Anda di halaman 1dari 8

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Jurnal Internasional Kedokteran dan Kesehatan (IJMH)


Vol.1, No.4 Desember 2022
e-ISSN: 2962-1178; p-ISSN: 2962-0880, Hal 116-123

HUBUNGAN USIA IBU DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN KEtuban


pecah dini

Wa Ode Sitti Fidia Husuni1, Andi Sri Hastuti Handayani Usman2,


Nuraisyah Bahar3

Program Studi DIII Kebidanan Akademi Kebidanan Paramata Raha


Jln. Kartika Kota Raha Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara Email :
fidyah.husuni@gmail.com

ABSTRAK
Ketuban pecah dini (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktu
persalinan pada kehamilan aterm. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif
dan survei analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Variabel bebasnya adalah paritas
dan umur ibu, sedangkan variabel terikatnya adalah ketuban pecah dini. Penelitian ini
menggunakan data sekunder pada tahun 2019 hingga 2020. Populasi penelitian ini
adalah seluruh ibu bersalin di ruang VK RSUD Muna Barat yang berjumlah 379 orang, dan
sampel dalam penelitian ini adalah 36 responden yang mengalami PROM. Teknik
pengumpulan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Analisis ini
menggunakan koefisien kontingensi dengan tingkat kesalahan (α = 0,05). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada kehamilan cukup bulan terdapat 66% ibu yang mengalami
PROM pada kelompok umur < 20 tahun dan > 35 tahun dan pada kehamilan cukup bulan
terdapat 71% ibu yang mengalami PROM pada kelompok primipara dan grandemultipara.
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan SPSS diperoleh nilai P value < 0,05 untuk
kelompok umur dan paritas, dimana hasil tersebut menunjukkan terdapat hubungan
antara umur ibu (< 20 dan > 35 tahun) dengan paritas ibu (primipara). dan grade
multipara) dengan kejadian PROM. Diharapkan bidan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, bersalin, dan nifas dapat lebih meningkatkan perannya dalam
memberikan penyuluhan kepada perempuan, baik remaja maupun wanita usia subur,
tentang usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan.

Kata Kunci :Usia ibu, paritas, ketuban pecah dini


Wa Ode Sitti Fidia Husuni (dkk.) 117

PERKENALAN
Ketuban Pecah Dini (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum proses
persalinan dimulai pada kehamilan cukup bulan. Sedangkan Preterm Premature Rupture
of the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry & Strauss, 1998; Brian & Mercer, 2003; Mamede
et al., 2012). Pecahnya ketuban sebelum melahirkan atau pembukaan pada primipara
kurang dari 3 cm, dan pada multipara kurang dari 5 cm. Insidensi prematuritas di seluruh
dunia bervariasi antara 5-10% dan 80% dan terjadi selama kehamilan cukup bulan (Adeniji
et al., 2013; Endale et al., 2016). Angka kejadian KPD berkisar antara 4,5%-6% dari seluruh
kehamilan di Indonesia dan antara 6-12% di luar negeri. Ketuban pecah dini merupakan
masalah penting karena dapat menyebabkan infeksi dan meningkatkan angka kesakitan
dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, 2017). Salah satu dampak PROM pada
bayi adalah terjadinya kelahiran prematur. Sebab, saat cairan ketuban berkurang atau
hilang, tali pusar terjepit di antara janin dan dinding rahim. Hal ini membuat janin
kekurangan nutrisi dan mengurangi pasokan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan cedera
otak bahkan kematian pada bayi. Selain itu, PROM juga dapat mengakibatkan
oligohidramnion. Kondisi ini dapat menyerang janin akibat berkurangnya volume cairan
ketuban yang menyebabkan tali pusat tertekan oleh bagian tubuh janin sehingga aliran
darah dari ibu ke janin berkurang, yang mana akan menyebabkan berkurangnya
pertukaran oksigen dan berlanjut menjadi asfiksia pada bayi baru lahir. Sedangkan pada
ibu, PROM bisa menjadi faktor terjadinya infeksi rahim. Gejalanya dapat dikenali dari
suhu tubuh ibu yang meningkat, keputihan yang tidak normal, vagina berbau tidak
sedap, denyut nadi cepat, dan nyeri perut bagian bawah, dan kondisi tersebut dapat
menyebabkan kematian (Manuaba, 2016).

Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (ICPS) tahun 2015, Angka Kematian
Ibu (AKI) Indonesia adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu di
Indonesia pada tahun 2019 sebanyak 4.221 jiwa dari 4.778.621 kelahiran hidup, dengan
penyebab kematian ibu terbanyak adalah pendarahan (1280 kasus), hipertensi dalam
kehamilan (1066 kasus) dan infeksi (207 kasus) (Kementerian Kesehatan
HUBUNGAN USIA IBU DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN
KETUBAN PECAH DINI

Republik Indonesia, 2018). Angka kematian ibu wilayah Sultra tertinggi terdapat di
Konawe Selatan yaitu 10 kasus, kemudian Buton Tengah 7 kasus, Kolaka dan
Bombana 5 kasus, Wakatobi, Muna, Buton Utara 2 dan 1 kasus, Kolaka Timur,
Kendari, Buton Selatan dan Muna Barat (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara,
2016).
Kematian bayi di Sultra tahun 2016 terbanyak berada di Kabupaten Muna
sebanyak 20 kasus, disusul Kabupaten Buton Utara sebanyak 18 kasus (Dinkes
Sultra, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Hubungan Usia Ibu dan Paritas Terhadap Kejadian
Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Barat”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode survey analitik dengan pendekatan cross-sectional. Variabel bebasnya adalah
umur dan paritas ibu, sedangkan variabel terikatnya adalah ketuban pecah dini.
Penelitian ini menggunakan data sekunder pada tahun 2019 hingga 2020. Populasi
penelitian ini adalah hasil studi dokumentasi yang diambil dari rekam medis mengenai
data ibu melahirkan tahun 2019 hingga 2020 yang mengalami PROM. Teknik
pengambilan sampelnya adalah simple random sampling. Data sekunder yang diperoleh
dianalisis menggunakan analisis univariat dan analisis multivariat.

HASIL
Penelitian ini mengumpulkan data ibu-ibu yang mengalami PROM pada tahun 2020

sampai dengan tahun 2020. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

umur ibu dengan paritas terhadap kejadian PROM pada kehamilan cukup bulan di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Barat. Data tersebut berasal dari data sekunder yaitu

rekam medis.
Wa Ode Sitti Fidia Husuni (dkk.) 119

1. Analisis Univariat
Tabel 1.Analisis univariat ketuban pecah dini, usia dan paritas

Variabel Total Persentase (%)


Insiden PROM
PROM 36 100
Non-PROM 36 100
Usia ibu
<20 dan >35 tahun 35 49
20-35 tahun 37 51
Keseimbangan

Primipara Dan 34 47
Grandemultipara 38 53
Multipara
Sumber: Data sekunder diolah, Juni 2022

Berdasarkan Tabel 1 di atas, terdapat 36 responden melahirkan dengan PROM,


dan 36 responden melahirkan non-PROM. Kemudian untuk kelompok umur, sebaran
umur responden terbanyak adalah <20 &>35 tahun sebanyak 35 responden (49%), dan
antara 20-35 tahun sebanyak 37 responden (51). Dari tabel di atas, kelompok paritas
paritas tertinggi adalah kelompok paritas primipara dan grandemultipara sebanyak 24
responden (47%), dan sisanya multipara sebanyak 38 responden (53%).

2. Analisis Data Bivariat


2.1. Analisis data bivariat mengenai hubungan umur ibu dan paritas terhadap
kejadian PROM pada kehamilan cukup bulan
Hubungan antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini pada
kehamilan cukup bulan dianalisis menggunakan uji bivariat chi-square. Hasil uji
chi-square untuk variabel usia ibu dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Variabel Insiden PROM


HUBUNGAN USIA IBU DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN
KETUBAN PECAH DINI

PROM Non-PROM
Nilai-P
N % N %
Usia ibu
<20 dan >35 tahun 23 66 12 34 0,009
20-35 tahun 13 35 24 65
Keseimbangan

Primipara 24 71 10 29 0,001
Multipara 12 32 26 68
Sumber: Data sekunder diolah, Juni 2022

DISKUSI
Usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini
Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa kelompok ibu berisiko berusia
<20 tahun dan >35 tahun lebih rentan mengalami ketuban pecah dini dibandingkan
kelompok usia 20-35 tahun. Dari hasil analisis chisquare diperoleh p-value < 0,001
yang menunjukkan bahwa umur ibu berpengaruh signifikan terhadap kejadian
PROM. Dalam penelitian ini, 66 persen mengalami PROM pada kelompok usia <20
tahun &>35 tahun pada kehamilan cukup bulan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori yang menyatakan bahwa usia reproduksi normal adalah pada kelompok umur
antara 20 hingga 35 tahun. Pada usia ini, organ reproduksi sudah matang dan
berfungsi maksimal. Sebaliknya jika ibu berada pada kelompok usia di bawah 20
tahun, organ reproduksi wanita belum siap menghadapi kehamilan sehingga dapat
mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi tidak normal. Sedangkan
pada usia diatas 35 tahun terjadi penurunan fungsi organ reproduksi sehingga
mempengaruhi proses embriogenesis sehingga cairan ketuban menjadi lebih encer
dan mudah robek sebelum waktunya (Agatha & Utin, 2016).
Selanjutnya pada kelompok usia 20 hingga 35 tahun, 35 persen ibu mengalami
PROM. Ibu yang mengalami PROM tidak berisiko, hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor lain. Namun pada penelitian ini penulis tidak membandingkannya
dengan ibu bersalin yang tidak mengalami PROM.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa kelompok ibu multipara lebih berisiko
mengalami PROM dibandingkan primipara. Hasil chi-kuadrat
Wa Ode Sitti Fidia Husuni (dkk.) 121

Analisis diperoleh p-value < 0,001 yang menunjukkan adanya hubungan antara
paritas dengan kejadian PROM.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Invansi MP
dan Andini MT (2018) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu
dengan PROM, dan terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan
kejadian PROM.

Paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini


Berdasarkan data pada Tabel 2, kelompok ibu yang berisiko adalah ibu dengan

primipara dan grandemultipara. Kelompok ini lebih rentan terhadap ketuban pecah dini

dibandingkan dengan kelompok multipara. Hasil analisis chi-square diperoleh p-value < 0,001

yang menunjukkan bahwa umur ibu berpengaruh signifikan terhadap kejadian PROM. Dalam

penelitian ini, 71 persen mengalami PROM pada kelompok primipara dan grandemultipara

pada kehamilan cukup bulan. Paritas adalah jumlah kelahiran hidup yang dimiliki seorang

wanita. Primipara adalah wanita yang pertama kali melahirkan dengan janin yang telah

mencapai batas viabilitas, tanpa memandang apakah janin yang dikandungnya masih hidup

atau sudah mati. Multipara adalah seseorang yang mengalami dua kali kehamilan atau lebih

yang berakhir ketika janin telah mencapai batas viabilitas. Sedangkan grandemultipara adalah

wanita yang telah melahirkan lebih dari lima kali (Taufan N, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Titi Maharani (2017), dimana jumlah ibu

yang mengalami PROM lebih banyak pada ibu yang paritasnya hanya satu atau primipara

yaitu sebesar 75,67%, sedangkan ibu dengan paritas 2-4 atau multipara sebesar 57,38. %.

Konsistensi serviks sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada


multipara konsistensi serviks tipis; sehingga memungkinkan terjadinya ketuban
pecah dini lebih tinggi (Fatihah, 2015). Paritas 2-3 merupakan kondisi yang paling
aman jika dilihat dari segi angka kematian dan kesakitan ibu. Semakin tinggi angka
paritas maka ibu akan semakin rentan mengalami kematian akibat komplikasi saat
melahirkan. Ibu dengan grandemultipara akan menjadi seperti itu
HUBUNGAN USIA IBU DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN
KETUBAN PECAH DINI

rentan terhadap berbagai komplikasi terkait penurunan fungsi organ reproduksi.


Sehingga, dapat menimbulkan kelainan pada proses kelahiran. Untuk mengurangi risiko
terjadinya komplikasi akibat paritas yang terlalu tinggi (grandemultipara), penyedia
layanan kesehatan harus berkomitmen dalam memberikan layanan perawatan kehamilan
dan persalinan yang dibutuhkan ibu dengan memberikan informasi dan edukasi melalui
komunikasi yang dapat diterima oleh ibu diantaranya persiapan kehamilan, persalinan
dan nifas.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian hubungan umur ibu dan paritas terhadap
kejadian ketuban pecah dini di RSUD Muna Barat dengan mengambil data
sekunder pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2020, peneliti menyimpulkan
bahwa sebagian ibu bersalin di RSUD Muna Barat Muna Barat mengalami
ketuban pecah dini. Kemudian, usia ibu melahirkan di RSUD Muna Barat memiliki
risiko terjadinya ketuban pecah dini yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun. Hasil perhitungan statistik ditemukan adanya hubungan antara usia ibu
dengan kejadian ketuban pecah dini. Selain itu, ibu dengan paritas hanya satu
atau lebih dari lima mempunyai risiko terjadinya ketuban pecah dini. Selain itu,
hasil uji perhitungan statistik menemukan adanya hubungan antara paritas ibu
dengan kejadian ketuban pecah dini.

Dari kesimpulan di atas, peneliti memberikan beberapa saran. Pertama, bidan


sebagai pemberi layanan kesehatan bagi ibu hamil, bersalin, dan nifas harus lebih
meningkatkan perannya dalam memberikan konseling kepada perempuan, baik
remaja maupun wanita usia subur, tentang usia reproduksi yang aman untuk hamil
dan melahirkan. Kedua, peneliti selanjutnya berharap hasil penelitian ini dapat
membantu dan menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya terkait dengan
kejadian ketuban pecah dini.
Wa Ode Sitti Fidia Husuni (dkk.) 123

REFERENSI

Adeniji, A. ., & Atanda, OO . (2013). Intervensi dan Hasil Neonatal di


Pasien dengan Ketuban Pecah Dini pada dan Di Atas Usia Kehamilan 34
minggu di Fasilitas Kesehatan Tersier di Nigeria.Jurnal Kedokteran &
Penelitian Medis Inggris, 3(4), 1388–1397.
Agatha, & Utin. (2017). Hubungan Usia Kehamilan dan Paritas Ibu Bersalin dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini Pontianak.Jurnal Vokasi Kesehatan, 2(1). http://
ejournal.poltekkespontianak.ac.id/indeks.php/JVK/article/ download
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. (2016).Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2016.Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Manuaba, IB (2016).Ilmu Kebidanan Penyakit dan Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan.EG.
Nugroho, T. (2010).Buku Ajar Ginekologi.Nuha Medika.
Parry, S., & Strauss, JF (1998). Ketuban pecah dini.Baru
Inggris.Jurnal Kedokteran, 338(10), 663–670.
Purwaningtyas, ML, & Prameswari, GNH (2017).Jurnal Kesehatan Masyarakat
Penelitian dan Pengembangan. Dalam: Ilmu Kesehatan Masyarakat, FIK
Universitas Negeri semarang, indonesia (ed.).

Anda mungkin juga menyukai