Anda di halaman 1dari 45

MA : MET-PEN

Nama : Feri Widya Rahayu


NIM: 2202304079
Rencana Judul Skripsi
Pengaruh Spinal Anestesi Terhadap Angka Kejadian Shivering Pada Pasca Operasi
Sectio Saecaria
Variabel

X1: Spinal Anestesi


X2:
Y1: Angka Kejadian Shivering Pada Pasca Operasi SC
Y2 :
HIPOTESIS

Ha: Ada hubungan kejadian antara tindakan spinal anestesi dengan angka
kejadian shivering pada pasien pasca operasi SC

Ho: Tidak ada hubungan kejadian antara tindakan spinal anestesi dengan
angka kejadian shivering pada pasien pasca operasi SC
Rencana Jumlah

Populasi : 60 ( Selama dua bulan terakhir)


Sampel : 30
Teknik Sampling : Simple random sampling
Jenis Data

Ratio : -
Ordinal : -
Nominal :
- Kejadian shivering ( Terjadi shivering dan tidak terjadi shivering)
Instrumen Penelitian

Lembar observasi ( pasien mengalami shivering dan tidak mengalami


shivering pasca operasi SC)
Rencana Uji Analisisnya

- Uji Univariat:
Distribusi frekuensi setiap karakteristik variable ( Usia, jenis kelamin,
Pendidikan, pekerjaan, status fisik, suhu tubuh)

-Uji Bivariat
Uji chi-square
Journal of Telenursing (JOTING)
Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2023
e-ISSN: 2684-8988
p-ISSN: 2684-8996
DOI : https://doi.org/10.31539/joting.v5i2.7692

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA SHIVERING PADA


PASIEN PASCA SPINAL ANESTESI

Dwi Christanto1 Desiyani Nani 2 Ridlwan Kaamaludin3


Universitas Jenderal Soedirman1,2,3
Dwichrist76@yahoo.co.id1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktot fakor yang mempengaruhi kejadian shivering
pada pasien pasca spinal anestesi. Metode yang digunakan dengan tinjauan sistematis pada
kejadian shivering paska spinal anestesi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tindakan spinal
anestesi menunculkan kejadian shivering yang dipengaruhi oleh ketinggian blok spinal, usia,
jenis kelamin, lama operasi, indeks massa tubuh (IMT). Simpulan, terdapat hubungan antara
yaitu faktor usia, jenis kelamin, lama operasi, indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian
shivering pada pasien pasca spinal anestesi semua faktor tersebut berhubungan satu sama
lainnya.

Kata Kunci: Shivering, Spinal Anestesi

ABSTRACT

This study aims to determine the factors that influence the incidence of shivering in patients
after spinal anesthesia. The method used was a systematic review of the incidence of shivering
after spinal anesthesia. The results of this study show that spinal anesthesia causes shivering,
which is influenced by the height of the spinal block, age, gender, length of operation, and body
mass index (BMI). In conclusion, there is a relationship between age, gender, duration of
surgery, body mass index (BMI), and the incidence of shivering in post-spinal anesthesia
patients. All of these factors are related to each other.

Keywords: Shivering, Spinal Anesthesia

PENDAHULUAN
Spinal anestesi berupa prosedur tindakan operasi yang sederhana dalam pembedahan dan
dilaksankan pada posisi pasien sadar serta memiliki dampak yang lebih rendah (Ferede et al.,
2021). Penggunaan teknik anestesi memiliki berbagai efek samping. Salah satu diantaranya
yang terjadi pada pembedahan dengan anestesi umum maupun regional yaitu menggigil
(Renaningtyastutik et al., 2022). Post Anaesthetic Shivering (PAS) merupakan kondisi
fasikulasi terdapat pada otot rangka dengan durasi lebih dari 15 detik yang disebabkan
hipotermia perioperatif pasien (Donsu et al., 2022). Shivering dapat meningkatkan metabolisme
dalam tubuh. Selain itu, konsumsi oksigen mengalami peningkatan dari 200 – 500 persen
bersama peningkatan linear produksi karbon dioksida (Teshome et al., 2022). Kondisi tersebut
menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien (Demilew et al., 2021). Kejadian yang sering
muncul setelah pasca operasi salah satunya munculnya shivering (Halahleh et al., 2021).

3281
2023. Journal of Telenursing (JOTING) 5 (2) 3281-3287

Anestesi spinal merupakan teknik yang banyak digunakan dalam berbagai prosedur
pembedahan, lebih dari 80% operasi dilakukan dengan menggunakan teknik anestesi spinal
dibandingkan dengan anestesi umum (Romansyah et al., 2022). Teknik anestesi spinal masih
menjadi pilihan utama untuk operasi caesar, operasi perut, dan ekstremitas bawah. Teknik ini
membuat pasien sadar sehingga masa pemulihan lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat.
Tindakan anestesi spinal dapat menghilangkan proses adaptasi dan mengganggu mekanisme
fisiologis fungsi termoregulasi (Sutardi et al., 2022).
Anestesi spinal juga memengaruhi tiga elemen termoregulasi: elemen input aferen,
regulasi sinyal di area sentral dan respons eferen, dan pergeseran ambang respons terhadap
proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan berkeringat. Selama anestesi, ambang
termoregulasi lebih rendah pada pasien geriatri bila dibandingkan dengan pasien yang lebih
muda, yaitu sekitar 10°C (Hati, 2021). Akibatnya, suhu tubuh pasien selama pembedahan
menjadi poikiloterm. Ini akan mengikuti suhu sekitar. Hampir semua obat anestesi mengganggu
respon termoregulasi. Lidokain, bupivakain, dan tetrakain adalah agen anestesi lokal terkemuka
yang digunakan untuk blokade tulang belakang (Sutardi et al., 2022). Munculnya dampak
setelah pasien menjalani spinal anestesi berupa kejadian shivering mendorong munculnya
berbagai upaya sebagai penanganan shivering (Pryambodho et al., 2022). Penanganan shivering
menjadi fokus utama setelah pasien menjalani spinal anestesi. Oleh karena itu, studi ini
bertujuan mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi munculnya kejadian shivering.

METODE PENELITIAN
Desain artikel ini adalah lierature review dengan mengacu pada Preferred Reporting
Items for Literature Review and Meta-Analyses (PRISMA). Penulis merumuskan PICO untuk
mengarahkan dalam pencarian klinis artikel. Pencarian dilakukan antara tahun 2020 – 2023 dan
terdapat di Google Scholar, Science Direct, Pubmed, DOAJ, WileyOnlineLibrary. artikel
disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan dengan kerangka kerja
serta kata kunci yang digunakan sehingga didapatkan artikel yang dikehendaki. Kata kunci
dalam pencarian evidance based research pada literature review ini adalah “shivering post
operative” OR “menggigil AND “spinal anestesi” AND “ketinggian blok spinal”. Data yang
disintesis adalah factor factor yang berpengaruh terhadap kejadian menggigil (shivering) pasca
spinal anestesi di recovery room di rumah sakit.
Langkah berikutnya semua studi disaring berdasarkan pembacaan judul dan studi yang
tidak sesuai dikeluarkan, melakukan pencatatan hasil abstrak dari tinjauan teks dan langkah
terakhir melakukan ringkasan studi yang telah diperoleh.
Judul artikel
IDENTIFICA

Google scholar (n:228) PubMed (n=68): Science direct


(n=385), WileyOnlineLibrary (n=340)
TION

Screening judul dan


abstrak (n=1021) Artikel dikeluarkan karena
judul/abstrak tidak relevan
ELIGIBIL

dengan topic review (n=1021);


Jumlah artikel setelah duplikasi dan duplikasi (n=39)
ITY

judul dikeluarkan (n=39)


SCREEN

Screening fullpaper
untuk eligibility(n=39) Assesment: Artikel yang tidak
ING

relevan dengan kriteria inklusi


dan eksklusi (n=33),
Artikel dipilih untuk direview
INCLU

(n=6)
DED

Gambar. 1
Pencarian Jurnal

3282
2023. Journal of Telenursing (JOTING) 5 (2) 3281-3287

HASIL PENELITIAN
Tabel. 1
Keaslian Penelitian

Identitas Jurnal Metode Hasil Penelitian


Penelitian
Sutardi, G., Sri Purwanti, N., observasional Dari 35 responden yang mengalami blok
Prabowo, T., & Tatabumi No, J. analitik dan high spinal sejumlah 20 (57,1%) terdapat
(2022). Hubungan Ketinggian desain shivering sebanyak 20 orang (57,1%).
Blok Spinal Anestesi Dengan penelitian cross Kekuatan hubungan sebesar 0,668 dengan
Kejadian Shivering Intra Operasi sectional. p_value 0,00
Seksio Sesaria Di IBS RSUD dr
Gunawan Mangunkusumo.
Ferede, Y. A., Aytolign, H. A., & Statistik Mayoritas pasien yang mengalami
Mersha, A. T. (2021). “The deskriptif,tab menggigil terjadi setelah 20 menit
magnitude and associated factors silang, dan anestesi tulang belakang. Dalam
of intraoperative shivering after analisis regresi penelitian ini suhu tubuh, tekanan arteri
cesarean section delivery under logistik biner rata-rata pasien, dan durasi operasi
Spinal anesthesia’’: A cross dilakukan untuk berhubungan secara signifikan dengan
sectional study. mengidentifikas menggigil.Kesimpulan: Dalam penelitian
i hubungan ini durasi operasi, hipotermia dan
shivering dan hipotensi merupakan risiko independen
variabel yang terkait faktor menggigil
independen. intraoperatif.
Renaningtyastutik, Y., Lumadi, S. Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan responden
A., & Handian, F. I. (2022). The hampir sebanyak
relationship between operation 86,15 responden (56 pasien) mengalami
duration and shivering in post- menggigil. Berdasarkan uji statistik
spinal anaesthesia patients. Spearman diperoleh nilai p sebesar 0,046
ada hubungan lama operasi dengan
kejadian menggigil
Romansyah, T., Siwi, adiratna Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan lama
sekar, & Khasanah, S. (2022). operasi >2 jam mengalami shivering
Relationship of Long Operation derajat 3 sebanyak 33 responden atau
With Shivering Events in Post 35.9%, lama operasi sedang (1-2 jam) 21
Spinal. responden atau 22.8
mengalami shivering derajat 2 dan 3
sedangkan operasi cepat <1 jam 2
responden atau 2.2% mengalami
shivering derajat 2.
Berdasarkan hasil uji rank spearman
diketahuan nilai signifikansi atau sig. (2-
tailed) sebesar 0.001, karena nilai sig. (2-
tailed) 0,001 < lebih kecil dari 0.05 maka
artinya ada hubungan yang signifikan
(berarti) atara variabel lama operasi
dengan kejadian shivering.
Millizia, A., Sayuti, M., Nendes, Cross sectional Usia, jenis kelamin, dosis anestesi, dan
T. P., & Rizaldy, M. B. (2021). lama operasi berpengaruh terhadap
Faktor-Faktor yang Berhubungan shivering pada tindakan spinal anestesi
dengan Kejadian Postoperative didapati dengan value 0,00
Nausea and Vomiting pada Pasien
Anestesi Umum di Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Aceh Utara.

3283
2023. Journal of Telenursing (JOTING) 5 (2) 3281-3287

Hati, A. A. P. D. (2021). Faktor – Cross sectional Ada hubungan antara faktor jenis
Faktor Yang Berhubungan kelamin(p=0,001), IMT (p=0,002), lama
Dengan Post Anesthetic Shivering operasi (p=0,001), jenis operasi (p=0,009)
(Pas) Pada Pasien Dengan Spinal dan suhu ruangan (p=0,001) dengan Post
Anestesi Di Ibs Rsud Dr. Anesthetic Shivering (PAS). Tidak ada
Mohamad Soewandhie Surabaya. hubungan antara faktor usia (p=0,356)
dengan Post Anesthetic Shivering (PAS).
Ada faktor yang paling berhubungan
dengan Post Anesthetic Shivering (PAS)
yaitu jenis operasi (OR=35,183).

Hasil pencarian literatur menemukan artikel yang memenuhi kriteria di Google Scholar,
Pubmed/NCBI, Wiley Online Library, Pub Med. Artikel berasal dari publikasi dari tahun 2018
sampai 2022Hasil penilaian dengan Joanna Briggh Institute (JBI) CASP (Critical Appraisal
Skills Programme 2020) didapatkan 6 artikel dengan kualitas baik. Kemudian artikel terpilih
diekstrasi data dalam bentuk tabel agar memperoleh informasi diantaranya judul, penulis,
metode/desain penelitian, teknik intervensi, sampel dan teknik sampel, luaran yang diukur dan
hasil penelitian Artikel memang tidak semua secara langsung menyebutkan tentang gangguan
pengaruh ketinggian spinal anestesi terhadap kejadian shivering post operatif namun artikel
dipilih pada kasus yang mengakibatkan atau berhubungan dengan kejadian shivering dengan
spinal anestesi.
Hasil penelitian sebelumnya diperoleh bahwa spinal anestesi memiliki dampak yang
berupa menggil pada pasien paska spinal anestesi. Terdapat beberapa faktor yang memiliki
peranan dalam mempengaruhi kejadian shivering seperti ketinggian blok spinal,IMT, usia, jenis
kelamin dan lama operasi.

PEMBAHASAN
Anestesi spinal merupakan teknik yang banyak digunakan dalam berbagai prosedur
pembedahan, lebih dari 80% operasi dilakukan dengan menggunakan teknik anestesi spinal
dibandingkan dengan anestesi umum (Romansyah et al., 2022). Teknik anestesi spinal masih
menjadi pilihan utama untuk operasi caesar, operasi perut, dan ekstremitas bawah. Teknik ini
membuat pasien sadar sehingga masa pemulihan lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat.
Tindakan anestesi spinal dapat menghilangkan proses adaptasi dan mengganggu mekanisme
fisiologis fungsi termoregulasi (Sutardi et al., 2022). Anestesi spinal juga memengaruhi tiga
elemen termoregulasi: elemen input aferen, regulasi sinyal di area sentral dan respons eferen,
dan pergeseran ambang respons terhadap proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan
berkeringat. Selama anestesi, ambang termoregulasi lebih rendah pada pasien geriatri bila
dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, yaitu sekitar 10°C (Hati, 2021).
Hasil penelitian menunjukan ketinggian blok anestesi sebagai faktor yang dapat
menyebabkan penurunan temperatur inti dan gangguan pada jalur informasi yang berasal dari
reseptor pertama adalah blokase simpatis yang menyebabkan vasodilatasi perifer (Sutardi et al.,
2022). Semakin tinggi blok spinal anestesi maka semakin luas pembuluh darah perifer yang
mengalami vasodilatasi yang dapat meningkatkan aliran darah kulit dan pelepasan panas
melalui permukaan kulit. Sensasi hangat pada area yang terblokade dirasakan oleh pasien
dengan spinal anestesi karena terjadi redistribusi panas sentral ke perifer. semakin tinggi
blokade dilakukan maka semakin besar suhu inti tubuh dipengaruhi. Ambang suhu inti tubuh ini
menurun 0,15°C untuk setiap dermatom yang berubah (Romansyah et al., 2022)
Ada hubungan usia dengan kejadian post anesthetic shivering. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang mengatakan bahwa angka kejadian post anesthetic shivering yang tinggi pada
usia dewasa, yang dapat terjadi karena respon termoregulasi pada usia dewasa lebih baik

3284
2023. Journal of Telenursing (JOTING) 5 (2) 3281-3287

daripada lansia (Nasrun et al., 2022). Post anesthetic shivering jarang terjadi pada lansia karena
kontrol termoregulasi normal pada lansia tidak baik. Ambang menggigil selama anestesi spinal
menurun sekitar 1⁰ C pada lansia. Intensitas menggigil yang berkurang secara signifikan pada
pasien lanjut usia sehingga menggigil tidak menyebabkan komplikasi yang serius pada pasien
lansia (Widiyono et al., 2020).
Jenis kelamin berpengaruh dengan kejadian post anesthetic shivering. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Sutardi (2021) yang menjelaskan bahwa kejadian post anesthetic shivering
erat kaitannya dengan hipotermi. Tingkat toleransi termoregulasi pada perempuan lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki. Suhu kulit perempuan lebih rendah 1-20C dibandingkan dengan
pria . Hal ini berkaitan dengan vasokonstriksi yang lebih jelas terlihat pada wanita sehingga
menurunkan aliran darah arteri ke ekstremitas seperti tangan dan kaki sehingga wanita lebih
rentan terhadap cedera dingin. Distribusi lemak tubuh yang berbeda antara perempuan dan laki-
laki juga merupakan salah satu penyebab yang dapat meningkatkan risiko terjadinya post
anesthetic shivering pada wanita. Laki-laki cenderung mengalami penumpukan lemak
abdominal dibandingkan dengan perempuan (Hidayah et al., 2021).
Dosis anestesi dengan juga memengaruhi kejadian post anesthetic shivering. Penelitian
yang dilakukan Kurniadita dkk pada tahun 2021 juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara dosis anestesi spinal dengan kejadian post anesthetic shivering. Dosis anestesi yang
tinggi digunakan untuk mempercepat mula kerja dan menambah lama kerja blokade sensorik
dan juga motorik. Peningkatan dosis anestesi dibatasi oleh kemungkinan terjadi toksisitas
sitemik yang makin besar pula (Kurniadita et al., 2021). Anestesi berkontribusi pada penurunan
suhu inti dengan mengurangi kemampuan alami tubuh untuk mengatur suhu tubuh sendiri.
Anestesi spinal menyebabkan vasodilatasi yang dapat meningkatkanaliran darah kekulit
sehingga terjadi peningkatan kehilangan panas (Gemechu et al., 2022). Dosis anestesi yang juga
tinggi dapat menyebabkan meningkatnya tingkat blokade yang semakin memperbesar efek
vasodilatasi sehingga memperbesar pula kemungkinan terjadinya mengigil (Millizia et al.,
2021).
Selain itu lama operasi juga berpengaruh terhadap kejadian post anesthetic shivering
(Prasetyo et al., 2023). Kombinasi dari tindakan anestesi spinal dan lamanya tindakan operasi
dapat menyebabkan gangguan fungsi dari pengaturan suhu tubuh yang akan menyebabkan
penurunan temperatur inti tubuh, sehingga menyebabkan terjadinya menggigil (Romansyah et
al., 2022). Risiko terjadinya shivering akan semakin tinggi jika durasi waktu operasi atau
pembedahan semakin lama, karena akan menambah waktu terpaparnya tubuh dengansuhu
dingin serta menimbulkan akumulasi efek samping anestesi spinal tersebut (Misra et al., 2023).
Hal ini umumnya terjadi pada jenis operasi sedang atau besar yang memakan waktu lebih dari 1
jam (60 menit).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil studi literatur terhadap artikel diatas . terdapat hubungan antara yaitu
faktor usia, jenis kelamin, lama operasi, indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian shivering
pada pasien pasca spinal anestesi semua faktor tersebut berhubungan satu sama lainnya.

SARAN
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam penanganan kejadian
shivering pasien spinal anestesi.

3285
2023. Journal of Telenursing (JOTING) 5 (2) 3281-3287

DAFTAR PUSTAKA
Demilew, B. C., Getu, D., Tesfaw, D., & Taye, M. G. (2021). Assessment of Satisfaction and
Associated Factors of Parturients Underwent Cesarean Section with Spinal Anesthesia at
the General Hospital, Ethiopia; 2019. Annals of Medicine and Surgery, 65(April),
102282. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2021.102282
Donsu, J. D. T., Purwaningsih, E., Ghofur, A., Ekwantini, R. D., Palestin, B., Ernawan, B., &
Agussalim, A. (2022). Electric Sand Pillow Effect on the Shivering Level of Sectio
Caesarea Patients With Spinal Anesthesia. Journal of Positive Psychology and
Wellbeing, 6(1), 3725–3733. https://journalppw.com/index.php/jppw/article/view/6239
Ferede, Y. A., Aytolign, H. A., & Mersha, A. T. (2021). The Magnitude and Associated Factors
of Intraoperative Shivering after Cesarean Section Delivery Under Spinal Anesthesia: A
Cross Sectional Study. Annals of Medicine and Surgery, 72(October), 103022.
https://doi.org/10.1016/j.amsu.2021.103022
Gemechu, A. D., Gebremedhin, T. D., Andebiku, A. A., Solomon, F., & Sorsa, A. (2022). The
effect of ketamine versus tramadol on prophylactic post-spinal shivering in those patients
undergoing orthopedic surgery: a prospective cohort study design, 2020. BMC
Anesthesiology, 22(1), 1–12. https://doi.org/10.1186/s12871-022-01906-z
Halahleh, K., Alhalaseh, Y., Al-Rimawi, D., Da’na, W., Alrabi, K., Kamal, N., Muradi, I., &
Abdel-Razeq, H. (2021). Extramedullary Acute Myeloid Leukemia (eAML):
Retrospective Single Center Cohort Study on Clinico-Pathological, Molecular Analysis
and Survival Outcomes. Annals of Medicine and Surgery, 72(August), 102894.
https://doi.org/10.1016/j.amsu.2021.102894
Hati, A. A. P. D. (2021). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Post Anesthetic Shivering
(PAS) pada Pasien dengan Spinal Anestesi di Ibs Rsud Dr. Mohamad Soewandhie
Surabaya. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/9802/
Hidayah, E. S., Khalidi, M. R., & Nugroho, H. (2021). Perbandingan Insiden Shivering Pasca
Operasi dengan Anestesi Umum dan Anestesi Spinal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Jurnal Sains dan Kesehatan, 3(4), 525–530.
https://doi.org/10.25026/jsk.v3i4.447
Kurniadita, A., Donsu, D., Tine, J. D., & Induniasih, I. (2021). Hubungan Ketinggian Blok
dengan Hemodinamik Intra Spinal Anestesi di Rumah Sakit Muhammadiyah
Yogyakarta. Caring : Jurnal Keperawatan, 10(1 SE-Article), 21–34.
Mashitoh, D., Mendri, N. K., & Majid, A. (2018). Lama Operasi dan Kejadian Shivering pada
Pasien Pasca Spinal Anestesi. Journal of Applied Nursing (Jurnal Keperawatan
Terapan), 4(1), 14-20. https://doi.org/10.31290/jkt.v(4)i(1)y(2018)
Millizia, A., Sayuti, M., Nendes, T. P., & Rizaldy, M. B. (2021). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Postoperative Nausea and Vomiting pada Pasien Anestesi
Umum di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara. AVERROUS: Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan Malikussaleh, 7(2), 13. https://doi.org/10.29103/averrous.v7i2.5391
Misra, S., Singh, S., Sarkar, S., Behera, B. K., & Jena, S. S. (2023). The Effect of Prophylactic
Steroids on Shivering in Adults Undergoing Surgery: A Systematic Review and Meta-
analysis of Randomized Controlled Trials. Anesthesia and Analgesia, 137(2), 332–344.
https://doi.org/10.1213/ANE.0000000000006578
Nasrun, S. A., Azizah, A. N., & Puspito, H. (2022). Hubungan Lama Operasi dengan
Kejadian Shivering pada Pasien Post Spinal Anestesi di Recovery Room RSUD dr.
Soedirman Kebumen. Universitas Aisyiyah Yogyarkarta.
http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/6425

3286
2023. Journal of Telenursing (JOTING) 5 (2) 3281-3287

Prasetyo, E. I., Rahmat, N. N., & Isnawati, I. A. (2023). Hubungan Status Fisik American
Society of Anesthesiologist dengan Derajat Shivering pada Pasien Pasca Spinal Anestesi
di Rsud Grati Kabupaten Pasuruan. NURSING UPDATE : Jurnal Ilmiah Ilmu
Keperawatan, 14(2), 313-322. https://doi.org/10.36089/nu.v14i2.1243
Pryambodho, P., Manggala, S. K., & Sihombing, M. (2022). Intravenous Magnesium Sulfate
Versus Intravenous Meperidine to Prevent Shivering During Spinal Anesthesia. Medical
Journal of Indonesia, 31(2), 108–114. https://doi.org/10.13181/mji.oa.225886
Renaningtyastutik, Y., Lumadi, S. A., & Handian, F. I. (2022). The Relationship between
Operation Duration and Shivering in Post-Spinal Anaesthesia Patients. The Journal of
Palembang Nursing Studies, 1(3), 107–114. https://doi.org/10.55048/jpns.v1i3.29
Romansyah, T., Siwi, A. S., & Khasanah, S. (2022). Relationship of Long Operation with
Shivering Events in Post Spinal. Jurnal Cakrawala Ilmiah, 2(2), 467–476.
https://doi.org/10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v2i2.3761
Sutardi, G., Purwanti, N. S., Prabowo, T., & Tatabumi N, J. (2022). Hubungan Ketinggian Blok
Spinal Anestesi dengan Kejadian Shivering Intra Operasi Seksio Sesaria di IBS RSUD dr
Gunawan Mangunkusumo. Poltekkes Jogja.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/10549/1/1.%20Awal.doc.pdf
Teshome, D., Mulat, Y., Fenta, E., Hunie, M., Kibret, S., Tamire, T., & Fentie, Y. (2022).
Patient Satisfaction and Its Associated Factors Towards Perioperative Anesthesia Service
Among Surgical Patients: A Cross-Sectional Study. Heliyon, 8(3), e09063.
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2022.e09063
Widiyono, W., Suryani, S., & Setiyajati, A. (2020). Hubungan antara Usia dan Lama Operasi
dengan Hipotermi pada Pasien Paska Anestesi Spinal di Instalasi Bedah Sentral. Jurnal
Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 3(1), 55. https://doi.org/10.32584/jikmb.v3i1.338

3287
2022 Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SNPPKM) ISSN: 2809-2767
Purwokerto, Indonesia, 06 Oktober 2022

Gambaran Shivering pada Pasien Sectio Caesarea


Post Spinal Anestesi Pemberian Levica
Dina Rante1*, Dwi Novitasari2, Tin Utami3
123 Fakultas
Kesehatan, Universitas Harapan Bangsa, Purwokerto, Indonesia
Jl. Raden Patah No. 100, Ledug, kembaran, Banyumas 53182, Indonesia
1 dinajevan@gmail.com, 2 dwinovitasari@uhb.ac.id, 3 tinutami@uhb.ac.id

ABSTRACT

Sectio caesarea is generally performed with regional anesthesia techniques. Post-operative section
caesarea experienced chills which are often found in the conscious recovery room, it must be
immediately prevented and overcome by administering levica drugs. This study aims to describe the
incidence of shivering in patients with sectio caesarea post spinal anesthesia with levica drug
administration. This research method is descriptive and cross-sectional study approach. The study
population was 80 patients. Sampling technique with accidental sampling as many as 78 patients after
sectio caesarea. The number of samples is obtained by the formula of Isaac and Michael. Data is taken
by doing a check list sheet. Data analysis using descriptive. The results showed that the majority of
shivering degrees were no shivering as many as 47 people (60.3%), age 26-35 years as many as 36
people (46.2%), BMI was obese (> 25 Kg/m2) as many as 63 people (80 ,8%), ASA physical status was
ASA II as many as 48 people (61.5%), and there was no shivering incident as many as 47 people
(60.3%), and all respondents with surgery duration (60 minutes) as many as 78 people (100 %).
Suggestions for hospitals, as input for taking shivering prevention management policies for all post-
surgical patients at the hospital.

Keywords: Shivering, Sectio Caesarea, Post Spinal Anestesi, Levica

ABSTRAK

Tindakan sectio caesarea umumnya dilakukan teknik anestesi regional. Pasca operasi sectio caesarea
mengalami menggigil yang sering dijumpai pada ruang pulih sadar, maka harus segera dicegah dan
diatasi dengan pemberian obat levica. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
kejadiaan shivering pada pasien sectio caesarea post spinal anestesi pemberiaan obat levica. Metode
penelitian ini adalah deskriptif dan pendekatan studi potong lintang. Populasi penelitian sebanyak 80
pasien. Tehnik sampling dengan accidental sampling sebanyak 78 pasien pasca sectio caesarea.
Jumlah sampel didapat dengan rumus Isaac dan Michael. Data diambil dengan melakukan lembar
check list. Analisa data menggunakan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas derajat
shivering adalah tidak ada menggigil sebanyak 47 orang (60,3%), usia 26-35 tahun sebanyak 36 orang
(46,2%), IMT adalah gemuk (>25 Kg/m2) sebanyak 63 orang (80,8%), status fisik ASA adalah ASA II
sebanyak 48 orang (61,5%), dan tidak ada kejadian menggigil sebanyak 47 orang (60,3%), serta semua
responden lama operasi (60 menit) sebanyak 78 orang (100%). Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan mayoritas kejadian shivering adalah tidak ada kejadian shivering
sebanyak 47 pasien (60,3%), derajat shivering adalah tidak ada menggigil sebanyak 47 pasien (60,3%).

Kata Kunci: Shivering, Sectio Caesarea, Post Spinal Anestesi, Levica

PENDAHULUAN umumnya anestesi dibagi menjadi dua


yakni, anestesi general dan anestesi
Sectio caesarea merupakan suatu
regional (Morgan et al., 2013). Menurut
teknik operasi di mana sayatan dibuat di
Fiantis (2013), anestesi general bekerja
perut dan rahim untuk melahirkan janin,
menekan aksis hipotalamus pituitari
tentu saja operasi caesar tidak terlepas dari
adrenal, sedangkan anestesi regional
anestesi (Hardiyani et al., 2014). Pada
memiliki fungsi untuk menekan transmisi

Rante, Novitasari, & Utami 293


impuls nyeri dan menekan saraf otonom luka akibat tarikan luka operasi (Morgan,
eferen ke adrenal. et.al., 2013). Sekitar 33-56,7% angka
kejadian Post Anesthetic Shivering (PAS)
Tindakan sectio caesarea biasanya
pada pasien post anestesi spinal. Faktor-
dilakukan dengan menggunakan teknik
faktor penyebab kejadian menggigil pasca
anestesi regional. Anestesi regional
anestesi yakni paparan suhu lingkungan
diberikan pada pasien obstetri dengan
yang dingin, status fisik ASA, usia, status
teknik blok subarakhnoid (anestesi spinal).
gizi, indeks massa tubuh rendah, dan lama
Anestesi spinal dapat dengan mudah
operasi (Masithoh et al., 2018). Menggigil
dilakukan untuk mempertahankan
harus segera dicegah dan diobati dengan
kedalaman dan kecepatan saraf isobarik
obat-obatan yang umum digunakan,
dengan menyuntikkan sejumlah kecil
termasuk opioid seperti petidin, klonidin,
anestesi lokal ke dalam subaraknoid.
dan tramadol (Laksono & Isngadi, 2012).
Anestesi ini memiliki keuntungan yaitu
Penambahan klonidin intaratekal 30 µg
murah biayanya, efek sistemik isobarik
pada bupivacain 0,5% untuk mencegah
yang rendah, analgesia yang memadai,
menggigil pasca anestesi spinal lebih baik
dan kemampuan untuk mencegah reaksi
dibandingkan dengan klonidin intratekal 15
yang lebih lengkap. Anestesi spinal
µg (Manshur, et.al., 2015).
merupakan pilihan utama untuk persalinan
caesar karena memiliki efek samping Menggigil pasca anestesi pada pasien
sedatif yang lebih sedikit pada neonatus, sectio caesarea dapat dicegah dengan
risiko aspirasi paru ibu yang akan lebih pemberian obat-obatan yang efektif dalam
rendah, peningkatan kesadaran akan mencegah dan menanggulangi menggigil.
kelahiran bayi, dan pengurangan nyeri Salah satunya adalah Levobupivacaine
pasca operasi (Fiantis, 2013; Ismail et al., (levica). Penggunaan anestesi levica ini
2019). masih relatif baru dan belum meluas
seperti anestesi lokal bupivacaine pada
Periode pasca operasi adalah waktu
pembedahan seksio caesarea. Meski pun
ketika komplikasi pasca operasi mungkin
penggunaan levica untuk anestesi spinal
terjadi. Selama waktu ini, pasien tetap
telah dijelaskan dengan baik dalam
berada di ruang pemulihan dan fungsi
literatur, namun sangat sedikit penelitian
sirkulasi, respirasi, dan kesadaran mereka
telah meneliti efek levica dalam anestesi
dipantau. Selama waktu ini, tubuh pasien
obstetri (Narayanappa et al., 2016).
mengalami pemulihan dari efek anestesi,
sehingga menurunkan metabolisme dan Sebagai anestesi lokal, levica termasuk
suhu tubuh (Potter & Perry, 2010). Pasien dalam kelompok amida dengani S(-)
pasca bedah sectio caesarea mengalami enansiomer yang kurang toksik terhadap
menggigil yang sering dijumpai pada ruang sistem saraf pusat dan kardiovaskular lebih
pulih sadar. Penurunan suhu tubuh ini rendah jika dibandingkan bupivacain.
karena efek anastesi, tubuh akan Durasi kerja levica tergantung pada dosis
kedinginan selama operasi dan menggigil diberikan untuk kontrol nyeri intrapartum
setelah operasi (Artawan et al., 2021). dan pascaoperasi (Foster & Markham,
2000). Penggunaan levica isobarik 10 mg
Menggigil (shivering) pasca anestesi
efektif digunakan untuk anestesi spinal
merupakan mekanisme kompensasi dalam
pada pembedahan operasi caesar dengan
tubuh akibat efek samping negatif seperti
efek samping yang minimal. Menggigil
ketidaknyaman dan nyeri akibat
lebih sering terjadi pada kelompok
peregangan bekas luka operasi, dan
bupivakain daripada dengan kelompok
peningkatan aktivitas otot mengikuti
levica (Artawan et al., 2021).
peningkatan kebutuhan oksigen (Manshur,
et. al., 2015). Peningkatan kebutuhan Penelitian terkait penggunaan levica
oksigen (hingga 400%), produksi CO2 diantaranya penelitian Guler, et. al., (2012)
(hiperkarpnia), hipoksemia arteri, asidosis bahwa penggunaan levica dengan waktu
laktat, aritmia (Masithoh et al., 2018). blok motor lebih pendek dan efek samping
Peningkatan laju metabolisme lebih dari seperti hipotensi, bradikardia dan mual
400% dan intensitas nyeri pada daerah berkurang dibandingkan Hyperbaric

Rante, Novitasari, & Utami 294


Bupivacaine. Kombinasi levica + fentanyl bunascan hanya 3-5 pasien setiap
dapat menjadi alternatif yang baik dalam bulannya sedangkan obat levica digunakan
operasi sectio caesarea. Hakim (2020) di dalam 1 bulan minimal 30 pasien
dalam penelitiannya menjelaskan tindakan disebabkan karena obat levica harga lebih
anestesi spinal dengan levica isobarik murah dan efek samping lebih sedikit isi
onset kerja yang lebih lambat, durasi nya 1 ampulan 10 ml dengan dosis 12,5
analgesia yang lebih lama, dan efek mg dibandingkan obat Bunascan.
samping yang lebih sedikit (hipotensi,
Penggunaan levica untuk anestesi
bradikardia, mual, dan sakit kepala)
spinal dalam anestesi obstetri masih belum
dibandingkan dengan bupivakain tekanan
banyak dilakukan penelitian, peneliti
tinggi pada pembedahan abdomen dan
dapatkan hanya 1 penelitian di Indonesia
ekstremitas bawah.
dan 26 penelitian di luar Indonesia.
Penelitian lain Herrera et al., (2014) Penelitian mengenai perbandingan
bahwa kejadian hipotensi tiga kali lebih penggunaan levica dengan bunascan
tinggi pada kelompok bupivacain daripada untuk anestesi spinal pada kasus sectio
levica. Pemberian subarachnoid levica caesarea juga masih belum banyak
0,5% dosis rendah (volume rata-rata 1,2 dilakukan, peneliti dapatkan hanya 1
mL) ditambah fentanil pada pasien lanjut penelitian di Indonesia dan 12 penelitian di
usia yang menjalani patah tulang pinggul luar Indonesia. Tujuan dari penelitian ini
operasi sama amannya dengan pemberian dilakukan yaitu untuk mendeskripsikan
dosis rendah bupivacain hiperbarik kejadian menggigil atau shivering pada
(volume rata-rata berkisar antara 1,3mL pasien operasi sectio caesarea
dan 1,5 mL) ditambah fentanil. levica berdasarkan usia, status fisik ASA, dan
isobarik subarachnoid dosis yang lebih lama operasi. Berdasarkan penjabaran-
rendah lebih aman dan harus digunakan penjabaran di atas, maka peneliti sangat
sebagai pengganti bupivakain hiperbarik tertarik untuk melakukan penelitian
pada pasien usia lanjut yang menjalani mengenai gambaran kejadian shivering
operasi perbaikan patah tulang pinggul. pada pasien sectio caesarea post spinal
anestesi pemberiaan obat levica di RSUD
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Taman Husada Bontang.
Bontang memiliki jumlah seluruh pasien
sectio caesarea pada 544 orang tahun
2021, sedangkan pada bulan Januari 2022 METODE
sebanyak 60 orang. Berdasarkan hasil
Penelitian ini merupakan penelitian
wawancara dengan perawat yang bertugas
kuantitatif dengan pendekatan penelitian
di Instansi Bedah Sentral (IBS), mendapati
cross sectional. Metode deskriptif
hasil data bahwa angka kejadian shivering
kuantitatif adalah metode penelitiaan yang
di RSUD Bontang masih terbilang tinggi.
dilakukan dengan tujuan untuk
Hal ini dibuktikan dengan data bahwa 5 dari
menggambarkan atau menjelaskan suatu
10 pasien (50%) yang menjalani operasi
keadaan secara objektif, dan datanya
sectio caesarea dengan anestesi spinal,
disajikan dengan menggunakan angka-
pasien mengalami shivering di seluruh
angka. Pendekatan cross-sectional adalah
tubuh selama 15-30 menit. Penggunaan
pendekatan penelitiaan yang mempelajari
obat spinal anestesi post sectio caesarea di
variabel-variabel termasuk pengaruhnya
RSUD Bontang adalah levica dan
secara simultan. (Notoatmojo, 2014).
bunascan, namun obat bunascan lebih
sedikit penggunaanya dan levica yang kini Populasi pada penelitian ini ialah
lebih banyak digunakan. seluruh pasien yang menjalani operasi
sectio caesarea dengan pemberian obat
Penggunaan obat levica mulai masuk di
spinal anestesi Levica di RSUD Taman
RSUD pada tahun 2019, sehingga obat ini
Husada Bontang pada bulan Januari-Maret
terbilang cukup baru dan harganya relatif
2022 sebanyak 80 orang. Sampel pada
lebih terjangkau. Hal ini dibuktikan dari
penelitian ini, menggunakan rumus Isaac
seluruh pasien operasi sectio caesarea
dan Michael, dengan batas toleransi
setiap bulan yang menggunakan obat

Rante, Novitasari, & Utami 295


kesalahan sebesar 10% dan didapatkan 78 Analisis data penelitian ini
responden. menggunakan analisis deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan atau menjelaskan
Teknik pengambilan sampel pada
karakteristik dari masing-masing variabel
penelitian ini, menggunakan teknik
penelitian dalam bentuk mean, distribusi
accidental sampling dengan kriteria yaitu:
frekuensi, frekuensi, standar deviasi, dan
1. Kriteria inkusi
sebagainya (Notoatmodjo, 2014). Tahapan
a. Responden berusia 18-45 tahun.
analisa data deskriptif berdasarkan data
b. Responden dengan status fisik ASA
yang dikumpulkan mencakup kejadian
I-II.
shivering berdasarkan derajat menggigil,
c. Responden yang menggunakan
usia, indeks masa tubuh (IMT), status fisik
anestesi spinal tusukan jarum hanya
ASA, dan lama operasi. Data-data tersebut
1 kali dan mencapai dermatom yang
yang terkumpul kemudian diolah dengan
dikehendaki.
program SPSS yang hasilnya disimpulkan
d. Responden yang telah
dalam mean ± SD, median (minimum-
menandatangani informed concent
maksimum) atau persentase. Hasil analisis
dan bersedia menjadi responden
disajikan dalam bentuk tabel. Analisa
penelitian.
deskripsi di dalam penelitian ini untuk
2. Kriteria eksklusi
mendeskripsikan tabel distribusi frekuensi
a. Responden yang memiliki riwayat
mengenai kejadian shivering berdasarkan
penyakit Diabetes Mellitus,
derajat menggigil, usia, indeks masa tubuh
hipertensi, dan stroke.
(IMT), status fisik ASA, dan lama operasi.
b. Responden menolak untuk diikutkan
dalam penelitian dan Etika penelitian dari LPPM menyatakan
menandatangani informed concent. layak etik sesuai 7 (tujuh) Standar WHO
2011, yaitu 1) Nilai Sosial, 2) Nilai Ilmiah, 3)
Instrumen pengumpulan data di dalam
Pemerataan Beban dan Manfaat, 4) Risiko,
penelitian ini adalah lembar check list untuk
5) Bujukan/ Ekspoitasi, 6) Kerahasiaan dan
mengukur kejadian shivering, derajat
Privasi, dan 7) Persetujuan Setelah
menggigil, usia, indeks masa tubuh (IMT),
Penjelasan, yang merujuk ppada Pedoman
status fisik ASA, dan lama operasi.
CIOMS 2016. Hal ini seperti yang
“Sedangkan teknik pengumpulan data
ditunjukkan oleh terpenuhinya indikator
dalam penelitian ini menggunakan teknik
setiap standar. No. B.LPPM-
observasi” (lembar checklist),
UHB/1159/D7/2022
dokumentasi, studi literatur.
Cara pengumpulan data dalam
HASIL
penelitiaan ini dimulai dengan permohonan
surat izin penelitiaan ke pihak rumah sakit, Tabel 1. Deskripsi Derajat Shivering
setelah mendapatkan izin penelitiaan. Derajat Shivering Frekuensi Persentase
Kemudian, peneliti menemui kepala (%)
Instansi Bedah Sentral (IBS) untuk Tidak ada menggigil 47 60,3
Tremor intermitter dan 5 6,4
meminta izin dilakukannya penelitian. ringan pada rahang
Setelah itu, peneliti melihat rekam medik dan otot-otot leher
Tremor yang nyata 17 21,8
responden untuk melihat diagnosa pada otot-otot dada
responden. Kemudian peneliti melakukan Tremor intermitten 8 10,3
pengukuran dengan mengisi lembar check seluruh tubuh
Aktifitas otot-otot 1 1,3
list dengan melakukan observasi dari seluruh tubuh yang
pasien yang mendapatkan anestesi sampai kuat terus menerus
dengan 30 menit di ruang pulih sadar atau Total 78 100
Sumber: data primer diolah (2022)
ruang Recovery Room. Sebelum observasi
dilakukan, peneliti memberikan lembar Tabel 1 di atas, dari 78 pasien sectio
informed concent sebagai tanda caesarea post spinal anestesi pemberiaan
persetujuan sebagai responden sebelum obat levica didapatkan mayoritas derajat
dilakukan operasi sectio caesarea. shivering adalah tidak ada menggigil
sebanyak 47 orang (60,3%).

Rante, Novitasari, & Utami 296


Tabel 2. Deskripsi Usia yang mengalami Tabel 4. Deskripsi IMT yang mengalami
Shivering Shivering
Usia yang Mengalami Frekuensi Persentase IMT yang Mengalami Frekuensi Persentase
Shivering (%) Shivering (%)
17-25 tahun 24 30,8 Normal (18-25 Kg/m2) 15 19,2
26-35 tahun 36 46,2 2
Gemuk (>25 Kg/m ) 63 80,8
36-45 tahun 16 20,5
Total 78 100
46-55 tahun 2 2,6
Total 78 100

Tabel 3. Tabulasi silang Usia dengan Kejadian Tabel 5. Tabulasi silang IMT dengan Kejadian
Shivering Shivering
Usia Shivering Total IMT Shivering Total
Tidak ada Ada Tidak ada Ada
kejadian kejadian kejadian kejadian
17-25 tahun 18 (23,1%) 6 (7,7%) 24
(30,8%) Normal 11 (14,1%) 4 (5,1%) 15
(19,2%)
26-35 tahun 21 (26,9%) 15 (19,2%) 36
(46,2%) Gemuk 36 (46,2%) 27 (34,6%) 63
36-45 tahun 8 (10,3%) 8 (10,3%) 16 (80,8%)
(20,5%) Total 47 (60,3%) 31 (39,7%) 78
46-55 tahun 0 (0%) 2 (2,6%) 2 (2,6%) (100%)
Total 47 (60,3%) 31 (39,7%) 78 (100%) Sumber: data primer diolah (2022)
Sumber: data primer diolah (2022)
Tabel 4 dan 5 di atas, berdasarkan IMT
Tabel 2 dan 3 di atas, berdasarkan data yang mengalami shivering didapatkan lebih
78 berdasarkan usia yang mengalami banyak mayoritas gemuk (>25 Kg/m2)
menggigil didapatkan mayoritas berusia sebanyak 63 orang (80,8%). Berdasarkan
26-35 tahun sebanyak 36 orang (46,2%). data 78 pasien sectio caesarea
Berdasarkan data 78 pasien sectio menunjukkan bahwa dari 15 pasien
caesarea menunjukkan bahwa dari 24 (19,2%) memiliki IMT normal dengan
pasien (30,8%) berusia 17-25 tahun shivering (menggigil) post section caesarea
dengan shivering (menggigil) post section berkategori tidak ada kejadian shivering
caesarea berkategori tidak ada kejadian (menggigil) sebanyak 11 orang (14,1%)
shivering (menggigil) sebanyak 18 orang sedangkan ada kejadian shivering
(23,1%) sedangkan ada kejadian shivering (menggigil) sebanyak 4 orang (5,1%) dan
(menggigil) sebanyak 6 orang (7,7%); 36 63 orang (80,8%) pasien memiliki IMT
pasien (46,2%) berusia 26-35 tahun gemuk dengan shivering (menggigil) post
dengan shivering (menggigil) post section section caesarea berkategori tidak ada
caesarea berkategori tidak ada kejadian kejadian shivering (menggigil) sebanyak 36
shivering (menggigil) sebanyak 21 orang orang (46,2%) sedangkan ada kejadian
(26,9%) sedangkan ada kejadian shivering shivering (menggigil) sebanyak 27 orang
(menggigil) sebanyak 15 orang (19,2%). (34,6%).
Tabel 3. di atas, dari 16 pasien (20,5%) Tabel 6. Deskripsi Status Fisik ASA yang
berusia 36-45 tahun dengan shivering mengalami Shivering
(menggigil) post section caesarea Status Fisik ASA Frekuen Persentase
berkategori tidak ada kejadian shivering Shivering si (%)
ASA I 30 38,5
(menggigil) dan ada kejadian shivering
ASA II 48 61,5
(menggigil) sebanyak 8 orang (10,3%); dari
Total 78 100
2 pasien (2,6%) berusia 46-55 tahun
dengan shivering (menggigil) post section
caesarea berkategori ada kejadian
shivering (menggigil) sebanyak 2 orang
(2,6%).

Rante, Novitasari, & Utami 297


Tabel 7. Tabulasi Silang ASA dengan Kejadian Tabel 10. Deskripsi Kejadian Shivering
Shivering Kejadian Shivering Frekuensi Persentase
ASA Shivering Total (%)
Tidak ada Ada Tidak ada kejadian 47 60,3
kejadian kejadian menggigil
Ada kejadian 31 39,7
ASA I 20 (25,6%) 10 30
menggigil
(12,8%) (38,5%)
Total 78 100
ASA II 27 (34,6%) 21 48
Sumber: data primer diolah (2022)
(26,9%) (61,5%)
Total 47 (60,3%) 31 78
(39,7%) (100%) Tabel 10. di atas, berdasarkan kejadian
Sumber: data primer diolah (2022) shivering terbanyak sebanyak 47 orang
Tabel 6 dan 7 di atas, , berdasarkan (60,3%)
status fisik ASA yang mengalami shivering
terbanyak ASA II sebanyak 48 orang PEMBAHASAN
(61,5%). Berdasarkan data 78 pasien Gambaran Derajat Shivering Pada
sectio caesarea menunjukkan bahwa dari Pasien Sectio Caesarea Post Spinal
30 pasien (38,5%) yang memiliki ASA I Anestesi Pemberian Obat Levica di
dengan shivering (menggigil) post section Ruang Pulih Sadar RSUD Taman
caesarea berkategori tidak ada kejadian Husada Bontang.
shivering (menggigil) sebanyak 20 orang
(25,6%) sedangkan ada kejadian shivering Hasil penelitian ini dari 78 responden
(menggigil) sebanyak 10 orang (12,8%); menunjukkan mayoritas tidak ada kejadian
dari 48 pasien (61,5%) yang memiliki ASA shivering sebanyak 47 pasien (60,3%). Hal
II dengan shivering (menggigil) post section ini bisa mungkin bisa disebabkan
caesarea berkategori tidak ada kejadian responden mudah beradaptasi dengan
shivering (menggigil) sebanyak 27 orang suhu kamar saat operasi berlangsung
(34,6%) sedangkan ada kejadian shivering sehingga tidak merasakan efek samping
(menggigil) sebanyak 21 orang (26,9%). akibat anestesi pada tubuhnya.
Tabel 8. Deskripsi Lama Operasi yang Sebagaimana pernyataan Butterworth &
Mengalami Shivering Mackey, et al., (2013) bahwa efek samping
akibat anestesi karena adanya
Lama Operasi Frekuensi Persentae (%)
Shivering peningkatan laju metabolisme lebih dari
Operasi ringan (60 78 100 400% dan intensitas nyeri pada daerah
menit) luka akibat tarikan luka operasi.
Tabel 9. Tabulasi silang Lama Operasi dengan Hasil penelitian ini dari 78 responden
Kejadian Shivering menunjukkan derajat shivering kategori
Lama Shivering Total tremor intermitten dan ringan pada rahang
Operasi Tidak ada Ada
kejadian kejadian
dan otot-otot leher, tremor yang nyata pada
60 menit 47 (60,3%) 31 (39,7%) 78 otot-otot dada, tremor intermitten seluruh
(operasi (100%) tubuh, aktifitas otot-otot seluruh tubuh yang
ringan) sangat kuat terus menerus dengan ada
Total 47 (60,3%) 31 (39,7%) 78
(100%) kejadian shivering sebanyak 5 pasien
Sumber: data primer diolah (2022) (6,4%), 17 pasien (21,8%), 8 pasien
(10,3%), 1 pasien (1,3%), sedangkan
Tabel 8 dan 9 di atas, semua lama derajat shivering kategori tidak ada
operasi (60 menit) sebanyak 78 orang shivering dengan tidak ada kejadian
(100%). Dari 78 pasien (100%) sectio shivering sebanyak 47 pasien (60,3%).
caesarea yang memiliki lama operasi 60 Mayoritas derajat shivering responden
menit (ringan) dengan shivering adalah tidak ada shivering sebanyak 47
(menggigil) post section caesarea pasien (60,3%).
berkategori tidak ada kejadian shivering
(menggigil) sebanyak 47 orang (60,3%) Peneliti berpendapat bahwa kulit
sedangkan ada kejadian shivering responden akibat dari mekanisme kerja
(menggigil) sebanyak 31 orang (39,7%). obat anestesi spinal sesuai dengan dosis
dan mampu ditoleransi oleh tubuh

Rante, Novitasari, & Utami 298


responden yang menyebabkan dapat menyebabkan rasa nyeri dan
vasodilatasi dan memperbaiki kembali menggigil pasca pembedahan akibat
suhu tubuh menjadi normal atau tidak paparan suhu ruang operasi yang dingin
terjadi shivering. (18-22oC) ke dalam cavum abdomen
pasien selama tindakan pembedahan
Sesuai dengan teori Miller, et al., (2015)
(Wiyono et al., 2021). Tindakan sectio
bahwa respon tubuh pada saraf otonom
caesarea umumnya dilakukan teknik
akibat perubahan suhu yakni berkeringat,
anestesi regional. karena lebih sedikit efek
vasokonstriksi dan shivering. Derajat dan
samping obat penenang pada neonatus,
intensitas shivering dapat terlihat berbeda
risiko aspirasi paru ibu yang lebih rendah,
pada otot-otot wajah, khususnya otot
persepsi ibu tentang kelahiran bayi, dan
masseter dan meluas ke leher, badan, dan
penyembuhan nyeri pasca operasi (Ismail
ekstremitas, namun tidak akan
et al., 2019).
berkembang menjadi kejang. Butterworth &
Mackey, et al., (2013), mengungapkan Salah satu anestesi yang efektif
menggigil disebabkan oleh paparan organ, mencegah terjadinya menggigil adalah
suhu kamar operasi yang berkepanjangan, levobupivacaine (levica). Penggunaan
dan anestesi yang menghambat levica isobarik 10 mg efektif digunakan
mekanisme kompensasi untuk untuk anestesi spinal pada pembedahan
mempertahankan suhu normal. sectio caesarea dengan efek samping yang
lebih sedikit (Artawan et al., 2021). Levica
Ketika seseorang berada dalam
sebagai obat anestesi lokal berefek toksik
lingkungan dimana suhu ruangan lebih
pada kardiovakular dan sistem saraf pusat
rendah dari suhu tubuh, tubuh secara terus
lebih kecil yang lama kerja levica
menerus menghasilkan panas untuk
tergantung dosis yang diberikan untuk
menjaga suhu tubuhnya (Ganong &
manajemen nyeri selama persalinan dan
William, 2012). Tremor pasca anestesi
nyeri pasca operasi (Foster & Markham,
didefinisikan sebagai neovaskularisasi otot
2000).
rangka pada wajah, rahang, kepala,
badan, atau ekstremitas yang berlangsung Jenis anestesi berpengaruh langsung
lebih dari 15 detik, disertai dengan proses pada kejadian post anesthesia shivering
hipotermia dan vasodilatasi (Wiyono et al., karena memengaruhi sistem
2021). Shivering disebabkan oleh stimulasi termoregulasi. Pasca tindakan anestesi ini
bagian dorsomedial posterior hipotalamus akan memakan waktu beberapa jam untuk
dekat dinding ventrikel ketiga, yang disebut suhu tubuh Anda untuk mencapai titik setel
pusat motorik primer (Nugroho et al., baru. Selama waktu ini, seseorang
2016). gemetar, menggigil, membeku, terlepas
dari kenyataan bahwa suhu tubuh
Post Anesthesia Shivering (PAS) atau
meningkat. Fase pendinginan berakhir
menggigil pasca anestesi, terjadi pada 5-
ketika setpoint suhu baru yang lebih tinggi
65% pasien yang menjalani anestesi umum
tercapai (Potter & Perry, 2010).
dan sekitar 33-57% pasien yang menjalani
anestesi spinal. Penyebab menggigil Teknik regional anestesi untuk bedah
adalah usia, berat badan, IMT, suhu tubuh sesar digunakan karena pasien tetap
sebelum operasi, teknik anestesi, jenis sadar, sehingga masa pemulihan lebih
operasi, cairan irigasi, lama operasi, dan singkat dan mobilisasi lebih cepat (Wiyono
suhu kamar operasi (Laksono, 2012). et al., 2021). Regional anestesi
Angka kejadian tremor pasca anestesi menyebabkan blok simpatis, relaksasi otot,
pada pasien yang menjalani anestesi dan blokade sensorik dari termoreseptor
spinal sekitar 40-60% (Nugroho et al., perifer, sehingga menghambat respon
2016). kompensasi terhadap suhu. Anestesi
epidural dan spinal menurunkan ambang
Sectio Caesarea adalah prosedur
batas untuk menginduksi vasokonstriksi
pembedahan di mana sayatan dibuat
dan menggigil sekitar 0,6°C (Masithoh et
melalui perut dan rahim yang dapat
al., 2018).
direseksi untuk melahirkan janin yang

Rante, Novitasari, & Utami 299


Shivering terhadap hipotermia pada (7,7%), 15 pasien (19,2%), 8 pasien
pasien pasca bedah sebagai akibat (10,3%), 2 pasien (2,6%), sedangkan
sekunder dari suhu kamar operasi dingin, berusia 17-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45
injeksi cairan dingin, inhalasi gas dingin, tahun dengan tidak ada kejadian shivering
rongga atau luka terbuka, penurunan sebanyak 18 pasien (23,1%), 21 pasien
aktivitas otot, penuaan, atau setelah (26,9%), 8 pasien (10,3%). Mayoritas usia
penggunaan obat-obatan seperti anestesi responden adalah 26-35 tahun sebanyak
dan vasodilator (Smeltxer & Bare, 2015). 36 pasien (46,2%). Hal ini disebabkan
karena kelompok usia 20-35 tahun
Penelitian sebelumnya tentang derajat
termasuk usia hamil ideal produktif.
shivering menunjukkan berdasarkan
derajat menggigil, 25 pasien (83,3%) Didukung berdasarkan Depkes RI.,
derajat 0, dan 5 pasien derajat 1 (16,7%) (2013) termasuk dalam kategori usia sehat
(Irawan, 2018); dari 33 responden post op hamil produktif yaitu 20-35 tahun.
sectio caesarea sebagian besar (60,6%) Terjadinya responden menggigil pada usia
mengalami post anesthesia shivering 26-35 tahun yang lebih memiliki resiko
derajat 2 dan 3, sisanya post anesthesia mengalami shivering karena sudah mulai
shivering derajat 1 dan 4 (Wiyono et al., terjadi penurunan metabolisme sehingga
2021); dari 24 pasien, terdapat 4 pasien kemampuan untuk mempertahankan suhu
(16,6%) mengalami kejadian menggigil tubuh mulai berkurang. Peneliti
dengan derajat menggigil 1 yaitu tremor menyimpulkan usia dapat memengaruhi
intermiten dan ringan pada rahang dan suhu tubuh yang berbeda-beda baik usia
otot-otot leher. Dari 13 kejadian tersebut, 7 bayi, anak-anak, dewasa, dan orang tua
pasien mengalami menggigil derajat I, 3 karena perbedaan fungsi kematangan
pasien derajat II, 2 pasien derajat III dan 1 hipotalamus.
pasien derajat IV (Fauzi et al., 2015).
Sebagaimana teori Guyton & Hall
Angka kejadian Post Anesthetic (2014) bahwa produksi panas akan
Shivering (PAS) pada pasien yang meningkatkan seiring dengan
menjalani spinal anestesi sekitar 33-56,7% pertambahan usia. Pengaturan panas saat
(Sarim et al., 2011). Mayoritas kejadian usia dewasa dari produksi dan kehilangan
shivering sebanyak 21 orang (52,5%) panas yang relatif stabil di hipotalamus
(Masithoh et al., 2018). Dari 30 pasien, Terletak di antara belahan otak,
terdapat 5 pasien (16,7%) mengalami hipotalamus mengatur suhu inti tubuh.
kejadian menggigil (Irawan, 2018). 26,43% Ketika suhu lingkungan sangat nyaman
pasien post op sectio caesarea mengalami atau pada titik setel, hipotalamus sangat
shivering (Tantarto et al., 2016). ringan dan mudah responsif sehingga suhu
mengalami sedikit perubahan dan relatif
Pemberian cairan intravena hangat
stabil. Penurunan suhu tubuh terjadi
(37°C) terbukti dapat menurunkan derajat
karena sel-sel saraf di hipotalamus anterior
menggigil. Saat pada saat 0 menit
menjadi lebih panas dari suhu yang
sebanyak 15 (25%) responden dan 4
ditetapkan.
(6,7%) responden berada pada derajat
menggigil 2 dan 3. Pengukuran menit 30 Pada pasien yang dibius, saraf simpatis
dan 60, responden didominasi oleh derajat diblokir, menyebabkan vasodilatasi dan
0 (Cahyawati, 2019). hipotermia. Untuk mempertahankan suhu
tubuh, perpindahan panas atau redistribusi
Gambaran Usia yang Mengalami
panas berlangsung dari pusat ke perifer.
Shivering Pada Pasien Sectio Caesarea
Pada anestesi spinal, penyumbatan sistem
Post Spinal Anestesi Pemberian Obat
saraf simpatis hanya terjadi pada tingkat
Levica di Ruang Pulih Sadar RSUD
daerah yang terkena, sehingga
Taman Husada Bontang
vasodilatasi hanya terjadi di bawah oklusi
Hasil penelitian ini dari 78 responden daerah yang terkena, yang dapat
menunjukkan berusia 17-25 tahun, 26-35 menyebabkan menggigil dan secara alami
tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun dengan mengganggu operasi (Hidayah et al.,
ada kejadian shivering sebanyak 6 pasien 2021). Anestesi spinal dapat

Rante, Novitasari, & Utami 300


menghilangkan proses adaptif dan dimediasi oleh jaringan lemak yang
mengintervensi mekanisme fisiologis merupakan jaringan yang kaya sistem
lemak/kulit dalam fungsi termoregulasi, parasimpatis dan vaskularisasi. Masa
yaitu menggeser batas ambang untuk remaja dan dewasa awal dipengaruhi oleh
respons proses vasokonstriksi, menggigil, kelenjar tiroid (Wiyono et al., 2021).
vasodilatasi dan berkeringat (Setiyanti,
Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT)
2016).
yang Mengalami Shivering Pada Pasien
Penelitian tentang usia yang mengalami Sectio Caesarea Post Spinal Anestesi
shivering menunjukkan mayoritas usia 46- Pemberian Obat Levica di Ruang Pulih
55 tahun sebanyak 22 orang (55%) Sadar RSUD Taman Husada Bontang
(Masithoh et al., 2018). Pasien post op
Hasil penelitian ini dari 78 responden
section caesarea paling banyak dialami
menunjukkan derajat shivering kategori
rentang usia 20 – 24 tahun (Muliani et al.,
tremor intermitten dan ringan pada rahang
2019). Proporsi pasien menggigil pasca
dan otot-otot leher, tremor yang nyata pada
operasi paling banyak terjadi pada kategori
otot-otot dada, tremor intermitten seluruh
usia lansia awal dengan rentang usia 46–
tubuh, aktifitas otot-otot seluruh tubuh yang
55 tahun (31,36%) (Tantarto et al., 2016).
sangat kuat terus menerus dengan ada
Kategori usia dibagi menjadi balita (0-5 kejadian shivering sebanyak 5 pasien
tahun), anak-anak (5-11 tahun), remaja (6,4%), 17 pasien (21,8%), 8 pasien
awal (12-16 tahun), remaja akhir (17-25 (10,3%), 1 pasien (1,3%), sedangkan
tahun), dewasa awal (26-35 tahun), derajat shivering kategori tidak ada
dewasa akhir (36-45 tahun), usia lanjut shivering dengan tidak ada kejadian
awal (46-55 tahun), usia lanjut akhir (56-65 shivering sebanyak 47 pasien (60,3%).
tahun), dan usia lanjut (<65 tahun). Secara
Gambaran Usia yang Mengalami
biologis dibagi menjadi balita (0-5 tahun),
Shivering Pada Pasien Sectio Caesarea
anak-anak (5-16 tahun), remaja (17-25
Post Spinal Anestesi Pemberian Obat
tahun), dewasa awal (26-40 tahun), dan
Levica di Ruang Pulih Sadar RSUD
dewasa akhir (41-65 tahun) (Depkes RI.,
Taman Husada Bontang
2009).
Hasil penelitian dari 78 pasien sectio
Faktor yang dapat meningkatnya risiko
caesarea menunjukkan bahwa IMT normal
terjadinya Post anesthetic shivering
dan IMT gemuk dengan ada kejadian
diantaranya jenis anestesia, usia, suhu dan
shivering sebanyak 4 pasien (5,1%) dan
jenis cairan pemeliharaan intra operasi,
27 pasien (34,6%), sedangkan tidak ada
suhu kamar operasi (Nugroho et al., 2016).
kejadian shivering sebanyak 11 pasien
Anestesi spinal (blok subarakhnoid)
(14,1%) dan 36 pasien (46,2%). Mayoritas
merupakan pilihan utama dalam tindakan
IMT responden adalah gemuk (>25 Kg/m2)
seksio sesarea karena rendahnya efek
sebanyak 63 pasien (80,8%). Peneliti
samping terhadap neonatus akan obat
berpendapat bahwa responden yang
depresan, pengurangan risiko terjadinya
mempunyai IMT besar dengan lemak yang
aspirasi pulmonal pada maternal,
tebal dan tidak mudah kehilangan panas
kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan
karena simpanan lemak dalam tubuh tebal,
pemberian opioid secara spinal dalam
sehingga dapat memicu tidak kejadian
rangka penyembuhan nyeri pasca operasi
shivering pada pasien dengan IMT besar
(Irawan, 2018).
akibat tindakan spinal anestesi.
Menggigil pasca anestesi adalah
Seseorang dengan IMT gemuk akan
gerakan involunter yang berulang pada
memiliki sistem proteksi panas yang cukup
satu atau beberapa kelompok otot yang
dengan sumber energi penghasil panas
terjadi sebagai mekanisme untuk
yaitu lemak yang tebal, sehingga mampu
meningkatkan suhu tubuh inti (Manunggal
mempertahankan suhu tubuhnya
et al., 2014). Kejadian menggigil erat
dibanding dengan IMT kurus, karena lebih
kaitanya dengan usia karena usia bayi,
banyak adanya cadangan lemak sebagai
anak, dan dewasa akhir menggigil
sumber energi dari dalam, artinya jarang

Rante, Novitasari, & Utami 301


membakar kalori dan meningkatkan detak responden (68,8%) (Nurmansah et al.,
hjantung (Indriati, 2010). 2021).
Ketika seseorang berada di lingkungan Tremor pasca anestesi merupakan
yang lebih dingin dari suhu tubuh, tubuh mekanisme kompensasi dalam tubuh yang
terus menerus menghasilkan panas untuk dapat menimbulkan efek samping yang
menjaga suhu tubuh. Pembentukan panas merugikan, seperti bekas luka operasi yang
bergantung pada oksidasi bahan bakar berkepanjangan dan peningkatan
metabolik yang diperoleh dari makanan kebutuhan oksigen akibat peningkatan
dan lemak sebagai sumber energi aktivitas otot, membuat pasien merasa
(Ganong, 2012). tidak nyaman bahkan nyeri (Mansur, et.al.,
2018). Efek dari kejadian shivering yaitu
Valchanov, et al (2011) menyatakan
meningkatkan metabolisme, konsumsi
bahwa IMT yang tinggi dapat menjaga
oksigen, produksi CO2, hipoksemia arteri,
tubuh lebih baik karena IMT yang tinggi
asidosis laktat, TIK, TIO dan nyeri pasca
memiliki sistem proteksi termal yang
bedah akibat tarikan luka operasi, serta
memadai dengan sumber energi penghasil
menyebabkan artefak pada monitor EKG
panas yaitu lemak tebal meningkat.
(Lunn, 2004).
Dengan indeks massa tubuh yang lebih
rendah, ia memiliki indeks massa tubuh Indeks massa tubuh (IMT) adalah alat
yang lebih tinggi dan menyimpan lebih atau metode sederhana untuk memantau
banyak energi. Termogenesis status gizi orang dewasa (18 tahun ke atas)
bergantung pada oksidasi bahan bakar terkait dengan berat badan kurang dan
metabolik yang berasal dari makanan dan kelebihan berat badan (Supariasa, et.al.,
lemak sebagai sumber energi untuk 2018). Selama metabolisme, nutrisi
termogenesis. Orang yang kelebihan berat berpartisipasi dalam banyak reaksi
badan dengan simpanan lemak tinggi transformasi yang menghasilkan
cenderung menggunakan simpanan lemak pelepasan energi, pembentukan dan
sebagai sumber energi internal, artinya stimulasi jaringan, dan berbagai fungsi
akan membakar lebih sedikit kalori dan tubuh untuk mempertahankan kehidupan.
meningkatkan detak jantung. Anestesi Kelebihan energi yang tidak diperlukan
didistribusikan kembali dari darah dan otak untuk metabolisme diubah menjadi lemak
ke otot dan lemak, dan semakin besar dan disimpan di jaringan adiposa (Beck,
tubuh, semakin banyak jaringan adiposa 2011).
yang disimpannya dan semakin baik ia
Tubuh menghasilkan sedikit atau
dapat mempertahankan suhu tubuhnya.
banyak panas bergantung pada laju reaksi-
Beberapa orang dengan BMI rendah reaksi metaboliknya (Tortora & Derrickson,
lebih mudah kehilangan panas di bawah 2017). Metabolisme manusia dipengaruhi
pengaruh asupan sumber energi penghasil secara berbeda oleh tinggi badan (tinggi
panas, yaitu lemak tanpa lemak. Simpanan dan berat badan dinilai menggunakan
lemak dalam tubuh sangat berguna indeks massa tubuh) (Guyton & Hall,
sebagai penyimpan energi (Proverawati, 2014). Fungsi tubuh yang optimal dapat
2010). dicapai ketika suhu tubuh dijaga konstan
selama proses metabolisme penting
Penelitian tentang seseorang dengan
(Nuryanti et al., 2019).
IMT terhadap kejadian shivering pasca
anstesia menunjukkan dari 40 responden Individu dengan IMT rendah rentan
yang menjalani spinal anestesi sebagian terhadap kehilangan panas, beresiko
besar memiliki indeks massa tubuh kurus hipotermia, dan dapat mengembangkan
sebanyak 21 responden (52,5%) tremor intraoperatif. Hal ini dipengaruhi
(Susilowati et al., 2017), indeks Massa oleh asupan sumber energi penghasil
Tubuh kurus 13 responden (35%) panas, yaitu lemak tanpa lemak. Timbunan
(Alsandra, 2014), sebagian besar (68,6%) lemak dalam tubuh sangat berguna
responden dengan indeks massa tubuh sebagai penyimpan energi (Ganong &
normal yaitu 18,5-25,0 adalah 35 William, 2012). Lemak merupakan sumber

Rante, Novitasari, & Utami 302


pembentukan energi dalam tubuh berupa Gambaran Lama Operasi yang
berat energi yang dihasilkan dari setiap Mengalami Shivering Pada Pasien
gramnya, yang lebih besar dari karbohidrat Sectio Caesarea Post Spinal Anestesi
dan protein. Lemak juga berperan sebagai Pemberian Obat Levica di Ruang Pulih
pembentuk komposisi tubuh, sebagai Sadar RSUD Taman Husada Bontang
pelindung terhadap penurunan suhu tubuh,
Hasil penelitian ini dari 78 pasien sectio
dan sebagai pengatur suhu tubuh
caesarea menunjukkan bahwa lama
(Kartasapetra & Marsetyo, 2008).
operasi 60 menit (ringan) dengan ada
Gambaran Status Fisik ASA yang kejadian shivering sebanyak 31 pasien
Mengalami Shivering Pada Pasien (39,7%) dan tidak ada kejadian shivering
Sectio Caesarea Post Spinal Anestesi sebanyak 47 pasien (60,3%).
Pemberian Obat Levica di Ruang Pulih
Lama operasi dalam penelitian ini
Sadar RSUD Taman Husada Bontang
dikategorikan operasi ringan yang
Hasil penelitian ini 78 responden membutuhkan waktu 60 menit. Peneliti
menunjukkan status fisik ASA I dan ASA II berpendapat bahwa responden mengalami
dengan ada kejadian shivering sebanyak shivering dengan lama operasi ringan
10 pasien (12,8%) dan 21 pasien (26,9%), karena terpaparnya kulit tubuh terhadap
sedangkan tidak ada kejadian shivering suhu dingin yang tidak diberikan selimut
sebanyak 20 pasien (25,6%) dan 27 pasien untuk menutupi tangan, bahu dan leher
(34,6%). selama operasi berakibat terjadinya
perubahan suhu tubuh.
Mayoritas status fisik ASA responden
adalah ASA II sebanyak 48 pasien (61,5%). Periode pasca operasi adalah waktu
Peneliti berpendapat responden dengan ketika komplikasi pasca operasi mungkin
ASA II memiliki durasi 60 menit dan tidak terjadi, dan tubuh pasien pulih dari efek
ada tindakan membuat sayatan besar anestesi, memperlambat metabolisme dan
sehingga tidak terpapar suhu dingin dalam suhu tubuh (Potter & Perry, 2010). Durasi
waktu lama. operasi yang lama, efek anestesi secara
alami akan bertahan lama, dan sebagai
Status fisik pra anestesi umum dalam
akibat dari penggunaan obat dan anestesi
kriteria ASA dapat memengaruhi waktu
jangka panjang dalam tubuh, efek
pulih pasien pasca operasi. ASA II yaitu
akumulasi obat dan anestesi dalam tubuh
pasien dengan kelainan sistemik ringan
akan semakin banyak. diinduksi dan
sampai sedang baik karena penyakit bedah
ditingkatkan, waktu di mana tubuh terkena
maupun penyakit lain (Sommeng, 2019).
suhu dingin (Mubarak, 2015).
Penelitian mengenai status fisik ASA pada
responden terbanyak menunjukkan status Suhu tubuh bisa turun 0,5-1,5°C selama
fisik ASA I (Masithoh, et.al., 2018); status 30 menit pertama setelah anestesi
fisik ASA II (Koehardiandi, 2011; diberikan. Operasi yang berkepanjangan
Sommeng, 2019; Razak et al., 2020). membuat tubuh terpapar suhu dingin
dalam waktu yang lebih lama
Penilaian status fisik (ASA/American
(Mukarromah & Wulandari, 2019).
Society of Anasthesiologists pra anestesi
Menggigil adalah respons terhadap
sangatlah krusial dilakukan sang
hipotermia intraoperatif antara suhu darah
seseorang anestetis termasuk perawat
dan kulit dan suhu inti tubuh. Semakin lama
anestesi. Tindakan anestesi nir dibedakan
durasi anestesi dan pembedahan, semakin
dari akbar kecilnya suatu pembedahan
sedikit perubahan suhu tubuh yang dapat
tetapi pertimbangan terhadap pilihan teknik
menyebabkan menggigil (Masithoh et al.,
anestesi yg akan diberikan pada pasien
2018).
sangatlah kompleks & komprehensif
mengingat seluruh jenis anestesi Mayoritas lama operasi ringan (≤ 60
mempunyai faktor risiko komplikasi yg bisa menit) sebanyak 25 orang (62,5%)
mengancam jiwa pasien (Razak et al., (Masithoh et al., 2018). Kejadian menggigil
2020). paling tinggi pada pasien dengan waktu
operasi terlama yaitu >2 jam (43,75%)

Rante, Novitasari, & Utami 303


(Tantarto et al., 2016). Anestesi spinal juga (1,3%), sedangkan derajat shivering
menghambat pelepasan hormon kategori tidak ada shivering dengan tidak
katekolamin, yang mengurangi ada kejadian shivering sebanyak 47 pasien
termogenesis metabolik. Semakin lama (60,3%).
operasi berlangsung, semakin tinggi
Pasien dengan usia 17-25 tahun, 26-35
kemungkinan hipotermia intraoperatif dan
tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun dengan
Post Anesthetic Shivering (PAS) (Nugroho
ada kejadian shivering sebanyak 6 pasien
et al., 2016).
(7,7%), 15 pasien (19,2%), 8 pasien
Menggigil dapat menyebabkan ketidak- (10,3%), 2 pasien (2,6%), sedangkan
nyamanan pada pasien karena berusia 17-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45
metabolisme meningkat menjadi lebih dari tahun dengan tidak ada kejadian shivering
400%, dan intensitas nyeri pada daerah sebanyak 18 pasien (23,1%), 21 pasien
luka akibat tarikan luka operasi (26,9%), 8 pasien (10,3%). Indeks Massa
(Butterworth, et al., 2013), peningkatan Tubuh (IMT) normal dan IMT gemuk
produksi CO2 (hiperkarbia), hipoksemia dengan ada kejadian shivering sebanyak 4
arteri, asidosis laktat, dan gangguan irama pasien (5,1%) dan 27 pasien (34,6%),
jantung. Waktu operasi dihitung dalam sedangkan tidak ada kejadian shivering
menit dari sayatan pertama sampai pasien sebanyak 11 pasien (14,1%) dan 36 pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan (Masithoh (46,2%).
et al., 2018).
Status fisik ASA I dan ASA II dengan
Pembagian operasi berdasarkan ada kejadian shivering sebanyak 10 pasien
durasinya yaitu operasi ringan (60 menit), (12,8%) dan 21 pasien (26,9%), sedangkan
operasi sedang (60-120 menit), operasi tidak ada kejadian shivering sebanyak 20
besar (>120 menit) dan operasi khusus pasien (25,6%) dan 27 pasien (34,6%).
menggunakan alat-alat khusus dan Dan berdasarkan lama operasi 60 menit
canggih. Lama operasi dapat (ringan) dengan ada kejadian shivering
meningkatnya risiko terjadinya post sebanyak 31 pasien (39,7%) dan tidak ada
anesthetic shivering (Nugroho et al., kejadian shivering sebanyak 47 pasien
2016). (60,3%).

KESIMPULAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Bagi Penelitian Selanjutnya, diperlukan
dilakukan. Maka dapat disimpulkan penelitian lebih lanjut dengan jenis anestesi
mayoritas kejadian shivering adalah tidak sama namun berbeda jenis operasi bedah
ada kejadian shivering sebanyak 47 pasien dan metode lain seperti eksperimen atau
(60,3%), derajat shivering adalah tidak ada mencari pengaruh atau kausal.
menggigil sebanyak 47 pasien (60,3%),
usia adalah 26-35 tahun sebanyak 36
DAFTAR PUSTAKA
pasien (46,2%), IMT adalah gemuk (>25
Kg/m2) sebanyak 63 pasien (80,8%), Artawan, I. M., Yulianto Sarim, B., Sagita, S., &
status fisik ASA adalah ASA II sebanyak 48 Etty Dedi, M. A. (2021). Perbandingan
pasien (61,5%), dan semua responden Anestesi Spinal Menggunakan
memiliki lama operasi (60 menit) sebanyak Bupivakain Hiperbarik Dengan
Levobupivakain Isobarik Pada Seksio
78 pasien (100%). Derajat shivering Sesarea. Jurnal Anestesi Obstetri
kategori tremor intermitten dan ringan pada Indonesia, 4(2).
rahang dan otot-otot leher, tremor yang
nyata pada otot-otot dada, tremor Beck, M. E. (2011). Ilmu Gizi dan Diet.
intermitten seluruh tubuh, aktifitas otot-otot Yogyakarta: Yayasan Esesentia Medica.
seluruh tubuh yang sangat kuat terus Butterworth JF, Mackey, J.D., W., Fifth, D. C. M.
menerus dengan ada kejadian shivering C. A., & USA., E. (2013). Morgan &
sebanyak 5 pasien (6,4%), 17 pasien Mikhail’s Clinical Anesthesiology, 5e .
(21,8%), 8 pasien (10,3%), 1 pasien Fauzi, N. A., Rahimah, S. B., & Yulianti, A. B.

Rante, Novitasari, & Utami 304


(2015). Prosiding Pendidikan Dokter. Dengan Meperidin 0 . 35 mg / kgBB
Gambaran Kejadian Menggigil Intravena Comparison between
(Shivering) Pada Pasien Dengan Intravenous Ondansetron 4 mg and
Tindakan Operasi Yang Menggunakan Intravenous Meperidine 0 . Anesthesia &
Anestesi Spinal Di RSUD Karawang Critical Care, 34(1).
Periode Juni 2015.
Nurmansah, H., Widodo, D., & Milwati, S.
Foster, R. H., & Markham, A. (2000). (2021). Body Mass Index, Duration of
Levobupivacaine: A review of its Operation and Dose of Inhalation
pharmacology and use as a local Anesthesia with Body Temperature in
anaesthetic. Drugs, 59(3). Postoperative Patients with General
https://doi.org/10.2165/00003495- Anesthesia in the Recovery Room of
200059030-00013 Bangil Hospital. Jurnal Keperawatan
Terapan (e-Journal), 7(2).
Hidayah, E. S., Khalidi, M. R., & Nugroho, H.
(2021). Perbandingan Insiden Shivering Nuryanti, H., Made, I., Dinata, K., Dewa, I.,
Pasca Operasi dengan Anestesi Umum Inten, A., & Primayanti, D. (2019).
dan Anestesi Spinal di RSUD Abdul Hubungan Suhu Tubuh Istirahat Dengan
Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Indeks Massa Tubuh Pada Mahasiswa
Sains Dan Kesehatan, 3(4). Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Medika Udayana, 8(9), 2597–
Irawan, D. (2018). Kejadian Menggigil Pasien
8012.
Pasca Seksio Sesarea dengan Anestesi
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
Spinal yang Ditambahkan Klonidin 30
mcg Intratekal di RSUD Arifin Achmad Razak, A., Lorna Lolo, L., & Aminuddin, A.
Pekanbaru, Indonesia. Jurnal Kesehatan (2020). Hubungan Status Fisik American
Melayu, 1(2), 88. Society of Anestesiologist (Asa) Dengan
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i2.2018. Bromage Score Pada Pasien Pasca
Anastesi Spinal. Jurnal Fenomena
Kartasapoetra, G., H. Marsetyo. (2008). Ilmu
Kesehatan, 3(September 2019).
Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan dan
Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Susilowati A., Hendarsih, S., & Donsu, J. D. T.
Cipta (2017). The Correlation Of Body Mass
Index With Shivering Of Spinal
Lunn JN. (2004). Farmakologi terapan anestesi
Anesthesic Patients In RS PKU
umum. Catatan kuliah anestesi (ed. 4).
Muhammadiyah Yogyakarta.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tantarto, T., Fuadi, I., & Setiawan. (2016).
Mansur, I.M.Y., E. al. (2018). Artikel penelitian.
Angka Kejadian dan Karakteristik
Jurnal Keperawatan, 000(99).
Menggigil Pasca Operasi di Ruang
Masithoh, D., Ketut Mendri, N., Majid. (2018). Pemulihan COT RSHS Periode Bulan
Lama Operasi dan Kejadian Shivering Agustus – Oktober 2015 Prevalence and
Pada Pasien Pasca Spinal Anestesi. Characteristics of Post-anesthetic
Maret, 4(1). Shivering in Recovery Room COT RSHS
from August to October 2015. Anesthesia
Morgan, G.E, Maged SM, M. J. (2013). Clinical & Critical Care, 34(Iv).
Anesthesiology. In Anesthesia &
Analgesia (Vol. 75, Issue 4). Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2017). Dasar
Anatomi & Fisiologi: Pemeliharaan &
Mukarromah, N., & Wulandari, Y. (2019). Kontinuitas Tubuh Manusia, Ed. 13, Vol.
Pengaruh Pemberian Hot-Pack
2. Jakarta: EGC.
Terhadap Grade Shivering Pada Pasien
Post Operasi Seksio Sesaria di Recovery Valchanov, K., Webb, S.T., & Strurgless, J.
Room Rumah Sakit Siti Khodijah (2011). Anaesthetic an perioperative
Muhammadiyah Cabang Sepanjang. complication. England: Cambridge
University Press
Nugroho, A. M., Harijanto, E., & Fahdika, A.
(2016). Keefektifan Pencegahan Post Wiyono, J., Yessica, V., & Malang, P. K. (2021).
Anesthesia Shivering ( PAS ) pada ras Correlation Post Anesthesia Shivering
Melayu : Perbandingan Antara dengan Intensitas Nyeri Pada Pasien
Pemberian Ondansetron 4 mg Intravena Setio Caesarea. 7(1).

Rante, Novitasari, & Utami 305


MA : MET-PEN
NAMA : FERI WIDYA RAHAYU

NIM : 2202304079
JUDUL

Efektifitas pemberian ondansentron pada pencegahan


hipotensi pasien spinal anestesi
VARIABEL

X1 : Pemberian Ondansentron
X2 :
Y1: Hipotensi pasien spinal anestesi
Y2:
HIPOTESIS

1. Ha : Ada hubungan pemeberian ondansentron pada


pencegahan hipotensi pada pasien spinal anestesi
2. H0: Tidak ada hubungan pemeberian ondansentron pada
pencegahan hipotensi pada pasien spinal anestesi
Rencana Jumlah :

Populasi : 60 (Selama dua bulan kedepan)


Sampel : 30
Teknik Sampling : Simple random sampling
JENIS DATA

Ratio : -
Ordinal : -
Nominal :
 Kejadian hipotensi ( Terjadi hipotensi dan tidak terjadi
hipotensi )
 Pemberian ondansentron dan tidak pemnerian
ondansentron
Instrumen Penelitian

- Lembarobservasi ( Pasien mengalami hipotensi dan tidak


mengalami hipotensi selama durante operasi, pasien dengan
pemberian ondansentron dan tidak menggunakan
ondansentron )
Rencana Uji Analisisnya

 Uji Univariat :
Distribusi frekuensi setiap karakteriskik variable ( Usia,
jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan, status fisik, suhu
tubuh )

 Uji Bivariat :
Uji chi-square
2021 Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SNPPKM) ISSN 2809-2767
Purwokerto, Indonesia, 06 Oktober 2021

Pemberian Ondansetron dalam Mencegah Kejadian


Hipotensi Pasca Induksi Spinal Anestesi: Tinjauan
Literatur
Wilis Sukmaningtyas 1*, Roro Lintang Suryani 2
1,2
Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan, Universitas Harapan Bangsa
1
wilissukmaningtyas@uhb.ac.id

ABSTRACT

Spinal anesthesia is one type of regional anesthesia that is performed by injecting local anesthetic
drugs into the subarachnoid space and is an effective technique in surgical procedures on the lower
extremities and lower abdomen. One of the appropriate interventions in the prevention and treatment
of hypotension is the administration of ondansetron. The aim of this study is to describe the use of
ondansetron in preventing hypotension in spinal anesthesia. The electronic databases used were
PubMed and Cochrane, from 2016 to 2021 and 6 journals were found that met the inclusion criteria.
The results of a review of 6 articles, 2 articles showed that the use of ondansetron significantly
reduced hypotension in patients with non-obstetric surgery such as lower extremity or lower
abdominal surgery. While the other 4 articles based on the results of statistical tests on the use of
ondansetron were not significant in reducing the incidence of hypotension in surgery induced with
spinal anesthesia in caesarean section surgery. Conclusion: Pre-induction of ondansetron for spinal
anesthesia was not significant in preventing hypotension but could be given to reduce the rate of
ephedrine administration.

Keyword: Ondansetron, Anesthesia, Spinal, Hypotensia

ABSTRAK

Spinal anestesi merupakan salah satu jenis anestesi regional yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid dan merupakan teknik yang efektif
pada prosedur bedah pada ekstremitas bawah dan perut bagian bawah. Intervensi yang tepat dalam
pencegahan dan penanganan hipotensi adalah salah satunya dengan pemberian ondansetron.
Tujuan tinjauan ini adalah untuk menggambarkan penggunaan ondansetron dalam mencegah
hipotensi pada spinal anestesi. Database elektronik yang digunakan adalah PubMed dan Cochrane,
mulai tahun 2016 sampai 2021 dan didapatkan 6 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil
review dari 6 artikel, 2 artikel menunjukkan bahwa penggunaan ondansetron secara signifikan
menurunkan kejadian hipotensi pada pasien - pasien dengan pembedahan non obstetri seperti pada
pembedahan ekstremitas bawah atau pembedahan pada bagian perut bagian bawah. Sedangkan 4
artikel lainnya berdasarkan hasil uji statistik penggunaan ondansentron tidak signifikan dalam
menurunkan angka kejadian hipotensi pada pembedahan yang diinduksi dengan spinal anestesi pada
pembedahan section caesarea. Kesimpulan: pemberian ondansetron pre induksi spinal anestesi tidak
signifikan dalam mencegah terjadinya hipotensi tetapi dapat diberikan guna mengurangi angka
kejadian pemberian efedrin.

Kata kunci: Ondansetron, Anestesia, Spinal, Hipotensi

Sukmaningtyas & Suryani 1468


PENDAHULUAN 2018; Das et al., 2014; Gunusen et al.,
2010; Mercier et al., 2014).
Spinal anestesi merupakan salah satu
jenis anestesi regional yang dilakukan Pemberian ondansetron sebelum
dengan cara menyuntikkan obat anestesi tindakan spinal anestesi dapat
lokal ke dalam ruang subarakhnoid dan mengurangi kejadian penurunan sistol. Hal
merupakan teknik yang efektif pada ini sesuai dengan teori bahwa
prosedur bedah pada ekstremitas bawah ondansetron sebagai antagonis respetor
dan perut bagian bawah (Mendonça et al., 5HT-3 dapat menghambat BJR serta
2021; Newman, 2010). Salah satu efek mengurangi penurunan tekanan darah
samping yang sering terjadi pada spinal sistol dan rata-rata (Angesti et al., 2018),
anestesi adalah hipotensi sekitar 40% tetapi ondansetron kurang berpengaruh
pada pasien non-obstetri dan 80% pada terhadap tekanan darah diastol (SM et al.,
pasien obstetri (Terkawi et al., 2015a). 2009). Oleh karena itu, tujuan dari tinjauan
ini adalah untuk menggambarkan
Hipotensi yang terjadi pasca induksi
penggunaan ondansetron dalam
anestesi spinal merupakan blok simpatis
mencegah hipotensi pasca induksi spinal
dari obat anestesi lokal yang bekerja
anestesi.
didalam ruang subarakhnoid (Hasyim et
al., 2013). Hipotensi yang berlangsung
tanpa adanya penanganan yang baik akan METODE
menyebabkan terjadinya hipoksia pada
Pencarian untuk ulasan ini dilakukan di
jaringan serta dapat mengakibatkan syok
PubMed dan Cochrane (tahun 2016
hingga kematian (Leksana, 2006).
sampai 2021). Strategi yang digunakan
Penyebab terjadinya hipotensi utamanya
dalam pencarian di Pubmed dan
adalah adanya penurunan resistensi
Cochrane: “Effects Ondansetron AND
pembuluh darah (Sahoo et al., 2012).
Anesthesia AND Hypotension”, “Effects
Hipotensi juga dapat dipengaruhi oleh Ondansetron AND Hypotension”. Kami
ketinggian blokade. Pada ketinggian blok menambahkan kriteria inklusi termasuk:
setinggi vetebra servikal tingkat hipotensi Artikel diterbitkan dalam bahasa Inggris,
lebih berat dan lebih banyak dibandingkan Pasien dilakukan tindakan spinal anestesi,
dengan ketinggian vertebra torakal. jenis operasinya tidak ditentukan. Proses
torakal. Menurut penelitian di Inggris, 30% pencarian ditunjukkan pada Gambar 1.
pasien yang mendapat spinal anestesi
dengan tinggi (T4-T6) mengalami
penurunan tekanan darah sebesar 40%.
Batas kritis dari blok simpatis adalah
umbilikus, bila blok lebih tinggi maka akan
terjadi penurunan tekanan darah yang
lebih progresif dari refleks kompensasi.
Pada anestesia spinal yang rendah,
tekanan rata-rata arteri brakialis turun
sekitar 21%, sedangkan pada anestesia
spinal tinggi turun sebesar 44% (Ghaleb,
2009).
Tindakan atau intervensi yang tepat
dalam pencegahan dan penanganan
hipotensi adalah salah satunya dengan
meningkatkan volume intravaskuler
menggunakan kristaloid maupun koloid
sebelum induksi spinal anestesi, Gambar 1. Flow Chart Prisma Pencarian
pemberian obat vasopressor serta dengan
pemberian ondansetron (Angesti et al.,

Sukmaningtyas & Suryani 1469


Tabel 1. Artikel pencarian
No. Penulis Tahun Desain Grup Hasil
Tidak ada perbedaan yang signifikan secara
Ondansetron iv
Randomized statistik pada tekanan darah sistolik, tekanan
4mg (n=70)
1 Tatikonda et al 2019 Controlled Double- darah diastolik, dan MAP.19 (27%) pasien di Grup
Ondansetron iv
Blinded Study A dan 33 (47,1%) Grup B membutuhkan efedrin
saline (n=70)
dengan P=0,029
Ondansetron iv
4mg (n=30)
Pemberian ondansetron dan ringer memiliki efek
Efedrin im 25mg
2 Ranjbar et al 2018 RCT yang sama dalam mengurangi perubahan
(n=30)
hemodinamik
RL 500ml
(n=30)
Kejadian hipotensi terjadi pada 20 dari 72 pasien
Ondansetron iv (27,8%) pada kelompok ondansetron dan 36 dari
3 Mendoca et al 2021 RCT (n=72) 72 pasien (50%) pada kelompok plasebo (Odds
Placebo (n=720) Ratio-OR = 0,38%; 95% Confidence Interval-CI
0,19 hingga 0,77; p = 0,007)
Normal saline
(n=72)
Pada penelitian ini pemberian Ondansetron
Ondansetron
Oovuvong et 0,05mg/kg atau 0,1mg/kg yang diberikan sebelum
4 2018 RCT 0,05mg/kg
al anestesi spinal tidak mengurangi kejadian
(n=71)
hipotensi
Ondansetron
0,1mg/kg (n=72)
Ondansetron iv Penggunaan Ondansetron tungga dibandingkan
4mg (n=45) vasokonstriktor kombinasi dengan preload cairan
5 Mohamed et al 2018 RCT RL + efedrin iv secara signifikan mengurangi kejadian hipotensi
7,5ml/kg/mnt pasca-spinal (PSH) tanpa perbedaan yang
(n=45) signifikan antara kedua rejimen
Ondansetron
4mg (n=51)
Pemberian Ondansetron 4 dan 6mg 20 menit
Ondansetron
6 Samarah et al 2020 RCT sebelum anestesi spinal pada seksio sesarea tidak
6mg (n=51)
menurunkan kejadian hipotensi
Normal saline
(n=50)

hypotension and bradycardia dilakukan


Jurnal pencarian yang didapatkan dari
oleh Tatikonda et al. (2019) dengan
databased Pubmed menggunakan kata
melibatkan 140 sampel. Metode penelitian
kunci “Effects Ondansetron AND
yang digunakan yakni Randomized
Anesthesia AND Hypotension”, “Effects
Controlled Double-Blinded Study.
Ondansetron AND Hypotension” sebanyak
Sejumlah 70 pasien mendapatkan injeksi
71 artikel, Pencarian menggunakan
ondansentron secara iv sebanyak 4 mg
databased Cochrane dengan kata kunci
dan masuk ke dalam grup A sedangkan
“Effects Ondansetron AND Hypotension”
70 pasien lainnya mendapatkan injeksi
didapatkan 1 artikel. Sehingga total
cairan normal salin secara iv sebanyak 2
artikel yang didapatkan adalah sebanyak
ml dan masuk ke dalam grup B. Seluruh
72 artikel
sampel mendapatkan injeksi bupivakain
hiperbarik 0.5% yang disuntikan secara
HASIL intratekal. Hasil penelitian menunjukkan
Berdasarkan hasil penelusuran yang bahwa tidak ada perbedaan yang
telah dilakukan, ditemukan adanya 6 signifikan secara statistik pada tekanan
artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan
yang telah ditetapkan peneliti. Rentang MAP pada kedua kelompok (Tatikonda et
tahun artikel yang diperoleh diantara al., 2019).
2018-2021 dengan metode penelitian Ranjbar et al. (2018) melakukan
yang dilakukan yakni 5 artikel dengan penelitian terkait dengan Prophylactic
RCT dan 1 artikel dengan Randomized effect of ephedrine, ondansentron, and
Controlled Double-Blinded Study. ringer on hemodynamic changes during
Penelitian Effect of intravenous cesarean section under spinal anesteshia
ondansetron on spinal anesthesia-induced dengan metode randomized clinical trial.
Jumlah sampel yang terlibat dalam

Sukmaningtyas & Suryani 1470


penelitian sebanyak 90 pasien yang wanita hamil yang menjadi sampel
terbagi menjadi 3 kelompok, yakni penelitian yang terbagi menjadi 3
kelompok yang diberikan ondansentron 4 kelompok, yakni kelompok yang diberikan
mg secara iv, kelompok yang diberikan injeksi secara iv dengan cairan normal
ephedrine 25 mg secara im, dan kelompok salin, ondansentron dengan dosis 0.05
yang diberikan cairan ringer lactat 500 ml mg/kg BB, dan ondansentron 0.1 mg/kgBB
sebelum induksi spinal anestesi dengan sebelum dilakukan induksi spinal anestesi.
bupivakain sebanyak 10-15 mg. Hasil penelitian menunjukkan bawah
Monitoring hemodinamik yang dilakukan pemberian ondansentron baik dengan
meliputi tekanan darah sistolik, tekanan dosis 0.05 mg/kg BB atau dengan dosis
darah diastolik, mean arterial pressure 0.1 mg/kgBB berdasarkan uji statistik yang
(MAP), nadi, dan saturasi oksigen. Hasil dilakukan tidak menurunkan angka
uji statistik menunjukkan perbedaan yang kejadian hipotensi (M et al., 2018).
signifikan untuk kejadian hipotensi pada
Pada tahun 2018, Mohamed et al. telah
ketiga kelompok setelah pemberian spinal
melakukan penelitian tentang
anestesi pada menit ke 12. Pada
Ondansetron is an effective alternative to
kelompok yang mendapatkan
decrease the incidence of postspinal
ondansentron 4 mg secara iv, sebanyak 5
hypotension in healthy subjects
pasien mengalami hipotensi pada menit ke
undergoing infra-umbilical surgery
3 setelah spinal anestesi, 3 pasien
compared to combined volume loading
mengalami hipotensi pada menit ke 6
and vasoconstrictors: randomized
setelah spinal anestesi, 3 pasien
controlled trial. Tujuan penelitian ini adalah
mengalami hipotensi pada menit ke 12
untuk membandingkan penggunaan
setelah spinal anestesi, dan 1 pasien
ondansetron saja dengan kombinasi
mengalami hipotensi pada menit ke 15
vasokonstriktor dan preload cairan.
setelah spinal anestesi (MS et al., 2018).
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 90
Penelitian lain tentang Effect of pasien yang menjalani pembedahan pada
ondansetron on anesthesia-induced ekstremitas bawah atau perut bagian
hypotension spinal cord in non-obstetric bawah dengan spinal anestesi. Kelompok
surgery: a randomized, blinded trial I adalah kelompok yang diberikan
multiple, and placebo-controlled dilakukan ondansentron 4 mg secara iv dan
oleh Mendonca et al. (2021). Penelitian ini kelompok II adalah kelompok yang
melibatkan 144 pasien yang menjalani diberikan kombinasi antara ringer lactat
pembedahan non-obstetri, sejumlah 72 7.5 ml/kg/menit dengan ephedrine 2.5 mg
pasien di kelompok intervensi diberikan pada menit pertama dan kedua dan setiap
ondansentron 8 mg dan 72 pasien yang 5 menit pada 20 menit berikutnya. Hasil uji
masuk ke dalam kelompok kontrol statistik menunjukkan secara signifikan
diberkan placebo 5 menit sebelum kedua intervensi tersebut mengurangi
diberikan spinak anestesi dengan kejadian hipotensi meskipun perbedaan
bupivakain hiperbarik sebanyak 15 mg. diantara keduanya tidak signifikan (SA et
Pada penelitian ini juga disebutkan bahwa al., 2018).
secara klinis pemberian ondansentron
Artikel keenam yang diperoleh dari
pada pasien-pasien yang lebih tua
hasil penelusuran dilakukan oleh Samarah
memiliki efek anti-hipotensi yang lebih baik
(2021) dengan judul penelitian The effect
dibandingkan dengan pasien yang berusia
of ondansetron administration 20 minutes
lebih muda (Mendonça et al., 2021).
prior to spinal anaesthesia on
Oofuvong et al. (2018) telah melakukan haemodynamic status in patients
penelitian tentang Ondansetron dose undergoing elective caesarea. Kelompok
based on minimal effective body weight to pertama diberikan ondansentron (n = 51)
reduce hypotension in caesarean section 4 mg, kelompok kedua (n = 51) mendapat
under spinal anesthesia: a randomized ondansetron 6 mg, dan kelompok kontrol
controlled superiority trial. Pada penelitian C (n = 50) mendapat cairan normal salin.
ini pemberian ondansentron disesuaikan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
dengan berat badan pasien. Sejumlah 228 profilaksis ondansentron baik dengan

Sukmaningtyas & Suryani 1471


dosis 4 mg ataupun dengan dosis 6 mg tindakan spinal. Kedua penelitian ini
yang diberikan 20 menit sebelum spinal melibatkan pasien-pasien yang menjalani
anestesi pada tindakan section caesarea pembedahan non-obstetri.
tidak menurunkan kejadian hipotensi (WK
Sejumlah 4 artikel lainnya yang
et al., 2020).
dilakukan review, berdasarkan hasil uji
statistik, menunjukkan bahwa penggunaan
PEMBAHASAN ondansentron tidak signifikan dalam
menurunkan angka kejadian hipotensi
Anestesi spinal adalah salah satu
pada pembedahan yang diinduksi dengan
teknik anestesi sederhana, handal, dan
spinal anestesi pada pembedahan section
paling umum dilakukan di seluruh dunia.
caesarea.
Namun, anestesi spinal seringkali
dikaitkan dengan efek samping seperti Pada ibu bersalin, ondansentron
hipotensi, bradikardia, dan menggigil memiliki efek yang lebih sedikit dalam
(Tatikonda et al., 2019). Kondisi hipotensi upaya mempertahankan stabilitas
jika dibiarkan terus menerus tanpa hemodinamik setelah dilakukan blok
intervensi dapat menyebabkan terjadinya subarachnoid. Vasodilatasi dari blok
henti jantung (Mendonça et al., 2021). subarachnoid memiliki pengaruh yang
lebih kuat pada tekanan darah bila
Hipotensi pada tindakan spinal anestesi
dibandingkan dengan refleks Bezold-
terjadi karena adanya blokade simpatis
Jarisch. Oleh karena itu maka refleks BJR
sehingga menurunkan resistensi
tidak berhasil untuk dicegah dan pada
pembuluh darah yang pada akhirnya
akhirnya terjadilah hipotensi (Tatikonda et
menyebabkan vasodilatasi dan
al., 2019). Hal ini dapat disebabkan oleh
menyebabkan penurunan tekanan darah
adanya venous pooling, yakni adanya
arteri. Aktivitas berlebihan parasimpatis,
kompresi pada aorta cava akibat adanya
aktivasi refleks Bezold-Jarisch (BJR), dan
penekanan yang disebabkan janin, rahim,
peningkatan aktivitas baroreseptor dapat
plasenta, dan cairan ketuban (Handayani
menyebabkan hipotensi. BJR dipicu oleh
& Chairani, n.d.).
kemoreseptor dan mechanoreceptors
serotonin yang sensitif. Antagonis 5HT3 Penelitian Samarah (2021) menyatakan
dapat mencegah BJR yang diinduksi bahwa responden yang terlibat dalam
serotonin dan ondansentron memiliki efek penelitian menerima dosis oksitosin yang
antagonis 5HT3 (Tatikonda et al., 2019). relatif tinggi dibandingkan dengan
penelitian yang lainnya sehingga
Hasil review artikel mengenai
menyimpulkan bahwa faktor lain yang
penggunaan ondansentron pada pasien
menyebabkan penggunaan ondansentron
yang menjalani tindakan spinal anestesi
tidak memiliki pengaruh yang signifikan
menunjukkan bahwa dari 6 artikel yang
terhadap angka kejadian hipotensi yaitu
direview, 2 artikel menunjukkan bahwa
dikaitkan dengan dosis dan metode
penggunaan ondansentron secara
pemberian oksitosin pada ibu bersalin.
signifikan menurunkan kejadian hipotensi
Oksitosin diberikan setelah bayi dilahirkan
pada pasien-pasien dengan pembedahan
untuk merangsang konstraksi uterus dan
non obstetri seperti pada pembedahan
mengurangi kehilangan darah. Namun
ekstremitas bawah atau pembedahan
pemberian oksitosin juga dapat
pada bagian perut bagian bawah. Hal ini
menyebabkan vasodilatasi perifer yang
seperti penelitian yang telah dilakukan
menimbulkan hipotensi, peningkatan, atau
Tubog et al. (2017) yang memberikan
penurunan denyut jantung (Yulianto &
ondansentron 5 menit sebelum tindakan
Uyun, 2012).
blok tulang belakang dan hasilnya
menunjukkan rendahnya angka kejadian Penelitian yang telah dilakukan oleh
hipotensi pada kelompok intervensi (Terkawi et al., 2015b) pun menunjukkan
dibandingkan dengan kelompok kontrol. bahwa tidak ada perbedaan bermakna
Tinjauan sistematis dan meta-analisis juga pada tekanan darah sistol, tekanan darah
menunjukkan bahwa ondansentron diastole, MAP, dan heart rate pada ibu
mengurangi kejadian hipotensi pada

Sukmaningtyas & Suryani 1472


bersalin section caesarea yang diberikan Ghaleb, A. (2009). A Practical Approach to
ondansentron saat pre medikasi. Regional Anesthesia, 4th Edition.
Anesthesiology, 111(3), 684–684.
Meskipun pemberian ondansentron https://doi.org/10.1097/ALN.0B013E3181
tidak memberikan hasil yang signifikan B27AC4
dalam menurunkan kejadian hipotensi,
menurut (Mendonça et al., 2021; SA et al., Gunusen, I., Karaman, S., Ertugrul, V., & Firat,
V. (2010). Effects of fluid preload
2018; Tatikonda et al., 2019) pemberian
(crystalloid or colloid) compared with
ondanstentron secara signifikan crystalloid co-load plus ephedrine
menurunkan angka penggunaan infusion on hypotension and neonatal
ephedrine pada pasien dimana hal ini outcome during spinal anaesthesia for
adalah suatu hal yang sangat caesarean delivery. Anaesthesia and
menguntungkan bagi ibu bersalin yang Intensive Care.
sedang menjalani pembedahan dengan https://doi.org/10.1177/0310057x100380
tindakan spinal anestesi karena 0337
penggunaan ephedrine dapat Handayani, W., & Chairani, R. (n.d.). Pengaruh
memengaruhi kontraksi uterus dan aliran Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap
darah uterus. Selain itu penurunan Peningkatan Tekanan Darah Setelah
penggunaan ephedrine juga Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio
menguntungkan bagi pasien lansia karena Caesaria.
lansia sulit untuk mentoleransi pemberian
Hasyim, D., Samodro, R., Sasongko, H., &
cairan berlebihan yang merupakan Leksana, E. (2013). Perbedaan
tindakan terapeutik dalam menangani Pengaruh HES 6% (200) Dalam NaCl
kejadian hipotensi. 0,9% dan Dalam Larutan Berimbang
Konflik kepentingan: Penulis pada Base Excess dan Strong Ion
Difference Pasien Seksio Sesaria dengan
menyatakan tidak ada konflik kepentingan.
Anestesi Spinal. JAI (Jurnal Anestesiologi
Indonesia), 5(2), 83–91.
SIMPULAN https://doi.org/10.14710/JAI.V5I2.6410

Pemberian ondansetron pre induksi Leksana, E. (2006). SIRS, sepsis,


spinal anestesi tidak signifikan dalam keseimbangan asam-basa, syok dan
mencegah terjadinya hipotensi tetapi terapi cairan. CPD IDSAI Jateng-Bagian
dapat diberikan guna mengurangi angka Anestesi Dan Terapi Intensif FK Undip.
Semarang, 4.
kejadian pemberian efedrin.
M, O., T, K., O, K., N, D., & J, L. (2018).
Minimal effective weight-based dosing of
DAFTAR PUSTAKA
ondansetron to reduce hypotension in
Angesti, A. N., Triyanti, T., & Sartika, R. A. D. cesarean section under spinal
(2018). Riwayat Hipertensi Keluarga anesthesia: a randomized controlled
Sebagai Faktor Dominan Hipertensi pada superiority trial. BMC Anesthesiology,
Remaja Kelas XI SMA Sejahtera 1 Depok 18(1). https://doi.org/10.1186/S12871-
Tahun 2017. Buletin Penelitian 018-0568-7
Kesehatan.
https://doi.org/10.22435/bpk.v46i1.41 Mendonça, F. T., Crepaldi Junior, L. C.,
Gersanti, R. C., & de Araújo, K. C.
Das, A., Bhattacharyya, T., Mitra, T., (2021). Effect of ondansetron on spinal
Majumdar, S., Mandal, R., & Hajra, B. anesthesia-induced hypotension in non-
(2014). Prevention of altered obstetric surgeries: a randomised,
hemodynamics after spinal anesthesia: A double-blind and placebo-controlled trial.
comparison of volume preloading with Brazilian Journal of Anesthesiology
tetrastarch, succinylated gelatin and (English Edition), 71(3), 233–240.
ringer lactate solution for the patients https://doi.org/10.1016/J.BJANE.2020.12.
undergoing lower segment caesarean 028
section. Saudi Journal of Anaesthesia,
8(4), 456. https://doi.org/10.4103/1658- Mercier, F. J., Diemunsch, P., Ducloy-
354X.140817 Bouthors, A.-S., Mignon, A., Fischler, M.,
Malinovsky, J.-M., Bolandard, F., Aya, A.

Sukmaningtyas & Suryani 1473


G., Raucoules-Aimé, M., Chassard, D., Researches, 13(2), 340.
Keita, H., Rigouzzo, A., & Le Gouez, A. https://doi.org/10.4103/AER.AER_22_19
(2014). 6% Hydroxyethyl starch (130/0.4)
vs Ringer’s lactate preloading before Terkawi, A. S., Tiouririne, M., Mehta, S. H.,
spinal anaesthesia for Caesarean Hackworth, J. M., Tsang, S., & Durieux,
delivery: the randomized, double-blind, M. E. (2015a). Ondansetron Does Not
multicentre CAESAR trial‡. British Attenuate Hemodynamic Changes in
Journal of Anaesthesia, 113, 459–467. Patients Undergoing Elective Cesarean
https://doi.org/10.1093/bja/aeu103 Delivery Using Subarachnoid Anesthesia:
A Double-Blind, Placebo-Controlled,
MS, R., S, S., & F, J. (2018). Prophylactic Randomized Trial. Regional Anesthesia
Effects of Ephedrine, Ondansetron and and Pain Medicine, 40(4), 344–348.
Ringer on Hemodynamic Changes during
Cesarean Section under Spinal Terkawi, A. S., Tiouririne, M., Mehta, S. H.,
Anesthesia - a randomized clinical trial. Hackworth, J. M., Tsang, S., & Durieux,
Ginekologia Polska, 89(8), 454–459. M. E. (2015b). Ondansetron Does Not
https://doi.org/10.5603/GP.A2018.0078 Attenuate Hemodynamic Changes in
Patients Undergoing Elective Cesarean
Newman, D. W. (2010). Kamus Kedokteran Delivery Using Subarachnoid Anesthesia:
Dorland (31st ed.). EGC. A Double-Blind, Placebo-Controlled,
Randomized Trial. Regional Anesthesia
SA, M., AM, H., SA, A., KA, S., & AM, S. and Pain Medicine, 40(4), 344–348.
(2018). Ondansetron Is an Effective https://doi.org/10.1097/AAP.0000000000
Alternative to Decrease the Incidence of 000274
Postspinal Hypotension in Healthy
Subjects Undergoing Infra-Umbilical WK, S., SM, A., IK, B., ZA, R., HA, G., & BN,
Surgeries Compared To Combined A. (2020). The effect of ondansetron
Volume Loading and Vasoconstrictors: administration 20 minutes prior to spinal
Randomized Controlled Trial. Open anaesthesia on haemodynamic status in
Access Macedonian Journal of Medical patients undergoing elective caesarean
Sciences, 6(12), 2363–2368. section: A comparison between two
https://doi.org/10.3889/OAMJMS.2018.49 different doses. Indian Journal of
1 Anaesthesia, 64(11), 954.
https://doi.org/10.4103/IJA.IJA_974_19
Sahoo, T., SenDasgupta, C., Goswami, A., &
Hazra, A. (2012). Reduction in spinal- Yulianto, S., & Uyun, Y. (2012). Perbandingan
induced hypotension with ondansetron in Efek Pemberian Oksitosin Bolus dan
parturients undergoing caesarean Oksitosin Infus terhadap Tekanan Darah
section: A double-blind randomised, dan Laju Nadi pada Wanita yang
placebo-controlled study. International Menjalani Seksio Sesaria dengan
Journal of Obstetric Anesthesia, 21(1), Anestesi Spinal.
24–28. http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/
https://doi.org/10.1016/J.IJOA.2011.08.0 detail/57197
02
SM, S.-S., VG, N., SK, T., RA, Z., JM, S., AA,
A. A., FH, M., FW, A., AS, B., & MT, A.
(2009). A randomized trial comparing
colloid preload to coload during spinal
anesthesia for elective cesarean delivery.
Anesthesia and Analgesia, 109(4), 1219–
1224.
https://doi.org/10.1213/ANE.0B013E3181
B2BD6B
Tatikonda, C. M., Rajappa, G. C., Rath, P.,
Abbas, M., Madhapura, V. S., & Gopal,
N. V. (2019). Effect of Intravenous
Ondansetron on Spinal Anesthesia-
Induced Hypotension and Bradycardia: A
Randomized Controlled Double-Blinded
Study. Anesthesia, Essays and

Sukmaningtyas & Suryani 1474

Anda mungkin juga menyukai