Anda di halaman 1dari 16

“Ingsun” Misteri Tasawuf Mistik

Syekh Siti Jenar


Aris Fauzan
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta.
Email: aris.fauzan@uin-suka.ac.id

ABSTRACT terhadap sang pencipta yang dapat dipahami dari banyak sudut
The mysticism up to now has been a pandang menjadi studi yang menarik. Salah satu issu yang menjadi
debatable discourse. The notion and perdebatan adalah konsep “ingsun” yang dicetuskan oleh Syekh Siti
practice to fuse “the self” to “the Creator” Jenar. Secara mendalam, studi ini bertujuan untuk menegaskan
understood in so many meanings is an kembali gagasan dan praktek atas figur yang sangat penting.
interesting study. No exception the issue Menurut penulis, pengajaran Ingsun merupakan upaya serius untuk
also falls on the concept of “Ingsun” or mengembalikan kesadaran manusia terutama dalam hubungannya
the I-amness solidified by Syekh Siti Jenar. dengan agama. Konsep “Ingsun” membuka kesadaran bahwa dalam
The study is deeply aimed to re-reveal the setiap kehidupan selalu ada dua sisi, kebaikan dan keburukan,
notion and practice of the prominent hidup-mati, Tuhan-hamba. Kebaikan, hidup dan Tuhan adalah bukti
figure. According to the writer, the akan kekekalan Tuhan. Sedangkan keburukan, mati, dan hamba
teaching of Ingsun makes serious effort to adalah realitas yang dimiliki manusia. Oleh sebab itu, pengajaran
turn a human consciousness back to mengenai konsep “ingsun”menjadi jembatan yang memisahkan
authenticity especially in relation to antara manusia dan Tuhan.
religion. Ingsun opens the awareness that Kata kunci: ingsun, realitas hakiki, antroposentrisme, Syekh
everybody has to actually receive the life Siti Jenar.
always forming a pair among goodness-
badness, life-death and God-servant. PENDAHULUAN
Goodness, life and God are the eternal
Pada awal tahun 2004 yang lalu penulis berhasil
realities of the God. While badness, death
and servant are the human realities. menyelesaikan tugas akhir S-2 dengan judul “Ajaran
Meanwhile the teaching of Ingsun acts as Tasawuf Dalam Serat Siti Jenar: Telaah Kritis Atas Serat Siti
brigde for a gap between human and God. Jenar Karya Sunan Giri Kedhaton.” Dalam tugas akhir
Keywords: Ingsun, The Ultimate berupa tesis itu, penulis berusaha mengungkap ajaran
Reality, Anthrophocentrism, Syekh Siti
Jenar Syekh Siti Jenar sebagaimana yang tertulis di dalam Serat
Siti Jenar tersebut. Meskipun tesis tersebut telah
ABSTRAK disahkan oleh para pembimbing dan sukses dalam ujian
Diskursus mengenai mistisisme saat ini munaqasah, tetapi penulis merasa belum mampu
masih menjadi perdebatan. Gagasan dan
mengungkap secara lebih komprehensif ajaran salah satu
praktek penggabungan diri atau ke-Aku-an

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 120
anggota Wali Sanga tersebut. Apalagi Serat alasan karena perbedaan pemahaman
Siti Jenar Sunan Giri Kedhaton1 tersebut hanya keagamaan Syekh Siti dengan mainstream
merupakan salah satu sumber dari sekian pemahaman agama penguasanya.
banyak sumber tertulis yang dinisbahkan Syekh Siti Jenar—yang diperkirakan hidup
sebagai ajaran Syekh Siti Jenar. pada masa pemerintahan Sultan Demak
Serat Siti Jenar Sunan Giri Kedhaton tersebut Pertama, Raden Patah—sebagai tokoh yang
merupakan ringkasan dari himpunan Mas menjadi pusat perhatian dari kalangan
Ng. Harjawijaya (1848-1918). Para masyarakat awam, ulama, maupun
penghimpun ajaran Siti Jenar lain yang penguasanya. Syekh Siti Jenar merupakan
sejaman dengan M. Ng. Harjawijaya adalah salah satu anggota wali sanga yang
Sasrawijaya alias Raden Panjinatarata (1810- mengajarkan paham tasawuf wujudiyah
1890), dan Mas Ng. Mangunwijaya (1847- (tasawuf yang mengandung ajaran paham
1917). Raden Panjinatarata menulis ajaran wahdat al-wujud) di tanah Jawa. Inti ajarannya
Syekh Siti Jenar dengan judul Serat Siti Jenar 2. tentang ke-Aku-an, I amness, al-Aniyyah, Ingsun,
Karya Panjinatarata ini diterbitkan pertama Pribadi, memicu perdebatan di kalangan
kali oleh penerbit Keluarga Bratakesawa ulama dan penguasanya. Sebagian sumber
Yogyakarta pada tahun 1958. Sedangkan menyebutkan karena sikapnya yang gegabah
Mangunwijaya menulis ajaran Syekh Siti dalam menyebarkan doktrin ke-Aku-an itulah
Jenar dengan judul Serat Sèh Siti Djenar.3 yang mengantarkan dirinya pada pedang para
Karya Mangunwijaya ini diterbitkan oleh algojo kerajaan.
Pakempalan Widya Pustaka dan dicetak oleh Masyarakat Indonesia—bagi yang memeluk
Indonesische Drukkerij di Weltri Preden tradisi Islam—mengenal nama Syekh Siti
pada tahun 1917. Jenar sejak abad 16 M.5 Mereka mengenal,
Dalam konteks perkembangan agama terutama masyarakat Jawa, Syekh Siti Jenar
Islam di tanah Jawa, sebagian ahli sama baiknya dengan pengenalan mereka
menganggap bahwa nama Syekh Siti Jenar— terhadap Wali Songo,6 apalagi jika dikaitkan
dengan segala kontroversi yang melekat pada dengan ajarannya tentang manunggaling
dirinya—sebagai figur yang merepresentasikan kawula Gusti7 atau wahdat al-wujÔd.8
salah model keberagamaan (religiusitas) Meskipun banyak faktor yang bisa dikaitkan
masyarakat Jawa. Beberapa sumber tertulis dengan tokoh Syekh Siti Jenar, tampaknya
menyebutkan bahwa Syekh Siti Jenar sejajar bagi sebagian ahli cerita kehidupan tasawuf-
dengan sufi martir Abu al-Mughits al-Husain falsafinya lebih menonjol. Sebagian mereka
ibn Manshur ibn Muhammad al-Baidhawi menganggap bahwa ajaran Syekh Siti Jenar
(244-301 H) atau al-Hallaj. Sebutan al-Hallaj- hingga sekarang masih terus menjadi rujukan
nya orang Jawa4 pun melekat padanya. sebagian masyarakat Indonesia, terutama
Sebagaimana al-Hallaj, beberapa literatur— kalangan penganut kebatinan Jawa.
sesuai dengan penuturan cerita babad— Sesuai dengan hasil penelaahan, penulis
menyebutkan bahwa Syekh Siti Jenar mati di berkesimpulan bahwa cerita yang diuraikan
tangan para algojo suruhan penguasanya. dalam babad lebih menekankan sikap politik
Para algojo tersebut melakukan ekskusi atas kerajaan Islam Demak terhadap langkah
kematian Syekh Jenar, di antaranya, dengan yang ditempuh Syekh Siti Jenar. Dalam

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


Vol. 8 No. 2 Juli - Desember 2012 121
konteks kekuasaan—yang merambah pada Islam-Jawa, karya Abdul Munir Mulkhan
model pemahaman keagamaan—tokoh (2000), Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti
Syekh Siti Jenar dituduh sebagai Jenar: Konflik Elite Dan Lahirnya Mas Karebet,
pembangkang dan penganut Islam yang sesat. karya Abdul Munir Mulkhan (2001), dan
Cerita pembangkangan dan penganutan Syekh Siti Jenar: Makna “Kematian,” karya
Islam yang sesat itu terus disampaikan oleh Achmad Chodjim (2002). Penulis
sebagian masyarakat Jawa secara turun menyimpulkan bahwa dari sekian buku-buku
temurun. Sehingga sampai saat ini, masih tersebut tidak satu pun yang menggunakan
terdapat kelompok masyarakat yang secara rujukan seluruh karya klasik yang mengupas
terang-terangan mengkafirkan Syekh Siti secara khusus tentang ajaran Siti Jenar.
Jenar tanpa disertai data yang memadai. Bratakesawa, dalam bukunya Falsafah Siti
Jenar,9 berusaha meluruskan ajaran Syekh Siti
TAFSIR TERHADAP SYEKH SITI JENAR Jenar yang menginspirasi gerakan dan paham
Selama kurang lebih satu abad antara kaum Sarekat Abangan. Kaum Sarekat Abangan
abad 19 sampai dengan awal abad 20—atau ini merupakan cikal bakal gerakan politik
sekitar 400 tahun setelah kematian tokoh Partai Komunis Indonesia. Bratakesawa
Syekh Siti Jenar—lebih dari satu buku menjelaskan bahwa mereka telah memahami
tentang Syekh Siti Jenar diterbitkan. Para secara keliru ajaran Syekh Siti Jenar. Selain
penulis menjadikan Syekh Siti Jenar sebagai itu, Bratakesawa menjelaskan secara singkat
figur atau lakon utama dalam materi sejarah Syekh Siti Jenar serta maksud umum
penceritaan. Bahkan mereka menyandarkan ajarannya yang terdapat dalam Serat Sitidjenar
ajaran yang terkandung dalam buku-buku karya Raden Panji Natara. Dalam karyanya
tersebut kepada Syekh Siti Jenar. Secara itu, Bratakesawa menjadikan Serat Sitidjenar
ekplisit para penulis menyebutkan bahwa karya Natarata sebagai rujukan utama.
karya mereka tentang Syekh Siti Jenar Penulis tidak menemukan karya M. Ng.
merujuk pada Babad Demak dan Serat Harjawiaya dan M. Ng. Mangunwijaya
Walisana dengan memberi judul Serat Siti sebagai rujukan tambahan. Sehingga dengan
Jenar atau Suluk Siti Jenar. menjadikan karya Natarata sebagai rujukan
Selain itu, munculnya buku-buku yang tunggal memungkinkan munculnya
berusaha mengupas dan memberi tafsiran pemahaman yang tidak komprehensip
terhadap Syekh Siti Jenar beserta tentang pemikiran Syekh Siti Jenar.
pemikirannya menginspirasi sebagian Moh. Hari Soewarno merupakan
kalanagan untuk mendalami kajian terhadap pemerhati dan penulis ajaran Syekh Siti
ajaran Syekh Siti Jenar. Buku-buku tersebut Jenar yang menjadi perhatian penulis. Dalam
adalah; Falsafah Sitidjenar: Ngewrat Pangrembag bukunya yang berjudul Syekh Siti Jenar,10
Paham Wahdatul-Wudjud (Pantheisme) Ing Tanah Soewarno memberi informasi yang cukup
Djawi, Ingkang Menggok Dados Paham Ngaken memadai tentang ajaran Syekh Siti Jenar.
Allah Tuwin Ngorakaken Wontenipun Ingkang Beberapa bagian dari karyanya itu Soewarno
Nitahaken (Atheisme), karya Bratakesawa menyadur tulisan Bratakeasawa (1954) dan
(1954), Syekh Siti Jenar, karya Moh. Hari Siti menerjemahkannya ke dalam bahasa Indone-
Jenar (+ 1985), Syekh Siti Jenar: Pergumulan sia, terutama dalam bab Mengungkap Nama

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 122
Siti Jenar (11), Isi Ajaran Siti Jenar (15), ini hanya sepintas lalu saja, tidak
Ditunggangi Oleh S.I. Merah (20), Karangan menguraikan secara detail model dan tipe
r (22), serta Syekh Lemah Abang. Meskipun teologi dalam ajaran Syekh Siti Jenar. Pada
demikian, berbeda dengan Bartakesawa, bagian yang lain Munir Mulkhan juga
Soewarno menyebut sumber lain ajaran melakukan penyebutan tema-tema pokok
Syekh Siti Jenar karya M. Ng. Harjawijaya yang dibicarakan dalam Serat Sitidjenar.
(lih. hal. 43-70). Seperti terhadap tulisan Penyebutan tema-tema pokok itulah, dalam
Bratakesawa, Soewarno pun juga melakukan pandangan penulis merupakan sesuatu yang
penerjemahan secara bebas terhadap tulisan baru, yang tidak disebut secara detail oleh
M. Ng, Harjawijaya ke dalam bahasa Indone- para penulis sebelumnya. Sebagaimana para
sia. Penulis tidak menemukan secara kritis penulis lain, Munir Mulkhan tidak
analisa ilmiah yang terdapat dalam tulisan menggunakan karya penghimpun lain seperti
Soewarno, kecuali pengkuannya bahwa Syekh R. Mas Ng Mangunwijaya dan R. Ng.
Siti Jenar sebagai figur yang hadir dalam Harjawijaya. Dengan kata lain, Munir
sejarah nyata dengan berbagai ajaran yang Mulkhan menulis tentang ajaran Syekh Siti
dibawanya. Jenar dengan menjadikan karya R Panji
Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya Natarata sebagai rujukan utama.
Syekh Siti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa,11 Abdul Munir Mulkhan juga menulis
memberi nuansa lain seputar tokoh Syekh tentang ajaran Syekh Siti Jenar. Pada
Siti Jenar dan ajarannya dalam konteks bukunya yang kedua ini, Munir Mulkhan
Indonesia baru. Dalam bukunya setebal 369 menyoroti ajaran Syekh Siti Jenar terutama
halaman itu, Munir Mulkhan menyajikan tentang kematian, dengan judul, Ajaran dan
Syekh Siti Jenar lebih sistematis serta Jalan Kematian Syekh Siti Jenar: Konflik Elite
menggunakan bahasa ilmiah dan populer. dan Lahirnya Mas Karebet.12 Seperti pada
Pada bagian awal buku tersebut Munir karya sebelumnya, di bagian awal buku ini,
Mulkhan memaparkan tentang Dimensi Munir Mulkhan memberi uraian tentang
Politik Tawauf dan Syekh Siti Jenar. Pada humanisasi Islam untuk semua melalui
bagian awal ini, Munir Mulkhan tasawuf. Pada bagian berikutnya, Munir
mendiskusikan konflik antara institusi agama Mulkhan menguraikan pemahamannya atas
versus kesadaran beragama, yang populer makna kematian dalam ajaran Syekh Siti
dengan syari’ah versus tasawuf. Dalam Jenar, serta nasib tokoh-tokoh dalam Serat
konteks Syekh Siti Jenar, konflik tersebut Sitidjenar yang memilih jalan kematian.
diwakili oleh kerajaan Islam Demak dengan Pada bab akhir pada bukunya itu, sepertiga
tokoh Syekh Siti Jenar. Kedua pihak tersebut lebih dari keseluruhan halaman yang ada,
terlibat konflik karena pijakan memahami merupakan terjemahan bebas dari Serat
dengan menggunakan pendekatan dan Syekh Siti Jenar karya R. Panji Natarata. Pada
tinjauan yang berlainan. bagian ini, lagi-lagi Munir Mulkhan tidak
Munir Mulkhan juga memberi penilaian menjadikan Serat Siti Jenar lainnya sebagai
teologis terhadap Syekh Siti Jenar beserta rujukan untuk memperkaya tulisannya.
ajarannya dalam tradisi pemikiran Islam. Achmad Chodjim adalah pemerhati
Namun demikian, penilaian Munir Mulkhan ajaran Syekh Siti Jenar yang berkesempatan

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


Vol. 8 No. 2 Juli - Desember 2012 123
menulis pemahamannya atas ajaran Syekh Mulkhan mereflekskan perenungannya
Siti Jenar. Dalam bukunya Syekh Siti Jenar: terhadap buku pemberian sang kawan itu.
Makna Kematian,13 penulis menyimpulkan Sepanjang pembacaan penulis terhadap buku
bahwa Chodjim hanya menjelaskan kembali tersebut, penulis tidak menemukan
apa yang telah ditulis oleh penulis hubungan langsung antara Syekh Siti Jenar
sebelumnya, terutama Abdul Munir dengan Serat Bayan Budiman. Penulis hanya
Mulkhan. Bisa dikatakan Chodjim adalah menduga bahwa hubungan antara
penafsir (mufassir) dari pemahaman Munir keduanya—meskipun tidak terdapat
Mulkhan terhadap ajaran Syekh Siti Jenar. hubungan timbal balik secara eksplisit—
Karena dari hasil pembacaan penulis berkaitan dengan ajaran Syekh Siti Jenar
terhadap karya Chodjim, penulis tidak dengan kandungan makna dalam Serat Bayan
menjumpai karya lain yang membahas secara Budiman.
khusus ajaran Syekh Siti Jenar kecuali karya Pada bulan Agustus 2003, Ashad Kusuma
Abdul Munir Mulkhan yang berjudul Syekh Djaya—pimpinan Langgar Padepokan Syekh
Siti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa dan Ajaran Siti Jenar Kadipaten Kulon Yogyakarta—
dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar: Konflik menulis ajaran Syekh Siti Jenar. Buku
Elite Dan Lahirnya Mas Karebet, karya Abdul tersebut berjudul, Pewaris Ajaran Syekh Siti
Munir Mulkhan. Namun demikian, bila Jenar: Membuka Pintu Makrifat.15 Dalam
dibandingkan dengan tulisan Munir melengkapi tulisannya tersebut Kusuma
Mulkhan, Chodjim telah menyajikan gagasan Djaya mengambil rujukan utama dari Babad
ajaran Syekh Siti Jenar lebih detail dengan Julasutra,16 Suluk Malang Sumirang,17 Babad
menggunakan bahasa relatif lebih populer Jaka Tingkir,18 dan Serat Siti Jenar.19 Kedua
dan istilah-istilah yang lebih filosofis. Berbeda buku yang pertama tersebut merupakan
dengan tulisan Munir Mulkhan yang rujukan baru yang penulis jumpai dari
menyertakan analisa teologis, dalam karyanya serangkaian buku tentang Syekh Siti Jenar
Chodjim tidak memberi penilaian teologis. yang sudah ada.
Buku setebal 292 itu tidak lebih merupakan Dalam karya Kusuma Djaya tersebut
refleksi perenungan serta pembacaannya penulis tidak menemukan sesuatu yang baru
terhadap karya penafsir ajaran Syekh Siti dari para penulis yang lainnya, kecuali
Jenar. rujukan yang baru. Penulis memahami
Satu bulan setelah karya Ahmad Chodjim Kusuma Djaya berusaha mempertemukan
terbit, Abdul Munir Mulkhan menulis ajaran Syekh Siti Jenar dengan pengetahuan
kembali sebuah buku yang berjudul Makrifat modern. Tetapi tidak menyinggung
Burung Surga dan Ilmu Kasampurnan Syekh Siti sedikitpun tentang konsep Ingsun yang
Jenar.14 Berbeda dengan buku-buku tentang menjadi salah satu ajaran Syekh Siti Jenar.
ajaran Syekh Siti Jenar yang lain, dalam Pada tahun 2004, Abdul Munir Mulkhan
karyanya kali ini Munir Mulkhan kembali menulis buku yang menghubungkan
menggunakan rujukan buku utama yang dengan Sekh Siti Jenar, dengan judul
berjudul Serat Bayan Budiman. Buku tersebut Makrifat Siti Jenar: Teologi Pinggiran Kehidupan
berasal dari pemberian seorang rekannya di Wong Cilik.20 Penulis memahami bahwa buku
Jawa Timur. Dalam karyanya ini Munir setebal 389 halaman tersebut tidak lain

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 124
merupakan perluasan penjelasan Munir penulis telaah, masing-masing buku tersebut
Mulkhan atas perenungannya terhadap tidak satu pun yang secara tegas menyebutkan
ajaran Syekh Siti Jenar yang ditulis oleh ajaran inti Siti Jenar yakni tentang Ingsun,
Panjinatarata. Selain itu, Munir Mulkhan Prabu Satmata,21 Sang Hyang Manon, I-ness,
berupaya membawa ajaran dan kehadiran atau ke-Aku-an. Ajaran tentang ingsun inilah
Siti Jenar dalam konteks yang lebih yang menurut penulis merupakan
komprehensif; politik, ekonomi, sosial maniverstasi puncak dari pengalaman
budaya, sikap keberagamaan pribadi maupun beragama dan berspiritual. Ke-Aku-annya
kelompok, dan wilayah teologi. Dalam yang menjadi pertimbangan para wali untuk
kaitannya dengan religiusitas Munir Mulkhan menjatuhi hukuman mati pada Syek Siti
menegaskan bahwa kehadiran cara beragama Jenar. Ke-Aku-annya ini menjadi bukti nyata
Syekh Siti Jenar merupakan representasi dari bahwa Syekh Siti Jenar telah membocorkan
kaum pinggiran (wong cilik, rakyat) rahasia tertinggi.22
berhadapan cara beragama kaum bangsawan Berpijak dari adanya beberapa rujukan
dan para penguasa pada zamannya. Secara penting tentang ajaran Syekh Siti Jenar serta
ekplisit Munir Mulkhan menyimpulkan konsep ke-Aku-an yang diucapkan oleh Syekh
bahwa kehadiran Syekh Siti Jenar beserta Siti Jenar itulah, membuka sejumlah
ajarannya merupakan realitas sejati cara pertanyaan, seperti; Apakah ke-Aku-an itu
beragama yang sesungguhnya. Suatu cara sama dengan ego? Apakah ketika
beragama yang manusiawi, jujur (tidak mengucapkan Ingsun sebagai Prabu Satmata
berpura-pura), dan membela kaum itu dalam keadaan hulul atau ittihad? Ataukah
tertindas. ungkapan ke-Aku-an itu muncul sebagai
Baik Bratakesawa, Moh. Hari Soewarno, refleksi spiritual-filosofis (wahdah al-syuhud)
Abdul Munir Mulkhan, Ashad Kusuma yang terjadi dalam diri Syekh Siti Jenar?
Djaya, maupun Achmad Chodjim mereka Ataukah ucapan Syekh Siti Jenar itu
menjadikan Serat Siti Jenar karya hanyalah ucapan para kaum yang gila karena
Panjinatarata sebagai rujukan utama. Karya Allah (majnunullah) yang tidak perlu harus
Harjawijaya dan Mangunwijaya tidak mereka dikenai sanksi? Terlepas dari pertanyaan-
jadikan sebagai rujukan. Penulis pertanyaan tersebut di atas, setidaknya
menyimpulkan bahwa tulisan Siti Jenar karya semakin membuka munculnya pemahaman
Harjawijaya dan Mangunwijaya—meskipun baru bahwa terdapat gagasan yang lebih
lahir beberapa tahun setelah Panjinatara— penting dari sekedar sikap Siti Jenar
disertakan sebagai rujukan dalam berlawanan dengan penguasa.
mengungkap ajaran Syekh Siti Jenar.
Sehingga pemahaman tentang ajaran Syekh KE-AKU-AN SEBELUM SYEKH SITI
Siti Jenar semakin lebih komprehensif. JENAR
Bermula dari ketidaklengkapan rujukan Sebenarnya, jauh sebelum kehadiran
tersebut penulis menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar fenomena munculnya
tulisan-tulisan tentang ajaran Syekh Siti Jenar konsep ke-Aku-an sudah ada sejak abad 3 H,
tersebut tidaklah lengkap. yang ditampilkan oleh Abu Yazid al-Busthami
Selain itu, dari beberapa tulisan yang (w. 261 H). Dalam suatu kesempatan secara

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


Vol. 8 No. 2 Juli - Desember 2012 125
nyata Abu Yazid mengaku dirinya Allah. menggunakan konsep ke-Aku-an adalah Abu
“Anaallah, Laa Ilaaha Illa Anaa Fa’buduuni: al-Mughisy al-Husain ibn Manshur ibn
Aku Allah, Tiada Tuhan kecuali Aku, maka Muhammad al-Baidhawi (w. 244-301 H).
sembahlah Aku,”23 “Suatu ketika Dia (Yang Tidak seperti Abu Yazid, al-Hallaj harus
Maha Benar) mengangkatku dan mengakhiri hidupnya di tiang salib. Penguasa
menundukkan aku di antara tangan-Nya. pada zamannya menuduhnya sebagai orang
Maka ujar-Nya padaku: Abu Yazid! Makhluk- sesat dari keislaman, karena ungkapan ke-
makhluk-Ku senang melihatmu. Jawabku: Aku-an itu. Di antara pernyataan adalah,
Hiasilah aku dengan keesaanMu, “Duh, penganugerah bagi pemegang karunia.
pakaikanlah aku dengan keakuan-Mu, dan Terhadap diri-Mu dan diri-Ku begitu aku
angkatlah aku ke ketunggalan-Mu. Sehingga terpana. Kau buat begitu dekat diriku
apabila makhluk-makhluk-Mu melihatku, dengan-Mu, sehingga. Kau adalah aku, begitu
mereka akan berkata: Kami telah melihat- kiraku. Kini dalam wujud diriku menjadi
Mu. Dan Engkau pun menjadi aku yang di sirna. Dengan-Mu aku kau buat menjadi
sana, dan aku tidak berada di sana.”24 fana.”
Kehadiran Abu Yazid dengan ungkapannya Namun demikain, para ahli tasawuf
itu pada zamannya bukan merupakan sesuatu memberi penilaian yang beragam terhadap
yang ganjil. apa yang dialami al-Hallaj. Mayoritas menilai
Para pemerhati tasawuf baik yang hidup bahwa al-Hallaj telah menyimpang dari
sezaman atau pun sesudah Abu Yazid ajaran Islam. Akhir kematiannya yang tragis
memberi apresiasi yang positif terhadap dengan cara disalibkan dan dibakar di tengah
ungkapannya. Abu al-Wafa merujuk para lapangan seakan menjadi bukti bahwa al-
penulis seperti al-Sulami dalam karyanya Hallaj telah menganut ajaran yang sesat.28 Ke-
Thabaqat al-Shufiyyah, al-Thusi dalam karyanya Aku-an al-Hallaj sebagai Sang Kebenaran
al-Luma, dan al-Qusyairi dalam karyanya al- tidak diterima secara wajar seperti ke-Aku-an
Risalah al-Qusyairiyah, menyimpulkan bahwa yang diucapkan oleh Abu Yazid al-Busthami.
menurut para penulis buku tersebut apa yang Akibat ke-Aku-annya itu dia harus menemui
diungkapkan Abu Yazid sejalan dengan al- ajalnya dengan cara yang sangat
Qur’an dan al-Sunnah.25 Para sufi menyebut menyedihkan.
pengalaman Abu Yazid itu, dengan sebutan Komentar positif, yang berisi dukungan
fana atau trance. Al-Junaid mengatakan dan pembelaan terhadap apa yang dilakukan
bahwa trance seorang sufi tidak mengucapkan al-Hallaj, datang dari berbagai tokoh sufi
tentang dirinya sendiri, tetapi tentang apa besar dalam Islam. Mereka29 adalah Ibn
yang disaksikannya, yaitu Allah.26 Menurut Suraih,30 seorang ulama fiqh dari madzhab
W.T. Stace pengalaman al-Busthami Maliki; Imam Ghazali, Jalal al-Din al-Rumi,31
merupakan kesadaran untuk bersatu (unitary Farid al-Din al-‘Aththar,32 Abdulqadir al-
consciousness).27 Dengan kata lain, bahwa apa Jailani,33 dan al-Damiri.34 Tokoh-tokoh
yang diucapkan Abu Yazid al-Busthami tersebut tidak memberi penolakan terhadap
merupakan hal yang wajar dalam tradisi apa yang dialami al-Hallaj. Bahkan sebagian
keagamaan, khususnya Islam. dari mereka menjadi rujukan umat Islam di
Selain Abu Yazid, tokoh yang seluruh dunia.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 126
Selain Abu Yazid al-Busthami dan al-Hallaj Artinya:
pada abad 15 terdapat pula tokoh yang Aku adalah mata Tuhan Aku adalah mata
mengaku sebagai Kebenaran. Dia adalah Tuhan mata Tuhan
Ismail (w. 1524). Sesuai dengan anggapan Kini datang dan lihatlah Sang Kebenaran,
para sejarawan tentang Ismail yang wahai orang buta yang tersesat
beranggapan bahwa dirinya merupakana Aku adalah pelaku Mutlak itu yang mereka
inkarnasi Tuhan.35 Mereka menyebut ceritakan
kekuasaan Ismail sebagai pemerintahan Aku adalah komandan matahari dan bulan
Tuhan. Ismail juga menulis puisi yang Wujudku adalah Rumah Allah mengetahui
sebagian berisi dirinya yang merupakan karena yakin
penjelmaan dari Tuhan.36 Berikut pernyataan Sujud padaku adalah berkewajiban padamu
Ismail yang menyatakan dirinya sebagai pada saat sore dan fajar
Kebenaran;
The secret of ‘I am the Truth (haqq)’ is hidden Tidak jauh berbeda dengan figur Syekh
in this heart of mine Siti Jenar. Tokoh yang dalam cerita babad
For I am the absolute Truth and what I say dianggap sebagai pembangkang para Wali
is the Truth.37 Sanga ini pun mengalami hal yang sama
Artinya: dengan al-Hallaj. Ia harus mati dihadapan
Rahasia akan Aku Sang Kebenaran para Wali Sanga sebagai wujud pengakhiran
tersembunyi dalam hati milikku atas ke-Aku-annya yang dianggap
Karena Aku Kebenaran Mutlak, maka apa menyimpang dari ajaran Islam. Tokoh Siti
yang aku ucapkan adalah Kebenaran Jenar tidak semulus para sufi yang lainnya,
seperti Abu Yazid al-Busthami dan Ismaili.
Istilah al-Haqq daam ucapan Ismail Bahkan sebagian masyarakat Islam Indone-
tersebut secara berarti Kebenaran Lisan sia—yang berorientasi pada kebenaran
melemahkan penguasaan atas pendewaan-diri fiqhiyah—menganggap Siti Jenar sebagai
(self-deification). Tetapi pernyataan tersebut tokoh sesat yang menyimpang dari ajaran
dibantah oleh pernyataan lain dari Ismail Islam. Padahal sebagian mereka menjadi
seperti berikut: pengikut aliran tarikat Qadiryah.
I am the eye of God I am the eye of God the eye
of God WACANA KE-AKU-AN
Come now and see the Truth O blind man Wacana ke-Aku-an sebenarnya merupakan
who have lost your way gagasan abadi yang akan muncul sepanjang
I am that absolute doer of whom they tell zaman. Syekh Siti Jenar—dalam konteks
I am the commander of the sun and moon Islam Indonesia merupakan varian lain—
My existence is the House of God know for meruapakn salah dari mata rantai keabadian
sure gagasan tersebut. Dia telah memperkenalkan
Prostration to me is incumbent upon you ke-Aku-annya sebagai bagian dari perjalanan
in the evening and at daybreak38 hidup sejatinya. Sebelum Siti Jenar, para
nabi, rasul, wali, santo, dan orang-orang suci
lainnya telah memperkenalkannya. Hanya

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


Vol. 8 No. 2 Juli - Desember 2012 127
saja tanggapan dari masyarakat yang hidup Wong mati tan ngrasa laya.40
sezaman dengan mereka memberi respon Artinya:
yang beragama. Mereka adalah orang-orang Manusia yang berada di alam semesta ini,
yang mencapai pemahaman yang secara Hanya menhadapi dua persoalan,
sempurna akan ke-Aku-annya. Sayangnya, Baik buruk berpasangan dengan kamu,
untuk kasus Siti Jenar pengantar akan ke- HIdup berpasangan dengan mati,
Aku-annya itu justru disambut dengan Tuhan bersama hamba,
tuduhan atas dirinya sebagai orang yang telah Tetapi Kyageng Pengging tidak memahaminya,
keluar dari agama bahkan tidak beragama. Orang yang mati tidak merasakan mati
Ke-Aku-an atau Ingsun atau Ananiyyah, atau
the I-amness merupakan sesuatu yang inhern Dalam kaitannya Ingsun ragawi akan
dalam kehidupan setiap manusia. Karena senantiasa berhadapan dengan keburukan,
Ingsun merupakan sumber dari kisah kematian, dan kehambaan. Ketiga hal
penciptaan.39 Hanya saja tidak setiap manusia tersebut menjadi realitas wajib yang melekat
mau dan atau mampu menerimanya sebagai pada setiap manusia, yang seharusnya disadari
bagian dari dirinya. Siti Jenar—dan siapa pun setiap manusia. Pada tataran ini Ingsun ragawi
yang memahami Ingsun—sudah secara tidak adalah ingsun yang relative. Ingsun ragawi
langsung telah menghayati dua wilayah adalah yang senantiasa berubah wujud,
sekaligus, yaitu; Ingsun dalam konteks raga/ bentuk, dan tempat. Pada Ingsun inilah inilah
fisik/ badan dan Ingsun dalam konteks the mungkin yang oleh Paul F Knitter disebut
Ultimate Reality. Pada konteks Ingsun raga dengan anthropocentrism.41 Pada Ingsun ini
berorientasi pada pijakan tubuh fisik yang pula manusia sebagai imago dei, citra ilahi
meliputi bukan hanya pada badan melainkan yang nyata. Bahkan berpijak pada Ingsun ini
juga jiwa dan nyawa. Pada konteks ini Siti pulalah kesadaran akan adanya Pencipta
Jenar melalui muridnya—Ki Kebokenongo— (Khaliq, Creator), ciptaan (makhluq, creatures),
menguraikan bahwa agama seharusnya dan etika (akhlaq, ethic). Hubungan antara
mengarahkan setiap para pemeluknya Tuhan dan Hamba itulah yang secara sosial
menjadi orang yang hidup menyatu dengan dan rohani melahirkan hokum-hukum yang
alam dan merdeka. Yaitu hidup yang mendamaikan. Hokum-hukum yang tidak
berupaya menerima realitas antara kebaikan diatur dan ditentukan oleh penguasa yang
(becik, goodness) dengan keburukan (ala, mengatasnamakan agama, melainkan ho-
badness), kehidupan (urip, life) dengan kum-hukum yang berpijak pada setiap
kematian (pralaya, death), dan Tuhan (Gusti, kesadaran diri individu yang tercerahkan
God) dengan hamba (kawula, slave). Berikut yang senantiasa mendamaikan diri, orang
ajaran Siti Jenar, lain, dan alam sekitar.
Wong neng nusapada iki, Sementara itu Ingsun dalam konteks Ilahi
Mung mengku kalih prakara, adalah Ingsun yang Abadi. Ingsun dalam hal
Ala becik loro kuwe, ini adalah Ingsun yang senantisa berkaiatan
Urip jodhone pralaya, dengan the Ultimate Reality, Tuhan, Gusti,
Gusti lawan kawula, atau Sang Kebenaran.Ingsun Ilahi adalah
Nanging Kyageng Pengging tambuh, Ingsun sebagaimana dikatakan dan disaksikan

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 128
oleh Abu Yazid al-Busthami, al-Hallaj, dan akan senantiasa pada bagaimana menjunjung
Ismaili. Ingsun dalam hal ini adalah Ingsun tinggi kebaikan, Tuhan, dan kehidupan,
yang hanya diperintah secara langsung oleh mungkin ketiga komponen itu oleh Paul F
Tuhan. Proses pencapaian kesadaran akan Knitter disebut dengan biocentrism.44 Suatu
Ingsun Ilahi pada diri manusia biasanya paham yang berorientasi pada keabadian
melalui perjalanan spiritual yang disebut yaitu kebaikan abadi, Tuhan, dan kehidupan
dengan ittihad42 dan hulul.43 Pada saat itu sendiri. Suatu keabadian yang tidak hanya
seseorang merasakan dirinya sebagai Ingsun berorientasi atas nama Tuhan, melainkan
Ilahi itu biasa disebut dengan wahdat al-syuhud juga atas nama seluruh makhluk Tuhan yang
atau wahdat al-wujud. Biasanya pula orang diberi kesempatan hidup oleh Tuhan. Karena
yang mengalami demikian sering dalam diri seluruh makhluk itu Tuhan
mengatakan sesuatu (yang disebut syathohat) menampakkan Diri-Nya. Meskipun
yang terkadang berlawanan dengan demikian, tidak lantas setiap makhluk Tuhan
pandangan masyarakat umum. Meskipun adalah Tuhan, karena Tuhan adalah berbeda
demikian, sebagian kalangan muslim dengan seluruh makhluk-Nya.
memahami bahwa orang yang mengalami
demikian tidak bisa dihukum sesuai dengan KESIMPULAN
hokum agama. Wacana ke-Aku-an (Ingsun) sebenarnya
Implikasi dari Ingsun Ilahi ini adalah bukan sesuatu yang baru dalam dunia Islam.
adanya pemahaman bahwa Ingsun Ilahi yang Sayangnya sebagian umat Islam—terutama di
bersemayam dalam diri manusia adalah Indonesia—memahami secara tidak
Ingsun Sang Abadi, Ingsun Yang Mutlak. komprehensif konsep Ingsun tersebut.
Ingsun inilah yang merupakan the Ultimate Apalagi jika tulisan-tulisan yang berkaitan
Reality yang harus disembah oleh setiap dengan ajaran Ingsun itu lebih
hamba. Ingsun Sang Abadi ini juga menitikberatkan pada uraian politik dan
bersemayam di dalam diri setiap manusia, sikap keberagamaan yang berbeda dengan
hanya saja tidak semua orang menyadarinya. penguasa suatu zaman. Sehingga hakekat
Selain itu, tidak semua orang meneladani Ingsun itu menjadi kabur. Selain Syekh Siti
Tuhan secara baik. Oleh karena itu, Jenar, tokoh-tokoh Islam seperti Abu Yazid al-
meskipun setiap manusia adalah Ingsun Ilahi Busthami, al-Hallaj, dan Ismaili telah
tetapi tidak setiap orang pula mengakui mengawali ajaran Ingsun tersebut. Hanya saja
dirinya sebagai Tuhan. Untuk bisa perhatian masyarakat tidak meyeluruh,
memahami bahwa dirinya adalah Tuhan sehingga Ingsun itu kehilangan makna
Yang Nyata, manusia harus melewati latihan aslinya.
spiritual serta perjalanan rohani yang tidak Sebenarnya, ajaran Ingsun berupaya
gampang. Manusia yang mengaku dirinya mengembalikan kesadaran manusia pada
sebagai Ingsun Ilahi dia harus meneladani kesejatiannya terutama berakitan dengan
sifat-sifat Tuhan dan bersifat sebagaimana agama. Ingsun membuka kesadaran bahwa
sifat 20 yang ada pada Tuhan. setiap manusia harus menerima kenyataan
Orang yang telah mampu meneladani hidup ini yang selalu berpasangan baik-buruk,
perbuatan Tuhan, maka orientasi hidupnya kehidupan-kematian, dan Tuhan-hamba.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


Vol. 8 No. 2 Juli - Desember 2012 129
Kebaikan, kehidupan, dan Tuhan adalah selanjutnya sebagai istilah filsafat dan tasawuf
dipopulerkan oleh Sadr al-Din al-Qunawi (w. 673 H/
realitas Abadi Tuhan. Sedangkan, 1274M). Konsep wahdat al-wujud itu sejak awal Islam
keburukan, kematian, dan hamba adalah menjadi perdebatan yang belum berakhir di kalangan
realitas manusia. Ajaran Ingsun umat Islam.
9
Penulis menemukan buku tersebut dari perpustakaan
menjembatani kesenjangan antara manusia Kolese Ignatius di Yogyakarta dengan nomor
dan Tuhan itu sendiri. pendaftaran KI BR 78 D 5. Buku yang ditulis pada
tahun 1954 tersebut diterbitkan oleh Penerbit Yayasan
Penerbitan Djojobojo Surabaya, merupakan cetakan
CATATAN AKHIR yang ke-6.
1
Secara eksplisit penerbit Serat ini menuturkan bahwa 10
Secara eksplisit penulis tidak menemukan tanggal dan
Boekoe Siti Djenar ini merupakan ringkasan dari Serat tahun diterbitkannya buku tersebut. Namun demikian
Walisana karya Harjawijaya. Penerbit Tan Khoen Swie berdasarkan pada buku-buku yang dijadikan sebagai
menyebutkan bahwa apa yang ditulis oleh rujukan yang paling tua berangka tahun 1985, besar
Panjinatarata maupun Mangunwijaya masih kemungkinan buku tersebut ditulis oleh Soewarno pada
menyimpang dari ajaran Syekh Siti Jenar yang tahun sekitar tahun 1985-1986. Buku tersebut
sesungguhnya. Selanjutnya penerbit tersebut diterbitkan oleh penerbit PT Antar Surya Jaya, tetapi
menyebutkan bahwa terbitannya merupakan ajaran tidak menyebutkan pula tempat dan kota mana
cerita Syekh Siti Jenar yang bersumber dari Sunan Giri penerbitan tesebut berada.
Gajah atau Sunan Giri Kedhaton. Selanjutnya lih., Tan 11
Buku—yang merupakan best seller antara tahun 1999-
Khoen Swie, Boekoe Siti Djenar Ingkang Toelen, Kediri, 2000—tersebut diterbitkan oleh Bentang Budaya
1931 Yogyakarta. Buku—yang pertama kali dicetak pada
2
Karya Panji Natarata tersebut secara khusus tahun 1999—yang berada ditangan penulis
menceritakan kembali tentang diskusi yang dilakukan merupakan cetakan ke-5 pada tahun 2000.
oleh Syekh Siti Jenar dengan Ki Kebo Kenongo. Kebo 12
Buku—yang dicetak pertama kali pada bukan Juni
Kenongo nama lain dari Ki Handayaningrat. Dia adalah 2001—tersebut diterbitkan oleh penerbit Kreasi
keturunan langsung dari Raja Barawijaya V, raja dari Wacana Yogyakarta. Penulis mengoleksi buku tersebut
Kerajaan Majapahit yang terakhir. yang terbit pada bulan Juli 2001 pada penerbitan yang
3
Karya Manugunwijaya ini pada mulanya ditulis dalam kedua. http://mail.yahoo.com/config/login?/ym/
huruf dan bahasa Jawa. Selanjutnya ditulis kembali dan Compose?DMid=4846_6414200_5603_488_299_0_5376_-
dialihaksarakan ke dalam huruf latin oleh Museum 1_0&YY=41709&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=25&-
Radyaspustaka Surakarta pada bulan Januari 1970. order=down&sort=date&pos=0&view=a&head-
Pada tahun 1981 Serat Seh Siti Djenar ini =b&box=Draft - _ftnref14
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sutarti. 13
Buku—yang terbit pertama kali pada bulan Juni
Serta ini diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan 2002—ini diterbitkan oleh penerbit Serambi Ilmu
Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia Semesta Jakarta. Buku yang ada ditangan penulis
Dan Daerah. Penulis mempunyai tiga macam tulisan merupakan terbitan yang ke-3 pada bulan November
dengan judul yang sama tetapi dari percetakan yang tahun 2002.
berlainan. 14
Buku ini diterbitkan pada Desember 2002 oleh
4
Mohammad Sobary, Pengantar: Kewibawaan ‘Subversif’ penerbit Kreasi Wacana Yogyakarta. Buku yang
Syekh Siti Jenar, dalam Abdul Munir Mulkhan, Syekh Siti tebalnya 547 halaman itu separo bagian pertama
Jenar: Pergumulan Islam-Jawa, (Yogyakarta: Bentang merupakan tafsir kontekstual ajaran Syekh Siti Jenar,
Budaya, 2000), cet., ke-5, h. vi. sedangkan bagian kedua merupakan terjemahan bebas
5
Abdul Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar: Pergumulan Serat Bayan Budiman.
Islam-Jawa, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000), cet., 15
Buku setebal 256 halaman itu diterbitkan oleh Kreasi
ke-5, h. 2. Wacana Yogyakarta.
6
Abdul Munir Mulkhan, et. al., Bisnis Kaum Sufi: Studi 16
Menurut Kusuma Djaya Babad Jalasutra ini diterbitkan
Tarekat Dalam Masyarakat Industri, (Yogyakarta: oleh penerbit Sumodidjojo Mahadewa. Babad ini
Pustaka Pelajar, 1998), cet., ke-1, h. 24. Lih., juga Abdul menceritakan perjalanan Pangeran Panggung sejak
Munir Mulkhan Syekh Siti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa, masa kerajaan Demak sampai berdirinya kerajaan
h. 1-2. Mataram yang akhirnya dipimpin Sultan Agung
7
Abdul Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar: Pergumulan Hanyakrakusuma
Islam-Jawa, h. 2. 17
Kusuma Djaya mengungkapkan bahwa Suluk Malang
8
Konsep wahdat al-wujud secara ideologis dicetuskan Sumirang merupakan kutipan dari Serat Walisana.
oleh Muhyiddin Ibn ‘Arabi (w. 638 H/ 1240M),

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 130
Penulis mempunyai naskah lengkap Serat Walisana menganggap bhawa al-Hallaj sebagai Tuhan,
yang diterbitkan oleh penerbit Tan Khoen Swie pada sebagaimana anggapan umat Kristen terhadap Isa al-
tahun 1925. Sementara itu versi latin yang ditulis Masih. Namun demikian, menurut penyelidikan
ulang oleh R Tanojo penulis telah mendaptkan penguasa Kerajaan pada masanya, al-Hallaj
salinannya dari perpustakaan Kolese Ignatius dengan mempunyai hubungan dengan kaum Karamitah.
nomer pendaftaran KI 78 C 440. Karamitah adalah sekelompok orang yang mepunyai
18
Di tangan penulis Babad Jaka Tingkir ini telah paham seperti kaum komunis dewasa ini. Kelompok ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh tumbuh berkembang pada abad 3-4 Hijriyah. Lihat
Moelyono Sastronaryatmo dan diterbitkan dalam versi selanjutnya, Hamka, Tasauf Perkembangan dan
terjemahan oleh Departemen pendidikan dan Pemurniannya, h. 114-115.
Kebudayaan Jakarta tahun 1981.
19
Serat ini merupakan rujukan utama bagi sebagian 29
Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, h.
besar para penulis yang mengungkap tentang ajaran 116.
Syekh Siti Jenar. 30
Ibn Syuraih ini berkata, “Ilmuku tidak mendalam
20
Buku ini terbit pertama kali pada September 2004, tentang dirinya, sebab itu saya tidak dapat berkata
merupakan cetakan pertama yang diterbitkan oleh apa-apa.”
Grafindo Khazanah Ilmu di Jakarta. 31
Baik al-Ghazali maupun al-Rumi keduanya sepakat dan
21
Muhsin Labib dalam karyanya, Mengurai Tasawuf Irfan mendukung apa yang dialami al-Hallaj. Berikut
dan Kebatinan, (Jakarta: Lentera, 2004), h. 218, perkataan al-Ghazali tentang Ana al-Haqq-nya al-
menjelaskan bahwa Prabu Satmata merupakan gelar Hallaj, “Perkataan yang demikian keluar dari mulutnya
Sunan Giri Kedaton. Penjelasan ini berbeda dengan adalah dari karena sangat cintanya kepada Allah.
uraian yang terdapat dalam cerita Babab maupun Apabila sudah sekian mendalamnya, tidak dirasa lagi
dalam Serat Siti Jenar yang lainnya. Baik cerita babab perpisahan di antara diri dengan yang dicintai.”
maupun Serat Siti Jenar menjelaskan bahwa yang 32
Dibandingkan dengan para sufi pendukung al-Hallaj
bergelar Prabu Satmoto adalah Syekh Siti Jenar. yang lainnya, Farid al-Din ini memberi gelar al-Hallaj
22
D.A. Rinkes, De Helligen van Java II: Sjeh S iti Djenar voor dengan sebutan Syahid al-Haqq, Penyaksi Sang
de Inquititie, terj. M. Soenjata Kartadarmadja, (Jakarta: Kebenaran.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), h. 11. 33
Abdulqadir al-Jailani—tokoh pendiri tarekat
Lihat pula dalam P.J. Zoetmulder, Manunggaling Kawula Qadarriyah ini—berkata, “Jika sekiranya saya hidup di
Gusti: Pantheisme dan Monisme Sastra Suluk Jawa, terj. zaman beliau (al-Hallaj), sudilah saya menjadi
Dick Hartoko, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, pengiringya.”
1991), cet., ke-2, h. 352-367. 34
Dukungan dari al-Damiri ini mengajak orang lain untuk
23
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al- bersikap berhati dalam memberi tuduhan orang Islam
Tashawwuf al-Islam, terj. Ahmad Rofi’ Utsmani, sebagai orang kafir. Bahkan memberi hukum pada
(Bandung: Pustaka, 1997), cet., ke-2, 116. Selain itu orang karena pengalaman spiritual merupakan
Abu al-Wafa menuliskan ungkapan mistik Abu Yazid tindakan orang yang bodoh. Penulis Hayat al-Hayawan
yang lain, seperti: “Betapa Sucinya Akum betapa ini berkata, “Bukanlah perkara mudah menuduh
besarnya Aku,” “Aku keluar dari Abu Yazidku, seperti seorang Islam keluar dari dalamnya. Kalau kata-
ular ke luar dari kulitnya, dan pandanganku pun katanya masih dapat dita’wilkan (diartikan lain), lebih
terbuka, dan ternyata sang pecinta, Yang dicinta, dan baik diartikan yang lain. Karena mengeluarkan
dicinta, adalah satu. Sebab manusia itu dalam alam seseorang dari lingkungan Islam, adalah perkara besar.
penyatuan adalah satu,” “Maha Suci Aku! Aku inilah Dan tergesa-gesa menjatuhkan hukum begitu,
Tuhanku Yang Maha Luhur.” hanyalah perbuatan orang jahil.
24
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al- 35
Julian Baldick, Mystical Islam: an Introduction to Sufism,
Tashawwuf al-Islam. (London: New York University Press, 1992), h. 124.
25
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al- Sebutan teokrasi pada seseorang bahwa teokrasi
Tashawwuf al-Islam, h.115 adalah terbaik untuk menghindari. Istilah itu juga biasa
26
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al- digunakan umtuk mengartikan kekuasaan berdasarkan
Tashawwuf al-Islam, h.117. pada agama tertentu, yang secara harfiah berarti
27
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al- pemerintahan oleh Tuhan.
Tashawwuf al-Islam, h.118. 36
Julian Baldick, Mystical Islam: an Introduction to Sufism,
28
Pembicaraan tentang al-Hallaj senantiasa h. 124.
memunculkan pro dan kontra sejak pertama 37
Julian Baldick, Mystical Islam: an Introduction to Sufism,
kehadirannya sampai sekarang ini. Mereka yang h. 124.
menerima ajaran al-Hallaj—sebagian mereka ini— 38
Julian Baldick, Mystical Islam: an Introduction to Sufism,

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


Vol. 8 No. 2 Juli - Desember 2012 131
h. 124. Azra, Azyumardi. 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan
39
John A. Titaley, a Global Ethic With Abrahamic Religions: Kepulauam Nusantara abad XVII dan XVIII: Melacak
Is It Realistic?, Makalah diskusi pada Research Seminar Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia,
Religion and Globalization: Friends or Foes? Religious Bandung: Mizan.
Identity and Responsibility in a Globalized Word. Babad Cirebon. 1979. Alih aksara dan ringkasan oleh S.Z.
Dilaksanakan oleh CRCS UGM pada tanggal 23-27 Mei Hadisutjipto, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
2006, di Yogyakarta. Kebudayaan Proyek Penerbitan Bacaan dan Sastra
40
Raden Sasrawijaya, Serat Sitidjenar, (Jogjakarta: Indonesia dan Daerah.
Kulawarga Bratakesawa, 1958), h. 5. Babad Jaka Tingkir: Babab Pajang. 1981. Alih aksara dan
41
Paul F. Knitter, the “One Earth”: Common Ground For an alih bahasa Moelyono Sasrtonaryatno, Jakarta:
Ecological Interreligious Dialogue, Makalah diskusi pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Research Seminar Religion and Globalization: Friends or Penerbitan Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah.
Foes? Religious Identity and Resposibility in a Global- Babad Majapahit dan Para Wali I. 1988. Proyek Penerbitan
ized Word. Dilaksanakan oleh CRCS UGM pada tanggal Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Jakarta.
23-27 Mei 2006, di Yogyakarta. Bartakesawa. 1954. Falsafah Sitidjenar: Ngrewat
42
Istilah ini sering diterjemahkan dengan Unifikasionisme Pangrembag Paham Wahdatul-Wujud (Pantheisme) Ing
atau bertemunya dua hal. Hal ini berkaitam dengan Tanah Djawi, Ingkang Menggok Dados Paham Ngaken
pengalaman bersatu dengan Tuhan, setelah seorang Allah Tuwin Ngorakaken Wontenipun Ingkang Nitahaken
sufi menjalani serangkaian petualangan rohani. (Atheisme). Surabaja: Jajasan Penerbitan,,Djojobojo”.
43
Istilah ini disepadankan dengan inkarnasi. Istilah ini Berg, CC. 1972. Penulisan Sejarah Jawa. Jakarta: Bharata.
melukiskan tentang Tuhan mendiami dalam diri Bertens, K. 1989. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta:
Manusia. Proses ini terjadi bukan sebagai upaya Kanisius.
manusia, melainkan sebagai kehendak Tuhan. Tuhan Bilal, Wasim, M. 1988. Mistik Dalam Suluk Pesisiran,
untuk memasuki dalam diri seseorang memilih sesuai Yogyakarta: Yayasan Ilmu Pengetahuan dan
dengan Kehendak dan Kuasa-Nya. Kebudayaan “Panunggalan” Lembaga Javanologi.
44
Paul F. Knitter, the “One Earth”: Common Ground For an Boekoe Siti Djenar Ingkang Toelen. 1931. Kediri: Tan Khoen
Ecological Interreligious Dialogue. Swie.
Bolland, B.J. 1985. Pergumulan Islam di Indonesia. Jakarta:
Grafiti.
DAFTAR PUSTAKA Bruinessen, Van, Martin. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan
Abdullah, Hawwash. tt. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Bandung:
Tokoh-tokohnya di Nusantara. Surabaya: Al-Ikhlas. Mizan.
Abdullah, M Amin. 1987. Sejarah dan Masyarakat: Landasan Budiman, Amin. 1982. Walisongo Antara Legenda dan Fakta
Historis Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdaus. Sejarah, bagian I dan II, Semarang, Pn. Tanjung Sari.
Abdullah, M. Amin. 1999. Studi Agama: Normativitas atau Butterworth, E., Charles. ed. 1992. The Political Aspects
Historisitas? Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Islamic Philosophy, Massachusetts, Cambridge: Harvard
Aceh, Abubakar. tt. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. Univercity Press.
Surakarta: Ramadhoni. Chodjim, Achmad. 2002. Syekh Siti Jenar: Makna Kematian,
Afifi, A.E. 1995. Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabi, Terj. Sjahrur Jakarta: Serambi.
Mawi dan Nandi Rahman. Jakarta: Gaya Media Pratama. Ciptoprawiro, Abdullah. 1986. Filsafat Jawa, Jakarta: Balai
Amin, M Darori, Drs. MA. ed. 2000. Islam dan Kebudayaan Pustaka.
Jawa. Yogyakarta: Gama Media. D.A. Rinkes, De. 1986. Helligen van Java II: Sjeh Siti Djenar
Anderson, Benedict ROG. 1995. Mythology and Tolerance of voor de Inquititie. Tijdschrift Bataviasch Genootschap
Javanese. New York. deel III, 1911. Terjemahan, Orang-orang Suci Dari Jawa
Ansari, Abdul Haq Muhammad. 1997. Merajut Tradisi II: Syeh Siti Jenar di Muka Pengadilan, penj. M. Soenjata
Syari’ah dengan Sufisme: Mengkaji Gagasan Mujaddid Kartadarmaja,Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Syeikh Ahmad Sirhindi. Jakarta: Srigunting. Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
Ardani, H. M. 1995. Sembah dan Budi dalam Serat-serat Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Piwulang Mangkunegara IV Surakarta. Makalah Nasional.
disampaikan dalam Pengukuhan Guru Besar IAIN Dahlan, Aziz, Abdul. 1992. “Tasawuf Samsuddin Sumatrani”,
Jakarta. Desertasi Doktoral Dalam Ilmu Agama Islam, Jakarta:
Armstrong, Amatullah, Sufi Terminologi (Al-Qamus al-Sufi): Perpustakaan IAIN Jakarta.
The Mystical Language of Islam, Kuala Lumpur: A.S. Danusiri. 1996. Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal,
Noordeen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ashad, Kusumajaya. 2003. Pewaris Ajaran Syekh Siti Jenar: Danuwijaya, HM. tth. Proses Timbulnya Ilmu Kebatinan dan
Membuka Pintu Makrifat, Yogyakarta: Kreasi Wacana.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 132
Akibat-akibatnya, Semarang: Condro Kartiko. Kamajaya. 1995. Karkono, Kebudayaan Jawa,
Darban, A., Adaby. 1988. Kiyai dan Politik pada Zaman Perpaduannya Dengan Islam, Yogyakarta, IKAPI DIY.
Kerajaan Islam Jawa, dalam Pesantren 5, No. 2. Kartapraja, Kamil. 1985. Aliran Kebatinan dan Kepercayaan
Daudy, Ahmad. 1982. Falsafat Mistik Syeikh Hamzah Indonesia, Jakarta, Yayasan Masagung.
Fansuri Dalam Sanggahan Syeikh Nuruddin Ar-Raniry, Kartasoedjonoredjo. 1950. Kitab Wali Sepuluh: Mengajar
Al-Jami’ah, No. 27. Institut Agama Islam Negeri Sunan Ilmu Islam-Alam dan Kahanan Kepada Murid-muridnya,
Kalijaga Yogyakarta., h. 32-33. Kediri: Bukhandel Tan Khoen Swie.
De Graaf, H.J. dan Th. Pigeud. 1985. Kerajaan-Kerajaan Kodiran. 1954. Kebudayaan Jawa dalam Manusia dan
Islam Pertama di Jawa, Jakarta, Graffity Pers dan KITLV. Kebudayaan di Indonesia, Jakarta, Jambatan.
Fauzan, Aris. 2004. Ajaran Tasawuf Dalam Serat Siti Jenar Koentjaraningrat. 1975. Manusia dan Kebudayaan di
(Telaah Kritis atas Serat Siti Jenar Karya Sunan Giri Indonesia, Jakarta, Djambatan.
Kedhaton), Tesis: Universitas Islam Negeri Syarif Komaruddin Hidayat. 1996. Memahami Bahasa Agama:
Hidayatullah Jakarta. Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina.
_____. 2006. Siti Jenar: a Model of Indigenous Religion, a Lambard, Denys. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian I:
Religius Image Among Javanese People, Alamah: Jurnal Batas-batas Pembaratan, Jakarta: Gramedia.
Pembaharuan Pemikiran Islam, Vol. IV, Januari- -_____. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian II: Jaringan
Desember. Asia, Jakarta: Gramedia.
Fovler, James W. 1995. Teori Perkembangan Kepercayaan, _____. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian III: Warisan
Yogyakarta, Kanisius. Kerajaan-kerajaan Konsentris, Jakarta: Gramedia.
G. Moedjanto, MA. 1992. Drs., Tantangan Kemanusiaan Madjid, Nurcholish. 1985. Tasawuf Sebagai Inti
Universal: Antologi Filsafat, budaya, Sejarah-Politik dan Keberagaman, Pesantren, Vol. II, No. 3.
Sastra, Kenangan 70 tahun Dick Hartoko, Yogyakarta: _____. 1984. Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan
Penerbit Kanisius. Bintang.
Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi dam Makalah Seminar ‘Reaktualisasi Ajaran Walisanga Dalam
Masyarakt Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya. Konteks Toleransi Antar Umat Beragama’, yang
Hadijaya, (ed.). 1999. Kelas Menengah Bukan Ratu Adil, diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Budaya Jurusan
Yogyakarta, PT Tiara Wacana. Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab IAIN
Hadikusumo, H. Hilman. 1993. Antropologi Agama: Yogyakarta dan Gatra-Majalah Berita Mingguan 12
Pendekatan Budaya Terhadap Aliran Kepercayaan, Agama November 2001.
Hindu, Budha, Kong Hu Cu di Indonesia, Bandung, Citra Mangun Wijaya. 1970. Syekh Siti Jenar, Surakarta: Museum
Aditya Bakti. Radyapustaka.
Hadiwijana, Harun, 1976. Konsep Tentang manusia dalam Massignon, Louis. 2000. al-Hallaj: Sang Sufi Syahid, Terj.
Kebatinan Jawa, Jakarta, Penerbit Sinar Harapan. Dewi Candraningrum Yogyakarta: Fajar Pustaka.
Hamka, Prof. Dr. 1994. Falsafah Hidup, Jakarta: Pustaka Muhtarom, Zaini. 1988. Santri dan Abangan di Jawa,
Panjimas. Jakarta, IINIS, cet., ke-1.
_____. 1993. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, Mulder, Neils. 1978. Kepribadian Jawa dan Pembangunan
Jakarta: Pustaka Panjimas. Nasional, Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press.
Hammersma, Harry, S.J. 1978. Teologi Metafisik, Muljana, Slamet. 1968. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan
Yogyakarta: Kanisius. Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, Jakarta.
Hardjawiraga, Marbangun. 1984. Manusia Jawa, Jakarta, Mulkhan, Abdul Munir. 2001. Ajaran dan Jalan Kematian
Intidayu. Syeikh Siti Jenar: Konflik Elite Dan Lahirnya Mas Karebet,
_____. 1979. Adat Istiadat Jawa, Bandung, Padma. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
_____. 1971. Sari Falsafat India, Jakarta. _____. 2002. Makrifat Burung Surga dan Ilmu Kasampurnan
Hari Soewarno, Moh. tth. Syekh Siti Jenar, ttp: PT Antar Syekh Siti Jenar: Memasuki Ajaran Kearifan Syekh Siti
Surya Jaya, tth. Jenar Dalam Serat Bayan Budiman, Yogyakarta: Kreasi
Harjawijaya. 1926. Serat Suluk Wali Sana Jilit I - II, Kediri: Wacana.
Tan Khoen Swie. _____. 2004. Makrifat Siti Jenar: Teologi Pinggiran Dalam
Jamil, Abdul. Aspek Islam dalam Sastera Jawa, dalam M Kehidupan Wong Cilik, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu.
Darori Amin. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa,
Yogyakarta: Gama Media. _____. 2000. Syekh Siti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa,
Jong, S. De. 1976. Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa, Yogyakarta; Bentang Budaya.
Yogyakarta. _____. 1998. Bisnis kaum Sufi: Studi Tarekat dalam
Journal Pemikiran Islam Paramadina. 1998. Vol. I Nomor 1, Masyarakat Industri, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet.,
Juli - Desember. ke-1.
_____. 1999. Vol. I Nomor 2.. Mulyono, Sri. 1979. Simbolisme dan Mistikisme dalam

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


Vol. 8 No. 2 Juli - Desember 2012 133
Wayang, Jakarta. R. Woodward, Mark. 1999. Islam Jawa: Kesalehan Normatif
Murata, Sachiko. 1998. The Tao of Islam: Kitab Rujukan versus Kebatinan, Yogyakarta: LkiS.
Tentang Relasi Gender dalam Kosmologi dan Teologi Raden Tanojo. 1954. Suluk Wali Sanga: Anggambarake
Islam, Bandung: Mizan. mekare kawruh kebatinan kang pada ginilut para linuwih
Nabilah Lubis. 2001. Naskah, Teks dan Metode Penelitian dek djaman pandjenengane Wali Sanga ing Nusa Djawa,
Filologi, Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia. nalika achier Karaton Madjapahit nganti tumeka awale
Nadim, Syaikh al-Jisr. 1998. Para Pencari Tuhan: Dialog Al- Karaton Demak, Surakarta: R Tanojo.
Qur’an, Filsafat, dan Sains dalam Bingkai Keimanan, Rahman, Fazlu. 1975. The Philosophy of Mulla Sadra (Sadr
Bandung, Pustaka Hidayah. al-Din al-Shirazi), Albany: State University of New York
Nainar, S. Muhammad Husayn. 1956. Islam di India dan press.
Hubungannya dengan Indonesia, Jakarta. Ras, J. J. 1990., Tradisi Jawa Mengenai Masuknya Islam di
Nasr, Hossein, Seyyed. 1996. The Intellectual Tradition in Indonesia, Seri INIS.
Persia, Surrey: curzon Press. Rasjidi, M. 1992. Islam dan Kebatinan, Jakarta: Bulan
Nasution, Harun. 1992. Falsafat dan Mistisisme dalam Bintang.
Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Robson. 1981. Java at The Crossroads: Aspect of Javanese
_____. 1986. Akal dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta: Cultural History, ttp, Bijdragen.
Universitas Indonesia Press. Ronkel, Ph. S. Van. 1913. Suluk Syekh Lemahbang.
_____. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Saksono Widji. 1995. Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah
Djambatan. atas Metode Dakwah Walisongo, Bandung: Mizan.
_____. Falsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang. _____. 1962. Islam Menurut Wejangan Wali Songo, Dalam
_____. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid I Majalah al-Jami’ah, nomor 4-5, Tahun I, April-Mei.
dan II, Jakarta: Universitas Indonesia Pres. Salam, Solihin. 1960. Sekitar Walisongo, Menara Kudus.
_____. 1998. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Schoun, Frithjof. 1987. Mencari Titik Temu Agama-agama,
Dr. Harun Nasution, Bandung: Mizan. Jakarta: Pustaka Firdaus.
_____. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Serat Babad Tembayat 3, alih aksara dan bahasa Mulyono
Mu’tazilah, Jakarta: Universitas Indonesia Press. Sastranaryatmo, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Neco Kaptein et. al.1995. Delapan Tokoh Ilmuwan Belanda Kebudayaan.
Bagi Pengkajian Islam Indonesia Seri INIS XXVII, Jakarta: Serat Seh Siti Djenar. 1936. Javaanche Uitgaven van Widya
INIS. Poestaka, Indonessche Drukkerij, Weltevreden, 1917.
Nicholson, A., Reynold. 1995. Aspek Rohaniah Peribadatan Legaat Prof. Dr. C. Snouck Hurgrunje.
Islam di Dalam Mencari Keridhaan Allah, Terj. A. Nashir Serat Siti Jenar. 1922. Kediri, Solo: Tan Khoen Swie.
Budiman, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sharif, M.M., ed. 1995. A History of Muslim Philosophy: With
Noer, Kautsar Azhari. 1995. Ibnu al-Arabi: Wahdat al-Wujûd Short Accounts of Other Disciplines and The Modern
dalam Perdebatan, Jakarta: Paramadina. Renaissance in Muslim Lands Vol I dan II, Delhi: Low
Palmer, Richard F. 1969. Hermeneutics: Interpretation Theory Price Publication.
in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer, Simuh, “Mistik Islam Kejawen dalam Wedhatama” (Paper
Northwestern: University Press. disusun dan disajikan dalam rangka Diskusi Tetap
Panji Natarata. 1958. Serat Sitidjenar: Njarijosaken Dosen-dosen IAIN Sunan Kalijaga), th., ke-6 Akademik
lalampahan sarta iktikadipun wali Syekh Sitidjenar saha 1983/1984.
Kjai Kebokenanga ing Pengging, (Tembang) Jogkakarta: _____. 1988. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi
Kulawarga Bratakesawa. Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Serat Wirid
Poedjawijatna, Prof. Ir. 1981. Manusia Dengan Alamnya: Hidayat Jati, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Filsafat Manusia, Jakarta: Bina Aksara. _____. 1999. Sufisme Jawa: Tranformasi Tasawuf Islam ke
Poejoesoebroto, R. 1978, Wayang Lambang Ajaran Islam, Mistik Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya.
Jakarta: Pradnya Paramita. Sjadzali, Munawir. 1995. Kontekstualisasi Ajaran Islam,
Poerbatjaraka dan Tardjan Hadidjaja. 1952. Kepustakaan Jakarta: IPHI dan Paramadina.
Jawa, Jakarta. Sobary, Mohammad, Pengantar: Kewibawaan ‘Subversif’
Poespowardojo, Soerjanto, ed. et. al.1982. Sekitar manusia; Syekh Siti Jenar, dalam Abdul Munir Mulkhan. 2000.
Bunga Rampai Tentang Filsafat Manusia, Jakarta: PT. Syekh Siti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa, Yogyakarta:
Gramedia. Bentang Budaya.
Prasetyo, Hendro. 1994. Mengislamkan Orang Jawa: Sofwan, Ridin, at. al 2000.. Islamisasi di Jawa: Walisongo,
Antropologi Baru Islam Indonesia, dalam Islamika, No. 3, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad,
Maret. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwadi. 2004. Gerakan Spiritual Syekh Siti Jenar, _____. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan,
Yogyakarta: Media Abadi. Semarang, Aneka Ilmu.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 134
Steenbrink, Karel, A. 1988. Mencari Tuhan Dengan
Kacamata Barat, Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga Press.
Sujamto. 1997. Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan
Hidup Jawa, Semarang, Dahara Prize.
Sulami, Abd al-Rahman, Abu, al-. 1992. Futuwwah: Konsep
Pendidikan Kekesatriaan di Kalangan Sufi, Bandung, al-
Bayan.
Suluk Seh Siti Jenar, alih bahasa Sutarti, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Penerbitan Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah,
1981.
Suluk Wali-wali Tanah Jawa, alih aksara dan penerjemah
oleh Muhammad Khafid Kasri et.al., Jakarta: Universitas
Indonesia, 1993.
Syahrastani, al-, Abdul Karim, Muhammad, Abu al-Fath, Al-
Milal wa al-Nihal, ttp: Dar al-Fikr, tth.
Syahrastani, al, Kitab Nihayah al-Aqdam Fi ‘Ilmi al-Kalam,
ttp:tth
Syaikh, Said, M., 1991. Kamus Filsafat Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Taftazani al-, Abu al-Wafa’ al-Ghanimi. 1997. Sufi Dari
Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad Rofi’ ‘Usman, Bandung:
Penerbit Pustaka.
Thusi, al-, Nasr al-Din, Mushari’ al-Mushari’, ttp: tth.
Wahid, Abdurrahman. 1987. Islam dan Kebatinan: Sebuah
Tinjauan Umum, Pustaka, No. I Th. Ii, Februari.
Wasit dkk. 1998. Penyebaran Islam di Jawa, IAIN
Walisongo, Semarang.
Yulius Widiantoro, Pergeseran Ontologis Hermeneutik
Berpedomankan Bahasa, dalam Driyarkara: Majalah
Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, th. XX, No. 3
1993/1994.
Ziai, Hossein. 1998. Suhrawardi Filsafat Illuminasi
Penceramahan Ilmu Pengetahuan, Bandung: Zaman
Wacana Mulia.
Zoetmulder, J.P. 1991. Manunggaling Kawula Gusti:
Pantheisme dan Monisme Dalam Sastra Suluk Jawa,
Jakarta: Gramedia.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0010. 119-134

Anda mungkin juga menyukai