Anda di halaman 1dari 7

Efek Intermittent Fasting pada Metabolisme

Dampak intermittent fasting atau IF, terhadap kesehatan memiliki peran utama terhadap
irama sirkadian, mikrobiota usus, dan perubahan pola perilaku.
Dampak Intermittent Fasting terhadap Irama Sirkadian

Tubuh manusia memiliki irama sirkadian yang merupakan suatu proses internal dalam tubuh
yang berperan dalam pengaturan metabolisme tubuh mengikuti pola bangun dan tidur
manusia, seperti contohnya sensitivitas insulin yang akan semakin berkurang sepanjang hari
dan peningkatan sintesis lemak di malam hari. Irama sirkadian ini sendiri diatur oleh
hipotalamus.

Perubahan dari perilaku dan kebiasaan manusia dapat berperan terhadap perubahan dari
irama sirkadian, yang dapat mengubah metabolisme tubuh, termasuk didalamnya adalah
pola diet intermittent fasting.
Pola diet intermittent fasting memiliki dampak dalam regulasi berat badan serta metabolisme
energi yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena waktu konsumsi makanan dibatasi per
harinya dan mengikuti metabolisme tubuh yang disesuaikan dengan irama sirkadian.[2,3]
Dampak Intermittent Fasting terhadap Mikrobiota Usus

Aktivitas dari mikrobiota di traktus gastrointestinal juga mendapat dampak baik dari pola
diet intermittent fasting yang dibuktikan ada penelitian meta analisis yang dilakukan oleh
Patterson et al.
Diduga ada hubungan antara fungsi gastrointestinal, irama sirkadian dengan mikrobiota
usus. Keragaman dari mikrobiota usus dipengaruhi oleh irama sirkadian dan sinyal makan di
dalam tubuh. Berdasarkan penelitian tikus, mikrobiota usus bersifat dinamis bergantung dari
keragaman komposisi makanan dan fluktasi harian.

Perubahan mikrobiota usus pada pasien obesitas menurunkan fungsi mikrobiota untuk
menyerap energi dibandingkan dengan mikrobiota usus indidu normal. Perbaikan dari
aktivitas mikrobiota ini berdampak positif terhadap regulasi dan stabilitas berat badan.[1,2,3]

Dampak Intermittent Fasting terhadap Perubahan Pola Perilaku

Perubahan pola perilaku juga menjadi dampak baik dari intermittent fasting. Perubahan
perilaku yang signifikan digambarkan melalui perubahan dari asupan kalori per harinya.
Asupan kalori yang dibatasi melalui pola diet intermittent fasting terbukti dapat
mengendalikan asupan kalori per harinya pada jangka panjang, dimana terbukti bahwa
asupan kalori yang masuk menjadi cukup dan tidak berlebih, sehingga berat badan dan
metabolisme tubuh akan tetap terjaga teratur.
Adanya perubahan pola asupan kalori yang juga disesuaikan dengan irama sirkadian tubuh
menjadi salah satu keuntungan dari pola diet intermittent fasting, dimana pasien dapat
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengeluh rasa lapar maupun keinginan berlebih untuk
mengonsumsi makanan. Selain itu, pola diet ini dapat menjaga berat badan dan pola makan
dalam jangka panjang, tanpa adanya efek samping yang bermakna.
Efek samping dari pola diet intermittent fasting ini yang tersering dilaporkan adalah rasa
lemas, sedikit pusing, dan konstipasi. Namun, tentunya karena adanya keterbatasan dari
jam makan yang diberikan, pola diet intermittent fasting tidak bisa dijalani pada pasien-
pasien tertentu.
Pasien-pasien yang memiliki kebutuhan untuk mengonsumsi makanan secara teratur,
seperti pasien diabetes tipe I, pasien hamil dan menyusui, populasi lanjut usia yang terkait
dengan pengobatan rutin yang membutuhkan konsumsi makanan sebelum konsumsi obat
tidak dapat menjadikan intermittent fasting sebagai pola diet.[1,2,3]
Efek Intermittent Fasting terhadap Kesehatan
Pola diet intermittent fasting memiliki dampak baik pada penurunan berat badan,
metabolisme lemak, sensitivitas insulin, serta efek kardioproteksi. Peningkatan prevalensi
penyakit metabolik saat ini menjadikan pola diet intermittent fasting menjadi sebuah solusi
terhadap hal ini.
Sebuah meta analisis mendapati bahwa pada populasi yang terbiasa dengan
pola intermittent fasting didapati 35% lebih sedikit untuk menderita penyakit arteri koroner
dan 44% lebih sedikit mengidap diabetes tipe 2.[1-5]
Efek Intermittent Fasting pada Penurunan Berat Badan

Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Malinowski, didapatkan bahwa penurunan
berat badan pada pola diet intermittent fasting didapatkan sekitar 2.5– 9.9% dan terbukti
dalam menurunkan massa lemak. Hasil ini didapati pada responden penelitian yang
menjalani program diet selama 12 minggu.
Selain itu, penelitian ini juga melaporkan adanya penurunan berat badan, massa lemak, dan
lingkar pinggang pada orang yang menjalani pola diet ini. Dibanding dengan pola diet
lainnya, penurunan dari berat badan dan massa lemak didapati lebih tinggi pada pola
diet intermittent fasting.[5]
Berdasarkan telaah sistemik yang dilakukan oleh Ganesan et al, umumnya
melalui intermittent fasting, penurunan berat badan akan stabil menurun selama 6 bulan dan
akan menetap setelahnya.
Total penurunan berat badan dilaporkan 3 - 4 kg dalam waktu 12 minggu. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Bhutani pada tahun 2018, pola diet intermittent fasting akan
memberikan hasil yang lebih baik apabila dikombinasikan dengan olahraga 3 kali dalam
seminggu. Hasil ini sudah dibuktikan melalui studi yang dilakukan selama 12 minggu.[1]
Pada kondisi obesitas, beberapa systematic review melaporkan pola diet intermittent
fasting dapat digunakan untuk menurunkan berat badan jangka pendek dan dapat
mempertahankan berat badan jangka panjang.[1,4]
Efek Intermittent Fasting pada Metabolisme Lemak

Sel lemak dalam tubuh dapat dijadikan sebagai cadangan energi untuk beraktivitas. Glukosa
umumnya menjadi sumber energi utama dalam tubuh, namun pada kondisi puasa, sel lemak
dijadikan sebagai energi cadangan dikarenakan glukosa tidak dapat digunakan sebagai
energi pada kondisi puasa.

Hal ini disebut sebagai proses glukoneogenesis dimana salah satunya mengubah cadangan
energi dari glukosa menjadi pemecahan asam lemak bebas menjadi keton dan sumber
energi tubuh.[4,5]

Adanya pola makan yang diubah mengikuti pola intermittent fasting membuat tubuh
mengalami perubahan dari metabolisme lipid. Perubahan dari metabolisme lipid ini yang
digunakan menjadi sumber energi memberikan dampak baik dengan adanya penurunan
berat badan dan massa lemak sekitar 8%. Penurunan massa lemak yang dihasilkan juga
disertai dengan penurunan kadar trigliserida dan kadar LDL.[4,5]
Selain itu, adiposit mensekresikan hormone leptin yang mempengaruhi pola makan pada
seseorang. Kadar leptin didapatkan meningkat pada orang yang memiliki obesitas, serta
berkorelasi terhadap peningkatan dari kadar kolesterol total, trigliserida, tekanan darah, dan
efek inflamasi pada pembuluh darah.

Pola diet intermittent fasting terbukti dapat menurunkan konsentrasi leptin yang juga
berperan dalam menurunkan kadar kolesterol dan menurunkan risiko penyakit metabolik.
[4,5]
Melalui penelitian yang telah dijalankan selama 12 minggu, didapatkan adanya penurunan
dari massa lemak, penurunan C-reactive protein (CRP), penurunan leptin dan triasilgliserol.
Namun, tidak adanya perubahan dari kadar high-density lipoprotein (HDL).[1]
Berdasarkan studi metaanalisis terhadap berbagai studi randomized control trial (RCT), IF
diketahui memberi perbaikan pada kelompok perlakuan terkait faktor risiko kardiometabolik,
termasuk berat badan, lingkar pinggang, massa lemak, indeks massa tubuh, tekanan darah,
kolesterol total, kadar insulin puasa, perbaikan resistensi insulin, dibanding pada kelompok
kontrol. Hanya saja, efek IF terhadap kadar LDL maupun HDL dinilai tidak signifikan.[9]
Efek Intermittent Fasting pada Penderita Diabetes

Intermittent fasting memiliki hasil yang baik dikarenakan terbukti dapat menurunkan kadar
HbA1C pada pasien diabetes tipe 2. Secara statistik penurunan kadar HbA1C tidak
signifikan, namun mengingat adanya medikasi yang perlu diberikan dan disesuaikan dengan
kondisi pasien, pola diet intermittent fasting aman untuk dijalankan bagi penderita diabetes
tipe 2.[4]
Selain itu, yang menjalani pola diet ini mengalami perbaikan sensitivitas insulin. Hal ini
didukung oleh penelitian oleh Halberg et al. yang menyatakan pria sehat yang menjalani diet
alternate day fasting (ADF) mengalami perbaikan sensitivitas insulin yang dinilai melalui
peningkatan signifikan glucose infusion rate, adiponectin, dan menghambat lipolisis yang
dimediasi oleh insulin.[6]
Pada pasien DM tipe II, penggunaan obat antidiabetes ini dapat disesuaikan dengan pola
diet intermittent fasting, dimana pada saat hari berpuasa, sebaiknya dosis dari obat
golongan sulfonilurea atau penggunaan insulin dikurangi dosisnya atau diberhentikan
terlebih dahulu, dan penggunaan terapi ini dapat dilanjutkan pada hari-hari selanjutnya
dimana tidak ada jadwal puasa.
Sebaiknya perubahan dosis ini dilakukan oleh dokter terkait dan ahli gizi untuk mengurangi
efek samping yang ditimbulkan dari obat.[3,6]

Efek Intermittent Fasting pada Kardiovaskular

Efek kardioproteksi dari diet intermittent fasting didapat dari peningkatan konsentrasi
adiponektin, penurunan konsentrasi dari kadar low-density lipoprotein (LDL), dan adanya
kontrol glikemik yang dihasilkan dari pola intermittent fasting.
Adanya efek positif dari pola diet intermittent fasting dibuktikan dapat melindungi otot
miokardium dari inflamasi dan kerusakan seluler yang umumnya diakibatkan karena iskemia
akibat penumpukan plak pada pembuluh darah koroner.[1,4,5]
Aterosklerosis menjadi salah satu penyebab penyakit jantung yang memiliki dampak fatal,
yaitu serangan jantung dan kematian. Aterosklerosis sendiri merupakan suatu proses
inflamasi kronik yang terjadi pada pembuluh darah jantung, diakibatkan karena adanya
penumpukan sel lemak yang membentuk plak pada pembuluh darah.
Adiponektin yang merupakan protein plasma pada sel lemak memiliki efek anti inflamasi dan
memberikan efek kardioproteksi dengan menghambat penempelan sel lemak pada dinding
pembuluh darah jantung.
Hubungan antara pola diet intermittent fasting dengan peningkatan kadar adiponektin sudah
terbukti pada penelitian-penelitian in vitro yang telah dilakukan. Sehingga, pola
diet intermittent fasting memberikan efek kardioproteksi terhadap perubahan dari
metabolisme lemak yang ditimbulkan.[3,4,5]
Pada penelitian yang dilakukan pada tikus dengan kondisi infark miokard, intermittent
fasting melindungi jantung dengan cara mengurangi ukuran infark, mengurangi apoptosis,
mengurangi inflamasi miosit, dan mencegah remodeling jantung post infark. Efek ini
dikarenakan peningkatan level serum adiponektin yang terbukti melindungi jantung dari
kondisi cedera iskemik.
Intermittent fasting juga menunjukkan efek yang baik pada kondisi post infark, dimana selain
mencegah remodeling jantung, intermittent fasting juga memperbaiki fungsi kerja jantung,
menstimulasi angiogenesis, dan menurunkan apoptosis sel yang ada di perbatasan daerah
yang mengalami iskemik.
Saat fase iskemik – reperfusi, intermittent fasting mencegah kerusakan sel otot jantung
dengan cara merestorasi gangguan di autophagic flux dengan cara menstimulasi gen TFEB,
yang merupakan regulator master dari autophagy-lysosome gene expression network. Hal
ini membuktikan bahwa intermittent fasting memiliki efek proteksi jantung saat terjadi
keadaan iskemik.[4,6]
Diet intermittent fasting juga terbukti memiliki manfaat dengan menurunkan tekanan darah
dan angka kejadian hipertensi. Mekanismenya adalah dengan cara meningkatkan aktivitas
parasimpatik di otak, meningkatkan ekskresi norepinefrin di ginjal, dan meningkatkan
sensitivitas ANP dan insulin.
Selain itu intermittent fasting juga menurunkan denyut nadi melalui mekanisme yang sama
yakni dengan meningkatkan aktivitas parasimpatik di otak. Efek ini dapat bertahan selama
diet intermittent fasting dilakukan, namun tidak dapat dipertahankan setelah diet dihentikan.
[3,4]
Perbandingan Pola Diet Intermittent Fasting dan Pola Diet Lainnya
Pola diet lainnya yang sering dijalani untuk menurunkan berat badan adalah pola continuous
energy restriction (CER), dimana pada pola ini asupan kalori harian dibatasi setiap harinya
menjadi 15%-60% dari total kalori awal.
Penurunan berat badan yang diikuti selama 24 bulan dengan 2 tipe pola diet berbeda, yaitu
IF dengan CER tidak memberikan hasil yang berbeda secara signifikan terhadap perubahan
berat badan dan stabilitas berat badan yang dialami oleh para responden.

Penurunan berat badan pada kedua tipe diet memiliki hasil yang serupa, dimana juga kedua
pola diet memiliki efek baik terhadap kesehatan sistem kardiovaskular dan memiliki efek
jangka panjang.[1,7,8]
Pada beberapa sumber penelitian, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ganesan et
al didapati bahwa dengan pola diet CER, didapati kesulitan untuk dijalani dikarenakan setiap
harinya cenderung merasa lemas dan harus menghitung kebutuhan kalori per setiap
makanan yang akan dikonsumsi, dan dalam waktu lama membuat orang yang menjalani
cenderung makan melebihi kalori atau makan makanan tambahan.
Selain itu pada penelitian yang sama, serta penelitian yang dilakukan oleh Stockman et
al pada tahun 2018 juga didapatkan bahwa dibandingkan dengan pola diet IF, pola diet
CER membuat rasa lapar semakin tinggi dan orang cenderung untuk mengkonsumsi
makanan tambahan atau camilan.
Hal ini dikarenakan pada pola IF, orang dapat makan sesuai yang diinginkan pada hari yang
tidak berpuasa. Berbeda dengan penelitian lainnya, penelitian yang dilakukan secara kohort
oleh Sundfor et al, menyatakan bahwa rasa lapar lebih dirasakan pada responden yang
menjalani pola diet IF.[1,7,8]
Kesimpulan
Intermittent fasting terbukti dalam menurunkan berat badan dan memiliki dampak baik
terhadap metabolisme tubuh. Hal ini terkait dengan pola diet intermittent fasting yang dapat
disesuaikan dengan irama sirkadian, microbiota gastrointestinal, dan asupan kalori sehingga
dapat menjaga berat badan dalam jangka panjang.
Intermittent fasting terbukti memiliki dapat menurunkan berat badan. Hal ini berhubungan
dengan penurunan risiko obesitas, kejadian kardiovaskular, maupun diabetes.
Penelitian pada manusia dan hewan menunjukan IF dapat menurunkan risiko tersebut
dengan cara menurunkan kadar adiponektin sehingga memiliki efek kardioproteksi,
meningkatkan sensitivitas insulin, dan menurunkan massa lemak, termasuk didalamnya
kadar kolesterol dan trigliserida.

Hingga saat ini belum adanya penelitian yang membuktikan pola diet yang lebih superior
antara satu dengan yang lainnya. Pola diet intermittent fasting dengan pola diet continuous
energy restriction terbukti dalam menurunkan berat badan, namun pemilihan pola diet ini
dapat disesuaikan dengan kondisi klinis pasien, seperti riwayat penyakit dan pengobatan
sebelumnya.

Berpikir dan memori. Studi menemukan bahwa puasa intermiten meningkatkan memori kerja
pada hewan dan memori verbal pada manusia dewasa.
• Kesehatan jantung. Puasa intermiten meningkatkan tekanan darah dan detak
jantung istirahat serta pengukuran terkait jantung lainnya.
• Penampilan fisik. Pria muda yang berpuasa selama 16 jam menunjukkan
kehilangan lemak sambil mempertahankan massa otot. Tikus yang diberi makan bergantian
hari menunjukkan daya tahan yang lebih baik dalam berlari.
• Diabetes tipe 2 dan obesitas. Dalam penelitian pada hewan, puasa intermiten mencegah
obesitas. Dan, dalam enam penelitian singkat, orang dewasa yang obesitas kehilangan
berat badan melalui puasa intermiten. Orang dengan diabetes tipe 2 dapat memperoleh
manfaat: Sebagian besar penelitian yang tersedia menunjukkan bahwa puasa intermiten
dapat membantu orang menurunkan berat badan dan menurunkan kadar glukosa puasa,
insulin puasa dan leptin sambil mengurangi resistensi insulin, menurunkan kadar leptin dan
meningkatkan kadar adiponektin. Studi tertentu menemukan bahwa beberapa pasien yang
melakukan puasa intermiten dengan pengawasan dokter mereka dapat membalikkan
kebutuhan mereka akan terapi insulin.
• Kesehatan jaringan. Pada hewan, puasa intermiten mengurangi kerusakan jaringan dalam
pembedahan dan meningkatkan hasil.

Anda mungkin juga menyukai