Anda di halaman 1dari 9

Nutrisi berperan sangat penting dalam kehidupan.

Nutrisi sangatlah berkaitan


dengan praktek kedokteran. Penyakit akut dan kronis dapat mempengaruhi asupan
makanan dan metabolisme yang akan memperberat kondisi penyakitnya.1
Malnutrisi terjadi pada 30-50% pasien yang dirawat di rumah sakit. Malnutrisi
dapat mengganggu penyembuhan luka, menurunkan sistem imunitas, mengganggu
fungsi organ, memperpanjang lama rawat di rumah sakit, dan meningkatkan
mortalitas.2

Definisi
Berdasarkan panduan ESPEN 2016, gizi buruk adalah suatu kondisi yang
terjadi akibat gangguan asupan nutrisi yang menyebabkan perubahan komposisi tubuh
dan massa otot yang menurunkan fungsi fisik dan mental, serta mempengaruhi luaran
klinis suatu penyakit.1 Gizi buruk dapat terjadi akibat kelaparan, penyakit, usia tua (>
80 tahun), atau kombinasi faktor-faktor tersebut.

Klasifikasi
Malnutrisi dapat dibedakan menjadi kekurangan energi-protein dan
kekurangan mikronutrien. Kekurangan energi protein terjadi akibar adanya defisiensi
relatif atau absolut dari energi dan protein. Kekurangan energi protein dapat dibedakan
menjadi kwashiorkor dan marasmus. Kwashiorkor terjadi akibat defisiensi protein
tanpa disertai kekurangan energi. Marasmus terjadi akibat kekurangan energi dan
protein. Kwashiorkor biasa terjadi pada kondisi penyakit akut hipermetabolik seperti
trauma, luka bakar, atau sepsis. Sementara marasmur biasa terjadi pada penyakit
kronis.3
Menurut panduan ESPEN 2016, berdasarkan penyebabnya gizi buruk dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Gizi buruk akibat kondisi medis dengan inflamasi
Kondisi gizi buruk terjadi akibat respon inflamasi yang memicu terjadinya
anoreksia dan kerusakan jaringan. Kondisi ini akan menimbulkan penurunan

1
asupan makanan, penurunan berat badan, dan pengurangan massa otot. Kondisi ini
dapat dibedakan menjadi akut dan kronis.
2. Gizi buruk akibat kondisi medis tanpa inflamasi
Kondisi gizi terjadi akibat kondisi penyakit tanpa inflamasi seperti disfagia (akibat
obstruksi saluran cerna atau kondisi neurologi), kondisi psikiatri (anoreksia
nervosa atau depresi), atau malabsorpsi akibat dari gangguan pada usus.
3. Gizi buruk bukan akibat kondisi medis
Kondisi gizi buruk terjadi bukanakibat kondisi medis. Secara umum dapat
dibedakan menjadi gizi buruk akibat kelaparan atau gizi buruk akibat kondisi
sosioekonomi dan psikologis.1

Penilaian Nutrisi
Saat ini belum ada indikator klinis maupun laboratorium untuk menentukan
status nutrisi secara komprehensif. Penilaian nutrisi dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.2
Dari anamnesis perlu dicaritahu mengenai
1. Berat badan: berat badan saat ini, berat badan terberat, penurunan berat badan
2. Kondisi medis dan riwayat operasi
3. Gejala konstitusional seperti demam, takikardia, anoreksia
4. Kesulitan makan atau keluhan gastrointestinal: gangguan pada gigi, gangguan
menelan, mual, muntah
5. Gangguan makan: anoreksia, gangguan persepsi tubuh
6. Penggunaan obat-obatan
7. Kebiasaan pola makan sehari-hari
8. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status nutrisi seperti lingkungan, status
fungsional, caregiver, sumber daya, kesehatan mental, konsumsi alkohol, dan gaya
hidup
Dari pemeriksaan fisik perlu dilakukan pengukuran berat badan dan tanda
inflamasi lain seperti demam, hipotermia, takikardia. Pemeriksaan indeks massa tubuh

2
(IMT) perlu dilakukan. IMT dihitung dengan rumus berat badan (kg)/ tinggi badan
(m2). Gizi buruk didefinisikan dengan indeks massa tubuh kurang dari 18,5. IMT
normal berkisar 18,5-24,9, berat badan berlebih jika IMT 25-29, dan obesitas jika IMT
lebih dari sama dengan 30. Pemeriksaan antropometri lain untuk menilai komposisi
tubuh yang dapat dilakukan seperti pengukuran skin fold, bioelectrical impendance
(BIA), dual energy x-ray absorptiometry (DEXA), computed tomography, atau
magnetic resonance imaging (MRI).
Pemeriksaan laboratorium juga merupakan bagian dari penilaian nutrisi.
Beberapa parameter laboratorium yang dapat digunakan antara lain albumin, transferin,
c-reactive protein, kolesterol, elektrolit, kreatinin, gula darah, darah perifer lengkap.2
Pada kondisi marasmur dimana penurunan berat badan dan massa otot terjadi perlahan-
lahan, pemeriksaan laboratorium mungkin saja dalam batas normal. Kadar albumin
pada marasmur dapat dalam batas normal atau hanya sedikit menurun (biasanya tidak
lebih rendah dari 2,8 g/dl). Pada kwashiorkor kondisi kekurangan energi [rotein dapat
terjadi pada pasien dengan pengukuran massa otot dan lemak subkutan normal, tetapi
adanya penurunan kadar albumin. Pada kwashiorkor dapat ditemukan kondisi edema,
atau ascites.3
Terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk penapisan nutrisi seperti
malnutrition screening tool, malnutrition universal screening tool, Birmingham
nutrition risk score. Selain itu juga terdapat beberapa instrument yang dapat digunakan
untuk menilai status nutriti seperti mini nutritional assessment (MNA) atau subjective
global assessment.4

Dampak Malnutrisi terhadap Pasien yang Dirawat di Rumah Sakit


Malnutrisi memiliki berbagai dampak negatif terhadap pasien yang dirawat di
rumah sakit. Penelitian oleh Sungurtein pada pasien yang dengan operasi abdomen
mayor ditemukan bahwa malnutrisi meningkatkan risiko komplikasi paska operasi dan
kematian. Penelitian oleh Kyle tahun 2006 pada pasien dengan kondisi medis akut yang
dirawat inap menunjukkan bahwa gizi buruk meningkatkan lama rawat pasien. 4

3
Tatalaksana
Berdasarkan panduan ASPEN tahun 2011 algoritma tatalaksana nutrisi
ditampilkan pada gambar berikut. Penapisan nutrisi dianjurkan bagi setiap pasien yang
dilakukan rawat inap di rumah sakit. Pada pasien yang teridentifikasi memiliki risiko
dalam penapisan dilanjutkan penilaian status nutrisi. Intervensi nutrisi diberikan baik
kepada kelompok pasien yang berisiko maupun pasien dengan malnutrisi. 4 Intervensi
dilakukan dalam secara jangka pendek dan jangka panjang. Intervensi jangka pendek
dilakukan selama pasien dirawat di rumah sakit. Penanganan selama pasien dirawat di
rumah sakit sebaiknya melibatkan tim multidisiplin termasuk dokter, dietisien,
perawat, dan farmasi. Intervensi jangka panjang juga diperlukan untuk menjaga nutrisi
pasien yang telah pulang dari rumah sakit di komunitas. Hal ini penting untuk
mengurangi rasio readmisi ke rumah sakit. Pasien dengan gizi buruk yang pulang dari
rumah sakit memerlukan protokol terapi nutrisi dan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan setempat untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.5

Gambar 1. Algoritma tatalaksana gizi di rumah sakit4


Tatalaksana gizi buruk merupakan proses berkepanjangan yang membutuhkan
usaha yang besar. Tahap pertama tatalaksana difokuskan pada koreksi cairan dan
abnormalitas elektrolit dan mengatasi infeksi. Tahap kedua dilanjutkan dengan
memperbaiki asupan protein, energi, dan mikronutrien. Tahap kedua dimulai dengan

4
pemberian protein dan kalori dalam jumlah yang tidak terlalu tinggi dan didasarkan
pada berat badan actual pasien. Perhitungan kalori dapat dimulai dari 30 kkal/ kg berat
badan dengan protein 1 g/kg berat badan. Vitamin dan mineral juga tetap perlu
diberikan. Pasien kemudian dilakukan pemantauan ketat. Jumlah kalori dan protein
dapat perlahan-lahan dinaikkan sesuai toleransi pasien hingga 1,5 g/kg berat badan/
hari dan protein 1,5 g/kg berat badan/ hari.3
Berdasarkan panduan oleh NICE, pemberian terapi nutrisi dapat dalam bentuk
oral, enteral, maupun parenteral bergantung pada kondisi pasien. Pemberian terapi
nutrisi diindikasikan pada pasien yang tidak mendapatkan asupan nutrisi dalam waktu
5 hari atau lebih, IMT < 18,5, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3-6 bulan,
dan BMI <20 dengan penurunan berat badan lebih dari 5%, pasien dengan gangguan
absorpsi nutrisi atau dalam kondisi katabolisme tinggi. Algoritma terapi nutrisi per oral
ditampilkan pada gambar 2.6

5
Gambar 2. Algoritma Panduan Nutrisi Per oral6
Pada pasien dengan kondisi kebutuhan nutrisi yang tidak dapat dipenuhi
dengan pemberian per oral dapat dipertimbangan pemberian nutrisi enteral atau
parenteral. Algoritma panduan pemberian nutrisi enteral dan parenteral ditampilkan
pada gambar 3.

6
Gambar 3. Algoritma Panduan Pemberian Nutrisi Enteral atau Parenteral6
Perhitungan jumlah kalori dapat menggunakan panduan 30 kkal/kg/ hari,
protein 1 g/kg/ hari, dan caira 30-35 ml/kg berat badan. Namun pada pasien dengan
gizi buruk perlu dilakukan penilaian risiko refeeding syndrome. Pasien dengan BMI <
18,5, penurunan berat badan > 10%, tidak ada asupan makanan lebih dari 7 hari
memiliki risiko sedang mengalami refeding syndrome. Sementara pada pasien dengan
IMT < 16 atau penurunan berat badan > 15% memiliki risiko tinggi terjadinya
refeeding syndrome.6

7
Pada pasien dengan risiko sedang refeeding syndrome nutrisi awal diberikan
50% dari estimasi kebutuhan dalam 2 hari pertama dan ditingkatkan bertahap untuk
memenuhi kebutuhkan dalam 4-6 hari. Suplementasi kalium, fosfat, dan magnesium
dapat diberikan. Tiamin dan vitamin B juga dapat diberikan. Kadar elektrolit,
magnesium, kalsium, dan fosfat perlu dimonitor secara berkala.6 Pada pasien dengan
risiko tinggi refeeding syndrome, pemberian nutrisi dimulai dari 25% estimasi
kebutuhan dan ditingkatkan perlahan-lahan hingga mencapai estimasi kebutuhan.6

Nutrisi dalam Standar Joint Commission International Accreditation Standards for


Hospitals
Nutrisi merupakan bagian yang penting dalam aspek perawatan pasien di
rumah sakit. Nutrisi merupakan salah satu komponen yang harus dijaga dalam standar
perawatan pasien di rumah sakit dan termasuk bagian yang diatur dalam standar
akreditasi rumah sakit oleh Joint Commission International (JCI). Dalam standar JCI,
edukasi mengenai diet dan nutrisi kepada pasien dan keluarga termasuk dalam standar
continuity of care. Penilaian status nutrisi terhadap selurh pasien yang dirawat di rumah
sakit juga merupakan bagian dari standar assessment of patient (AOP). Berdasarkan
standar AOP dari JCI, penapisan nutrisi perlu dilakukan pada seluruh tubuh. Pasien
dengan hasil penapisan risiko tinggi dilanjutkan dengan penilaian status nutrisi. Terapi
nutrisi juga merupakan bagian dari standar care of patient (COP). Berdasarkan
panduan JCI COP mengenai nutrisi, setiap pasien harus mendapatkan variasi menu
makanan yang seusai dengan status nutrisi dan kondisi medisnya. sStiap pasien dengan
status nutrisi berisiko harus mendapatkan terapi nutrisi yanga adekuat. Terapi nutrisi
yang diberikan memelukan kerjasama antar berbagai pihak seperti dokter, perawat,
dietisien, dan keluarga pasien. Monitoring status gizi perlu terus dilakukan dan tercatat
dalam rekam medis pasien.7

Penutup
Tatalaksana nutrisi merupakan salah satu aspek yang penting dalam tatalaksana pasien.
Nutrisi mempengaruhi proses penyembuhan dan luaran pasien yang dirawat di rumah

8
sakit. Tatalaksana nutrisi memerlukan interaksi keterlibatan multidisiplin dan perlu
dilakukan hingga jangka panjang,

Daftar Pustaka
1. Cederholm T, Barazzoni R, Austin P, et al. ESPEN guidelines on definitions and
terminology of clinical nutrition. Clinical nutrition. 2017;36(1):49-64.
2. Jensen GL. Malnutrition and Nutritional Assessment. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 20 ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018.
3. Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow MW. CURRENT Medical Diagnosis and Treatment.
Philadelphia: McGraw-Hill Education; 2016.
4. Mueller C, Compher C, Ellen DM, et al. ASPEN clinical guidelines: nutrition screening,
assessment, and intervention in adults. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition.
2011;35(1):16-24.
5. White J V, Guenter P, Jensen G, et al. Consensus Statement: Academy of Nutrition
and Dietetics and American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. J Parenter
Enter Nutr. 2012;36(3).
6. National Collaborating Centre for Acute Care. Nutrition support in adults: oral
supplements, enteral and parenteral feeding. NICE, London. 2005.
7. Joint Commission International. Joint Commission International Accreditation
Standards for Hospitals Including Standards for Academic Medical Center Hospitals.
Illinois: Joint Commission International; 2017.

Anda mungkin juga menyukai