Anda di halaman 1dari 10

TUGAS DIETETIK PENYAKIT INFERKSI DAN DEFISIENSI

“PERAN ZAT GIZI DALAM PENYEMBUHAN PENYAKIT”

DOSEN PENGAMPU

Dr. Azrimaidaliza, SKM, MKM

Nama:

Annisa Ferda Wahyuni (1811222010)


UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

GIZI

TUGAS E-LEARNING

1. Jelaskan pencegahan malnutrisi di RS


2. Bagaimana hasil penelitian terkait metode skrining gizi
3. Jelaskan algoritma asuhan gizi RS

Jawab:

1. Pencegahan malnutrisi di RS

Malnutrisi rumah sakit (MRS) merupakan suatu keadaan akibat dari perhatian yang
tidak optimal terhadap status nutrisi anak. Malnutrisi rumah sakit ditandai dengan
penurunan berat badan saat dirawat di rumah sakit. Kejadian MRS erat kaitannya
dengan dukungan nutrisi selama perawatan. (Pediatri, 2013)

Saran yang bisa dipergunakan untuk mencegah terjadinya malnutrisi di rumah


sakit, pertama meningkatkan mutu pelayanan tim asuhan nutrisi yang ada di rumah
sakit, khususnya ahli gizi, agar memberikan pelayanan gizi individu dalam
menentukan kebutuhan gizi pasien yang memerlukan dukungan nutrisi, mengamati
dan mencatat perubahan tatalaksana nutrisi serta asupan zat gizi pasien. Kedua,
bentuk makanan khusus yang diberikan sebaiknya dimodifikasi agar lebih bisa
diterima oleh pasien. Modifikasi dapat berupa variasi menu, variasi makanan, dan
variasi cara penyajian makanan. (Sumber: Jurnal Gizi Klinik Indonesia, volume 1 No.
1 Mei 2004)

Cara mencegah Malnutrisi di Rumah Sakit yaitu dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu:
1.) meningkatkan mutu pelayanan tim asuhan nutrisi yang ada di rumah sakit,
khususnya ahli gizi, agar memberikan pelayanan gizi individu dalam menentukan
kebutuhan gizi pasien yang memerlukan dukungan nutrisi, misalnya dengan
melakukan penilaian status gizi kepada pasien baru dan dilakukan secara berkala
seperti antrophometri, biofisik, biokimia, dan klinis. Hal ini ditujukan untuk
mengidentifikasi individu-individu yang membutuhkan terapi gizi segera,
mencegah agar seseorang yang masih sehat tidak menderita masalah serta
menghindari komplikasi lebih lanjut jika seseorang telah menderita masalah gizi
2.) Mengamati dan mencatat perubahan tatalaksana nutrisi serta asupan zat gizi
pasien.
3.) Bentuk makanan disesuaikan dengan pasien dan dapat dimodifikasi agar bisa
diterima oleh pasien. Modifikasi dapat berupa variasi menu, variasi makanan, dan
variasi cara penyajian makanan.
4.) Serta dapat membentuuk tim terap khusus untuk gizi agar dapat memantau dan
mengkaji status gizi pasien sehinga lebih optimal.

2. Hasil penelitian terkait metode skrining gizi

Skrining gizi memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu tinggi
badan, berat badan, adanya alergi makanan tertentu, diet, adanya kecenderungan
pasien untuk mual atau muntah, dan kemampuan pasien dalam menelan dan
mengunyah. (Charney 2009, p.2)

Berikut adalah beberapa alat skrining gizi:


1. MUST (Malnutrition Universal Skrining Tool)
MUST adalah alat skrining yang bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang
malnutrisi atau berisiko untuk malnutrisi. (Anthony 2014, p.374) Alat ini bisa
digunakan untuk memprediksi lama seseorang dirawat di rumah sakit, dan dalam
penerapannya di masyarakat, bisa digunakan untuk memperkirakan seberapa sering
anggota masyarakat berobat ke rumah sakit ataupun klinik.
MUST menggunakan 3 kriteria dalam penggunaannya, yang tiap-tiap kriteria
akan diberi skor tergantung pada standar yang telah ditetapkan:
 IMT : berdasarkan standar internasional yang telah disepakati
 Penurunan berat badan : berdasarkan batas kira-kira antara perubahan berat
badan yang dianggap normal dan abnormal
 Efek penyakit akut : pemberian skor 2 apabila penyakit yang diderita
mengganggu asupan gizi selama lebih dari lima hari

Setiap kriteria memiliki skor dan skor-skor tersebut akan dijumlah. Jumlah skor
inilah yang dipakai untuk melihat apakah orang tersebut berisiko untuk malnutrisi
atau tidak.Jika jumlah skor adalah nol, maka orang tersebut risiko malnutirisinya
adalah rendah.Jika jumlah skor adalah satu, maka orang tersebut risiko malnutrisinya
adalah sedang.Jika jumlah skor adalah dua, maka orang tersebut risiko malnutrisinya
adalah tinggi.

Dengan mengetahui status malnutrisi seseorang, maka kita bisa memutuskan


tindakan selanjutnya. Untuk orang dengan risiko malnutrisi rendah, biasanya akan
diminta melakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu, untuk melihat
apakah risiko malnnutrisi tersebut tetap rendah atau justru mengalami kenaikan.
Untuk orang dengan risiko malnutrisi sedang, akan dilakukan observasi. Orang
tersebut akan berada di bawah pengawasan untuk mencegah terjadinya peningkatan
risiko malnutrisi tersebut. Sedangkan apabila risiko malnutrisinya tinggi, maka harus
segera diberikan terapi gizi sebelum malnutrisi tersebut akan memperparah kondisi
dan penyakit pasien.

2. NRS 2002 (Nutritional Risk Skrining)


NRS-2002 dikembangkan pada tahun 2002 oleh Kondrup dkk dan ESPEN
(European Society of Parenteral and Enteral Nutrition). Pada saat itu, kedua tim
tersebut bertujuan untuk mengembangkan system skrining yang menggunakan
analisis retrospektif, dengan menggunakan subjek-subjek percobaan yang
dikondisikan/diatur, serta melihat dari karakteristik gizi dan manifestasi klinis pada
subjek-subjek tersebut. Alat skrining ini dikembangkan dengan asumsi bahwa
kebutuhan terhadap pengobatan gizi ditandai oleh tingkat keparahan malnutrisi dan
tingkat peningkatan akan asupan gizi yang terjadi karena penyakit yang diderita
tersebut.(Kondrup 2003, p.3)
NRS-2002 biasa digunakan pada orang-orang yang menjadi pasien dirawat di
rumah sakit.
NRS meliputi dua hal dalam penerapannya, yaitu
 Pengukuran kemungkinan gizi kurang
 Pengukuran tingkat keparahan penyakit (disease severity)

Kriteria dalam penggunaan NRS-2002 adalah sebagai berikut.

 Penurunan berat badan >5% dalam 3 bulan


 Penurunan nilai BMI
 Penurunan asupan gizi baru-baru ini
 Tingkat keparahan penyakit

Ada 2 skor yang dihitung yaitu


 Kondisi status gizi
 Keparahan penyakit

Kedua skor tersebut dijumlah menjadi skor akhir, dan apabila hasil skor yang
didapat adalah ≥3, maka angka tersebut menunjukkan bahwa pasien membutuhkan
terapi gizi segera. Petunjuk pada alat ini menyatakan bahwa rencana asuhan gizi
dibutuhkan pada semua pasien yang malnutrisi berat (skor 3 untuk status gizi)
dan/atau sakit parah (skor 3 untuk tingkat keparahan penyakit) atau malnutrisi sedang
dan sakit ringan (total skor 3 [2+1]) atau malnutrisi ringan dan sakit sedang (total skor
3 [1+2]). (Anthony 2014, p.377)

NRS-2002 memiliki kelebihan bahwa penilaiannya tidak tergantung pada IMT,


cukup menggunakan perubahan berat badan juga bisa.Namun kelemahannya, NRS-
2002 hanya bisa mengetahui siapa yang mendapatkan manfaat dari intervensi gizi,
tetapi tidak bisa mengelompokkan risiko malnutrisinya menjadi berat, sedang, ringan.

Berikut adalah gambar form Nutritional Risk Screening 2002 (berdasarkan


ESPEN guideline)

3. MNA (Mini Nutritional Assessment)


MNA dipakai untuk memeriksa status gizi sebagai bagian dari pemeriksaan
standar untuk lansia di klinik, panti wreda, dan rumah sakit.(Anthony 2014, p.378)
MNA terdiri dari 2 bagian:
 Short form (MNA-SF)
MNA-SF dikembangkan agar proses skrining dapat dilakukan dengan mudah
pada populasi masyarakat dengan risiko malnutrisinya rendah. MNA-SF merupakan
bentuk sederhana dari MNA yang form lengkap agar dapat dilakukan dalam waktu
singkat. Walau begitu, MNA-SF tetap memiliki validitas dan akurasi yang sama
dengan Full MNA. MNA-SF terdiri dari enam pertanyaan dari Full MNA yang paling
erat berkaitan.
MNA-SF memiliki skor maksimum 14, dengan kriteria penilaian sebagai
berikut:
 ≥12 = gizi baik
 ≤11 = malnutrisi

 Full MNA
Full MNA terdiri dari delapan belas pertanyaan, yang terbagi dalam empat
bagian yaitu: Antropometri (IMT, penurunan berat badan, lingkar lengan dan betis),
General Assessment (gaya hidup, pengobatan, mobilitas, dementia dan depresi),
Dietary Assessment (jumlah makan, asupan makanan dan minuman, cara pemberian
makan), dan Subjective Assessment (persepsi diri sendiri terhadap gizi dan
kesehatan).
Full MNA memiliki skor maksimal 30, dengan kriteria penilaian sebagai
berikut.
 ≥24 = gizi baik
 17-23,5 = berisiko untuk malnutrisi
 <17 = malnutrisi
Berikut adalah contoh form Mini Nutritional Assessment

4. SNAQ (Short Nutritional Assessment Questionnaire)

SNAQ adalah alat skrining yang menggunakan 3 pertanyaan dengan nilai


prediksi tertinggi atas status gizi, yaitu:
 Apakah terjadi penurunan berat badan yang bukan disengaja?
 Apakah ada penurunan selera makan selama 1 bulan terakhir?
 Apakah ada penggunaaan suplemen atau tube-feeding selama 1 bulan
terakhir?
SNAQ bertujuan untuk mendeteksi pasien dengan malnutrisi sedang sampai
parah.Klasifikasi status gizi malnutrisi dalam SNAQ adalah sebagai berikut.
 Gizi baik: <2
 Gizi agak kurang: ≥2 tetapi <3
 Malnutrisi parah ≥3
Dari hasil skrining menggunakan alat ini, dapat dilakukan intervensi berupa
pemberian makanan tinggi energy dan protein, serta makanan di antara makan besar
untuk pasien dengan status gizi kurang dan rendah.(Anthony 2014, p.380) Kelebihan
SNAQ adalah dia cepat dan mudah digunakan serta mudah divalidasi.
Berikut adalah contoh form SNAQ

5. MST (Malnutrition Skrining Tool)


MST merupakan alat skrining berupa 3 pertanyaan. Kelebihan alat ini adalah
skrining dapat dilakukan dalam waktu singkat, non-invasive, menggunakan data yang
tersedia sehari-hari, dan dapat dilakukan oleh siapa saja namun hasilnya tetap
valid.(Anthony 2014, p.381)
Skor maksimum dari MST adalah 7, dengan nilai 2 berarti pasien berisiko
malnutrisi, sedangkan untuk skor 0-1 menunjukkan pasien tidak berisiko untuk
malnutrisi. Skor menunjukkan tingkat prioritas penanganan, sehingga semakin tinggi
skornya menandakan pasien harus segera diberikan terapi asuhan gizi.

6. SGA (Subjective Global Assessment)


SGA bertujuan untuk memeriksa status gizi berdasarkan riwayat pasien dan
pemeriksaan fisik. Penilaian berdasarkan 5 kriteria dari riwayat pasien (perubahan
berat badan, perubahan asupan gizi, gejala gastrointestinal, kemampuan fungsional,
penyakit dan kaitannya dengan kebutuhan gizi) dan 5 kriteria dari pemeriksaan fisik
(hilangnya lemak subkutan di daerah tricep, muscle wasting, edema di pergelangan
kaki, edema di daerah pinggul, dan ascites).(Anthony 2014, p.381)
Pada SGA tidak memiliki kriteria penilaian yang baku, dan sifatnya subjektif
dengan penekanan pada penurunan berat badan, asupan gizi yang kurang, hilangnya
jaringan subkutan, muscle wasting. Penggolongan pada SGA terbagi menjadi:
 Gizi baik
 Gizi agak kurang/Berisiko malnutrisi
 Malnutrisi berat
Rencana intervensi yang diberikan tidak tergantung pada skor yang
didapat.SGA dikenal sebagai Gold Standard dari skrining gizi, karena dalam
penilaiannya selain memperhitungkan aspek fisik, tetapi juga melihat riwayat pasien.

3. Algoritma asuhan gizi RS

Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi pasien di rumah


sakit, dengan prevalensi antara 20-60%. American Dietetic Association (ADA)
merekomendasikan suatu konsep model Standarized Nutrition Care Process (SNCP)
atau proses asuhan gizi terstandar (PAGT) yang menjamin pelayanan dan outcome
manajemen asuhan gizi menjadi berkualitas bagi semua pasien. Di Indonesia telah
dikembangkan alat skrining gizi yang terbukti valid dan reliabel yaitu Simple
Nutrition Risk Screening (SNST). Namun, belum ada pedoman (algoritma) terkait
intervensi gizi dengan mempertimbangkan risiko malnutrisi yang ada berdasarkan
skrining gizi.
DAFTAR PUSTAKA

Anthony, P.S., 2014. Nutrition screening tools for hospitalized patients. Nutrition in
clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and
Enteral Nutrition, 23(4), pp.373–82. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18682588 [Accessed March 20, 2014].

Darmadi . 2012 . “Deteksi dan Manajemen Refeeding” dalam Jurnal Majalah


Kedokteran Andalas No.2.Vol.36.Juli-Desember2012

Incalzi RA, Antonella GF, Oliviero C, et al. Energy intake and in hospital starvation.
Arch Intern MPD 1996;156:425-9

Kusmayanti . 2004 . “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Malnutrisi Pasien


Dewasa di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit” dalam Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, volume 1 No. 1 Mei 2004

Pediatri, Sari . 2013. “Malnutrisi Rumah Sakit Pada Bangsal Anak Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar” dalam Jurnal Aidah Juliaty Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 15, No. 2, Agustus 2013

Anda mungkin juga menyukai