Anda di halaman 1dari 3

Aji Batara Agung dengan Putri Karang Meulenu

Di daerah Kutai, Kalimantan Timur hiduplah sosok petinggi yang dihormati, Orang Kutai
menyebut petinggi itu Petinggi Jaitan Layar, dan istrinya bernama Nyai Minak Mampi. Mereka
tinggal di sebuah gunung yang jauh dari keramaian. Mereka berdua belum mempunyai anak.
Hingga pada suatu malam Petinggi itu bermimpi mendapat perintah dari sang Dewata untuk
menghadap. Petinggi itu bersemadi selama 40 hari. Setelah 40 hari dari kegiatan bersemadi itu
sang Petinggi dan Nyai melihat sebuah batu besar berwarna hitam melayang di udara, anehnya
batu itu memancarkan sinar di malam yang gelap gulita itu. Setelah batu hitam itu terjatuh, batu
hitam itu berubah menjadi kotak emas, saat kotak itu dibuka mereka terkejut melihat seorang
bayi mungil diselimuti lampin berwarna kuning. Sang Dewata memberikan petunjuk kepada
Petinggi supaya bayinya diberi nama Aji Batara Agung Dewa Sakti. Aji Batara agung bertambah
hari bertambah sehat dan bertambah menyenangkan hati setiap orang yang melihatnya. Hari
demi hari berganti dan kehidupan di Jahitan Layar kembali seperti biasa Aji Batara Agung
bertumbuh semakin gagah, dewasa, dan berwibawa.

Di lain negeri, Kampung Melanti hidup rukun meskipun serba kekurangan. Disana
hiduplah Petinggi kampung Melanti yang biasanya dijuluki Petinggi Hulu Dusun dan istrinya,
Babu Jaruma. Tepat hari ke 7 petinggi Hulu Dusun dan istrinya merasakan seluruh tubuhnya
semakin lemas karena perut mereka tidak terisi makanan. Mereka pun mencari sisa-sisa makanan
yang bisa mereka makan. Mereka pun menemukan bahan makanan yang membuat mereka
senang akan tetapi kegembiraan itu tidak lama karena saat bahan makanan itu akan dimasak
mereka tidak menemukan sepotong kayu pun. Petinggi itu pun mendongakkan kepalanya dan
melihat kayu-kayu kaso atap rumahnya. Ia pun mengambil parang kemudian memotong
kayunya, tiba-tiba terlihat seekor ular melingkar dan memandang tinggi dengan sorot mata yang
halus seakan-akan minta perlindungan. Ketika ular kecil itu diambil berbagai keajaiban pun
terjadi. Babu Jaruma pun memiliki kegiatan yang baru yakni memelihara seekor ular kecil. Ular
itu semakin tumbuh besar setiap harinya, Babu Jaruma berpikir, "jika naga ini sampai tumbuh
terus dan menyesaki rumah kita tinggal". pada suatu malam sang petinggi bermimpi ia bertemu
dengan seorang gadis yang sangat molek, sang gadis berkata kepada petinggi untuk membuatkan
sebuah tangga agar sang gadis dapat meluncur ke bawah dan diletakkan di sisi kandangnya.
tetapi saat tangga sudah selesai tangga sempat gagal dan hancur karena tidak dapat menahan
berat badan sang Naga. Kemudian sang naga berkata "buatkanlah sekali lagi tangga dari kayu
Lampung sedangkan anak tangganya hendaknya dibuat dari bambu dan diikat dengan akar
lembing." ia juga berkata "jangan lupa bilamana Ananda sudah dapat turun ke tanah hendaknya
ayah dan bunda mengikuti kemana saja Ananda merayap Ananda juga minta agar ayah
membakar wijen hirang serta taburi tubuhku dengan beras kuning jika Ananda merayap sampai
ke sungai dan menenggelamkan diriku kedalam sungai Ananda harapkan agar ayah dan bunda
mengiringi buihku" sang petinggi dan Babu Jaruma mengikuti sesuai perkataan Sang Naga.
Sampai saat di sungai Sang Naga berenang ke hulu kemudian berenang melalui tepian batu dan
menuju ke hilir bolak-balik sebanyak 7 kali, di tempat itu sang naga berenang 3 kali ke kiri
kemudian 3 kali ke kanan dan menyelam. Beberapa saat kemudian angin topan pun bertiup
dengan dahsyatnya dan petinggi beserta istrinya berhasil mencapai tepian. Tiba-tiba sungai
Mahakam penuh dengan buih, demikian pula perahu yang ditumpangi tidak kelihatan air lagi,
seakan-akan mereka berlayar di atas buih yang memutih, saat petinggi berusaha mengayuh
perahunya tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi mereka mengayuh perahu menuju kemala itu,
semakin perahu mendekati terlihat jelas itu bukanlah Kemala melainkan seorang bayi yang
bercahaya terbaring di dalam gong besar. Kedua suami istri itu mengamati gong besar itu tiba-
tiba gong meninggi dan tampak seekor naga menjunjung gong berisikan bayi itu. ketika gong
dan naga meninggi naik di permukaan terlihat seekor lembu yang menjunjung naga itu. petinggi
segera merapatkan perahunya menuju batu pijakan LembuSuana. Perlahan-lahan batu itu
tenggelam beserta Lembusuana dan Sang Naga sampai akhirnya yang tertinggal hanyalah gong
berisikan bayi dari kayangan itu. sang petinggi beserta istrinya pun membawa bayinya ke rumah
mereka dan mereka pun bersyukur kepada sang Dewata atas anugerah yang dilimpahkan. Babu
Jaruma mendengar suara bahwa ia menamai anaknya Putri Karang Melenu.

Putri Karang Melenu sebenarnya bersamaan waktunya dengan upacara serupa yang
diadakan Petinggi Jahitan Layar. Kedua anak tersebut kiriman dari para dewa di kayangan.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun terus berganti. kini Putri Karang
Melenu sudah mulai besar dan lebih dewasa dari usia sebenarnya. Suatu hari, Aji Batara Agung
memandikan tubuhnya dengan buah limau purut Tiga serangkai dan melangir dengan ramuan
wangi ke seluruh tubuhnya. selesai mandi ibu Aji Batara memanggil Aji Batara untuk makan
bersama, saat makan Aji Batara meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk berjalan-jalan.
Dini hari hampir tiba Aji Batara belum ingin memejamkan matanya, Dia terusik ingin membuka
lontar pertenungan yakni lontar yang berisi ramalan nasib dan lain sebagainya. Ketika itu Aji
Batara Agung mendapatkan isyarat waktu yang baik untuk perjalanan ke Majapahit dan juga
ingin mengetahui negeri tempat jodohnya berada. Negeri demi negeri dilihatnya dalam lontar itu
tetapi tidak sesuatu pun tanda yang memperlihatkan jodoh yang ingin dilihatnya dalam lontar Aji
Batara Agung hampir putus asa, tiba-tiba ada sebuah suara tertuju kepada Aji Batara, Aji Batara
terkejut dengan perkataan itu tetapi tetap tenang karena jawaban tentang keingintahuannya akan
segera terwujud, Aji membuka kembali lontar yang sebelumnya telah ditutup. dalam mimpinya
ia seolah-olah diterkam oleh seekor beruang berekor kuning, dia bercerita kepada ibunya dan
ibunya berpendapat makna dari mimpi itu adalah isyarat bahwa Aji harus segera menikah, maka
dari itu ia menunda kepergiannya ke Majapahit karena ingin mencari negeri yang menyimpan
jodohnya. Keesokan harinya, Aji menyuruh 2 punakawan mencari limau purut untuk mandi ia
juga menitipkan ayam jago kepada mereka, keduanya berkeliling di sekitar dusun bersama
dengan ayam jago tersebut. kedua punakawan itu terus berjalan sambil bernyanyi-nyanyi untuk
menghibur diri, punakawan yang satunya menghayal tentang Aji yang akan memasuki gerbang
pernikahan karena asyik menghayal punakawan lengah dan bopongannya longgar sehingga ayam
lompat jauh. Kedua punakawan itu pun mengikuti ayam jago kesayangan Aji, tak terduga ayam
jago itu masuk ke sebuah pekarangan rumah dan luas dan terbang ke atas lalu bertengger di
dahan pohon limau di Dusun Melanti negeri Hulu Dusun. Ayam tersebut melompat memasuki
sebuah kandang yang sengaja dibuka oleh yang empunya kandang. rumah tersebut adalah rumah
Putri Karang Melenu, Putri Karang Melenu meminta kepada punakawan untuk tidak
menceritakan kepada siapa pun tentang perjumpaan mereka dengan Putri, mereka berdua diajak
Putri untuk bermalam di rumahnya dan mereka pun menerimanya, keesokan harinya mereka
berencana pulang ke Jaitan Layar dan mereka meminta kembali ayam tetapi sang Putri
menjawab tidak karena ayam itu sudah kawin dengan ayam betina milik Putri. dan punakawan
pun berkata jika mereka tidak dapat menepati janji bila nanti Aji bertanya tentang ayamnya. Saat
sampai di Jahitan Layar kedua punakawan itu ketakutan dan menceritakan secara panjang lebar
tentang apa yang dialami selama meninggalkan rumah Aji. Aji bertanya-tanya kepada
punakawan tersebut tentang Putri dan punikawan tersebut menjawab pertanyaannya. Setelah itu
Aji merenung akan perkataan kedua punakawan, setelah berdandan dengan serapi-rapinya, Aji
pergi bersama kedua punakawannya itu dan dia terbang di udara menuju Putri Karang Melenu.
Disaat itu pula Putri Karang Melenu sedang bertenun dengan ibundanya, dia bercerita kepada
ibunya tentang mimpinya yaitu jarinya digigit tedung ari dan pinggangnya dibelit tedung wulan,
dan ibunya menjawab tidak berapa lama lagi ada jejaka yang meminang Putri. Aji Batura sampai
di rumah sang putri dan berkata "aku datang ke sini untuk mencari ayam jago ku yang telah
masuk di kandang ayam pemilik rumah ini" dan Babu Jaruma menjawab "tiada ayam Andika
disini" dan Aji pun berkata "itu ayamku, aku kenal betul bunyi kokoknya" . Aji membuka
matanya dan melihat ke kanan, ke kiri, dan ke atas terlihat tempayan besar di atas dan berkata
hatinya bahwa yang dicari terdapat di tempayan itu Aji pun berkata "hai tempayan terbukalah
engkau". Sang Putri keluar dari dalam tempayan dan masuk ke dalam tiang namun Aji tidak
berputus asa, dan terus mengikuti Putri, mereka pun kejar-mengejar, itu terjadi dengan ramai
dalam benda-benda padat. Aji membawa Putri naik ayunan sambil berayun bersama. Aji berkata
"Engkaulah Putri idamanku" dan Putri membalas di dalam hatinya "Rupanya engkau tedung ari
yang menggigit jariku dalam mimpi" aji berkata lagi "engkau adalah calon istri yang selama ini
kucari". Putri berkata "hai, Aji, jika benar engkau kehendak memperistrikan patik sebaiknya
andika pulang dahulu ke negeri andika kemudian baru andika menyuruh orang tua andika
melamar kepada kedua orang tua patik". Aji bersukacita mendengar suara merdu Putri yang tidak
menolak lamarannya. Aji bersama kedua punakawannya berangkat ke Jahitan Layar untuk lapor
kepada orang tuanya, tentang lamarannya. di negeri Hulu Dusun telah berjejalan rakyat yang
ingin melihat utusan dari Jahitan Layar, beberapa saat kemudian rombongan pejalan kaki yang
merupakan utusan aji sampai ke rumah petinggi Hulu Dusun di Melanti. Kedua suami istri baru
itu hidup berkasih-kasihan, hormat-menghormati, dan indah mengindahkan. Dari perkawinan
tersebut lahirlah seorang anak yang sangat rupawan yang diberi nama Paduka Nira.

Anda mungkin juga menyukai