Anda di halaman 1dari 16

TEORI KOHERENSI, KORESPONDENSI, PRAGMATIS,

PARADIGMATIF

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Filsafat Ilmu

Disusun oleh :

Ayu Indah Wardani (220104638)

Busairi (220104633)

Dosen Pengampu : Dr.Nazaruddin Ismail,MA

FAKULITAS TARBIAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM ALMUSLIM ACEH
2023-2024 M

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur senantiasa kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini yangberjudul ”Teori koherensi,
korespondensi, pragmatis, pradilmatis’’.Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat
dan umatnya.
Isi pembahasan dalam makalah ini, kami mengambil referensi dari
berbagai buku dan situs internet. Dengan segala kerendahan hati kami
menyadari, bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk menjadi bahan
perbaikan demi kesempurnaan makalah ini kedepannya. Akhirnya kami
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya. Semoga dengan
hasil karya kami ini dapat menambah keilmuwan kita semua.

Paya Lipah, 08 Oktober 2023

Kelompok 3

2i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1
1.3 Tujuan ......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................2
2.1 Teori Koherensi , Korespondensi, Pragmatis, Pragmatif..........................2
2.2 Teori dalam Menentukan Kebenaran........................................................3
2.3 Keterkaitan Masing-Masing Teori Kebenar..............................................5
BAB III PENUTUP.....................................................................................12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................12
3.2 Saran ......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................13

3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh
untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang
diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional,
kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus
dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk
pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan
adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas
fenomena tersebut. Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan
dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut
menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan
struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap
kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur,
khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini
harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan
rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur
dengan jelas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja Pengantar teori korespondensi, koherensi, dan pragmatik?
2. Apa saja dan bagaimana Teori dalam Menentukan Kebenaran itu?
3. Bagaimana Keterkaitan Masing-Masing Teori Kebenaran?

1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
2. Mengetahui dan memahami tentang teori paradigm kebenaran.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar teori korespondensi, koherensi, dan pragmatis

Kebenaran ilmu pengetahuan berkenaan dengan kejelasan obyek materi


yang dikajinya sesuai cara pandang tertentu namun menggunakan metode
yang sesuai dengan kaidah yang relevan dan tersistem.
Realitanya, pemikiran manusia sangat bervariasi. Hal tersebut dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor, diantaranya:
1. Faktor alam
2. Faktor lingkungan
3. Pengetahuan yang seseorang dapatkan dari masyarakatnya
1
Inu Kencana mengartikan benar sebagai pengetahuan akal berupa ilmu yang
dibahas menggunakan logika, adapun pengetahuan budi adalah moral yang dibahas
dalam etika, adapun yang dimaksdu dengan pengetahuan indrawi adalah seni yang
berkaitan dengan estetika. Sedangkan maksud dari pengetahuan kepercayaan berupa
agama yang tidak memaksa dan harus diterima secara logika. Etika, estetika, dan
agama islamlah yang terbukti kebenarannya, keindahannya dan kebaikannya. Dalam
bukunya yang lain, Inu Kencana mengartikan kebenaran sebagai nilai utama dalalm
kehidupan manusia. Secara kodrati sifat manusia akan berusaha untuk “memeluk”
kebenaran itu, Kebenaran ilmiah tidak akan bisa lepas dari makna dan fungsi ilmiah
sehingga dapat digunakan dan dimanfaatkan manusia. Dalam mendapatkannya harus
melalui tahap-tahap metode ilmiah. Menurut Vardiansyah, yang dimaksud dengan
kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dan objek.

Contoh klasik evolusi kebenaran yang dirumuskan manusia berdasarkan


pengetahuannya adalah perubahan perspektif yang berasal dari rasionalisme,
empirisme dan berakhir pada kritisme. Siklus yang demikian akan terus berkembang
sesuai dengan gambaran dari Hegel dalam proses dialektika.

1
Jurnal Patawari, Komponen Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Relatif Antitesa terhadap
Komponen Kebenaran Korespondensi, Koherensi, dan Pragmatis, hlm. 2.

2
2.2 Teori dalam Menentukan Kebenaran
Menurut para ahli, ada 3 teori yang dapat digunakan untuk menentukan
kebenaran, yaitu:
1. Teori Korespondensi
Yang dimaksud dengan teori korespondensi adalah teori yang
berdasarkan pada fakta yang obyektif. Dengan teori ini maka sebuah
pernyataan akan benar jika pernyataa tersebut 2 berhubungan dengan fakta
obyektif yang ada. Yang dimaksud dengan fakta obyektif adalah segala
fenomena yang dapat berupa tampilan visual, gelombang suara, rasa
maupun tekstur, dan bisa ditangkap oleh pancaindra .
Contoh yang dapat diambil adalah “di luar terjadi hujan”.
Pernyataan ini akan dianggap benar bila kenyataannya diluar memang
sedang hujan. Peristiwa turunnya hujan dapat ditangkap oleh panca indra.
Namun bila saja peristiwa hujan tidak bisa ditangkap oleh panca indra ,
maka hujan tidak termasuk fakta. Hujan disebut delusi karena berupa
imajinasi dari orang yang menyatakan pernyataan tersebut.
Berdasarkan prinsip verifikasi, semakin banyak jumlah yang
mengatakan pernyataan itu benar, maka kadar kebenarannya semakin
dapat dipercayai. Begitupula sebaliknya. Prinsip ini akan berguna untuk
mengentas kesalahan yang mungkin akan timbul pada seiap individu
ketika merespon kesan-kesan indrawi. Gula yang rasanya memang benar
manis akan terasa pahit jika dicicipi oleh orang yang sakit. Oleh karena
itu, pengujian fakta harus dilakukan secara terukur, berulang-ulang dan
melibatkan banyak responden.
2. Teori Koherensi
“ matahari terbit dari timur”. Secara umum pernyataan itu adalah
benar karena telah diyakini kebenarannya. Dan tidak perlu bagi seseorang
menunggu keesokan harinya untuk membenarkan pernyataan tersebut .
2
Inu Kencana, Pengantar Filsafat I. Refika Aditama. Bandung, 2010, hlm 32.
Inu Kencana Syafi‟i, Filsafat Kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 86.
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: suatu pengantar, Indeks, Jakarta, 2008, hlm 5
Albert J. Ayer dan J, O‟Grady, A dictionary of Philosophycal Quotations, Oxford: Blackwell
Publishers, 1994, hlm. 484

3
Teori koherensi berkembang pada abad ke-19 dibawah pengaruh hegel
dan diikuti oleh pengikut mazhab idealism. Adapun diantaranya adalah
seorang filsuf Britania F. M Bradley (1964-1924).
Menurut teori koherensi, pernyataan akan dinyatakan benar jika
pernyataan tersebut sesuai atau tidak bertentangan dengan pernyataan yang
telah ada sebelumnya dan sudah terbukti kebenarannya. Dalam menyatakan
kebenaran, maka syarat dari teori koherensi adalah konsisten atau tidak akan
bertentangan suatu pernyataan yang baru dengan pernyataan sebelumnya.
Sehingga nama lain dari teori koherensi adalah teori konsistensi.
Contoh dari teori koherensi adalah jumlah sudut bangun ruang
segitiga, pada kenyataannya jumlah sudut semua jenis bangun ruang segitiga
adalah 180◦ sehingga jika ada yang menyatakan jumlah sudut semua bangun
ruang segitiga dibawah atau lebih dari itu. 3 maka tanpa harus melihat bukti
nyata segitiga tersebut kita bisa menilai bahwa pernyataan tersebut salah
karena tidak sesuai dengan postulat. Pernyataan tersebut kontradiksi dengan
postulat yang ada.
Perbedaan antara teori koherensi dengan teori korspondensi terletak
pada dasar pembuktian kebenarannya. Bila teori korenspondensi terletak pada
hubungan antara pernyataan dan fakta yang telah ada maka teori
korespondensi dapat dibuktikan dengan ada atau tidaknya konsistensi antara
pernyataan dengan postulat.
3. Teori Pragmatis
Pencetus teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang berjudul “how to make ideals clear” pada tahun 1878. Untuk
selanjutnya teori ini dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang dominan
dari mereka berkebangsaan Amerika diantaranya, Wiliam James (1863-1931),
John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931), dan C. I.
Lewis.

3
Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004, hlm. 172-173.
Ibid, hlm. 117
Ibid., hlm. 174. Lihat juga Zaprulkhan, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015, hlm. 107-
116.

4
Jujun S. Suriasumantri mengartikan kebenaran pragmatis sebagai
pernyataan yang dianggap benar jika pernyataan ataupun konsekuensinya
akan memberikan manfaat praktis bagi manusia.
Pada teori ini ia akan berlawanan dengan otoritanianisme, intelektualisme,
dan rasionalisme. Sehingga yang dimaksud dengan menguji kebenaran adalah
dengan melihat nilai guna (utility), kemungkinan untuk dikerjakan
(workability) atau kepuasan yang diperoleh.Sehingga pragmatisme dapat
diartikan sebagai aliran yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
benar adalah jika dapat dibuktikan dengan benar melalui akibat-akibat yang
akan ditimbulkannya dan dapat dimanfaatkan nilai praktisnya. Pegangan
pragmatisme adalah logika pengamatan yang kebenarannya akan membawa
manfaat bagi kehidupan manusia dan praktis.
Contoh teori pragmatisme dalam dunia pendidikan seperti di UINSU
Medan, pada prinsip kepraktisan dalam mendapat pekerjaan yang sekaligus
mempengaruhi jumlah peminat mahasiswa untuk mengambil jurusan
tarbiyah. Karena pada pandangan maba, setelah lulus. dari jurusan tarbiyah
akan memudahkan jalannya untuk menjadi guru dan mendapat pekerjaan
yang selanjutnya untuk mempersiapkan dirinya ketika akan sertifikasi guru.4

2.3 Keterkaitan Masing-Masing Teori Kebenaran


Teori-teori kebenaran (korespondensi, koherensi, dan pragmatis)
cenderung kepada saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, oleh
karena itu ketiga teori disatukan kedalam defenisi dari kebenaran. Kebenaran
adalah kesesuaian dari pertimbangan dan ide terhadap fakta pengalaman atau
keadaan alam yang semestinya.
1. Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespondensi, Correspondence Theory of Truth yang
kadang disebut dengan accordance theory of truth, adalah teori yang
4
Jujun S. Sumiasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1990, hlm. 57.
Ibid hlm. 5
H. M. Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. hlm. 241.
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat II, Yogyakarta: Kanisius, 1980, hlm. 130.

5
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika
berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau
objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar itu
apabila ada kesuaian (correspondence) antara rti yang dimaksud oleh suatu
pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyaan atau
pendapat tersebut.16 Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika
ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan
fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang
sesuai dan menyatakan apa adanya.
Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut
realisme. Di antara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, dan
Ramsey. Teori ini banyak dikembangkan oleh Bertrand Russell (1972-
1970).Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris
pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran
tradisional karena .Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern)
mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan atau
realitas yang diketahuinya Problem yang kemudian muncul adalah apakah
realitas itu obyektif atau subyektif? Terdapat dua pandangan dalam
permasalahan ini, realisme epistemologis dan idealisme epistemologis.
Realisme epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang
independen (tidak tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak
dapat mengubahnya bila kita mengalaminya atau memahaminya. Itulah
sebabnya realism epistemologis kadangkala disebut objektivisme.
Sedangkan idealisme epistemologis berpandangan bahwa setiap tindakan
berakhir dalam suatu ide, yang merupakan suatu peristiwa subyektif.20
Kedua bentuk pandangan realistas di atas sangatlah beda. Idealisme
epistemologi lebih menekankan bahwa kebenaran itu adalah apa yang ada
didunia ide. Karenanya melihat merah, rasa manis, rasa sakit, gembira,
berharap dan sebagainya semuanya adalah ide. Oleh sebab itu, idealisme

6
epistemologis sebagaiman didefinisikan di atas sama dengan
subyektivitas.5 Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua
realitas yang berada dihadapan manusia, pernyataan dan kenyataan.
Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antra pernyataan tentan
sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Misal, Semarang ibu kota
Jawa Tengah. Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya
Semarang memang ibukota propinsi Jawa Tengah. Kebenarannya terletak
pada pernyataan dan kenyataan.
Signifikansi teori ini terutama apabila diaplikasikan pada dunia sains
dengan tujuan dapat mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh
semua orang. Seorang ilmuan akan selalu berusaha meneliti kebenaran
yang melekat pada sesuatu secara sungguh-sungguh, sehingga apa yang
dilihatnya itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai contoh, gunung dapat
berjalan. Untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini harus diteliti
dengan keilmuan yang lain yaitu ilmu tentang gunung (geologi), ternyata
gunung mempunyai kaki (lempeng bumi) yang bisa bergerak sehingga
menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Dengan demikian sebuah
pertanyaan tidak hanya diyakini kebenarannya, tetapi harus diragukan
dahulu untuk diteliti, sehingga mendapatkan suatu kebenaran hakiki.

2. Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)


Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran
yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu
pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari
pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Menurut teori ini
kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu
yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan antara
putusanputusan itu sendiri.6
5
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu; Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme, (Yogyakarta:
Rakesarasin, 2001, Edisi-2), hlm. 20.
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu., 114
6
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu., hlm. 116
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu… hlm. 55.

7
Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu
pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih
dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar
jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain
yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.Dengan
demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian
(pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah
diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori
ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi
merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Misal, Semua manusia
membutuhkan air, Ahmad adalah seorang manusia, Jadi, Ahmad
membutuhkan air.
Suatu proposisi itu cenderung benar jika proposisi itu coherent (saling
berhubungan) dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika arti
yang dikandung oleh proposisi coherent dengan pengalaman kita. Bakhtiar
sebagai mana dikutip dari Aholiab Watholi, memberikan standarisasi
kepastian kebenaran dengan sekurang-kurangnya memiliki empat
pengertian, dimana satu keyakinan tidak dapat diragukan kebenarannya
sehingga disebut pengetahuan. Pertama, pengertian yang bersifat
psikologis. Kedua, pengertian yang bersifat logis. Ketiga, menyamakan
kepastian dengan keyakinan yang tidak dapat dikoreksi. Keempat,
pengertian akan kepastian yang digunakan dalam pembicaraan umum, di
mana hal itu di artikan sebagai kepastian yang didasarkan pada nalar yang
tidak dapat diragukan lagi.
Berbeda dengan teori korespondensi yang dianut oleh penganut
realism dan matrealisme, teori koherensi atau konsistensi ini berkembang
pada abad ke-19 dibawah pengaruh hegel dan diikuti oleh pengikut
madzhab idealism. Dia antaranya seorang filsuf Britania F. M Bradley
(1864-1924).Idealisme epistemologi berpandangan bahwa obyek

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu… hlm. 56.

8
pengetahuan, atau kualitas yang kita serap dengan indera kita itu tidaklah
berwujud terlepas dari kesadaran tentang objek tersebut. Karenanya, teori
ini lebih sering disebut dengan istilah subjektivisme. Pemegang teori ini,
atau kaum idealism berpegang, kebenaran itu tergantung pada orang yang
menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa memandang keadaan
real peristiwa-peristiwa. Manusia adalah ukuran segala-galanya, dengan
cara demikianlah interpretasi tentang kebenaran telah dirumuskan kaum
idealism.7
Kalau ditimbang dan dibandingkan dengan teori korespondensi, teori
koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan
teori pertama tadi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai
ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren,
tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya
terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga
hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain,
suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-
pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui
kebenarannya.

3. Teori Pragmatisme (The pramagtic theory of truth.)


Pramagtisme berasal dari bahawa Yunan pragmai, artinya yang
dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang
dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat.Teori kebenaran
pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya
suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori
tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan
harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

7
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu..116.
Ibid, hlm. 117.
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam dimensi Ontologis,............ hlm. 85

9
Pragmatism merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika serikat
akhir abad ke-19, yang menekankan pentingnya akal budi (rasio) sebagai
sarana pemecahan masalah (problem solving) dalam kehidupan manusia
baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Tokoh pragmatism
awal adalah Charles Sander Pierce (1834-1914) yang dikenal juga sebagai
tokoh semiotic, William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
Amsal (2012) menyatakan, menurut teori pragmatis, kebenaran suatu
pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis manusia. Dalam artian, suatu
pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai.8 kegunaan praktis bagi kehidupan
manusia.Teori, hepotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada
akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia
mempunyai nilai praktis.Misal teori pragmatisme dalam dunia pendidikan,
di STAIN Kudus, prinsip kepraktisan (practicality) dalam memperoleh
pekerjaan telah mempengaruhi jumlah mahasiswa baru pada masing-
masing Jurusan. Tarbiyah menjadi fovorit, karena menurut masyarakat
lulus dari Jurusan Tarbiyah bisa menjadi guru dan mendapatkan sertifikasi
guru. Misal lain, mengenai pertanyaan wujud Tuhan yang Esa. Dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah 163-164,Allah menjelaskan tentang wujud-Nya
yang Esa serta menjelaskan tentang penjelasan praktis terhadap pertanyaan
tersebut.
Menimbang teori pragmatisme dengan teori-teori kebenaran
sebelumya, pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter
praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi
bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori.
Kriteria pragmatisme juga diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan
kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan
ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi

8
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
hlm. 51
A Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam dimensi Ontologis,............ hlm. 86.

10
demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat
pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan
maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi
bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang
menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan,
demikian seterusnya.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori kebenaran yang di bahas ada tiga yaitu korespondensi, koherensi, dan
pragmatis. Adapun korespondensi berkaitan dengan pernyataan yang sebelumnya
apakah saling berkaitan dengan pernyataan yang sebelumnya benar atau tidak. Teori
koherensi disebut juga dengan teori konsistensi karena pada teori ini akan melihat
kebenaran pernyataan melalui kekonsitensinya dengan kebenaran yang ada dan tidak
perlu dibuktikan secara langsung. Secara langsung kita akan menganggap pernyataan
salah bila isi pernyataannya tidak benar atau tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Teori pragmatis akan berkaitan dengan nilai guna pada manusia atau praktis. karena
kita ingin menjadi guru.

3.2 Saran
Bahwa setelah menyimak dan membahas lebih jauh lagi terhadap makalah
ini, kami menyadari bahwa Filsafat Ilmu itu sangat berperan sekali untuk mengatasi
krisis kemanusiaan, maka mudah-mudahan kedepannya ilmu ini dapat di gunakan
untuk kelangsungan kehidupan umat manusia yang lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adian, Donny Gahrial, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan,


Bandung: Teraju, 2002, Cet. I.
Al-Hifni, Abdul Mun’im, Mausuah al-Falsafah wa al-Falasifah,
Juz 1, Kairo; Maktabah Madbu>li, 1999.
Bagus, Loren, Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2002
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012.
Fautanu, Idzam, Filsafat Ilmu; Teori dan Aplikasi, Jakarta:
Referensi, 2012.
H. M. Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta
Bulan Bintang, 1978. hlm. 241.
Jujun S. Sumiasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1990, hlm. 57
Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2004, hlm. 172-173
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi:
suatu pengantar, Indeks, Jakarta, 2008, hlm 5.

13

Anda mungkin juga menyukai