, maka dia bersyukur, dan itu adalah baik. Bila
mendapat kesempitan, maka dia bersabar, dan itu adalah baik baginya.
(HR Muslim)
Keimanan adalah suatu perkara yang membuat hidup mukmin tetap
optimis dan semangat. Ketika mukmin merasa lemah, maka dia yakin
bersama Allah, dia akan menjadi kuat. Janganlah kamu bersikap lemah,
438
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
439
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
yakinlah bahwa iman bukan tujuan akhir, ia adalah sarana menuju amal
saleh. Keimanan mukmin kepada Allah yang Mahakuat, menyebabkan
mukmin bekerja kuat dan menyandarkan hasil kerja kepada-Nya.
Keimanan mukmin kepada Allah yang Maha Pengasih, menyebabkan
dia tidak segan-segan menyebar rasa kasih sayang di alam ini, dst.
Dengan demikian, kita telah berpindah dari dasar pertama (iman)
menuju dasar kedua (amal saleh). Amal saleh adalah perbuatan yang
dipinta Allah dari manusia. Perbuatan ini terkadang tidak mendatangkan
faedah secara cepat dan instan. Perbuatan ini disebut dengan ibadah.
Selain ibadah, ditemukan muamalat, ia adalah peraturan yang diatur
untuk mengatur kehidupan manusia, sebagai individu yang terkiat
dengan urusan diri sendiri, keluarga, masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kata lain dari muamalat adalah disiplin. Kalau prinsip
keimanan tidak ada niscaya kehidupan manusia akan berjalan tanpa
disiplin.
Beda antara ibadah dan muamalat, ibadah adalah syariat yang
diperintahkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Muamalat adalah hasil pemikiran manusia, hanya saja syariat
mendukung produk hasil pemikiran itu jika baik, dan menolak produk
hasil pemikiran jika buruk, bila samar diarahkan kepada jalan yang
benar. Untuk itu Islam terkadang mengadopsi hukum Arab jahiliyah,
bila dari hukum itu terlihat ada kebaikan bagi umat manusia. Bila salah,
maka hukum itu dilarang untuk diterpakan, dan bila dapat direvisi,
Islam pun merevisinya.
Ibadah dalam arti yang sempit tidak ada campur tangan manusia di
dalamnya. Dia hanya berdasarkan kepada perintah Allah agar hamba
dapat dekat kepada-Nya. Untuk itu para ulama berkata: “Asal dari
ibadah adalah pelarangan, hingga datang perintah dari Allah dalam
wujud syariat.” Manusia tidak boleh menyembah Allah dengan cara dan
gayanya yang tidak diperintahkan, kecuali dalam wujud amalan sunat.
Bila diperintahkan salat lima waktu, maka dia tidak menambahnya
menjadi enam, kecuali salat sunat yang telah diatur. Bila diperintahkan
zakat 2.5% setiap tahun, maka dia boleh menambahnya sebagai wujud
sedekah dan infak. Bila diperintahkan haji sekali seumur hidup, maka
dia boleh melaksanakan haji sunat setiap tahun. Bila diperintahkan
puasa wajib di bulan Ramadhan, maka dia boleh menambahnya dengan
puasa senin Kamis serta puasa 3 hari setiap bulan Arab.
Amalan-amalan yang terkait dengan ibadah ini menjadi saleh atau
layak, bila ia berdasarkan kehendak Zat yang memerintahkan, sebagai
440
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
441
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
442
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
dipertegas oleh Huzaifah: “Fitnah dan cobaan yang menempel di hati itu
bagaikan tikar yang diancam sehelai demi sehelai, hingga hati itu
menjadi dua warna: putih bagaikan batu bukit Saha yang tidak akan
goyah setiap cobaan menerpa, dan yang lain hitam pekat yang tidak
dapat lagi mengingkari kemungkaran kecuali hanyut di dalamnya.”
Kita dapat menyaksikan dalam hidup ini bahwa orang yang
melepaskan diri dari ikatan manhaj tidak dimulai secara total dan
menyeluruh, tapi dimulai secara bertahap sedikit demi sedikit, hingga
menjauh dari kebenaran dan akhirnya hanyut dalam kemungkaran.
Untuk itu perlu kesadaran untuk saling menasihati dalam kebenaran.
Kita harus menasihati manusia, bila kita melihat manusia yang telah
mulai menyimpang walau dalam hal yang kecil dan sepele.
Alquran menyebutkan dengan istilah tausiyah bukan perintah,
karena tausiyah mengandung unsur nasihat dari orang yang mencintai
kepada orang yang dicintai. Kita tidak akan menasihati orang kecuali
orang itu kita cintai, dan dia yakin bahwa kamu juga mencintainya.
Kecintaan itu beragam antar satu manusia dengan lainnya, ada kecintaan
berdasarkan kepentingan dunia, ada juga yang berdasarkan kepentingan
agama.
Saat mendengar tausiayah, maka kita akan menemukan puncak
kebenaran adalah manhaj Allah. Kebenaran itu banyak dan beragam,
tapi puncaknya hanya satu yaitu manhaj Allah. Tausiyah dan nasihat
atau saran itu banyak dan beragam, kita sering mendengar nasihat atau
saran bahkan kiat bagaimana agar seseorang berhasil dalam perkebunan,
perdagangan, relasi dengan manusia atau dalam menghafal, tapi
puncaknya tetap pada mengikuti manhaj Allah. Manhaj-Nya adalah
puncak kesuksesan dan kebenaran.
Untuk itu Nabi Ibrahim dan Yakub berwasiat kepada anak-anaknya
agar tidak mati kecuali dalam keadaan iman. Ibrahim telah mewasiatkan
ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yaqub. (Ibrahim
berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama
ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam”. (QS al-Baqarah [2]: 132)
Wasiat tidak terlepas dari waktu, dan waktu bagi manusia itu sangat
banyak, namun bila wasiat diucapkan saat mendekati kematian, maka
pesan yang akan disampaikan haruslah sesuatu yang sangat penting. Hal
ini dapat dilihat di dalam Alquran betapa besar harapan Nabi Yakub
agar anak-anaknya tetap beriman hingga dia harus bertanya di akhir
hayatnya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (QS al-Baqarah
443
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
444
AL-‘ASHR 103, JUZ 30
445
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
446
AL-HUMAZAH 104, JUZ 30
SURAT 104
AL-HUMAZAH
(MAKKIYAH)
447
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
448
AL-HUMAZAH 104, JUZ 30
449
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
450
AL-HUMAZAH 104, JUZ 30
451
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
boleh jadi karena dia memiliki harta yang berlebih dari biasa.
ﻩ ﺩ ﻋﺪ ﻭ ﻣﻣﺎ ﹰﻻ ﻊ ﻤ ﺟ ﺬﺬﻱ ﺓ ﺍﱠﻟ ﺰ ﻤ ﺓ ﱡﻟ ﺰ ﻤﻳ ﹲﻞ ﱢﻟ ﹸﻜﻞﱢ ﻫﻭ kecelakaanlah bagi setiap
pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-
hitung. Arti wa ‘addadahu adalah menghitungnya. Seluruh waktunya
terasa tenang ketika menghitung-hitung hartanya sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang yang bakhil. Ketika dia memiliki harta, dia
lalu mengurung diri di dalam kamar untuk menghitung-hitung hartanya.
Atau ‘addadahu artinya membuat harta sebagai persiapannya dalam
segala hal.
Apakah lakon di dalam peristiwa ini terkait pada individu tertentu
atau ini berlaku umum dan universal? Atau apakah ayat ini terkait
dengan peristiwa dilakukan oleh Akhnas bin Suraiq atau orang lain?
Jawabannya, karena lafaznya umum, maka ia berlaku secara umum dan
universal. Karena jika Allah ingin berbicara tentang seseorang secara
khusus, maka Dia dapat saja menyebutkan nama dan sifat orang
tersebut. Ketika berbicara tentang seseorang secara khusus Dia berkata:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa”. (QS al-Masad [111]: 1)
Jadi, di sana terdapat masalah yang menjadi kaitan hukumnya
adalah sifat atau nama seseorang. Apa beda keduanya? Pertama, atau
yang terakit dengan sifat, maka kisah itu berlaku dan sesuai dengan
siapapun orangnya, selama dia memiliki sifat yang tertera di dalam ayat
itu. Masalah siksaan wail –contohnya dalam ayat ini– tidak terikat pada
individu dan nama tertentu, tapi ia berlaku umum. Adapun kedua, atas
dasar nama individu tertentu yang memiliki sifat yang berhak ada
padanya, sebagaimana yang terdapat dalam kisah Abu Lahab dalam
surat al-Masad. Jadi ancaman wail dalam ayat ini datang kepada setiap
orang yang miliki sifat dengan sifat humazah dan lumazah meskipun
bukan orang, bukan Akhnas bin Suraiq yang disebutkan dalam kisah
yang terkait dengan ayat itu.
Contoh lain, ketika Alquran memaparkan kisah Ashabul Kahfi, para
ulama membahas hal ini dengan seksama dan berkata: “Siapa nama-
nama mereka?” Sebagian mereka membahas pula berapa jumlah mereka
sebenarnya. Sedangkan yang lainnya membahas masa keberadaan
mereka atau tempat kediaman mereka. Ada juga yang mencari tahu
nama anjing yang turut serta. Mereka meneliti kisah ini begitu dalam
hingga keluar dari tuntutan nash atau lari dari pesan Alquran yang
diturunkan sebagai inspirasi atau hidayah bagi manusia. Kenapa?
452
AL-HUMAZAH 104, JUZ 30
453
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
454
AL-HUMAZAH 104, JUZ 30
455
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ini adalah api yang khusus, api Allah “nar Allah”. Jika sesuatu
disandarkan kepada Allah, maka ia menjadi amat sangat besar, sesuai
dengan kebesaran dan kekuasaan Allah. Jika seorang anak dipukul oleh
kawannya, atau oleh ayah dari kawannya, atau petinju kelas berat dunia,
maka pukulan siapa yang paling menyiksa? Begitulah, jika segala
sesuatu disematkan kepada Allah, maka ia menjadi besar dan dahsyat.
Ini adalah dalil bahwa rerdaksi ayat disesuaikan dengan bentuk siksaan
bagi manusia yang gemar menghina dan mencela.
Ketika Rasulullah Saw mendoakan Ali bin Abi Jahal, atas hinaan
dan siksaan yang dilakukan keluarga Abu Jahal terhadap Islam dan
dirinya, Nabi berdoa dan berkata: “Ia telah dimakan oleh salah seekor
anjing Allah.”
Nabi berkata anak Abu Jahal akan dimakan anjing Allah, tapi
kenyataannya dia dimakan oleh binatang buas yang lebih dahsyat dari
anjing. Sahabat bertanya: “Wahai Nabi apa maksud dari salah seekor
anjing Allah?”
Beliau berkata bahwa ini adalah idhafah atau sesuatu yang
disematkan kepada Allah. Nabi berkata: “Ya. salah sekor anjing Allah.”
Ini dapat dipahami bahwa binatang buas adalah anjing jika dinisbahkan
kepada Allah.
Apabila Allah berfirman: “Yaitu api (yang disediakan) Allah yang
dinyalakan. Selama api yang disediakan itu bersumber dari Allah, atau
api itu milik Allah, maka tidak seorang pun dari makhluk Allah yang
dapat menghalanginya. Karena api di dunia yang dibuat oleh seseorang
dapat dipadamkan oleh orang yang lebih kuat darinya. Sedangkan nar
Allah tidak dapat dipadamkan oleh seorang pun dan tidak ada seorang
pun yang dapat menolong orang yang diazab.
ﺪ ﹸﺓ ﻤﻤﻮ ﹶﻗ ﻪ ﺍﹾﻟ ﺭ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻧﺎ( ﻧyaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan
kenapa Allah harus menyampaikan api itu menyala, bukankah pada
hakekatnya api memang menyala? Ini untuk mempertegas bahwa api
tersebut benar-benar menyala dan dahsyat hingga dapat membakar
sampai ke hati.
Lihat ungkapan ﺓ ﺪ ﺌﻷ ﹾﻓ َ ﻋ ﹶﻠﻠﻰ ﺍ ﻊ ﻠ ﺗ ﱠﻄ ﺘﺘﻲ ﺍﱠﻟyang (membakar) sampai ke hati,
artinya bahwa ia senantiasa menyala hingga sampai pada intinya atau
hatinya, kenapa ke hati? Maka seakan-akan api diistimewakan untuk
menjadi balasan yang istimewa hingga sampai ke hati. Jika dahulu,
ejekan dan hinaan penghina dan pencela sampai pada tahap
menyakitkan hati, melemahkan semangat, membunuh karakter, potensi
456
AL-HUMAZAH 104, JUZ 30
457
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
458
AL-FÎ L 105 JUZ 30
SURAT 105
AL-FÎL
(MAKKIYAH)
459
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
460
AL-FÎ L 105 JUZ 30
461
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
462
AL-FÎ L 105 JUZ 30
463
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
464
AL-FÎ L 105 JUZ 30
ingin menjauhkan Islam dari ikatan yang terkait dengan alam gaib, atau
menjauhkan kehidupan Rasulullah dari mukjizat dan menjadikannya
manusia biasa.
Contohnya, kita temukan Hasan Haikal dalam buku sirah yang
ditulisnya berkata: “Akan saya kesampingkan seluruh mukjizat yang
telah Muhammad raih dari unsur gaib, kelenik dan aneh-aneh. Saya
akan menjadikannya sebagai sosok manusia brilian.”
Mereka sangat paham bahwa umat Islam akan bangga sekali ketika
Nabi Muhammad ditempatkan pada tokoh manusia nomor satu di dunia.
Muhammad sang brilian. Sebenarnya, ini adalah jebakan yang
menjerumuskan. Sebagai seorang muslim, kita tidak menginginkan
Muhammad hanya berstatus sebagai pemimpin dunia yang sangat
berpengarus, sang cerdas dan brilian pengubah wajah dunia. Ini baik
dan dapat dicontoh, tapi yang utama dan pertama, perlu untuk
ditetapkan adalah “Bahwa Muhammad adalah rasul utusan dari Allah.”
Ini gelar yang cukup dan sudah melebihi segalanya. Kenapa? Karena
saat dikatakan ia sang pemimpin, sang brilian maka kamu telah
memberinya ruang lingkup manusiawi saja. Tapi saat kukatakan bahwa
ia adalah Rasulullah (utusan Allah), artinya dia telah memperoleh
fasilitas kemampuan yang bersumber dari Allah. Jadi, kemampuannya
melebihi sang brilian. Cukuplah bagi mukmin untuk mengatakan bahwa
Muhammad seorang rasul, tanpa sifat embel-embel lainnya.
Kembali kepada kisah utama. Muhammad Abduh mengatakan
bahwa batu burung ababil itu adalah mikroba dan seterusnya. Kita
diskusikan. Pertanyaan pertama; “Apakah peristiwa ini telah termuat
secara histories atau tidak?”
Jawabannya: “Telah termuat.”
Kapan peristiwa ini terjadi?
Terjadi pada tahun gajah, yaitu: Tahun Rasulullah dilahirkan.
Setelah beberapa lama dari Rasulullah diutus menjadi Nabi?
Setelah 40 tahun. Saat Alquran diturunkan ditemukan manusia yang
telah berumur 50, 60, 70, 80, 90, 100, dan 120 tahun. Kita ambil saja
yang berumur 60 tahun, telah berapa generasi yang dia berikan? Tentu,
dia telah melahirkan generasi yang banyak, seakan-akan saat Rasulullah
menerima surat ini dan membacanya di tengah-tengah masyarakat yang
mengkufurinya dan berambisi untuk mendustainya. Kalaulah mereka
mengetahui dan mendapat celah untuk mendustai Alquran, niscaya
mereka tidak akan menyembunyikannya. Mungkin saja orang yang
berusia 20 s/d 40 dapat dibohongi, tapi kalau berita Alquran itu salah
465
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
466
AL-FÎ L 105 JUZ 30
467
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
[12]: ) dan sesungguhnya kayda/tipu daya setan itu adalah lemah. (QS
an-Nisâ [4]: 76)
Tipu daya wanita itu besar merupakan bukti bahwa wanita itu lemah
untuk melawan secara berhadapan. Itu karena hanya orang yang tidak
percaya dirilah dan tidak memiliki keberanian yang melakukan tipu
daya. Bila makhluk lemah ini mendapat kesempatan walaupun kecil
maka dia tidak melepaskannya hingga memusnahkan musuhnya.
Sedangkan orang yang kuat akan berkata: “Biarkan dia pergi sekarang,
karena bila dia menyakitiku lagi, aku dapat membalasnya kapan saja.”
Orang lemah kalau ada kesempatan maka dia akan membunuh.
ﻠﻴ ﹴﻞﻠﻀﻓﻲ ﺗ ﻓﻢﻫﺪ ﹾﻞ ﹶﻛﻴﻌﺠ ﻳ ﺃﹶﻟﹶﻢbukankah Dia telah menjadikan tipu daya
mereka (untuk menghancurkan Ka`bah) itu sia-sia? (QS 105: 2) Tipu
daya selamanya dilakukan secara bersembunyi. Tapi tipu daya yang
dilakukan kaum kafir itu hanya dapat disembunyikam atas kaum
mukmin saja. Sedangkan Allah tidak ada yang dapat disembunyikan
hambanya. Jadi, akhirnya tipu daya terhadap mukmin itu bukanlah tipu
daya yang dapat ditutupi dan disembunyikan, karena Allah akan
membuka kedok mereka dan mempermalukannya di hadapan mukmin.
Tipu daya mereka akhirnya sia-sia, karena tidak sampai pada tujuan dan
tidak pula memperolah hasil apa-apa. Kenapa? Karena tipu daya kafir
itu bukan saja menyerang mukmin, tapi melawan Zat yang Mahakuasa.
Untuk itu ketika kita mendengar ﺪﺪﺍ ﻴ ﺪ ﹶﻛ ﻛﻛﻴ ﻭﹶﺃ ﺪﺪﺍ ﻴ ﺪﺪﻭ ﹶﻥ ﹶﻛ ﻜﻴ ﻜ ﻳ ﻢ ﻬ ﻧﹺﺇ
sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat
dengan sebenar-benarnya. Aku pun membuat rencana (pula) dengan
sebenar-benarnya. (QS ath-Thâriq [86]: 15-16) Jangan menduga bahwa
umat Islam yang di hadapanmu itu lemah, karena sebenarnya mereka
sedang melawan Allah yang Maha Kuat, Tuhan yang pasti berada pada
pihak mukmin. Jadi, selama Allah yang melakukan tipu daya, maka tipu
dayanya pasti terlaksana. Sedangkan tipu daya kaum kafir sia-sia tidak
sampai pada tujuan.
ﺑﺎﺑﹺﺑﻴ ﹶﻞﺮﺍ ﺃﹶﺑﺮ ﻃﹶﻴﻬﹺﻢﻠﹶﻴﻞﹶ ﻋﺳﺃﹶﺭ ﻭDia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbondong-bondong, (QS 105: 3) Kata ababil berasal dari kata ﺃﺑﻴﻞ
yang merupakan kata majemuk yang tidak memiliki kata tunggal.
Maksud burungAbabil dalam ayat ini adalah sekelompok burung. Kisah
ini telah terekam dalam sejarah.
ﺠﻴ ﹴﻞ
ﺠ ﺳﻦﺓ ﻣ ﺭ ﺠﺎ
ﺠ ﺑﹺﺤﻣﻴﻬﹺﻢﻣﺮ ﺗyang melempari mereka dengan batu (berasal)
468
AL-FÎ L 105 JUZ 30
469
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
470
QURAISY 106 JUZ 30
SURAT 106
QURAISY
(MAKKIYAH)
471
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
472
QURAISY 106 JUZ 30
473
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Dalam daftar isi surat Quraisy diletakkan setelah surat Fil. Ketika
ditemukan huruf jâr dalam awal awal surat ﺶ ﻳ ﹴ ﺮ ﻗﹸ ﻹِﻹﻳﻼﹶﻑkarena kebiasaan
orang-orang Quraisy. (QS 106: 1) Maka ditemukan kaitan ayat pertama
ini dengan ayat terakhir surat al-Fil, yaitu: ketika Allah memusnahkan
tentara bergajah dan menjadikannya bercerai berai bagaikan daun yang
makan, maka orang Quraisy haruslah bersyukur. Kenapa? Karena
kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian
pada musim dingin dan musim panas. (QS 106: 1-2) tidak akan
terlaksana, kalau Allah menelantarkan rumah-Nya untuk dihancurkan
Abrahah.
Kaum Quraisy dapat melakukan kebiasaan perjalanan itu terkait erat
dengan wibawa Ka’bah di semenanjung Arab. Ka’bah merupakan
tempat tawaf seluruh bangsa Arab dari segala penjuru negeri. Selama
bangsa Arab melaksanakan haji ke Ka’bah, maka tidak mungkin mereka
mengganggu kafilah dagang yang berasal dari Ka’bah ini (suku
Quraisy) menuju Selatan ke Syam atau ke Utara yaitu Yaman. Bila
mereka ganggu, mereka pasti akan dibalas ketika pergi haji ke Mekkah.
Jadi, keberadaan mereka di sekitar Ka’bah itulah yang menjaga
wibawa mereka di Jazirah. Jika Ka’bah dihancurkan, sebagaimana
keinginan Abrahah, niscaya hilanglah wibawa itu. Bila wibawa hilang,
apa yang terjadi? Sedangkan mereka tinggal di lembah batu yang tiada
tumbuh-tumbuh. Semua hidup mereka tergantung dengan perdagangan
musim dingin dan panas.
Jika jatuh wibawa Ka’bah hancurlah wibawa Quraisy. Kabilah di
selatan dan utara akan berani kepada mereka. Dampaknya mereka tidak
menjalankan perdagangan. Dari sini ditemukan munasabah (hubungan
surat) keduanya, yaitu; ketika Allah menghancurkan tentara bergajah,
tujuannya agar mereka dapat melakukan perjalanan ke utara dan selatan
di musim dingin dan panas.
Tapi apakah benar bahwa Allah mencegah perusakan Abrahah
terhadap Ka’bah karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (QS 106: 1)
Dalam kata lain, bahwa huruf lam dalam kata ﻑ ﻹِﻹﻳﻼﹶmerupakan lam
âqibah. Maksudnya, selamatnya Ka’bah dari penghancuran Abraham
berdampak pada kekalnya kewibawaan Quraisy, yang menjamin rezeki
dan keamanan mereka. Bukan itu, tapi sebenarnya Allah melakukan itu
bukan untuk mereka (suku Quraisy) tapi untuk Ka’bah itu sendiri.
Untuk itu di akhir surat Quraisy tertulis: ﺖ ﻴﺬﹶﺬﺍ ﺍﻟﹾﺒ ﻫﺏﺪﻭﺍ ﺭﺪﺒﻌ ﻓﹶﻠﹾﻴmaka
474
QURAISY 106 JUZ 30
475
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
pangan hingga terhindar dari rasa lapar, dan rasa aman hingga terhindar
dari rasa takut.
Bila ditarik garis jauh kebelakang ditemukan dua hal inilah yang
dipinta Ibrahim dalam doanya: ﻨﺎﻨﺪ ﺀَﺀﺍﻣ ﺒ ﹶﻠﺬﹶﺬﺍ ﺍﻟﹾﻞﹾ ﻫﻌ ﺍﺟﺏ ﺭYa Tuhanku,
jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, (QS Ibrahîm [14]: 35)
ini terkait dengan rasa takut: ﺕ
ﺮﺍﺮ ﺍﻟﺜﱠﻤﻦ ﻣﻠﹶﻪ ﺃﹶﻫﻕﺯﻭﺍﺭ ﻭdan berikanlah rezeki
dari buah-buahan kepada penduduknya. (QS al-Baqarah [2]: 126) Ini
terkait dengan pangan yang menghilangkan rasa lapar. Itu karena
mereka hidup di lembah batu yang tidak ada tumbuhan sedikit pun.
Ketika Allah meruntut permintaan untuk menyembah-Nya dampak
atas anugerah-Nya kepada mereka hingga dapat berniaga dimusim
panas dan dingin, maka hal itu sangat logis. Kenapa? Karena tujuan
utama dari tinggalnya mereka di daerah itu adalah untuk melaksanakan
salat.
Jadi maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Ka`bah), merupakan tafsir dari ﻼ ﹶﺓ ﹶﻤﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼ ﻗﻗﻴ ﹶﺃdirikanlah salat. Apa itu
ibadah? Ibadah memiliki arti yang banyak. Pertama, ibadah artinya ﻣﻌﺮﻓﺔ
ﺍﳊﻖmengetahui Zat yang Maha Benar. Selama kamu mengetahui Allah,
maka kamu wajib mentaati perintahnya. Jadi orang yang menafsirkan
ibadah dengan makrifat, karena makrifat sarana untuk menerima taklif
ilahi atas hamba-Nya.
Kedua, berpendapat bahwa ibadah artinya khudû’/kepatuhan.
Karena ditemukan orang yang memiliki makrifat tapi tidak patuh. Ada
orang yang mengenal Allah tapi tidak mau patuh kepada-Nya.
Kelompok pertama menafsirkan ayat: ﻥ ﺪﺪﻭ ﺒﻌ ﻴﻟ ﻻ
ﺲ ﹺﺇ ﱠ
ﻧﻭﻭﺍ ِﻹ ﻦ ﺠ
ﺖ ﺍﹾﻟ ﹺ
ﺧ ﹶﻠ ﹾﻘ ﻣﻣﺎ ﻭ
dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (QS adz-Dzâriyât [51]: 56) menyembah dengan cara
ﻟﻴﻌﺮﻓﻮﻥuntuk mengetahui. Tapi, apakah manusia diciptakan hanya untuk
mengetahui?
Kedua, menafsirkan ﻥ ﺪﺪﻭ ﺒﻌ ﻴﻟ ﻻ
ﹺﺇ ﱠsupaya mereka menyembah-Ku
dengan cara patuh dan mengikuti manhaj. Namun ditemukan ada orang
yang diciptakan Allah, tapi tidak mengenalnya, atau tidak mau patuh
kepada-Nya? Jadi unsur penciptaan manusia itu tidak sesuai dengan
misinya. Bagaimana pula jika hal demikian terjadi? Jawabannya, bila
kamu membahas satu ayat maka sertakan juga ayat lain yang
476
QURAISY 106 JUZ 30
477
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
478
QURAISY 106 JUZ 30
melalui salatnya. Jadi, salat memiliki tempat istimewa dari rukun Islam
yang lain.
Jika melihat rukun Islam yang lima, maka ditemukan semuanya
tercermin dalam salat, kenapa? Itu karena syahadat yang diminta untuk
diucapkan sekali seumur hidup, ditemukan diucapkan dalam setiap
salat. Jadi, rukun pertama yang hanya wajib diucapkan sekali seumur
hidup, dalam setiap salat hal itu berulang kali diucapkan.
Zakat merupakan rukun Islam yang berkaitan dengan harta. Bila
sudah mencapai nishab, sebagian harta harus dikeluarkan untuk fakir
miskin. Harta yang diperoleh itu hasil dari kerja. Dalam Islam di antara
cara memperoleh harta yang sah harus dengan bekerja. Selama harus
bekerja, maka diperlukan waktu.
Dalam salat seseorang tidak mengorbankan harta, tapi ia
mengorbankan sumber utama yang mendapatkan harta, yaitu: waktu.
Kamu mengorbankan setengah jam untuk salat asar dan seterusnya.
Bila zakat mengorbankan buah usaha, yaitu harta, maka salat
mengorbankan waktu yang merupakan sumber utama dari kerja. Jadi,
salat ini zakat dalam bentuk apa? Tentu, ia terkait dalam bentuk yang
lebih mulia. Zakat harta yang bila kita miliki 100 maka dikeluarkan
hanya 2,5 namun dalam salat waktu itu hilang dan tidak menghasilkan
apa-apa karena digunakan untuknya. Maka, dalam salat terdapat zakat
yang paling mulia.
Dalam puasa juga terdapat salat. Kenapa? Itu karena puasa
mencegah manusia dari melakukan dua syahwat: perut dan kemaluan.
Begitu juga dalam salat, seorang yang melakukan salat dilarang
melakukan dua aktivitas syahwat tersebut, bahkan lebih. Dalam salat
ditemukan sebagian hal yang dibolehkan (mubah) untuk dilakukan
dalam puasa, tapi dilarang. Dalam puasa seseorang boleh berjalan,
berbicara dan tertawa, hal ini semua dilarang dalam salat. Jadi salat
merupakan puasa dalam arti yang lebih luas.
Begitu juga dengan haji, setiap kali kamu melaksanakan salat, maka
tergambar dibenakmu Ka’bah yang merupakan kiblat. Dalam salat
terdapat unsur haji yang abadi. Dengan demikian dalam salat tercakup
rukun Islam empat lainnya.
Bila ditinjau dari sisi tatanan pergaulan di masyarakat, maka
ditemukan saat muazzin mengumandangkan azan seluruh manusia yang
saleh, wara’ atau taat akan memenuhi panggilan Tuhan, dengan
meninggalkan seluruh aktivitas. Saat itu ditemukan nuansa baru, di
mana pemimpin yang tinggi berada di samping satpam atau pelayan.
479
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
480
QURAISY 106 JUZ 30
Sahabat yang lain berkata: “Benar, kamu baru salat dua rakaat.”
Maka bangkitlah Nabi meneruskan dua rakaat lagi.”
Imam yang berwibawa semua gerak geriknya akan diikuti, dan tidak
ada yang berani mendahuluinya kecuali orang yang telah bermimpi dan
berani melarang. Hingga manhaj Allah berjalan dan taat membabi buta
untuk pemimpin dapat tercegah.
Untuk itu bila dilihat ayat-ayat suci Alquran ditemukan perintah taat
terkadang berbunyi. ﻝ ﺳﺳﻮ ﹶ ﺮ ﻌﻌﻮﺍ ﺍﻟ ﻃﻃﻴ ﻭﹶﺃ ﻪ ﻌﻌﻮﺍ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻃﻃﻴ ﹶﺃhai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), terkadang ﻪ ﻌﻌﻮﺍ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻃﻃﻴ ﹶﺃ
ﺳﺳﻮ ﹶﻝ ﺮ ﻭﻭﺍﻟ taatlah kamu kepada Allah dan Rasul, ketiga ﺳﺳﻮ ﹶﻝ ﺮ ﻌﻌﻮﺍ ﺍﻟ ﻃﻃﻴ ﹶﺃtaatlah
kepada Rasul saja.
Bila kita berjalan jauh sedikit menelusuri ayat ditemukan juga ﻟﻟﻲﻭﹸﺃﺃﻭ
ﻢ ﻨ ﹸﻜ ﻣ ﻣ ﹺﺮ ﺍ َﻷdan ulil amri di antara kamu. (QS an-Nisâ' [4]: 59) Ayat ini
tidak berbunyi: taatlah kamu kepada ulil amri di antara kamu. Itu
mengindikasikan bahwa taat kepada pemimpin tidak berdiri sendiri.
Tapi taat kepadanya terkandung dalam taat kepada Allah dan Rasul.
Bila dia menyeleweng dari perintah Allah dan Rasul, maka dia tidak
pantas untuk dipatuhi. Jadi, patuh kepada pemimpin dalam bingkai
patuh kepada Allah dan patuh kepada Rasul.
Di sini salat memberikan kepada kita proses kepemimpinan secara
umum, yang merupakan gambaran dari salat masyarakat, bila mereka
melaksanakan manhaj Allah. untuk itu setiap khalifah dari Khulafaur
Rasyidin berkata: “Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah untukmu.
Bila aku mendurhakainya, tidak perlu ada kepatuhanmu bagiku.”
Seakan-akan salat yang merupakan sarana bagi makmum untuk
mengikuti imam dan tidak melawan gerak dan diamnya, bukanlah
berarti dia harus diikuti 100%. Tidak, dia hanya diikuti dalam bingkai
mengikuti aturan main Allah, bila dia menyeleweng perlu diingatkan
orang yang berakal. Kenapa? Karena orang yang berakal ini dapat
membandingkan antara sesuatu yang diridai Allah dan diridai manusia.
Jadi, salat dalam artian luas mencakup semua taklif dari awal hingga
akhir. Untuk itu bersabda kepada suatu kaum. “Baju agama akan copot
satu persatu, pertama kali ia copot dari semua itu adalah hukum, dan
yang terakhir adalah salat.” Maknanya, manusia pertama kali akan
melanggar manhaj Allah, dengan melaksanakan apa yang bukan
diturunkannya dan yang terakhir kali dia langgar dari ciri Islam adalah
481
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
salat. Jika salat ditinggalkan pertanda manusia ini tidak berciri Islam.
Bila dilihat dari hakikat salat, maka ditemukan bahwa ia merupakan
kebutuhan utama dalam hidup kita. Kenapa? Karena problem yang
dihadapi dalam hidup bermasyarakat amatlah beragam. Ditemukan dari
mereka bila mendapat banyak masalah, dia pun mencari penyelesaian
pintas. Terkadang dapat diatasi dan terkadang tidak dapat. Jadi kenapa
Rasulullah saat mendapat masalah di luar jangkauannya segera
melaksanakan salat? Karena yang dapat menyelesaikan hanya Allah
yang tidak pernah lemah.
Sebagian manusia menggunakan minuman keras untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sebenarnya arak hanya dapat
melupakan masalah sesaat, tapi ia tidak dapat menyelesaikan masalah.
Sedangkan Allah menciptakan manusia berakal agar berani menghadapi
masalah bukan untuk lari dari masalah. Untuk itu selama kita memiliki
Tuhan, maka kita tahu kepada siapa kita harus meminta tolong. Itu
karena Allah adalah Tuhan pencipta dan kita adalah makhluk
ciptaanNya.
Pernah kukatakan: “Bagaimana bila suatu karya diperiksa satu hari
5x, apakah ditemukan cacat dalam hasil karya tersebut?” Kamu
merupakan hasil karya Tuhanmu, bila kamu menghadap-Nya 5x satu
hari niscaya hidupmu akan damai dan tentram. Kenapa bila sebelum
salat menghadapi masalah, namun setelah salat hatimu damai? Apakah
Allah telah melakukan operasi pada dirimu? Tidak, tapi Zat yang
menciptakanmu maha tahu akan dirimu. Dia dapat menciptakan
keselarasan yang menyebabkan hatimu damai. Itu karena masalah yang
dihadapi selalu bersifat gaib dan Allah pun gaib. Yang gaib hanya dapat
diatasi dengan gaib juga. Untuk itu setiap ada masalah di luar
jangkauanmu segeralah salat.
Dalam salat juga ditemukan keistimewaan yang tidak ditemukan
dalam seremonial lain. Itu karena waktu pertemuan dengan Tuhanmu itu
ditetapkan oleh kamu sendiri. Sedangkan kalau seseorang ingin bertemu
pembesar, presiden ataupun raja harus pertama kali membuat surat
permohonan audensi, asisten pembesar itu akan melihat isi surat ini,
apakah layak untuk diacckan atau tidak. Bila acc harus ditentukan
terlebih dahulu topik pembicaraannya, dan dibatasi waktunya serta
tempat. Inilah aturan seremonial manusia. Tapi, kamu bila hendak
bertemu dengan Tuhan Yang Maha Mulia tidak perlu semua aturan
main itu. Semua itu tergantung kamu, kamulah yang menentukan waktu
482
QURAISY 106 JUZ 30
483
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu,
dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-
Nya kepadamu. (QS al-Hadîd [57]: 23) Inilah mukmin yang benar.
Kita temukan olah raga yang kita lakukan, sebagian orang
menjadikannya tujuan, bukan sarana. Olah raga sebenarnya sarana
untuk menyehatkan dan menyegarkan badan, dan tidak sewajarnya
sarana itu berubah menjadi tujuan. Tujuan diciptakan manusia di dunia
ini untuk beribadah kepada Allah. Inilah tujuan yang harus menjadi titik
perhatian kita semua. Kalau tidak, niscaya jadilah permainan itu sesuatu
yang serius, dan yang serius itu permainan. ***
484
AL-M‘ÛN 107 JUZ 30
SURAT 107
AL-M‘ÛN
(MAKKIYAH)
485
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
486
AL-M‘ÛN 107 JUZ 30
487
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
488
AL-M‘ÛN 107 JUZ 30
489
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
490
AL-M‘ÛN 107 JUZ 30
491
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
492
AL-KAUTSAR 108 JUZ 30
SURAT 108
AL-KAUTSAR
(MAKKIYAH)
493
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
494
AL-KAUTSAR 108 JUZ 30
495
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Telah kita terangkan kebenaran ungkapan ini, dan di sini kita ulangi
lagi: Bahwa orang yang membenci Muhammad ditemukan anaknya
masuk Islam. Mereka lebih mencintai Muhammad daripada orang
tuanya. Mereka juga melupakan sang ayah, dengan mengakui risalahnya
dan ikut salat bersamanya.
Jadi mereka itulah sebenarnya yang terputus. Begitu juga dengan
perbuatan maksiat yang mereka pahami akan mengukir memori indah
untuk mereka, ternyata malah membahayakan mereka. ***
496
AL-KAUTSAR 108 JUZ 30
497
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
498
AL-KAUTSAR 108 JUZ 30
499
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
500
AL-KAUTSAR 108 JUZ 30
501
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
tusukan yang begitu parah ia menemui Khalid dan berkata: “Ya Khalid,
inikah kematian yang ridai Rasulullah atas diriku?” Seakan-akan tidak
terbayang dalam dirinya kecuali keridaan Muhammad. Di mana
ayahnya? Di mana kenangan ayahnya? Tidak ada. Jadi merekalah yang
terputus, hingga silsilah keturunan yang dibanggakan pun tak mengakui
mereka.
al-Abtar atau terputus akan terus menjadi identitas seseorang selama
ia ﻚ
ﺷﺎﻧﹺﺌﹶ ﺇﹺﻥﱠ ﺷmembencimu. Ketika mereka tidak lagi membenci maka ia
tidak lagi abtar. Jadi, bagaimana tentang orang yang ketika ayat ini
turun dia membenci Rasul tapi kemudian dia masuk Islam dan
mencintainya? Jawabnya: identitas akan terus berlanjut selama
membenci, bila tidak maka tidak. Artinya, selama kebencian itu telah
hilang maka al-batr pun hilang.
Hanya saja zahir teks itu mengindikasikan bahwa orang yang
membenci Nabi akan mati dalam keadaan kafir. Untuk itu ditemukan
orang seperti mereka: al-Aswad bin Abd al-Muthalib, Umayyah bin
Khalaf, al-Ashy bin Wâil, al-Walid bin Muqhirah, semuanya mati dan
belum masuk Islam. Jadi, orang yang membencimu telah tertulis untuk
abtar dan tidak mendapatkan hidayah Islam.
Jadi ada abtar di dunia, di akhirat, dan washl di dunia dan di akhirat.
Selama ada dua sifat yang berbeda, maka di sana ada dua kelompok.
Kedua kelompok ini tidak akan menyatukan kedua yasng berbeda. Baik
dari segi akidah, syariah, cara ibadah, dan landasan hidup. Ini dari satu
sisi. Dari sisi kedua datanglah surat:***
502
AL-KÂFIRÛN 109 JUZ 30
SURAT 109
AL-KÂFIRÛN
(MAKKIYAH)
503
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
504
AL-KÂFIRÛN 109 JUZ 30
505
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
506
AL-KÂFIRÛN 109 JUZ 30
507
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ﺪﺪﻭ ﹶﻥ ﺒﻌ ﺗ ﻣﻣﺎ ﺪ ﺒﻋ ﹶﻻ ﹶﺃkatakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. (QS al-Kâfirûn [109]: 1-2) tidak
untuk sekarang, tidak juga untuk masa depan. Maka untuk apa
berunding.
Isi perundingan yang mereka inginkan: Muhammad menyembah
tuhan kami beberapa lama, lalu kami menyembah Tuhannya beberapa
lama juga. Maknanya waktu penyembahan dibagi dua, sebagian untuk
tuhan mereka dan sebagian lagi untuk Tuhan Muhammad. Muhammad
akan sujud di depan patung dan memujanya, dan kami pun akan sujud di
depan Tuhannya.
Tata cara pelaksanaannya bisa dengan dua cara: pertama, dari segi
waktu. Kami menyembah Tuhanmu beberapa lama, kemudian kamu
menyembah tuhan kami beberapa lama. Kedua, dari segi ibadah,
artinya; kami menyembah Tuhanmu dan kamu menyembah tuhan kami
dalam waktu yang bersamaan.
Latar belakang masalah terletak pada ibadah itu sendiri. Sedangkan
ia merupakan landasan keyakinan bagi penganut. Ia bukanlah syariat
yang dapat dihapus/naskh. Ia tidak dapat dirubah oleh akal pikiran.
Karena hak penetapan syariat ibadah hanya ditentukan Allah. Dia
adalah Tuhan yang Esa, tidak memiliki sekutu. Ini telah disepakati sejak
turunnya Adam hingga risalah para rasul habis.
Jadi bukan terletak pada permasalahan yang dapat disesuaikan
dengan kondisi. Ini permasalahan yang tidak akan pernah berubah,
walau kondisi telah berubah.
Kemudian untuk apa perundingan ini? Mari kita diskusikan. Apakah
aku menyembah Allah atas dasar penetapan dari diriku atau berdasarkan
manhaj Allah? Dari Allah. Sedangkan mereka menyembah patung atas
dasar aturan yang mereka tetapkan sendiri. Jadi, diriku (Muhammad)
tidak punya andil dalam hal ini, sedangkan dirimu punya.
Juga, apakah sebelum diutus aku pernah menyembah tuhanmu,
hingga kamu begitu antusias mengajakku untuk menyembah tuhanmu?
Sebelum diutus menjadi rasul saja saya tidak pernah menyembah
tuhanmu, maka bagaimana pula kamu berambisi mengajak saya untuk
menyembahnya setelah menjadi rasul?
Jadi, menjadikan peribadatan ini sebagai topik perundingan,
merupakan kerjaan dungu. Perselisihan ini bukan terjadi antara saya
dengan kamu, tapi antara kamu dengan Allah. Saya sekedar menyampai
kan risalah. Jadi, bila ingin berunding, berundinglah dengan Allah.
508
AL-KÂFIRÛN 109 JUZ 30
509
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Untuk itu Allah berfirman kepada Muhammad: ﺮﻭ ﹶﻥﺮﻜﺎﻓ ﻬﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﻬﻳﺎﺃﹶﻳﻗﹸﻞﹾ ﻳ
katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir. Bila kata yâ ayyuha/wahai,
diucapkan maka ia mengindikasikan dua hal: pertama, sebagai ungkap
an penghormatan; kedua, ungkapan penghinaan. Itu karena yâ ayyuha/
wahai sebagai ungkapan panggil untuk orang yang jauh memiliki dua
makna. Pertama, jauh dari tempat yang suci seperti: ﺮﻭ ﹶﻥﺮﻜﺎﻓ ﻬﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﻬﻳﺎﺃﹶﻳ ﻳsebagai
ungkapan penghinaan. Kedua, jauh tinggi di atas sebagai orang
terhormat yang wajar dipuji, seperti ﻝ ﺳﺳﻮ ﹸ ﺮ ﻬﺎ ﺍﻟﻬﻳﺎﺃﹶﻳ ﻳwahai Rasulullah.
Di samping itu nabi juga menyatakan pemutusan hubungan, tidak
perlu lagi perundingan dan saling memahami antara mukmin dan kafir,
ketika dia berkata: ﺮﻭ ﹶﻥﺮﻜﺎﻓ
ﻬﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﻬﻳﺎﺃﹶﻳ ﻳkarena kata yâ ayyuha/wahai merupakan
peringatan bagi akal pikiran untuk tidak lupa akan hal yang akan
diucapkan. Hingga orang dipanggil itu pun berpaling untuk mendengar
semua pesan dan lebih dari itu ia dicap dengan stempel kafir, dan
diperlakukan dengan redaksi yang hina.
Allah berfirman: ﺮﻭ ﹶﻥﺮﻜﺎﻓ ﻬﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﻬﻳﺎﺃﹶﻳ ﻳbukan ﻭﻭﺍ ﻛﹶﻔﹶﺮﻳﻦﺬ ﻬﺎ ﺍﻟﱠﻬﻳﺎﺃﹶﻳ ﻳitu karena mereka
dulunya bukanlah mukmin kemudian kafir, tapi sifat kafir telah melekat
pada diri mereka. Sejak dulu mereka telah kafir.
Arti kafara/kafir ialah satara/menutupi. Seakan-akan ada sesuatu
yang tanpak lalu ditutupi. Seakan-akan kafir itu bukanlah suatu yang
asli dalam diri manusia, tapi ia datang dan menghinggapinya. Jadi orang
kafir itu pada dasarnya adalah beriman kepada Allah, lalu datanglah
kekufuran, hingga merekapun menjadi kafir.
Apa yang mereka tutupi? Jawabnya: Iman kepada Allah. Seakan-
akan iman kepada Tuhan adalah fitrah manusia. Juga, karena Adam
telah menerima pesan dari Allah dan beriman kepada-Nya secara fitrah
manusia. Berdasarkan bukti dan dilengkapi dengan dalil. Namun
sayang, anak cucunya dihinggapi kelupaan oleh tradisi lingkungan.
Untuk itu Allah perlu mengingatkan kita saat lupa akan perjanjian
yang pertama kali diucapkan. (Ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, atau agar
510
AL-KÂFIRÛN 109 JUZ 30
511
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
menganyam tikar. Bila hati itu menyambut fitnah itu tercaplah titik
hitam di hatinya. Bila hati itu menolaknya tercaplah titik putih di
hatinya. Hingga hati itu terbagi dua. Putih seperti bukit safa yang tidak
membahayakannya fitnah selama langit dan bumi masih ada. Dan yang
lain hitam seperti cangkir jubung yang miring, tidak dapat mengetahui
yang makruf dan tidak pula menolak yang mungkar. Ia mengisahkan
bahwa di antara kedua hatimu itu terdapat pintu yang hampir pecah.”
Jadi, asal kehidupan umat manusia itu beriman, baik secara fitrah
ataupun bukti. Dalilnya, apa-apa yang telah disampaikan Adam kepada
anak cucunya. Namun lupa bila datang, agama pun menjadi tidak
berarti.
Hanya saja lupa bila menghinggap individu dapat diingatkan oleh
individu lain dalam suatu masyarakat. Untuk itu amar makruf dan nahi
mungkar perlu disebarkan untuk mengingatkan mereka yang lupa dan
lalai. ﲔ ﻨﹺﻣﺆ ﺍﻟﹾﻤﻨﻔﹶﻊ ﺮﻯ ﺗ ﻓﹶﹺﺈﻥﱠ ﺍﻟﺬﱢﻛﹾﺮﺫﹶﻛﱢﺮ ﻭdan tetaplah memberi peringatan,
karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang
beriman. (QS adz-Dzâriyât [51]: 55) Bila kerusakan telah menyebar dan
tidak ditemukan dalam masyarakat orang yang amar makruf dan nahi
mungkar, bagaimana kondisi ini? Pasti langit perlu turun tangan untuk
membuka babak baru dengan rasul yang baru, plus mukjizat yang baru
pula.
Jadi, lupa itu datang dahulu, lalu dibarengi dengan taklid orang tua
yang sesat, plus mengenyampingkan manhaj. Untuk itu bila hari kiamat
kelak Allah menepis semua alasan mereka dengan firmanNya: (Kami
lakukan yan g de mikian itu) aga r di ha ri k iamat ka mu ti dak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, atau agar kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu. (QS al-‘Arâf [7]: 172-173)
Jadi kataﺮ ﹶﻛ ﹶﻘdalam ﺮﻭ ﹶﻥﺮﻜﺎﻓ ﻬﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﻬﻳﺎﺃﹶﻳ ﻗﹸﻞﹾ ﻳyang berarti ﺮ ﺳﺘ menutupi,
membuktikan bahwa asal fitrah manusia itu ialah beriman kepada Allah,
lalu datanglah kekufuran menghinggap. Selama kufur yang datang.
Jadilah mereka orang yang merubah manhaj.
ﺪﺪﻭ ﹶﻥ ﺒﻌ ﺗ ﻣﻣﺎ ﺪ ﺒﻋ ﺮﻭ ﹶﻥ)( ﹶﻻ ﹶﺃﺮﻬﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﻜﺎﻓﻬﻳﺎﺃﹶﻳ ﻗﹸﻞﹾ ﻳkatakanlah: “Hai orang-orang yang
kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (QS al-
Kâfirûn [109]: 1-2) Jadi tidak ada tempat untuk saling memahami atau
tawar menawar, kenapa? Karena manhajmu dalam ketuhanan berbeda
512
AL-KÂFIRÛN 109 JUZ 30
dengan manhajku. Plus saya berbuat itu bukan atas dasar kehendakku,
sedangkan kamu melakukannya sesuai dengan keinginanmu. Aku tidak
pernah melakukan kemusyrikan, sedangkan kamu menyembah tuhanku
dengan berkata: “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”.
(Qs az-Zumar [39]: 3) Jadi jurang pemisah antara kita cukup dalam.
Maka, kita tidak perlu untuk bertemu di tengah jalan, selamanya.
ﻢ ﺗﺪ ﺒﻋ ﻣﺎﺪ ﻣ ﻋﺎﹺﺑﻧﺎ ﻋﻻﹶ ﺃﹶﻧﺪ)(ﻭ ﺒﻋ ﻣﺎ ﹶﺃﺪﺪﻭ ﹶﻥ ﻣ ﻋﺎﹺﺑ ﻋﻢﺘﻻﹶ ﺃﹶﻧﺪﺪﻭ ﹶﻥ)(ﻭ ﺒﻌ ﺗ ﻣﻣﺎ ﺪ ﺒﻋ ﺮﻭ ﹶﻥ)( ﹶﻻ ﹶﺃﺮﻬﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﻜﺎﻓﻬﻳﺎﺃﹶﻳﻗﹸﻞﹾ ﻳ
katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah.” Maknanya perundingan ini tidak ada gunanya untuk dimulai.
Karena mulainya perundingan bila terdapat kondisi yang berubah.
Sedangkan dalam masalah akidah tidak pernah mengalami perubahan.
Kenapa? Karena manhaj Allah tetap berisikan tauhid. Jadi posisiku hari
ini, merupakan posisiku untuk selamanya. Selama hal ini telah
diputuskan, maka bagimu landasan pikiranmu, dan bagiku landasan
pikiranku.
Alquran ketika berbicara, tidak mungkin peristiwa kehidupan dapat
membatalkannya, bagaimana? Karena setelah itu mereka masuk ke
dalam agama Allah berbondong-bondong. Jadi datangnya Alquran surat
ini: ﺢ
ﻭﺍﻟﹾﻔﹶﺘ ﻭ ﺍﻟﻠﱠﻪﺮﺼﺟﺎﺀَ ﻧ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺟapabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan, (QS an-Nashar [110]: 1) mengindikasikan bahwa
permasalahan bagiku agamaku dan bagimu agamamu tidak berlangsung
lama. Itu semua akan berakhir dengan kemenangan di pihakku. Agama
yang dianut di daerah Semenanjung Arab akhirnya hanya satu, yaitu:
Islam. Jadi semuanya bersatu untuk Allah.
Hubungan surat an-Nashr dengan al-Kâfirûn untuk menerangkan
bahwa QS al-Kâfirûn [109]: 2-5 hanya terjadi saat perundingan
dilaksanakan saja. Adapun kelangsungan kafir yang bertuhan dan
penyembahnya yang eksis tidak akan terjadi, karena setelah itu orang
akan masuk ke dalam Islam berbondong-bondong.
Sejarah hidup mendukung pernyataan ini. Untuk itulah kita lihat
kaitan yang begitu erat antara keduanya, walaupun surat an-Nashr tidak
turun setelah surat al-Kafirûn.***
513
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
514
AN-NASHR 110 JUZ 30
SURAT 110
AN-NASHR
(MAKKIYAH)
515
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
516
AN-NASHR 110 JUZ 30
517
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
518
AN-NASHR 110 JUZ 30
519
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
520
AN-NASHR 110 JUZ 30
ﺮ ﺑﻟﱡﻟﻮﻥﹶ ﺍﻟﺪﻮﻳ ﻭgolongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur
ke belakang. (QS al-Qamar [54]: 45) hingga datang perang Badar, di
mana Rasulullah berkata: “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan
mereka akan mundur ke belakang.” (QS al-Qamar [54]: 45) Benar,
inilah makna yang dimaksud. Karena ﻡ ﺰ ﻬﻴ ﺳmengandung peristiwa di
masa depan. Jadi, Zat yang berkata itu Dialah yang mampu
menundukkan segala sesuatu sesuai dengan hikmah-Nya. Ini merupakan
wahyu yang terkait dengan masa depan.
Begitu juga halnya dengan hijrah ke Madinah, di mana kondisi
mereka saat itu berada pada dua posisi yang berat: beriman kepada
ajaran agama dan ujian berat yang akan dihadapi. Di samping itu bangsa
Arab tidak lepas hidup dari senjata, hingga mereka berangan-angan, bila
suatu saat dapat hidup aman dan tentram tanpa senjata. Pada saat itulah
turun firman Allah:
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-
sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-
Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. (QS an-Nûr [24]: 55)
Jadi, suasana dan kondisi yang ada tidak dapat mengatur ketentuan
Allah. Benar, inilah realita. Sarana dan kondisi saat itu tidak mendukung
apa yang diucapkan Allah. Tapi ketika Allah berkata: “Selama Aku
yang berkata, dan Aku yang menjanjikan, maka semua itu menjadi pasti.
Niscaya nanti akan Aku jadikan kamu menjadi khalifah atau penguasa
di bumi, walaupun pada saat ini kamu masih lemah.”
Dakwah pada saat itu tidak memiliki masa depan yang cerah, atau
dakwah pada masa itu tidak ada titik jaya sedikitpun. Tidak juga
dakwah pada saat itu menampakkan titik kemajuan yang bertahap
hingga dapat diprediksi sekian tahun kemudian ia jaya. Tidak, tidak ada
tanda-tanda untuk itu, tapi Allah berkata kepada mereka tentang
peristiwa yang akan terjadi.
Di samping itu ditemukan juga fenomena lain yang terkait dengan
wahyu untuk masa depan. Pada saat itu para sahabat sangat merisaukan
keamanan Rasulullah, mereka silih berganti menjaga diri Rasul. Pada
suatu saat Rasul meminta mereka untuk tidak lagi menjaganya.
521
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Tepatnya ketika Allah berfirman: ﺱ ﻨﺎ ﹺ ﺍﻟﻨﻦ ﻣﻚﻤﺼﻌ ﻳﻭﻭﺍﻟﻠﱠﻪ Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia. (QS al-Mâidah [5]: 67)
Seorang wanita Belgia saat membaca ayat ini berikut sirah Rasul
berkata: “Manusia ini, kalaupun dapat menipu seluruh manusia, tapi dia
tidak mungkin akan mendustai dirinya.”
Jiwa raganya adalah harga yang paling mahal dalam hidup ini.
Kalau dia dapat mendustai manusia apakah dia mampu mendustai
dirinya dan berkata Aku dilindungi Allah, hingga para pengawal itu
pergi, lalu ia pun dibunuh? Tentu apa yang diucapkannya ini benar
turun dari Zat yang mampu melindungi manusia. Dan itulah yang
terjadi.
Dalam dua pertempuran terkenal ditemukan sosok Nabi yang
pemberani. Sebagai contoh dalam perang Uhud, dia telah membuka
identitas dirinya di hadapan manusia dengan bersabda: “Kepadaku
wahai hamba Allah 3x.” Saat itu dia sendiri berdiri menghadapi musuh.
Begitu juga pada perang Hunain, ketika umat Islam terlena dengan
jumlah besar mereka, hingga terjadilah apa yang terjadi. Nabi
Muhammad naik ke atas untanya sedangkan Abbas memegang tali
kekangnya untuk menghalang unta yang pergi menghadapi musuh, yang
akan mengancam keselamatan Nabi. Tapi, Rasulullah meninggalkan
unta dan berdiri maju di hadapan musuh. Tidak saja sampai di situ,
lihatlah kepada keyakinannya bahwa Allah melindunginya. Dia pun
berkata: “Sayalah Nabi.”
Seakan-akan dia berkata: “Hai orang yang tak tahu, akulah
Muhammad yang engkau cari,” Ia menyatakan eksistensi dirinya dan
posisinya. Itu semua dilakukannya tidak lain karena keyakinannya yang
penuh terhadap Allah yang telah berkata pada QS al-Mâidah [5]: 67 di
atas.
Surat yang sedang dibahas ini merupakan bukti dari tanda kenabian.
Karena ﺟﺎ َﺀ ﺟ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍmaknanya bahwa ayat itu telah turun sebelum peristiwa
terjadi. Surat ini memiliki arti zahir dan batin atau ia memiliki arti yang
tersurat dan tersirat.
ﻭﺍﻟﹾﻔﹶﺘ ﻭ ﺍﻟﻠﱠﻪﺮﺼﺟﺎﺀَ ﻧ ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺟapabila telah datang pertolongan Allah dan
ﺢ
kemenangan. Kedatangan kemenangan dan pembukaan, memerlukan
dua hal yaitu tasbih dan tahmid ﻚ ﺑ ﺭﺪﻤ ﺑﹺﺤﺢﺒ ﻓﹶﺴmaka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu. Dan istighfar serta taubat ﺑﺎﻮﺍﺑﻮ ﻛﹶﻛﺎﻥﹶ ﺗﻧﻪﻩ ﹺﺇ ﺮ ﻐﻔ ﺘﺳ
ﻭﻭﺍ dan
522
AN-NASHR 110 JUZ 30
523
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
itulah yang benar dan pihak lain yang kalah berada di pihak yang salah.
Itulah kondisi kabilah Arab yang menunggu peperangan antara
Rasulullah dan Quraisy. Maka saat terjadi Fathu Makkah, mereka pun
yakin bahwa Muhammad berada di pihak yang benar, hingga masuklah
mereka dalam Islam berbondong-bondong yang sebelumnya mereka
hanya masuk satu persatu. Itulah namanya an-nashr dan al-fath.
ﺑ ﺭﺪﻤ ﺑﹺﺤﺢﺒ ﻓﹶﺴmaka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu. (QS an-
ﻚ
Nashar [110]: 1-3) Terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari
Aisyah berkata: “Bahwa Rasulullah pada akhir hayatnya selalu
mengucapkan ﻪ ﻴ ﹺﺇﹶﻟﺗﻮﺏﺃﹶﺗ ﺍﷲ ﻭﺮﻔﻐﺘ ﺍﹶﺳﻩﺪﻤﺑﹺﺤﺤﺎ ﹶﻥ ﺍﷲ ﻭ
ﺤﺒ ﺳIa mengatakan itu
sebagai penyesuaian atas ungkapannya: “Bahwa Tuhanku telah
mewahyukan kepadaku bahwa aku akan melihat tanda pada umatku dan
memerintahkanku bila telah melihatnya untuk bertasbih, tahmid dan
istighfar karena Dia Maha Penerima Taubat. Aku pun telah melihatnya.
Lalu dia membaca apabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan.
Di sini ditemukan permintaan maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu. Arti tasbih ialah tanzîh/pensucian . Arti tanzîh/ialah
mensucikan Allah dari sifat-sifat yang mustahil, dan menyerupai
makhluk. Sedangkan hamida/memuji terkait dengan sifat Allah yang
sempurna yang telah memberikan banyak karunia. Jadi, dalam ayat ini
terdapat unsur negatif dan sifat-sifat mustahil dan positif dalam bentuk
pujian. Bentuk negatif datang dalam bentuk subhana sedangkan positif
datang dalam bentuk hamd/pujian.
Ketika dikatakan maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu,
apakah mashdar hamd/ ini merujuk kepada fâil atau kepada mafûl atau
apakah artinya pujilah Allah sebagai pelaku atau pujilah Allah sebagai
Zat yang patut di puji.
Arti bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu jadilah kamu pemuji
Allah sebagai Zat yang wajib dipuji dengan pujian yang bukan berasal
dari ungkapan makhluk. Kenapa? Karena pujian terhadap Zat yang
dipuji harus sesuai dengan kesempurnaan sifat yang dipuji itu. Lalu,
siapa di antara manusia yang dapat mengetahui kesempurnaan Allah?
Siapa di antara manusia yang dapat mengungkapkan pujian yang sesuai
dengan keagungan Allah? Tidak seorang pun. Jadi, merupakan rahmat
Allah terhadap hamba-Nya dengan mengajarkan mereka tata cara
memuji diri-Nya. Dia berfirman kepada mereka, katakanlah: “Alhamdu
lillah.” Selama Allah telah mengajarkan kata cara memuji, maka Dialah
524
AN-NASHR 110 JUZ 30
525
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
singkat itu.
Bukti dari redaksi singkat itu, hadis yang diriwayatkan Aisyah yang
berkata: Bahwa Rasulullah saw di akhir hayatnya selalu mengucapkan
ﻪ ﻴ ﹺﺇﹶﻟﺗﻮﺏﺃﹶﺗ ﺍﷲ ﻭﺮﻔﻐﺘ ﺍﹶﺳﻩﺪﻤﺑﹺﺤﺤﺎ ﹶﻥ ﺍﷲ ﻭ
ﺤﺒ ﺳselama Nabi berkata: ﻪ ﻴ ﹺﺇﹶﻟﺗﻮﺏﺃﹶﺗ ﺍﷲ ﻭﺮﻔﻐﺘﺍﹶﺳ
maka ditemukan dua hal yang berbeda: istighfar dan taubat.
Taubat artinya aliyab atau kembali, sedangkan istighfar ialah mohon
ampun karena manusia telah melakukan dosa. Jadi istighfar akibat dosa
yang telah dilakukan, sedangkan taubat adalah kembali ke jalan Allah
dengan berusaha untuk tidak terjerumus ke dalam dosa lagi setelah itu.
Apa kaitan antara permintaan setelah fa yaitu ﻚ ﺑ ﺭﺪﻤ ﺑﹺﺤﺢﺒ ﻓﹶﺴdengan
sebelumnya ﺟﺎ ﻮﻮﺍﺟ ﻪ ﹶﺃ ﹾﻓ ﺩﺩﻳ ﹺﻦ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻓﻓﻲ ﺧ ﹸﻠﻠﻮ ﹶﻥ ﺪ ﻳ ﺱ
ﻨﺎ ﺍﻟﻨﺖﺃﹶﻳﺭﺢ)(ﻭ
ﻭﺍﻟﹾﻔﹶﺘ ﻭ ﺍﻟﻠﱠﻪﺮﺼﺟﺎﺀَ ﻧﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺟ
apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu
lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.
Jawabannya: mukmin mempunyai pedoman hidup dalam bekerja di
bumi ini. Dia tidak melihat segala sarana itu baru di hadapannya, tapi ia
merupakan unsur-unsur yang telah ada diciptakan Allah.
Sebagai contoh dalam perkebunan, bibit telah ada berkat ciptaan
Allah, tanah itupun ciptaan Allah, air juga ciptaan Allah. Begitu juga
dengan tenaga seluruhnya diciptakan Allah. Jadi bila diteliti maka
pekerjaan dia tidak lebih hanya merangkai unsur-unsur yang ada. Ketika
dia melaksanakan tugas, dia tidak lupa Zat yang telah menundukkan
segala pekerjaan tidak lepas dari dua unsur, pelaku dan sarana
pendukung. Terkadang pelaku ada, tapi sarana pendukung tidak ada.
Untuk itu ketika memulai pekerjaan ucapkanlah: “Bismillah.” Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Maknanya, saya bekerja bukan semata-mata berdasarkan
kekuatanku, bukan berdasarkan ilmu dan apa yang ada padaku. Tapi
semua itu berkat Allah yang telah menundukkan semua ini padaku.
Inilah pedoman hidup mukmin. Bila meraih kesuksesan dia tiada
menganggap kesuksesan itu berkat kepintarannya atau kepandaiannya
tapi dia akan berkata: “Alhamdulillah”. Bila berhasil dia pun berkata:
“Ma sya’a Allah, la halaula wa la quwata illah billah.” Pada saat itu
setiap mukmin akan tetap terkait dengan Tuhannya. Baik saat dimulai
pekerjaan ataupun saat menuai hasil. Tiap kegagalan yang menimpa
manusia tidak lain karena kesalahannya sendiri. Jadi, mulailah setiap
pekerjaan dengan Bismillah, dan ucapkahlah Alhamdulillah setiap
selesai pekerjaan, dan barengilah hasil itu dengan: “Ma sya’a Allah, la
526
AN-NASHR 110 JUZ 30
527
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
akan masuk Masjidil haram dengan tahallul baik potong botak atau
dipotong pendek. Bukankah aku tidak pernah mengatakan bahwa hal itu
terjadi tahun ini?”
Selain Umar ditemukan juga Ali bin Abi Thalib sebagai penulis
perjanjian memberontak atas isi kesepakatan yang merendahkan derajat
Nabi. Maka Suhail bin Amr mengingatkannya: “Celakalah kamu,
kalaulah kami beriman bahwa dia Rasulullah niscaya selesailah
masalah.” Apakah saat ini kamu sedang berdakwah atau sedang menulis
perjanjian. Kalau sedang menulis perjanjian tulislah. Inilah yang
disepakati Muhammad bin Abdullah.
Jadi istighfar dapat terjadi akibat beberapa alasan. Boleh jadi karena
kamu merasa memiliki andil dalam meraih kemenangan, atau istighfar
karena kamu telah menduga dengan hal-hal yang tidak layak bagi Allah.
Seperti ungkapanmu: “Kapan pertolongan Allah datang?” Seakan-akan
kamu menduga Allah memperlambat pertolongan-Nya, dan kamu ingin
mempercepat takdir Tuhan, padahal segala sesuatu memiliki disiplin.
Maka beristighfarlah dari praduga ini, karena kemenangan pasti datang.
Berisitighfarlah dari hal-hal yang mengurangi keyakinanmu terhadap
Allah.
Bila kamu melihat redaksi ayat ini ditujukan kepada Muhammad,
maka ketahuilah bahwa tujuan redaksi itu sebenarnya diarahkan kepada
umatnya. Sebagai contoh lain disebutkan dalam Alquran:
Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti
(keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, dan ikutilah apa
yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Ahzâb [33]: 1-2)
Allah berbicara kepada nabi-Nya tapi arahannya ditujukan kepada
umatnya. Karena kalau kepadanya maka tertulis ta’mal bukan ta’malun.
Jadi ditujukan kepada rasul sedang maksudnya adalah umatnya.
Di samping perintah istighfar dari membanggakan diri, atau
menduga yang tidak wajar terhadap Allah, di sana ditemukan juga
istighfar sebagai suatu magam kemuliaan tersendiri. Seperti firman
Allah: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah
mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan
mengerjakan amalan-amalan yang saleh, tsumma/kemudian mereka
tetap bertakwa dan beriman, tsumma/kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang
528
AN-NASHR 110 JUZ 30
529
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
530
AL-LAHAB 111 JUZ 30
SURAT 111
AL-LAHAB
(MAKKIYAH)
531
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
532
AL-LAHAB 111 JUZ 30
533
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
sisi mereka ketika mereka bersengketa. (QS Âli 'Imrân [3]: 44)
Setelah itu datang dalam penutup surat al-Kafirûn untuk menebus
tabir masa depan. Telah disebutkan bahwa masa depan, sekarang dan
masa lalu itu hanya berlaku untuk manusia. Sedangkan bagi Allah tidak
ada masa lalu, sekarang dan akan datang. Karena semua permasalahan
di alam semesta ini sesuai dengan apa yang telah Dia ketahui sejak
azali. Apa yang diketahuinya tidak akan pernah berbeda dengan realita.
Jadi, ketika Dia berbicara tentang masa depan, Dia berbicara tentang
peristiwa yang pasti terjadi.
Surat al-Masad adalah bagian dari perjalanan yang menembus tabir
masa depan. Tepatnya, ketika Dia berbicara tentang pemberian al-
Kautsar, dan yang membenci Muhammad dialah yang terputus. Ia telah
memberikan kepada kita al-Kautsar di dunia, yaitu: ﺢ ﻭﺍﻟﹾﻔﹶﺘ ﻭ ﺍﻟﻠﱠﻪﺮﺼﺟﺎﺀَ ﻧﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺟ
apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (QS an-
Nashar [110]: 1) maka Diapun harus memberikan kepada kita contoh
orang yang terputus akibat memusuhi Rasulullah. Haruslah contoh
tersebut merupakan orang yang menghambat dakwah Nabi sejak awal
hingga akhir hidupnya. Allah memilih penghambat itu dari keluarga
dekat Nabi, yaitu: pamannya, Abu Lahab.
Jadi dalam masalah ini dapat ditarik banyak pesan. Di antara pesan
tersebut bahwa agama Islam bukanlah agama berdasarkan keturunan,
bukan pula karena hubungan darah, bukan agama berdasarkan fanatisme
kesukuan atau nasionalisme, tapi ia merupakan agama bagi orang yang
mengikuti Rasulullah.
Nabi Muhammad berkata: “Salman al-Farisy adalah keluargaku.”
Telah disebutkan bahwa kenabian para Nabi berpindah berdasarkan
hubungan dakwah, bukan berdasarkan hubungan keturunan,
sebagaimana kisah Nabi Nuh dan anaknya.
Ketika terjadi gap/jurang antara Bilal dan Abu Zar, akibat ungkapan
Abu Zar kepada Bilal: “Hai Ibnu Saudâ’ (anak hitam), yang
menimbulkan kemarahan Nabi Muhammad dan bersabda: “Dhaf ash-
shâ’ (tiga kali) mengapa kamu tega menghina dirinya dan ibunya,
sesungguhnya di dalam dirimu masih terdapat bekas jahiliyah.”
Akhirnya Abu Zar pun menghadap Bilal dan menjatuhkan lehernya
di lantai dan bersumpah untuk tidak mengangkatnya hingga dipijak
Bilal. Setelah itu Rasulullah berkata: “Tidak ada keistimewaan antara
anak kulit hitam atas anak kulit putih kecuali takwa dan amal saleh.
Kalaulah non Arab datang kepadaku dengan amal saleh dan kamu
534
AL-LAHAB 111 JUZ 30
datang kepadaku tanpa amal, maka mereka lebih pantas untuk dekat
dengan Muhammad dari pada kamu sekalian.”
Kembali kepada kisah utama. Allah menyebutkan tentang pamannya
yang bernama Abu Lahab untuk dimuat dalam Alquran dan didoakan
agar celaka, hancur dan binasa. Sedangkan Alquran itu tetap dibaca, dan
dinilai beribadah dalam membacanya, dan terus dibaca hingga akhirat
nanti. Allah memilih musuh bebuyutan Nabi yang diabadikan Alquran
orang yang berada dari keluarga dekatnya, untuk menerangkan bahwa
agama ini bukan agama milik keturunan dan sejenisnya.***
535
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
536
AL-LAHAB 111 JUZ 30
537
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
538
AL-LAHAB 111 JUZ 30
539
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
540
AL-LAHAB 111 JUZ 30
kini. Yang sekarang menjadi masa kini nanti menjadi masa lalu. Jadi,
setiap peristiwa yang akan terjadi itu berstatus masa depan, kemudian
menjadi peristiwa yang sedang terjadi, lalu menjadi kisah masa lalu.
Istri Abu Lahab telah kita ketahui bernama Arwâ, yaitu saudari Abu
Sufyan bin Harb. Jadi nama lengkapnya Arwâ bin Harb bin Umayyah.
Dia seorang terpandang di kaumnya, karena berstatus istri dari orang
terpandang, Abu Lahab; dan saudari dari Abu Sufyan.
Sirah telah mengisahkan kepada kita bahwa Arwâ mempunyai peran
dalam menyakiti Nabi. Ini menunjukkan bahwa perempuan yang
bertugas di balik tabir telah ikut andil dalam menyakiti Rasulullah. Jadi
menyakiti Nabi itu tidak saja terbatas pada lelaki, tapi juga wanita.
Kenapa? Karena wanita mengambil posisi atas kebesaran nama orang
tuanya dan nama suaminya. Maka, bila ada manusia datang bertujuan
untuk menghancurkan nama besar ini, tentu saja ia campur tangan untuk
memberantasnya.
Kalimat, istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali
dari sabut, (QS 111: 4-5) adalah hakikat bukan majaz, menurut
sebagian ulama. Benar, bahwa dia pernah membawa kayu bakar dan
melemparkannya kepada Muhammad. Itu karena keluarga Abu Lahab
bertetangga dengan Nabi Muhammad.
Yang lain berpendapat, bahwa ini bukan sekedar kayu bakar. Karena
membawa kayu bakar bukanlah sesuatu yang menyakitkan. Jadi, kayu
bakar itu dari bentuk lain, bukan kayu bakar biasa. Yaitu, kayu bakar
berduri. Dia membawanya untuk menyakiti Nabi. Ini usaha yang
terlihat.
Namun sebagian Mufassir berkata: “Ini adalah majaz. Abu Lahab
sangat terkenal dengan perangai buruk yang tidak terlihat oleh mata,
yaitu: kegemarannya untuk mengadu domba di antara manusia. Itu
karena kebiasaan kayu bakar identik dengan api.” Jadi maksud kayu
bakar ialah sarana membakar permusuhan di antara manusia. Jadi, adu
domba yang disebar di antara manusia, seakan-akan kayu bakar.
Kesimpulannya, bahwa tidak ada halangan, bila kayu bakar itu
memang suatu yang hakiki dan terjadi secara realita, atau ia dalam arti
majaz dan kinayah, yaitu “semangat adu domba.”
ﺪ ﺴ
ﻣﻣﻦ ﹲﻞﺒﻫﺎ ﺣﻫﻓﻓﻲ ﺟﹺﺟﻴﺪ yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS 111: 5)
Kata ﺪ ﺟﻴ
ﹺﺟdalam istilah bahasa, ia selalu berkonotasi baik dan positif.
Namun di sini leher yang seharusnya untuk tempat perhiasan, malah
digunakan untuk tali dari sabut. Biasanya di leher seorang wanita beban
541
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
542
AL-IKHLÂSH 112 JUZ 30
SURAT 112
AL-IKHLÂSH
(MAKKIYAH)
543
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
544
AL-IKHLÂSH 112 JUZ 30
545
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ini ingin memurnikan Tuhan yang hak dari Tuhan yang batil.
al-Ikhlâsh ketika tertanam di dalam hati, manusia akan mengarahkan
semua hasratnya kepada Zat yang bila tercapai, ia tidak minta imbalan
dari yang lain. Untuk itu Allah berfirman dalam hadis Qudsi: “al-
Ikhlâsh satu rahasia dari rahasia-rahasiaku yang kutitipkan di hati
orang yang kucintai, hingga malaikat pun tidak mengetahuinya, hingga
ia menulis apa adanya. Tidak juga setan tahu, hingga ia merusaknya.”
Semua keikhlasan hamba tertanam di relung hati, dan ia dimurnikan
oleh pemikiran tauhid, tanpa ada kemusyirikan sekecil apa pun.
Kerusakan mayoritas abîd dalam agama sebelum Islam, karena tertipu
oleh hukum kausalita (asbâb), dan menduga bahwa ia memiliki
kekuatan, dengan melupakan bahwa di balik asbâb ada Musabbib asbâb
(Pencipta hukum kausalita).
Jika seorang mukmin melihat hukum kausalita sebagai pelaku, maka
ia tidak ikhlash kepada Allah. Sebab bisa saja ada tapi hasil belum tentu
ada bersamanya, buktinya: sebab-sebab yang mendatangkan hasil panen
telah dilalui, tapi rupanya sawah tidak juga panen. Itu karena Allah
Pencipta sebab, yang dilepaskannya bagi alam semesta, namun bisa
dibatalkannya bila Dia berkehendak.
Jadi puncak ikhlash ialah tidak melihat kepada asbâb (hukum
kausalita) walaupun ia ciptaan Allah, agar dapat memurnikan hati dan
ikhlash kepada-Nya. Jadi, surat al-Ikhlâsh menerangkan akidah yang
murni, akidah yang bergelora di dalam hati, yaitu: “Bahwa Dia Tuhan
yang Esa.” Inilah akidah yang dapat menafsirkan rahasia kehidupan.
Surat al-Ikhlâsh disebut dengan surat al-Asas/pondasi karena nabi
pernah bersabda bahwa langit yang tujuh dan bumi yang tujuh telah
dibangun di atas pondasi qul huwa Allah ahad. Alasannya, kalaulah di
langit dan bumi terdapat Tuhan selain Allah niscaya alam ini rusak.
Surat ini juga disebutkan dengan surat al-Iman karena iman berasal
dari materi aman, amanah, amin dan ma’mun, semua makna itu
mengarah pada ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa itu di atas dari logika
akal pikiran yang masih dalam status pencarian antara menerima atau
menolak. Surat iman artinya ketenangan jiwa dalam menyembah Allah
yang dapat memberi manfaat dan mudarat, sehingga akal pikiran tidak
lagi memperdebatkan Allah sebagai Tuhan yang layak disembah atau
tidak?
Surat ini disebut dengan surat al-Baraah/lepas diri, karena kita
melepaskan diri kita dari ikatan api neraka atau melepaskan diri dari
segala bentuk kemusyrikan.
546
AL-LAHAB 111 JUZ 30
547
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
548
AL-IKHLÂSH 112 JUZ 30
fa/maka. Jawaban yang bila tanpa fa/maka, artinya: di sana ada soal
yang diajukan kepada rasul, lalu Allah langsung menjawabnya. Bila
dengan fa/maka, di sana ada soal yang akan ditanyakan yang pada
waktu itu belum ditanya, maka jawablah dengan ini. Jadi, seakan-akan
fa/maka menunjukkan soal itu belum diajukan, tapi telah diketahui
Allah, maka bila ditanya katakanlah atau faqul.
Dalam Alquran juga ditemukan satu ayat yang berbeda dengan
redaksi umum ﻚ ﺄﹶﻟﹸﻟﻮﻧﺴﻳ ﻭdan ﻗﻞ. Di mana pada ayat ini tanpa ditemukan
pul/katakanlah. ﺐ
ﻧﻲ ﻗﹶﺮﹺﺮﻳﻨﻲ ﻓﹶﺈﹺﻧﻨﺩﻱ ﻋﺒﺎﺩﺒ ﻋﺄﹶﻟﹶﻚﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺳ ﻭdan apabila hamba-hamba-
Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. (QS al-Baqarah [2]: 186) Allah tidak mengatakan: ﻧﻧﻲﻓﹶﹺﺈ
ﻗﹶﺮﹺﺮﻳbahwasanya Aku adalah dekat. Itu karena masalah ibadah tidak
ﺐ
membutuhkan prantara, seakan-akan saat mereka bertanya: ﻚ
ﺄﹶﻟﹶﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺳﻭ
ﻨﻨﻲﻋ ﺩﺩﻱ ﺒﺎﺒ ﻋdan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, jawablah: ﺐ ﻧﻲ ﻗﹶﺮﹺﺮﻳ ﻓﹶﺈﹺﻧbahwasanya Aku adalah dekat. Itu karena
hubungan hamba dengan Tuhannya harus dilakukan secara langsung
tanpa perantara.
Unsur kedua huwa dalam kalimat ﺪ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﻮ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻫ ﹸﻗ ﹾﻞkatakanlah: “Dialah
Allah, Yang Maha Esa, (QS al-Ikhlâsh [112]: 1). Kata huwa/Dia dalam
ilmu nahu merupakan kata ganti orang ketiga. Kata ganti itu ada tiga,
untuk orang pertama; ﺃﻧﺎaku, dan ﳓﻦkami, orang kedua; ﺖ ﻧ ﺃﹶkamu, ﻢ ﺘﻧﹶﺃ
kalian; sedangkan orang ketiga; ﻮ ﻫ dia, dan ﻢ ﻫ mereka.
Kata ganti pertama (aku) dan kata ganti kedua (kamu) statusnya
diketahui. Sedangkan kata ganti ketiga (dia) statusnya tidak jelas
(mubham), maka ketika kata ganti ketiga (dia) disebutkan dalam nahwu
Arab harus ada marja (rujukannya) sebagai contoh: ﺃﻧﺎ ﻟﻘﻴﺖ ﻓﻼﻧﺎ ﺑﺎﻷﻣﺲ ﻭﻗﺎﻝ
ﻟﻪ ﻫﻮ ﻛﺬﺍ ﻛﺬﺍsaya ketemu Fulan kemarin, dan kukatakan kepada dia ini
dan itu. Dia di sini kembali atau merujuk kepada Fulan. Jadi setiap kata
ganti orang ketiga harus ada marja tempat kembali dan merujuk.
Tapi ketika dikatakan ﻮ ﻫ ﻗﹸﻞﹾkatakanlah Dia, tidak ditemukan marja,
seakan-akan bila disebutkan kata huwa/dia, dalam Alquran yang tidak
ada marja, maka marjanya tidak lain adalah Allah. Seakan-akan
549
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
marjanya adalah iman dan keyakinan bahwa Allah itu ada (maujûd).
Makna ﺍﷲﻮ ﻫDialah Allah, seakan-akan yang benar-benar ada dan
memiliki hakikat penuh hanya Allah. Ketika dikatakan: “Dia satu-
satunya.” Maka wajib bagi kita untuk menyingkirkan zat lain di
samping-Nya. Ini artinya, bahwa Zat Allah itu Zat yang paling dikenal
dari seluruh zat yang ada.
Disebutkan juga bahwa Allah itu gaib, tapi Dia gaib yang memiliki
pengaruh yang dapat dilihat. Kenapa gaib? Karena Allah adalah nur/
cahaya. Cahaya dapat digunakan untuk melihat sesuatu, tetapi ia sendiri
tidak dapat dilihat, hingga datang cahaya yang lebih kuat barulah dapat
dilihat. Namun tidak ada cahaya yang lebih kuat dari Zat-Nya. Jadi,
dapat dipahami kenapa tidak dapat melihat Allah. Kalaulah tuhan dapat
dilihat, maka dia tidak cocok untuk disebut tuhan. Karena melihat itu
merupakan bentuk dari pembatasan. Contohnya, bila kamu membahas
latihan ilmu ukur dan mengatakan latihan ini dapat dijawab dengan
benar, artinya: dapat dijawab bahwa ia berada dalam pembatasan. Tapi,
selama ia tidak dapat dijawab, maka ia tidak dapat dibatasi.
Kalaulah Allah dapat dilihat, maka jadilah Allah yang sebelumnya
berkuasa, menjadi zat yang dikuasai. Untuk menjaga hakikat kekuasaan-
Nya, Dia harus tidak dapat dilihat. Kegaibannya merupakan rahasia
keagungan-Nya. Kenapa? Karena, kalau Allah memiliki Zat yang dapat
dilihat, maka Dia tidak pantas jadi tuhan.
Untuk itu dikatakan: “Tidak dapat melihat sesuatu adalah melihat
sesuatu, atau tidak mengetahui sesuatu adalah mengetahui sesuatu itu.”
Bagaimana? Ditanya kepada siswa A yang telah mempelajari 100 teori
tentang teori 200, maka dia akan menjawab: “Saya tidak mampu
menjawabnya.” Kenapa? “Karena saya belum memperlajarinya.”
Apakah siswa itu dapat diketegorikan pintar? Tentu, dia dikategorikan
pintar. Kalau ditanya soal yang sama kepada siswa B yang bodoh dia
akan berusaha menjawabnya, dan jawaban itu pasti salah. Dengan
demikian, tidak mengetahui suatu pengetahuan adalah pengetahuan.
Orang yang meyakini bahwa Allah tidak dapat dilihat, apakah dia
memahami hakikat Tuhan atau tidak? Tentu, dia paham, sedangkan
barang siapa yang berusaha mencari dan melihat Tuhan, maka dia tidak
paham tentang Tuhan.
Jadi kata huwa/dia, kata ganti ketiga yang menunjukkan bahwa
hakikat Allah tidak terlihat. Yang terlihat hanyalah hasil ciptaan-Nya.
Tidak terlihatnya Allah bukti atas keagungan-Nya.
550
AL-IKHLÂSH 112 JUZ 30
551
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
nama. Di sisi lain, sifat boleh jadi diberikan kepada selain Allah,
sementara nama “Allah” tidak diberikan kecuali hanya untuk diri-Nya
sendiri.
Nama Allah sendiri merupakan bagian dari mukjizat. Untuk itu Allah
berkata: “Adakah kamu mengetahui selain Zat-Nya yang bernama
Allah?” Tidak ada nama makhluk di dunia ini yang bernama Allah.
Manusia boleh membuat banyak nama, baik manusia itu beriman
ataupun kafir, walau demikian tidak ada yang berani memberi nama
untuk anak atau benda yang diciptakan dengan nama “Allah” atau
“Tuhan” atau “God”.
Kenapa ini dapat terjadi? Ada dua kemungkinan. Pertama, Allah
telah membuat mereka tidak mampu hingga tidak pernah berpikir untuk
melakukan itu. Kedua, mereka berkeinginan untuk membuat itu tapi
dilemahkan Allah.
Lebih jauh lagi bahwa makna atau nama terlebih dahulu ada di dalam
benak kemudian dibuat oleh manusia. Nama tidak dipatenkan kecuali
benda atau zat itu telah ada terlebih dahulu di dalam akal pikiran. Untuk
itu saat menggambarkan surga dan neraka Allah tidak menyebutkan
hakikat surga dan neraka, karena hal itu tidak dapat dijangkau oleh
mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbayang
oleh akal pikiran. Apa yang disebutkan Alquran tentang surga dan
neraka hanya sekedar ilustrasi, perumpamaan yang mendekatkan kepada
pemahaman, itu saja.
Mengenai lafaz dari nama “Allah” berdasarkan keterangan di atas
dapat dipahami bahwa nama itu sudah diperkenalkan Allah sejak dari
manusia pertama. Manusia pertama menyampaikannya kepada anak
cucunya, anak cucu menyampaikan kepada keturunan berikutnya dan
seterusnya hingga saat ini.
Orang yang berkata: “bahwa Allah itu tidak ada,” maka sebenarnya
dia sendiri telah menetapkan keberadaan Allah, karena Allah sebagai
mubtada atau asas yang telah ditetapkan di dalam benak manusia,
kemudian datang khabar atau berita yang menafikan sesuatu yang
sebenarnya telah diakui sebagai asas tadi.
Di sisi lain, sifat-sifat Allah yang berjumlah sembilan puluh sembilan
itu berpindah menjadi nama-nama-Nya yang mulia (al-Asmâ’ al-Husna)
bagaimana ini dapat terjadi? Jawabannya, karena seluruh sifat itu
berstatus permanen pada zat Allah dan temporal pada diri makhluk. Bila
disebut kaya, maka kekayaan yang mutlak dan permanen hanya milik
Allah, kekuasaan yang mutlak dan permanan hanya milik Allah, maka
552
AL-IKHLÂSH 112 JUZ 30
553
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
554
AL-IKHLÂSH 112 JUZ 30
555
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
556
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
SURAT 113
AL-FALAQ
(MAKKIYAH)
557
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
558
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
559
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
dituntun oleh balita atau anak kecil. Sedangkan ular yang kecil ketika
dilihat lelaki dewasa ia akan lari ketakutan. Kenapa ini terjadi? Seakan-
akan Allah menyadarkan kita bahwa penjinakkan itu terjadi bukan atas
kuasa manusia atau keahliannya. Buktinya mengapa binatang yang
besar dapat dijinakkan sedangkan yang kecil tidak dapat. Seakan-akan
ketidak disiplinan ini ada hikmahnya. Di antara hikmahnya agar
manusia sadar bahwa di sana ada kuasa Allah yang menciptakan ini.
ﻟ ﹸﻜﻜﻮ ﹶﻥﻣﻣﺎ ﻬﺎ ﻟﹶﻬﻢﻣﺎ ﻓﹶﻬﻌﺎﻣﻌﻨﺎ ﺃﹶﻧﺪﻳﻨﺪ ﺃﹶﻳﻠﹶﺖﻋﻤ ﻤﺎﻣﻤ ﻢ ﻬ ﻨﺎ ﻟﹶﻠﹶﻘﹾﻨﻧﺎ ﺧﻭﺍ ﺃﹶﻧﻭﺮ ﻳﻟﹶﻢ ﺃﹶﻭdan apakah mereka
tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang
ternak untuk mereka yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan
dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? (QS Yâsîn
[36]: 71)
Menurut ulama kata sambung fa/maka, di sini tidak sesuai, kenapa?
Karena kepemilikan tidak langsung didapat ketika Allah menciptakan
binatang itu, tapi harus ada proses penjinakkan. Artinya, kepemilikan
terjadi berkat penjinakan, bukan karena penciptaan. Kalau hanya karena
penciptaan, maka semua hewan yang diciptakan dapat dijinakkan, tapi
realitanya berbeda. Jadi Allah membiarkan sebagian binatang buas tidak
dapat dijinakan, sebagai bukti bahwa penjinakan itu bukan semata-mata
terjadi atas dasar kecerdasan manusia.
Plus di dalamnya terdapat juga banyak faedah seperti; ular yang
buas itu, ditemukan faedahnya dengan mengambil bisa untuk
penyembuh penyakit yang mematikan. Artinya, di dalam binatang yang
buas ini pun terdapat kebaikan. Jadi, kapan ia dikatakan jahat? Bila
diciptakan tidak sesuai dengan garis yang diciptakan. Kenapa pula Dia
menciptakan tidak sesuai dengan garis yang telah diciptakan?
Permasalahannya tidak selalu demikian, tapi Allah Mahatinggi, hingga
manusia yang ditundukkan alam untuknya tidak menduga bahwa dia
tidak membutuhkan Tuhan, sehingga dapat tidur nyenyak, atau jalan di
tempat yang berbahaya. Dia akan takut bila digigit ular yang kecil lagi
mematikan, hingga selalu berdoa: “Ya Tuhan lindungilah aku.” Karena,
kekuatannya tidak mampu (terbatas) untuk melindungi dirinya.
Jadi ini semua merupakan renungan dan ikatan bagi manusia. Setiap
unsur yang menakutkan yang timbul menyebabkan manusia akan selalu
terkait kepada penciptanya. Bila ingin berlindung dari ini semua
katakanlah: ﻖ ﺧ ﹶﻠ ﻣﻣﺎ ﺮ ﺷ ﻦ ﻣ ()ﺏ ﺍﹾﻟ ﹶﻔ ﹶﻠ ﹺﻖ ﺮ ﻋﻮﺫﹸ ﺑﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﺃﹶﻋkatakanlah: “Aku berlindung
kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya.
560
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
561
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
ada sihir dan ada dengki?” Mereka mengingkari sihir, kenapa? Karena
tidak dapat diterima akal. Mereka mengingkari dengki, karena tidak
dapat diterima akal juga.
Paham rasionalisme ini sebenarnya memiliki niat baik. Paham ini
muncul pada awal abad modern ini, yang akhirnya menarik kita menuju
ke masa kebangkitan dan dunia ilmu pengetahuan. Ini dimulai dari
Timur Arab melalui Barat. Akal manusia tergila-gila dengan paham
rasionalisme itu. Selanjutnya pemikiran ini merambah ke dalam akidah
Islam, khususnya yang berkaitan dengan hal gaib. Para penganut paham
rasionalisme mencoba mendekati masalah gaib yang tidak sesuai
dengan logika ilmu eksperimen dan realita. Maka, akhirnya merekapun
mentakwilkan. Seakan-akan mereka ingin semua permasalahan agama
dapat dimasukkan ke dalam eksperimen.
Kalau gaib ini masuk ke dalam dunia eksperimen, maka kita tidak
membutuhkan rasul dan iman kepada Allah. Karena semua dapat
dituntaskan oleh akal pikiran, atau dunia eksperimen dapat
menjawabnya. Seperti; telah kita katakan: “Apakah di sana ada listrik
Rusia, atau listrik Amerika.” Tidak, tidak ada listrik Rusia atau
Amerika. Setiap hal yang masuk dunia eksperimen atau masuk dunia
ilmu laboraturium yang netral, maka tidak ditemukan di sana perbedaan.
Bila kamu menginginkan semuanya berjalan netral seperti ini, maka
jawabnya agama tidak diperlukan di dunia ini. Tapi, bila kamu ingin
beragama dan beriman kepada Tuhan yang kuasa, Dia memiliki
segalanya, maka akalmu tidak akan dapat menjadi hujjah atas apa yang
diciptakan-Nya.
Terkadang Dia menciptakan sesuatu yang kamu tidak
mengetahuinya. Akal sendiri akan menentramkan jiwamu akan
kebenaran hal gaib ini. Karena banyak hal di dunia ini yang tidak dapat
di indra dan dibawa ke laboraturium untuk diuji coba, lalu dipaksakan
mereka untuk diterima akal dan masuk dunia uji coba.
Bila dikisahkan sepuluh atau dua puluh abad yang lalu bahwa di
dunia ini terdapat mikroba yang besarnya sekecil ini, mampu melakukan
ini, niscaya tidak seorangpun percaya. Kenapa tidak dinyatakan bahwa
mikroba pada zaman dulu gaib dan sekarang sudah dapat dilihat. Ini
merupakan sarana bagi mukmin bahwa akal pikirannya bukanlah hujjah
dan tolak ukur atas keberadaan sesuatu, karena sesuatu itu dapat dilihat,
dan bukan pula tidak dapat diyakini keberadaan sesuatu hanya karena
sesuatu itu tidak dapat dilihat.
562
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
Tidak, tapi jadilah orang yang berpikir logis dengan akal pikiranmu.
Karena sekarang kamu dapat melihat sesuatu yang dulunya tidak dapat
dilihat. Kenapa hal yang demikian telah dijadikan tolak ukur dalam
menilai. Banyak hal yang dulunya tersimpan dan tersembunyi, dengan
berputarnya waktu menjadi terungkap dan dapat dilihat. Kenapa hal ini
tidak dijadikan bahan renungan yang berkata: “Wahai manusia, akalmu
bukanlah barometer untuk menilai segala sesuatu!” Akalmu itu terbatas,
ia dapat memahami sesuatu sebatas kemampuannya. Selalu terungkap
misteri baru di dunia ini, membuktikan bahwa akal bukanlah segalanya.
Lebih lanjut bila ditelusuri hakekat akal, maka tugasnya tidak lain
hanya meyakini apa yang terjadi. Apakah semua itu dicetuskan Allah
atau tidak? Puncak yang diyakini oleh akal bukanlah peristiwa ini, tapi
puncaknya ialah yakin dan beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang
Kuasa dan Maha Berkehendak.
Juga, apakah Allah telah berkata tentang hal itu atau tidak? Bila
Allah yang telah mengatakannya, ambillah pernyataannya itu, lalu
telitilah ia, niscaya akal pikiranmu akan mendapat petunjuk untuk
mengungkap sebagia misteri.
Semua misteri di alam ini terbagi kepada dua bagian: Pertama, gaib
(misteri) nisbi yang tertutup dari pandanganmu, kedua, gaib mutlak.
Gaibnya suatu benda itu tidaklah bersifat mutlak. Kenapa? Karena
untuk mengungkapkan hasil penemuan final dibutuhkan pendahuluan-
pendahuluan yang harus dilalui oleh para peneliti, dan ilmuan.
Buktinya, apakah para peneliti itu telah menemukan hasil penelitiannya
dari A sampai Z. Apakah dia menelitinya secara bertahap, dari A ke B,
kemudian dilanjutkan oleh peneliti kedua dari B ke C dan peneliti ketiga
dari C ke D dan seterusnya. Dari rangkaian ini kamu dapat melihat
begaimana suatu yang tertutup berkat pendahuluan-pendahuluan itu
berhasil ditemukan. Maka dapat dikatakan: bahwa hasil penelitian itu
bukan merupakan gaib (misteri) yang mutlak, tapi gaib bagimu (nisbi).
Untuk itu ketika Allah memaparkan epermaslahan ini secara
tekhnis, Ia berfirman dalam ayat kursi:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia
Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di
bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
563
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS al-Baqarah [2]: 255)
Kata ﺤﻴ ﹸﻄﻄﻮ ﹶﻥ ﺤ
ﻳmereka mengetahui. Kata ini dinisbahkan kepada
manusia, tapi itu tidak lepas dari izin Allah. Seakan-akan setiap misteri
akan terungkap setelah melalui pendahuluan. Tapi ketika Allah
berkehendak, maka ditemukan misteri ini muncul dengan sendirinya
tanpa disengaja. Betapa banyak hasil penelitian yang muncul akibat
ketidak sengajaan atau kesalahan teknis. Seakan-akan itu karena, Allah
ingin memunculkan misteri ini, walaupun tanpa penelitian pendahuluan.
Jadi, yang misteri (gaib) dari kata ini memiliki pendahuluan di alam
ini, yang dengan akal pikiran misteri itu dapat terkuak. Bagian kedua
dari misteri ialah misteri mutlak, yaitu suatu misteri yang tidak
ditemukan pendahuluan untuk sampai kepadanya. Inilah yang disebut
Allah dengan: ﻝ ﺳﺳﻮ ﹴ ﺭ ﻦ ﻣ ﻀﻰ ﻀ
ﺗﺭ ﻣ ﹺﻦ ﺍ ﺪﺪﺍ)(ﹺﺇ ﱠﻻ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﻴﹺﺒ ﻋ ﹶﻠﻠﻰ ﹶﻏ ﺮ ﻈﹾﻬﹺﺐﹺ ﻓﹶﻼﹶ ﻳﻴ ﺍﻟﹾﻐﻢﻋﺎﻟ ﻋDia
adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali
kepada rasul yang diridai-Nya, (QS al-Jin [72]: 26)
Seakan-akan misteri ini tidak memiliki pendahuluan untuk
menggapainya. Selama tidak ada pendahuluan yang dapat dijadikan
acuan, maka manusia tidak memiliki kemampuan untuk menggapainya.
ﺪﺪﺍ ﺣ ﻪ ﹶﺃ ﻴﹺﺒ ﻋ ﹶﻠﻠﻰ ﹶﻏ ﺮ ﻈﹾﻬﹺﺐﹺ ﻓﹶﻼﹶ ﻳﻴ ﺍﻟﹾﻐﻢﻋﺎﻟ( ﻋDia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang
gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang
ghaib itu. (QS al-Jin [72]: 26)
Kataﺮ ﻈﹾﻬﹺ ﻳmenunjukkan bahwa hal itu hanya dapat dilakukanNya,
sedangkan manusia tidak ada usaha pendahuluan untuk mencapainya.
Dialah yang mengarunia manusia pendahuluan itu.
Kembali kepada pembahasan utama. Sebagian manusia mengatakan
bahwa sihir itu tidak memiliki hakikat. Dijawab: “Ya syekh, seakan-
akan kamu menentang realita, dan menentang teks Alquran. Janganlah
akalmu menentang teks itu. Karena tidak dibenarkan seseorang
berijtihad terhadap teks selamanya. Tapi, gunakanlah akalmu untuk
mendekatkan sesuatu dengan namanya, yang disebut dengan ilmu al-
Yarzukhi, yaitu ilmu yang mengutip dari sini sebagian dan dari sini
sebagian, lalu diadakan pendekatan antara bagian-bagian itu.
Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan
564
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (QS al-
Baqarah [2]: 102) Dari teks ini terbukti bahwa di sana ada hakekat yang
namanya sihir. Ia bukan berasal dari usaha manusia, tapi dari makhluk
yang di atas. Mereka inilah yang mengajarkan kepada manusia. Lalu
tersebarlah sihir ini di antara manusia.
Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang
diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan
Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang
pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan
(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari
dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka itu (ahli
sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun
kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang memberi
mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya
mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab
Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan
amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau
mereka mengetahui. (QS al-Baqarah [2]: 102)
Kata ﻩ ﺮﺍﺮﺘﻤﻦﹺ ﺍﺷ ﻟﹶmenukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu. Seakan-
akan ditemukan dalam sihir transaksi. Transaksi ini bukan merupakan
usaha manusia, tapi kerjaan makhluk di atas.
Kenapa? Karena Allah ingin kita memalingkan pandangan pada
problem, bahwa jin walaupun lebih ringan dan lebih kuat dari manusia,
tapi Allah ingin menetapkan bahwa unsur makhluk itu bukanlah penentu
segalanya. Buktinya Allah mampu menundukkan kekuasaan kepada
yang rendah untuk menundukkan yang tinggi unsurnya. Jadi, bukan
unsur yang menentukan. Walaupun unsur dapat berjalan sesuai
sunnatullah, kalau Allah berkeinginan agar yang rendah menundukkan
yang tinggi, maka sunnatullah itu tidak berlaku, dan kehendak Allahlah
yang terlaksana.
Jin lebih ringan dan kuat dari manusia, itu karena tabiat jin tercipta
dari api, sedangkan manusia dari tanah. Api mengandung unsur ringan
dan halus, sedangkan tanah mengandung unsur padat dan tebal.
Buktinya, ketika didatangkan sebuat apel dibalik tembok, maka kita
manusia yang tercipta dari tanah tidak dapat memakannya, sedangkan
api bila diletakkan dibalik tembok ditemukan pengaruhnya pada apel
tersebut. Jadi selama jin diciptakan dari unsur api, ia dapat bereaksi
seperti apel yang ringan dan halus itu.
565
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Untuk itu dalam kisah Nabi Sulaiman, ketika dia berkata: ﺗﺗﻴﹺﻨﻨﻲﺄﹾ ﻳﻜﹸﻢﺃﹶﻳ
ﻤﻠﺴﺗﻮﻧﹺﻧﻲ ﻣﺄﹾﺗﻞﹶ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻬﺎ ﻗﹶﺒﻬﺷﺮ ﺑﹺﻌsiapakah di antara kamu sekalian yang sanggup
ﲔ
membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku
sebagai orang-orang yang berserah diri.” (QS an-Naml [27]: 38)
Apakah manusia biasa dapat memenuhi permintaan Sulaiman? Tidak,
mereka semua terdiam. Siapa yang dapat memenuhi permintaan itu?
Bukan jin biasa juga, tapi jin Ifrid yang paling pintar. Seakan-akan jin
juga mengandung unsur pintar dan bodoh. Persis, seperti manusia. Yang
memenuhi panggilan itu bukan manusia biasa atau manusia pintar,
bukan pula jin biasa, tapi jin yang maha pintar.
Berkata ifrid dari golongan jin, karena ifrid dapat
melaksanakannya. ﲔ ﻤﻠﺴﺗﻮﻧﹺﻧﻲ ﻣﺄﹾﺗﻞﹶ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻬﺎ ﻗﹶﺒﻬﺷﺮﺗﻴﻨﹺﻨﻲ ﺑﹺﻌﺄﹾﺗ ﻳﻜﹸﻢ ﺃﹶﻳsiapakah di antara
kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku
sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah
diri. (QS an-Naml [27]: 38) seakan-akan Sulaiman telah mendapat
khabar bahwa Balqis dan rombongannya telah meninggalkan Yaman
sedang menuju istana Sulaiman. Maka, Sulaiman meminta untuk
memindahkan istana Balqis sebelum Balqis sampai. Hanya jin Ifrid
yang mampu melaksanakannya. Ketika Ifrid berbicara maka ia pun
berbicara sesuai dengan kemampuannya.
Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang
kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu
berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat
untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” Berdiri dari tempat duduk
itu memakan waktu dua atau tiga jam. Itulah biasanya lama manusia
mengobrol sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduk. Inilah waktu
yang dibutuhkan Ifrid untuk memindahkan istana.
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: “Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.”
Seorang yang menguasai kitab suci dapat melakukan itu lebih cepat lagi
dari usaha jin Ifrit. Akhirnya jin tidak dapat berbuat kecerdikan ini
berdasarkan kemampuannya, dan berkat kehendak Allah maka seorang
yang mempunyai ilmu dari Alkitab dapat berbuat. Itulah Allah yang
dapat memberikan kepada yang rendah (manusia) kekuatan hingga
dapat melampaui jin.
Begitu juga dengan sihir. Apakah jin itu cerdik? Jawabnya: “Tidak”.
Saya dapat menjadikan manusia untuk menundukkan jin. Untuk itu
566
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
567
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
568
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
569
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
mukjizat dari jenis sihir itu, karena masyarakat Firaun terkenal dengan
sihir. Dalam hal itu Alquran menjelaskannya ﺱ ﻨﺎ ﹺ ﺍﻟﻨﻦﻴﺮﻭﺍ ﺃﹶﻋﺮﺤ ﺳmereka
menyulap mata orang. (QS al-A'râf [7]: 116). Seakan-akan sihir itu
Alquran mengelabui mata orang yang melihat, sedangkan hakekat yang
dilihat itu tetap, dan tidak berubah. ﻌﻌﻰ ﺴ ﻬﺎ ﺗﻬ ﺃﹶﻧﻢﺮﹺﻫﺤ ﺳﻦ ﻣﻪﻞﹸ ﺇﹺﻟﹶﻴﻴﺨ ﻳterbayang
kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka .
(QS Thâhâ [20]: 66) Buktinya ketika Allah mengajarkan Musa
menggunakan tongkatnya yang berubah menjadi ular, Musa ketakutan.
ﺳﺳﻰ ﻣﻣﻮ ﺧﺧﻴ ﹶﻔ ﹰﺔ ﻪ ﺴ
ِ ﻧ ﹾﻔ ﻓﻓﻲ ﺲ
ﺟ ﻭ ﹶﻓﹶﺄmaka Musa merasa takut dalam hatinya. (QS
Thâhâ [20]: 67) Kenapa? Ketika Musa melemparkan tongkatnya,
sebenarnya Allah tidak mengajarkan kepadanya sihir, tapi mengajarkan
proses berubahnya sesuatu dari hakikatnya semula. Yang berubah pada
saat itu ialah tongkat menjadi ular. Sedangkan tukang sihir tidak pernah
berubah tongkatnya menjadi sihir. Tongkat tetap dengan hakikatnya,
sedangkan orang yang melihat seakan-akan ia berubah menjadi ular.
Jadi maka Musa merasa takut dalam hatinya. (QS Thâhâ [20]: 67)
Ketika Allah menyebutkan maka Musa merasa takut dalam hatinya.
maka itu benar-benar berubah menjadi ular. Kalau tidak berubah
niscaya Musa tidak takut. Untuk itu ketika para sihir mengikuti ajaran
Musa? Itu karena mereka mengetahui bahwa hal itu di luar kemampuan
Musa dan bukanlah sihir. Jika, Musa sihir mereka sebenarnya ahli
dibidang sihir itu. Para sihir tetap melihat sesuatu sesuai dengan
hakikatnya, adapun yang terjadi pada Musa, tongkat itu benar-benar
berubah menjadi ular. Jadi, itu bukanlah atas kemampuannya, tapi atas
kuasa Tuhan Musa.ﺳﻰ ﺳ ﻣﻣﻮ ﻭ ﺭﺭﻭ ﹶﻥ ﻫﺎ ﻫﺏﻨﺎ ﺑﹺﺮﻨ ﻗﹶﻗﺎﻟﹸﻟﻮﺍ ﺀَﺀﺍﻣseraya berkata: “Kami telah
percaya kepada Tuhan Harun dan Musa”. (QS Thâhâ [20]: 70)
Mereka beralih dengan begitu drastisnya. Tapi, kenapa para sihir
tidak berkata seperti Firaun.ﺮ ﺤ ﺍﻟﺴﻜﹸﻢﻠﱠﻤﺬﻱ ﻋ ﺍﻟﱠﺬﻛﹸﻢ ﻟﹶﻜﹶﺒﹺﲑﻪ ﺇﹺﻧsesungguhnya dia
benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. (QS as-
Syu'arâ' [26]: 49) Itu karena peristiwa itu diluar cara yang mereka alami.
Maka, ketika yakin itu bukan sihir, mereka pun yakin bahwa di sana
pasti ada kekuatan (Tuhan) yang dapat merubah itu.
Jadi sihir hanya mengelabui mata saja. Pengelabuan itu memberikan
kita sesuatu yang berubah dari aslinya. Tapi, bila diteliti dengan
seksama maka hakekat sesuatu itu tidak berubah.
Problema lain yang perlu dibahas, bahwa Rasul pernah disihir oleh
570
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
Labid bin al-‘Asham. Kisah ini ditulis dalam hadis Bukhari. Sebuah
buku yang tak perlu diragukan keabsahannya. Maka, para rasionalis
berkata: “Tidak mungkin Nabi Muhammad dapat disihir orang. Hadis
ini diragukan keabsahan dan kebenarannya.” Dijawab, kita meragukan
bila hal itu bertentangan dengan tabiat akal. Karena terkait dengan akal,
sedangkan sihir sepanjang sejarah tidak pernah terkait dengan akal, ia
merupakan pengaruh dari kekuatan luar. Untuk itu Aisyah berkata:
“Hingga mata kita dikelabui bahwa ia telah merubah sesuatu padahal
tidak.” Selama dikelabui, maka pada hakikatnya belum terjadi.
Kenapa permasalahan ini timbul? Itu karena tipu daya kaum kafir
dua bentuk. Pertama, tipu daya yang kita ketahui. Ini hanya dilakukan
oleh penjahat dan berani dalam melawanmu. Kedua, tersembunyi. Ini
hanya dilakukan musuh yang lemah dengan makar.
Untuk tipu daya kedua ini Allah berkata: Sarana (kekuatan manusia)
yang mampu dijadikan untuk digunakan dalam menyakiti Muhammad,
tidak dapat dilakukan, dan tidak pula berhasil memenangkan mereka.
Bila sarana yang mereka gunakan sihir (kekuatan luar) maka Aku dapat
mengatakan hal itu kepada utusanku. Dan bila Nabi dapat selamat dari
sihir itu, tentu hal ini akan mempermalukan mereka. Bila mereka
dipermalukan, tentu hal itu akan berbekas. Kalau tidak, mereka akan
berkata: “Kami belum menyihirnya.” Tapi kalau sudah disihir, lalu sihir
itu dapat ditangkal, maka ini mempermalukan mereka. Jadi, tidak ada
cela dalam proses sihir itu.
Tinggallah satu masalah lagi, yaitu: dengki ﺪ ﺴ
ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺣﺪﺣﺎﺳ ﺣﺮ ﺷﻦﻣ ﻭdan
dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. (QS al-Falaq
[113]: 5) Dengki ialah angan-angan kalau seseorang yang mendapat
nikmat itu mengalami musibah. Apakah dengki itu terkait dengan mata?
Tidak. Buktinya orang buta juga memiliki sifat dengki. jadi, dari mana
datangnya dengki itu? Dengki itu merupakan tabiat yang diberikan
Allah kepada setiap manusia. Ia bagaikan senjata. Ketika Allah
memberikan seorang senjata laras panjang atau pedang apakah ia dapat
menahan diri untuk tidak menggunakannya seenaknya terhadap orang
lain. Apa yang menyebabkan manusia tidak menggunakan senjata
seenaknya? Itu karena mereka memiliki keimanan terhadap manhaj.
Jadi manusia hingga dalam kesempatan memiliki barang, tetap
memiliki tabiat untuk menyerang orang bahkan membunuhnya,
sebagaimana dengan setiap orang yang memiliki sifat dengki. Namun
ditemukan ada manusia yang menggunakannya dan ada juga yang tidak.
571
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
Maka jangan dikatakan: “Bahwa dengki itu telah diberikan Allah, maka
salahkanlah Allah.” Buktinya, seseorang telah diberikan segala fasilitas
untuk berbuat semena-mena, tapi ia tidak melakukan tindakan semena-
mena itu. Dan yang lain diberikan, lalu iapun berbuat semena-mena.
Jadi apakah dengki yang terjadi itu terkait dengan kehendak manusia
atau paksaan dari Allah? Tentunya ia berasal dari kehendak manusia
dan bukan paksaan dari Allah, Allah hanya menyiapkan tabiat manusia
yang cenderung dengki. Maka, karena ia berasal dari kehendak manusia
dari situlah turunnya taklif.
Orang yang dengki bukti bahwa imannya lemah. Karena kalau
imannya kuat dan memahami semua pemberian berasal dari Allah
niscaya dia tidak akan dengki. Karena orang yang dengki berarti orang
yang tidak puas terhadap Allah dan menentang keputusan-Nya. Jadi,
manhaj Islam yang prinsipil mencegah manusia untuk dengki.
Jadi orang yang dengki itu harus punya sasaran yang didengki.
Untuk itu dipinta dari kita, ketika melihat nikmat yang kita atau orang
lain dapat, mengucapkan: ﻮﺓﹶ ﺇﹺﻻﱠ ﺑﹺﺑﺎﷲ ﻻ ﹸﻗ
ﺷﺷﺎ َﺀ ﺍﷲ ﹶ ﻢﹺ ﺍﷲ ﻣﹶﺎﺑﹺﺴ
Ketika ini dikatakan setiap dapat nikmat, maka yang memperoleh
nikmat tidak akan mendapat mara bahaya. Juga manusia lain yang
melihat nikmat yang didapat orang lain, yang berangan-angan dalam
dirinya, bila nikmat itu musnah wajib mengucapkan itu untuk mencegah
senjata makan tuan. Itu karena benci memiliki dua hakikat: Pertama,
tabiat manusia yang cenderung benci terhadap nikmat. Kedua, kehendak
manusia yang berkeinginan untuk membahayakan orang lain.
Sebagaimana yang telah diterangkan tadi, Tuhan memberikan kepada
setiap manusia tabiat untuk cenderung membenci sebagai cobaan dan
ujian. Bila dengki dapat di atasi berarti lulus, kalau tidak, berarti gagal.
Selama Allah telah mengajarkan kita untuk memohon perlindungan
dari hal-hal seperti ini, pastilah hal ini memiliki sifat jahat dan
berbahaya, baik dipahami ataupun tidak.
Adapun orang yang mengingkarinya akan berkata: “Tidak.” ﺮ ﻦ ﺷ ﻣ ﻭ
ﺪ ﺴ
ﺇﹺﺫﹶﺫﺍ ﺣﺪﺣﺎﺳ ﺣdari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. (QS al
-Falaq [113]: 5) Kejahatannya muncul bila ia dengki dan melakukan
tipu daya agar nikmat itu hilang darimu.
ﺪ ﻌ ﹶﻘ ﻓﻓﻲ ﺍ ﹾﻟ ﺕ
ﻔﱠﻔﺎﺛﹶﺛﺎﺮ ﺍﻟﻨ ﻦ ﺷ ﻣ ﻭ dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir
yang menghembus pada buhul-buhul, (QS al-Falaq [113]: 4) Arti ﺪ ﻌ ﹶﻘ ﺍﹾﻟ
572
AL-- FALAQ 113 JUZ 30
573
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
574
AN-NÂS 114 JUZ 30
SURAT 114
AN-NÂS
(MAKKIYAH)
575
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
576
AN-NÂS 114 JUZ 30
577
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
578
AN-NÂS 114 JUZ 30
Adapun godaan setan dapat kita ketahui dan rasakan. Godaan ini
lebih dahsyat dari godaan setan. Teman buruk akan menyebarkan visur
kejahatan ke dalam jiwa dan akal pikiran manusia tanpa bisa ditolak
sedikitpun. Terlebih bila, dia melihat bahwa teman itu adalah seorang
yang akrab dan arahannya harus diikuti seratus persen tanpa filter.
Begitu juga dengan pembisik kekuasaan hingga dia membiarkan
setiap kejahatan dan kezaliman serta perampasan hak yang dilakukan
oleh penguasa. Atau pengadu domba yang menghiasi lidahnya dengan
madu beracun, hingga seakan-akan bisikan sesat darinya adalah nasihat
tanpa diragukan keabsahannya. Atau penjual berahi yang membuka
pintu pornografi agar jiwa tenggelam di dalam kemaksiatan yang tidak
dapat dicegah kecuali bermohon kepada Allah.
Banyak sekali profesi bisikan kekufuran dan kejahatan yang
dilakukan oleh manusia yang masuk dari jendela hati yang kosong.
Manusia seperti ini lebih berbahaya dari pada jin.
Inilah hakikat peperangan dan tata cara penyebaran kejahatan, baik
yang dilakukan oleh jin dalam hal ini setan secara langsung, atau
melalui kaki tangannya berupa manusia. Satu hal yang pasti bahwa
manusia tidak harus merasa kalah dalam peperangan ini, karena
Pengatur, Pemilk dan Tuhannya menguasai seluruh makhluk. Bila
kemudian Dia mengizinkan setan untuk berperang melawan manusia,
tapi tetap saja tali komando ada pada Zat-Nya. Dia menetapkan bahwa
bisikan itu tidak dilakukan kecuali kepada orang yang lupa kepada
Pengatur, Pemilik dan Tuhannya. Adapun bagi orang yang tetap
mengingat Allah berada dalam keselamatan dari bisikan kejahatan itu.
Sebaiknya, manusia melalui surat ini untuk bersandar pada kekuatan
iman kepada Allah yang tidak ada kekuatan melebihi kekuatan-Nya,
kepada hakikat yang tidak ada hakikat kecuali Dia, bersandar kepada
Pengatur, Pemilik dan Tuhan. Inilah gambaran peperangan yang terus
terjadi antara kebaikan dan keburukan, sebagaimana ini adalah
gambaran yang paling baik bagaimana cara melindungi hati dari
kekalahan dengan meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri dalam
melangkah maju menghadapi kehidupan.
Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kita berlindung.***
TAMAT
579
TAFSIR SYA’RAWI JUZ 30
580