Oleh :
Meiliati Aminyoto (C117212201)
Pembimbing:
dr. Agussalim Bukhari, M.Med, Ph.D, Sp.GK(K)
Referat ini akan membahas mengenai protokol ERAS yang telah banyak
direkomendasikan untuk manajemen perioperatif pasien bedah.
1
II. Definisi ERAS
2
Saat ini, model ERAS yang paling banyak digunakan pada open reseksi
kolorektal. Prinsip yang sama dapat diaplikasikan ke sebagian besar
pembedahan mayor (contohnya pada reseksi hepatik).
3
Konsep inti dari ERAS adalah untuk memelihara homeostasis dan fungsi organ
pasien yang menjalani pembedahan. Ada 3 ranah yang penting untuk proses
pemulihan yakni:
4
B. Optimalisasi preoperatif
5
insiden kebocoran isi usus yang lebih tinggi, yang dapat meningkatkan
komplikasi postoperatif. Dengan demikian, dogma persiapan usus mekanis
kemudian dipertanyakan. Review Cochrane yang terbaru tahun 2011 (meliputi 18
RCT dengan 5805 pasien yang menjalani pembedahan kolorektal elektif) tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pasien yang dilakukan
persiapan usus mekanis dengan yang tanpa persiapan usus mekanis, atau
antara persiapan usus mekanis dengan yang hanya diberikan enema rektal saja
dalam hal leakage anastomosis, angka mortalitas, reoperasi dan infeksi luka.9,11
Puasa sejak tengah malam telah menjadi praktik standar dengan adanya
keyakinan hal ini dapat mengosongkan lambung sehingga mengurangi risiko
aspirasi pulmoner pada pembedahan elektif. Tidak pernah ada bukti ilmiah dari
dogma ini. Suatu meta analisis termasuk review Cochrane dari 22 RCT
menunjukkan bahwa puasa dari tengah malam tidak mengurangi isi lambung
atau meningkatkan pH cairan lambung dibandingkan dengan pasien yang
mengkonsumsi clear fluid 2 jam sebelum dilakukan anestesi.9
6
Ringkasan dan rekomendasi: Pemberian clear fluids dilakukan sampai 2 jam,
makanan padat sampai 6 jam sebelum induksi anestesi. Pada pasien dimana
pengosongan lambung mungkin terlambat (obstruksi duodenum dan lainnya),
langkah-langkah keamanan tertentu harus dilakukan saat induksi anestesi.
Pemberian karbohidrat oral preoperatif harus dilakukan secara rutin. Pada pasien
diabetes, pemberian karbohidrat dapat dilakukan bersama dengan pengobatan
diabetes.
E. Pengobatan preanestesi
7
tromboprofilaksis mekanis dengan stocking kompresi karena dapat secara
signifikan menurunkan prevalensi DVT pada pasien rawat inap. Penambahan
kompresi pneumatik intermiten juga harus dipertimbangkan, terutama pada
pasien dengan keganasan atau yang telah menjalani pembedahan pelvis.
8
H. Protokol anestesi standar
9
Blok epidural harus dilakukan di mid thorak untuk mendapatkan efek blok
simpatetik. Untuk meningkatkan efek analgesik anestesi lokal yang diberikan
secara epidural, opioid seringkali ditambahkan kedalam infus epidural. Meskipun
penambahan opioid dosis rendah tersebut dapat menyebabkan ileus
postoperatif, efeknya kecil dan dapat menurunkan dosis anestesi lokal epidural
sehingga meminimalkan paralisis ekstremitas bawah.14,16
10
I. PONV (Postoperative Nausea and Vomiting)
PONV terjadi pada 25 35% dari semua pasien bedah dan menjadi
penyebab utama ketidakpuasan pasien dan tertundanya kepulangan pasien dari
rumah sakit. Etiologi PONV multifaktorial dan dapat diklasifikasikan menjadi 3
faktor: pasien, anestesi dan pembedahan. Pasien perempuan, tidak merokok dan
yang memiliki riwayat motion sickness memiliki risiko PONV. Penggunaan agen
anestesi volatile seperti nitrous oxide dan opiate parenteral meningkatkan risiko
PONV. Pembedahan abdomen mayor pada penyakit kolorektal berhubungan
dengan prevalensi PONV yang tinggi, mencapai 70% pada beberapa penelitian.
Banyak guideline yang menyarankan penggunaan sistem skoring PONV
(misalnya skor Apfel) yang menstratifikasi pasien menjadi kelompok berisiko
rendah sampai dengan tinggi dan kemudian memberikan profilaksis antiemetik
berdasarkan risiko preoperatif tersebut.9
11
Ringkasan dan rekomendasi: Pembedahan laparaskopik untuk reseksi kolon
direkomendasikan jika ada ahlinya.
K. Intubasi nasogastrik
12
terjadi pada prosedur yang berkepanjangan jika pasien mengalami systemic
inflammatory response syndrome (SIRS).9
13
ini sering dilakukan pada pasien pembedahan dengan penyebab trauma namun
telah tampak dapat mengganggu fungsi gastrointestinal dan morbiditas
postoperatif pada pembedahan elektif. Penelitian pada hewan coba
menunjukkan kelebihan cairan menyebabkan edema dan paralisis dinding
lambung.14
14
Tabel 1. Gambaran klinis yang berkaitan dengan kelebihan cairan dan garam18
15
N. Drainage kavitas peritoneum setelah anastomosis kolon
O. Drainage urin
16
oral atau enteral secara signifikan menunda pemulihan dan meningkatkan risiko
komplikasi infeksi.9
17
juga meningkatkan sekresi saliva dan pancreatic juices. Sorbitol dan dan hexitol
yang ada pada permen karet bebas gula juga dapat berperan mengurangi ileus
postoperatif. Meta analisis dari beberapa RCT menunjukkan manfaat signifikan
dari mengunyah permen karet dengan mempercepat flatus dan bowel
movement.2,19
Q. Analgesia postoperatif
18
Ringkasan dan rekomendasi: anestesi dengan epidural thorakik menggunakan
anestesi lokal dosis rendah dan opioid harus digunakan pada pembedahan
terbuka. Untuk mengatasi nyeri, dapat digunakan titrasi untuk meminimalkan
dosis opioid. Pada pembedahan laparaskopik, alternatif epidural dapat diberikan
analgesia spinal secara hati-hati dengan dosis rendah, opioid long acting. Bila
epidural akan dihentikan, sebaiknya digunakan NSAID dan paracetamol.
Sebagian besar pasien yang menjalani reseksi kolon elektif dapat makan
secara normal sebelum pembedahan, dan banyak diantaranya yang memiliki
status gizi normal. Pada setting ERAS, jika stress pembedahan diminimalkan,
indeks masa tubuh yang rendah tidak tampak sebagai risiko independen
terhadap komplikasi atau rawat inap yang berkepanjangan. Penelitian baru-baru
ini menunjukkan adanya masa otot yang rendah menjadi faktor prediktif terhadap
komplikasi dan lama rawat inap setelah pembedahan kolorektal.9
Konsumsi energi dan protein seringkali rendah saat fase preoperatif pada
pasien yang akan menjalani pembedahan kolon. Dalam program ERAS,
suplemen nutrisi oral digunakan pada hari sebelum pembedahan dan sedikitnya
4 hari pertama setelah operasi untuk mencapai target asupan energi dan protein
selama fase awal postoperatif. Penelitian yang mengkombinasikan terapi
karbohidrat oral, analgesia epidural, dan nutrisi enteral dini menunjukkan bahwa
ketiga komponen ERAS ini mengakibatkan terjadinya keseimbangan nitrogen,
menjaga kadar glukosa tetap normal tanpa membutuhkan insulin eksogen
dengan cara meminimalkan resistensi insulin.9
Jika didapatkan kehilangan berat badan signifikan yang tidak dapat
dijelaskan, suplemen oral sebaiknya diberikan pada periode perioperatif, dan
perlu dipertimbangkan untuk dilanjutkan sampai pasien pulang kerumah. Pada
pasien malnutrisi, suplementasi nutrisi (oral dan/atau parenteral) memiliki efek
terbaik jika dimulai 7 10 hari preoperatif, dan berhubungan dengan penurunan
prevalensi komplikasi infeksi dan kebocoran anastomosis. Perhatian khusus
diberikan kepada pasien lanjut usia, pasien penyakit kronis dan peminum alkohol
yang mungkin pula mengalami defisiensi mikronutrien atau mengkonsumsi
vitamin dan mineral dibawah rekomendasi dan yang mungkin membutuhkan
suplementasi sebelum dan sesudah pembedahan.9
19
Pada fase postoperatif, pasien yang menjalani ERAS dapat minum
secepatnya setelah pulih dari anestesi dan kemudian makan makanan normal
rumah sakit dan dengan mengikuti hal demikian, secara spontan mengkonsumsi
1200 1500 kkal/hari. Hal ini aman, RCT mengenai enteral atau oral feeding dini
dibandingkan puasa menunjukkan bahwa pemberian makan dini menurunkan
risiko infeksi dan lama rawat. Namun, dengan pemberian makanan oral dini,
risiko muntah meningkat, khususnya bila tidak diberikan terapi anti-ileus
multimodal.
Kombinasi diet berbeda yang mengandung komponen yang bertujuan
meningkatkan fungsi imun pada pasien pembedahan telah diteliti. Diet ini yang
sering disebut immunonutrisi biasanya mengandung kombinasi arginin, glutamin
asam lemak omega-3 dan nukleotida. Beberapa meta analisis telah
dipublikasikan mengenai efektivitas klinis immunonutrisi. Secara keseluruhan,
sebagian besar menunjukkan adanya manfaat klinis immunonutrisi dengan
terjadinya penurunan prevalensi komplikasi dan berkurangnya lama rawat inap
dalam konteks perawatan bedah tradisional, namun hasilnya heterogen.
Terdapat bukti bahwa immunonutrisi paling efektif pada pasien malnutrisi, dan
tidak ada penelitian yang menilai efektivitas formula ini pada setting ERAS jika
stress diminimalkan.9
Ringkasan dan rekomendasi: Pasien harus diskrining status gizi dan jika berisiko
kekurangan gizi, berikan dukungan nutrisi aktif. Untuk pasien ERAS yang standar
puasa preoperatif harus diminimalkan dan setelah operasi harus didukung untuk
makan makanan normal secepat mungkin. Suplemen nutrisi oral dapat
digunakan menambah asupan total.
20
kolorektal elektif menunjukkan bahwa kadar gula darah lebih tinggi setelah
asupan makan dibandingkan kadar gula darah puasa. Penelitian yang
mengkombinasikan epidural, pemberian karbohidrat preoperatif dan dilanjutkan
dengan pemberian makan dengan pipa enteral secara penuh dan kontinyu
setelah pembedahan mayor kolorektal menunjukkan bahwa kadar gula darah
tetap bertahan pada kadar normal tanpa dibutuhkan insulin pada 3 hari pertama
setelah pembedahan.
Beberapa elemen protokol ERAS mempengaruhi kerja/resistensi insulin
dan kadar gula darah baik secara langsung maupun tidak langsung (persiapan
usus menyebabkan puasa preoperatif berkepanjangan, pemberian karbohidrat
preoperatif lebih baik daripada puasa sepanjang malam). Profilaksis dan terapi
PONV untuk mendukung asupan nutrisi meliputi menghindari puasa,
mempertahankan keseimbangan cairan untuk mendukung gerakan usus,
anestesi epidural untuk mengurangi respon stress endokrin dari kelenjar adrenal,
menghindari penggunaan opioid yang mengganggu pergerakan usus;
menghindari penggunaan anti inflamasi untuk mengurangi stress; menghindari
penggunaan tube dan drain; dan mobilisasi aktif. Tidak ada satupun dari
prosedur ini yang menimbulkan risiko hipoglikemia.9
Terapi hiperglikemia pada pasien pembedahan di ICU secara konsisten
mengalami perbaikan dimana komplikasi hiperglikemia tersebut telah dapat
dihindari. Berkurangnya hiperglikemia memperbaiki luaran pembedahan. Pada
kadar > 10 12 mmol/l, risiko diuresis osmotik meningkat dan menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan. Penggunaan insulin intravena memiliki risiko
terjadinya hipoglikemia terutama pada pasien yang dirawat di bangsal.9
T. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini dipostulasikan untuk mengurangi komplikasi paru dan
menghilangkan resistensi insulin akibat imobilisasi. Mengkombinasikan forced
mobilisasi dengan dukungan nutrisi berakibat terjadinya perbaikan kekuatan otot
21
namun hanya pada fase postoperatif awal. RCT pada 119 pasien menunjukkan
latihan otot postoperatif hanya sedikit berpengaruh pada luaran postoperatif
jangka panjang. Tirah baring berkepanjangan memiliki beberapa efek negatif,
diantaranya menurunnya kapasitas kerja. Kegagalan mobilisasi pada hari
pertama postoperatif mungkin disebabkan oleh kontrol nyeri yang inadekuat,
berlanjutnya penggunaan cairan intravena, penggunaan kateter urin indwelling,
motivasi pasien dan komorbiditas yang ada.9
Penelitian terbaru oleh Yeovil menunjukkan kegagalan mobilisasi
merupakan penyebab tersering penyimpangan dari protokol ERAS dan berkaitan
dengan rawat inap yang berkepanjangan.
Ringkasan dan rekomendasi: RCT yang ada tidak mendukung efek klinis yang
bermanfaat secara langsung terhadap mobilisasi postoperatif. Namun, imobilisasi
yang berkepanjangan meningkatkan risiko terjadinya pneumonia, resistensi
insulin dan kelemahan otot sehingga pasien harus mobilisasi.
U. Audit
Luaran ERAS telah dilaporkan pada suatu penelitian kohort yang besar
yang mencapai 1000 pasien. Penelitian ini menyimpulkan bahwa proporsi pasien
dengan morbiditas postoperatif dan timbulnya gejala yang menunda
pemulangan, dan dirawatnya kembali pasien di rumah sakit secara signifikan
berkurang (38% dibandingkan 69%) dengan meningkatnya compliance ERAS.
Terdapat beberapa alat untuk mengaudit compliance dan luaran ERAS. Di dalam
22
kelompok ERAS, proses audit sistematik telah dibuat kedalam ERAS Interactive
Audit System dan sistem pengumpulan data untuk memfasilitasi implementasi
ERAS.9
IV. Penutup
23
REFERENSI
24
conventional postoperative care in colorectal surgery. J Gastrointest Surg
2010;14:88-95
12. Sakakushev BE. Enhanced recovery after surgery for gastric cancer. J
Gastroint Dig Syst 2013 S12:003
13. White PF, Kehlet H, Neal JM, Schricker T, Carr DB, Carli F. The role of the
anesthesiologist in fast-track surgery: from multimodal analgesia to
perioperative medical care. Anesth Analg 2007;104:1380-96
14. Soop M. Nutritional goals in the perioperative period. Facilitating oral or
enteral nutrition. ESPEN LLL Programme. 2008
15. Matthews C. Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) anaesthesia tutorial
of the week 204. Pp 1-9
16. Lassen K, Soop M, Nygren J, Cox PBW, Hendry PO, Spies C, et al.
Consensus review of optimal perioperative care in colorectal surgery.
Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) group recommendations. Arch
Surg. 2009;144(10):961-969
17. Maessen J. Enhanced recovery after surgery. Fact or fiction? Maastricht,
2009
18. Lobo DN, Allison SP. Fluid balance and metabolism in surgery. ESPEN LLL
Programme. 2011
19. Parrish CR. Pre-op NPO and traditional post-op diet advancement: time to
move on. Nutrition Issues in Gastroenterology, 2010;90:16-27
25