4. ANALISA DATA
Dari data-data yang telah diperoleh maka dapat dilakukan suatu analisa
mengenai :
• Penggunaan 2 CT dan 3 PT pada KWh meter 3 fasa 3 kawat
• Penggunaan 3 CT dan 3 PT pada KWh meter 3 fasa 4 kawat
• Perbandingan kedua metode tersebut di atas baik itu ditinjau dalam kondisi
yang normal maupun dalam kondisi yang abnormal
• Perhitungan pemilihan CT pada berbagai daya kontrak pelanggan
tegangan menengah
Di samping hal tersebut di atas penulis juga memberikan suatu simulasi
mengenai perbandingan perhitungan daya dan vektor diagram baik untuk sistem 3
kawat maupun 4 kawat sehingga perhitungan daya dan penggambaran vektor
diagram bisa langsung tampil secara cepat dan tepat.
meter. Hubungan inilah yang nantinya bisa membuat KWh meter mengukur
besarnya energi listrik sesuai dengan beban yang dipakai oleh perusahaan tersebut
melalui serangkaian prinsip kerja dari KWh meter itu sendiri.
Pada pelanggan tegangan menengah 20 kV PT “R”, CT yang digunakan
bertipe YHCEI-6AR memiliki rasio 20/5. Adapun maksud dari rasio ini adalah
perbandingan antara arus primer nominal dengan arus sekunder nominal. Maka
dari itu rasionya juga biasa disebut rasio nominal. Namun demikian pada
kenyataannya, CT tidak memberikan nilai perbandingan yang sesuai dengan rasio
nominalnya karena terjadi error rasio yang terjadi akibat rugi-rugi yang ada pada
trafo sebagai akibat timbulnya fluks magnet pada kumparan primernya.
Sebenarnya terdapat suatu rumusan dimana kita bisa menentukan rasio
dari CT yang diperlukan di dalam suatu sistem. Adapun cara yang dipakai adalah
sebagai berikut :
Data yang diketahui
• Besar daya kontrak : 555 kVA
• Tegangan : 20 kV ( pelanggan tegangan menengah)
Nilai arus beban :
S
IL =
3.V
555
IL = A
3.20
IL = 16,021 A
Rasio CT yang dipakai haruslah lebih besar dari nilai dari arus beban untuk
menghindari terjadinya kerusakan pada CT bila terjadi arus beban lebih sehingga
dipilihlah CT dengan rasio : 20/5. Nilai 5 merupakan nilai maksimum arus
sekunder CT yang umum dipakai di pasaran yang merupakan standar nilai dari
rating arus alat-alat ukur.
Untuk menghindari terjadinya insulation breakdown maka pada sisi
sekunder CT ditanahkan demi keamanan peralatan dan juga keselamatan operator
di sekelilingnya.
Sedangkan PT (potential transformer) yang digunakan memiliki tipe YHP-
20 untuk penggunaan indoor dengan isolasi yang dipakai adalah dry epoxy resin.
62
Trafo tegangan ini juga sama halnya dengan trafo arus memiliki rasio nominal.
20000
Rasio yang dimilikinya adalah . Maksudnya adalah bahwa perbandingan
100
antara tegangan sisi primer nominal dengan tegangan sisi sekunder nominal
adalah sebesar nilai tersebut. Dan memang benar pada kenyataannya bahwa
pelanggan tegangan menengah PT ”R” memiliki jaringan tegangan sebesar 20 kV
untuk fasa ke fasanya. Pentanahan PT juga sama dilakukan pada sisi sekundernya
dan biasanya pentanahannya dijadikan satu dengan pentanahan CT.
Jadi jelaslah bahwa fungsi kerja CT adalah memperkecil range arus pada
sistem jaringan tiga fasa melalui perbandingan jumlah lilitan sesuai prinsip kerja
transformator sehingga terjangkau oleh alat-alat pengukuran yang dalam hal ini
adalah KWh meter 3 fasa. Demikian juga halnya dengan PT yang berfungsi
sebagai trafo step down dengan menurunkan tegangan dari 20 kV menjadi 100
Volt sehingga pada nilai tersebut alat ukur KWh meter dapat bekerja sesuai
dengan rating tegangan kerja yang dimilikinya.
yang sama dengan prinsip yang sama dengan KWh meter 1 fasa yang biasanya
ada pada pelanggan rumah tangga hanya saja yang 3 fasa merupakan penjumlahan
dari energi perfasa-nya. Kumparan arus (current coil/cc) dihubungkan seri dengan
sekunder dari CT sedangkan kumparan tegangannya (potential coil/pc)
dihubungkan secara paralel. Kedua jenis kumparan tersebut dililitkan pada inti
besi masing- masing dengan desain khusus sehingga menjadi suatu rangkaian
magnetis. Piringan alumunium ringan digantung di antara sela udara medan
kumparan arus dan medan kumparan tegangan yang menyebabkan arus pusar
menglir pada piringan. Reaksi arus pusar di dalam piringan dan adanya medan
yang timbul pada kumparan tegangan membangkitkan torsi yang menyebabkan
piringan berputar. Torsi yang dibangkitkan sebanding dengan kuat medan
kumparan tegangan dan arus pusar di dalam piringan yang berturut-turut adalah
fungsi kuat medan kumparan arus. Hal ini berarti jumlah putaran piringan
sebanding dengan energi yang telah dipakai oleh beban dalam selang waktu
tertentu dan diukur dalam kilowatt-jam. Poros yang menopang piringan
alumunium dihubungkan melalui susunan roda gigi ke mekanisme jam pada
regisiter alat ukur ini.
Di dalam KWh meter 3 fasa yang digunakan oleh pelanggan tegangan
menengah PT “R” ini terdapat suatu redaman piringan yang diberikan oleh dua
magnet permanen kecil yang ditempatkan saling berhadapan pada sisi piringan.
Bila piringan berputar, magnet-magnet permanen menginduksi arus yang ada pada
piringan. Arus-arus pusar ini bereaksi dengan medan magnet dari magnet
permanen kecil dan meredam gerakan piringan. Untuk KWh meter 3 fasa ini pada
masing- masing fasa mempunyai rangkaian magnet dan piringan tersendiri, tetapi
semua piringan dijumlahkan secara mekanis dan putaran total permenit dari poros
sebanding dengan energi total tiga fasa yang dipakai.
Sementara itu KWh meter di pelanggan ini memakai double tarif yang
maksudnya adalah pengukuran tidak sama sepanjang waktu. Melainkan
dibedakan antara tarif waktu beban puncak (WBP) dengan luar waktu beban
puncak (LWBP).
Di dalam pembacaan KWh meter pada dasarnya besarnya energi yang
telah dipakai oleh pelanggan ditunjukkan dengan angka-angka (register) yang
64
tertera pada alat ukur KWh meter. Jumlah pemakaian yang sebenarnya dihitung
berdasarkan angka-angka yang tertera pada register sebelumnya (awal) yang
dikurangkan terhadap angka-angka yang tertera pada register terakhir (akhir) atau
dapat dinyatakan dengan rumus:
Ø KWh yang terpakai = Selisih pembacaan meter kWh x faktor
meter
Sedangkan :
Ø Selisih pembacaan meter kWh = Penunjukan meter bulan ini - Penunjukan
meter bulan lalu
Ø Faktor Meter = Rasio CT x Rasio PT
Dari sistem yang dipakai oleh pelanggan PT “R” yaitu sistem 3 fasa 3
kawat (3 phase 3 wire) dengan KWh meter 3 fasanya dapat dibuatkan vektor
diagramnya. Namun sebelumnya diperlihatkan dahulu vektor diagram KWh
meter dengan cos ϕ = 1, sedangkan pada kenyataannya semua industri tidak
memiliki cos ϕ < 1 karena beban induktif pasti ada di dalam suatu perindustrian
tak terkecuali pelanggan PT “R” memiliki cos ϕ = 0,85.
VR-S
VR
Ir Cos f =1
-VS
f= 0 o
VT-S
It
VS
VT
Gambar 4.2. Vektor Diagram KWh Meter 3 Kawat dengan Cos ϕ=1
65
VR-S
VR
Cos f = 0,85
Ir
-VS
f = 31,788o
It
VT-S
VS
VT
Dari kedua gambar tersebut dapat kita analisa bahwa cos beda sudut antara
arus dan tegangan merupakan power faktor dari sistem. Bila tak ada beda sudut
antara arus dan tegangan maka nilai cos ϕ=1 karena cos 0° = 1dan ini terjadi bila
beban bersifat resistif murni. Pada pelanggan PT “R” dalam hal ini nilai power
faktornya ( cos ϕ) = 0,85 sehingga diperoleh sudut antara arus dan tegangan
sebesar 31,788° dan ini sifatnya lagging karena arus mendahului tegangan seperti
tampak pada gambar.
Adapun dasar dari pengukuran daya sistem ini sudah diberikan pada bab 2 yaitu
P(3φ) = √3 . VL. IL cos ϕ
Vektor diagramnya ditunjukkan oleh gambar berikut
VR-S
VR
Ir
-VS
30o Øo
VT-S
30o
Øo
It
VS
VT
Untuk lebih mempermudah lagi maka dapat dilihat langsung pada gambar vektor
diagramnya dan akan didapat rumus yang sesuai dengan teori di dalam bab 2
(metoda Aaron) sebagai berikut :
P1 = VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) (4.4)
Dimana θR adalah beda sudut antara arus fasa R (IR) dengan tegangan fasa R (VR)
sedangkan θT merupakan beda sudut antara IT dan VT
masing fasa yaitu R,S dan T. Sedangkan untuk 3 buah PT kumparan primernya
terpasang secara paralel pada masing- masing fasa terhadap netralnya.
Untuk kumparan sekundernya pada CT terhubung langsung dengan KWh
meter yaitu pada bagian kumparan arusnya (current coil) sedangkan sekunder dari
PT terhubung pada kumparan tegangan (potential coil) dari KWh meter. Dalam
hal ini KWh meter yang dipakai adalah KWh meter elektronik. Namun demikan
pada prinsipnya sama hanya saja untuk KWh meter elektronik memiliki feature
yang lebih lengkap dan kompleks.
Pada pelanggan tegangan menengah 20 kV PT “S”, CT yang digunakan
bertipe TFBC-02A untuk penggunaan indoor unit dengan isolasi memakai dry
epoxy resin dan memiliki rasio 25/5. Rasio yang dipakai ini lebih besar bila
dibandingkan dengan pelanggan tegangan menengah PT “R” dikarenakan daya
kontrak yang dimiliki pelanggan tegangan mene ngah PT “S” lebih besar yaitu 865
kVA. Dan seperti yang kita ketahui bahwa pemilihan rasio CT sangat dipengaruhi
oleh perhitungan arus yang melaluinya.
Adapun perhitungan arus dari sistem yang melalui CT sama dengan
perhitungan yang dilakukan pada sistem 3 kawat yaitu sebagai berikut :
Data yang diketahui
• Besar daya kontrak : 865 kVA
• Tegangan : 20 kV ( pelanggan tegangan menengah)
Nilai arus beban :
S
IL =
3.V
865
IL = A
3.20
IL = 24,970 A
Rasio CT yang dipakai haruslah lebih besar dari nilai dari arus beban
untuk menghindari terjadinya kerusakan pada CT bila terjadi arus beban lebih
sehingga dipilihlah CT dengan rasio :25/5. Nilai 5 dalam hal ini merupakan nilai
maksimum arus sekunder CT yang umum dipakai di pasaran yang merupakan
standar nilai dari rating arus alat-alat ukur.
70
Rangkaian listrik dari KWh meter elektronik diatas memiliki 4 kawat dimana 3
kawat merupakan phase (L1, L2, L3) dan 1 kawat merupakan netral (N). KWh ini
71
mendapat masukan dari 3 CT dan 3 PT. Vektor diagram diatas dalam keadaan
seimbang baik pada tegangan, arus dan fasanya yaitu masing- masing berbeda
sebesar 1200 .
Prinsip Kerja
Prinsip kerja KWh: arus I1, I2, I3 dari CT dan tegangan U1, U2, U3 dari PT
masuk ke measuring system yang berupa current sensors dan voltage dividers,
kemudian arus dan tegangan akan dikonversikan ke sinyal digital lewat A/D
converter. Sinyal digital diproses sebagai data hasil pengukuran, hasil pemrosesan
sinyal ditampilkan display maupun disimpan oleh EEPROM untuk dikirim lewat
media komunikasi agar data dapat dilihat jarak jauh.
Tegangan U1, U2, U3 dan N memberikan masukan pada power supply dan
voltage monitor.
72
Keunggulan yang dimiliki oleh KWh meter elektronik ini bila dibandingkan
dengan KWh meter analog adalah :
1. Mempunyai kemampuan di dalam melakukan power quality analysis dan
mengukur harmonisa.
2. Dapat menampilkan sekaligus nilai billing dari KWh dan Kvarh.
3. Dapat diprogram untuk berbagai penggunaan.
Vp = tegangan fasa
Ip = arus fasanya
Adapun vektor diagram dari sistem ini adalah sebagai berikut :
VR
Ir
Cos f = arc cos Øo
Øo
It
VS
VT
Is
Dari kedua besaran di atas maka dapat diperoleh pengukuran daya 3 fasanya yang
diperoleh dari penjumlahan daya pada masing- masing fasanya sebagai berikut :
Daya di fasa R = PR = VR . IR . cos ( θIR -θVR ) (4.7)
Daya di fasa S = P S = VS . IS . cos ( θIS -θVS ) (4.8)
Daya di fasa T = PT = VT . IT . cos ( θIT -θVT ) (4.9)
P total = PR + PS + PT
= VR . IR . cos ( θIR -θVR ) + VS . IS . cos ( θIS -θVS ) + VT . IT .
cos ( θIT -θVT ) Watt (4.10)
4.3. Analisa Perbandingan Kedua Metode pada Kondisi Normal dan Kondisi
Abnormal
4.3.1. Kondisi Normal
Sekarang kita meninjau sistem yang dipakai oleh pelanggan tegangan
menengah 20 kV PT “R” yang menggunakan 2 CT dan 3 PT di dalam sistem
pengukuran energinya. Dalam hal ini sistem yang dipakai adalah sistem 3 kawat
sehingga diperoleh pengukuran daya 3 fasanya adalah sebagai berikut seperti yang
dijelaskan pada sub bab 4.2 persamaan (4.4), (4.5) dan (4.6) :
P1 = VRS . I R . cos (θ R + 30 o )
tegangan VTS dengan arus IT dan juga cosinus beda sudut antara arus IT dengan
tegangan VTS yang nilainya sebesar 30° terhadap VT (lihat gambar 4.4). VTS
merupakan tegangan antara fasa T dengan fasa S sedangkan arusnya adalah arus
dimana CT yang kedua diletakkan yaitu di fasa T. Penjumlahan kedua
persamaan tersebut diatas merupakan total daya yang dipakai di dalam sistem 3
kawat.
Jadi di dalam metode penggunaan 2 CT atau lebih dikenal dengan sistem 3
kawat memberikan 2 persamaan saja didalam perhitungan daya totalnya. Daya
total ini yang nantinya di dalam KWh meter terkalikan dengan waktu sehingga
menjadi besaran energi dalam satuan kilowatt-jam.
Sedangkan vektor diagram dari metode penggunaan 2 CT dan 3 PT yang dipakai
oleh pelanggan tegangan menengah 20 kV PT “R” yaitu :
VR-S
VR
Cos f = 0,85
Ir
-VS
f = 31,788o
It
VT-S
VS
VT
VR
Ir Cos f = 0,86
Ø = 30o
It
VS
VT
Is
• I R = 5,04271∠ 24,1675° A
Fasa S :
• V S = 11100 ∠ 120° V
• I S = 5,03119 ∠ 135,6472° A
Fasa T :
• V T = 11000 ∠ 240° V
• I T = 5,67113 ∠ 259,8111° A
Dari data di atas maka dapat dihitung total daya yang terpakai baik itu
melalui metode 2 CT (3 kawat) dimana CT dipasang pada fasa R dan T maupun
metode 3 CT (4 kawat).
a. Metode 2 CT (3 kawat)
Sebelum menghitung daya total, kita perlu menghitung dulu tegangan
V RS = VR- VS
= 11250 - (11100 cos 120° + j 11100 sin 120°)
= 11250 + 5550 – j 9612,88198
= 16800 – j 9612,88198
= 19355,813 ∠ -29,7779° V
V TS = VT- V S
= (11000 cos 240° + j 11000 sin 240°) – (-5550 +
j 9612,88198)
= -5500 – j9526,279442 + 5550 – j 9612,88198
= 50 – j 19139,16142
= 19139,226 ∠ -89,85031° V
79
Vr-s
Vr
Ir
30o
ØRo
Vt-s
o o
It 30 ØT
Vt Vs
b. Metode 3 CT (4 kawat)
Vr
Ir
o
ØR
It ØT o o
ØS
Is
Vt Vs
Pada metode ini bisa langsung dihitung nilai daya totalnya sesuai
persamaan (4.7), (4.8), (4.9) dan (4.10):
P1 = 11250 x 5,04271 x cos (24,1675 – 0)° Watt
= 51758,201 Watt
• V R = 11000 ∠ 0° V
• I R = 8 ∠ 30° A
Fasa S :
• V S = 11000 ∠ 120° V
• I S = 8 ∠ 150° A
Fasa T :
• V T = 11000 ∠ 240° V
• I T = 8 ∠ 270° A
Maka perhitungan total dayanya :
Sistem 3 kawat :
V RS = VR- VS
= 11000 – (11000 cos 120°+j.11000 sin 120°)
= 16500 + j 9526,279
= 19052,56 ∠ -30° Volt
V TS = VT- V S
= (11000 cos 240° + j11000 sin 240°) –(11000 cos 120°+j 11000
sin120°)
82
= -j19052,56
= 19052,56 ∠ -90°
Maka:
Vr-s
Vr
Ir
o
30
ØRo
Vt-s
o o
It 30 ØT
Vt Vs
Sistem 4 kawat :
Vr
Ir
o
ØR
o
It ØT
Øso
Is
Vt Vs
Dari nilai kondisi normal itula h maka bisa dibandingkan berapa persen
kesalahan pengukuran yang terjadi untuk masing- masing metode bila terjadi
keadaan yang abnormal (salah satu CT mengalami gangguan) :
a. Metode 2 CT (3 kawat)
PT “R” dalam hal ini memakai 2 CT yang masing- masing diserikan
dengan fasa R dan T.
Persamaan perhitungan dayanya :
Ptotal = VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) + VTS . I T . cos (30 o −θ T ) Watt
Bila terjadi gangguan pada salah satu CT-nya baik itu pada fasa R
maupun T yang menyebabkan arus salah satu fasanya terputus (tidak
diterima KWh meternya) akan terjadi keadaan sebagai berikut :
84
• CT di fasa R gangguan
Vr-s
Vr
Ir
o
30 Putus
Vt-s
o o
It 30 ØT
Vt Vs
Vr-s
Vr
Ir
30o
ØRo
Vt-s
o
It 30
Putus
Vt Vs
Ptotal = P1
Ptotal = 76210,24 Watt
86
152420,480
∑ = kesalahan pengukuran (%) = ×100%
228630,72
= 66,666 %
Jadi gangguan di fasa T memberikan kehilangan daya sebesar
66,66 %. Dengan kata lain energi listrik yang tidak terukur
Kwh meter adalah 2/3 dari total energi sistem yang dalam
kondisi normal. Hal ini menyebabkan KWh meter bekerja
kurang normal dan berjalan lebih lambat dari keadaan
normalnya.
b. Metode 3 CT (4 kawat)
Metode yang dipakai oleh pelanggan menengah 20 kV PT “S” ini
memakai 3 CT yang terpasang seri pada setiap fasanya. Persamaan
daya untuk metode ini diberikan sebagai berikut seperti yang telah
disebutkan sebelumnya :
Ptotal = VR . IR . cos ( θIR -θVR ) + VS . IS . cos ( θIS -θVS ) +
VT . IT . cos ( θIT -θVT ) Watt
Sama halnya dengan perlakuan pada metode 2 CT, pada metode ini
juga dilakukan perhitungan daya bila terjadi gangguan pada salah satu
CT-nya sebagai berikut :
88
• CT di fasa R gangguan
Vr
Ir
Putus
o
It ØT
Øso
Is
Vt Vs
• CT di fasa S gangguan
Vr
Ir
ØR o
It Ø To
Is
Vt Vs
Putus
• CT di fasa T gangguan
Vr
Ir
o
Putus ØR
It Øso
Is
Vt Vs
76210,23
∑ = kesalahan pengukuran (%) = × 100%
228630,72
= 33,333 %
Jadi terjadi kehilangan daya sebesar 33,333% atau 1/3 total
energi listrik sistem tidak terukur oleh KWh meter . Hal ini
menyebabkan KWh meter berputar lebih lambat dari kondisi
normalnya.
4.4.1. Pemilihan CT
Melalui contoh perhitungan seperti dibawah ini maka dapat dibuatkan
suatu pentabelan mengenai perhitungan pemilihan CT pada berbagai pelanggan
tegangan menengah 20 kV. Dengan demikian dapat dibandingkan antara CT yang
terpasang dengan CT yang seharusnya terpasang.
Contoh perhitungan :
Ø Besar daya kontrak : 210 kVA
Ø Tegangan : 20 kV
210
Ø Arus beban (IL) = A
3.20
= 6,062 A
Ø Rasio CT yang seharusnya terpasang : 10/5
Ø Rasio CT yang terpasang : 10/5
Ø Pemilihan CT : Benar
4.4.2. Pemilihan PT
Sementara itu di dalam pemilihan PT yang terdapat pada data di sub bab
3.3 tampak jelas sekali bahwa semua pelanggan merupakan pelanggan tegangan
menengah 20 kV hanya daya kontrak kVA-nya saja yang berbeda-beda sehingga
93
20000
20000 3 . Yang membedakan keduanya
pemilihan rasio PT bernilai dan
100 100
3
adalah sistem yang dipakai oleh pelanggan tegangan menengah tersebut dimana
20000
kalau yang memakai sistem 3 kawat maka rasio PT-nya sedangkan
100
20000
3.
pelanggan yang memakai sistem 4 kawat maka rasio PT- nya
100
3
Adapun jumlah pelanggan yang memakai sistem 3 kawat hanya 2
pelanggan dari total 21 pelanggan tegangan menengah sedangkan yang lain
memakai sistem 4 kawat.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa sistem 4 kawat pada pelanggan tegangan
menengah yang biasanya berupa perindustrian lebih sering dipakai bila
dibandingkan dengan sistem 3 kawat.
94
Seperti yang kita lihat pada contoh tabel inputan di atas bahwa inputan
tegangan dan arus yang dimaksud adalah pada sisi tegangan rendahnya. Hal ini
dikarenakan di setiap kita melakukan pengukuran pada umumnya dilakukan pada
sisi tegangan rendahnya. Maksudnya adalah lebih mempermudah kita karena
penguk uran menjadi lebih terjangkau dan keamanan lebih terjamin.
kawat tanpa harus menghitung secara manual dengan membiarkan program yang
menghitungnya.
Untuk lebih jelasnya bila inputan yang diberikan seperti pada tabel 4.3
maka hasil perhitungan akan memberikan nilai sebagai berikut :
Jelas sekali kita bisa melihat bahwa hasil vektor diagram antara sistem 3
kawat dan sistem 4 kawat me mberikan hasil yang berbeda seperti halnya pada
pembahasan sebelumnya juga memberikan hasil yang berbeda meskipun hasil
perhitungan dayanya memberikan nilai yang sama.
VR = a x Vr ∠ θvr
VS = a x Vs ∠ θvs
VT = a x Vt ∠ θvt
a = perbandingan transformasi
VR − S = V R - VS
VT − S = VT - VS
Arus:
I R = I RS + I RT
I S = I SR + I ST
I T = I TR + I TS
dimana
Ir x Vr
IRS = ; θIRS = θ VRS + θIr - θvr
VRS
∴ I RS = IRS ∠ θIRS
I SR = IRS ∠ θIRS + 180
Is x Vs
ITS = ; θITS = θVTS + θIs - θvs
VTS
∴ I TS = ITS ∠ θITS
I ST = ITS ∠ θITS + 180
It x Vt
IRT = ; θIRT = θVRT + θIt - θvt
V RT
∴ I RT = IRT ∠ θIRT
I TR = ITR ∠ θIRT + 180
Dari data tabel 4.3 maka angka-angka yang tercantum pada tabel output simulasi
yaitu tabel 4.5 dan 4.6 bila dibuktikan melalui perhitungan manual sebagai
berikut:
101
VR = 50 x 225 ∠ 0° = 11250 ∠ 0°
I R = I RS + I RT
400x 225
IRS = ; θIRS = -30°+20°-0° = -10°
19355,813
= 4,6498
I RS = 4,6498 ∠ -10°
= 4,579 – j0,807
250x 220
IRT = ; θIRT = 30°+300°-240° = 90°
19269,279
= 2,8543
I RT = 2,8543 ∠ 90°
= j2,8543
∴ IR = 4,579 – j0,807 + j2,8543
= 4,579 – j2,046
= 5,02 ∠ 24,044°
Dari hasil perhitungan secara manual diatas maka hasilnya memberikan nilai yang
sama dengan program simulasi.