Anda di halaman 1dari 13

NUTRISI PARENTERAL KEPADA PASIEN KRITIS

1. Pemberian
2. Manfaat
3. Indikasi

*****

1. Konsep Umum Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang
diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan.
Para peneliti sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti
pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang
lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai
istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan
melalui pembuluh darah. Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi
atas (ASPEN, 1995) : Nutrisi Parenteral Sentral. Nutrisi Parenteral Perifer
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-
kondisi klinis sebagai berikut : 1. Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan
terapi radiasi dan kemoterapi. 2. Pasien-pasien preoperatif yang bukan
malnutrisi berat. 3. Pankreatitis akuta ringan. 4. Kolitis akuta. 5. AIDS. 6. Penyakit
paru yang mengalami eksaserbasi. 7. Luka bakar.
4. 8. Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness). Pemberian nutrisi hanya
efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya. Status
nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan penting dalam
menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada
orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini
dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-
pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat
rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal
dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal. Secara umum,
pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7 sampai
dengan 14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-
pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5 sampai
dengan 10 hari (ASPEN, 2002). Nutrisi Parenteral pada pasien anak-anak diberikan lebih
awal dibandingkan dengan pasien-pasien dewasa, biasanya 1 hari setelah lahir pada
neonatus dan bayi dengan berat badan lahir yang rendah, dan antara 5 sampai 7 hari
bagi anak-anak yang lebih dewasa yang tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya
hanya melalui oral maupun enteral (ASPEN, 2002; Ziegler et al, 2002).

2. Terapi dan Dukungan Nutrisi Pasien Kritis


Selain sebagai sumber suportif atau dukungan untuk penyembuhan sakit, nutrisi juga dapat
ditujukan sebagai terapi. Agar tujuannya sebagai bagian dari terapi dapat tercapai, maka
perencanaan pemberian nutrisi khususnya pada pasien kritis harus direncanakan dengan
cermat. Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan. Berikut pembahasan langkah-
langkahnya.

1) Penilaian Status Nutrisi


Langkah pertama dalam penatalaksanaan nutrisi rumah sakit adalah mengidentifikasi adanya
malnutrisi. Semua organisasi profesi di bidang nutrisi baik The American Society for Parenteral
and Enteral Nutrition (ASPEN) maupun ESPEN merekomendasikan uji skrining malnutrisi atas
semua pasien yang dirawat di rumah sakit. Tahapan awal ini bertujuan untuk mengidentifiaksi
pasien dengan malnutrisi dan pasien dengan risiko malnutrisi, terutama untuk pasien dengan
sakit kritis. Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan penilaian penapisan nutrisi
dalam 48 jam perawatan dan penilaian status nutrisi lengkap pada pasien dengan penyakit
kritis. Adapun alur penilaian ini dapat dilihat pada bagan algoritma di bawah ini:

Sumber: American
Society for Parenteral and Enteral Nutrition (A.S.P.E.N.). J Parenter Enteral Nutr. 2011;35(1):16-
24.

2) Cara Penilaian Status Gizi


Untuk menilai status gizi sendiri terdapat beberapa metode. Malnutrition Screening Tool (MST)
MST merupakan cara sederhana untuk mendeteksi malnutrisi di rumah sakit. MST terdiri dari
tiga pertanyaan yang menilai berat badan terakhir serta ada tidaknya penurunan nafsu makan.
MST didesain dapat digunakan oleh staf terlatih yang mempergunakan sistem skor untuk
menilai apakah pasien memerlukan penilai adanya risiko tinggi malnutrisi sehingga dapat
memperoleh intervensi lebih lanjut. MST ini ada dua tahap, tahap pertama adalah tahap
penapisan sedangkan tahap kedua menilai risiko malnutrisi. Untuk pertanyaan MST ini dapat
dilihat pada di bawah ini. MST adalah metode penilaian gizi yang dipakai di RSCM.
Bagian 1: Penapisan

Apakah ada penurunan berat badan tanpa disengaja?

Tidak ada Skor : 0

Turun 1–5 kg Skor : 1

Turun 6–10 kg Skor : 2

Turun 11–15 kg Skor : 3

Turun > 15 kg Skor : 4

Ragu-ragu Skor : 2

Apakah ada penurunan nafsu makan atau sulit makan?

Tidak Skor : 0

Ada Skor : 1

Bagian 2: Penentuan Risiko

Skor MST 0 atau 1, tidak ada risiko malnutrisi: Bila lama rawat lebih dari 7
hari, penapisan ulang dan dapat diulang tiap minggu

Skor MST 2 atau lebih, risiko malnutrisi: Lakukan intervensi nutrisi,


konsultasi gizi dalam 24–72 jam

Metode lain adalah dengan Subjective Global Assessment (SGA). Penilaian status nutrisi dengan
SGA meliputi pengisian kuesioner mengenai data perubahan berat badan, perubahan asupan
diet, gejala gastrointestinal, perubahan kapasitas fungsional yang bergubungan dengan
malnutrisi. Selain itu, dinilai juga simpanan lemak dan otot serta ada tidaknya edema dan
asites. Selain diagnosis malnutrisi, SGA juga membagi pasien menjadi tiga golongan yaitu
golongan A, status gizi baik; golongan B status gizi malnutrisi ringan/sedang; serta SGA C,
malnutrisi berat.

Adapun penilaian SGA ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan komponen
dari anamnesis sedangkan bagian dua adalah pemeriksaan fisik .Di bawah ini adalah penilaian
SGA bagian pertama dan kedua:

SGA bagian
pertama
SGA bagian
kedua
Penilaian SGA lebih lengkap dibandingkan dengan MST dan sering pula dipakai sebagai
instrumen penilaian status nutrisi pada penelitian. Namun, melihat banyaknya hal yang dinilai,
SGA lebih sulit untuk dipakai. Hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa penilaian status
nutrisi untuk pasien tidak cukup hanya dari parameter antropometri sewaktu seperti berat
badan atau indeks massa tubuh semata saja.

3) Perhitungan Jumlah Kebutuhan Kalori


Untuk pemberian nutrisi suportif, pertama kali diperlukan penghitungan kebutuhan kalori dari
pasien. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) merekomendasikan
cara indirect calorimetry untuk menentukan besaran kebutuhan kalori pasien. Adapun
menghitung kebutuhan kalori juga dapat dilakukan melalui persamaan yang telah divalidasi,
seperti diperoleh dari jumlah kebutuhan energi basal atau basal energy expenditure (BEE) yang
kemudian disesuaikan dengan kondisi pasien. BEE dalam hal ini dihitung dengan menggunakan
persamaan Harris-Benedict. Untuk praktisnya, BEE dikalikan faktor pengali yaitu faktor aktivitas
(FA) dan faktor stress (FS).

Kebutuhan kalori = BEE x FA x FS


Faktor pengali aktivitas (FA) adalah 1,2 untuk aktivitas rendah, 1,3 sedang, dan 1,5 untuk tinggi.
Sedangkan faktor pengali untuk stress (FS) adalah 1–1,1 untuk stres ringan, 1,2–1,4 untuk stres
sedang, dan 1,5–2 untuk stres berat. Adapun persamaan Harris-Benedict adalah sebagai
berikut:

BEE untuk laki-laki = 66 +13,7 (berat dalam kg) + 5 (tinggi dalam


cm) – 6,3 (usia dalam tahun)

BEE untuk wanita = 655 +9,6 (berat dalam kg) + 17 (tinggi dalam
cm) – 4,7(usia dalam tahun)

Untuk praktisnya, kebutuhan kalori untuk pasien biasanya berkisar antara 25–35 kkal /kg/hari.
Persamaan ini dianjurkan untuk menghitung kalori apabila tidak dapat dilakukan indirect
calorimetry. Kebutuhan protein adalah 0,8–1,5 g (0,13–0,24 g nitrogen)/kg/hari. Sebagian, yaitu
20–35% kebutuhan kalori diberikan dalam bentuk lemak yang harus mencakup lemak esensial
berupa asam linoleat (4% total kalori) dan asam linolenat (0,2–0,4% total kalori). Pemberian air
biasanya 30-35 mL/kg/hari dengan tambahan lain adalah mineral, elektrolit, dan mikronutrien
lain serta serat.

4) Cara Pemberian Nutrisi


Adapun cara pemberian nutrisi sendiri sangat disarankan pemberian nutrisi enteral
dibandingkan parenteral. Pemberian secara enteral dapat berupa oral maupun artifisial.
Artifisial dapat berupa parenteral atau pemasangan selang atau tubing. Kontraindikasi
pemberian enteral adalah keadaan tidak stabil meliputi gangguan hemodinamik, obstruksi usus,
perdarahan saluran cerna yang masif, iskemia intestinal, malabsorpsi berat, serta inflamasi
berat saluran cerna. Adapun pemberian nutrisi parenteral juga tidak diindikasikan untuk pasien
keganasan yang bersifat terminal atau sudah ditentukan end of life care. Selama tidak ada
kontraindikasi, lebih diutamakan pemberian nutrisi lewat jalur enteral.

Ada beberapa keuntungan pemberian nutrisi enteral pada pasien kritis diantaranya mendukung
fungsi mukosa saluran cerna serta dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien yang
dirawat di ruang intensif. Fungsi nutrisi enteral pada saluran cerna sangat penting karena
mukosa saluran cerna menerima kebutuhan gizi langsung dari saluran cerna. Puasa yang
berkepanjangan dapat menyebabkan atrofi mukosa saluran cerna. Hal ini dapat menurunkan
fungsi saluran cerna terutama sebagai sawar dari bakteri-bakteri di saluran cerna. Apabila ada
gangguan fungsi sawar ini, dapat meningkatkan risiko translokasi bakteri sehingga
menimbulkan infeksi dan bahkan sepsis.

Pasien dengan penyakit kritis tanpa risiko malnutrisi namun ada kontraindikasi pemakaian
nutrisi enteral maka pemberian nutrisi parenteral secara eksklusif ditunda dalam 7 hari
pertama onset akut. Pemberian nutrisi parenteral secara dini dapat meningkatkan infeksi dan
mortalitas. Akan tetapi, apabila pasien malnutrisi atau risiko tinggi malnutrisi dan tidak dapat
menerima nutrisi enteral, maka nutrisi parenteral menjadi pilihan utama. Pemberian nutrisi
parenteral ini dapat diinisiasi seawal mungkin. Pemberian nutrisi parenteral juga dapat dimulai
apabila setelah 7–10 hari jumlah kalori yang dapat diberikan dari jalur enteral < 60% kebutuhan
kalori total.

5) Inisiasi Nutrisi pada Pasien Malnutrisi


Pada saat inisiasi pemberian nutrisi parenteral pada pasien malnutrisi, pemberian awal
diberikan secara hipokalorik berupa jumlah energi < 20 kkal/kg/hari atau < 80% jumlah total
kebutuhan kalori perhari. Pemberian ini harus disertai pemberian protein yang adekuat yaitu
≥1,2 g/kg/hari. Pemberian sediaan soy-based IV fat emulsion (IVFE) harus dibatasi pada satu
minggu pertama apabila tidak ada kekhawatiran defisiensi asam lemak esensial. Pembatasan ini
dilakukan sampai maksimal 100 g/minggu.

Pemberian nutrisi parenteral dikurangi apabila terdapat perbaikan toleransi nutrisi enteral serta
dihentikan apabila jumlah kalori yang diberikan secara enteral > 60% jumlah total kalori yang
dibutuhkan. Untuk lebih jelasnya, pemilihan rute pemberian nutrisi ini dapat dilihat pada bagan
di bawah ini:
Sumber: Heyland DK, et
al. J Parenter Enteral Nutr. 2015;39(6):698-706.

6) Cara Memenuhi Target Besar Nutrisi


Terdapat beberapa hal khusus yang digunakan sebagai dukungan nutrisi bagi pasien kondisi
kritis. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Intervensi nutrisi Rasional Keterangan

Nutrisi enteral Mencegah kehilangan Cukup jelas


massa otot dan
mencegah infeksi untuk
mempercepat
pemulihan

Meningkatkan Pencegahan awal Tidak ada manfaat yang jelas


nutrisi enteral pada defisit kalori untuk pada pasien dengan status
Intervensi nutrisi Rasional Keterangan

satu minggu mempercepat gizi baik


pertama pemulihan
perawatan

Agen prokinetik Pencegahan awal Bukti inkonklusif


atau nutrisi post- defisit kalori untuk
pyloric mempercepat
pemulihan

Pemberian nutrisi Pencegahan awal Tidak ada manfaat yang jelas


parenteral defisit kalori untuk dan berpotensi berbahaya
suplemental pada 1 mempercepat dalam pemberian besar
minggu pertama pemulihan bersamaan dengan nutrisi
perawatan enteral; inkonklusif pada
pasien yang memiliki
kontraindikasi pemberian
nutrisi enteral

Peningkatan Mempertahankan Cukup jelas


jumlah protein (> massa protein tubuh,
0,8 g /kg/hari) mempercepat
pemulihan

Pemberian Memenuhi kebutuhan Inkonklusif dan berpotensi


glutamin defisiensi kondisional bahaya dalam dosis besar
untuk menurunkan
mortalitas

Pemberian Mencegah gagal organ Tidak ada keuntungan yang


antioksidan jelas pada pemberian
selenium, efek dapat
bergantung dosis dan adanya
defisiensi yang telah ada
sebelum perawatan

Pemberian lipid Mencegah gagal organ Inkonklusif


Intervensi nutrisi Rasional Keterangan

antiinflamasi

Pemberian nutrisi enteral pada pasien kritis dapat diberikan dalam 24-48 jam setelah onset
keadaan kritis atau setelah masuk ruang rawat intensif. Langkah awal adalah pemberian jumlah
makanan hipokalori atau berupa nutrisi enteral inisial untuk mukosa usus yakni pemberian
sebanyak 10-20 kkal/kg/hari atau sampai 500 mL /hari. Jumlah tersebut kemudian ditingkatkan
secara bertahap dalam waktu satu minggu dengan memperhatikan toleransi pasien terhadap
nutrisi oral serta evaluasi risiko terjadinya aspirasi. Sejumlah protokol khusus untuk pemberian
nutrisi oral ini dapat diambil dan diterapkan sesuai kondisi setempat.

Apabila keadaan hemodinamik tidak stabil, maka pemberian nutrisi suportif harus ditunda.
Inisiasi nutrisi juga harus dilakukan secara hati-hati pada pasien yang sedang dilakukan titrasi
turun dosis vasopresor. Risiko iskemia saluran cerna pada pasien-pasien tersebut besar
sehingga gejala-gejala intoleransi harus dipantau. Gejala intoleransi tersebut seperti distensi
abdominal, peningkatan produksi selang nasogastrik (NGT), penurunan frekuensi buang air
besar, penurunan flatus, atau munculnya asidosis metabolik.

Untuk memonitor pemberian nutrisi suportif berupa tanda vital, berat badan, keseimbangan
cairan, elektrolit, glukosa darah, BUN/kreatinin, kalsium, fosfat, magnesium, 24 jam urea urin,
perkiraan jumlah asupan total, serta fungsi hati. Kadar glukosa yang disarankan untuk pasien
secara umum adalah 140 mg/dL atau diantara 150-180 mg/dL.

7) Refeeding Syndrome
Walaupun nutrisi pada keadaan pasien kritis sangat penting, namun, apabila diberikan terlalu
cepat, dapat meningkatkan angka kematian dengan kondisi hiperglikemia dan refeeding
syndrome. Apabila diberikan terlambat juga akan memperberat keadaan malnutrisi yang juga
berkorelasi dengan penambahan lama rawat dan rehabilitasi. Agar didapatkan waktu yang baik,
umumnya direkomendasikan agar pasien dengan keadaan awal yang baik masih diperbolehkan
mendapatkan nutrisi hipokalorik sampai pada 7 hari pertama perawatan. Untuk manajemen
refeeding syndrome ini dapat dibaca lebih lanjut di artikel ini: Kematian Akibat  Refeeding
Syndrome.

3. Indikasi:
1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
2. Penderita GI yang dipuasakan
3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca
operasi)
4. Stres metabolik sedang
5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm) PAN-AMIN G
Indikasi: 1. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan 2.
Nitrisi dini pasca operasi 3. Tifoid 2.4 Pengelolaan nutrisi Parenteral  Kebutuhan
Biologik Normal: Kalori: 25-30 kcal/BB/hari (mis.BB 70 kg = 1750-2100). Sumber
kalori ini terbagi berdasarkan sumbernya sebagai berkut: 50% = karbohidrat 30%
= protein 20% = lemak
  KEBUTUHAN ENERGI Energi expanditure harus dihitung agar keseimbangan nitrogen yang
lebih baik dapat dicapai dan dipertahankan. Metode yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan energi ada dua cara yaitu dengan rumus Harris- Benedict dan indirect-
calorimetry dengan expired gas analysis. Harris-Benedict mengkalkulasikan kebutuhan
energy seseorang dalam keadaan istirahat, nonstres, setelah puasa overnigt. Pada keadaan
metabolic-stress, maka harus dikalikan stress faktor. Rumus Harris - Benedict. Pr. BEE = 665
+ 9,6 BB + 1,7 TB - 4,7 U Lk BEE = 66 + 13,7 BB + 5 TB - 6,6 U BEE = K cal/ hari BB: kg TB: cm U
; Thn Perhitungan diatas mungkin sulit diaplikasikan maka untuk penggunaan klinis sehari-
hari nilai BEE = 25 -30 k cal/Kg/hari tidak jauh berbeda dengan nlai yang didapat bila kita
menggunakan rumus Harris Benedict. Indirect-calorimetry. Walaupun memberi hasil yang
lebih akurat tetapi oleh karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium, teknologi dan
mahal maka jarang digunakan untuk perhitungan sehari-hari.  KARBOHIDRAT SEBAGAI
SUMBER ENERGI Kebutuhan Karbohidrat: 100-200 gram/ hari. Beberapa hal yang perlu
diingat tentang manfaat karbohidrat yaitu: ✿ Mengurangi katabolisme protein ✿
Mengurangi penumpukan keton bodies akibat metabolisme fat. ✿ 1 gram karbohidrat = 4,1
kcal ✿ 1 gram fat = 9,3 kcal Jika karbohidrat hanya berasal dari cairan dektrose 5% atau 10%
maka dalam : 1000 cc D5 = 50 gram = 205 kcal 1000 cc D10 = 100 gram = 410 kcal Dapat
dilihat bahwa pemenuhan kalori hanya dari larutan dextrose dengan isoosmolaritas saja
tidak cukup, dengan demikian perlu tambahan kalori dari sumber lain misalnya emulsi
lemak atau dengan karbohidrat jenis lain atau dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
Kebutuhan kalori ini perlu juga disesuaikan dengan:  Jumlah kebutuhan cairan harian
(maintenance)  Kebutuhan elektrolit terutama Na+ dan K+  Protein dan lemak 
Osmolaritas yang dapat ditoleransi vena perifer yaitu < 800 mOsm. Suatu hal yang sangat
penting dalam pemberian dekstrose/glukose adalah karbohidrat jenis ini bersifat insulin
dependent. Dengen demikian pemberiannya harus dimulai dengan konsentrasi yang rendah
dan ditingkatkan secara perlahan dan harus merata dalam 24 jam. Penghentian pemberian
dextrose secara mendadak atau tidak teratur dapat menyebabkan kadar gula darah yang
turun tiba-tiba. Penjelasan hal ini adalah sebagai berikut; saat pemberian dekstrose
konsentrasi tinggi kadar insulin juga tinggi dan saat konsentrasi pemberian diturunkan,
insulin yang tinggi (overshoot insulin)dapat menyebabkan hipoglikemia akut. Bila ada
ketidakmampuan insulin daat terjadi hiperglikema. R/ Triofusin yang mengandung dextrose,
fruktose dan xylitol, jarang menyebabkan hiperglikemia ataupun tambahan insulin. 
EMULSI LEMAK INTRAVENA Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak
esensial (terutama asam linoleat) juga sebagai subtrat sumber energi pendamping
karbohidrat terutama pada kasus stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam
program nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai
panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat
minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2
kali seminggu. Asam lemak esensial berperan dalam fungsi platelet , penyembuhan luka,
sintesa prostaglandin dan immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan bila diberikan
bersama-sama dengan glikosa sebagai sumber energi dianjurkan 30 -40 % dari total kalori
diberikan dari lemak. Ada bukti infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih
dibanding pemberian intermitten. Direkomendasikan untuk tidak memberikan > 60% kalori
total diambil dari subtrat lemak. Sebagai pegangan jangan berikan porsi lemak > 2 gr / kg BB
/hari. Sebaiknya lakukan pemeriksaan kadar triglised plasma sebelum pemberian emulsi
lemak intravena sebagai data dasar . Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis,
konsetrasi 10% ( 1 k cal /ml ) dan 20 % ( 2 k cal / ml ) dengan osmolalityas 270 - 340 m
Osmol /L sehingga dapat diberikan melalui perifer. Kontra indikasi absolut infus emulsi
lemak adalah trigliserit 500 mr/l ,Kolesterol 400 mg/l . kontraindikasi rtelatis : Trigeliderit
300 - 500 mg/l. Kolesterol 300 - 400 mg/l ganggguan berat faal ginjal dan hepar . Contoh
larutan lemak Misalnya R/Ivelip. Larutan ini tersedia dalam beberapa kemasan dengan
konsentrasi 10% dan 20%. Satu liter larutan 20% mengandung 2000 kcal dengan osmolaritas
yang rendah yaitu 270 mOsm. Pada botol 250 cc yang mengandung 50 gram lemak
mengandung 500 kcal dengan osmolaritas yang sama. Larutan 20% dengan kemasan 250 cc
atau 100 cc lebih disukai oleh karena mudah dalam pengaturannya.  PROTEIN / ASAM
AMINO Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih
memerlukan asam amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral protein. Pemberian
protein untuk menjaga balance nitrogen positif, dimana protein berfungsi untuk regenerasi
sel, enzim, dan berbagai reaksi biologis dalam tubuh. Untuk itu diperlukan 1 gram /BB/ hari.
Yang paling diperlukan L-asam amino, oleh karena proses pembentukan protein lebih
cepat.Perlu diingat larutan asam amino juga mengandung karbohidrat dan
elektrolit.Pemberian asam amino/protein saja tanpa diberikan kebutuhan kalori,
menyebabkan asam amino dirobah menjadi energi melalui jalur glukoneogenesis. Dengan
demikian pada pemberian asam amino yang bertujuan menjaga balance nitrogen positif,
perlu ada”perlindungan” kalori 25 kcal tiap 1 gram asam amino. Misalnya pada pemberian
asam amino/protein 50 gram, dibutuhkan 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Jika asam
amino bertujuan sebagai “nitrogen sparing effect” dimana menjaga agar protein viscera
atau otot tidak dirobah
12. menjadi kalori, jadi balance nitrogen sama dengan nol, maka tidak perlu diberikan
kalori. Larutan asam amino pada umumnya bersifat hiperosmotik, oleh karena itu pada
pemberian melalui vena perifer perlu dilakukan pengenceran misalnya dengan dekstrose,
atau dipilih asam amino dengan konsentrasi rendah. Contoh yang ada dipasaran R/
Aminofusin L- 600 dimana kandungan tiap 1000 cc sebagai berikut: Asam amino = 50 gram
Karbohidrat = 100 gram Na+ = 40 mmol K+ = 30 mmol Osmolaritas = 1.100 mOsm R/ Pan
Amin G: Asam amino = 27,2 gram Karbohidrat = 50 gram Na+ dan K+ = tidak ada
Osmolaritas = 507 mOsm 2.5 Hal yang harus diperhatikan selama pemberian Pemberian
nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke III pasca-bedah/trauma. Jika keadaan
membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka pemberian paling cepat 24 jam pasca-
trauma/bedah. Jika keadaan ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula. Jika kadar
gula darah < 200 mg/dl. pada penderita non diabetik, nutrisi parenteral dapat dimulai.
Nutrisi parenteral tidak diberikan pada keadaan sebagai berikut:  24 jam pasca-
bedah/trauma  gagal napas  shock  demam tinggi  brain death (alasan cost-benefit)
Vena perifer yang dipilih sebaiknya pada lengan, oleh karena pemberian melalui vena
tungkai bawah resiko flebitis dan trombosis vena dalam lebih besar. Seperti telah dijelaskan
diatas bahwa karbohidrat diperlukan sebagai
13. sumber kalori. Dalam pemenuhan kalori adalah suatu keharusan dan multak ada
dekstrose, sehingga mengurangi proses glukoneogenesis. Sebagai sumber kalori lain
adalah emulsi lemak. Jika akan diberikan emulsi lemak sebaiknya terbagi sama banyak
dalam hal jumlah kalori. Misalnya dibutuhkan jumlah kalori 1200 maka perhitungannya
sebagai berikut: 600 kcal = glukosa 150 gram 600 kcal = fat 70 gram Kombinasi ini
menghindari keadaan hiperosmolar dan hiperglikemia. Pemberian emulsi lemak harus
hati-hati dan sebaiknya diberikan seminggu sekali. Lebih baik jika dilakukan pemeriksaan
fungsihepar secara teratur. Contoh: Hari I : (masa stabilisasi) cukup diberikan kristaloid
(RL atau Ringer Asetat) Hari II : Triofusin 500 sebanyak 1500 cc + intrafusin 3,5% 500 cc
maka: Cairan : 2000 cc Asam amino : 17,5 gram Energi : 870 kcal Na+ : 30,8 mEq K+ : 15
mEq Osmolaritas : 745 mOsm Data ini menunjukan kekurangan natrium dan kalium.
Untuk itu dapat ditambahkan Kcl 15-20 cc (15-20 mEq) atau sesuai data laboratorium,
sedangkan natrium dapat ditambahkan NaCl 3% 200 cc yang mengandung105 mEq Na+.
NaCl 3%=513 mEq Na+/L Hari III : Triofusin 500 sebanyak 1500 cc + intrafusin 3,5% 1000
cc + Ivelip 10% 100 cc. Contoh ini dapat dimodifikasi dengan mudah sesuai kebutuhan.
Perlu diingat larutan yang mengandung dektrose harus diberikan terus-menerus.
Dengan demikian dapat dipergunakan stop-cock sehingga cairan lain yang daat
diberikan selang seling. Ketrampilan kita dalam pemberian nutrisi ini
14. perlu disertai dengan komposisi berbagai jenis cairan yang ada dipasaran termasuk
osmolaritasnya

Sumber : Slide Share.Net

Asupan Nutrisi Pada Pasien kritis Caiherang.com

Anda mungkin juga menyukai