Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

Disusun Oleh:

LAILUL MUNA
NIM: 20161257

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KENDAL

2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perybahan yang
terjadi pasa asfiksia antara lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik
(Muslihatun, 2011). Asfiksia pada bayi baru lahir (BBLR) menurut IDAI
(Ikatan Dokter anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ fital lainnya
(Prawirohardjo, 2010)

2. Klasifikasi
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
a. Asfiksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot
masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognasi
lebih baik.
b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah
berkurang, tidak ada rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler,
prognosis jelek.
(Prawirohardjo, 2010)

Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR


No Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas
Fress Stillbirth Tidak ada pernapasan
1 0
(bayi lahir mati) Tidak ada denyut jantung
2 Asfiksia Berat 1-3 Denyut jantung <40x/menit
Pernapasn tidak teratur, megap-
3 Asfiksia Sedang 4-6
megap, atau tidak ada pernapasan
Asfiksia Ringan / tanpa Tangisan kuat disertai gerakan
4 7-9
Asfiksia aktif
5 Bayi Normal 10

3. Etiologi
Gomelia (2009) yang dikutip dari AHA dan American Academy of
Pediatrics (AAP) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernasafan
pada bayi yang terdiri dari :

1
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu : hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetik atau anestesia
lain.
2) Gangguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah pada uterus
akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
b. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-
lain.
c. Faktor janin
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu :
1) Pemakaian obat anestesi dan analgesia yang berlebihan
2) Trauma persalinan
3) Kelaianan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain

4. Gambaran Klinis
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
b. Asfiksia sedang
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
b. Tidak ada usaha napas
c. Tanus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang

2
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
a. Takipnea napas > 40 x / menit
b. Bayi tampak cyanosis
c. Adanya retaksi sela iga
d. Adanya pernapasan cuping hidung
e. Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
f. Bayi kurang aktivitas

5. Patofisiologi
Menurut Varney (2007), hipoksia dimulai dengan frekuensi jantung dan
tekanan darah pada awalnya meningkat dan bayi melakukan upaya megap-
megap. Bayi kemudian masuk pada periode apnea primer. Bayi yang
menerima stimulasi adekuat selama apnea primer akan melakukan usaha nafas
dan bayi yang mengalami asfiksia jauh lebih berbeda dalam tahap apnea
sekunder. Apnea sekunder cepat menyebabkan kematian kalau tidak dibantu
dengan pernafasan buatan dan warna bayi berubah dari biru menjadi putih
karena bayi baru lahir menutupi sirkulasi perifer sebagai upaya
memaksimalkan aliran darah keorgan-organ, seperti jantung dan ginjal.
Penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah diparu-paru
mengalami konstriksi. Konstriksi ini meyebabkan paru-paru resistian terhadap
ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi.
Kurangnya oksigen dalam periode singkat menyebabkan metabolisme
pada bayi baru lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena
kurangnya glukosa yang dibutuhkan sebagai sumber energi pada saat darurat.
Neonatus yang lahir melalui seksio sesaria, terutama jika tidak ada tanda
persalinan, tidak mendapatkan pengurangan cairan paru dan penekanan pada
toraks sehingga mengalami paru-paru basah yang lebih persisten. Situasi ini
dapat mengakibatkan takipnea sementara pada bayi baru lahir Transient
Tachaypnea of the Newborn (TTN).

3
6. Pathways
Persalinan lama Paralisis pusat pernafasan Faktor lain: anastesi
lilitan tali pusat obat-obatan
Presentasi janin abnormal

Asfiksia

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan


dan kadar CO2 meningkat

Ketidakefektifan Kerusakan
Nafas cepat Suplai O2 Suplai O2 bersihan jalan otak dan
ke paru dalam darah nafas perubahan
Apneu asam
Resiko
DJJ & TD ketidakseimbangan Asidosis
suhu tubuh respiratorik
Metabolisme
Basa Gangguan
perfusi
Janin tidak ventilasi
bereaksi Kematian
terhadap bayi Gangguan
rangsangan pertukaran
gas

Ketidakefektifan
pola nafas

(Nurarif & Kusuma, 2015)

7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis
adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap
sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan
4
tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan
garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya.
Timbul asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi.
Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine
untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
d. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine
untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia
umumnya mengalami hipoglikemi.
e. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed
tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI)
mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
f. USG ( Kepala )
Penilaian APGAR score
g. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
Foto polos dada

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia nonatorum:
a. Pemantantauan golongan darah, denyut nadi, funsi dan sistem jantung dan
baru dengan melakukan resusitasi memberikan yang cukup serta
memantau perkusi jaringan tiap 2 sampai 4 jam
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap kuat atau baik sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik (Hidayat, 2008).
c. Cara menagatasi asfiksia sebagai berikut:
1) Asfiksia ringan (7-9)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut
kemudian hidung
c) Bersihkan badan dan tali pusat
d) Lakukan observasi TTV, pantau APGAR SCORE dan masukan
kedalam inkubator

5
2) Asfiksia sedang (4-6)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Letakan bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan jalan napas bayi
d) Berikan 2 liter permenit, bila berhasil teruskan perawatan
selanjutnya.
e) Bila belum berhasil angsang pernapasan dengan menepuk, nepuk
telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di
pompa box permenit.
f) Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi
natrium dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4
cc disuntikan melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan
untuk mencegah terjadinya pendarah intrakranial karena
perubahan pH darah mendadak
3) Asfiksia berat (1-3)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Letakan bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan jalan napas bayi sambil pompa melalui ambubag
d) Beriakan 4-5 liter permenit
e) Bila tidak berhasil lakukan pemasangan ETT (endotrakheal tube)
f) Bersihakan jalan napas melalui ETT
g) Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi
natrium dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4
cc disuntikan melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan
untuk mencegah terjadinya pendarah intrakranial karena
perubahan pH darah mendadak
(Prawirohardjo, 2010)

9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Edema otak dan pendrahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berkelanjutan sehingga terjadi renjatan neonatus sehingga aliran darah ke
otak menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak
yang berakibat terjadinya edema otak, dan pendarahan otak
b. Anuria atau oliguria

6
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia.
Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium atau ginjal. Hal
ini yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
prtukarn gas dan transportasi sehingga penderita kekurangan
persediaan dan kesulitan pengeluaran hal ini dapat menyebabkan kejang
pada bayi tersebut karena disfungsi jaringan efektif
d. Koma
Apabila pada bayi asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipokemia dan pendarahan otak.
(Muslimatun, 2011)

10. Tumbuh Kembang


Menurut Whalley dan Wong (2003) mengemukakan pertumbuhan sebagai
suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan
menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat
yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran.
Jadi, proses tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan
mulai dari konsepsi sampai dewasa yang mengikuti pola tertentu yang khas
sebagai sikap anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh
neonatus diantaranya meliputi tumbuh kembang :
a. Perkembangan fisik
Pada minggu pertama berat badan bayi dapat turun 10% dari berat
badan lahir. Hal ini disebabkan karena ekskresi cairan ekstravaskular yang
berlebih dan kemungkinan masukan makanan yang kurang. Pada saat
umur bayi 2 minggu berat badan bayi harus bertambah atau melebihi berat
badan lahir dan harus bertumbuh kira-kira 30 gram/hari selama bulan
pertama.
b. Perkembangan motorik kasar
Pada neonatus perkembangan motorik kasar dapat diawali tanda
gerakan seimbang pada tubuh, mulai mengangkat kepala, menggerakan
kedua lengan dan kaki.

7
c. Perkembangan motorik halus
Pada neonatus perkembangan motorik halus dimulai dengan tanda-
tanda kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila diberikan respon
terhadap gerakan jari atau tangan, tanda- tanda tersenyum dan mulai
menatap muka untuk mengenali seseorang.
d. Perkembangan kognitif dan bahasa
Pada neonatus perkembangan kognitif dan bahasa mencapai yaitu
mengoceh dan bereaksi terhadap suara, mengenali ekspresi wajah
(tersenyum) sebagai suatu hal yang sama.
e. Perkembangan psikoseksual (Fase Oral)
Selama masa bayi, sumber kesenangan berpusat pada aktivitas oral
seperti menghisap, menggigit dan mengucap. Mempunyai keterampilan
koping yang umum seperti senang digendong, ditimang dan diayun serta
bermain dengan objek yang selalu dimasukkan ke dalam mulut
(Supartini, 2004).

11. Hospitalisasi pada Anak


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah
(Supartini, 2004). Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan
masalah bagi anak, tetapi juga bagi orang tua. Berbagai macam perasaan
muncul pada orang tua yaitu, takut, rasa bersalah, stress dan cemas (Hallstrom
dan Elander. 1997 dikutip oleh Supartini, Yupi. 2004).
Stressor lain yang sangat menyebabkan orang tua stres adalah
mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya, perawatan
yang tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah sakit
sebelumnya yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini, 2000). Untuk
itu, perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua merasa
stres, hal ini akan menyebabkan anak semakin stres berada di rumah sakit
(Supartini, 2000).
Masalah utama yang terjadi pada neonatus adalah karena dampak dari
perpisahan dengan orang tua, sehingga ada gangguan pembentukan rasa
percaya dan kasih sayang. Reaksi yang sering muncul pada neonatus adalah
menangis, banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Respon

8
terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan
tubuh yang banyak dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan,
perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan
sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis metabolic
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum,
anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan
dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
2) Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus
lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala
anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius
terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak,
placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali
pusat, dan kesulitan lahir
3) Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis
metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d. Riwayat kesehatan
1) RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan
karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi
mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu
kehamilan.
2) RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia,

9
hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada,
perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan
menagis kurang baik atau tidak menangis.
3) RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang
diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
2) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3) Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada
bleeding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
4) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5) Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
6) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
7) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
8) Thoraks
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
9) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus
costae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia
diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi,
sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
10) Umbilikus

10
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda
infeksi pada tali pusat.
11) Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia
mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.
12) Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeces.
13) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
14) Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan saraf pusat atau adanya patah tulang

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
hipoventilasi/hiperventilasi
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi
ventilasi
d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya
suplai O2 dalam darah

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Auskultasi bunyi 1) Obstruksi jalan napas
tindakan keperawatan napas,dan catat dapat
selama 3 x 24 jam, adanya bunyi napas dimanifestasikan
diharapkan jalan nafas tambahan dengan adnya bunyi
klien kembali efektif tambahan misal
dengan kriteria hasil: ronkhi
11
1) Mempertahankan 2) Kaji / pantau frekuensi 2) pada takipnea
jalan nafas paten pernapasan biasanya ditemukan
dengn bunyi napas pernapasan dapat
bersih / jelas melambat dan
2) Tidak terdapat frekuensi ekspirasi
ronkhi memanjang dibanding
3) RR dalam batas inspirasi.
normal 3) Catat adanya dispnea 3) disfungsi pernapasan
4) Klien tidak sesak adalah variable
nafas biasanya disebabkan
5) Produksi sputum oleh adanya infeksi
berkurang atau reaksi alergi.
4)

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi


Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Pertahankan 1) Untuk menghilangkan
tindakan keperawatan kepatenan jalan nafas mucus yang
selama 3 x 24 jam, dengan melakukan terakumulasi dari
diharapkan pola nafas pengisapan lendir nasofaring, tracea
klien efektif dengan 2) Auskultasi jalan nafas 2) Bunyi nafas
kriteria hasil: untuk mengetahui menurun/tak ada bila
1) Pasien menunjukkan adanya penurunan jalan nafas bstruksi
pola nafas yang ventilasi sekunder. Ronki dan
efektif. mengi menyertai
2) Ekspansi dada obstruksi jalan
simetris. nafas/kegagalan
3) Tidak ada bunyi pernafasan
nafas tambahan. 3) Berikan oksigenasi 3) Memaksimalkan
4) Kecepatan dan irama sesuai kebutuhan bernafas dan
respirasi dalam batas menurunkan kerja
normal. nafas

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi


ventilasi
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Kaji bunyi paru, 1) Penurunan bunyi nafas
tindakan keperawatan frekuensi nafas, dapat menunjukkan
selama 3 x 24 jam, kedalaman nafas dan atelektasis. Ronki,
diharapkan tidak ada produksi sputum mengi menunjukkan
gangguan dalam akumulasi
pertukaran gas dengan secret/ketidakmampua
kriteria hasil: n untuk membersihkan
1) Tidak sesak nafas jalan nafas yang dapat
2) Fungsi paru dalam menimbulkan
batas normal peningkatan kerja
pernafasan
2) Pantau saturasi O2 2) Penurunan kandungan
dengan oksimetri oksigen (PaO2) dan/
saturasi atau
peningkatan PaCO2
menunjukkan
kebutuhan uuntuk
intervensi/perubahan
program terapi

3) Berikan oksigen 3) Alat dalam


tambahan yang sesuai memperbaiki
12
hipoksemia yang
dapat terjadi sekunder
terhadap penurunan
ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar
paru

d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya


suplai O2 dalam darah
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Hindarkan pasien dari 1) Menghindari
tindakan keperawatan kedinginan dan terjadinya hipotermia
selama 3 x 24 jam, tempatkan pada
diharapkan suhu tubuh lingkungan yang
klien normal dengan hangat
kriteria hasil: 2) Monitor temperature 2) Mengetahui terjadinya
1) Temperatur badan dan warna kulit hipotermi
dalam batas normal 3) Monitor TTV 3) Perubahan tanda-tanda
2) Tidak terjadi distres vital yang signifikan
pernafasan akan mempengaruhi
3) Tidak gelisah proses regulasi
ataupun metabolisme
dalam tubuh
4) Jaga temperature suhu 4) Menghindari
tubuh bayi agar tetap terjadinya hipotermi
hangat
5) Tempatkan BBL pada 5) Membantu BBL tetap
inkubator bila perlu berada pada keadaan
yang sesuai dengan
keadaannya

DAFTAR PUSTAKA

13
Dewi. Vivian Nanny. 2011. Asuhan Heonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi
Keenam. Missouri: Mosby Elsevier
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Missouri: Mosby Elsevier
Muslihatun, Wati Nur. 2011. Asuhan Neonatus bayi dan balita. Jogjakarta: Fitra
Maya
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing
Prawiryoharyo, Jarwono. 2010. Buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YPB SP.

14
15

Anda mungkin juga menyukai