Orlistat
Orlistat merupakan inhibitor enzim lipase pada gaster dan pankreas. Obat ini bekerja dengan
mengurangi absorpsi lemak hingga 30% di intestinum tenue. Dosis standar pemberian orlistat
adalah sebesar 120 mg, 3 kali sehari, diberikan sebelum makan.
Efek samping yang paling lazim dari orlistat adalah steatorrhea akibat lemak pada makanan
yang tidak bisa dicerna, peningkatan frekuensi buang air besar, flatus disertai discharge,
serta inkontinensia fekalis.
Penggunaan orlistat yang dikombinasikan dengan diet sehat dan olahraga dapat menurunkan
berat badan hingga terpaut 2-3 kg lebih banyak dibandingkan plasebo. Selain itu, orlistat juga
memiliki efek yang menguntungkan seperti menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol
LDL, menurunkan rasio LDL-HDL, menurunkan tekanan darah diastolik, memperbaiki kadar
gula darah puasa, serta menurunkan insidensi diabetes mellitus.[3,4]
Liraglutide
Liraglutide merupakan agonist glucagon like peptide-1 (GLP-1 agonist) yang pada mulanya
dikategorikan sebagai salah satu pilihan obat untuk diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan
hasil penelitian klinis terkini, disimpulkan bahwa liraglutide juga bisa berfungsi untuk
menurunkan berat badan melalui efek penekanan nafsu makan dan penundaan pengosongan
lambung. Pengobatan obesitas menggunakan liraglutide terbukti mampu menurunkan sebesar
4-6% dari berat badan awal.
Oleh sebab efeknya yang menjaga homeostasis glukosa darah, obat ini meningkatkan
risiko hipoglikemia. Selain itu, efek samping seperti mual dan muntah biasanya dilaporkan
pasien dalam 4 minggu pertama terapi. Liraglutide diketahui memiliki efek yang
menguntungkan dalam menurunkan tekanan darah sistolik hingga sebesar 2,6-3,1 mmHg,
menurunkan kadar hsCRP sebagai salah satu tanda stress oksidatif tubuh, serta menurunkan
risiko kejadian kardiovaskuler pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
Liraglutide tersedia dalam bentuk injeksi subkutan yang dapat mulai diberikan dari dosis
awal sebesar 0,6 mg sekali sehari, lalu dinaikkan perlahan bila perlu. Dosis maksimal
liraglutide yang boleh diberikan adalah sebesar 1,8 mg sekali sehari.[3,9]
Selain liraglutide, obat golongan GLP-1 agonist lain berupa semaglutide juga dapat
menurunkan berat badan untuk pasien obesitas.
Phentermine/Topiramate
Phentermine, salah satu jenis amfetamin, merupakan inhibitor kuat dari trasnporter
noreponefrin. Obat ini memiliki efek menekan nafsu makan melalui aktivasi neuron nukleus
arkuata proopiomelanokortin pada hipotalamus (POMC). Sementara
itu, topiramate merupakan obat golongan antiepilepsi yang juga memiliki efek menekan nafsu
makan melalui modulasi kanal ion di otak.
Topiramate diketahui memiliki efek peningkatan aktivitas GABA. Oleh karenanya,
topiramate juga dapat dijadikan terapi adjuvan sebagai mood stabilizer pada gangguan
bipolar. Obesitas sering menjadi bagian dari masalah gangguan mental seperti
bipolar, depresi, atau gangguan psikotik. Penggunaan topiramate pada pasien obesitas yang
terbukti mengalami gangguan mental diketahui memberikan dampak yang positif baik dari
sisi psikiatri maupun penurunan berat badan.[3,5]
Kombinasi phentermine/topiramate selama 56 minggu dilaporkan memberikan hasil
penurunan berat badan yang signifikan. Obat ini juga memiliki efek menguntungkan seperti
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar trigliserida darah,
menurunkan kadar kolesterol HDL, serta memperbaiki kadar gula darah.[3] Dosis
phentermine/topiramate yang biasa digunakan untuk terapi obesitas dimulai dari 3,75 mg/23
mg sebanyak 1 kali sehari dan dapat dinaikkan menjadi 7,5 mg/46 mg atau maksimum 15
mg/92 mg. Bagi penderita penyakit ginjal, dosis dibatasi hanya boleh maksimal 7,5 mg/46
mg sekali sehari.[3,6]
Naltrexon/Bupropion
Naltrexon merupakan antagonis opioid dengan afinitas tinggi terhadap reseptor opioid di otak
sehingga dapat menekan nafsu makan. Bupropion merupakan antidepresan atipikal yang
bekerja dengan cara menginhibisi reuptake dopamin dan norepinefrin sehingga menghasilkan
dampak anoreksia dari hipotalamus.
Kombinasi terapi dengan menggunakan naltrexon/bupropion memberikan dampak
pengurangan berat badan secara signifikan dibandingkan plasebo. Efek lain yang
menguntungkan dari naltrexon/bupropion adalah menurunkan HbA1C sebesar 0,5%,
meningkatkan HDL-C sebanyak 3-5 mg/dl, menurunkan LDL-C sebesar 1-4 mg/dl, serta
menurunkan trigliserida sebesar 11-15 mg/dl. Namun demikian, terdapat efek samping yang
dapat terjadi seperti kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 1,1 hingga 2,6 mmHg,
peningkatan frekuensi nadi sebesar 0,8 hingga 1,1 denyut/menit, mual, konstipasi, nyeri
kepala, pusing, insomnia, mulut kering, dan diare. Penggunaan kombinasi
naltrexon/bupropion telah dikonfirmasi tidak berpotensi menimbulkan penyalahgunaan.
Dosis standar yang telah ditetapkan untuk kombinasi naltroxen/bupropion adalah sebesar 8
mg/90 mg yang dibuat dalam bentuk extended release. Penggunaan dimulai dengan frekuensi
awal sekali sehari, yang dapat ditingkatkan menjadi dua kali sehari.[3,8]
Cetilistat
Cetilistat masuk ke dalam golongan inhibitor lipase sehingga memiliki efek menurunkan
penyerapan makanan berlemak di usus halus. Efek samping cetilistat lebih ringan
dibandingkan orlistat. Namun demikian, obat ini baru disetujui untuk digunakan di Jepang
dan baru-baru ini di Amerika Serikat. Dosis yang dianjurkan adalah 120 mg, 3 kali sehari,
diberikan segera setelah makan.[11,12,14]
Lorcaserin
Lorcaserin merupakan obat golongan agonis serotonin selektif (tipe 2C) yang bekerja pada
neuron POMC hipotalamus. Aktivasi reseptor serotonin 2C ini memberikan dampak
penurunan nafsu makan sehingga dapat efektif dalam membantu mengurangi berat badan.
Lorcaserin pada mulanya disetujui penggunaannya secara klinis di Amerika Serikat pada
2012 silam, namun pada tahun 2020 awal lorcaserin ditarik dari pasar oleh FDA karena
penelitian jangka panjang membuktikan bahwa penggunaan lorcaserin meningkatkan
insidensi kanker, terutama kanker pankreas, kanker paru, dan kanker kolorektal.[3,7]
Sibutiramine
Pola Makan
Pengaturan pola makan pada pasien dengan obesitas dilakukan berdasarkan keadaan individu
masing-masing. Secara umum dilakukan pengurangan asupan kalori harian sebesar 500 kkal
untuk mencapai penurunan berat badan sebanyak 0,5 kg/minggu atau 2 kg/bulan.
Pengurangan asupan kalori tersebut dihitung berdasarkan penilaian terhadap usia pasien, jenis
kelamin, indeks massa tubuh (IMT), asupan kalori harian, dan pola aktivitas fisik.[29,38,39]
Pola makan disusun secara seimbang antara makronutrien dan mikronutrien sesuai angka
kecukupan gizi (AKG) masing-masing individu. Untuk mengurangi asupan kalori dan
meningkatkan rasa kenyang, dapat dilakukan pengurangan ukuran porsi makanan,
pengurangan asupan karbohidrat, lemak, dan lemak jenuh, serta peningkatan asupan protein
dan serat dari buah dan sayur.[38,39]
Terdapat beberapa jenis pola diet yang populer untuk menurunkan berat badan antara lain
diet tinggi protein, diet rendah karbohidrat, diet rendah lemak, diet sangat rendah kalori
dengan makanan pengganti, diet Mediteranian, dan puasa intermiten. Pemilihan jenis diet
untuk obesitas harus berdasarkan keamanan, efikasi, adekuat secara nutrisi, diterima oleh
budaya setempat, terjangkau, serta menjamin kepatuhan dan mempertahankan penurunan
berat badan jangka panjang.[38-40]
Pengaturan pola makan untuk pasien dengan obesitas di Indonesia menggunakan piring
makan model T, yaitu:
Konsumsi sayur 2 kali lipat dari jumlah bahan makanan sumber karbohidrat
Konsumsi bahan makanan sumber protein sama dengan jumlah bahan makanan
sumber karbohidrat
Konsumsi sayur atau buah minimal harus sama dengan jumlah karbohidrat ditambah
protein
Minyak sebagai bahan makanan sumber lemak dapat digunakan untuk mengolah
bahan makanan dengan jumlah yang dianjurkan adalah 3-4 sendok teh per hari
Pilih makanan yang disenangi dengan tetap memperhatikan jumlah, jenis, dan
jadwal[41]
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan setiap pergerakan badan yang dihasilkan oleh otot skeletal yang
membutuhkan energi. Prinsip utama aktivitas fisik pada obesitas adalah meningkatkan
pengeluaran energi dan membakar lemak. Aktivitas fisik yang disarankan untuk mendapat
manfaat kesehatan yaitu 150 menit/minggu untuk aktivitas fisik sedang atau 75 menit/minggu
untuk aktivitas fisik berat.
Latihan fisik adalah bagian dari aktivitas fisik yang dilakukan secara terencana, terstruktur,
berulang, dan memiliki tujuan. Tujuan utamanya antara lain mencapai atau mempertahankan
kebugaran fisik atau kesehatan. Keduanya, aktivitas fisik dan latihan fisik, penting dalam tata
laksana obesitas.[41,42]
Frekuensi: Latihan fisik 3-5 kali/minggu, bila kondisi telah memungkinkan dapat
ditingkatkan menjadi 5-7 kali/minggu
Intensitas: Latihan fisik dalam intensitas sedang. Tes bicara intensitas sedang yakni
pasien masih dapat berbicara namun tidak dapat bernyanyi, denyut jantung dan
frekuensi napas meningkat, tubuh mengeluarkan cukup keringat
Tipe latihan: Latihan aerobik low impact seperti berenang, berjalan di kolam renang,
senam aerobik, jalan cepat
Time: Disesuaikan dengan kemampuan individu, ditingkatkan bertahap hingga
mencapai 150 menit/minggu sampai 300 menit/minggu[41]
Modifikasi Perilaku
Tata laksana modifikasi perilaku bertujuan untuk mengubah kebiasaan pola makan dan
latihan fisik pasien. Dalam hal ini dokter membimbing pasien menuju perbaikan perilaku
yang dapat dipertahankan dari waktu ke waktu. Upaya tersebut meliputi monitoring mandiri
kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress dan menghindari kondisi yang
memicu makan berlebih, memperbaiki tujuan yang tidak realistik dan kesalahpahaman
tentang penurunan berat badan serta citra tubuh, dukungan dari keluarga dan teman, dan
mencegah kekambuhan episode makan berlebih atau kenaikan berat badan.[17,23]
Tata laksana modifikasi perilaku mencakup ≥16 sesi selama 6 bulan awal terapi dan
dilakukan oleh ahli, baik secara individu ataupun berkelompok.[5]
1. Prinsip Kerja:
Pemasangan Balon: Gastric balloon adalah balon yang terbuat dari silikon atau
bahan lain yang dapat diisi dengan larutan garam atau udara. Balon ini
dimasukkan ke dalam lambung melalui prosedur endoskopi atau melalui mulut
pasien dengan bantuan alat endoskopi. Setelah ditempatkan dalam lambung,
balon diisi untuk mengisi sebagian ruang lambung, sehingga mengurangi
kapasitas lambung yang tersedia.
2. Efek pada Makanan:
Penurunan Konsumsi Makanan: Karena kapasitas lambung yang berkurang,
pasien akan merasa lebih cepat kenyang saat makan dan cenderung
mengonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih kecil. Hal ini membantu
mengurangi asupan kalori harian.
3. Durasi Pemakaian:
Gastric balloon umumnya dibiarkan dalam lambung selama beberapa bulan
(biasanya 6 bulan) sebelum harus diangkat. Setelah itu, pasien perlu
menerapkan perubahan pola makan dan gaya hidup yang lebih sehat untuk
menjaga penurunan berat badan yang dicapai.
4. Manfaat dan Pertimbangan:
Manfaat: Gastric balloon dapat membantu pasien obesitas mengurangi berat
badan dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan operasi bariatrik.
Ini juga dapat menjadi langkah persiapan sebelum operasi bariatrik, jika
pasien harus mencapai berat badan tertentu sebelum operasi.
Pertimbangan: Gastric balloon bukanlah solusi permanen untuk obesitas.
Untuk menjaga penurunan berat badan, pasien harus mengadopsi pola makan
dan gaya hidup yang lebih sehat. Beberapa pasien mungkin mengalami efek
samping seperti mual, muntah, atau ketidaknyamanan selama pemakaian
balon.
5. Konsultasi Medis:
Prosedur pemasangan gastric balloon harus dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman dalam tatalaksana obesitas. Pasien juga perlu menjalani
evaluasi medis menyeluruh sebelum dan sesudah pemasangan balon.
Penting untuk diingat bahwa gastric balloon adalah salah satu opsi dalam manajemen
obesitas, dan keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen pasien untuk mengubah
pola makan dan gaya hidup mereka. Selalu konsultasikan dengan dokter spesialis untuk
memahami apakah metode ini cocok untuk situasi dan kondisi kesehatan Anda sebelum
memutuskan untuk menjalani prosedur ini.
Bedah bariatric adalah sekelompok prosedur bedah yang dirancang khusus untuk mengatasi
obesitas. Tujuannya adalah membantu pasien mengurangi berat badan secara signifikan dan
mengatasi komplikasi kesehatan yang terkait dengan obesitas. Berikut adalah penjelasan
lebih rinci tentang bedah bariatric:
Bedah bariatric adalah pilihan tatalaksana obesitas yang kuat untuk pasien yang telah
berjuang untuk menurunkan berat badan dengan metode lain atau yang memiliki komplikasi
kesehatan serius yang terkait dengan obesitas. Keputusan untuk menjalani prosedur bedah
bariatric harus dibuat setelah diskusi yang mendalam dengan tim medis yang berkualifikasi
untuk memastikan kesesuaian dan pemahaman yang baik tentang konsekuensi dan persiapan
yang diperlukan