Anda di halaman 1dari 2

Badan Hukum Perbankan Syariah

Bentuk badan hukum bank syariah berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah Perseroan Terbatas (PT).

Pendirian Bank Syariah

1. Bank Umum Syariah

Regulasi yang mengatur tentang pendirian Bank Umum Syariah dapat ditemukan di Bab III
Pasal 10 sampai 12 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2022 Tahun
2022 tentang Bank Umum Syariah.

Pasal 10 Persyaratan dan mekanisme pendirian Bank terdiri atas:

a. modal disetor;
b. kepemilikan; dan
c. perizinan.

Pasal 11 Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling sedikit


Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah). OJK dapat menetapkan modal disetor
untuk pendirian Bank yang berbeda dari yang ditetapkan dengan pertimbangan tertentu.
Kewajiban modal disetor ini tidak berlaku untuk pendirian Bank hasil pemisahan unit usaha
syariah.

Pasal 12 (1) Bank didirikan dan/atau dimiliki oleh:

a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;


b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara
asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
c. pemerintah daerah.

Pasal 13 Perizinan pendirian Bank dilakukan dalam 2 (dua) tahap:

a. persetujuan prinsip;
b. izin usaha.

2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Regulasi yang mengatur tentang pendirian BPRS dapat ditemukan di Bab II Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26 Tahun 2022 Tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Pasal 3 menyebutkan bahwa BPRS didirikan berdasarkan:

a) permohonan oleh calon PSP;


b) perubahan Izin Usaha BUS menjadi Izin Usaha BPRS;
c) perubahan Izin Usaha BUK menjadi Izin Usaha BPRS;
d) perubahan Izin Isaha BPR menjadi Izin Usaha BPRS; dan
e) perubahan Izin Usaha lembaga keuangan mikro syariah menjadi Izin Usaha BPRS.

Pasal 4 menyebutkan BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

a. WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI;


b. pemerintah daerah; atau
c. gabungan dua pihak atau lebih dari WNI, badan hukum Indonesia dan pemerintah
daerah.

Pasal 5 BPRS harus memiliki anggaran dasar yang memenuhi:

a. persyaratan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan;
b. memuat pernyataan untuk:
1. penambahan modal disetor yang mengakibatkan perubahan PSP;
2. perubahan kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP; dan
3. pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS

Pasal 6 menyebutkan Modal disetor pendirian BPRS ditetapkan paling sedikit:

a. Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di
zona 1;
b. Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di
zona 2; dan
c. Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di zona 3.

Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan jumlah


modal disetor BPRS yang lebih tinggi daripada jumlah modal disetor tersebut. Modal disetor
pendirian BPRS wajib digunakan untuk modal kerja paling sedikit 50% (lima puluh persen).
Adapun pembagian zona pendirian BPRS ditentukan berdasarkan potensi ekonomi dan
tingkat persaingan lembaga keuangan di wilayah provinsi yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai