Hukum Waris Dalam Islam Dari Era Klasik Hingga Kontemporer. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr.
Hukum Waris Dalam Islam Dari Era Klasik Hingga Kontemporer. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr.
KONTEMPORER
1 Muhammad Barrunnawa, 2 Berlian Fajrul Falakh, 3 Firdha Setyawan Maslakul Huda
123
UIN Sunan Kalijaga
1 muhammadbarrunnawa9572@gmail.com, 2 berlianfajrul3@gmail.com, 3 fisemada@gmail.com
ABSTRACT
This study aims to explain the renewal of Islamic inheritance law that has occurred since the era
of companions until now. This type of research is qualitative with a normative-historical
approach, by describing some facts of changes in inheritance law that occurred from the
companions era to the modern era. By looking at the existing reality, it can be said that the
current renewal of inheritance law is not a new thing, and it is possible that Islamic inheritance
law will continue to develop according to the conditions of the times. The purpose of updating
inheritance law is a response from every Islamic country to social developments in each country
so that inheritance law continues to exist without causing social inequality.
Keyword: Evolution; Islamic Inheritance Law; orphaned grandchildren
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pembaruan hukum waris Islam yang terjadi sejak era sahabat
hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan metode library research (studi kepustakaan). Jenis penelitian ini
bersifat kualitatif dengan pendekatan normatif-historis, dengan memaparkan beberapa fakta perubahan hukum
waris yang terjadi dari era sahabat hingga era modern. Dari kajian yang dilakukan, dapat diketahui
bahwasannya pembaruan hukum waris saat ini bukan merupakan hal yang baru, serta tidak menutup
kemungkinan hukum waris Islam akan terus berkembang sesuai dengan keadaan zaman. Tujuan pembaruan
hukum waris merupakan respon dari setiap negara Islam terhadap perkembangan sosial di masing-masing
negara agar hukum waris tetap eksis tanpa menimbulkan ketimpangan sosial.
Kata Kunci:; Perkembangan; Hukum Waris Islam; Cucu Yatim
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr is licensed under a Creative Commons Attribution-
NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
149
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844, hlm. 149-163
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 150
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
Ahmad Bunyan Wahiib. Dalam penelitian ini terjadi dalam ruang lingkup penelitian ini,
penulis membahas perubahan sifat hukum karena banyak kajian agama yang baru dapat
waris yang yang awalnya dianggap dinamis dipahami secara proporsional dan tepat
berubah menjadi statis. Dalam memaparkan apabila menggunakan bantuan dari ilmu
penelitiannya, penulis menggunakan sosiologi. Dengan pendekatan sejarah dan
pendekatan antropologi tanpa menjabarkan sosiologi ini akan mempermudah penulis
secara detail tentang kasus-kasus perubahan dalam menganalisis persoalan dalam hukum
waris di era tabi’in dan sahabat. Penelitian ini Islam(Ishak 2013:65). Data primer yang
fokus terhadap perubahan waris di berbagai digunakan dalam penelitian ini adalah karya
negara Islam dan pentingnya pemahaman ilmiah berupa data-data berupa kitab-kitab
terhadap keluarga inti dalam hukum waris. fikih, artikel, dan karya ilmiah lain yang
Penelitian lain yang berjudul Reformasi Hukum berhubungan dengan hukum waris Islam.
Waris Islam Melalui Wasiat Wajibah, Bagi Ahli
Waris Non Muslim Di Negara Islam Dan HASIL DAN PEMBAHASAN
Mayoritas Islam. Penelitian menggunakan Pembaruan Hukum Waris di Masa
pendekatan normatif diskriptif dengan Sahabat
menjelaskan wasiat wajibah di dunia Islam, Nabi Muhammad pernah bersabda
baik dari segi perbedaannya, cara “Afradukum Zaid”. Hadis ini dianggap sebagai
pengambilan hukum dan perbedaan nash yang melegitimasi otoritas Zaid sebagai
aturannya. salah satu pakar ilmu waris pada saat
Selain dari kedua penelitian ini masih itu.Hukum waris yang ada dalam kitab fikih
ada banyak penelitian lain yang membahas klasik khususnya aliran mazhab Syafi’i
tentang hukum waris. Artikel ini berbeda merupakan turunan dari pendapat Zaid bin
dengan penelitian sebelumnya dengan Tsabit(Kocinkag 2018:336). Zaid dalam
menekankan aspek sosiologi dan fakta sejarah sebuah risalahnya telah melakukan beberapa
dari masa sahabat hingga era modern saat ini. pembaruan hukum waris, dimana praktiknya
tidak sama persis dengan aturan di al-Qur’an.
Salah satu pembaruan hukum waris yang
METODOLOGI PENELITIAN
Padapenelitian ini penulis dilakukan olehnya adalah kasus akdariyyah.
menggunakan metodelibrary research (studi Ada dua pendapat mengenai sumber
kepustakaan), dengan membaca karya ilmiah penamaan istilah akdariyyah ini. Pertama,
terdahulu(Raihan 2019:67), seperti buku, karena kasus ini mengenai seorang
artikel, jurnal atau hasil laporan dari perempuan yang berasal dari Bani Akdar.
penelitian. Jenis penelitian ini bersifat Kedua, karena kasus ini dianggap sebagai
kualitatif dengan pendekatan normatif- sebuah kasus waris yang mengotori nama
historis. Pendekatan historis dianggap baik Zaid dan pengikutnya.(Al-Bugho
penting karena agama turun dalam keadaan 1992:125). Kasus akdariyyah dianggap
konkrit dan berkaitan dengan kondisi sosial melenceng karena penyelesaian
masyarakat(Haryanto 2017:127). Penelitian kasusnyakeluar dari kaidah baku dalam al-
ini akan memaparkan sejarah perkembangan Qur’an. Kasus ini dapat terjadi apabila ahli
hukum waris Islam dari masa sahabat hingga waris terdiri dari suami, ibu, saudara kandung
era modern. Selain itu penulis juga akan atau saudara seayah dan kakek.Menurut
memaparkan beberapa gejala sosial yang perhitungan waris yang sesuai dengan al-
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 151
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 152
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 153
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
Posisi saudara laki-laki sekandung dianggap Mereka hanya diperbolehkan berijtihad sesuai
sebagai saudara seibu, dan harta dari mereka dengan jalan pikir pemimpin mazhab mereka
dibagi secara merata. masing-masing.
Pada pertengahan abad ketiga hingga
awal abad keempat hijriyyah pembaruan
Tabel 8 (Yammiyah) hukum mulai muncul. Salah satu tokoh
pembaru dalam bidang ilmu waris adalah Ibn
Ahli Waris Bagian
Hazm.Dia merupakan salah satu ulama
Suami ½ terkenal dari mazhab Dzahiriy. Salah satu
pendapatnya yang masyhur dalam khazanah
Ibu 1/6
ilmu waris adalah konsep wasiat wajibah.
Saudara (Laki-Laki
Pendapatnya mengenai konsep ini menuai
Atau Perempuan)
1/3 banyak kecaman karena dianggap lemah dan
Saudara Laki-Laki
Kandung ditentang oleh para fuqahâ’pada masa itu.
Akan tetapi konsep wasiat wajibah justru
Kasus-kasus di atas merupakan kasus diterima di era modern ini dan diterapkan di
yang pernah terjadi di masa para sahabat berbagai belahan dunia muslim dengan
setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw. berbagai variasinya. Berikut akan dipaparkan
Hingga saat ini aturan mengenai kasus ini istinbât Ibn Hazm dan juga dalil-dalil
masih dikaji dan dapat ditemui di dalam penolakan para fuqahâ’ terhadap wasiat
literatur-literatur klasik. Selain kedua kasus ini wajibah.
masih ada banyak kasus-kasus lain yang Wasiat wajibah merupakan buah dari
memaksa para mujtahid pada waktu itu untuk penafsiran Ibn Hazm terhadap surat al-
berkreasi dalam menyelesaikan persoalan Baqarah ayat 180
waris yang diangap tidak sesuai dengan
ت إِن تَ َرَك ِ
semangat Islam. Daintaranya seperti kasus
mubâhalah, minbariyyah, khuraqâ’, syuraikhiyyah,
ُ َح َد ُك ُم ٱلْ َم ْو َ ب َعلَْي ُك ْم إِذَا َح
َ ضَر أ َ ُكت
ِ خْيا ٱلْو ِصيَّةُ لِلْ َٰولِ َدي ِن و ْٱْلَقْ ربِني بِٱلْمعر
وف ۖ َحقًّا
umm al-aramîl, marwaniyyah dan juga kasus ُْ َ َ َ َ ْ َ َ ًْ َ
ني ِ
َ َعلَى ٱلْ ُمتَّق
dinariyyah. Kasus-kasus yang disebutkan ini
merupakan beberapa kasus yang dalam
Artinya: “Diwajibkan atas kamu,
praktiknya keluar dari kaedah mapan dalam
apabila seorang di antara kamu
al-Qur’an.(Al-Bugho 1992). kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak,
Perkembangan Hukum Waris Pasca Era berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
Jumûd kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah)
Era jumûd atau juga disebut sebagai kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa”
era taqlîd merupakan era di mana pembahasan
ilmu fikih cenderung stagnan.Pada masa ini Selain merujuk kepada ayat tersebut,
pintu ijtihad dianggap telah ditutup(Dr Nasr Ibn Hazm juga memperkuat pandangannya
farid muhammad Wasil- n.d.:134). Para pakar tentang kewajiban berwasiat menggunakan
fikih pada masa ini dianggap tidak mampu beberapa hadis, diantaranya:
mencapai derajat sebagai mujtahîd mutlaq(Dr
Nasr farid muhammad Wasil- n.d.:136).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 154
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
فهل هلا أجر إن، تصدقت،وأراها لو تكلمت Dalam kitabnya al-Muḥallâ Ibn Hazm
)) "نعم" ((متفق عليه:تصدقت عنها؟ قال mengatakan pendapatnya terhadap kritik
yang diberikan oleh jumhûr. Beliau
Dari Aisyah ra. sesungguhnya seorang
memperkuat bahwa riwayat yang ia keluarkan
laki-laki berkata kepada Nabi
Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi sesuai dengan riwayat Mâlik bin Anas, begitu
Wasalam: “Sesungguhnya ibuku telah juga riwayat yang keluar dari mayoritas perawi
meninggal, dan saya yakin jika ia masih hadis ini(Hazm; Abi; Muhammad ‘Alî ibn
hidup pasti bersedekah. Apakah ia Aḥmad ibn sa’îd ibn 1987:312).Mengenai
dapat memperoleh pahala, jika saya riwayat tentang Ibn Umar maka dapat
bersedekah atas namanya. “Nabi
dikatakan bahwa itu tertolak, karena salah
Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi
Wasalam menjawab: “Ya, tentu satu periwayat ini adalah Asyhal bin Hatim
mendapat pahala (Nisâburiy 2000:716). yang menyandang status dhaif(Hazm; Abi;
Muhammad ‘Alî ibn Aḥmad ibn sa’îd ibn
Bagi para fuqahâ, nâs yang digunakan
1987:313).
sebagai dasar hukum wasiat wajibah tidak bisa
Ibn Hazm mewajibkan bagi setiap
diterima dengan beberapa
muslim untuk memberikan wasiat kepada
pertimbangan(Abubakar 1998:191). Pertama,
kerabatnya yang tidak mendapatkan warisan
ayat wasiat telah dihapus oleh ayat-ayat
baik karena menjadi budak, atau murtad,
mawaris. Pendapat ini hampir disetujui oleh
ataupun karena mereka ter-maḥjûb, atau
para mufassir.Kedua,terdapat hadis yang
mereka memang tidak mendapatkan harta
menyatakan bahwa wasiat tidak
waris. Apabila wasiat ini tidak ada maka hal
diperbolehkan kepada ahli waris.Ketiga,realitas
ini wajib bagi ahli waris untuk
sejarah, bahwa Nabi dan para sahabat tidak
memberikannya. dan apabila kerabatnya
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 155
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
banyak maka diperbolehkan untuk memilih الذي مات يف حياته,إذا مل يوص امليت لفرع ولده
tiga kerabat dan jumlah harta yang diberikan
tidak boleh melebihi sepertiga harta, serta مبثل ما كان يستحقه هذا,أو مات معه ولو حكما
tidak perlu meminta pertimbangan dari ahli
وجبت,الولد مْيااث يف تركته أو كان حيا عند موته
waris(Hazm; Abi; Muhammad ‘Alî ibn
Aḥmad ibn sa’îd ibn 1987:317).Serta apabila للفرع يف الرتكة وصية بقدر هذا النصيب يف حدود
seseorang berwasiat sepertiga kepada selain
بشرط أن يكون غْي وارث وأال يكون امليت,الثلث
kerabatnya maka bagi selain kerabat
mendapatkan sepertiga harta dari sepertiga قد أعطاه بغْي عوض من طريق تصرف آخر قدر ما
yang diberikan kepada kerabat.
وإن كان ما أعطاه أقل منه وجبت له وصية,جيب له
Perkembangan Hukum Waris Dunia 0 بقدر ما يكمله
Islam Modern: Wasiat Wajibah di Negara
Muslim
Mesir merupakan negara pertama yang وتكون هذه الوصية ْلهل الطبقة اْلوىل من أوالد
mengadopsi wasiat wajibah dan
memasukkannya ke dalam undang-undang. وْلوالد اْلبناء من أوالد الظهور وأن نزلوا,البنات
Seperti yang telah diketahui bahwa wasiat
وأن,على ما حيجب كل أصل فرعه دون فرع غْيه
wajibah ini berasal dari buah pemikiran Ibn
Hazm. Wasiat wajibah adalah istilah yang يقسم نصيب كل أصل على فرعه وإن نزل قسمة
digunakan oleh Mesir pada tahun 1946 untuk
mengatasi adanya ketidakadilan apabila
كما لو كان أصله أو أصوله الذين يدىل هبم,املْياث
seorang cucu yatim tidak mendapatkan harta إىل امليت ماتوا بعده وكان موهتم مرتبا كرتتيب
sepeserpun dari kakeknya yang meninggal
dunia dikarenakan cucu telah ter-maḥjûb oleh
الوصية بزايدة أو أبقل لبعض من وجب.الطبقات
pamannya (anak dari kakek). Mesir .هلم الوصية دون البعض
mengadopsi konsep ini dan memasukkan ke
dalam UU no. 77Tahun 1946. Aturan
mengenai wasiat wajibah di Mesir diatur di ) إذا أوصى امليت ملن وجبت له الوصية77 )مادة
dalam pasal pasal 76-78(Wahbah 1985:121).
وإن,أبكثر من نصيبه كانت الزايدة وصية اختيارية
-4-4 ) ( حكم بدستوريتها جبلسة76 مادة وإن0 أوصى له أبقل من نصيبه وجب له ما يكمله
، من الدستور2 لصدورها قبل تعديل املادة1987 أوصى لبعض من وجبت هلم الوصية دون البعض
فال يكون هناك جمال لبحث مدي تعارضها مع ويؤخذ, وجب ملن مل يوص له قدر نصيبه,اآلخر
مبادئ الشريعة اإلسالمية من عدمه ( القضية رقم نصيب من مل يوص له ويوىف نصيب من أوصى له
نشر ابجلريدة- قضائية دستورية47 لسنة46 فإن ضاق عن ذلك,أبقل مما وجب من ابقي الثلث
) 1987-4-16 يف16 الرمسية العدد 0 فمنه ومما هو مشغول ابلوصية االختيارية
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 156
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
) الوصية الواجبة مقدمة على غْيها من78 )مادة terdahulu, namun juga tidak bisa disebut
sebagai ijtihad baru karena pendapat ini juga
فإذا مل يوص امليت ملن وجبت هلم الوصية,الوصااي dikaitkan dengan pendapat ulama terdahulu.
Istilah lain dikatakan oleh Yusuf
استحق كل من وجبت له الوصية,وأوصى لغْيهم
Qardhawi(Abubakar 1998:195)bahwa wasiat
وإال فمنه,قدر نصيبه من ابقي ثلث الرتكة إن وىف wajibah yang ada di dalam UU Mesir
merupakan sebuah kolaborasi dari ijtihad
0 ومما أوصى به لغْيهم selektif dari segi istilah dan pengaitan dengan
ulama terdahulu dan ijtihad kreatif dari segi
Poin penting yang dapat diambil dari isinya(Abubakar 1998:195).
undang-undang ini adalah pertama apabila ada Langkah pembaharuan yang dilakukan
seseorang mati meninggalkan keturunan oleh Mesir kemudian diikuti oleh beberapa
anaknya yang telah meninggal terlebih dahulu negara Islam lainnya seperti Syiria, Tunisia,
atau mati secara bersamaan dan tidak Maroko, Kuwait, Irak, Jordan. Akan tetapi
memberikan wasiat, maka keturunan anak pembaruan yang dilakukan negara Islam
tersebut berhak atas harta seperti haknya tersebut tidak serta merta meniru dengan
anaknya si mayit ketika masih hidup dengan persis, melainkan melakukan beberapa
ketentuan tidak melebihi sepertiga modifikasi sesuai dengan ijtihâd masing-
harta.Disyaratkan pula bahwa cucu ini bukan masing negara. Secara singkat dapat diperjelas
seorang ahli waris yang memang berhak sebagai berikut:
mendapatkan waris, dan dipastikan bahwa a. Di Kuwait dalam Qânûn al-Washiyah al-
cucu ini belum pernah mendapatkan harta Wâjibah 1971 dan di Maroko dalam
dari kakeknya, apabila kakeknya telah Hukum Keluarga Maroko tahun 2004
memberikan harta dan belum mencapai batas pasal 369-372 memberikan wasiat
sepertiga harta, maka boleh diberikan harta wajibah memuat empat pasal, sama
untuk memenuhi sepertiga. Wasiat wajibah halnya yang berlaku di Mesir (Hidayati
bagi keturunan perempuan maka hanya untuk 2012:86).
keturunan pertama dan bagi keturunan laki- b. Di Syiria dan Jordan memberikan wasiat
laki maka wasiat wajibah ini berlaku bagi wajibah hanya kepada cucu atau
keturunan hingga tak terbatas.Kedua, apabila keturunan dari anak laki-laki saja.
mayit berwasiat dan melebihi dari sepertiga Peraturan ini diambil karena mereka
harta, maka sisa dari sepertiga dianggap beranggapan bahwa keturunan dari anak
sebagai wasiat ikhtiyâriyyah.Dan apabila perempuan adalah dzawil arhâm, maka dari
kurang dari sepertiga maka harus itu mereka tidak akan mendapatkan
disempurnakan sepertiga.Ketiga, Wasiat selama masih ada dzawil furûd dan
wajibah harus didahulukan dibandingkan ‘ashabah(Qublan 1971:60–62).
dengan wasiat yang lain(Sayyid 2004:1120– c. Di Tunisia dan Irak wasiat wajibah
21). berlaku bagi keturunan laki-laki dan
Coulson mengatakan bahwasanya jalan perempuan, akan tetapi hanya terbatas
yang ditempuh Mesir merupakan Quasi pada generasi pertama saja(Hidayati
Ijtihad, maksudnya bahwa isi dari aturan ini 2012:87).
adalah hal yang baru, yang belum ditemukan
pendapat yang serupa pada pendapat ulama
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 157
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
1. Ahli Waris Pengganti di Negara lebih memilih jalan yang ditempuh oleh Mesir
Muslim dan mayoritas negara Islam lainnya dalam
menyelesaikan masalah cucu ini, yaitu dengan
Selain wasiat wajibah, terdapat metode
wasiat wajibah, karena penggantian ini
lain untuk menyelesaikan kasus cucu yang dianggap telah merubah tatanan aturan waris
tidak mendapatkan waris, yaitu dengan jalan
yang telah mapan.
ahli waris pengganti. Dari beberapa negara
Dalam perancangannya, undang-
muslim di dunia setidaknya terdapat dua undang ini dimotori oleh sebagian besar
negara yang menggunakan metode ini, yaitu
Anggota Komisi Perkawinan dan Hukum
Pakistan dan Indonesia. Setelah Pakistan
Keluarga dari golongan sekuler dan lebih
merdeka pada tahun 1947 -1960, negara ini memilih pembagian harta waris untuk cucu
belum memiliki hukum keluarga yang sesuai
harus diberikan(Munir 2014:5). Argumen
dengan masyarakat mereka. Pada saat itu, utama yang mereka kemukakan untuk
mereka masih menggunakan hukum yang
mendukung pembaruan ini
telah berlaku, yaitu hukum keluarga India.
adalahpertamatidak adanâsh baik dari ayat Al-
Sebagai bentuk upaya pembaruan hukum Qur'an atau hadits yang secara
Islam, Pakistan membentuk komisi
jelasmengatakan cucu yatim piatu tidak
pembentukan hukum Islam (Family Law
mewarisi harta benda kakeknya.Kedua,apabila
Comitions) pada Agustus 1955, dan dari sinilah kakek mewarisi harta dari cucunya meskipun
lahir Ordonasi Hukum Islam (MFLO) atau
ayah pewaris telah mendahuluinya, mengapa
disebut Mudawwanah al-Aḥwal al- prinsip ini tidak bisa berlaku sebaliknya.Ketiga,
Syakhsiyyah(Zuhdi, Hi, and Hi 1972:45). al-Quran dan Sunnah selalu menunjukkan
Salah satu prinsip hukum waris Islam kepdulian kepada anak yatim dan harta benda
yaituhubungan kekerabatan yang lebih dekat mereka, dan pelarangan harta dari kakek
akan menghalangi hubungan kekerabatan kepada cucu melawan semangat al-Quran.
yang jauh untuk mendapatkan harta waris.Hal Dan pada surat 4:11, kata aulâd tidak hanya
inilah yang menyebabkan cucu yatim tidak berarti anak, akan tetapi juga cucu(Munir
mendapatkan harta waris dari kakeknya 2014:5–7).
karena keberadaan anak atau paman dari cucu Berikut bunyi pasaldalam Chapter 4 dari
yatim. Mayoritas negara-negara Islam di timur Ordonansi: “In the event of the death of any son or
tengah mencoba untuk memecahkan masalah daughter of the propositus before opening of succession,
ini dengan perangkat wasiat wajibah,akan the children of such son or daughter, if any, living at
tetapi badan legislatif di Pakistan lebih the time the succession opens, shall per stirpes receive
memilih jalan ahli waris pengganti sebagai a share equivalent to the share which such son or
solusi masalah tersebut.Masalah bagian cucu daughter, as the case may be, would have received if
dalam Chapter 4 dari Undang-undang Hukum alive.”(Munir 2014)5
Keluarga Muslim tahun 1961 di Pakistan telah Pembaruan ini ditentang keras oleh
memicu perdebatan yang sangat panas. Ini sejumlah ulama dengan beberapa
merupakanpembaruan hukum Islam yang pertimbangan, diantaranya(Munir 2014:8–9),
luar biasa yang dilakukan di negara Islam di pertamaal-Qur’an telah mengatur pembagian
manapun.Para ulama' dan banyak ahli hukum harta waris, akan tetapi aturan baru ini
Islam lainnya menolak atas pembaruan memberikan bagian kepada orang-orang yang
hukum waris ini. Para ulama tradisionalis meninggal. Kita harus mengasumsikan bahwa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 158
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
putra atau putri mayit masih hidup pada saat dan cukup diterima di kalangan masyarakat
kematian mayit dan menerima harta waris Indonesia(Hajar 2016:55). Aturan mengenai
seperti halnya ahli waris yang lain dan setelah ahli waris pengganti di dalam hukum adat
itu barulah kita menganggap bahwa kematian sebetulnya telah ada di dalam hukum perdata
putra dan putri mayit dan harta dari mereka (BW) sejak 1847 pada pasal 841 dan
diberikan kepada keturunannya. 842(Hajar 2016:55). Ahli waris pengganti di
Kedua, jika anak laki-laki atau dalam KUH Perdata dikenal dengan istilah
perempuan yang meninggal memiliki bagian penggantian tempat atau di dalam bahasa
dalam waris, seharusnya diserahkan kepada Belanda disebut dengan Plaatsvervulling.
ibu, ayah, istri atau suami dan juga anak- Aturan Penggantian tempat ini diatur dalam
anaknya, dan tidak hanya diberikan kepada pasal 854 sd 857. Penggantian ini juga
cucu. Ketiga, prinsip dari waris Islam tidak diberikan kepada setiap orang dalam setiap
diberikan kepada yang tidak mampu atau derajat dan segala hak orang yang digantikan
diberikan kepada yang membutuhkan. Jika seperti yang diatur dalam pasal 841
demikian, maka ahli waris yang kaya tidak KUHPerdata dan pasal 842 ayat 1 KUH
akan mendapatkan warisan dan ahli waris Perdata.
yang miskin yang berhak atas harta waris. Kedua, pendapat lain mengatakanbahwa
Keempat Tanzil al-Rahman berpendapat sumber dari aturan ahli waris pengganti di
bahwa penafsiran pada ayat 4:11pada kata dalam KHI adalah mengikuti langkah
aulâd. Di sini diartikan dengan dua gaya pakistan. Munculnya istilah ahli waris
bahasa, yaitu makna sesungguhnya dan pengganti di Indonesia yang ada di dalam
makna metaforis. Makna sesungguhnya KHI adalah mengikuti langkah Pakistan yang
adalah putra dan putri sedangkan makna telah menetapkan status cucu di dalam
metaforisnya adalah cucu, cicit buyut dan MFLO chapter 4 pada tahun 1946(RI 1993:50–
seterusnya. Makna metaforis dan makna asli 51) Pendapat ini dapat dibenarkan karena
tidak bisa digunakan secara bersamaan yurisprudensi ahli waris pengganti di Pakistan
dalamkonteks yang sama. Karena apabila lebih dulu dibandingkan Indonesia. Pakistan
makna aslinya memang digunakan maka tidak telah lebih dahulu merumuskan Ahli waris
bisa untuk menggunakan makna pengganti dalam Chapter 4 pada tahun 1961.
metaforisnya. Ketiga, menurutDaud Ali, ahli waris pengganti
Istilah ahli waris pengganti di Indonesia diambil dari pendapat Hazairin. Pendapat
pertama kali diberlakukan sejak Intruksi Hazairin didasari atas penerjemahan ayat al-
Presiden RI No. 1 tahun 1991 pada tanggal Qur’an dan setelah itu KHI mengadopsi
10 Juni 1991 tentang penyeberluasan istilah ahli waris pengganti(Fatimah
Kompilasi Hukum Islam, dan keputusan n.d.:4).Seperti yang terjadi di Pakistan, ahli
Mentri Agama RI No 154 tahun 1991 tanggal waris pengganti di Indonesia sempat menuai
22 Juli 1991 tentang pelaksanaan Intruksi kecaman. Hal ini merupakan pembaruan yang
Presiden No. 1 tahun 1991(Fatimah n.d.:3). dianggap merusak tatanan waris. Menurut
Setidaknya ada tiga pendapat mengenai Habiburrahman dalam disertasinya di UIN
sumber hukum ahli waris pengganti Sunan Gunung Jati bahwa ahli waris
diantaranya, pertama yurisprudensi tentang pengganti dalam pasal 185 KHI harus
ahli waris pengganti berasal dari living law, dihapus. Hal ini didasarkan atas pendapatnya
karena praktik ini sudah berlaku sejak dulu yang menganggap bahwa ahli waris pengganti
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 159
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
bertentangan dengan al-Quran dan sunnah. sebagaimana yang diatur di dalam pasal 185
Dia juga menambahkan bahwa hasil KHI pelaksanaannya dibatasi kepada
penafsiran yang dilakukan oleh Hazairin tidak keturunan garis lurus ke bawah sampai derajat
berbeda dengan teori receptie yang telah cucu. Berdasarkan pembatasan ini berarti
diadopsi di dalam BW yang hanya hanya cucu yang dapat menjadi ahli waris
menyesuaikan hukum yang telah berlangsung pengganti. Untuk itu, kerabat lain seperti anak
di masyarakat(Akhmad Sukris Sarmadi dari keponakan saudara sepupu dan yang
2013:67). lainnya tidak dapat menjadi ahli waris
Aturan mengenai ahli waris pengganti pengganti (Zahari 2014:334).
tertera di dalam KHI Pasal 185 yang Tujuan dari pembatasan yang
berbunyi: “(1) ahli waris yang meninggal lebih dilakukan ini tidak diketahui secara pasti, akan
dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya tetapi dengan melihat pendapat para praktisi
dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang dan para hakim pengadilan agama dapat
tersebut dalam Pasal 173, (2) Bagian ahli waris diduga bahwa tujuan utama dari pembatasan
pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris ini adalah untuk menjaga harta waris agar
sederajat dengan yang diganti”. Para ahli hukum tidak banyak terbagi.Ketentuan dalam Pasal
dan hakim mempersoalkan isi pasal ini. 185KHI yang dipandang terlalu luas
karena pasal ini dianggap tidak jelas sehingga cakupannya sehingga perlu dibatasi demi rasa
meninmbulkan banyak penafsiran. Salah satu keadilan dan cukup dilakukan oleh para
yang menjadi permasalahan adalah terlalu hakim dalam penerapannya tanpa harus
luasnya cakupan ahli waris pengganti. Karena merubah pasal yang telah ada.Pembatasan ini
ahli waris yang mengganti akan memiliki dianggap perlu, karena apabila ahli waris
posisi, derajat dan hak yang sama dengan pengganti ini tidak dibatasi maka akan banyak
yang digantikan. Jika merujuk ke pasal 173 ahli waris yang mendpatkan harta waris
maka yang berhak menjadi ahli waris sehingga mengurangi harta waris bagi ahli
pengganti adalah cucu laki-laki dan cucu waris yang asli. Jika dilihat pada pasal 174 ayat
perempuan dari anak, baik laki-laki atau (1) dikatakan bahwa jumlah ahli waris hanya
perempuan, anak laki-laki dan perempuan ada 11. Dan apabila ahli waris pengganti ini
dari saudara, baik saudara laki-laki atau tidak dibatasi maka jumlah dari ahli waris
perempuan, anak laki-laki dan anak dapat mencapai 41orang.22 diantaranya
perempuan dari paman. adalah laki-laki dan 19 ahli waris perempuan.
Pada Rapat Kerja Nasional MA RI
dengan jajaran Pengadilan Tingkat Banding Hukum Waris, Statis atau Dinamis?
yang diselenggarakan di Balikpapan pada Dari beberapa contoh di atas dapat
tanggal 10-14 Oktober 2010 dengan tema diihat bahwa pembaruan dalam waris pada
“Dengan Semangat Perubahan masa sahabat sangat dipengaruhi oleh sistem
Mempeloporkan Landasan Menuju Peradilan kekerabatan yang ada. Menurut Hazairin
yang Agung” telah menghasilkan beberapa produk hukum waris yang dihasilkan oleh
kesimpulan terkait ahli waris pengganti. Pada para sahabat penuh syarat akan tradisi
angka 5huruf B ditegaskan kekerabatan patrilineal. Melihat kasus-kasus
bahwasanyaadanya pembatasan ruang di atas seperti Akdariyyah, ‘Umariyatain,
lingkup bagi ahli waris pengganti. Dengan ḥajariyyah dapat dilihat bahwa ijtihat yang
rumusan: ahli waris pengganti dengan mereka lakukan adalah demi memberikan hak
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 160
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
yang lebih terhadap laki-laki, atau paling tidak ketiga menolak semua hukum Barat
memberikan hak lebih terhadap saudara (Mudzhar and Nasution 1994:2).
kandung dari saudara seibu. Kontruksi Jika melihat dari apek sosiologis, faktor
patrilineal pada hukum waris Islam yang mendorong atas perubahan hukum
merupakan buah dari ijitihad dari para adalah adanya perubahan sistem masyarakat.
sahabat dan ulama setelahnya. Ketika para Pada era modern sistem kekeluargaan telah
fuqaha merumuskan hukum waris, mereka bergeser dari sistem keluarga besar (extended
secara tidak langsung mengambil sumber family) menuju sistem keluarga inti (nuclear
ekstratekstual berupa adat atau ‘urf pada saat family)(Wahib 2014:42). Perubahan sistem
itu. Singkatnya produk fikih ataupun produk keluarga seperti ini mengakibatkan adanya
tafsir mengenai ayat waris para fuqaha selama dorongan perubahan terhadap sistem waris
ini penuh syarat akan pengaruh patrilineal. yang telah berlaku sejak dulu. di dalam sistem
Hal ini lah yang mengakibatkan hukum waris keluarga besar, solidaritas dan tanggung
sulit untuk diterima di era modern ini. Bagi jawab sesama suku lebih besar jika
Hazairin mengonstruksi ulang ayat waris dibandingkan dengan sistem keluarga kecil,
perlu dilakukan dengan semangat yang di maka dari itu aturan waris klasik sangat cocok
usung oleh Qur’an, yaitu semangat bilateral. karena tidak hanya melibatkan orang tua dan
Menurutnya, dengan menerapkan anak tetapi juga melibatkan kerabat lainnya.
pemahaman bilateral dalam memahami waris Di era modern ini negara-negara
dalam nash maka hukum waris akan lebih muslim telah melakukan pembaruan dalam
mudah diterima di beberapa negara Islam hukum waris, salah satunya adalah hak waris
khususnya di Indonesia. bagi cucu. Persoalan cucu yang tidak
Pada era kolonial, setelah terpecahnya mendapatkan harta waris karena tertutup oleh
daulah Islamiyyah menjadi negara-negara oleh saudara menjadi keresahan di setiap negara
Barat mengakibatkan adanya perubahan muslim. Persoalan cucu ini tidak begitu
hukum di setiap negara. Hukum yang awalnya diperhatikan oleh masyarakat yang menganut
bersumber dari kitab-kitab klasik karya para sistem extended family, karena cucu ini akan
fuqahâ’, bergeser menjadi kodifikasi berupa menjadi tanggung jawab keluarga besar. Akan
undang-undang. Kodifikasi ini merupakan tetapi untuk masyarakat modern yang
respon dari para cendikiawan muslim untuk menganut sistem keluarga nuclear family perlu
melegitimasi hukum Islam sebagai aturan adanya pembaruan hukum untuk mengatasi
tetap negara. Akan tetapi dalam praktiknya, masalah ini. Beberapa negara muslim
hukum yang dihasilkan dari kodifikasi di melakukan ijtihâd untuk menyelesaikan
setiap negara Islam berbeda-beda. Salah satu persoalan cucu yang maḥjub agar
faktor penyebab perbedaan ini adalah mendapatkan harta. Setidaknya dari beberapa
pengaruh dari sikap politik setiap negara pembaruan hukum ini dapat digolongkan
dalam terhadap posisi hukum barat. menjadi dua kelompok, mayoritas
Setidaknya sikap politik diantara negara- menggunakan wasiat wajibah dan sebagian
negara Islam dapat dibagi menjadi tiga, yang menggunakan metode ahli waris pengganti.
pertama mengakomodasi hukum-hukum
Barat yang sesuai dengan hukum syariat,
kedua mengadopsi keseluruhan hukum Barat,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 161
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 162
Muhammad Barrunnawa, dkk., Hukum Waris dalam Islam…
DOI: https://doi.org/10.24090/jimrf.v10i2.4844
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2021
pg. 163