Anda di halaman 1dari 7

Pada dukungan nutrisi pasien kritis selain sumber supportif atau dukungan penyembuhan

sakit, nutrisi juga dapat ditujukan sebagai sumber terapi agar tujuannya dapat tercapai maka
perencanaan pemberian nutrisi khususnya pada pasien kritis harus direncanakan dengan
cermat, pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU banyak yang mengalami malnutrisi.
Kondisi ini di alami pasien pada saat datang ke ICU atau merupakan hasil dari respon
metabolic terhadip kondisi sakitnya itu. Respon terhadap cedera juga dapat memicu
terjadinya perubahan komposisi tubuh dan defesiensi nutrisi yang tampak jelas secara kritis.
Pada kondisi ini tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energy. Penggunaan
lemak untuk bahan bakar sangat penting sebagao respon adaptasi untuk bertahan hidup.
Karena pada saat kelaparan glikogen sebagai cadangan glukosa hanya dapat menyediakan
1200 kalori pada 24 jam pertama.

- Masuk ke bundle nutrisi


Langkah dukungan nutrisi pada pasien kritis
1. Kaji pasien pada saat masuk ke unit perawatan intesif atau ICU untuk resiko dan
hitung kebutuhan energy serta protein untuk menentukan tujuan terapi nutrisi dengan
menilai resiko nutrisi, menghitung kebutuhan energy dan protein. Semua pasien yang
dirawat di RS harus menjalani pemeriksaan nutrisi awal dalam waktu 48 jam setelah
masuk, namun pasien dengan resiko nutrisi lebih tinggi di ICU memerlukan penilaian
nutrisi lengkap, banyak alat skrining dan penilaian digunakan untuk mengevaluasi
status nutrisi.
Lalu persyaratan memula pemberian nutrisi enteral 24-48 jam setelah timbulnya
penyakit kritis dan masuk ke ICU. Penelitian membuktikan pada kondisi pasien
hemodinamik tidak stabil yang ditunjukan dengan penggunaan pasopresor akan
menunda pemberian enteral, adapun alasan lain yaitu pada pasien yang
hemodinamiknya tidak stabil setelah terjadi pembatasan pengiriman oksigen sehingga
dengan meningkatkan kebutuhan oksigen pencernaan dengan makanan enteral akan
dapat terjadi iskemia usus.
2. Ambil langkah- langkah untuk mengurangi resiko aspirasi atau meningkatkan
toleransi terhadap pemberian makan pada lambung seperti agen prokinetik, obat
kumur koreksidin meninggikan kepala/tempat tidur dan mengalihkan tingkat makanan
di saluran GI. Pada posisi hed up 30-45o dapat mengurangi kejadian refluks
gastrosintestinal pada pasien pada pasien dengan ventilasi mekanik yang akan
menurunkan kejadian pneumonia.

Penilaian Status Nutrisi

Pasien masuk kita akan melakukan skrining awal. Skrining awal ini direncanakan untuk
memasukkan ukuran potensi kekurangan gizi saat ini disertai tingkat keparahan penyakit
pada pasien, nah setelah melakukan skrining awal kita menilai apakah pasien ini beresiko
atau tidak berisiko. Jika beresiko maka kita akan melakukan penilaian status nutrisi.
Penilaian status nutrisi ini poinnya yang pertama ada penilaian BMI terus ada persen
penurunan BB baru-baru ini dan perubahan asupan makanannya seperti apa
Nah setelah kita melakukan penilaian status nutrisi baru kita melakukan pembuatan
rancangan asuhan nutrisi. Pembuatan rancangan asuhan nutrisi ini lalu kita melakukan
implementasi asuhan nutrisi dimana pasien ini apakah perlu diberikan nutrisi secara
enteral atau secara parenteral, setelah melakukan implementasi kita juga harus melakukan
pengawasan pada keadaan pasien. Apakah setelah diberikan implementasi tersebut pasien
mengalami kondisi memburuk atau membaik, apabila pasien mengalami kondisi yang
kurang baik maka kita harus mengevaluasi ulang dengan pemutakhiran rencana asuhan
nutrisi ,tetapi apabila perubahan status nutrisi ini membaik maka kita dapat menghentikan
pemberian asuhan nutrisi selain itu juga pada skrining awal apabila pasien tidak
mengalami resiko maka kita akan melakukan skriningnya secara berkala ditakutkan nanti
pasien tiba-tiba mengalami penurunan pada status kondisinya.

Nah apabila sesudah melakukan skrining secara berkala nanti kita menilai apakah
pasien ini harus tetap dirawat inap atau pasien dapat dipulangkan, nanti apabila pasien
tetap dirawat inap tadi kembali lagi pada alur-alur yang melakukan pengawasan pada
keadaan pasien, sedangkan apabila pasien ini boleh dipulangkan maka kita lakukan
rencana perawatan lanjutan dirumah seperti edukasi atau penkes.

3. Lalu pemberian makanan enteral dengan strategi khusus tidak menggunakan volume
sisa lambung sebagai perawatan rutin memantau pasien ICU yang menerima enteral.
Mulai nutrisi parenteral sejak dini ketika nutrisi enteral tidak memungkinkan atau
mencukupi pada pasien beresiko tinggi atau gizi buruk, biasanya penilaian nutrisi
pada pasien di ICU yag beresiko menggunakan NRS 2002 dan pasien yang beresiko
tinggi menggunakan nutrrik score.
Resiko gizi dalam sakit kritis atau nutrik score merupakan alat penilaian resiko
nutrisi pertama yang dikembangkan atau divalidasi secara khusus untuk pasien di
ICU, tidak semua pasien di ICU akan merespon dengan intervensi nutrisi yang sama
adalah konsep utama dibalik nutrik score, karena sebagian besar skor resiko dan alat
penilaian lainnya menganggap semua psien yang sakit kritis berada pada resiko nutrisi
tinggi.
Pasien dengan resiko ditentukan oleh NRS 2002 dan yang beresiko tinggi
dengan skor >5 dengan menggunakan skor nutric.pasien dengan nutrisi resiko tinggi
akan mendapatkan anfaatnya sejak dini dalam pengaturan perawatan kritis penanda
protein serum tradisional atau albumin pre albumin transperin protein pengikat retinol
merupakan cerminan dari respon fase akut atau peningkatan permeabilitas vaskuler
dan repriotis sintesis protein hati dan tidak secara akurat mewakili status nutrisi di
pengaturan ICU.
Menurut ASPEN 2016 merekomendasikan cara indirek kalori matrik untuk
menentukan besaran kebutuhan alori pasien adapun menghitung kebutuhan energi
basal atau basal energi ekspenditur atau BEE yang kemudian disesuaikan dengan
kondisi pasien. BEE dalam hal ini dihitung dengan menggunakan persamaan haris
benedik. Adapun persamaan rumus haris benedik adalah sebagai berikut :

Perhitungan Jumlah Kalori


Kebutuhan kalori = BEE x FA x FS

- Faktor pengali aktivitas (FA) adalah 1,2 untuk aktivitas rendah, 1,3 sedang, dan 1,5 untuk
tinggi.
- Faktor pengali untuk stress (FS) adalah 1–1,1 untuk stres ringan, 1,2–1,4 untuk stres
sedang, dan 1,5–2 untuk stres berat.
Pria Pengeluaran energy = 66,5 + (13,7 x BB
dalam kg) + (5 x TB dalam cm) – (6,78 x
usia dalam tahun
Wanita Pengeluaran energy = 66,5 + (9,56 x BB
dalam kg) + (1,85 x TB dalm cm) – (4,68
x usia dalam tahun)
Factor cedera Operasi minor x 1,2
Trauma x 1,3
Sepsis x 1,6
Luka bakar berat x 2,1
Contoh Soal:
Pasien x berusia 50 thn memiliki bb 65 kg dengan tb 165 cm, jarang melakukan olahraga
yang hanya dilakukan 2-3x dalam seminggu sehingga dia termasuk kedalam kategori
aktivitas sedang. Saat ini Tn.X sedang mengalami masa pemulihan pasca oprasi,
berapakah kebutuhan kalori pasien X?
Dik; umur 50, tb 165, bb 65, aktivitas sedang (fa=1,3), pemulihan pasca oprasi minor (fs
= 1,2)
Rumus : BEE x FA x FS =
BEE= (66,5 + (13,7 x 65) ) + (5 x 165) – (6,78 x 50) = (166,5 + 871 + 825) – 339) =
1423,5
Kebutuhan kalori = BEE x Fa x Fs = 1423,5 x 1,3 x 1,2 = 2.220,6 kkal
Kebutuhan kalori untuk pasien biasanya berkisar antara 25-30 kkal/kg/hari.
Persamaan ini dianjurkan untuk menghitung kalori apabila tidak dapat dilakukan
indirect calorimetry. Kebutuhan protein adalah 0,8-1,5 g (0,13-0,24 g nitrogen)/kg/hari.
Sebagian, yaitu 20-30 % kebutuhan kalori diberikan dalam bentuk lemak yang harus
mencakup lemak esensial berupa asam linoleat (4% total kalori) dan asam linoleat (0,2-
0,4% total kalori). Pemberian air biasanya 30-35 mL/kg/hari dengan tambahan lain
adalah mineral, elektrolit, dan mikronutrien lain serta serat.
Cara pemberian nutrisi sendiri sangat disarankan pemberian nutrisi enteral
dibandingkan parenteral. Cara pemberian nutrisi meliputi:

1. Nutrisi Enteral, merupakan pemberian nutrisi secara personde mengunakan pipa melalui
saluran gastrointestinal. Salah satu manfaat penting dari nutrisi enteral berhubungan
dengan kemampuan penggunaan saluran pencernaan untuk menjaga dan mendukung
integritas dan fungsi usus serta mencegah atrofi mukosa usus. EN diindikasi ketika klien
memiliki gangguan proses menelan tapi penyerapan usus masih normal.
Adapun rute pemberian makanan secara enteral, meliputi:
Nasogastric : menggunakan selang melalui hidung ke lambung dengan berdiameter besar
(12-14 FG)
Nasoenterik : mengunakan selang melalui hidung ke dalam jejenum / duodenum
menggunakan selang berdiameter kecil. Pemberian makanan biasanya dilakukan secara
kontinu dan diberikan dengan kecepatan yang lambat
Gastrostomy/ jejunostomi : memasukan selang melalui kutan diinsersikan ke dalam
pembedahan atau secara perlambung atau jejenum disukai untuk akses jangka panjang ke
saluran GI.
Pemantauan kecukupan EN
a. Minimalkan NPO atau nihil per os/istirahat usus lengkap
b. Volume sisa lambung tidak digunakan sebagai bagian dari perawatan rutin untuk
memantau pasien ICU di EN. Toleransi dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik,
pengeluaran kentut dan feses, evaluasi radiologis, dan tidak adanya keluhan pasien
seperti nyeri atau perut kembung. Intoleransi GI biasanya ditandai dengan muntah,
distensi abdomen, keluhan ketidaknyamanan, output NG tinggi, GRV (gastric
residual volume) tinggi, diare, berkurangnya aliran kentut dan feses, atau radiografi
abdomen yang abnormal.
a) Jika digunakan untuk menahan EN untuk GRV <500mL maka harus dihindari. GRV
dalam kisaran 200-500 mL harus menimbulkan kekhawatiran dan mengarah pada
penerapan tindakan untuk mengurangi risiko aspirasi, tetapi penghentian EN secara
otomatis tidak boleh terjadi untuk GRV <500 mL jika tidak ada tanda-tanda
intoleransi lainnya.
b) Inisiasi pemberian enteral tidak harus menunggu adanya bising usus, flatus, maupun
defekasi. Bisisng usus hanya indikasi kontraindikasi dan tidak selalu berhubungan
dengan integritas mukosa, fungsi penghalang, atau kapasitas penyerapan. Namun
demikian, bising usus yang berkurang atau tidak ada dalam jangja waktu lama dapat
mencerminkan keparahan penyakit yang lebih besar dan prognosis yang memburuk.
c) Penggunaan eritromisin dan metoklopramid bila sesuai pada pasien dengan risiko
tinggim aspirasi, agen untuk meningkatkan motilitas, seperti prokinetik obat-obatan
(metoclopramide atau eritromisin) agen prokinetik seperti eritromisin atau
metoclopramide dapat meningkatkan pengosongan lambung dan toleransi EN tetapi
hanya menghasilkan sedikit perubahan klinis untuk pasien ICU.
Dosis eritromisin 3–7 mg/kg/hari digunakan untuk mengobati intoleransi makan
enteral lambung. Demikian juga, metoclopramide, 10 mg 4 kali sehari, terbukti
efektif untuk residu lambung yang meningkat; namun, penyesuaian dosis
metoclopramide mungkin diperlukan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
d) Jaga HOB / dimana posisi bagian kepala dinaikan 30-45
Meninggikan kepala tempat tidur 30°-45 ° dindikasi untuk mengurangi kejadian
pneumonia, dan mampu mengurangi gastroesophageal reflux
e) Obat kumur Chlorhexidine dua kali sehari
Untuk mengurangi infeksi saluran pernapasan dan pneumonia nosokomial pada
pasien yang menjalani operasi jantung.
f) Hentikan nutrisi enteral rutin jika terjadi diare yang sering mengakibatkan
ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi, kerusakan kulit perianal, dan kontaminasi
luka. Jika diare tidak dapat dikendalikan untuk menghentikan EN yang
mengakibatkan asupan nutrisi yang tidak memadai. Pertimbangkan :
a. Formulasi hiber campuran komersial
b. Formulasi peptida kecil
Pertimbangkan secara rutin serat larut aditif yang difermentasikan, jika
mengalami diare berikan sedikit formulasi peptida dan formulasi serat
campuran komersial hubungan antara karbohidrat rantai pendek oligosakarida
yang dapat difermentasi, disakarida dan monosakarida, dan poliol
(FODMAPS) dan diare, karena mereka sangat osmotik dan cepat difermentasi
oleh bakteri usus. Formula dengan kandungan FODMAPS yang tinggi dapat
berperan dalam diare, terutama jika pasien juga menerima antibiotik yang
memiliki efek merugikan pada mikrobiota usus.
Kapan Memulai EN?
Pemberian nutrisi enteral pada pasien kritis dapat diberikan dalam 24-48 jam setelah
onset keadaan kritis atau setelah masuk ruang rawat intensif. Langkah awal adalah
pemberian jumlah makanan hipokalori atau berupa nutrisi enteral inisial untuk mukosa
usus yakni pemberian sebanyak 10-20 kkal/kg/hari atau sampai 500 mL /hari. Jumlah
tersebut kemudian ditingkatkan secara bertahap dalam waktu satu minggu dengan
memperhatikan toleransi pasien terhadap nutrisi oral serta evaluasi risiko terjadinya
aspirasi. Sejumlah protokol khusus untuk pemberian nutrisi oral ini dapat diambil dan
diterapkan sesuai kondisi setempat.
Apabila keadaan hemodinamik tidak stabil, maka pemberian nutrisi suportif harus
ditunda. Inisiasi nutrisi juga harus dilakukan secara hati-hati pada pasien yang sedang
dilakukan titrasi turun dosis vasopresor. Risiko iskemia saluran cerna pada pasien-pasien
tersebut besar sehingga gejala-gejala intoleransi harus dipantau. Gejala intoleransi
tersebut seperti distensi abdominal, peningkatan produksi selang nasogastrik (NGT),
penurunan frekuensi buang air besar, penurunan flatus, atau munculnya asidosis
metabolik. Ini dilakukan untuk menjaga integritas usus dan memodulasi stress & SIRS
(sistemik inflammatory response syndrome) yang artinya respon tubuh ketika peradangan
muncul tetapi dapat disebabkan karena infeksi, trauma, maupun iskemia pada pembuluh
darah, dan yang terakhir untuk mengurangi keparahan penyakit.

2. Nutrisi Parenteral ,
Nutrisi parenteral merupakan pemberian makanan yang diberikan melalui pembuluh
darah (vena) baik secara parsial maupun total. Pada saat pasien tidak mendapatkan nutrisi
yang cukup dengan pemberian makanan enteral atau tidak berfungsinya pemberian
makanan melalui lambung atau usus nutrisi parenteral dibrikan. Cara ini hanya
dipertimbangkan untuk dilakukan jika saluran GI tidak berfungsi. Pemberian parenteral
pada pasien resiko tinggi diberikan lebih awal dan hentikan PN pabila asien menerima >
60% nutrisi dari Enteral. Pemberian protein pada pasien ggal ginjal tidak boleh dibatasi.
Nutrisi parenteral harus diberikan melalui selang sentral. Perangkat akses vena sentral
mungkin dimasukkan secara perkutan di sisi tempat tidur atau ditanamkan melalui
pembedahan. Ujung kateter mungkin dimasukkan ke vena peripheral (missal, basilik atau
femoralis) atau vena besar (missal, subklavia atau jugularis) dan kemudian dimajukkan ke
persimpangan atrium dan superior vena cava.
Pada saat pemberian nutrisi Parenteral , perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral.
b. Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi.
c. Disenfektan kulit dengan klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif
menurunkan infeksi.
d. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.
e. Penggunaan penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik
untuk direkomendasikan.
f. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep antimikroba.
g. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.

Adapun rute pemberiannya sebagai berikut


1. Mulai nutrisi enteral (EN) dalam 24−48 jam setelah timbulnya penyakit kritis dan
masuk ke ICU
2. .Inisiasi pemberian enteral tidak harus menunggu adanya bising usus, flatus, maupun
defekasi. Namun demikian, bising usus yang berkurang atau tidak ada dalam jangja
waktu lama dapat mencerminkan keparahan penyakit yang lebih besar dan prognosis
yang memburuk
3. Pada hari ke 3 target nutrisi harus mencapai 80% dari kebutuhan ini diindikasi untuk
meminimalkan NPO (noting per oral). Apabila target 80% ini telah terpenuhi, maka
pemberian EN dilanjutkan, namun apabila target tidak terpenuhi dan pasien memiliki
resiko yang tinggi maka lakukan nutrisi ekstra dengan pemberian nutrisi parenteral
atau memaksimalkan EN dengan agen motilitas dan small bowel feeding hingga
toleransi 96 jam pemberian nutrisi. Apabila toleransi EN setelah 96 tidak terpenuhi
mulai untuk pemberian nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi secara parenteral dapat
dihentikan apabila 60% target energy pasien sudah bisa didapatkan dari nutrisi enteral.
Refeeding Syndrom

Refeeding syndrome merupakan suatu keadaan gangguan metabolisme yang terjadi saat


penderita malnutrisi diberikan nutrisi yang berlebih dalam waktu singkat.

Factor resiko : alkoholisme, penurunan BB, indeks masa tubuh, NPO jangka panjang.
Meskipun sindroom refeeding ini terjadi dengan EN, resiko yang paling tinggi dengan
inisiasi PN. Pada pasein tersebut, kemajuan pemberian makanan harus lebih lambat,
membutuhkan waktu 3-4 hari untuk mencapai tujuan. Penggunaan protocol dan tim
nutrisi telah terbukti mengurangi komplikasi nutrisi parenteral.

Alur manajemen jika kurang gizi berat, seperti BMI < 14 kg

Anda mungkin juga menyukai