Anda di halaman 1dari 20

48

IV
KONVEKSI PAKSA
ALIRAN DALAM PIPA

Dalam bab ini dibahas persoalan pressure drop dan perpindahan kalor konveksi paksa untuk
aliran laminar dan turbulen dalam pipa. Aliran turbulen banyak dijumpai pada berbagai
peralatan industri, dan analisis dilakukan berdasarkan korelasi antara koefisien gesek dan
koefisien perpindahan kalor yang sudah banyak tersedia dalam bentuk persamaan empiris
atau semi impiris. Aliran laminar banyak diaplikasikan pada peralatan penukar kalor yang
kompak, sistem pendingin, pemanasan/pendinginan fluida yang berat (minyak), dan lain-lain.
Korelasi antara koefisien gesek dan koefisien perpindahan kalor untuk aliran laminar banyak
dihasilkan dari analisis secara analitis.
Cairan atau gas banyak digunakan dalam proses pemanasan dan pendinginan dengan
mengalirkan fluida tersebut di dalam saluran atau pipa yang berdiameter kecil (tube). Fluida
dipaksa mengalir menggunakan pompa atau blower melalui pipa yang cukup panjang untuk
memenuhi perpindahan kalor yang diperlukan, sehingga dalam hal ini ada keterkaitan antara
perpindahan kalor dan energi yang diperlukan untuk menggerakkan fluida tersebut. Karena
eksperimen untuk menentukan pressure drop lebih mudah dilakukan dari pada perpindahan
kalor, maka untuk kondisi tertentu koefisien perpindahan kalor dimungkinkan untuk
ditentukan dari data faktor gesekan berdasarkan analogi antara transfer kalor dan
momentum.
Aliran dalam pipa dapat bersifat laminar atau turbulen yang ditentukan oleh bilangan
Reynolds.

dengan :  = densitas fluida


Um = kecepatan rata-rata aliran
 = viskositas dinamik fluida
= viskositas kinematik fluida
D = diameter dalam pipa
49

Karena laju aliran massa, , maka bilangan Reynolds dapat juga

dinyatakan dengan . Bilangan Reynolds kritis untuk aliran internal adalah Re c =

2300, sehingga
Re < 2300 aliran laminar
2300  Re  4000 aliran transisi menuju turbulen
Re > 4000 aliran turbulen

Transisi dari aliran laminar menuju turbulen di dalam pipa berbeda dengan aliran di atas plat
rata. Dalam aliran di atas plat rata, bilangan Reynolds berharga nol pada lingir depan plat,
dan bertambah secara linier dalam arah aliran. Dengan demikian keadaan aliran dimulai dari
laminar, dan menjadi turbulen setelah bilangan Reynolds kritis tercapai. Artinya ada
sebagian daerah aliran yang laminar dan sebagian daerah lain yang turbulen. Untuk aliran di
dalam pipa, karena bilangan Reynolds konstan sepanjang pipa, maka aliran akan tetap
laminar atau turbulen sepanjang pipa setelah aliran terbentuk.

4.1. Lapis batas hidrodinamik


Ada perbedaan yang mendasar antara aliran eksternal dan internal. Dalam aliran eksternal,
fluida mempunyai permukaan bebas, sehingga lapis batas di atas permukaan dapat tumbuh
tak terbatas. Dalam aliran internal, karena fluida dibatasi oleh permukaan dalam pipa maka
pertumbuhan lapis batas menjadi terbatas yaitu sampai pada sumbu pipa. Ketika aliran mulai
menyentuh permukaan ujung pipa, partikel-partikel fluida yang bersinggungan dengan
permukaan dalam pipa akan berhenti bergerak.

U(r,z) U(r)
r

z
Lh

Daerah aliran masuk hidrodinamik Daerah aliran


sudah terbentuk

Gambar 4.1. Pembentukan lapis batas hidrodinamik aliran internal


50

Lapisan ini mengakibatkan partikel lain di dekatnya memperlambat gerakannya akibat


gesekan. Untuk mengimbangi keadaan ini, partikel-partikel fluida yang jauh dari permukaan
bergerak makin cepat untuk mempertahankan laju aliran massa yang konstan. Dengan
demikian terjadi pertumbuhan lapis batas dalam arah aliran sampai lapis batas mencapai
sumbu pipa.
Daerah dari sisi masuk pipa sampai ke titik pertemuan lapis batas hidrodinamik dengan
sumbu pipa disebut daerah aliran masuk hidrodinamik atau daerah pembentukan lapis batas
hidrodinamik aliran, dan Lh menyatakan panjang daerah masuk (hydrodynamic entry length).
Di belakang daerah tersebut disebut daerah aliran yang sudah terbentuk secara
hidrodinamik. Profil kecepatan di daerah yang sudah terbentuk berupa parabol jika aliran
laminar, dan profil kecepatan agak tumpul jika aliran turbulen.

4.2. Lapis batas termal


Lapis batas termal mulai terbentuk ketika aliran fluida yang temperaturnya uniform mulai
menyentuh permukaan dalam pipa yang temperaturnya berbeda dengan temperatur aliran
fluida.

T(r,z)-Ts(z) T(r)-Ts(z)
r

t

z
Lt
Daerah aliran masuk termal Daerah aliran
sudah terbentuk

Gambar 4.2. Pembentukan lapis batas termal aliran internal

Temperatur partikel fluida yang bersinggungan dengan permukaan diasumsikan mempunyai


temperatur yang sama dengan temperatur permukaan dalam pipa.Tebal lapis batas termal
akan bertambah dalam arah aliran hingga lapis batas termal mencapai sumbu pipa, atau
dikatakan sampai aliran terbentuk secara termal.
Daerah dari awal pembentukan lapis batas termal sampai ke titik pertemuan lapis batas
termal dengan sumbu pipa disebut daerah aliran masuk secara termal atau daerah
pembentukan lapis batas termal, dan Lt menyatakan panjang daerah masuk (thermal entry
51

length). Di belakang daerah tersebut disebut daerah aliran yang sudah terbentuk secara
termal.
Profil temperatur dalam daerah yang sudah terbentuk secara termal bervariasi sepanjang
aliran, tetapi profil temperatur secara non dimensional (T-T s)/(Tm-Ts) tidak berubah sepanjang
aliran untuk temperatur dinding konstan maupun fluks kalor pada dinding konstan. T s adalah
temperatur permukaan, dan Tm adalah temperatur rata-rata pada suatu penampang aliran.

4.3. Aliran laminar yang sudah terbentuk secara hidrodinamik dan termal
4.3.1. Faktor gesekan dan penurunan tekanan
Penurunan tekanan aliran laminar dalam pipa dapat diperoleh dengan mengintegralkan
gradien tekanan dp/dz sepanjang pipa. Untuk menyatakan definisi gradien tekanan, ditinjau
kesetimbangan gaya pada suatu volume atur sepanjang dz pada Gambar 4.3.
Kesetimbangan gaya pada volume atur aliran sepanjang dz adalah bahwa jumlah gaya tekan
sama dengan gaya geser pada dinding pipa.
p.A –(p+dp)A = S.dz.s

atau

L
z dz

D pA (p+dp)A

r
R y
S.dz.s
S=D

Gambar 4.3. Kesetimbangan gaya pada volume atur aliran dalam pipa

Tegangan geser pada dinding pipa

; karena r = D/2 - y

sehingga persamaan gradien tekanan menjadi


52

Persamaan di atas tidak praktis karena untuk memperoleh gradien tekanan harus
mengetahui gradien kecepatan pada dinding pipa. Gradien tekanan dapat juga ditentukan

berdasarkan faktor gesekan yang didefinisikan .

Dari kedua persamaan di atas, maka

atau

Jadi, fakor gesekan dapat ditentukan jika distribusi kecepatan pada daerah aliran yang
sudah terbentuk telah diketahui. Distribusi kecepatan ini dapat diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan gerak yang diturunkan dari kesetimbangan gaya pada volume
atur yang berbentuk cincin (anular) seperti pada Gambar 4.4 di bawah ini.

dz
2rdz + 2dz dr
2rdz
dr
r

2rdrp 2rdr(p+dp)

Gambar 4.4. Volume atur berbentuk cincin aliran dalam pipa

Kesetimbangan gaya pada volume atur adalah bahwa jumlah gaya yang bekerja pada
bidang penampang akibat tekanan sama dengan jumlah gaya geser pada permukaan anular
atau

2rdrp - 2rdr(p+dp) = - 2rdz +2rdz + 2dz dr

atau

Untuk fluida Newtonian , maka

atau
53

Jika aliran sudah terbentuk secara hidrodinamik, maka distribusi kecepatan U=U(r), dan
persamaan di atas dapat ditulis menjadi

; 0< r < R dan  konstan

Persamaan diferensial di atas adalah persamaan gerak aliran dan mempunyai syarat batas :
dU/dr = 0 pada r = 0 (sumbu pipa)
U = 0 pada r = R (permukaan dalam pipa)
Untuk aliran laminer yang sudah terbentuk, maka gradien tekanan dp/dz konstan, dan
penyelesaian persamaan diferensial di atas menghasilkan distribusi kecepatan U=U(r).
Jika persamaan diferensial diintegralkan sekali diperoleh

Karena untuk r = 0, dU/dr = 0, maka C1 = 0, sehingga

dan jika diintegral lagi, maka diperoleh

Untuk r = R, U(R) = 0, sehingga diperoleh .

Jadi, distribusi kecepatan di daerah laminer yang sudah terbentuk adalah

Kecepatan maksimum terdapat pada sumbu pipa (r=0) yaitu

Kecepatan rata-rata dalam penampang aliran didefinisikan dengan


54

atau U0 = 2 U m
Dengan demikian distribusi kecepatan dapat dinyatakan dengan persamaan

Gradien kecepatan pada permukaan dalam pipa sekarang dapat ditentukan, yaitu

Dari definisi faktor gesekan di depan yaitu , jika gradien kecepatan pada

permukaan disubstitusikan diperoleh faktor gesekan untuk aliran laminer, yaitu

atau

Jika faktor gesekan diketahui, maka pressure drop pada pipa sepanjang L diperoleh dengan
integral

atau

Percobaan untuk menentukan pressure drop atau faktor gesekan lebih mudah dari pada
koefisien perpindahan kalor. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu koefisien perpindahan
kalor dapat ditentukan dari data faktor gesekan berdasarkan analogi antara transfer
momentum dan kalor.

4.3.2. Koefisien perpindahan kalor aliran laminar


Koefisien perpindahan kalor konveksi untuk aliran internal yang sudah terbentuk dan bersifat
laminar dapat ditentukan setelah distribusi temperatur T(r,z) diketahui. Laju perpindahan
55

kalor lokal dapat ditentukan berdasarkan persamaan Fourier dan

persamaan Newton q(z) = h(z) [Tm(z) – Ts(z)].


Dari kedua persamaan di atas diperoleh koefisien perpindahan kalor

dengan : Ts(z) = temperatur permukaan dalam pipa pada posisi z


Tm(z) = temperatur rata-rata pada posisi z

Perlu diingat bahwa Tm akan bervariasi dalam arah aliran jika terjadi perpindahan kalor.
Artinya gradien temperatur dalam arah aliran (dTm/dz) tidak pernah sama dengan nol. Tm
akan bertambah jika perpindahan kalor berlangsung dari permukaan ke fluida (T s>Tm) , dan
Tm berkurang jika Ts<Tm.
Temperatur rata-rata dalam suatu penampang dapat ditentukan berdasarkan energi termal
yang dibawa aliran ketika melalui suatu penampang aliran. Energi termal dapat diperoleh
dengan mengintegralkan perkalian antara fluks massa (U) dan energi internal per satuan
massa (cpT) dalam penampang pipa, atau

Jika temperatur rata-rata didefinisikan sedemikian sehingga


E = mcpTm(z) = UmA cpTm(z),
dan sifat-sifat fluida dianggap konstan, maka dari kedua persamaan di atas diperoleh

Jika distribusi temperatur dinyatakan dalam bentuk nondimensional

dan jika profil temperatur (r,z) digambar dan menjadi tidak tergantung pada jarak z, maka
aliran dikatakan sudah terbentuk secara termal. Dalam daerah aliran yang sudah terbentuk
secara termal ini, maka

.
56

Artinya (r,z) tidak bervariasi terhadap z atau menjadi hanya fungsi r, (r), dan koefisien
perpindahan kalor menjadi

dan konstan sepanjang pipa. Persamaan ini berlaku untuk fluks kalor permukaan uniform (q s
konstan) atau temperatur permukaan uniform (T s konstan), tetapi tidak mungkin berlaku
untuk keduanya.
Distribusi temperatur (r) dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan energi aliran
dalam pipa yang dapat diturunkan berdasarkan tinjauan pada suatu volume atur yang
berbentuk anular seperti pada Gambar 4.5.
Dari neraca energi pada cincin volume atur diperoleh

2Ucp dzdr = – 2 dz dr

atau Ucp =–

2dz(rq + dr)

dr
2rdzq r

2rdrUcpT 2Ucp(rT+ dz)dr

dz

Gambar 4.5. Neraca energi pada volume atur

Karena , maka persamaan di atas menjadi

U(r) =

dengan difusivitas termal konstan.

Penyelesaian persamaan diferensial di atas menghasilkan distribusi temperatur aliran di


dalam pipa, dan ditentukan untuk qs konstan atau Ts konstan.
57

a. Untuk fluks kalor permukaan konstan (qs = konstan)


Untuk fluks kalor permukaan konstan, gradien temperatur dalam arah aliran konstan, dan
sama dengan gradien temperatur rata-ratanya, atau

dan persamaan energi menjadi

= U(r)

atau = U(r) [Tm(z)-Ts(z)]-1

Karena , maka persamaan energi menjadi

dengan = konstan,

dan mempunyai syarat-syarat batas :


1) d/dr = 0 pada r = 0
2)  = 0 pada r = R

Jika persamaan diferensial diintegralkan, diperoleh

Dari syarat batas 1) diperoleh C1 = 0, sehingga

Jika diintegralkan sekali lagi diperoleh

dan dari syarat batas 2) diperoleh C2 = – 3/16 A R2.


Jadi, distribusi temperatur sekarang menjadi
58

Temperatur rata-rata non dimensional didefinisikan dengan

dan jika U(r) dan (r) disubstitusikan ke persamaan m, maka diperoleh m = – 11/96 AR2.
Dari definisi (r) , maka juga diperoleh

Jadi –11/96 AR2 = 1 atau AR2 = – 96/11. Dengan demikian distribusi temperatur dapat
dinyatakan dengan persamaan

dan

Koefisien perpindahan kalor sekarang dapat ditentukan, yaitu

atau

Konduktivitas k ditentukan berdasarkan temperatur rata-rata masuk dan keluar atau T b = ½(Ti
+ To).
Jadi, untuk fluks kalor permukaan qs konstan, dan aliran sudah terbentuk secara laminer,
koefisien perpindahan kalor konveksi konstan.
Laju perpindahan kalor dari permukaan digunakan untuk menaikkan temperatur fluida,
sehingga neraca kalor untuk volume atur sepanjang dz :
dQc = qsPdz = mcpdTm

atau = konstan

Jika diintegralkan dari z= 0 sampai ke z=z maka diperoleh


59

inlet dQc=qsPdz outlet

Ti =Tm(0) D Tm Tm + dTm To = Tm(L)


m,cp

z dz

Gambar 4.6. Neraca energi pada volume atur

Artinya temperatur rata-rata bervariasi secara linier dengan z sepanjang pipa. Pada sisi

outlet pipa (z = L), , dengan P = D, dan As = DL.

Variasi temperatur sepanjang pipa dapat dilihat pada Gambar 4.7. berikut ini.

T Ts

To
(Ts – Tm) Tm

Ti Daerah aliran yang


Daerah sudah terbentuk
masuk
L z
0

Gambar 4.7. Variasi temperatur sepanjang pipa untuk qs konstan

Tampak pada gambar di atas bahwa selisih antara Ts dan Tm pada sisi masuk pipa tampak
kecil, karena koefisien koveksi di tempat itu sangat besar.
b. Untuk temperatur permukaan uniform (Ts = konstan)
60

Untuk temperatur permukaan uniform (Ts = konstan) pada persamaan energi dalam daerah
yang sudah terbentuk yaitu

= U(r) [Tm(z)-Ts(z)]-1

dTm/dz tidak konstan, dan .

Penyelesaian persamaan diferensial di atas memerlukan prosedur iterasi, dan hasilnya tidak
dinyatakan dalam bentuk persamaan, tetapi menghasilkan bilangan Nusselt

Konduktivitas k ditentukan berdasarkan temperatur rata-rata masuk dan keluar atau T b = ½(Ti
+ To).
Dari neraca energi pada volume atur di depan, persamaan dapat ditulis menjadi

atau dz

T
Ts

Ti
(Ts – Tm(z)) Tm(z)
To
To

Ti

0 L
z

Gambar 4.8. Variasi temperatur sepanjang pipa untuk Ts konstan

Jika diintegralkan dari sisi inlet sampai ke sisi outlet, maka diperoleh
61

Temperatur fluida keluar dari pipa pada z = L adalah


To =Ts –(Ts-Ti)exp(-hAs/mcp)
dengan As adalah luas permukaan dalam pipa.

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih umum yaitu

; (Ts = konstan)

Artinya bahwa temperatur rata-rata Tm bervariasi secara eksponensial sepanjang pipa,


seperti tampak pada Gambar 4.8.

Persamaan dapat juga ditulis menjadi

dan karena Q=mcp(To-Ti), maka laju perpindahan kalor dapat dihitung dengan persamaan

dengan

Laju perpindahan kalor untuk Ts konstan dapat juga ditentukan berdasarkan persamaan
Q = hAs(Ts-Tm)ave = hAs Tave
dengan : Tave = selisih temperatur rata-rata antara permukaan dan fluida.
Tave dapat didekati dengan Tam, yaitu

atau .
62

Nilai Tam dan Tln berbeda sekitar 1%, jika perbedaan antara To dan TI tidak lebih dari
40%. Oleh karena itu dianjurkan menggunakan Tln untuk menghitung konveksi untuk T s
konstan.

4.3.3. Aliran laminar di dalam pipa yang berpenampang tidak bulat


Faktor gesekan dan bilangan Nusselt untuk aliran laminer di dalam saluran yang
penampangnya tidak bulat telah dilakukan eksperimen di daerah yang sudah terbentuk
secara hidrodinamis maupun secara termal. Jika penampang pipa tidak bulat, maka faktor
gesekan dan bilangan Nusselt ditentukan berdasarkan diameter hidraulik Dh, yang
didefinisikan sebagai

dengan Ac adalah luas penampang aliran, dan P adalah keliling basah.


Bilangan Reynolds dan Nusselt masing-masing dinyatakan dengan

dan

Bilangan Nusselt untuk fluks kalor konstan dibedakan menjadi dua kasus, yaitu :
a) Permukaan fluks kalor uniform dalam arah aliran, tetapi temperatur permukaan uniform
dalam suatu keliling penampang. Situasi seperti ini timbul dalam saluran yang
mempunyai konduktivitas tinggi, sehingga hambatan termal pada dinding diabaikan.
Untuk kasus ini bilangan Nusselt diberi simbol NuH1
b) Permukaan fluks kalor uniform dalam arah aliran maupun dalam keliling penampang.
Situasi seperti ini timbul dalam saluran yang mempunyai konduktivitas rendah. Untuk
kasus ini bilangan Nusselt diberi simbol NuH2.
Faktor gesekan dan bilangan Nusselt untuk beberapa bentuk geometri penampang saluran
dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut ini. Dalam Tabel 4.1. Nu T adalah bilangan Nusselt untuk
temperatur permukaan uniform. Untuk penampang bulat dan plat sejajar, Nu H1 sama dengan
NuH2.
63

Tabel 4.1. Faktor gesekan dan bilangan Nusselt untuk aliran laminer
yang sudah terbentuk di dalam pipa dengan berbagai bentuk
penampang (Ozisik,1985)
Geometri (L/Dh >100 NuT NuH1 NuH2 f Re

3.657 4.364 4.364 64.00

3.34 4.002 3.862 60.22

60 2.47 3.111 1.892 53.33

2b
2a

2.976 3.608 3.091 56.91

3.391 4.123 3.017 62.20

3.660 5.099 4.350 74.80

5.597 6.490 2.904 82.34

7.541 8.235 8.235 96.00

4.861 5.385 - 96.00

diisolasi

Contoh
64

Udara atmosfer mengalir pada kecepatan rata-rata 0,5 m/s di dalam saluran berpenampang
bujur sangkar dengan panjang sisinya 2,5 cm. Temperatur dinding uniform, dan sifat-sifat
udara ditentukan pada temperatur 350 K.
Berapa faktor gesekan dan koefisien perpindahan kalor pada daerah yang sudah terbentuk
secara hidrodinamis dan termal.

Penyelesaian
Dari tabel sifat-sifat udara atmosfer, pada temperatur 350 K sifat-sifat udara diperoleh

 = 20,76 x 10-6 m2/s ; k = 0,03 W/(m.C)

Diameter hidraulik saluran adalah

cm

dan bilangan Reynolds menjadi

Dari Tabel 4.1. diperoleh f Re = 56,91,

sehingga f = 56,91/602 = 0,00945

dan NuT = 2,976,

sehingga h = 2,976X0,03/0,025 = 3,57 W/(m2C)

4.3.4. Panjang daerah pembentukan aliran


Panjang daerah pembentukan aliran secara hidrodinamik L h adalah panjang dari sisi masuk
saluran yang diperlukan fluida untuk mencapai kecepatan maksimum sebesar 99% dari
kecepatan maksimum pada daerah yang sudah terbentuk.

Daerah perpindahan kalor

 t

Lh
Lt
65

Gambar 4.9. Perpindahan kalor mulai dari sisi masuk pipa

Daerah isotermal Daerah perpindahan kalor

 t
Lh Lt

Gambar 4.10. Perpindahan kalor mulai di belakang daerah isotermal

Panjang daerah pembentukan aliran secara termal L t adalah panjang dari awal
berlangsungnya perpindahan kalor yang diperlukan fluida untuk mencapai bilangan Nusselt
lokal sebesar 1,05 kali bilangan Nusselt pada daerah yang sudah terbentuk.
Jika perpindahan kalor dimulai dari sisi masuk saluran, maka lapis batas termal dan
hidrodinamis terbentuk secara bersamaan, dan Lh dan Lt diukur dari sisi masuk pipa. Dalam
kasus tertentu, perpindahan kalor dimulai setelah aliran terbentuk secara hidrodinamis. Oleh
karena itu Lt diukur dari posisi ketika perpindahan kalor mulai berlangsung.

Perbandingan antara panjang daerah pembentukan aliran secara termal dan hidrodinamis
ditentukan oleh sifat-sifat fluida yang diwakili dengan bilangan Prandtl, Pr :
a) Untuk fluida yang mempunyai Pr >> 1, maka Lt > Lh
b) Untuk gas dengan Pr  1 , maka Lt  Lh
c) Untuk fluida yang mempunyai Pr << 1, maka Lt < Lh

Pembentukan lapis batas termal dipengaruhi oleh pembentukan lapis batas hidrodinamis,
dan ditentukan oleh sifat-sifat fluida (Pr). Jika awal perpindahan kalor sama dengan awal
pembentukan lapis batas hidrodinamis seperti pada Gambar 4.9., maka panjang daerah
masuk pada pipa bulat misalnya

untuk Pr = 0,7, dan untuk Pr  

Panjang Lt untuk perpindahan kalor yang berlangsung di belakang daerah aliran yang sudah
terbentuk secara hidrodinamis dapat dilihat pada Tabel 4.2.
66

Tabel 4.2. Panjang Lh dan Lt untuk aliran laminar yang sudah terbentuk
secara hidrodinamis

Geometri
Ts konstan qs konstan

D 0.056 0.033 0.043

0.011 0.008 0.012


2b

2a
2b
a/b = 0.25 0.075 0.054 0.042

= 0.50 0.085 0.049 0.057


= 1.0 0.090 0.041 0.066

Sumber pustaka lain menunjukkan bahwa panjang daerah masuk hidrodinamis :


Lh  0,05 Re D ; untuk aliran laminar (Re < 2300), dan
Lh  (10 – 60) D ; untuk aliran turbulen (Re > 2300),

dan panjang daerah masuk secara termal :


Lt  0,05 Re Pr D ; untuk aliran laminar, dan
Lt  (10 – 60) D ; untuk aliran turbulen.

Contoh
Tentukan Lh dan Lt untuk aliran pipa berdiameter D pada bilangan Reynolds 200 dari fluida
yaitu Hg, udara, air, Ethylene glicol, engine oil dengan kondisi fluks kalor konstan.

Penyelesaian
67

Dari tabel di atas untuk aliran laminer di dalam pipa diperoleh bahwa
Lh = 0,056 Re D = 0,056x200 D = 11 D
Lt = 0,043 Re Pr D = 0,043x200xPrxD = 8,6 Pr D
Jadi panjang Lt ditentukan bilangan Pr dari masing-masing fluida, dan untuk fluida dalam
contoh ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Fluida Pr Lt/D
Air raksa 0.02 0.17
Udara 0.7 6
Air 3 26
Ethylene glicol 50 430
Engine oli 1050 9030

Tampak bahwa untuk aliran pada Re = 200, panjang pembentukan aliran secara termal
bervariasi dari sekitar 0,2D untuk air raksa sampai sekitar 9000D untuk minyak.
Panjang daerah pembentukan aliran secara hidrodinamik sekitar 11D untuk semua fluida.

Anda mungkin juga menyukai