Anda di halaman 1dari 19

BAB 1.

Pendahuluan

Malnutrisi telah dinyatakan oleh World Organization Health (WHO) sebagai ancaman tunggal terbesar
bagi kesehatan masyarakat di dunia. Telah dilaporkan, prevalensi pasien malnutrisi yang masuk rumah
sakit berkisar sampai di atas 50%. Peningkatan kejadian selama beberapa tahun terakhir telah mencatat
bahwa terapi dan skrining nutrisi sangat membantu penanganan pembedahan oleh karena hampir 40%
pasien berada dalam keadaan risiko malnutrisi preoperatif. Malnutrisi sebelum pembedahan saluran
cerna disebabkan penurunan asupan makanan via oral, penyakit kronik yang menetap, tumor kaheksia,
gangguan absorbsi berhubungan dengan obstruksi saluran cerna dan reseksi saluran cerna.Terlebihlagi,
status sosial ekonomi yang rendah, seperti banyak terlihat pada orangtua dan pasien cacat, merupakan
faktor risiko tambahan.. Pasien malnutrisi berada dalam keadaan risiko tinggi morbiditas dan mortalitas,
lama rawat yang lebih lama dan peningkatan biaya di rumahsakit. . Pemberian nutrisi perioperatif telah
secara nyata menunjukkan hasil perbaikan klinis dan mengurangi biaya.. Mekanisme kerja
tampaknyatidakhanyamemperbaiki status nutrisi dengan menyediakan asupan kalori yang tinggi,
tapisecara primer memperbaiki respon imun. Formula nutrisi mengandung agen yang memodulasi
sistem imun ( glutamin,arginin, asam lemak -3, dan asam ribonukleat) merupakan modulator yang
menguntungkan untuk respon stress akut.. Sejumlah penelitian dan guideline komprehensif terbaru
telah dikeluarkan untuk melakukan skrining preoperatif dan menstandarkan pemberian nutrisi
perioperatif berdasarkan cara, waktu, lama dan jenis formula.(15). Referat ini akan membahas tentang
perlunya melakukan skrining sebelum pemberian nutrisi perioperatif pada bedah saluran cerna serta
menerapkan guidelinenya dalam praktek klinik.1

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 1


BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan Diagnosis Malnutrisi

Oleh karena tidak ada standar dan pengertian yang dapat diterima secara luas, diagnosis pasti
malnutrisi masih sulit. Kriteria diagnosis berkisar dari data sederhana seperti jumlah asupan, penurunan
berat badan, atau indeks massa tubuh sampai data biokimia albumin ,prealbumin dan berbagai
penilaian fisiologik lainnya. Dalam rangka mendapatkan metode skrining yang sederhana dan dapat
dipercaya, parameter ini sering ditampilkan dalam bentuk skor misalnya Nutritional Risk Index(NRI)
untuk menilai beratnya malnutrisi. Kuesioner seperti Subjective Global Assessment (SGA)juga dapat
digunakan . Analisis biometrik , seperti phase angle yang menjumlah body leanmass dan lemak dengan
electrical impedance, biasa digunakan namun sangat jarang1. (Tabel 1 dan Tabel 2)

Skrining, penilaian dan penanganan pasien dengan malnutrisi merupakan komponen kunci
dalam penanganan nutrisi (gambar 1). Skrining nutrisi didefinisikan oleh American Society of Parenteral
Enteral Nutrition (A.S.P.E.N.) sebagai proses untuk mengidentifikasi individu yang berada dalam keadaan
malnutrisi atau yang berisiko malnutrisi untuk menentukan apakah penilaian nutrisi yang lebih detail
butuhkan.Di Amerika Serikat, The Joint Commission menganjurkan skrining nutrisi dalam waktu 24 jam.

Gambar 1. Algoritme Penanganan Nutrisi

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 2


Tujuan penilaian nutrisi adalah untuk mengidentifikasi setiap risiko defisiensi nutrisi spesifik atau
malnutrisi yang nyata. Penilaian nutrisi dapat merekomendasikan perbaikan status gizi ( misalnya
perubahan diet, nutrisi enteral atau parenteral atau penilaian medis lainnya) atau rekomendasi untuk
skrining. Penilaian nutrisi diartikan oleh A.S.P.E.N sebagai pendekatan komprehensif dalam
mendiagnosis masalah nutrisi dengan menggunakan kombinasi : medis, nutrisi dan riwayat medis;
pemeriksaan fisik, pengukuran antropometrik, dan data laboratorium. Penilaian nutrisi merupakan dasar
untuk penanganan nutrisi. Definisi ini konsisten dengan pengertian The Joint Commission bahwa skrining
sebagai alat yang digunakan untuk menentukan apakah informasi tambahan ( dari penilaian )
dibutuhkan untuk penanganan. Penilaian nutrisi yang dilakukan oleh klinisi adalah proses yang sulit
mencakup riwayat diet dan medis, status klinik yang ditemukan saat itu, data antropometri, data
laboratorium, pemeriksaan fisik dan kadang informasi ekonomi dan fungsional; menilai kebutuhan
nutrisi; dan biasanya menyeleksi penanganan yang direncanakan. Ketrampilan klinik dan kemampuan
dalam menggali sumber daya yang ada menentukan metode khusus yang digunakan dalam penentuan
status gizi. Petunjuk klinik berdasar bukti untuk penyakit dan kondisi spesifik dapat mengidentifikasi
parameter penilaian yang tersedia untuk kondisi ini. Sebagai tambahan, penilaian kembali dan
monitoring adalah perluasan proses penilaian dalam penanganan nutrisi . Sebagaimana diilustrasikan
pada gambar 1, penilaian klinis (mencakup srining ulang dan penilaian ulang) adalah proses yang tidak
berhenti. Para ahli mendefinisikan malnutrisi sebagai keadaan yang akut, subakut dan kronis, dengan
berbagai derajat kelebihan atau kekurangan gizi dengan atau tanpa aktivitas inflammasi yang
menyebabkan perubahan komposisi tubuh dan kerusakan fungsi. Parameter yang digunakan untuk
mendiagnosis malnutrisi dalam proses skrining dan penilaian meliputi jumlah asupan serta berat dan
lamanya penyakit. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan perubahan dalam komposisi tubuh dan
gangguan metabolik yang dihubungan dengan hasil yang buruk. Suatu konsensus internasional telah
mengajukan pendekatan dalam mendiagnosis malnutrisi pada orang dewasa berdasarkan penyebab,
dengan mengintegrasikan pengertian dari respon inflammmasi terhadap penyakit dan trauma. 2

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 3


Tabel 1. Alat skrining yang umumnya digunakan untuk menilai malnutrisi1

Tabel 2. Pilihan skrining untuk menilai malnutrisi2

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 4


Alat untuk skrining nutrisi pada pasien bedah saat ini dikenal sebagai Nutritional Risk Score (NRS) dan
direkomendasikan oleh European Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN). Skrining ini
didasarkan atas sejumlah indikator malnutrisi yang seperti penurunan berat badan, penurunan asupan
makanan dan indeks massa tubuh (IMT) serta beratnya penyakit (Tabel 3). Hasilnya telah divalidasi
dengan menerapkannya pada 128 penelitian RCT retrospektif dan secara prospektif pada 5051 pasien di
rumah sakit di 12 negara eropa dan 26 pusat bedah yang berbeda. NRS digunakan secara retrospektif
untuk membedakan pasien dengan efek positif dukungan nutrisi perioperatif dengan yang tidak
mempunyai efek. Jika diterapkan secara prospektif menunjukkan bahwa pasien denganrisiko disertai
dengan komplikasi yang lebih besar,kematian yang lebih tinggi, dan lama rawat rumah sakit yang lebih
lama dibandingkan pasien yang tidak berisiko dan variabel ini secara bermakna berhubungan dengan
komponen yang terdapat pada NRS-2002.Prevalensi pasien beresiko yang dievaluasi dengan NRS
nilainya bervariasi dari 14% sampai 32,6% . Tujuan diagnosis malnutrisi adalah untuk penanganan
secepat mungkin dalam rangka mengoptimalkan hasil akhir dari pasien, dan diperlukan alat skrining
yang berkorelasi dengan hasil akhir. Antoun dkk,yang mengevaluasi beberapa sistem skrining
mengatakan bahwa hanya jika albumin serum <30 g/L menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap
morbiditas pascaoperasi setelah analisis multivariate Schiesser et al. Membandingkan antara NRS,NRI
dan PA. Sejumlah metodainimempunyai korelasibaikuntuk diagnosis malnutrisi. Selain itu, metode ini
mempunyai nilai prediktif untuk melihat komplikasi pascaoperasi. Hubungan paling kuat untuk
diagnosis malnutrisi didapatkan pada NRS dan NRI, namun hanya NRS dapat dipercaya memprediksi
morbiditas pascaoperasi .

Tabel 3 . Nutritional Risk Screening Score (NRS 2002) . Skor total didapatkan dengan menambah skor
nutrisi terhadap skor penyakit. Pasien usia diatas 70 tahun ditambahkan 1 pada skor totalnya. Jika total
skor 3,pasien berada dalam keadaan malnutrisi berat dan direkomendasikan penanganan nutrisi

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 5


2. Penanganan Malnutrisi

Malnutrisi perioperatif dianggap sebagai suatu yang dapat diterapi dan dapat diatasi untuk mencegah
morbiditas postoperatif. Olehkarena dukungan nutrisi menunjukkan pengurangan infeksi, komplikasi,
lama tinggal dan biaya), akan dibahas mengenai seleksi pasien, waktu, jalur pemberian dan jenis
dukungan nutrisi yang diberikan.

2.1. Seleksi Pasien

Pasien dikatakan berada dalam keadaan risiko malnutrisi berat jika NRS 3 atau 1 dari beberapa kriteria
dipenuhi : kehilangan berat badan 10-15% dalam 6 bulan, IMT < 18,5 kg/m2, SGA grade C atau serum
albumin < 30 g/L . Untuk pasien ini, bedah mayor sebaiknya ditunda sampai status nutrisi dapat
diperbaiki. Kebanyakan pasien dengan kanker saluran cerna berada dalam keadaan malnutrisi berat
preoperatif dan fungsi imunnya tertekan. Belum lagi, puasa postoperatif yang berkepanjangan dan
asupan yang tidak adekuat memperberat keadaan malnutrisi. Akibatnya terjadi peningkatan risiko
komplikasi postoperatif sehingga sebaiknya semua pasien mendapatkan keuntungan dari pemberian
nutrisi . Oleh karena usia secara tidak langsung mempengaruhi nilai NRS , pasien usia > 70 tahun
dianggap sebagai pasien khusus . Profil nutrisi dari pasien ini merupakan faktor prognostik yang baik dan
berbagai usaha dilakukan untuk menjaga dan mengoptimalkan status nutrisi mereka. Telah ditunjukkan
bahwa bahkan pada pasien dengan gizi baik,dukungan nutrisi perioperatif secara positif mempengaruhi
hasil postoperatif. Enhanced Recovery Programs (ERAS) telah diterapkan pada sejumlah pasien,
utamanya fokus pada usaha meminimalkan periode puasa preoperatif dan memaksimalkan masukan
karbohidrat.( Tabel 4 dan Tabel 5) 3

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 6


Tabel 4. Beberapa komponen dari protokol Enhanced Recovery After Surgery ( ERAS)3

Tabel 5. Rekomendasi Pemberian Nutrisi Perioperatif ( ESPEN guideline enteral Nutrisi)4

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 7


2.2. Waktu pemberian nutrisi

Waktu pemberian nutrisi masih diperdebatkan. Jika pemberian nutrisi enteral konvensional
direkomendasikan selama 10-14 hari mendahului suatu pembedahan pada pasien dengan malnutrisi
berat untuk memperbaiki status nutrisi, imunonutrisi (IN) diberikan 5-7 hari mendahului pembedahan
pada pasien dengan kanker untuk memperbaiki fungsi imun. Walaupun puasa preoperatif telah menjadi
doktrin, Brady dkk melaporkan bahwa puasa selama 2 jam preoperatif terhadap makanan cair (clear
liquid) tidak meningkatkan komplikasi. Saat ini, 2 jam puasa preoperatif terhadap cairan dan 6 jam
puasa terhadap makanan padat dipertimbangkan sebagai praktek yang paling baik dan
direkomendasikan oleh ERAS ( Enhanced Recovery After Surgery). Periode pasca operasi, asupan
makanan via oral atau pemberian nutrisi via feeding tube sebaiknya dimulai dalam 24 jam pertama.
Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 8
Metaanalisis terbaru mengevaluasi pemberian dini nutrisi enteral pascaoperasi versus penanganan
tradisional pada pasien yang menjalani bedah saluran cerna. Lebih disukai pemberian dini nutrisi enteral
mengikuti suatu bedah saluran cerna untuk mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas. Keuntungan
pemberian dini nutrisi via oral telah ditunjukkan oleh El Nakeeb dkk . Terdapat bukti kuat bahwa
pemberian supplemen nutrisi via oral (200 ml, 2 kali sehari) yang diberikan pada hari pembedahan
sampai asupan makanan normal dicapai, sangat menguntungkan. Sementara dukungan nutrisi
perioperatif direkomendasikan, beberapa penelitian mengatakan bahwa pembatasan nutrisi pada fase
preoperatif mempunyai efek menguntungkan dibandingkan pemberian nutrisi pada kedua fase
preoperatif dan postoperatif. 3 RCT telah menemukan tidak terdapat perbedaan jika membandingkan
pasien yang mendapat imunonutrisi pre- and periopratif. Penelitian lain membandingkan imunonutrisi
yang diberikan perioperatif dengan pasien kontrol yang menerima imunonutrisi hanya pada periode
postoperatif. Penurunan yang signifikan pada komplikasi postoperatif tampak pada kelompok yang
mendapatkan imunonutrisi perioperatif dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan
imunonutrisi hanya pada periode postoperatif. Lama pemberian nutrisi postoperatif masih tidak jelas.
Jika penggunaan supplemen nutrisi oral postoperatif selama 8 minggu pada pasien malnutrisi
mempengaruhi status nutrisi dan kualitas hidup kurang bukti ditemukan pada pasien dengan status gizi
baik. Tentang lama pemberian imunonutrisi postoperatif, lama terapi bervariasi dari 3 sampai 10 hari ,
dan yang paling sering selama 7 hari.

2.3. Jalur Pemberian Nutrisi

Pada dasarnya pemberian nutrisi dapat diberikan melalui 3 jalur: jalur oral sebagai oral nutritional
supplement (ONSs), melalui enteral atau feeding tube dan jalur parenteral. Seperti yang dinyatakan
dalam guideline ESPEN 2006, jalur enteral sebaiknya tidak digunakan jika terdapat obstruksi saluran
cerna, shok berat atau jika terdapat iskemia saluran cerna. Stratton dan Elia mengatakan bahwa
pemberian supplementasi nutrisi via oral dan nutrisi melalui tube feeding dapat mengurangi komplikasi
saluran cerna pada pasien postoperatif, jika dibandingkan dengan pemberian nutrisi biasa, walaupun
tidak ada pengaruh terhadap mortalitas Jika dibandingkan pemberian nutrisi via feeding tube dengan
pemberian nutrisi jalur parenteral pada pasien kanker yang menjalani bedah saluran cerna, pasien yang
mendapat dukungan nutrisi enteral secara signifikan mendapatkan lebih sedikit komplikasi infeksi.
Lessen dkk mempelajari hasil pemberian nutrisi pasca operasi pada pasien yang mejalani bedah saluran
cerna bagian atas. Pasien yang mendapatkan dukungan nutrisi oral disertai dengan komplikasi yang

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 9


lebih rendah dan lama rawat rumah sakit yang lebih pendek dibandingkan pasien yang jalur pemberian
makanannya melalui jejunostomi.

2.4. Jenis supplementasi

Terdapat berbagai jenis supplementasi nutrisi.Beberapa bukti kuat mendapatkan bahwa pemberian
minuman jernih kaya karbohidrat sebelum tengahmalamdan 2-3 jam sebelum bedah kolon menjadikan
keadaan pasien sebelum dan setelah operasi lebih baik, penyembuhan lebih baik serta memperpendek
lama rawat di rumahsakit ( Tabel 6 ). Imunonutrisi yang mengandung kombinasi glutamin, arginin, asam
lemak 3 , dan asam ribonukleat, telah dievaluasi pada sejumlah penelitian . Metaanalisis terbaru
yang menilai dampak dari pemberian imunonutrisi pada komplikasi postoperatif, utamanya komplikasi
infeksi, lama rawat rumah sakit dan kematian pada pasien yang menjalani bedah saluran cerna. 21 RCT
pada 2730 pasien dimasukkan dalam metaanalisis ini.Imunonutrisi secarasignifikan mengurangi
komplikasi jika digunakan preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Pasien yang menerima
imunonutrisi disertai insiden infeksi yang rendah.Namun imunonutrisi perioperatif tidak
punyapengaruhterhadapmortalitas. Dari 9 RCT yang mengevaluasiimunonutrisiperioperatif, lama
pemberian imunonutrisi yang direkomendasikan adalah dalam 5-7 hari. Jika masing-masing komponen
imunonutrisi dipelajari secara terpisah, terdapat ketidaksamaan di hasil. Jiang dkk membandingkan
pasien kanker yang menerima supplementasi 3 pascaoperasi selama 7 hari pada pasien yang
menerima diet isokaloriisonitrogen. Didapatkan rendahnya insiden komplikasi infeksi dan rendahnya
lama rawat pada kelompok terapi. Namun,tidak ada perbedaan signifikan dapat ditunjukkan sejauh
harga menjadi pertimbangan Metaanalisis menunjukkan penurunan tingka tinfeksi, tapi tidak ada
keuntungan pada lama tinggal di rumah sakit dan mortalitas While Sun dkk menunjukkan bahwa asam
amino rantai cabang yang terdapat pada nutrisi parenteral menurunkan komplikasi postoperatif pada
pasien malnutrisi dengan kanker saluran cerna dan menjalani pembedahan. Gianotti dkk gagal
memperbaiki hasil klinik pada pasien yang menerima asam amino perioperatif .Pada RCT lain,
supplementasi glutamin parenteral pada periode preopertif gagal menurunkan tingkat infeksi,
komplikasi luka, lama tinggal di ICU dan kematian. 3

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 10


Tabel 6 . Pemberian imunonutrisi pada pasien elektif bedah saluran cerna dibandingkan dengan yang
diberikan nutrisi konvensional5

Tabel 7. Efek arginin dan glutamin,serta kombinasi arginin dan glutamin

Operasi abdomen dapat menyebabkan disregulasi sistem imun post trauma, yang ditandai dengan
fungsi sistem imun yang menurun (gambar 2). Peningkatan kerentanan terhadap infeksiberasal dari
ketidakseimbangan metabolik dan imunologik sehubungan dengan trauma, iskemia jaringan dan
trauma pembedahan, lama operasi, kehilangan darah, kesakitan dan malnutrisi. Lesi mukosa dan
peningkatan permeabilitas saluran cerna dapat memprovokasi translokasi bakteri dan pelepasan
endotoksin serta menginisiasi respon inflamasi sehingga memiliki dampak yang tinggi terhadap
perkembangan komplikasi infeksi. Nutrisi enteral menyediakan mukosa intestinal dengan nutrien dan

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 11


Gambar 2. Respon terhadap trauma9

menjaga gut associated lymphoid tissue (GALT), yang dapat menurunkan translokasi bakteri. Pada
banyak penelitian tentang pemberian formula imunonutrisi menunjukkan perbaikan fungsi saluran
cerna dan secara positif respon imunosupresi dan inflamasi pasca bedah. Arginin,glutamin, asam lemak
3 dan asam ribonukleat adalah imunonutrien yang dapat memodulasi sistem imun dan memperbaiki
mekanisme pertahanan tubuh setelah pembedahan (gambar 3). 5

Gambar 3. Konsep imunonutrisi

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 12


2.4.1. Arginin
Arginin adalah asam amino esensial selama masa pertumbuhan, dan bisa menjadi sangat
esensial pada keadaan katabolik. Supplementasi arginin via diet telah menunjukkan
mamfaat dalam imunitas seluler pada penelitian hewan coba, menyebabkan pembesaran
ukuran timus, mempengaruhi proliferasi limfosit ke mitogen dan alloantigen, menambah
lisis makrofage dan natural sel killer dari target tumor dan meningkatkan produksi limfosit
interleukin 2 dan aktivitas reseptor. Arginin adalah prekursor nitric oxide (NO) yang dikenal
sebagai ubiquitous celluler messenger yang penting dalam sistem imun. Tikus yang dietnya
disupplementasi dengan arginin bertahan lebih lama dibanding dengan yang tidak diberikan
arginin setelah diberikan perlakuan intraperitoneal. Pasien yang menerima arginin
menunjukkan peningkatan kadar IGF-1 dan perbaikan keseimbangan nitrogen. 6

Gambar 4. Mekanisme Kerja Arginin 7


2.4.2. Glutamin
berperan sebagai sumber energi yang penting bagi mukosa saluran cerna. Berbagai sel
imunologik dan sel-sel lain yang secara cepat membelah diri membutuhkan glutamin untuk
proses metabolismenya. Aliran glutamin dari perifer ke area spalnknik tampak setelah stress
operatif dan sepsis pada penelitian hewan dan manusia sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan dari jaringan imunologik. Glutamin dicerna dengan kecepatan tinggi
oleh limfosit dan makrofag, sebagai energi oksidatif dan untuk menyediakan sintesis purin
dan pirimidin yang sangat esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Proliferasi limfosit dan
makrofag tergantung pada keberadaan glutamin pada media kultur. Diferensiasi sel B dan

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 13


sel T dan keberadaan interleukin 1 dan 2 pada kultur sel menunjukkan ketergantungan
terhadap glutamin. Tampaknya kecepatan cerna glutamin oleh sel ini tergantung pada
kadar glutamin eksterna. Sangat mungkin bahwa disfungsi sistem imun yang terjadi setelah
stress,trauma dan sepsis berhubungan dengan defisiensi glutamin. Peningkatan proliferasi
limfosit dan aktivitas makrofagtelah dilaporkan setelah pemberian glutamin pada tikus
sepsis dan pada manusia yang diberikan TPN yang mengandung glutamin dapat menjaga
sistem imun setelah transplantasi sumsum tulang dimana ditemukan rendahnya insiden
episode infeksi dan turunnya lama rawat di rumah sakit.6

Gambar 5.. Metabolisme Glutamin (Gln). Glutamin


disintesis oleh kerja glutamin sintetase (GS) dan
dipecah oleh glutaminase (GA). Glutamin dipecah oleh
GA membentuk glutamat dan ammonia. Ammonia
dapat digunakan untuk membentuk
karboksilpeptidase. Glutamat dapat mmbentuk a
ketoglutarat, glukosa di hati dan ginjal ,glutation di
jaringan dan Gamma Amino Butirat Acid (GABA ) di
neuron.8

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 14


Gambar 6.. Aktifasi jalur Nuklear
Factor k B (NFkB) . A. NFkB di
sitoplasma berinteraksi dengan
Inhibitor kB (IkB) . setelah suatu
trauma, IkB difosforilasi dan
didegradasi . Kemudian NFkB
ditransport ke dalam nukleus
berikatan dengan DNA dan
menstimulasi pelepasan
metabolit proinflamasi yang
bertanggungjawab terhadap
inflamasi yang terjadi pada
pasien kritis. B. Glutamin dapat
menghambat fosforilasi dan
degradasi IkB sehingga
menghambat pelepasan
mediator inflammasi.8

2.4.3. Asam lemak 3


Omega 3 dan omega 6 PUFA sangat esensial karena mereka merupakan prekursor
metabolit eicosanoid, seperti prostgalandin, lipoxin, troboksan dan leukotrien. Jika diet kita
tinggi omega 3 PUFA terdapat penekanan produksi metabolit dienoic eicosanoid namun
terjadi peningkatan produksi metabolit trienoic yang memiliki potensi biologis yang rendah.
Pada keadaan ini, PGE2 digantikan oleh PGE3, TXA2 digantikan oleh TXA3, dan PGI2 oleh PGI3.
Nutrisi enteral yang kaya omega 3 PUFA menyebabkan penekanan produksi PGE2 yang kerja
farmakologinya seefektif pemberian siklooksigense inhibitor seperti indometacin. Pada
pasien luka bakar dengan diet omega 3 PUFA menunjukkan perbaikan daya tahan, dan
Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 15
penurunan komplikasi infeksi. Pada tahap awal setelah trauma atau sepsis, PGE2 dapat
memberi keuntungan efek imunomodulator, mungkin melalui penekanan pelepasan sitokin
seperti TNF. Setelah tahap awal ini, terjadi penurunan konsentrasi PGE2 sehingga
menurunkan imunosupresi. Terdapat juga ketidakuntungan dari penggunaan omega 3 PUFA
. Bersamaan dengan penurunan konsentrasi PGE2, aktivitas TXA2 juga menurun. Eicosanoid
ini sangat penting dalam menjaga tonus vaskuler dan aggregasi platelet. PGI3 yang
produksinya lebih banyak dibanding PGE2 memiliki potensi biologis yang sama dan
merupakan inhibitor dari aggregasi platelet dan vasodilator. Olehkarenanya, diet tinggi
omega 3 PUFA dapat menyebabkan vasodilatasi dan perpanjangan waktu perdarahan. 6
2.4.4. Nukleotida
Diet tinggi RNA sangat penting untuk menjaga fungsi sistem imun. Nukleotida meningkatkan
sintesa protein dan terlibat dalam beberapa respon sistem imun yang yang dimediasi oleh
sel T. Pada hewan coba, pemberian RNA secara signifikan memperbaiki respon sistem imun
dan daya tahan tubuh terhadap kemungkinan sepsis dimana diet bebas nukleotida
menurunkan produksi interleukin 2, menurunkan imunitas yang dimediasi oleh sel dan
mengurangi resistensi terhadap infeksi. Heyland,Cook and Guyatt, dalam satu artikel
mereka yang mengambil kesimpulan dari berbagai penelitian yang sudah dipublikasikan
melihat sedikit sekali kejadian yang mendukung penggunaan supplementasi RNA via diet
untuk mencegah komplikasi infeksi pada pasien kritis. Dampak pemberian nutrisi enteral
yang disupplementasi dengan RNA , arginin dan omega 3 PUFA telah dievaluasi pada pasien
postoperasi. Didapatkan keseimbangan nitrogen lebih besar ,pemulihkan respon limfosit
lebih cepat dan berkurangnya infeksi dan komplikasi luka (11% vs 37%) pada pasien yang
diberikan diet tinggi nitrogen dibandingkan dengan pasien yang menerima diet tandar
setelah bedah keganasan saluran cerna bagian atas. 6

Penelitian klinik tentang imunonutrisi postoperasi telah dilakukan oleh Daly pada tahun 1992. Setelah
itu, Senkel, Braga and Gianotti telah melakukan penelitian imunonutrisi post-,peri- dan preoperative
pada pasien kanker gastrointestinal. Kebanyakan penelitiaan memberikan hasil yang baik dan utamanya
imunonutrisi preoperative sangat dianjurkan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa imunonutrisi
perioperative pada pasien bedah saluran cerna elektif dapat memperbaiki hasil klinik.

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 16


3. Implementasidariguidelineterbarudalampraktekklinik

Malnutrisi adalah masalah yang paling sering terjadi pada pasien pembedahan (40%) dan tanpa
diragukan lagi satu dari faktor risiko yang paling penting untuk komplikasi postoperatif. NRS adalah alat
skrining yang dapat dipercaya untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko malnutrisi yang mendapat
keuntungan dari supplementasi nutrisi. Penelitian kualitas tinggi terbaru memberi bukti meyakinkan
bahwa nutrisi perioperatif adalah terapi yang sangat efektif terlibat dalam penurunan komplikasi, lama
rawat rumah sakit dan biaya. Banyak hasil bermamfaat ditunjukkan dengan pemberian imunonutrisi
preoperatif. Guideline terbaru membolehkan usaha untuk menstandarkan nutrisi perioperatif dalam
bedah saluran cerna. Namun, implementasi dari rekomendasi ini tidak selalu memuaskan. Kebanyakan
dokter bedah mempunyai pemahaman yang jelas terhadap mamfaat positif nutrisi perioperatif pada
hasil post operasi. Berdasarkan guideline dan literatur, dibuat suatu algoritma sederhana untuk skrining
nutrisi dan terapi nutrisi perioperatif (gambar). Semua pasien yang menjalani bedah abdomen
sebaiknya mendapatkan skrining untuk malnutrisi. Tergantung derajat malnutrisi dan tipe pembedahan,
dukungan nutrisi sebaiknya dimulai dalam 7-14 hari preoperatif. Pada kebanyakan pasien suplementasi
protein atau imunonutrisi sangat diperlukan. 1

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 17


Gambar 7. Algoritma skrining niutrisi preoperatif dan nutrisi perioperatif pada bedah saluran cerna.
NRS: Nutritional Risk Score; pre-OP: pre-operative, IN: immunonutrition, SEN: standard enteral nutrition

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 18


DAFTAR PUSTAKA

1. Cerantola Y, Grass F, Cristaudi A, Demartines N,Schafer M, andHubner M. 2011. Perioperative


Nutrition in Abdominal Surgery:Recommendations and Reality. Gastroenterology Research and
Practice . 1-8.
2. Mueller C, Compher C, Mary Ellen D.2011/ A.S.P.E.N. Clinical GuidelinesNutrition Screening,
Assessment, and Intervention in Adults. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition .Vol. 35 :16-
24.
3. Kotze V, BSc .2011. Perioperative nutrition: what do we know?. S Afr J Clin Nutr. 24(3)
4. Weimanna A., Bragab M., Harsanyic L. , Lavianod , Ljungqviste O., Soetersf P. 2006. ESPEN
Guidelines on Enteral Nutrition:Surgery including Organ Transplantation. Clinical Nutrition.25
:224-244.
5. Helminen M, Raitanen M, Kellosalo J.,2007. ImmunonutrItIon In electIve gastroIntestInal
surgerypatIents. Scandinavian Journal of Surgery. 96: 4650.
6. OLeary M.J., Coakley J.H., 1966. Nutrition and Imunonutrition. British Journal of Anaesthesia. 77
: 118-127.
7. Ghayalini IF, 2004.Nitric oxidecyclic GMP pathway with some emphasison cavernosal
contractility. International Journal of Impotence Research . 16 : 459469.
8. Oliviera G.P., Dias C,M., Pelosi P., Rocco P., 2010. Understanding the mechanisms of glutamine
action in critically ill patients. Annals of the Brazilian Academy of Sciences. 82(2): 417-430.
9. Bandt J.P., 2013. Immunonutrition in practice. ESPEN Congress Leipzig.

Nutrisi Perioperative pada Bedah Saluran Cerna 19

Anda mungkin juga menyukai