Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh
untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang
diperoleh manusia membuahkan prinsip- prinsip yang lewat penalaran rasional,
kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan
harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan
yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu
pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau
simplifikasi atas fenomena tersebut. Struktur pengetahuan manusia menunjukkan
tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan
dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.
Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut.
Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif.
Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak
terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan
naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan
yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional- ilmiah, manusia melakukan
penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.

1.2Rumusan Masalah
1. Apa saja Pengantar teori korespondensi, koherensi, dan pragmatik?
2. Apa saja dan bagaimana Teori dalam Menentukan Kebenaran itu?
3. Bagaimana Keterkaitan Masing-Masing Teori Kebenaran?

1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
2. Mengetahui dan memahami tentang teori paradigm kebenaran.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengantar Teori Korespondensi, Koherensi, Dan Pragmatis

Kebenaran ilmu pengetahuan berkenaan dengan kejelasan obyek


materi yang dikajinya sesuai cara pandang tertentu namun menggunakan
metode yang sesuai dengan kaidah yang relevan dan tersistem.
Realitanya, pemikiran manusia sangat bervariasi. Hal tersebut dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor, diantaranya:
1. Faktor alam
2. Faktor lingkungan
3. Pengetahuan yang seseorang dapatkan dari masyarakatnya
1
Inu Kencana mengartikan benar sebagai pengetahuan akal berupa ilmu yang
dibahas menggunakan logika, adapun pengetahuan budi adalah moral yang
dibahas dalam etika, adapun yang dimaksdu dengan pengetahuan indrawi adalah
seni yang berkaitan dengan estetika. Sedangkan maksud dari pengetahuan
kepercayaan berupa agama yang tidak memaksa dan harus diterima secara logika.
Etika, estetika, dan agama islamlah yang terbukti kebenarannya, keindahannya dan
kebaikannya. Dalam bukunya yang lain, Inu Kencana mengartikan kebenaran
sebagai nilai utama dalalm kehidupan manusia. Secara kodrati sifat manusia akan
berusaha untuk “memeluk” kebenaran itu, Kebenaran ilmiah tidak akan bisa lepas
dari makna dan fungsi ilmiah sehingga dapat digunakan dan dimanfaatkan
manusia. Dalam mendapatkannya harus melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Menurut Vardiansyah, yang dimaksud dengan kebenaran adalah kesesuaian antara
pengetahuan dan objek.
Contoh klasik evolusi kebenaran yang dirumuskan manusia berdasarkan
pengetahuannya adalah perubahan perspektif yang berasal dari rasionalisme,
empirisme dan berakhir pada kritisme. Siklus yang demikian akan terus
berkembang sesuai dengan gambaran dari Hegel dalam proses dialektika.
1
Jurnal Patawari, Komponen Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Relatif Antitesa terhadap Komponen Kebenaran
Korespondensi, Koherensi, dan Pragmatis, hlm. 2.

2.2 Teori dalam Menentukan Kebenaran


Menurut para ahli, ada 3 teori yang dapat digunakan untuk menentukan kebenaran,
yaitu:
1. Teori Korespondensi
Yang dimaksud dengan teori korespondensi adalah teori yang berdasarkan
pada fakta yang obyektif. Dengan teori ini maka sebuah pernyataan akan benar jika
2
pernyataa tersebut berhubungan dengan fakta obyektif yang ada. Yang dimaksud
dengan fakta obyektif adalah segala fenomena yang dapat berupa tampilan visual,
gelombang suara, rasa maupun tekstur, dan bisa ditangkap oleh pancaindra .
Contoh yang dapat diambil adalah “di luar terjadi hujan”. Pernyataan ini akan
dianggap benar bila kenyataannya diluar memang sedang hujan. Peristiwa turunnya
hujan dapat ditangkap oleh panca indra. Namun bila saja peristiwa hujan tidak bisa
ditangkap oleh panca indra , maka hujan tidak termasuk fakta. Hujan disebut delusi
karena berupa imajinasi dari orang yang menyatakan pernyataan tersebut.
Berdasarkan prinsip verifikasi, semakin banyak jumlah yang mengatakan
pernyataan itu benar, maka kadar kebenarannya semakin dapat dipercayai.
Begitupula sebaliknya. Prinsip ini akan berguna untuk mengentas kesalahan yang
mungkin akan timbul pada seiap individu ketika merespon kesan-kesan indrawi.
Gula yang rasanya memang benar manis akan terasa pahit jika dicicipi oleh orang
yang sakit. Oleh karena itu, pengujian fakta harus dilakukan secara terukur, berulang-
ulang dan melibatkan banyak responden.

2. Teori Koherensi
“matahari terbit dari timur”. Secara umum pernyataan itu adalah benar karena
telah diyakini kebenarannya. Dan tidak perlu bagi seseorang menunggu keesokan
harinya untuk membenarkan pernyataan tersebut . Teori koherensi berkembang pada
abad ke-19 dibawah pengaruh hegel dan diikuti oleh pengikut mazhab idealisme.

2
Inu Kencana, Pengantar Filsafat I. Refika Aditama. Bandung, 2010, hlm 32.
Inu Kencana Syafi‟i, Filsafat Kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 86.
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: suatu pengantar, Indeks, Jakarta, 2008, hlm 5
Albert J. Ayer dan J, O‟Grady, A dictionary of Philosophycal Quotations, Oxford: Blackwell Publishers, 1994, hlm. 484
Adapun diantaranya adalah seorang filsuf Britania F. M Bradley (1964-1924).
Menurut teori koherensi, pernyataan akan dinyatakan benar jika
pernyataan tersebut sesuai atau tidak bertentangan dengan pernyataan yang
telah ada sebelumnya dan sudah terbukti kebenarannya. Dalam menyatakan
kebenaran, maka syarat dari teori koherensi adalah konsisten atau tidak
akan bertentangan suatu pernyataan yang baru dengan pernyataan
sebelumnya. Sehingga nama lain dari teori koherensi adalah teori
konsistensi.
Contoh dari teori koherensi adalah jumlah sudut bangun ruang
segitiga, pada kenyataannya jumlah sudut semua jenis bangun ruang
segitiga adalah 180◦ sehingga jika ada yang menyatakan jumlah sudut
semua bangun ruang segitiga dibawah atau lebih dari itu.3 maka tanpa
harus melihat bukti nyata segitiga tersebut kita bisa menilai bahwa
pernyataan tersebut salah karena tidak sesuai dengan postulat. Pernyataan
tersebut kontradiksi dengan postulat yang ada.
Perbedaan antara teori koherensi dengan teori korspondensi
terletak pada dasar pembuktian kebenarannya. Bila teori korenspondensi
terletak pada hubungan antara pernyataan dan fakta yang telah ada maka
teori korespondensi dapat dibuktikan dengan ada atau tidaknya
konsistensi antara pernyataan dengan postulat.
4. Teori Pragmatis
Pencetus teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dalam
sebuah makalah yang berjudul “how to make ideals clear” pada tahun
1878. Untuk selanjutnya teori ini dikembangkan oleh beberapa ahli
filsafat yang dominan dari mereka berkebangsaan Amerika diantaranya,
Wiliam James (1863-1931), John Dewey (1859-1952), George Hobart
Mead (1863-1931), dan C. I. Lewis.
Jujun S. Suriasumantri mengartikan kebenaran pragmatis sebagai
pernyataan yang dianggap benar jika pernyataan ataupun
konsekuensinya akan memberikan manfaat praktis bagi manusia.
3
Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004, hlm. 172-173. Ibid, hlm. 117

Ibid., hlm. 174. Lihat juga Zaprulkhan, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015, hlm. 107-116.
Pada teori ini ia akan berlawanan dengan otoritanianisme,
intelektualisme, dan rasionalisme. Sehingga yang dimaksud dengan
menguji kebenaran adalah dengan melihat nilai guna (utility),
kemungkinan untuk dikerjakan (workability) atau kepuasan yang
diperoleh.Sehingga pragmatisme dapat diartikan sebagai aliran yang
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan benar adalah jika dapat
dibuktikan dengan benar melalui akibat- akibat yang akan ditimbulkannya
dan dapat dimanfaatkan nilai praktisnya. Pegangan pragmatisme adalah
logika pengamatan yang kebenarannya akan membawa manfaat bagi
kehidupan manusia dan praktis.

Contoh teori pragmatisme dalam dunia pendidikan seperti di UINSU


Medan, pada prinsip kepraktisan dalam mendapat pekerjaan yang
sekaligus mempengaruhi jumlah peminat mahasiswa untuk mengambil
jurusan tarbiyah. Karena pada pandangan maba, setelah lulus. dari jurusan
tarbiyah akan memudahkan jalannya untuk menjadi guru dan mendapat
pekerjaan yang selanjutnya untuk mempersiapkan dirinya ketika akan
sertifikasi guru.4

B. Keterkaitan Masing-Masing Teori Kebenaran


Teori-teori kebenaran (korespondensi, koherensi, dan pragmatis)
cenderung kepada saling menyempurnakan daripada saling bertentangan,
oleh karena itu ketiga teori disatukan kedalam defenisi dari kebenaran.
Kebenaran adalah kesesuaian dari pertimbangan dan ide terhadap fakta
pengalaman atau keadaan alam yang semestinya.
1. Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespondensi, Correspondence Theory of
Truth yang kadang disebut dengan accordance theory of truth, adalah
teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar
jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di
alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau
keadaan benar itu apabila ada kesuaian (correspondence) antara rti
yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek
yang dituju oleh pernyaan atau pendapat tersebut.16 Kebenaran atau
suatu keadaan dikatakan benar

Anda mungkin juga menyukai