Anda di halaman 1dari 31

EKONOMETRIKA II

MODEL REGRESI VAR (VECTOR AUTOREGRESSION)

///***

DOSEN PENGAMPU:
Dr.Syaparuddin, S.E.,M.Si

KELOMPOK 6
DISUSUN OLEH :

Masliana Siregar (C1A020017)


Novita Samnia Putri (C1A020129)
M.Muarifin (C1A020007)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………………...i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………1

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….2

B. Kelebihan VAR……………………………………………………………………………2

C. Kekurangan VAR………………………………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………….4

A. Teori terkait model VAR …………………………………………………………………4

B. Macam-macam bentuk VAR………………………………………………………………6

C. Prosedur pengujian MetOde VAR ………………………………………………………..7

D. Prosedur VAR……………………………………………………………………………..7

E. Penentuan Panjang Lag …………………………………………………………………...7

F. Pengujian Urutan Variabel (Ordering)…………………………………………………….8

BAB III MODEL DAN DATA ………………………………………………………………………...9

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………………………30

A. Simpulan ………………………………………………………………………………...30

B. Saran ……………………………………………………………………………………. 31

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………31


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai
fungsi linear dari konstanta dan nilai lag dari peubah-peubah yang ada dalam sistem Enders,
2004. Dalam model VAR semua variabel yang digunakan dalam analisis dapat dianggap
berpotensi menjadi variabel endogen dengan mengabaikan pemisahan antara variabel
eksogen dan endogen atau dengan arti lain, semua variabel berhak menjadi variabel-variabel
dependen dan independen. Selain VAR terdapat pula VAR first diference.

Model VAR First Difference merupakan bentuk VAR yang terestriksi, namun
menjelaskan bahwa data yang diuji tidak stasioner pada level dan tidak memiliki hubungan
kointegrasi. Pada uji sebelumnya didapat bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini
stasioner pada first difference sehingga penelitian ini adalah VAR Difference .

Autoregresi vektor (VAR) biasanya digunakan untuk meramalkan sistem rangkaian


waktu yang saling terkait dan untuk menganalisis dampak dinamis dari gangguan acak pada
sistem variabel. Pendekatan VAR bentuk tereduksi mengesampingkan kebutuhan untuk
pemodelan struktural dengan memperlakukan setiap variabel endogen dalam sistem sebagai
fungsi dari nilai p-lag dari semua variabel endogen dalam sistem.

B. Kelebihan VAR

Model VAR sebagai alat analisis memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya
digunakan secara luas oleh dunia ekonomi dan ekonometrika. Kelebihan dari mdel ini
antara lain ;

1. Metode ini bebas dari berbagai Batasan teori ekonomi yang sering ada,seperti
variabel endogen dan eksogen palsu.

2. Var mengembangkan model secara bersamaan dalam system multivariant yang


kompleks,sehingga dapat menangkap semua hubungan antar variabel dalam
persamaan.
3. Tes var multivariant dapat menghindari parameter yang bias karena
menyimpangkan variabel yang relavan.

4. Tes var dapat mendeteksi semua hubungan antar variabel dalam system persamaan
dengan memperlakukan semua variabel,endogen.

5. Metode var merupakan metode sederhana,dimana tidak perlu menentukan mana


variabel yang endogen dan mana yang eksogen,karena var memperlakukan semua
variabel,endogen.

6. Estimasi var sederhana,karena metode umum OLS dapat digunakan pada masing-
masing persamaan secara terepisah,dan

7. Peridiksi estimasi yang diperoleh,lebih baik dalam berbagai kasus,dibandingkan


dengan model simultaneous-equation yang lebih rumit

Adapun beberapa kelebihan dari model VAR, menurut Nachrowi dan Usman 2006, adalah
sebagai berikut :

1. Model VAR merupakan model yang sederhana sehingga tidak perlu dibedakan
mana variabel yang endogen dan mana variabel yang eksogen. Hal ini dikarenakan
semua variabel pada model VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen.
2. Cara estimasi model VAR dapat dikatakan relatif mudah, yaitu dengan
menggunakan Ordinary Least Square OLS pada setiap persamaan secara terpisah.
3. Peramalan forecasting dengan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih
baik dibandingkan dengan menggunakan model persamaan simultan yang lebih
kompleks.

Sementara itu, Laksani dalam Jong 2005 mengemukakan beberapa kelebihan lain dari
model VAR, yakni :

1. VAR mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang


kompleks multivariate, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel
di dalam persamaan tersebut. Hubungan yang terdeteksi ini dapat bersifat langsung
maupun tidak langsung.
2. Uji VAR yang bersifat multivariate bisa menghindari parameter yang bias akibat
tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
3. Karena bekerja berdasarkan data, VAR terbebas dari berbagai batasan teori
ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan semu spurious variable
endogenty dan exogenty di dalam model ekonometri konvensional terutama pada
persamaan simultan, sehingga dapat menghindari penafsiran yang salah.
4. Dengan teknik VAR, variabel yang terpilih hanya variabel yang relevan untuk
disinkronisasi dengan teori yang ada.

C. Kekurangan VAR :

Di samping memiliki sejumlah kelebihan, menurut Nachrowi dan Usman 2006, VAR juga
memiliki beberapa kelemahan, yakni :

1. Model VAR lebih bersifat ateoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori
terdahulu. Oleh karena itu, model tersebut sering disebut sebagai model yang tidak
struktural.
2. Meskipun VAR dapat digunakan untuk analisis kebijakan, tetapi hal ini bukan
yang utama, mengingat tujuan utama dari model VAR adalah untuk peramalan
forecasting . Karena itu, analisis implikasi kebijakan berdasarkan model VAR
kurang sesuai karena VAR tidak mempermasalahkan perbedaan variabel eksogen
dan endogen Laksani dalam Jong, 2005.
3. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaan juga dapat
menimbulkan permasalahan. Misalnya, terdapat tiga buah variabel eksogen dengan
masing-masing lag sebanyak delapan buah. Maka, pengestimasian yang dilakukan
paling sedikit sebanyak 24 parameter. Oleh karena itu, dibutuhkan data atau
pengamatan yang relatif banyak.
4. Seluruh variabel dalam VAR harus stasioner. Jika tidak stasioner, maka harus
ditransformasi terlebih dahulu.
5. Tidak mudah dalam menginterpretasikan koefisien yang diperoleh berdasarkan
model VAR.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Terkait Model VAR

Pada umumnya model ekonometrika time series merupakan model struktural


karena didasarkan atas teori ekonomi yang telah ada. Pada tahun 1980 Christopher A.
Sims memperkenalkan model VAR sebagai alternatif dalam analisis ekonomi makro.
Model VAR merupakanmodel non struktural karena bersifat ateori. Model VAR
memiliki struktur model yang lebih sederhana dengan jumlah variabel yang minimalis
dimana semua variabelnya adalah variabel endogen dengan variabel independennya
adalah lag.

Model VAR didesain untuk variabel stasioner yang tidak mengandung trend.
Trend stokastik dalam data mengindikasikan bahwa ada komponen long-run (jangka
panjang) dan short-run (jangka pendek) dalam data time series. Penelitian tentang trend
stokastik dalam variabel ekonomi terus berkembang, sehingga pada tahun 1981, Granger
mengembangkan konsep kointegrasi. Pada tahun 1987, Engle bersama Granger
mengembangkan konsep kointegrasi dan koreksi error (error correction).

Kemudian, pada tahun 1990, Johansen dan Juselius mengembangkan konsep


VECM (Vektor Error Correction Model). VECM menawarkan suatu prosedur kerja yang
mudah untuk memisahkan komponen jangka panjang (long-run) dan komponen jangka
pendek (short-run) dari proses pembentukan data. Dengan demikian, VECM berbeda
dengan VAR dimana VECM dapat digunakan untuk memodelkan data time series yang
terkointegrasi dan tidak stasioner. VECM sering disebut sebagai bentuk VAR terestriksi
(Sinay, 2014).

Metode Vector Autoregressive (VAR) merupakan salah satu metode yang


digunakan untuk memproyeksikan sistem dengan variabel waktu agar bisa menganalisis
dampak dinamis. Dampak tersebut merupakan faktor gangguan yang terdapat dalam
sistem variabel tersebut. Model ini merupakan alat analisis yang dapat diandalkan dalam
mendeskripsikan data dan membentuk forecast persamaan multivariate yang reliable.
Pada dasarnya, analisis VAR mirip dengan model persamaan simultan, karena
analisis VAR mempertimbangkan beberapa variabel endogen bersama dalam sebuah
model. Sebenarnya, analisis ini serupa dengan model persamaan simultan biasa. Dalam
analisis VAR melihat bagaimana pengaruh nilai suatu variabel di masa lalu dapat
menjelaskan kondisinya di masa sekarang dan dipengaruhi oleh nilai masa lalu dari
semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Selain itu, dalam analisis
VAR biasanya tidak ada variabel eksogen dalam model.

Vector Autoregression atau VAR merupakan salah satu metode time series yang
sering digunakan dalam penelitian, terutama dalam bidang ekonomi. Menurut Gujarati
(2004) ada beberapa keuntungan menggunakan VAR dibandingkan metode lainnya:

1. Lebih sederhana karena tidak perlu memisahkan variabel bebas dan terikat.
2. Estimasi sederhana karena menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) biasa.
3. Hasil estimasinya lebih baik dibandingkan metode lain yang lebih rumit.

Alasan dipilihnya metode VAR adalah dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Metode regresi linier yang menyatakan bahwa variabel pertumbuhan


diregresikan atas variabel ekspor atau variabel impor telah banyak dikritik dan
merupakan metode yang sangat lemah sehingga hasil penggunaannya dapat
menyesatkan. Dua kritik utama terhadap metode regresi linier adalah : Pertama,
meregresikan variabel pendapatan nasional tahun berjalan atas ekspor tahun
berjalan merupakan sebagian pendapatan nasional tahun berjalan yang
bermakna bahwa kita meregresikan suatu variabel atas dirinya sendiri. Kedua,
metode regresi linier tidak mendeteksi kausalitas antara variabel-variabel yang
digunakan secara dinamis. Dapat terjadi kumulatif ekspor yang tidak
mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi ( Halwani, 2002).
2. Data yang digunakan merupakan data time series yang menggambarkan
fluktuasi ekonomi.
3. Dampak kebijakan moneter terhadap perkembangan di sektor riil melalui suatu
mekanisme yang pada umumnya tidak berdampak seketika, biasanya
membutuhkan tenggang waktu tertentu (lag). Ketiga persoalan ini dapat
dijawab oleh model VAR sebagai salah satu bentuk model makroekonometrika
yang paling sering digunakan untuk melihat permasalahan fluktuasi ekonomi.

Kapan kita bisa memilih menggunakan metode VAR ini?


1. Ketika data yang kita gunakan adalah deret waktu atau time series.
2. Ketika kita tidak mengetahui mana variabel yang mempengaruhi (bebas) dan
dipengaruhi (terikat).
3. Ketika data kita cukup besar (lebih dari 50 observasi).
4. Ketika asumsi-asumsinya terpenuhi

Yt = α1i + ∑ β 1ⅈ Yt -1 + ∑y 1ⅈ Χt-1 + εt

Χt = α 2i + ∑β 2ⅈ Yt -1 + ∑y 2ⅈ Χt-1 + εt

Secara umum model Vector Autoregressive (VAR) dapat diformulasikan sebagai berikut:
𝑥𝑡 = A0 + A1𝑥𝑡−1 + A2𝑥𝑡−2 + A3𝑥𝑡−3 + ⋯ + A𝑝𝑥𝑡−𝑝 + 𝑒𝑡

Dimana :
𝑥𝑡 = vektor berukuran nx1 yang berisi n peubah dalam model VAR
A0 = vektor intersep berukuran nx1
A1 = matriks koefisien berukuran nxn

B. Macam-Macam Bentuk VAR


Ada tiga macam bentuk VAR, yakni VAR tanpa restriksi, VAR terestriksi
(VECM), dan struktural VAR (S-VAR)4. Bentuk VAR tanpa restriksi ini terkait erat
dengan permasalahan kointegrasi dan hubungan teoritis. Jika data yang digunakan di
dalam pembentukan VAR adalah stasioner di tingkat level, maka bentuk VAR yang
digunakan adalah VAR biasa atau VAR tanpa restriksi. Sebaliknya VECM merupakan
bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan
bentuk data yang tidak stasioner serta dengan permasalahan kointegrasi. VECM kemudian
memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena
itulah VECM sering disebut sebagai VAR bagi series nonstasioner yang memiliki
hubungan kointegrasi (secara teoritis ataupun secara data varibel ada kemungkinan
terkointegrasi). Spesifikasi model VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-
variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun dengan tetap
membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal juga
sebagai error, karena deviasi terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara
bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek.
Sedangkan bentuk model VAR yang terakhir adalah struktural VAR atau sering
juga disebut sebagai S-Var. Seperti halnya VECM, S-Var juga merupakan bentuk VAR
yang terestriksi. S-Var merestriksi berdasarkan hubungan teoritis.

C. Prosedur Pengujian Metode VAR


Adapun prosedur metode estimasi VAR yang akan digunakan dalampenelitian
ini jika diurutkan tahapannya adalah sebagai berikut :
1) Uji kondisi stasioneritas variabel. Jika stasioner pada level maka digunakan
VAR, namun jika tidak stasioner maka digunakan VECM
2) Uji kointegrasi antar variabel. Prosedur ini digunakan untuk menentukan
apakah metode VAR yang akan digunakan, VAR atau Vector Error Correction
Model (VECM).
3) Prosedur dalam VAR / VECM
 Penentuan panjang lag optimal
 Uji stabilitas model
 Uji urutan variabel atau ordering
 Uji asumsi klasik serial correlation
 Uji asumsi klasik Heteroscedasticity
 Proses peramalan dengan Impulse Response Function

D. Prosedur VAR / Vector Error Correction Model (VECM)


Salah satu kegunaan pengujian stasioneritas dan kointegrasi sebelumnya adalah
digunakan untuk menentukan metode VAR yang akan dipakai melakukan dalam
estimasi apakah metode VAR in Level ataukah menggunakan metode Vector Error
Correction Model (VECM). Jika pengujian sebelumnya menunjukkan hasil estimasi data
yang tidak stasioner namun memiliki kointegrasi dengan variabel data yang lain maka
akan digunakan metode VECM. Metode ini pada dasarnya menggunakan bentuk VAR
yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data
yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi
restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasi model. Karena itulah mengapa VECM
juga sering disebut sebagai model VAR bagi data time series yang bersifat non stasioner
dan memiliki hubungan kointegrasi. Ada beberapa tahapan penting dalam proses
estimasi VECM, yakni antara lain : penentuan panjang lag optimal, pengujian stabilitas
model, pengujian urutan variabel (ordering), pengujian asumsi serial correlation,
pengujian asumsi heteroscedasticity peramalan dengan menggunakan impulse response
function dan yang terakhir adalah pembentukan Variance decomposition.

E. Penentuan Panjang Lag

Salah satu kondisi yang harus diperhatikan dalam etimasi dengan menggunakan metode
VAR adalah kondisi penentuan panjang lag yang akan digunakan. Permasalahan yang
muncul apabila panjang lagnya terlalu kecil akan membuat model tersebut tidak dapat
digunakan karena kurang mampu menjelaskan hubungannya. Dan sebaliknya, jika
panjang lag yang digunakan terlalu besar maka derajat bebasnya (degree of freedom)
akan menjadi lebih besar sehingga tidak efisien lagi dalam menjelaskan. Salah satu
metode yang paling umum digunakan untuk menentukan panjang lag adalah dengan
melihat Akaike Information Criterion (AIC). Dimana rumusnya adalah (Gujarati, 2004) :

AIC = T Log |Σ| + 2 N (3.4)

Dimana |Σ| adalah determinan dari matrik residual varians atau kovarian sedangkan N
adalah jumlah total dari parameter yang diestimasi dalam semua persamaan. Gujarati
memberikan pedoman dalam melihat nilai AIC, dimana nilai AIC terendah yang
didapatkan dari hasil estimasi VAR dengan berbagai lag menunjukkan bahwa panjang
lag tersebut yang paling baik untuk digunakan. Dalam penelitian ini, penulis akan
mencari lag optimal dengan menguji VECM dengan beberapa lag, yakni dari lag 1
sampai lag 4. Pengujian hanya sampai dengan lag 4 karena jumlah variabel dalam model
hanya 3, sehingga jika diuji hingga lebih 4 lag maka dikhawatirkan hasil estimasi tidak
akan lagi efisien karena derajat kebebasan yang terlalu besar. Dari pengujian keempat
lag tersebut, maka akan dilihat hasil output estimasi VECM model lag mana yang
mempunyai AIC terendah yang menunjukkan lag yang optimal.

F. Pengujian Urutan Variabel (Ordering)

Bentuk urutan menjadi sesuatu yang penting dalam model VAR/VECM, karena urutan
variabel yang tepat akan membeikan informasi yang akurat pula. Bentuk urutan variabel
yang baik dapat dilihat dari korelasi residualnya. Gujarati (2004) menyatakan bahwa rule
of thumbs mengenai ini adalah jika korelasi residual di dalam sistem secara mayoritas
kurang dari 0,2 maka urutan tidak perlu dipermasalahkan. Atau bisa juga pengurutan ini
dilakukan dengan dasar teoritis, dimana urutan variabel ditentuan oleh urutan variabel.
Variabel dengan urutan pertama, berarti mempengaruhi variabel di urutan kedua, dan
seterusnya. Dengan pengurutan yang benar, maka hasil estimasi akan menjadi lebih
efisien dan lebih akurat dibandingkan tanpa pengurutan variabel di dalam metode VAR.
BAB III
MODEL DAN DATA

Data Ekonomi makro Indonesia Pada Tahun 1970-2012

Tahun Inflasi Interest Kurs BM/GDP

1970 12,35 21,00 362,83 9,107132


1971 4,36 21,00 391,88 11,81984
1972 6,51 15,00 415,00 13,72477
1973 31,04 12,00 415,00 13,86464
1974 40,6 12,00 415,00 12,87668
1975 19,05 12,00 415,00 14,96844
1976 19,86 12,00 415,00 16,05254
1977 11,04 9,00 415,00 15,58921
1978 8,11 6,00 442,05 15,86501
1979 16,26 6,00 623,06 15,18721
1980 18,02 6,00 626,99 15,88852
1981 12,24 6,00 631,76 16,80718
1982 9,48 6,00 661,42 17,87921
1983 11,79 6,00 909,26 19,0703
1984 10,46 16,00 1.025,94 20,19801
1985 4,73 18,00 1.110,58 24,15659
1986 5,83 15,39 1.282,56 27,26333
1987 9,28 16,78 1.643,85 27,53994
1988 8,04 17,72 1.685,70 28,55242
1989 6,42 18,63 1.770,06 32,879
1990 7,81 17,53 1.842,81 40,47754
1991 9,42 23,32 1.950,32 40,13004
1992 7,53 19,6 2.029,92 42,49227
1993 9,69 14,55 2.087,10 43,68509
1994 8,52 12,53 2.160,75 45,30562
1995 9,43 16,72 2.248,61 48,58573
1996 7,97 17,26 2.342,30 52,69393
1997 6,23 20,01 2.909,38 55,99914
1998 58,39 39,07 10.013,62 59,86041
1999 20,49 25,74 7.855,15 58,38761
2000 3,72 12,5 8.421,78 53,88268
2001 11,5 15,48 10.260,85 50,99769
2002 11,88 15,5 9.311,19 48,27886
2003 6,59 10,59 8.577,13 47,35286
2004 6,24 6,44 8.938,85 45,03288
2005 10,45 8,08 9.704,74 43,35401
2006 13,11 11,41 9.159,32 41,40172
2007 6,41 7,98 9.141,00 41,75415
2008 9,78 8,49 9.698,96 38,30992
2009 4,81 9,28 10.389,94 38,19668
2010 5,13 7,02 9.090,43 38,33198
2011 5,36 6,93 8.770,43 38,76202
2012 4,28 5,95 9.386,63 40,13058

Langkah pertama :
Salah satu langkah yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data runtut
waktu adalah menguji apakah data tersebut stasioner atau tidak. Data stasioner merupakan data
runtut waktu yang tidak mengandung akar-akar unit (unit roots), sebaliknya data yang tidak
stasioner jika mean, variance dan covariance data tersebut konstan sepanjang waktu (Thomas,
1997:374).

Hasil uji stasioner data pada tingkat level sebagai berikut :

 Uji Stasioner Variabel Inflasi pada tingkat level

Null Hypothesis: INFLASI has a unit root


*Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.666840 0.0005


Test critical values: 1% level -3.600987
5% level -2.935001
10% level -2.605836

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(INFLASI)
Method: Least Squares
Date: 05/30/23 Time: 22:06
Sample (adjusted): 1972 2012
Included observations: 41 after adjustments/

Variable Coefficient *Std. Error t-Statistic Prob. *

INFLASI(-1) -0.722051 0.154719 -4.666840 0.0000


C 8.645047 2.455446 3.520765 0.0011
9
R-squared 0.358335 Mean dependent var -0.170488
Adjusted R-squared 0.341882 S.D. dependent var 12.38213
S.E. of regression 10.04494 Akaike info criter/9/ion 7.499565
Sum squared resid 3935.130 Schwarz criterion 7.583154
Log likelihood -151.7411 Hannan-Quinn criter. 7.530004
F-statistic 21.77940 Durbin-Watson stat 1.883779
Prob(F-statistic) 0.000036

 Uji Stasioner Variabel Interest pada tingkat level

Null Hypothesis: INTEREST has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic – based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.600424 0.1009


Test critical values: 1% level -3.596616
5% level -2.933158
10% level -2.604867

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

 Uji Stasioner Variabel Kurs pada tingkat level

Null Hypothesis: KURS has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

///
t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.748979 0.8229


Test critical values: 1% level -3.596616
5% level -2.933158
10% level -2.604867

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

 Uji Stasioner Variabel broad money (BM) pada tingkat level


Null Hypothesis: BM has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob. *

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.318670 0.6119


Test critical values: 1% level -3.600987
5% level -2.935001
10% level -2.605836

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


Hasil uji stasioner pada data First Different sebagai berikut:
/
 Uji Stasioner Variabel Inflasi pada first First
different
Hasil uji Different
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant/
pada data
Lag Length: 1 (Automatic - based data
on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.434131 0.0000


Test critical values: 1% level -3.605593
5% level -2.936942
10% level -2.606857

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

 Uji Stasioner Variabel Interest pada first different

Null Hypothesis: D(INTEREST) has a unit root


6Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob. *

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.653559 0.0000


Test critical values: 1% level -3.605593
5% level -2.936942
10% level -2.606857

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

 Uji Stasioner Variabel Kurs pada first different

Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.936199 0.0000


Test critical values: 1% level -3.600987
5% level -2.935001
10% level -2.605836
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

 Uji Stasioner Variabel Broad Money (BM) pada first different

Null Hypothesis: D(BM) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.505831 0.0128


Test critical values: 1% level -3.600987
5% level -2.935001
10% level -2.605836

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Dari hasil uji stasioner pada tingkat level hanya variabel inflasi yang lolos uji stasioner, yang dimana
diperoleh hasil 0,0005 < 0,05 sedangkan variabel interest, kurs dan bload money (BM) tidak lolos pada
data level karena hasilnya > dari 0,05. Maka uji dilanjutkan dengan uji statisioner pada tingkat first
different, dan hasilnya semua lolos pada tingkat first different sehingga model VAR first diferent bisa
dilanjukan.

Ketika seluruh variabel dilakukan uji akar unit, maka akan diperoleh tabel sebagai berikut :

Uji Akar Unit


Variabel Level 1st Difference
ADF Prob ADF Prob
INFLASI -4.671825 0.0005 -7.434131 0.0000
KURS -0.748979 0.8229 -7.936199 0.0000
INTEREST -2.600424 0.1009 -6.653559 0.0000
BM -1.318669 0.6119 -3.505834 0.0128

Dari hasil uji stasioneritas berdasarkan uji Dickey–Fuller diperoleh data yang belum stasioner
pada data level atau integrasi derajat nol, I(0), maka syarat stasionaritas model ekonomi runtut
waktu dapat diperoleh dengan cara differencing data, yaitu mengurangi data tersebut dengan data
periode sebelumnya. Dengan demikian melalui differencing pertama (first difference) diperoleh
data selisih atau delta-nya (Δ). Prosedur uji Dickey–Fuller kemudian diaplikasikan untuk
menguji stasionaritas data yang telah di-differencing. Jika dari hasil uji ternyata data runtut waktu
belum stasioner, maka dilakukan differencing kedua (second differencing). Prosedur uji Dickey–
Fuller selanjutnya diaplikasikan untuk menguji stasionaritas data second differencing tersebut.
Setelah mengetahui bahwa data tidak stasioner pada tingkat level, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan uji akar unit pada tingkat 1st Difference. Dan dari hasil uji akar unit maka
seluruh variabel lolos uji akar unit pada tingkat 1st Difference atau stasioner pada 1st Difference.
Langkah kedua

Penentuan panjang lag

Estimasi model VAR dimulai dengan menentukan berapa panjang lag yang tepat dalam model
VAR. Penentuan panjangnya lag optimal merupakan hal penting dalam pemodelan VAR. Jika
lag optimal yang dimasukan terlalu pendek maka dikhawatirkan tidak dapat menjelaskan
kedinamisan model secara menyeluruh. Namun, lag optimal yang terlalu panjang akan
menghasilkan estimasi yang tidak efisien karena berkurangnya degree of freedom (terutama
model dengan sampel kecil). Oleh karena itu perlu mengetahui lag optimal sebelum melakukan
estimasi VAR.

Blok seluruh variabel yang akan digunakan  open  as VAR  pilh VAR type standard
VAR

Pilih OK

/Selanjutnya klik View  Lag Structure  Lag Length


Tekan OK
Maka akan muncul tampilan seperti dibawah ini

VAR Lag Order Selection Criteria


Endogenous variables: D(KURS) D(INTEREST) D(INFLASI) D(BM)
Exogenous variables: C
Date: 06/03/23 Time: 14:21
Sample: 1970 2012
Included observations: 36

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -601.2397 NA 4.71e+09 33.62443 33.80038* 33.68584


1 -581.6076 33.81091 3.88e+09 33.42264 34.30238 33.72969
2 -556.4166 37.78651* 2.41e+09* 32.91203* 34.49555 33.46472*
3 -546.7280 12.37984 3.76e+09 33.26267 35.54997 34.06100
4 -525.9955 21.88429 3.49e+09 32.99975 35.99084 34.04372
5 -511.4690 12.10543 5.37e+09 33.08161 36.77649 34.37122
6 -495.8497 9.545137 1.02e+10 33.10276 37.50142 34.63801

* indicates lag order selected by the criterion


LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
Dari hasil uji panjang lag dalam VAR dengan memasukan AIC menunjukkan
panjang lag optimal adalah 2 yaitu dengan nilai 37.78651* Hasil estimasi
menggunakan model VAR akan menghasilkan fungsi variance decomposition dan
fungsi impulse response yang digunakan untuk menjawab permasalahan.

Langkah berikutnya

Uji Kointegrasi

Berdasarkan panjang lag diatas, maka dilakukan uji kointegrasi untuk


mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan dalam jangka panjang, yaitu
terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan diantara variabel-
variabel di dalam permasalahan ini atau tidak. ji kointegrasi dilakukan dengan
menggunakan metode Johansen’s Cointegration Test. Berikut ini disajikan
tabel hasil uji kointegrasidengan metode Johansen’s Cointegration Test.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : blok semua variabel open


as group klik view Cointegration Test pilih Johansen
System Cointegration Test
Date: 06/03/23 Time: 14:26
Sample (adjusted): 1974 2012
Included observations: 39 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: D(KURS) D(INTEREST) D(INFLASI) D(BM)
Lags interval (in first differences): 1 to 2

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.644399 82.35268 47.85613 0.0000


At most 1 * 0.405405 42.02874 29.79707 0.0012
At most 2 * 0.339686 21.75361 15.49471 0.0050
At most 3 * 0.133025 5.567045 3.841465 0.0183

Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)

Hypothesized Max-Eigen 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.644399 40.32394 27.58434 0.0007


At most 1 0.405405 20.27513 21.13162 0.0655
At most 2 * 0.339686 16.18657 14.26460 0.0245
At most 3 * 0.133025 5.567045 3.841465 0.0183

Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Berdasarkan hasil tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai trace statistic dan maximum eigenvalue
pada r = 0 lebih kecil dari critical value dengan tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti
hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada kointegrasi diterima dan hipotesis alternatif
yang menyatakan bahwa ada kointegrasi ditolak. Berdasarkan analisis ekonometrik di atas
dapat dilihat bahwa di antara keempat variabel dalam penelitian ini, terdapat satu kointegrasi
pada tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian, dari hasil uji kointegrasi mengindikasikan
bahwa di antara pergerakan Interest, Bm, Kurs dan Inflasi tidak memiliki hubungan
stabilitas/keseimbangan dan kesamaan pergerakan dalam jangka panjang.

Pilih Proc  Make System  Order by Variable


Maka akan muncul tampilan seperti dibawah ini:

Vector Autoregression Estimates


Date: 06/03/23 Time: 15:04
Sample (adjusted): 1973 2012
Included observations: 40 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

D(KURS) D(INTEREST) D(INFLASI) D(BM)

D(KURS(-1)) 0.009387 -0.001349 -0.003227 -0.000981


(0.25908
) (0.00092) (0.00237) (0.00036)
[ 0.03623] [-1.46667] [-1.36161] [-2.69554]

D(KURS(-2)) -0.301987 -0.000595 -0.000114 -0.000498


(0.27777
) (0.00099) (0.00254) (0.00039)
[-1.08720] [-0.60314] [-0.04498] [-1.27675]

D(INTEREST(-1)) -7.400575 0.213665 -0.281325 0.307498


(57.5679
) (0.20434) (0.52664) (0.08087)
[-0.12855] [ 1.04565] [-0.53419] [ 3.80226]

D(INTEREST(-2)) -12.49230 -0.627389 -0.596229 -0.119203


(66.9661
) (0.23770) (0.61261) (0.09408)
[-0.18655] [-2.63946] [-0.97326] [-1.26711]

D(INFLASI(-1)) -43.45268 -0.119619 -0.150046 -0.042225


(27.0889
) (0.09615) (0.24781) (0.03806)
[-1.60408] [-1.24406] [-0.60549] [-1.10958]

D(INFLASI(-2)) 1.229756 0.005901 -0.309108 0.029060


(26.3657 (0.09359) (0.24120) (0.03704)
)
[ 0.04664] [ 0.06306] [-1.28157] [ 0.78457]

D(BM(-1)) -33.81628 0.851208 1.529754 0.436152


(118.773
) (0.42158) (1.08655) (0.16685)
[-0.28471] [ 2.01907] [ 1.40791] [ 2.61397]

D(BM(-2)) 211.0106 0.173891 0.430494 0.156535


(99.3962
) (0.35281) (0.90928) (0.13963)
[ 2.12292] [ 0.49288] [ 0.47344] [ 1.12104]

C 151.1626 -0.654427 -1.059115 0.639012


(234.952
) (0.83396) (2.14936) (0.33006)
[ 0.64338] [-0.78472] [-0.49276] [ 1.93602]

R-squared 0.266365 0.442103 0.363503 0.597568


Adj. R-squared 0.077040 0.298130 0.199246 0.493714
4613926
Sum sq. resids 4 581.3059 3861.281 91.05668
S.E. equation 1219.985 4.330335 11.16053 1.713859
F-statistic 1.406918 3.070726 2.213014 5.753947
Log likelihood -335.9234 -110.2855 -148.1550 -73.20960
Akaike AIC 17.24617 5.964275 7.857752 4.110480
Schwarz SC 17.62617 6.344273 8.237750 4.490478
Mean dependent 224.2907 -0.226250 -0.055750 0.660145
S.D. dependent 1269.881 5.168839 12.47198 2.408669

Langkah selanjutnya pilih View  Representation

D(KURS) = C(1)*D(KURS(-1)) + C(2)*D(KURS(-2)) + C(3)*D(INTEREST(-1)) + C(4)*D(INTEREST(-2)) + C(5)*D(INFLASI(-


1)) + C(6)*D(INFLASI(-2)) + C(7)*D(BM(-1)) + C(8)*D(BM(-2)) + C(9)

D(INTEREST) = C(10)*D(KURS(-1)) + C(11)*D(KURS(-2)) + C(12)*D(INTEREST(-1)) + C(13)*D(INTEREST(-2)) +


C(14)*D(INFLASI(-1)) + C(15)*D(INFLASI(-2)) + C(16)*D(BM(-1)) + C(17)*D(BM(-2)) + C(18)

D(INFLASI) = C(19)*D(KURS(-1)) + C(20)*D(KURS(-2)) + C(21)*D(INTEREST(-1)) + C(22)*D(INTEREST(-2)) +


C(23)*D(INFLASI(-1)) + C(24)*D(INFLASI(-2)) + C(25)*D(BM(-1)) + C(26)*D(BM(-2)) + C(27)

D(BM) = C(28)*D(KURS(-1)) + C(29)*D(KURS(-2)) + C(30)*D(INTEREST(-1)) + C(31)*D(INTEREST(-2)) +


C(32)*D(INFLASI(-1)) + C(33)*D(INFLASI(-2)) + C(34)*D(BM(-1)) + C(35)*D(BM(-2)) + C(36)

System: UNTITLED
Estimation Method: Least Squares
Date: 03/06/23 Time: 15:47
Sample: 1973 2012
Included observations: 40
Total system (balanced) observations 160

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C(1) 0.436152 0.166855 2.613963 0.0101


C(2) 0.156534 0.139634 1.121036 0.2644
C(3) -0.042225 0.038055 -1.109585 0.2693
C(4) 0.029060 0.037039 0.784579 0.4342
C(5) 0.307498 0.080873 3.802253 0.0002
C(6) -0.119203 0.094075 -1.267101 0.2075
C(7) -0.000981 0.000364 -2.695540 0.0080
C(8) -0.000498 0.000390 -1.276755 0.2041
C(9) 0.639013 0.330065 1.936023 0.0551
C(10) 1.529753 1.086545 1.407906 0.1617
C(11) 0.430493 0.909285 0.473442 0.6367
C(12) -0.150046 0.247812 -0.605485 0.5460
C(13) -0.309108 0.241196 -1.281565 0.2024
C(14) -0.281325 0.526636 -0.534193 0.5942
C(15) -0.596229 0.612612 -0.973257 0.3323
C(16) -0.003227 0.002370 -1.361611 0.1758
C(17) -0.000114 0.002541 -0.044981 0.9642
C(18) -1.059112 2.149358 -0.492758 0.6231
C(19) 0.851207 0.421584 2.019067 0.0456
C(20) 0.173892 0.352806 0.492883 0.6230
C(21) -0.119619 0.096152 -1.244064 0.2158
C(22) 0.005901 0.093585 0.063059 0.9498
C(23) 0.213665 0.204337 1.045649 0.2978
C(24) -0.627389 0.237696 -2.639458 0.0094
C(25) -0.001349 0.000920 -1.466674 0.1450
C(26) -0.000595 0.000986 -0.603137 0.5475
C(27) -0.654426 0.833960 -0.784721 0.4341
C(28) -33.81625 118.7729 -0.284714 0.7763
C(29) 211.0103 99.39614 2.122923 0.0357
C(30) -43.45269 27.08891 -1.604077 0.1112
C(31) 1.229775 26.36571 0.046643 0.9629
C(32) -7.400583 57.56792 -0.128554 0.8979
C(33) -12.49227 66.96608 -0.186546 0.8523
C(34) 0.009387 0.259084 0.036231 0.9712
C(35) -0.301988 0.277765 -1.087205 0.2791
C(36) 151.1628 234.9516 0.643379 0.5212

Determinant residual covariance 6.09E+08

quation: D(BM) = C(1)*D(BM(-1)) + C(2)*D(BM(-2)) + C(3)*D(INFLASI(-1)) +


C(4)*D(INFLASI(-2)) + C(5)*D(INTEREST(-1)) + C(6)*D(INTEREST(-2))
+ C(7)*D(KURS(-1)) + C(8)*D(KURS(-2)) + C(9)
Observations: 40
R-squared 0.597567 Mean dependent var 0.660145
Adjusted R-squared 0.493714 S.D. dependent var 2.408670
S.E. of regression 1.713860 Sum squared resid 91.05683
Durbin-Watson stat 2.065435

Equation: D(INFLASI) = C(10)*D(BM(-1)) + C(11)*D(BM(-2)) + C(12)


*D(INFLASI(-1)) + C(13)*D(INFLASI(-2)) + C(14)*D(INTEREST(-1)) +
C(15)*D(INTEREST(-2)) + C(16)*D(KURS(-1)) + C(17)*D(KURS(-2)) +
C(18)
Observations: 40
R-squared 0.363503 Mean dependent var -0.055750
Adjusted R-squared 0.199246 S.D. dependent var 12.47198
S.E. of regression 11.16053 Sum squared resid 3861.281
Durbin-Watson stat 2.057231

Equation: D(INTEREST) = C(19)*D(BM(-1)) + C(20)*D(BM(-2)) + C(21)


*D(INFLASI(-1)) + C(22)*D(INFLASI(-2)) + C(23)*D(INTEREST(-1)) +
C(24)*D(INTEREST(-2)) + C(25)*D(KURS(-1)) + C(26)*D(KURS(-2)) +
C(27)
Observations: 40
R-squared 0.442103 Mean dependent var -0.226250
Adjusted R-squared 0.298129 S.D. dependent var 5.168839
S.E. of regression 4.330336 Sum squared resid 581.3060
Durbin-Watson stat 1.961408

Equation: D(KURS) = C(28)*D(BM(-1)) + C(29)*D(BM(-2)) + C(30)


*D(INFLASI(-1)) + C(31)*D(INFLASI(-2)) + C(32)*D(INTEREST(-1)) +
C(33)*D(INTEREST(-2)) + C(34)*D(KURS(-1)) + C(35)*D(KURS(-2)) +
C(36)
Observations: 40
R-squared 0.266365 Mean dependent var 224.2908
Adjusted R-squared 0.077040 S.D. dependent var 1269.881
S.E. of regression 1219.985 Sum squared resid 46139276
Durbin-Watson stat 2.002098

Langkah selanjutnya adalah :

Uji Kausalitas Granger (Granger’s Causality Test)

Uji kausalitas Granger merupakan sebuah metode untuk mengetahui dimana di satu sisi suatu
variabel dependen (variabel tidak bebas ) dapat dipengaruhi oleh variabel lain (independen
variabel) dan disisi lain variabel independen tersebut dapat menempati posisi dependen
variabel. Hubungan seperti ini disebut sebagai hubungan kausalitas atau hubungan timbal
balik. Uji kausalitas ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen
dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula dari
ketidaktahuan keterpengaruhan antar variabel. Jika ada dua variabel y dan z, maka apakah y
menyebabkan z atau z menyebabkan y atau berlaku keduanya atau tidak ada hubungan
keduanya. Uji kausalitas dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya metode
Granger’s Causality dan Error Correction Model Causality. Pada penelitian ini, digunakan
metode Granger’s Causality. Granger’s Causality digunakan untuk menguji adanya
hubungan kausalitas antara dua variabel. Kekuatan prediksi (predictive power) dari
informasi sebelumnya dapat menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara y dan z dalam
jangka waktu lama.

Berikut caranya : Blok semua variabel yang akan diuji  open  as Group  Granger
Causality
Pilih lag 2

Tekan Ok
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 06/04/23 Time: 09:47
Sample: 1970 2012
Lags: 2

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

INTEREST does not Granger Cause KURS 41 0.44393 0.6450


KURS does not Granger Cause INTEREST 0.95884 0.3929

INFLASI does not Granger Cause KURS 41 1.49015 0.2389


KURS does not Granger Cause INFLASI 1.27191 0.2926

BM does not Granger Cause KURS 41 4.10101 0.0249


KURS does not Granger Cause BM 2.75587 0.0770

INFLASI does not Granger Cause INTEREST 41 2.60337 0.0879


INTEREST does not Granger Cause INFLASI 0.83931 0.4403

BM does not Granger Cause INTEREST 41 4.52714 0.0176


INTEREST does not Granger Cause BM 1.63486 0.2091

BM does not Granger Cause INFLASI 41 0.37567 0.6895


INFLASI does not Granger Cause BM 1.55508 0.2250

Berdasarkan hasil uji kaulitas di atas, diketahui bahwa yang memiliki hubungan kausalitas
adalah yang memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil daripada alpha
0.05 sehingga nanti Ho akan ditolak yang berarti suatu variabel akan mempengaruhi variable
lain. Dari pengujian Granger diatas, kita mengetahui hubungan timbal-balik/ kausalitas sebagai
berikut:

 Variabel inflasi (INF) secara statistik tidak signifikan mempengaruhi Broad Money (BM) dan
begitu pula sebaliknya variabel Broad Money (BM) secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi variabel inflasi (INF) yang dibuktikan dengan nilai Prob masing-masing lebih
besar dari 0,05 yaitu 0,22 dan 0,68 (hasil keduanya adalah terima hipotesis nol) sehingga
disimpulkan bahwa hanya tidak terjadi kausalitas apapun untuk kedua variabel INF dan BM.
 Variabel KURS secara statistik tidak secara signifikan mempengaruhi BM (0,07) sehingga
kita menerima hipotesis nol sedangkan BM secara statistik signifikan mempengaruhi KURS
(0,02) sehingga kita menolak hipotesis nol. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi
kausalitas searah antara variabel KURS dan BM yaitu hanya KURS yang secara statistik
signifikan memengaruhi BM dan tidak berlaku sebaliknya.
 Variabel INTEREST secara statistik tidak signifikan mempengaruhi INFLASI (0,44)
sehingga kita menerima hipotesis nol sedangkan INFLASI secara statistik signifikan
mempengaruhi INTEREST (p = 0,08, jika kita gunakan alpha 0.10) sehingga kita menolak
hipotesis nol. Dengan demikian disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah antara variabel
INTEREST dan INFLASI yaitu hanya INTEREST yang secara statistik signifikan
memengaruhi INFLASI dan tidak berlaku sebaliknya.
 Variabel KURS secara statistik tidak signifikan mempengaruhi INTEREST dan begitu pula
sebaliknya variabel INTEREST secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel
KURS yang dibuktikan dengan nilai Prob masing-masing lebih besar dari 0,05 yaitu 0,39 dan
0,64 (hasil keduanya adalah terima hipotesis nol) sehingga disimpulkan bahwa hanya tidak
terjadi kausalitas apapun untuk kedua variabel KURS dan INTEREST.

Selanjutnya langkah yang akan dilakukan adalah :

Regresi dengan model VAR

LS D(BM) C D(BM(-1)) D(INTEREST(-1)) D(KURS(-1))

Dependent Variable: D(BM)


Method: Least Squares
Date: 06/04/23 Time: 10:34
Sample (adjusted): 1972 2012
Included observations: 41 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.678592 0.303614 2.235045 0.0315


D(BM(-1)) 0.439677 0.122534 3.588190 0.0010
D(INTEREST(-1)) 0.273926 0.075151 3.645016 0.0008
D(KURS(-1)) -0.001034 0.000300 -3.449526 0.0014

R-squared 0.493011 Mean dependent var 0.690506


Adjusted R-squared 0.451904 S.D. dependent var 2.386302
S.E. of regression 1.766663 Akaike info criterion 4.068530
Sum squared resid 115.4807 Schwarz criterion 4.235708
Log likelihood -79.40487 Hannan-Quinn criter. 4.129407
F-statistic 11.99330 Durbin-Watson stat 2.062609
Prob(F-statistic) 0.000012

Maka hasil yang diperoleh yaitu :

D(BM) = 0.678591640641 + 0.439676767346*D(BM(-1)) + 0.273925988929*


D(INTEREST(-1)) – 0.00103429617228*D(KURS(-1))

Variance Decomposition

Variance decomposition mendekomposisi variasi satu variabel endogen kedalam komponen


kejutan variabel-variabel endogen yang lain dalam sistem VAR. Dekomposisi varian ini
menjelaskan proporsi pergerakan suatu series akibat kejutan variabel itu sendiri dibandingkan
dengan kejutan variabel lain. Jika kejutan εzt tidak mampu menjelaskan forecast error variance
variabel yt maka dapat dikatakan bahwa variabel yt adalah eksogen (Enders, 2004: 280).
Kondisi ini variabel yt akan independen terhadap kejutan εzt dan variabel zt. Sebaliknya, jika
kejutan εzt mampumenjelaskan forecast error variance variabel yt berarti variabel yt merupakan
variabel endogen.

Langkah-langkahnya sebagai berikut: blok semua variabel open as var 

Selanjutnya pilih view  variance decomposition


Klik OK

Maka hasil variance Decomposition ialah seperti dibawah ini :

Variance Decomposition of KURS:


Period S.E. KURS INTEREST INFLASI BM

1 1176.747 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000


2 1344.374 96.74419 1.334814 1.920041 0.000951
3 1444.554 95.34252 1.894102 2.530764 0.232614
4 1536.374 94.63884 2.017985 2.380870 0.962302
5 1593.964 93.19378 2.145560 2.367462 2.293202
6 1629.159 90.90047 2.169020 2.634339 4.296172
7 1660.425 87.79611 2.100601 3.135159 6.968127
8 1697.451 84.03168 2.011772 3.786139 10.17041
9 1746.743 79.99303 1.916678 4.486242 13.60405
10 1811.239 76.15322 1.817233 5.126135 16.90341

Variance Decomposition of INTEREST:


Period S.E. KURS INTEREST INFLASI BM

1 4.021487 52.58945 47.41055 0.000000 0.000000


2 4.423129 45.45860 50.40722 2.582466 1.551715
3 5.032615 49.63664 40.98889 5.789456 3.585012
4 5.605028 55.06270 33.90316 5.748052 5.286087
5 6.035659 58.85632 29.53982 5.187546 6.416312
6 6.402997 62.00431 26.34612 4.732425 6.917138
7 6.689022 64.28267 24.21518 4.435302 7.066848
8 6.889735 65.77545 22.89884 4.249875 7.075826
9 7.028458 66.79268 22.06192 4.126055 7.019346
10 7.123726 67.51370 21.51360 4.037465 6.935241

Variance Decomposition of
INFLASI:
Period S.E. KURS INTEREST INFLASI BM

1 10.09005 65.09835 1.534520 33.36713 0.000000


2 10.65438 60.62858 3.367629 35.98041 0.023389
3 10.80806 61.59339 3.415701 34.96447 0.026441
4 10.85608 61.16497 4.057305 34.75110 0.026616
5 10.89223 60.77476 4.590742 34.60307 0.031428
6 10.93182 60.85282 4.679536 34.42233 0.045315
7 10.97908 61.13666 4.663934 34.14269 0.056715
8 11.01090 61.35064 4.643976 33.94569 0.059697
9 11.03052 61.48268 4.629418 33.82828 0.059620
10 11.04213 61.55196 4.620666 33.76152 0.065856

Variance Decomposition of BM:


Period S.E. KURS INTEREST INFLASI BM

1 1.552697 0.937480 0.036388 3.535772 95.49036


2 2.578465 6.267415 9.171521 7.646603 76.91446
3 3.731899 19.02616 7.846446 10.05037 63.07702
4 5.041389 33.62450 5.568701 10.19001 50.61679
5 6.242345 42.50638 4.268266 9.383141 43.84221
6 7.290636 48.14513 3.482611 8.538269 39.83399
7 8.209124 52.13280 2.967339 7.872041 37.02782
8 9.005126 55.04326 2.631174 7.383004 34.94256
9 9.686490 57.21168 2.410317 7.022252 33.35575
10 10.26720 58.88910 2.258654 6.745944 32.10630

Cholesky Ordering: KURS INTEREST INFLASI BM


BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada data ekonomi makro indonesia tahun 1970-2012 dengan adanya variabel Inflasi,
Interest, Kurs, dan Broad Money/GDP dengan pengujian VAR (Vector Autoregression)
ditemukan bahwa hasil uji stasioner pada tingkat level hanya variabel inflasi yang lolos uji
stasioner, yang dimana diperoleh hasil 0,0005 < 0,05 sedangkan variabel interest, kurs dan
broad money (BM) tidak lolos pada data level karena hasilnya > dari 0,05.
Dari hasil uji stasioneritas berdasarkan uji Dickey–Fuller diperoleh data yang belum stasioner
pada data level atau integrasi derajat nol, I(0), maka syarat stasionaritas model ekonomi runtut
waktu dapat diperoleh dengan cara differencing data, yaitu mengurangi data tersebut dengan
data periode sebelumnya.
Variabel inflasi (INF) secara statistik tidak signifikan mempengaruhi Broad Money (BM) dan
begitu pula sebaliknya variabel Broad Money (BM) secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi variabel inflasi (INF) yang dibuktikan dengan nilai Prob masing-masing lebih
besar dari 0,05 yaitu 0,22 dan 0,68 (hasil keduanya adalah terima hipotesis nol) sehingga
disimpulkan bahwa hanya tidak terjadi kausalitas apapun untuk kedua variabel INF dan BM.
Variabel KURS secara statistik tidak signifikan mempengaruhi INTEREST dan begitu pula
sebaliknya variabel INTEREST secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel KURS
yang dibuktikan dengan nilai Prob masing-masing lebih besar dari 0,05 yaitu 0,39 dan 0,64
(hasil keduanya adalah terima hipotesis nol) sehingga disimpulkan bahwa hanya tidak terjadi
kausalitas apapun untuk kedua variabel KURS dan INTEREST.

4.2 Saran
1. Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik ingin mengkaji lebih jauh tentang penelitian ini
disarankan untuk menggunakan regresi untuk melihat Teknik pengaruh variable konsep
diri terhadap variable konsep diri terhadap variable komunikasi interpersonal.
2. Bahan ajar ini disusun berdasarkan kebutuhan mahasiswa dan untuk pemahaman yang
lebih mendalam lagi perlu dikembangkan produk bahan ajar tentang reproduksi yang
cakupannya lebih luas lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Gujarati, N. Damonar, 2003, Econometrika Dasar, Terjemahan. Jakarta Green, William


H.2000, Econometric Analysis, Fourth Edition, New Jersey: Prentice Hal
Inc.Nachrowi, 2006, Ekonometrika, LPFEUI, Jakarta.
Pratiwi, Eka. 2014. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Provinsi-Provinsi di Indonesia (Metode Kointegrasi), Skripsi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam
Ekonometrika, USU Press , Medan.

Tanjung, Hendri dan Devi, Abrista.2013. Metodologi penelitian Ekonomi Islam, Gramata
Publishing, Jakarta.

Ascarya., 2012, Penguatan Peran Perbankan Syariah dalam Perekonomian. Jurnal Ekonomi
Islam Republika, Januari 2012, Halaman 25.

Badan Pusat Statistik, Perkembangan Ekspor dan Impor (1985-2014), Badan Pusat Statistik,
Jakarta.

Badan Pusat Statistik, Perkembangan Utang Luar Negeri (1985-2014), Badan Pusat Statistik,
Jakarta.

Bank Indonesia, Perkembangan Besaran Moneter (Cadangan Devisa Tahun 1985- 2014), Bank
Indonesia, Jakarta.

Cahyono, Hadi., dalam Endang Suswanti (2011): Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Impor di Indonesia (1995-2009), Skripsi, Universitas Hasanudin, Makasar.

Hutabarat., Roselyne, 1995, Transaksi Ekspor-Impor Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta.

Kuncoro, M., 2011, Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis & Ekonomi, Edisi
Keempat, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Mankiw, N.Gregory., 2006, Pengantar Ekonomi Makro Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.

Meier, G.M., 1996, dalam Juniartha R. Pinem (2009): Analisis Pengaruh Ekspor, Impor, Kurs
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Cadangan Devisa Indonesia, USU Reposirtory

Rachbini, D.J., 2000, Pengembangan Ekonomi Dan Sumber Daya Manusia, Grasindo, Jakarta

Rustyaningsih, Dani., 2003, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Impor


Barang Konsumsi di Indonesia, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Solo.

Sanusi, A., 2011, Metode Penelitian Bisnis, Salemba Empat, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai