Anda di halaman 1dari 4

LEGENDA DESA WATUKARUNG DENGAN NARA SUMBER

1. Mbah Paijo (almarhum)


2. Mbah Sanggi (almarhum)

DALAM LEGENDA INI ADA BEBERAPA TOKOH YANG DICERITAKAN TOKOH


TERSEBUT ANTARA LAIN.

 Gambang Jiwo
 Kyai Gethek Lungit
 Macan Putih
 Ratu Selatan, Bangkorak dan Jengkilong

ADAPUN CERITANYA SEBAGAI BERIKUT

Konon, di pinggir Pesisir Pantai Selatan, tersebutlah Padukuhan Gumulharjo, di padukuhan


ini pada zaman dulu lahir seorang pemuda yang gagah perkasa pemberani dia bernama
Gambang Jiwo. Karena bertempat tinggal di tepi laut, pemuda ini hidup sebagai nelayan.

Untuk meraih kehidupan yang lebih layak pemuda ini sanngat getol dalam menimba ilmu
kanuragan jaya kawijayan, agar menjadi orang dewasa yang tatag tangguh, tanggungjawab,
dan disegani oleh teman-temannya juga seluruh masyarakatnya.

Dalam memperoleh ilmu Gambang Jiwo, pertama berguru kepada Kyai Gethek Lungit, dari
Gethek Lungit ini dia mendapat ilmu yang disebut Aji Manik Banyu. Ilmu ini memiliki
kekuatan bisa menyelam didalam laut dengan waktu yang dikehendaki.

Ilmu yang kedua merupakan suatu kebetulan begini ceritanya : pada suatu malam Gambang
Jiwo memancing ikan laut di bawa tebing. Di tebing itu ada Goa yang di tempati Macan Putih
bersama anaknya.

Konon, pada zaman dulu binatang bisa berbicara seperti manusia. Macan Putih memiliki ilmu
yang disebut Aji Bayu Sirna. Ilmu ini memiliki kekuatan, Aji ini dimantra yang kena mantra
mati seketika.

Ilmu ini, oleh Macan Putih akan diberikan kepada anaknya, itupun menanti jika anaknya
sudah siap menerima, dan waktu memberikannya menanti tengah malam, tidak ada makhluk
lain selesai memberikan wejangan macan putih mati seketika itu juga.

Pada malam itu juga anaknya sudah siap untuk menerima wejangan Aji Bayu sirna dari
ayahnya. Setelah diamati sekitarnya tidak ada manusia dan kutu-kutu walang atogo yang
mendengarkan, macan putih mulai memberikan wejangan kepada anaknya.

Tetapi setelah memberikan wejangan, selesai memejang seketika itu macan putih mati,
anaknya terhentak hatinya, kaget, bingung sambil mengamati lingkungannya dia menangis
bahkan pingsan, sehingga setelah sadar tidak ingat sedikitpun apa wejangan aji yang
diberikan ayahnya, akhirnya dia hidup sendirian tanpa memiliki kekuatan.
Sedangkan semua wejangan Macan Putih, dengan tidak sengaja di dengar jelas oleh
Gambang Jiwo, dengan cepat Aji Bayu Sirna menyatu dengan jiwa dan raga Gambang Jiwo
sehingga ilmu Gambang Jiwa bertambah dan tercukupi.

Karena kehidupan Gambang Jiwa sebagai nelayan, maka semua ilmu yang dimiliki
digunakan untuk menyempurnakan peralatannya di kala memancing. Gambang Jiwa
memiliki Pancing Kencana dan Senar Senggarut.

Senar Senggarut terbuat dari serabut batang senggarut banyak orang mengatakan lulup. Lulup
ini dililit-lilit atau ditampar disambung-sambung sampai panjang, kalau sekarang
menggunakan senar. Senar dan pancing kencana milik Gambang Jiwa diisi dengan mantra
Aji Manik Banyu dan Aji Bayu Sirna, sehingga setiap melaut mendapat ikan yang banyak
dan besar-besar, karena dengan mantra-mantra itu pancing kencananya memiliki daya tarik
bagi ikan, senar senggarutnya melumpuhkan ikan sehingga mudah diambil dan dibawa
pulang, untuk kebutuhan keluarga dan sebagian dibagikan kepada tetangganya.

Ki Gambang Jiwa dikenal sebagai orang berjiwa sosial yang tinggi, bagi pelaut yang
mengalami kendala para pelaut merasa kesulitan untuk masuk ke laut, konon, pada zaman
dulu kanan kiri pantai tertutup oleh dua batu yang sangat besar, berhadap-hadapan dengan
jarak begitu dekat, hanya dipisahkan oleh lorong air yang sempit, kedua batu itu seolah-olah
mau bertarung, banyak orang mengatakan batu tarung, diatas batu itu digunakan untuk tempat
mengadu ayam.

Pada suatu hari gambang jiwo mendatangi orang-orang yang sedang mengadu ayam, dia
melihat dan mengamati ayam yang sedang bertarung, setiap bulu ayam jantan itu dapat
digunakan untuk umpan memancing, bahkan sampai sekarang masih ada orang menggunakan
bulu ayam jantan memancing.

Masalah lorong air yang sempit dan sulit untuk dilalui para pelaut, Gambang Jiwa selalu
berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi di petunjuk, alkhamdulillah petunjuk pun
datang Gambang Jiwa mencoba batu-batu itu dicengkah dengan welah atau dayung yang diisi
dengan mantra dan doa, batu-batu itu didorong ke kiri dan ke kanan.

Atas ridho Alloh SWT batu-batu itu terpisah lebar, tidak menghalangi jalannya para nelayan
untuk melaut, dari peristiwa itulah nama Batu Tarung berubah menjadi Watukarung yang
artinya Watukarung terbuka luas, nelayan bebas mengarungi samudra, mencari ikan untuk
mencukupi kebutuhan hidup dan kehidupan.

Akhirnya Batutarung tidak digunakan tempat mengadu ayam, mulut pantai terbuka lebar
seperti sekarang mulut pantai yang dimaksud adalah di depan Tempat pelelangan Ikan (TPI)
Watukarung, dalam kekeluargaan Gambang Jiwa mempunyai seorang putrid bernama Sri
Kerta Sari, namun banyak orang memanggil Ketro Sari, gadis ini berparas cantik, bersikap
santun dan lembut. Pada suatu hari ada seorang pemuda, dari daerah jauh dan tidak dikenal
asalnya sementara dia mondok atau tinggal bersama di rumah Gambang Jiwo.

Pemuda itu setiap hari pekerjaannya membuat perahu oleh Ki Gambang Jiwo pemuda itu di
panggil Baita. Baito adalah perahu kecil yang terbuat dari kayu munggur atau trembesi atau
kayu lain yang sejenis. Witing tresno jalaran saka kulino, selama bergaul antara Sri Kerto
Sari dan Baito sering bercanda ria, akhirnya cintapun bersemi didalam hati kedua insane
tersebut setelah diketahui oleh Ki Gambang Jiwa, bahwa keduanya ada tanda-tanda kasing
saying maka dimantapkan dan langsung dinikahkan.

Mereka berumah tangga dan bertempat tinggal disuatu tempat dengan tentram dan nyaman
karena ditempati oleh gadis cantik yang bernama Sri Kerta Sari maka pedukuhan ini
dinamakan pedukuhan ketro, untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, Baito juga menjadi
nelayan seperti ayah mertuanya.

Melihat hasil mertuanya melimpah, Baita tertarik untuk melaut dengan menggunakan senur
dan pancing kencana milik sang mertua, ternyata benar setiap pancinngya di lempar ke laut
banyak ikan besar yang memangsa dan terkena pancing dan mudah di tarik ke atas perahu.

Sayangnya pada pancingan terakhir, Baito mendapat suatu halangan pancingnya di makan
ikan besar pancing dan senurnya putus, Baiti pulang dengan rasa cemas, kecewa dan takut
dimarahi istri dan ayah mertuanya. Setelah sampai dirumah, dengan tubuh gemetar Baita
menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada ayah mertua dan istrinya, ayahnya diam
begitu mendengar cerita Baita tetapi tidak menunjukkan kemarahan, ayah mertuanya begitu
mendengar cerita Baita, dengan kata-kata yang lembut dan bijaksana, menasihati menantunya
dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Kemudian Baita diberi mantra Aji Manik Banyu
dan Aji Bayu Sirna disuruh kembali ke dasar laut untuk mencari Pancing Kencana yang
hilang dimakan ikan.

Baita pun berangkat, mohon doa restu kepada istrinya dan ayah mertuanya, sambil
bersumpah tidak akan kembali jika tidak membawa pulang pancing kencana. Konon, dalam
cerita didasar laut ada kerajaan yang sangat besar megah dan indah seperti didaratan banyak
penjilmaan seperti didaratan Baita menyelam beberapa hari didasar samudra, merasa hidup
dialam daratan.

Gerak-gerik Baita yang kesana kemari, mencari pancing kencana itu selalu diawasi oleh
penjaga kerajaan yang bernama Bangkorak. Karena gerak-geriknya mencurigakan akhirnya
Baita ditangkap oleh Bangkorak bersama prajurit terjadilah perlawanan yang seru kedua
pihak. Bangkorak beserta prajurit dapat dilumpuhkan Baita mengutarakan, bahwa
kedatangannya tidak akan mengganngu hanya mencari pancing kencananya yang hilang
dimakan ikan.

Kemudian Bangkorak memberitahu Baita bahwa situasi kerajaan saat ini berkabung, Putri
Sang Ratu sedang sakit tenggorokan yang sangat sangat parah. Mendengar berita itu Baita
dalam hatinya timbul praduga jangan-jangan yang memakan pancing kencana itu adalah Putri
Sang Ratu.

Baito minta kepda Bangkorak untuk diantar menghadap Sang Ratu bahkan Baita
menyanggupkan diri untuk menyembuhkan putrid yang sakit. Sampai di kerajaan Sang Ratu
menyambut Baita dengan baik dan mempersilahkan untuk segera mengobati sakit putrinnya.
Sang putrid diminta membuka mulutnya begitu mulutnya dibuka Baita sangat kaget, ternyata
benar dipangkal tenggorokan Sang Putri terlihat pancing kencana yang bersinar kemilau.
Dengan kesaktian yang dimiliki, Baita mengambil pancing kencana tanpa rasa sakit, seketika
itu Sang Putri sempuh Sang Ratu sangat-sangat gembira.

Atas jasanya, Sang Ratu menawarkan hadiah apa yang diminta Baita, Baita hanya minta
selamat, dan anak cucunya yang melaut tidak diganggu, jika memancing selalu mendapat
ikan banyak, untuk mencukupi kebutuhan hidup selama-lamanya. Permintaan Baita
disanggupi oleh Sang Ratu akhirnya dengan wajah berbunga-bunga Baita mohon pamit
kembali ke daratan dengan membawa pancing kencana.

Datang dirumah Baito disambut keluarga dengan suka cita Pancing Kencana segera
diserahkan kepada ayah mertuanya. Karena Baita mampu dan berhasil menghadapi tantangan
yang sangat berat, untuk meraih kembali memberikan sebutan Baita Jaya.

Pada malam hari Baita menceritakan tentang nama putri Sang Ratu yang memakan Pancing
Kencana itu Sang Ratu menjelaskan bahwa namanya adalah Jeng Kilong. Jeng adalah
sebutan wanita Kilong itu cantik namun wanita memiliki kodrat yang tidak bisa ditiru oleh
laki-laki yaitu kodrat dating bulan, dan sekarang, cerita para nelayan, ikan kilong itu dibagian
tubuhnya ada yang mengeluarkan darah sepertia wanita yang sedang bulanan.

Anda mungkin juga menyukai