Anda di halaman 1dari 5

Jakarta, 02 Desember 2020

Nomor Surat : SP/Fsk.526/DIV/61/IX/2020


Lampiran : 1 (Satu) Set
Perihal : Penyampaian Permasalahan Penetapan Pajak atas
Hak Pengusahaan Ruas Tol Pondok Pinang - Jagorawi (JORR S)
dan Akses Tanjung Priok (ATP)

Kepada Yth.,
Ibu Menteri Keuangan
Jl. Dr. Wahidin Raya No.1
Jakarta Pusat

Sehubungan dengan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar pada
PT Hutama Karya (Persero) untuk tahun buku 2016 dan 2017, tim Pemeriksa Pajak telah menetapkan bahwa
pemberian Hak Konsesi JORR-S dan ATP dikategorikan sebagai Hibah dan dikenakan pajak berdasarkan
Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1083 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Menurut tim Pemeriksa Pajak, nilai pajak yang masih
harus dikenakan karena adanya tambahan objek pajak berupa Hak Konsesi, adalah sebagai berikut:

Nilai Tambahan
Tahun Pajak Terutang Sanksi Administrasi Total Pajak Terutang
Objek Pajak

Kami keberatan atas Pemberian Hak Konsesi dianggap menjadi nilai tambahan objek pajak, karena
pemberian Hak Konsesi tersebut merupakan bantuan Pemerintah non tunai terkait dengan penugasan yang
diberikan Pemerintah kepada PT Hutama Karya (Persero) dalam rangka percepatan pembangunan Jalan Tol
Trans Sumatera. Hasil dari pengusahaan Hak Konsesi tersebut dapat digunakan sebagai alternatif sumber
pendanaan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera, antara lain digunakan sebagai underlying penerbitan
MTN sebesar Rp 6,5 Triliun dan underlying perjanjian kredit dengan sindikasi perbankan sebesar Rp 4,5
Triliun.

PT Hutama Karya (Persero) berpendapat bahwa pemberian Hak Konsesi untuk pengusahaan jalan tol
tersebut diatas bukan merupakan Hibah sebagaimana dimaksud oleh tim Pemeriksa pajak, sehingga PT
Hutama Karya (Persero) mengajukan keberatan pengenaan pajak terhadap pemberian hak konsesi yang
rencananya akan diterbitkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. (Penjelasan kronologis tentang
proses pemeriksaan pajak dan tanggapan terlampir)

Melalui surat ini PT Hutama Karya (Persero) meminta bantuan dan dukungan dari Ibu Menteri Keuangan
untuk menerima keberatan PT Hutama Karya (Persero) sebagai bentuk persetujuan atas pendapat PT Hutama
Karya terkait dengan perlakuan perpajakan atas penerimaan Hak Konsesi atas pengusahaan Jalan Tol JORR
“S” dan ATP bukan merupakan objek pajak terkait perlakuan perpajakan yang akan ditetapkan oleh
Pemeriksa Pajak akan menimbulkan implikasi keuangan yang sangat mengganggu kinerja PT Hutama Karya
(Persero) ke depannya.

Demikian kami sampaikan, atas bantuan dan arahan Ibu, diucapkan terima kasih

PT Hutama Karya (Persero)

Budi Harto
Direktur Utama
Lampiran 1

KRONOLOGI PENETAPAN PAJAK ATAS HAK PENGUSAHAAN RUAS TOL PONDOK PINANG –
JAGORAWI (JORR S) DAN AKSES TANJUNG PRIOK (ATP) OLEH KANWIL WAJIB PAJAK BESAR

1. Dalam rangka mendorong pengembangan kawasan di Pulau Sumatera dan untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional, maka Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015 tentang Percepatan
Pembangunan Jalan Tol di Sumatera ("Perpres Penugasan"), menugaskan PT Hutama Karya (Persero)
untuk melaksanakan penugasan jalan Tol di Sumatera yang layak secara ekonomi, namun belum layak
secara finansial. Bebagai dukungan pendanaan dari Pemerintah diberikan sebagaimana Pasal 5 dan
Pasal 6 "Perpres Penugasan" diantaranya beruapa Penyertaan Modal Negara bersumber dari APBN.

2. Pada tahun 2016, PT Hutama Karya (“PT HK”) menerima Hak Pengusahaan Jalan Tol Lingkar Luar
Jakarta Seksi Pondok Pinang – Jagorawi (“JORR S”) (Hak Konsesi JORR “S”) dari Pemerintah melalui
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( Kementerian PUPR) dengan hak konsesi
selama 19 tahun 3 bulan berdasarkan Kepmen PUPR No 106/KPTS/M/2016 (terlampir) dan pada tahun
2017, Pemerintah kembali menetapkan perpanjangan atas Hak Konsesi JORR S yang semula 19 tahun
3 bulan menjadi 36 tahun berdasarkan Surat Menteri PUPR No JL.03.04-Mn/1274 (terlampir). Pada
tahun 2017, PT HK juga menerima Hak Pengusahaan Jalan Tol atas ruas Akses Tanjung Priok (“Hak
Konsesi ATP”) yang diberikan oleh pemerintah berdasarkan Perpres No 81 Tahun 2017 dengan masa
Hak Konsesi selama 40 tahun.

3. Pemberian Hak Konsesi tersebut di atas merupakan bantuan Pemerintah terkait dengan penugasan
yang diberikan Pemerintah kepada PT HK dalam rangka percepatan pembangunan Jalan Tol Trans
Sumatera, dimana hasil dari pengusahaan Hak Konsesi tersebut dapat digunakan sebagai sumber
pendanaan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera.

4. Pada tanggal 6 Agustus 2019 Direktur Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak
Besar, melakukan pemeriksaan pajak atas PT Hutama Karya (PERSERO) (PT HK) untuk tahun pajak
2016 dan 2017.

5. Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, tim
Pemeriksa pajak telah menetapkan bahwa pemberian Hak Konsesi JORR “S” dan Hak Konsesi ATP
tersebut diatas dikategorikan sebagai Hibah dan dikenakan pajak berdasarkan Undang - Undang
Nomor 7 Tahun 1083 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 (UU PPh). Adapun nilai obyek yang dikenakan pajak atas Hak Konsesi tersebut masing-
masing adalah sebesar Rp 4.740.000.000.000 untuk tahun 2016 dan Rp 8.635.000.000.000 untuk
tahun 2017 dengan nilai Pajak Penghasilan beserta sanksi pajaknya adalah sekitar Rp
1.753.800.000.000 untuk tahun 2016 dan Rp 3.283.752.220.000 untuk tahun 2017.

6. Hak Konsesi yang diberikan oleh Pemerintah melalui Kementerian PUPR untuk pengusahaan Jalan tol
tersebut diatas oleh PT HK telah dibukukan sebagai Aset Tak Berwujud di sisi “Aktiva” dan Pendapatan
Ditangguhkan Jangka Panjang di sisi “Kewajiban” di dalam laporan keuangan PT HK pada saat
diterima.

7. PT HK berpendapat bahwa pemberian Hak Konsesi untuk pengusahaan jalan tol tersebut diatas bukan
merupakan Hibah sebagaimana dimaksud oleh tim Pemeriksa pajak dari Kantor Wilayah DJP Wajib
Pajak Besar dengan penjelasan sebagai berikut:
i. Pengertian hibah menurut beberapa sumber:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Hibah merupakan Pemberian (dengan sukarela) dengan
mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.

Menurut Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) Hibah adalah suatu
perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak
dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang
menerima penyerahan itu.

ii. Pasal 2 butir 2.4 dari Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Lingkar Luar Jakarta Seksi Pondok
Pinang – Jagorawi (JORR “S”) Nomor: HK.02.03-Pt/108 tertanggal 16 Maret 2016 disebutkan
bahwa:

“2.4 Kepemilikan Jalan Tol


Dengan tanpa mengurangi makna Hak Pengusahaan Jalon Tol yang diberikan oleh
Pemerintah kepada PT Hutama Karya sesuai Perjanjian ini, telah dimengerti sepenuhnya oleh
PT. Hutama Karya, bahwa Jalan Tol merupakan milik Negara. Oleh karena itu, maka PT.
Hutama Karya tidak dapat menjaminkan sebagian ataupun keseluruhan dari fisik Jalan Tol
maupun tanah yang digunakan untuk Pengusahaan Jalan Tol.”

Pasal 14.1 dari Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Lingkar Luar Jakarta Seksi Pondok
Pinang – Jagorawi (JORR “S”) Nomor: HK.02.03-Pt/108 tertanggal 16 Maret 2016 disebutkan
bahwa:

“Setelah berkahirnya Masa Konsesi, PT Hutama Karya akan:


a) dengan segera berhenti mengoperasikan dan memelihara Jalan Tol dan harus memindahkan
dari Ruang Milik Jalan Ton semua pekerja, karyawan, dan mengosongkan Jalan Tol secara
keseluruhan. PT Hutama Karya harus, tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari sebelum Masa
Konsesi berakhir, menyerahkan kepada Pemerintah semua peralatan, bahan dan perlengkapan
Jalan Tol yang telah dibeli sesuai dengan daftar peralatan dan tidak akan memindahkan
peralatan, barang dna perlengkapan tersebut tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
Pemerintah, akan tetapi apabila kemudian Pemerintah menetapkan agar PT Hutama karya
memindahkan peralatan, barang atau perlengkapan (termasuk, untuk menghindari keraguan,
setiap gerbang tol), maka PT Hutama Karya berkewajiban memindahkan peralatan, barang atau
perlengkapan tersebut setelah Pemerintah dan PT Hutama Karya menyepakati besaran biaya
yang wajar dan tanggung jawab terhadapt beban biaya pemindahan tersebut; dan
b) menyerahkan Ruang Milik Jalan Tol kepada Pemerintah dalam kondisi yang terpelihara baik
dan harus, dengan biaya sendiri, memperbaiki segala kerusakan yang menjadi tanggung jawab
PT Hutama Karya sesuai dengan lingkup Pengusahaan Jalan Tol dan ditemukan pada
Pemeriksaan Bersama atas Jalan Tol yang diselenggarakan berdasarkan Pasal 9.3 Perjanjian
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penyerahaan. Jika PT Hutama Karya
gagal memperbaiki kerusakan tersebut, Pemerintah dapat melakukannya sendiri dan semua
biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dalam melaksanakannya dianggap sebegai utang
PT Hutama Karya kepada Pemerintah dan, dimana dapat dilakukan, mencairkan jaminan
Pemeliharaan atau pengurangan atas segala kewajibab pembayaran oleh Pemerintah kepada
PT Hutama Karya berdasarkan Perjanjian;
c) mengakhiri perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan Pengusahaan Jalan Tol yang
ditandatangani oleh PT Hutama Karya dan yang masih berlaku pada Tanggal Pengakhiran, dan
Pemerintah tidak bertanggung jawab atas biaya yang timbul sebagai akibat pengakhiran kontrak
dan dibebaskan dan tuntutan dan kerugian dari hal tersebut oleh PT Hutama Karya.“

iii. Berdasarkan pengertian hibah menurut beberapa sumber di atas, terdapat beberapa karakteristik
khusus atas hibah yaitu pemberian bersifat cuma-cuma atau sukarela (tanpa pamrih) dan tidak
dapat ditarik kembali. PT HK berpendapat bahwa sifat pemberian Hak Konsesi berupa pengusahaan
jalan tol JORR “S” dan ATP oleh Pemerintah kepada PT HK adalah agar PT HK dapat membantu
Pemerintah dalam merealisasikan pembangunan jalan tol di Sumatra dan apabila Hak Konsesi
berupa pengusahaan jalan tol JORR “S” dan ATP tersebut berakhir maka PT HK diwajibkan segera
menyerahkan kembali Ruang Milik Jalan Tol kepada Pemerintah dalam kondisi yang terpelihara
baik. Fakta-fakta ini tidak sejalan dengan konsep dari hibah sebagaimana disebut diatas dan
karenanya PT HK berpendapat bahwa pemberian Hak Konsesi tersebut di atas bukan merupakan
hibah.

iv. Disamping itu, pendapatan yang dihasilkan dari pengusahaan/pengoperasian/pengelolaan jalan tol
berdasarkan Hak Konsesi tersebut telah dibukukan sebagai pendapatan oleh PT HK dan dilaporkan
dalam SPT Tahunan PPh Badan sebagai obyek pajak penghasilan.

8. Direktur Jenderal Pajak juga telah menerbitkan Peraturan Nomor PER-29/PJ/2018 tanggal 17 Desember
2018 (PER 29) tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Dukungan Kelayakan Pada Proyek
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (“KPBU”) Dalam Penyediaan Infrastruktur (terlampir),
dimana, antara lain, diatur perlakuan pajak penghasilan atas dukungan kelayakan terkait dengan
kegiatan penyediaan infrastruktur dalam skema KPBU yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana
dengan dukungan kelayakan yang diberikan oleh Pemerintah diberikan dalam bentuk tunai atas porsi
tertentu dari seluruh biaya konstruksi proyek KPBU.

Di dalam peraturan tersebut secara jelas diberikan contoh dimana pengakuan penghasilan atas nilai
dukungan kelayakan ditahun terkait diimbangi dengan biaya amortisasi atas nilai dukungan kelayakan
dengan jumlah yang sama yang dibebankan secara sekaligus di tahun yang sama sehingga net impak
secara akuntansi dan secara perpajakannya di tahun tersebut adalah nihil/netral. Perlakuan perpajakan
yang diatur di dalam PER-29/PJ/2018 ini sangatlah relavan untuk diterapkan didalam transaksi
penerimaan Hak Konsesi yang diberikan oleh Pemerintah kepada PT HK karena pemberian Hak
Konsesi pengusahaan jalan tol JORR “S” dan ATP adalah sejalan dengan konsep Dukungan Kelayakan
Pada Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
sebagaimana diatur dalam PER-29/PJ/2018 dimana PT HK juga mendapatkan bantuan atau dukungan
dari Pemerintah berupa pemberian Hak Konsesi atas pengusahaan jalan tol JORR “S” dan ATP.

9. Dengan demikian, apabila pemberian Hak Konsesi pengusahaan jalan tol JORR “S” dan ATP yang
diberikan oleh Pemerintah kepada PT HK tetap dianggap sebagai Hibah yang merupakan obyek pajak
maka dalam situasi ini biaya amortisasi atas nilai Hak Konsesi pengusahaan jalan tol JORR “S” dan
ATP (yang mana nilainya sama dengan nilai pendapatan hibah) harus juga dibebankan secara sekaligus
di tahun yang sama sehingga net impak secara akuntansi dan secara perpajakannya di tahun tersebut
adalah nihil/netral. PT HK berpendapat bahwa perlakuan pajak yang diambil oleh pihak Direktorat
Jendral Pajak dalam pemeriksaan tahun 2016 dan tahun 2017 terkait dengan masalah ini adalah tidak
tepat, karena tidaklah masuk akal bahwa dengan pinjaman yang diperoleh PT HK dari kegiatan fund
raising sebesar sekitar Rp 10 triliun yang diperuntukkan bagi pembangunan jalan tol Trans Sumatra,
jumlah sebesar Rp 5 triliun daripada nya harus digunakan untuk membayar Pajak Penghasilan yang
akan ditetapkan oleh pemeriksa pajak untuk tahun 2016 dan tahun 2017.

10. Melalui surat ini PT Hutama Karya (Persero) meminta bantuan dan dukungan dari Ibu Menteri Keuangan
untuk menerima keberatan PT Hutama Karya (Persero) sebagai bentuk persetujuan atas pendapat PT
Hutama Karya terkait dengan perlakuan perpajakan atas penerimaan Hak Konsesi atas pengusahaan
Jalan Tol JORR “S” dan ATP bukan merupakan objek pajak terkait perlakuan perpajakan yang akan
ditetapkan oleh Pemeriksa Pajak akan menimbulkan implikasi keuangan yang sangat mengganggu
kinerja PT Hutama Karya (Persero) ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai