Anda di halaman 1dari 2

Artikel Khusus

TINJAUAN ALKITAB TENTANG PERAYAAN NATAL


Kita bersukacita, karena Yesus telah lahir di dunia. Tetapi, kita lebih bersukacita,
karena Yesus telah mati dan bangkit dari antara orang mati bagi kita. Oleh kebangkitan-
Nya, kita beroleh pembenaran dan dilahirkan kembali (Rm. 4:25; 1 Ptr. 1:3). Jika Yesus
sendiri tak pernah memerintahkan kita untuk setiap tahun memperingati hari ulang tahun-
Nya, yang tak jelas kapan, mengapakah kita merayakannya, dan menganggap sesat orang
lain yang tak merayakannya? “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia
atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau
mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” (Gal. 1:10).
Firman Tuhan (Alkitab) tidak mencatat tanggal Yesus dilahirkan di dunia. Yesus tidak
pernah memerintahkan murid-murid-Nya untuk memperingati hari ulang tahun-Nya. Para
rasul juga tak pernah merayakannya setelah kebangkitan Yesus. Tetapi, tradisi menetapkan
tanggal 25 Desember sebagai hari ulang tahun Yesus. Jelas, bahwa perayaan hari Natal
adalah ajaran dan perintah manusia. Tetapi, apa kata “orang Kristen modern” jika kita tidak
merayakan hari Natal? Kalian sesat! Betapa mudah orang mengecap orang lain sesat, hanya
karena tidak merayakan Natal, yang sebenarnya tidak ada di dalam Alkitab. Orang menjadi
sesat, bukan karena tidak merayakan Natal, melainkan karena tidak mengetahui Kitab Suci
maupun kuasa Allah. Kata Yesus: “Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci
maupun kuasa Allah” (Mat. 22:29).
Seluruh dunia merayakan Natal, sebab Natal adalah milik dunia, bukan milik Kristus!
Jika Natal milik Kristus dan diperintahkan-Nya untuk dirayakan, pasti Ia memberikan
tanggal lahir-Nya. Jika Natal milik Kristus dan diperintahkan-Nya untuk dirayakan, tentu
murid-murid-Nya telah merayakannya ketika Yesus masih hidup di dunia. Jika Natal milik
Kristus dan diperintahkan-Nya untuk dirayakan, tak mungkin para rasul melupakannya.
Jika Natal milik Kristus, bukan dari dunia, pasti dunia menolak dan membenci perayaan
Natal. “Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi
karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah
dunia membenci kamu” (Yoh. 15:19).
Selain itu, kita dapat melihat pada pada perayaan Natal ciri-ciri dari dunia: pesta pora,
tukar menukar hadiah, pelesiran, pemborosan, dsb. Mana mungkin kita menghayati makna
kelahiran Yesus dalam suasana demikian? Natal benar-benar milik dunia. Tanggal 25
Desember adalah hari ulang tahunnya dewa matahari, yang dirayakan oleh orang-orang
Romawi kuno sebagai “Feast of Saturn”. Pada tahun 354, Uskup Liberius dari Roma
memerintahkan umat Kristen untuk memperingati tanggal 25 Desember sebagai hari lahir
Yesus. Jadi, tanggal tersebut diambil alih dari adat istiadat penyembahan berhala agama
kafir. Betapa kita menghina Kristus dengan merayakan Natal, yang merupakan hari ulang
tahun dewa matahari. Apalagi, dengan pesta pora, yang sama sekali tidak memancarkan
kesederhanaan dan kerendahan hati Kristus.
Tidak sedikit orang Kristen dan hamba Tuhan yang dengan jujur mengakui bahwa
Natal memang tidak terdapat di dalam Alkitab. Mereka juga mengakui bahwa tradisi
perayaan Natal diambil-alih dari agama kafir. Dr. Merrill F. Unger, misalnya, menyatakan
dalam Unger’s Bible Dictionary: “Beberapa unsur yang bukan Kristen telah menyelinap
masuk ke dalam perayaan Natal.” Namun demikian, mereka berpendapat bahwa perayaan
Natal bermanfaat untuk dipertahankan, sebab menurut mereka perayaan Natal dapat
dipakai sebagai sarana penginjilan. Secara manusiawi, pendapat ini bagus sekali. Tetapi,
bagaimanakah pendapat Tuhan?
Dalam Perjanjian Lama, ada ketentuan yang keras untuk tidak memakai api biasa
dalam persembahan korban bakaran. Tuhan sendiri yang menyediakan apinya dan
menghanguskannya. Maka ketika kedua anak Harun, Nadab dan Abihu mempersembahkan
korban bakaran dengan “api asing” (api biasa), murkalah Allah. “Kemudian anak-anak
Harun, Nadab dan abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuhkan api ke
dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka
mempersembahkan ke hadapan Tuhan api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada
mereka. Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga
mati” (Im. 11:23-10:1). Mungkin di jaman ini kita takkan mengalami peristiwa seperti
Nadab dan Abihu, dihanguskan api dari Tuhan sehingga mati. Tetapi, hukuman Tuhan akan
tetap menimpa pada orang-orang yang melanggar ketetapan dan kekudusan-Nya. Sebab itu
kita perlu mendengar suara dari sorga berkata: "Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari
padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu
jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.” (Why. 18:4)

Anda mungkin juga menyukai