Anda di halaman 1dari 4

ULANGAN TENGAH SEMESTER II

SEMESTER II (GENAP) TA. 2022/2023


MANAJEMEN KEBENCANAAN
Dr. HERLINA J. EL-MATURY,S.T.,M.Kes

NAMA : drg. M FERDINANTA SITEPU


NPM : 2215106
PRODI : MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

SOAL
1. JELASKAN KEBIJAKAN PENANGANAN KEDARURATAN KESEHATAN SECARA
INTERNASIONAL !
2. JELASKAN KEBIJAKAN PENANGANAN KEDARURATAN KESEHATAN DI
INDONESIA !

JAWAB

1. JELASKAN KEBIJAKAN PENANGANAN KEDARURATAN KESEHATAN SECARA


INTERNASIONAL !

1. Surat Edaran Kementerian Luar Negeri No. D/00255/01/2021/64 tanggal 9 Februari


2021 Perihal penyampaian Surat Edaran Satuan Tugas Nasional
Penanganan COVID-19 Nomor 8 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan
Internasional pada Masa Pandemi COVID-19 (SE-8/2021).
b. Peraturan WHO tentang Penanganan Awal Pandemi Covid19
c. Peraturan WHO tentang Pembuatan dan Penyebaran Vaksin Covid19 di Negara-negara
Produsen Vaksin

2. KEBIJAKAN PENANGANAN KEDARURATAN KESEHATAN DI INDONESIA

A. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75


TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN.
Penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan dengan sistem klaster.
Sistem klaster diimplementasikan melalui pembentukan Klaster Kesehatan pada
tingkat pusat dan tingkat daerah yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi,
kolaborasi, dan integrasi dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan. Klaster
Kesehatan dalam aspek penanggulangan Bencana merupakan bagian integral dari
klaster penanggulangan Bencana. Klaster Kesehatan terdiri dari sub klaster yang
meliputi:
a. sub klaster pelayanan kesehatan, yang bertugas menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan terutama pelayanan pertolongan darurat pra fasilitas
pelayanan kesehatan dan rujukan;
b. sub klaster pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, yang bertugas
melakukan pengendalian penyakit dan upaya kesehatan lingkungan;
c. sub klaster kesehatan reproduksi, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan reproduksi;
d. sub klaster kesehatan jiwa, yang bertugas menyelenggarakan upaya
penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial secara optimal;
e. sub klaster pelayanan gizi, yang bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi; dan
f. sub klaster identifikasi korban mati akibat bencana (Disaster Victim Identification /DVI),
yang bertugas menyelenggarakan identifikasi korban meninggal dan penatalaksanaannya.
B.KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1653/MENKES/SK/XII/2005 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENCANA
BIDANG KESEHATAN

Kebijakan yang ditetapkan dalam penanganan bencana bidang kesehatan adalah :

1. Dalam penanganan bencana bidang kesehatan pada prinsipnya tidak dibentuk sarana
prasarana secara khusus, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada,
hanya intensitas kerjanya ditingkatkan dengan memberdayakan semua sumber daya
Pemerintah Kabupaten/Kota dan serta masyarakat dan unsur swasta sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku.

2. Dalam hal terjadinya bencana, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sarana
kesehatan, tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang tidak dapat diatasi
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, maka Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terdekat harus memberi bantuan, selanjutnya secara berjenjang
merupakan tanggung jawab Dinas Kesehatan dan Pusat.

3. Setiap Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang


mampu mengatasi masalah kesehatan pada penanganan bencana di wilayahnya secara
terpadu berkoordinasi dengan Satlak PB.
4. Dalam penanganan bencana agar mengupayakan mobilisasi sumber daya dari instansi
terkait, sektor swasta, LSM, dan masyarakat setempat.

5. Dalam pelayanan kesehatan pada penanganan bencana sesuai dengan rujukan Rumah
Sakit Indonesia dibagi menjadi empat wilayah :
a. Wilayah tanggung jawab RSUP H. Adam Malik Medan; meliputi wilayah Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau dan Jambi.
b. Wilayah tanggung jawab RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta; meliputi wilayah
DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Lampung, Bengkulu, Sumatera

Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
c. Wilayah tanggung jawab RSUD Dr. Soetomo Surabaya; meliputi wilayah Jawa
Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur dan Bali.
d. Wilayah tanggung jawab RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar; meliputi
wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara dan Papua.
e. Bila rujukan tersebut di atas mengalami hambatan, maka pelaksanaan pelayanan
kesehatan rujukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan tujuan yang
memungkinkan.

6. Negara lain, organisasi internasional, lembaga sosial internasional dan masyarakat


internasional dapat memberikan bantuan kepada para korban bencana dan pemerintah,
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, tidak
mengikat, dilakukan tanpa syarat dan dapat digunakan dengan tersedianya pelayanan
pemeliharaan.

7. Segala bantuan yang berbentuk bahan makanan harus disertai label/petunjuk


komposisi kandungan, cara pemakaian, halal dan tanggal kadaluwarsa. Khusus bantuan
obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan, memenuhi standard
mutu dan batas kadaluwarsa serta petunjuk yang jelas.

8. Bantuan-bantuan tersebut, dapat berupa bantuan teknis (peralatan maupun tenaga ahli
yang diperlukan) dan bantuan program (keuangan untuk pembiayaan program) pada
tahap penyelamatan, tanggap darurat, rehabilitasi, rekonstruksi dan repatriasi.

9. Institusi dan masyarakat dapat menolak bantuan yang sekiranya bisa membahayakan
kesehatan dan keselamatan jiwa korban bencana.
10. Apabila bencana yang terjadi disertai gangguan keamanan dan keselamatan petugas
kesehatan, maka dimintakan bantuan TNI dan POLRI.

11. Bila diperlukan angkutan udara, laut dan darat sesuai keperluan, dikoordinasikan
dengan Departemen Perhubungan, Departemen Pertahanan, TNI, Polri dan instansi
terkait lainnya termasuk BUMN.
12. Pada masa tanggap darurat, pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah sesuai
ketentuan yang berlaku. Pelayanan kesehatan pasca tanggap darurat disesuaikan dengan
kebijakan Menteri Kesehatan dan Pemda setempat.

C. UNDANG-UNDANG NO 6 TAHUN 2018 TENTANG KARANTINA KESEHATAN


KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT
(1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di
dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(3) Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih
dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan pemerintah.
(5) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman,
efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan
kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.
(6) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia internasional.
(7) Dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat merupakan kejadian yang meresahkan
dunia, Pemerintah Pusat memberitahukan kepada pihak internasional sesuai dengan ketentuan
hukum internasional.
(8) Pada kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia, Pemerintah
pusat
melakukan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan negara lain dan/atau
organisasi internasional.
(9) Komunikasi, koordinasi, dan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab, gejala dan tanda, faktor yang mempengaruhi, dan dampak
yang ditimbulkan, serta tindakan yang harus dilakukan.
(10) Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia, pemerintah
pusat dapat menetapkan Karantina Wilayah di pintu Masuk.

Anda mungkin juga menyukai