Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hygiene dan Sanitasi Makanan

1. Pengertian Hygiene Sanitasi Makanan

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk

melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring,

membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan

secara keseluruhan (Depkes RI, 2000, h.1).

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih

untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi

sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2000, h.1).

Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena

erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi

sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka

mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2000, h.2).

2. Prinsip Sanitasi Makanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun 2011 Tentang

Higiene Sanitasi Jasaboga, prinsip-prinsip sanitasi makanan adalah sebagai

berikut:

a) Pemilihan Bahan Makanan

1) Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan

sebelum dihidangkan seperti:

a. Daging, susu, telor, ikan/ udang, buah dan sayuran harus dalam

keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan

rasa serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

8
9

b. Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah

warna, tidak bernoda dan tidak berjamur.

c. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan

mikroba seperti ragi atau candawan, harus dalam keadaan baik,

tercium aroma fermentasi, tidak beruba warna, aroma, rasa serta tidak

bernoda dan tidak berjamur.

2) Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi

persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

3) Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan,

tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu:

a) Makanan dikemas

(i) Mempunyai label dan merk

(ii) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar

(iii) Kemasan tidak rusak/ pecah atau kembung

(iv) Belum kadaluwarsa

(v) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan

b) Makanan tidak dikemas

(i) Baru dan segar

(ii) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur

(iii) Tidak mengandung bahan berbahaya

b) Penyimpanan Bahan Makanan

1) Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan

kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus, dan hewan lainnya

maupun bahan berbahaya.

2) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan

first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih

dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/ digunakan

lebih dahulu.
10

3) Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan

makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam

lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang

kering dan tidak lembab.

4) Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai

berikut :

Tabel 2.1: Suhu Penyimpanan Bahan Makanan

Jenis Bahan Makanan Lama Penggunaan

3 hari atau 1 minggu atau 1 minggu atau

kurang kurang lebih

1 2 3 4

Daging,ikan,udang dan -50C sampai 00C -100C sampai Kurang dari -100C
olahannya -00C

Telur, susu dan 50C sampai 70C -50C sampai 00C Kurang dari -50C
olahannya

Sayur, buah dan 100C 100C 100C


minuman
Tepung dan biji-bijian 150C 250C 250C

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun 2011 Tentang

Higiene Sanitasi Jasaboga

5) Ketebalan dari bahan padat tidak lebih dari 10 cm

6) Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80% - 90%

7) Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik

Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu ±10oC

8) Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit langit dengan ketentuan

sebagai berikut:

(i) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15cm

(ii) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5cm

(iii) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60cm


11

c) Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan

mentah menjadi makanan jadi/ masak atau siap santap. Menurut Anwar, dkk

(1998, h.50) terdapat 4 aspek dalam pengolahan makanan yaitu penjamah

makanan, cara pengolahan makanan, tempat pengolahan makanan, dan

perlengkapan atau peralatan dalam pengolahan makanan.

1. Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan

dari persiapan hingga penyajian makanan. Pengetahuan, sikap, dan

perilaku seorang penjamah makanan mempengaruhi kualitas makanan.

Hygiene tenaga penjamah makanan adalah kebersihan seorang

tenaga penjamah makanan, baik dalam mempersiapkan, mengolah,

menyimpan, mengangkut, dan menyajikan makanan dalam proses

penyelenggaraan makanan.

Berikut merupakan peranan penjamah makanan dalam penyebaran

penyakit :

a) Kontak antara penjamah makanan yang menderita penyakit

menular dengan konsumen yang sehat.

b) Kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah makanan yang sakit

misal batuk atau luka di tangannya.

c) Pengolahan atau penanganan makanan oleh penjamah makanan

yang sakit atau membawa kuman.

Ketentuan atau persyaratan penjamah makanan (Ditjen PPM & PLP,

1998, h. 8-9) :

a) Berbadan sehat dan sedang tidak sakit batuk, pilek, luka

bernanah, koreng, sakit mata, sakit telinga, atau berketombe.

b) Berpakaian bersih dan rapih.


12

c) Tidak meludah sembarangan.

d) Tidak membiasakan diri bercakap-cakap sambil mengolah

makanan.

e) Mencuci tangan setiap saat sebelum mencuci menangani

makanan atau setelah keluar dari kamar kecil / WC.

f) Selalu membiasakan mencuci tangan sebelum makan.

g) Tidak merokok sambil bekerja.

h) Tidak makan, minum atau mengunyah makanan di tempat kerja.

i) Tidak memegang makanan yang sudah masak dengan tangan,

kecuali makanan yang terbungkus.

j) Tidak membiasakan memegang anggota badan seperti

menggaruk, mengorek, menjilat, mengusap, menyisir, bersolek,

dan mencungkil kuku dan gigi.

k) Berkuku pendek dan bersih.

l) Rambut selalu diikat dan di tutup.

2. Cara Pengolahan Makanan

Kontaminasi makanan oleh peralatan, penjamah, proses

penanganannya maupun air, harus dihindarkan selama pengolahan

makanan baik dalam mencuci, meacik, maupun memasak. Dalam

mencuci bahan makanan perlu diperhatikan:

a. Air pencuci : bila bahan makanan yang dicuci akan dimakan langsung

seperti buah-buahan gunakan air yang mendidih atau air yang di

chlorine.

b. Cara mencuci bahan makanan sedemikian rupa sehingga semua

kotoran yang tidak diharapkan hilang dari bahan makanan tersebut.

c. Peralatan yang digunakan bebas dari bahan-bahan berbahaya dan

bakteri yang tidak diharapkan.


13

Dari segi kesehatan/sanitasi makanan, maka cara pengolahan makanan

yang baik menitik beratkan kepada :

a. Cara-cara penjamahan makanan yang baik.

b. Nilai gizi yang memenuhi syarat.

c. Teknik memasak yang menarik dan enak.

d. Cara pengolahan makanan yang serba bersih.

e. Menerapkan dasar-dasar hygiene sanitasi makanan dan minuman.

f. Menerapkan dasar hygiene perseorangan bagi para pengolahnya.

g. Melarang petugas yang mempunyai penyakit kulit atau luka pada

tangan untuk mengolah makanan.

3. Tempat Pengolahan Makanan

a. Lantai : lantai harus dibuat dari bahan yang keras atau kedap air,

mudah dibersihkan, tahan kerusakan dan korosi (rapuh).

b. Dinding : permukaan dinding harus rata, halus, kedap air, dan mudah

dibersihkan.

c. Langit-langit : terbuat dari bahan yang kedap air dan tidak bocor, anti

debu, dan mudah dibersihkan.

d. Pencahayaan : semua penerangan harus bebas dari silau dan tidak

menimbulkan bayangan.

e. Ventilasi : ventilasi harus memenuhi syarat kesehatan untuk

memelihara kenyamanan.

f. Harus ada persediaan air yang mencukupi dan memenuhi syarat

kesehatan.

g. Harus ada tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan.

h. Tersedia tempat/bak pencuci tangan dan alat-alat dapur.

i. Perlindungan dari serangga dan tikus.


14

4. Perlengkapan Atau Peralatan Dalam Pengolahan Makanan

Prinsip dasar persyaratan perlengkapan atau peralatan dalam

pengolahan makanan adalah aman sebagai alat/perlengkapan pemroses

makanan.

a. Syarat Bahan Perlengkapan, yaitu :

i. Bahan yang digunakan untuk membuat atau untuk

perbaikan harus anti karat, kedap, halus, mudah

dibersihkan, tak berbau, tak mudah berubah warna dan tak

berasa.

ii. Bila digunakan “sambungan”, gunakan bahan anti karat

dan aman.

iii. Bila bahan menggunakan kayu, maka dianjurkan tiak

dipakai sebagai bahan yang langsung kontak dengan

makanan.

iv. Bila bahan menggunakan plastik dianjurkan yang aman

dan mudah dibersihkan.

b. Pertimbangan prinsip desain perlengkapan alat dalam pengolahan

makanan, yaitu :

i. Semua bahan perlengkapan harus selalu dibuat untuk

keadaan yang umum dan juga dirancang agar tahan pada

kondisi tertentu.

ii. Permukaan perlengkapan yang kontak langsung dengan

makanan, harus di desain mudah dibersihkan dan tidak

terlalu di variasi dengan ukiran dan sebagainya.

iii. Permukaan perlengkapan yang tak kontak langsung

dengan makanan harus didesain juga agar mudah

dibersihkan.
15

d) Penyimpanan Makanan Jadi/ Masak

1) Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,

berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya

cemaran lain.

2) Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang

berlaku.

a. Angka kuman E. Coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan

b. Angka kuman E. Coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman

3) Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh

melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang

berlaku.

4) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan

first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu

dan yang mendekati masa kadaluarsa dikonsumsi lebih dahulu.

5) Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis

makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi

berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

6) Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah

7) Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut


16

Tabel 2.2 : Tabel Suhu Penyimpanan Makanan

No Jenis bahan makanan Digunakan dalam waktu

Disajikan Akan segera Belum

dalam waktu disajikan segera

lama disajikan

1 Makanan kering 25% s/d 30o

2 Makanan basah (berkuah) > 60oC -10oC

3 Makanan cepat basi (santan, ≥ 65,5oC -5oC s/d -

telur, susu) 1oC

4 Makanan disajikan dingin 5oC s/d 10oC <10oC

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun 2011 Tentang

Higiene Sanitasi Jasaboga

e) Pengangkutan Makanan

1) Pengangkutan bahan makanan

a) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)

b) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang

higienis

c) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki

d) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam

keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin

sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan

sebagainya

2) Pengangkutan makanan jadi/ masak/ siap santap

a) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)

b) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/ masak

dan harus selalu higienis


17

c) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan

bertutup

d) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan

jumlah makanan yang akan ditempatkan

e) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang

mencair (kondensasi)

f) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur

agar makanan tetap panas pada suhu 60 oC atau tetap dingin pada

suhu 40oC

f) Penyajian Makanan

Prinsip penyajian makanan

1) Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah,

tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang

masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan

berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk

mencegah makanan cepat rusak dan basi.

3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama

seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar

tidak saling campur aduk

4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap

dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum

ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan

harus berada pada suhu > 60oC.

5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak

cacat atau rusak.

6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak

kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.


18

7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat

dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat

sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata

hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).

3. Faktor-Faktor Pengawasan Makanan menurut Anwar dkk. (h.50)

a. Penjamah makanan

b. Cara pengolahan makanan

c. Tempat pengolahan makanan

d. Perlengkapan peralatan dalam pengolahan makanan

B. Sanitasi Peralatan Makanan

1. Pengertian Peralatan Makanan

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1098 Tahun 2003 pasal 1 ayat 3

Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan Dan Restoran

menyebutkan, peralatan adalah :

“Segala macam alat yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan


makanan”.

2. Persyaratan Peralatan Makanan

Mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1098 Tahun

2003 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan Dan Restoran,

beberapa persyaratan mengenai peralatan makan adalah sebagai berikut:

a. Persyaratan peralatan

1) Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh

mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga

membahayakan kesehatan, antara lain :

a) Timah (Pb)

b) Arsenikum (As)

c) Tembaga (Cu)
19

d) Seng (Zn)

e) Cadmium (Cd)

f) Antimony (Sb)

2) Peralatan tidak rusak, gompel, retak dan tidak menimbulkan pencemaran

terhadap makanan

3) Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus konus atau

tidak ada sudut mati, rata, halus dan mudah dibersihkan

4) Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan

5) Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan

tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas dan

tidak boleh mengandung E.coli per cm² permukaan alat

6) Cara pencucian alat harus memenuhi ketentuan:

a) Pencucian peralatan harus menggunakan sabun atau detergent air

dingin, air panas sampai bersih

b) Dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm atau

iodophor 12,5 ppm, air panas 80ºC, dilap dengan kain

7) Pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan :

Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti

karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau sinar

buatan/ mesin dan tidak boleh dilap dengan kain

8) Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan:

a) Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan

dalam keadaan kering dan bersih

b) Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus

dibalik

c) Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/

rusak
20

d) Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya

e) Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber

pengotor atau kontaminasi dari binatang perusak

b. Tempat Mencuci Peralatan

1) Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah

dibersihkan

2) Air untuk keperluan pencucian di dilengkapi dengan air panas dengan

suhu 40ºC - 80ºC dan air dingin yang bertekanan 15 psi (1,2 kg/cm²)

3) Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan

air limbah

4) Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bilik/ bak pencuci yaitu untuk

mengguyur, menyabun dan membilas

3. Pencucian Peralatan

Menurut Ditjen PPM Dan PLP Depkes RI (1997, h.9) dalam pencucian

peralatan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Prinsip pencucian

1. Tersedianya sarana pencucian dan bahan pencuci

2. Dilaksanakannya teknik pencucian

3. Mengetahui dan mengerti maksud pencucian

b. Sarana pencucian

Sarana pencucian yang terpenting adalah urutan pencucian dengan

paling sedikit tiga bagian, yaitu:

1) Bagian untuk pencucian

2) Bagian untuk pembersihan

3) Bagian untuk desinfeksi

Selain sarana pencucian di atas, perlu dilengkapi dengan sarana pokok

lainnya yaitu: air yang cukup, zat pembersih (detergen) dan zat desinfektan.

Sarana pencucian yang terpenting yaitu tersedianya tempat untuk pencucian


21

berupa bak-bak terpisah, terbuat dari porselein atau logam (stainless steel).

Bak tersebut harus dijaga kebersihannya dan terbuat dari bahan yang tidak

mudah rusak atau terlarut di dalam cairan pencuci, pembersih maupun

desinfeksi.

c. Teknik Pencucian Peralatan

Menurut Depkes RI, (2006) teknik pencucian yang benar akan

memberikan hasil pencucian yang sehat dan aman. Tahap-tahap

pencucian yang perlu diikuti agar hasil pencucian sehat dan aman adalah

sebagai berikut :

a. Scraping (membuang sisa kotoran), yaitu memisahkan sisa kotoran dan

sisa-sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci,

seperti sisa makanan diatas piring, gelas, sendok dan lain-lain. Kotoran

tersebut dikumpulkan ditempat sampah (kantong plastik) selanjutnya

diikat dan di buang di tempat sampah kedap air, (drum/tong plastik

tertutup). Penanganan sampah yang rapi perlu diperhatikan untuk

mencegah pengotoran pada pencucian yang berakibat tersumbatnya

aliran limbah.

b. Flusing (merendam dalam air), yaitu mengguyur air kedalam peralatan

yang akan dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan.

Sebelum peralatan yang akan dicuci telah dibersihkan dari sisa makanan

dan ditempatkan dalam bak yang tersedia, sehingga perendaman dapat

berlangsung sempurna. Perendaman peralatan dapat juga dilakukan tidak

dalam bak, tetapi kurang efektif, karena tidak seluruh bagian alat dapat

terendam sempurna. Perendaman dimaksudkan untuk memberi

kesempatan peresapan air kedalam sisa makanan yang menempel atau

mengeras (karena sudah lama), sehingga menjadi mudah untuk

dibersihkan atau terlepas dari permukaan alat.


22

c. Washing (mencuci dengan detergen), yaitu mencuci peralatan dengan

cara mengosok dan melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atau

detergen. Detergen yang baik yaitu terdiri dari detergen cair dan bubuk,

karena detergen sangat mudah larut dalam air, sehingga sedikit

kemungkinan membekas pada alat yang dicuci. Pada tahap ini digunakan

sabun, tapas atau zat pembuang bau (abu gosok, arang atau air jeruk

nipis).

d. Rinsing (membilas dengan air bersih), yaitu mencuci peralatan yang telah

digosok detergen sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih.

Pada tahap ini pengunaan air harus banyak, mengalir dan selalu diganti.

Setiap peralatan yang dibersihkan dibilas dengan cara menggosok-gosok

dengan tangan sampai kesat, tidak licin. Bilamana masih terasa licin

berarti dalam peralatan tersebut masih menempel sisa-sisa lemak atau

sisa-sisa detergen dan kemungkinan berbau amis dan anyir.

e. Sanitizing/desinfection (membebashamakan), yaitu tidak untuk

membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang

selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara sanitasi atau

yang dikenal dengan desinfeksi. Sanitasi atau desinfektan peralatan

setelah pembilasan dapat dilakukan dengan bahan sanitaiser yang dibagi

menjadi dua yaitu sanitaiser non kimiawi dan sanitaiser kimiawi.

1. Sanitaiser non kimiawi

a) Uap

Pengunaan uap air panas untuk tujuan sanitasi dapat

dilakukan dengan menggunakan uap air mengalir bersuhu 76,7°C

selama 15 menit.

b) Air panas

Upaya sanitasi dengan metode ini dapat dilakukan dengan

merendam benda-benda dalam air panas bersuhu 80°C.


23

c) Sanitasi radiasi

Radiasi sinar pada panjang gelombang 2500 A dari sinar

ultraviolet, sinar gamma, atau dari katode energi tinggi dapat

digunakan untuk mematikan mikroorganisme.

2. Sanitaiser kimia

a) Desinfektan berbahan dasar Klorin

Konsentasi yang diperlukan agar klorin efektif untuk

membunuh mikroorganisme adalah 50-100 ppm dengan waktu

kontak sekitar 1 menit pada suhu 24°C.

b) Desinfektan berbahan dasar iodine

Aplikasi iodine untuk desinfektan adalah pada konsentrasi

12-25 ppm dengan waktu kontak 1 menit atau lebih pada suhu 24-

49°C.

c) Desinfektan dengan senyawa ammonium kuartener (Quats)

Quats diaplikasikan pada konsentrasi 180-220 ppm, pada

suhu 24°C atau lebih.

d) Desinfektan dengan surfaktan anionic asam

Aplikasi senyawa ini adalah pada konsentrasi 100-200 ppm paling

sedikit selama waktu 1 menit, pada suhu 24-43°C. (Hiasinta, 2001,

h. 26-32).

f. Towelling (pengeringan), yaitu mengusap kain lap bersih atau

mengeringkan dengan mengunakan kain atau handuk dengan maksud

untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih menempel

sebagai akibat proses dari pencucian seperti noda detergen, noda khlor

dan sebagainya. Sebenarnya kalau proses pencucian berlangsung

dengan baik, noda-noda itu tidak boleh terjadi. Noda bisa terjadi pada

mesin-mesin pencuci. Prinsip mengunakan lap pada alat yang sudah

dicuci bersih sebenarnya tidak boleh dilakukan, karena akan terjadi


24

pencemaran sekunder. Toweling ini dapat dilakukan dengan syarat

bahwa lap yang digunakan steril dan sering diganti. Pengunaan lap yang

paling baik adalah yang sekali pakai (single use) (Pohan, 2009).

4. Penyimpanan Peralatan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/

Menkes/ SK/ VII/ 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan

Restoran, untuk ketentuan penyimpanan peralatan :

a. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam

keadaan kering dan bersih.

b. Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus dibalik.

c. Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak rusak.

d. Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.

e. Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber

pengotoran atau kontaminasi dan binatang perusak.

5. Kebersihan Peralatan

Peralatan makan yang kita gunakan harus bersih, agar kita terhindar dari

kemungkinan penularan penyakit. oleh karena itu perlu dilakukan uji sanitasi alat

makan. Cara sederhana untuk memastikan alat makan kita bersih atau tidak, bisa

dilakukan dengan uji kebersihan alat sebagai berikut.

Menguji kebersihan secara fisik dapat dilakukan dengan cara :

a. Menaburkan tepung pada piring yang sudah dicuci dalam keadaan kering.

Bila tepungnya lengket pertanda pencucian belum bersih.

b. Menaburkan garam pada piring yang kering, pertanda pencucian belum

bersih.

c. Penetesan air pada piring yang kering. Bila air jatuh pada piring ternyata

menumpuk/atau tidak pecah pertanda pencucian belum bersih.

d. Penetesan dengan alkohol, jika terjadi endapan pertanda pencucian belum

bersih.
25

e. Penciuman aroma, bila tercium bau amis pertanda pencucian belum bersih.

f. Penyiraman. Bila peralatan kelihatannya kusam/tidak cemerlang berarti

pencucian belum bersih. (Kemenkes RI No. 1098 tahun 2003)

Menguji kebersihan secara bakteriologi dilakukan dengan cara pemeriksaan

laboratorium :

a. Cemaran kimia pada makanan negatif

b. Angka kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan

c. Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)

d. Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada penjamah

makanan yang diperiksa (usap dubur/rectal swab) (Permenkes RI No. 1096

tahun 2011).

C. Angka Kuman

1. Pengertian Angka Kuman

Menurut K. H. Tomoluis (1982, h. 105),

“Kuman adalah organisme yang bersifat pathogen dan non pathogen,


yang pathogen dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia,
sedangkan yang non pathogen tidak menimbulkan penyakit pada
manusia.”

Angka kuman adalah perhitungan jumlah bakteri yang didasarkan pada

asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi

satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang

sesuai. Setelah masa inkubasi jumlah koloni yang tumbuh dihitung dari hasil

perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam

suspensi tersebut. Angka kuman alat makan ini digunakan sebagai indikator

kebersihan peralatan makanan minuman yang telah dicuci

(http://www.indonesian-publichealth.com/angka-kuman-peralatan-makanan/).

2. Bakteri Koloni yang terdapat pada Makanan, yaitu (SNI 7388,2009)

a. Vibrio Parahemolitik
26

Vibrio parahemolicus adalah bakteri halofilik yang merupakan bakteri

bentuk batang bengkok, garam negatif dan bergerak karena ada flagel pada

satu kutubnya. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat aerob atau

fakultatif anaerob tidak dijumpai pada enterotiksin. Bakteri ini menetap di

lingkungan lautan yang tenang dan dikenal menyebabkan gastroerileritis

yang berhubungan dengan makanan.

b. Staphylococcus

Keracunan staphylococcus merupakan gejala intoksikasi yang paling

banyak dilaporkan di Amerika Serikat, dimana setiap tahunnya meliputi 20 %

sampai 50 % dari seluruh keracunan yang disebabkan oleh makanan. Gejala

keracunan ini disebabkan oleh tertelannya suatu toksin yang disebut

enterotoksin yang mungkin terdapat di dalam makanan dan diproduksi oleh

spesies dan strain tertentu dari bakteri staphylococcus. Toksin ini disebut

enterotoksin karena dapat menyebabkan gastroentritis atau inflamasi pada

saluran usus.

c. Salmonella

Salmonella terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak

selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari

makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah salmonella dalam makanan,

semakin besar timbulnya gejala infeksi pada orang yang memakan makanan

tersebut dan semakin cepat waku inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi.

d. E. Coli Pathogen

E. coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil). Gram

negative, ukuran 0,4 μm – 0,7 μm x 1,4 μm, dan beberapa strain mempunyai

kapsul. Terdapat strain E. coli yang patogen dan non patogen. E. coli patogen

banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal dan

berperan dalam pencernaan pangan dengan menghasilkan vitamin k dari

bahan yang belum dicerna dalam usus besar.


27

e. Clostridium Perfringes

Clostridium pefringens adalah bakteri patogen invasif berbentuk

batang, nonmotil, bersifat gram positif dan anaerob, serta mempunyai spora

yang relatif stabil terhadap suhu panas. Ciri umum dari keracunan Clostridium

pefringens adalah gejala kejang perut dan diare.

3. Faktor-faktor mempengaruhi angka kuman alat makan

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji angka kuman pada usap alat makan adalah

1) Bahan dasar alat makan: Bahan dasar piring antara lain dari kaca, keramik,

plastik, perak dan lainnya. Bahan dasar sendok yang digunakan antara lain

adalah stainless stell, kuningan, plastik, kaca dan lain-lain. Tekstur masing-

masing alat makan ini berbeda sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan

mikroorganisme.

2) Kondisi awal piring: Kondisi awal piring adalah kondisi awal dimana piring

tersebut belum dibersihkan, sehingga masih ada kotoran yang menempel

pada peralatan makan tersebut. Kotoran yang dapat menempel pada

peralatan tersebut antra lain Karbohidrat (nasi, sayuran, kentang),

Lemak/minyak (antara lain sisa-sisa margarin dan mentega), Protein(sisa

daging, ikan, telur), serta Mineral, susu, dan endapan kerak.

3) Air pencuci. Penggunaan air pencuci untuk mencuci harus banyak, mengalir

dan selalu diganti setiap kali untuk mencegah sisa kotoran dari piring.

4) Bak pencuci. Bak pencuci berhubungan dengan kontaminasi silang antara

peralatan dan bak pencucian yang tidak bersih.

5) Tenaga pencuci. Tenaga pencuci berhubungan dengan kualitas pencucian

bahan makanan, peralatan makan dan peralatan masak yang digunakan.

6) Alat penggosok. Alat penggosok tergantung dari jenis alat penggosok yang

digunakan misalnya dari sabut atau zat pembuang bau seperti abu gosok,

arang atau jeruk nipis.


28

D. Kerangka Teori

Peralatan Makanan
Sanitasi Sendok
(Sendok)

Pencucian Sendok

Personal
Hygiene
Penyimpanan Penjamah
Sendok

Angka Kuman Pada


Sendok

Memenuhi Tidak
Syarat Memenuhi
Syarat

Gambar 2.1 Kerangka Teori

E. Hipotesis

1. Ada hubungan pencucian dengan angka kuman pada alat makan (sendok) di

nasi pecel wilayah Lokawisata Baturaden Kabupaten Banyumas.

2. Ada hubungan penyimpanan dengan angka kuman pada alat makan (sendok) di

nasi pecel wilayah Lokawisata Baturaden Kabupaten Banyumas.

3. Ada hubungan kondisi personal hygiene penjamah dengan angka kuman pada

alat makan (sendok) di nasi pecel wilayah Lokawisata Baturaden Kabupaten

Banyumas.

Anda mungkin juga menyukai