Anda di halaman 1dari 43

59

4. ANALISA DATA

Dari data-data yang telah diperoleh maka dapat dilakukan suatu analisa
mengenai :
• Penggunaan 2 CT dan 3 PT pada KWh meter 3 fasa 3 kawat
• Penggunaan 3 CT dan 3 PT pada KWh meter 3 fasa 4 kawat
• Perbandingan kedua metode tersebut di atas baik itu ditinjau dalam kondisi
yang normal maupun dalam kondisi yang abnormal
• Perhitungan pemilihan CT pada berbagai daya kontrak pelanggan
tegangan menengah
Di samping hal tersebut di atas penulis juga memberikan suatu simulasi
mengenai perbandingan perhitungan daya dan vektor diagram baik untuk sistem 3
kawat maupun 4 kawat sehingga perhitungan daya dan penggambaran vektor
diagram bisa langsung tampil secara cepat dan tepat.

4.1. Analisa Penggunaan 2 CT dan 3 PT pada KWh Meter 3 Fasa 3 Kawat


Pada penggunaan metode 2 CT dan 3 PT pada KWh meter 3 fasa 3 kawat
dapat dilakukan analisa terhadap rangkaian pengkawatan, alat ukur KWh- nya dan
pengukuran dayanya.

4.1.1. Rangkaian Pengkawatan 2 CT dan 3 PT (Sistem 3 Kawat)


Seperti yang kita lihat pada data bahwa pelanggan tegangan menengah PT
“R” dengan daya kontrak sebesar 555 kVA menggunakan sistem yang memakai 2
CT dan 3 PT di dalam menghubungkan jaringan ke KWh meter 3 fasanya.
Sistem ini di dalam dunia kelistrikan biasanya dikenal dengan sistem 3 phase 3
wire (3P-3W).
Adapun gambar rangkaian pengkawatan dari sistem 3 fasa 3 kawat dengan
menggunakan 2 CT dan 3 PT beserta KWh meter 3 fasanya adalah sebagai
berikut:
60

Gambar 4.1. Pengkawatan KWh Meter 3 Fasa dengan 2 CT dan 3 PT

Dari gambar di atas maka tampak bahwa sistem memakai 2 CT dan 3 PT


dimana 2 buah CT kumparan primernya masing- masing terpasang secara seri
dengan line yang dalam hal ini terpasang pada fasa R dan T. Sedangkan untuk 3
buah PT kumparan primernya terpasang secara paralel pada masing- masing fasa.
Hal ini tentunya sudah sesuai dengan teori yang ada pada bab 2 sebelumnya
dimana dikatakan bahwa transformator pengukuran yang jenisnya CT (current
transformer) rangkaian primernya terhubung secara seri dengan beban, dan untuk
yang jenisnya PT (potential transformer) rangkaian primernya terhubung paralel
dengan beban.
Sedangkan untuk kumparan sekundernya pada CT terhubung langsung
dengan KWh meter yaitu pada bagian kumparan arusnya (current coil) sedangkan
sekunder dari PT terhubung pada kump aran tegangan (potential coil) dari KWh
61

meter. Hubungan inilah yang nantinya bisa membuat KWh meter mengukur
besarnya energi listrik sesuai dengan beban yang dipakai oleh perusahaan tersebut
melalui serangkaian prinsip kerja dari KWh meter itu sendiri.
Pada pelanggan tegangan menengah 20 kV PT “R”, CT yang digunakan
bertipe YHCEI-6AR memiliki rasio 20/5. Adapun maksud dari rasio ini adalah
perbandingan antara arus primer nominal dengan arus sekunder nominal. Maka
dari itu rasionya juga biasa disebut rasio nominal. Namun demikian pada
kenyataannya, CT tidak memberikan nilai perbandingan yang sesuai dengan rasio
nominalnya karena terjadi error rasio yang terjadi akibat rugi-rugi yang ada pada
trafo sebagai akibat timbulnya fluks magnet pada kumparan primernya.
Sebenarnya terdapat suatu rumusan dimana kita bisa menentukan rasio
dari CT yang diperlukan di dalam suatu sistem. Adapun cara yang dipakai adalah
sebagai berikut :
Data yang diketahui
• Besar daya kontrak : 555 kVA
• Tegangan : 20 kV ( pelanggan tegangan menengah)
Nilai arus beban :
S
IL =
3.V
555
IL = A
3.20
IL = 16,021 A
Rasio CT yang dipakai haruslah lebih besar dari nilai dari arus beban untuk
menghindari terjadinya kerusakan pada CT bila terjadi arus beban lebih sehingga
dipilihlah CT dengan rasio : 20/5. Nilai 5 merupakan nilai maksimum arus
sekunder CT yang umum dipakai di pasaran yang merupakan standar nilai dari
rating arus alat-alat ukur.
Untuk menghindari terjadinya insulation breakdown maka pada sisi
sekunder CT ditanahkan demi keamanan peralatan dan juga keselamatan operator
di sekelilingnya.
Sedangkan PT (potential transformer) yang digunakan memiliki tipe YHP-
20 untuk penggunaan indoor dengan isolasi yang dipakai adalah dry epoxy resin.
62

Trafo tegangan ini juga sama halnya dengan trafo arus memiliki rasio nominal.
20000
Rasio yang dimilikinya adalah . Maksudnya adalah bahwa perbandingan
100
antara tegangan sisi primer nominal dengan tegangan sisi sekunder nominal
adalah sebesar nilai tersebut. Dan memang benar pada kenyataannya bahwa
pelanggan tegangan menengah PT ”R” memiliki jaringan tegangan sebesar 20 kV
untuk fasa ke fasanya. Pentanahan PT juga sama dilakukan pada sisi sekundernya
dan biasanya pentanahannya dijadikan satu dengan pentanahan CT.
Jadi jelaslah bahwa fungsi kerja CT adalah memperkecil range arus pada
sistem jaringan tiga fasa melalui perbandingan jumlah lilitan sesuai prinsip kerja
transformator sehingga terjangkau oleh alat-alat pengukuran yang dalam hal ini
adalah KWh meter 3 fasa. Demikian juga halnya dengan PT yang berfungsi
sebagai trafo step down dengan menurunkan tegangan dari 20 kV menjadi 100
Volt sehingga pada nilai tersebut alat ukur KWh meter dapat bekerja sesuai
dengan rating tegangan kerja yang dimilikinya.

4.1.2. Alat Pengukur KWh Meter Pada Sistem 3 Kawat


Pelanggan PT ”R” di dalam pengukuran energi listriknya memakai KWh
meter 3 fasa yang dibuat oleh PT. METBELOSA dengan karaktersistik tegangan
230/400 V dan arus 5 A. KWh meter ini termasuk jenis KWh meter analog yang
bertipe siklometer dengan 6 digit penunjukkan angka.
Karena energi adalah perkalian antara daya dengan waktu maka tentunya
di dalam KWh meter ini terdapat suatu elemen penghitung waktu sehingga
penunjukkan angka pada register KWh meter merupakan total energi 3 fasa dalam
satuan kilowattjam yang telah terpakai oleh pelanggan.
KWh meter tipe ini juga memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan
yang tipe konvensional yang pembacaan energinya ditunjukkan dengan pointer
karena pada tipe siklometer ini kita sudah bisa membaca secara langsung jumlah
pemakaian energi tanpa harus menghitung terlebih dahulu seperti pada tipe
pointer.
Perhitungan energi pada KWh meter 3 fasa analog yang ada pada
pelanggan PT “R” yang mengggunakan sistem 3 kawat ini mempunyai prinsip
63

yang sama dengan prinsip yang sama dengan KWh meter 1 fasa yang biasanya
ada pada pelanggan rumah tangga hanya saja yang 3 fasa merupakan penjumlahan
dari energi perfasa-nya. Kumparan arus (current coil/cc) dihubungkan seri dengan
sekunder dari CT sedangkan kumparan tegangannya (potential coil/pc)
dihubungkan secara paralel. Kedua jenis kumparan tersebut dililitkan pada inti
besi masing- masing dengan desain khusus sehingga menjadi suatu rangkaian
magnetis. Piringan alumunium ringan digantung di antara sela udara medan
kumparan arus dan medan kumparan tegangan yang menyebabkan arus pusar
menglir pada piringan. Reaksi arus pusar di dalam piringan dan adanya medan
yang timbul pada kumparan tegangan membangkitkan torsi yang menyebabkan
piringan berputar. Torsi yang dibangkitkan sebanding dengan kuat medan
kumparan tegangan dan arus pusar di dalam piringan yang berturut-turut adalah
fungsi kuat medan kumparan arus. Hal ini berarti jumlah putaran piringan
sebanding dengan energi yang telah dipakai oleh beban dalam selang waktu
tertentu dan diukur dalam kilowatt-jam. Poros yang menopang piringan
alumunium dihubungkan melalui susunan roda gigi ke mekanisme jam pada
regisiter alat ukur ini.
Di dalam KWh meter 3 fasa yang digunakan oleh pelanggan tegangan
menengah PT “R” ini terdapat suatu redaman piringan yang diberikan oleh dua
magnet permanen kecil yang ditempatkan saling berhadapan pada sisi piringan.
Bila piringan berputar, magnet-magnet permanen menginduksi arus yang ada pada
piringan. Arus-arus pusar ini bereaksi dengan medan magnet dari magnet
permanen kecil dan meredam gerakan piringan. Untuk KWh meter 3 fasa ini pada
masing- masing fasa mempunyai rangkaian magnet dan piringan tersendiri, tetapi
semua piringan dijumlahkan secara mekanis dan putaran total permenit dari poros
sebanding dengan energi total tiga fasa yang dipakai.
Sementara itu KWh meter di pelanggan ini memakai double tarif yang
maksudnya adalah pengukuran tidak sama sepanjang waktu. Melainkan
dibedakan antara tarif waktu beban puncak (WBP) dengan luar waktu beban
puncak (LWBP).
Di dalam pembacaan KWh meter pada dasarnya besarnya energi yang
telah dipakai oleh pelanggan ditunjukkan dengan angka-angka (register) yang
64

tertera pada alat ukur KWh meter. Jumlah pemakaian yang sebenarnya dihitung
berdasarkan angka-angka yang tertera pada register sebelumnya (awal) yang
dikurangkan terhadap angka-angka yang tertera pada register terakhir (akhir) atau
dapat dinyatakan dengan rumus:
Ø KWh yang terpakai = Selisih pembacaan meter kWh x faktor
meter
Sedangkan :
Ø Selisih pembacaan meter kWh = Penunjukan meter bulan ini - Penunjukan
meter bulan lalu
Ø Faktor Meter = Rasio CT x Rasio PT
Dari sistem yang dipakai oleh pelanggan PT “R” yaitu sistem 3 fasa 3
kawat (3 phase 3 wire) dengan KWh meter 3 fasanya dapat dibuatkan vektor
diagramnya. Namun sebelumnya diperlihatkan dahulu vektor diagram KWh
meter dengan cos ϕ = 1, sedangkan pada kenyataannya semua industri tidak
memiliki cos ϕ < 1 karena beban induktif pasti ada di dalam suatu perindustrian
tak terkecuali pelanggan PT “R” memiliki cos ϕ = 0,85.
VR-S

VR

Ir Cos f =1

-VS

f= 0 o
VT-S

It

VS
VT

Gambar 4.2. Vektor Diagram KWh Meter 3 Kawat dengan Cos ϕ=1
65

VR-S

VR

Cos f = 0,85

Ir
-VS

f = 31,788o
It
VT-S

VS
VT

Gambar 4.3.Vektor Diagram KWh Meter 3 Kawat dengan Cos ϕ=0,85

Dari kedua gambar tersebut dapat kita analisa bahwa cos beda sudut antara
arus dan tegangan merupakan power faktor dari sistem. Bila tak ada beda sudut
antara arus dan tegangan maka nilai cos ϕ=1 karena cos 0° = 1dan ini terjadi bila
beban bersifat resistif murni. Pada pelanggan PT “R” dalam hal ini nilai power
faktornya ( cos ϕ) = 0,85 sehingga diperoleh sudut antara arus dan tegangan
sebesar 31,788° dan ini sifatnya lagging karena arus mendahului tegangan seperti
tampak pada gambar.

4.1.3. Analisa Pengukuran Daya


Di dalam sistem 3 kawat yang menggunakan 2 CT dan 3 PT pada KWh
meter 3 fasa di pelanggan tegangan menengah 20 kV PT “R” dapat dilakukan
analisa terhadap dayanya yang nantinya akan membedakan dengan sistem yang
memakai 4 kawat.
66

Adapun dasar dari pengukuran daya sistem ini sudah diberikan pada bab 2 yaitu
P(3φ) = √3 . VL. IL cos ϕ
Vektor diagramnya ditunjukkan oleh gambar berikut
VR-S

VR

Cos f = arc cos Øo

Ir

-VS

30o Øo

VT-S

30o
Øo
It

VS
VT

Gambar 4.4. Vektor Diagram Pengukuran Daya Sistem 3 Kawat

Dari gambar di atas maka diperoleh rumusan secara vektor sebagai


berikut:
Tegangan fasa R = VR ∠ θVR
Tegangan fasa S = VS ∠ θVS
Tegangan fasa T = VT ∠ θ VT
Karena yang dipakai di dalam pelanggan PT “R” ini adalah sistem 3 kawat
maka perlu dicari tegangan fasa per fasa-nya sebagai berikut :
Tegangan antara fasa R dan S = VRS

Tegangan antara fasa T dan S = VTS

Tegangan antara fasa R dan T = VRT


dimana :
67

VRS = VR − VS = VRS ∠θ VRS = VRS ∠ -30°

VTS = VT − V S = V TS ∠θ VTS = VTS ∠ -90°

VRT = VR − VT = VRT ∠θ VRT = VRT ∠ 30°

Sedangkan nilai arusnya adalah sebagai berikut :


Arus di fasa R = IR ∠ θIR
Arus di fasa S = IS ∠ θIS
Arus di fasa T = IT ∠ θIT
Dari kedua besaran tegangan dan arus di atas maka tentunya akan diperoleh
pengukuran daya untuk sistem 3 kawat (CT terletak pada fasa R dan T) :

P1 = VRS . I R . cos (θ IR − θ VRS ) (4.1)

P2 = VTS . I T . cos (θ IT − θ VTS ) (4.2)

Daya total sistem diperoleh dari penjumlahan kedua daya P1 dan P2 :


Ptotal = P1 + P2

= VRS . I R . cos (θ IR − θ VRS ) + VTS . I T . cos (θ IT − θ VTS ) Watt (4.3)

Untuk lebih mempermudah lagi maka dapat dilihat langsung pada gambar vektor
diagramnya dan akan didapat rumus yang sesuai dengan teori di dalam bab 2
(metoda Aaron) sebagai berikut :
P1 = VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) (4.4)

P2 = VTS . I T . cos (30 o −θ T ) (4.5)

Dimana θR adalah beda sudut antara arus fasa R (IR) dengan tegangan fasa R (VR)
sedangkan θT merupakan beda sudut antara IT dan VT

Ptotal = VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) + VTS . I T . cos (30 o −θ T ) Watt (4.6)

4.2. Analisa Penggunaan 3 CT dan 3 PT pada KWh Meter 3 Fasa 4 Kawat


Demikian halnya pada penggunaan metode 3 CT dan 3 PT pada KWh
meter 3 fasa 4 kawat dapat dilakukan analisa terhadap rangkaian pengkawatan,
alat ukur KWh-nya dan pengukuran dayanya.
68

4.2.1. Rangkaian Pengkawatan 3 CT dan 3 PT (Sistem 4 Kawat)


Sedangkan untuk rangkaian pengkawatan 3 CT dan 3 PT seperti yang kita
lihat pada data pada bab 3 bahwa pelanggan tegangan menengah PT “S” dengan
daya kontrak sebesar 865 kVA memakai 3 CT dan 3 PT di dalam
menghubungkan jaringan ke KWh meter 3 fasanya. Untuk sistem ini di dalam
dunia kelistrikan dikenal dengan sistem 3 phase 4 wire (3P-4W).
Adapun gambar pengkawatan dari sistem 3 fasa 4 kawat dengan menggunakan 3
CT dan 3 PT beserta KWh meter 3 fasanya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.5. Pengkawatan KWh Meter 3 Fasa dengan 3 CT dan 3 PT

Dari gambar di atas tampak bahwa 3 buah CT pada kumparan primernya


terpasang secara seri dengan line yang dalam hal ini terpasang pada masing-
69

masing fasa yaitu R,S dan T. Sedangkan untuk 3 buah PT kumparan primernya
terpasang secara paralel pada masing- masing fasa terhadap netralnya.
Untuk kumparan sekundernya pada CT terhubung langsung dengan KWh
meter yaitu pada bagian kumparan arusnya (current coil) sedangkan sekunder dari
PT terhubung pada kumparan tegangan (potential coil) dari KWh meter. Dalam
hal ini KWh meter yang dipakai adalah KWh meter elektronik. Namun demikan
pada prinsipnya sama hanya saja untuk KWh meter elektronik memiliki feature
yang lebih lengkap dan kompleks.
Pada pelanggan tegangan menengah 20 kV PT “S”, CT yang digunakan
bertipe TFBC-02A untuk penggunaan indoor unit dengan isolasi memakai dry
epoxy resin dan memiliki rasio 25/5. Rasio yang dipakai ini lebih besar bila
dibandingkan dengan pelanggan tegangan menengah PT “R” dikarenakan daya
kontrak yang dimiliki pelanggan tegangan mene ngah PT “S” lebih besar yaitu 865
kVA. Dan seperti yang kita ketahui bahwa pemilihan rasio CT sangat dipengaruhi
oleh perhitungan arus yang melaluinya.
Adapun perhitungan arus dari sistem yang melalui CT sama dengan
perhitungan yang dilakukan pada sistem 3 kawat yaitu sebagai berikut :
Data yang diketahui
• Besar daya kontrak : 865 kVA
• Tegangan : 20 kV ( pelanggan tegangan menengah)
Nilai arus beban :
S
IL =
3.V
865
IL = A
3.20
IL = 24,970 A
Rasio CT yang dipakai haruslah lebih besar dari nilai dari arus beban
untuk menghindari terjadinya kerusakan pada CT bila terjadi arus beban lebih
sehingga dipilihlah CT dengan rasio :25/5. Nilai 5 dalam hal ini merupakan nilai
maksimum arus sekunder CT yang umum dipakai di pasaran yang merupakan
standar nilai dari rating arus alat-alat ukur.
70

Untuk menghindari terjadinya insulation breakdown maka pada sisi


sekunder CT ditanahkan demi keamanan peralatan dan juga keselamatan operator
di sekelilingnya.
Sedangkan PT (potential transfo rmer) yang digunakan memiliki tipe
TFBC-02A untuk penggunaan indoor dengan isolasi yang dipakai adalah dry
20000 100
epoxy resin. Rasio yang dimilikinya adalah : . Maksudnya adalah
3 3
bahwa perbandingan antara tegangan sisi primer nominal dengan tegangan sisi
sekunder nominal adalah sebesar nilai tersebut. Nilai √3 muncul karena PT
dihubungkan secara fasa-netral. Dan sekundernya merupakan nilai rating
tegangan dari KWh meter yang dipakai.
Dengan demikian, pengukuran energi dengan menggunakan KWh meter 3
fasa di pelanggan tegangan menengah 20 KV PT ”S” yang memakai sistem 4
kawat diperlukan adanya current transformer/CT yang menurunkan nilai arus
sistem dari 24,970 menjadi sekitar 5 ampere sehingga dalam rating arus ini dapat
dijangkau oleh alat uk ur KWh meternya. Demikian juga untuk potential
transformernya berfungsi seperti layaknya trafo step down dengan menurunkan
tegangan sistem 20/√3 kV untuk fasa ke netral menjadi 100/√3 V sesuai dengan
rating tegangan yang dimiliki oleh alat ukur pada umumnya.

4.2.2. Alat Pengukur KWh Meter 3 Fasa Pada Sistem 4 Kawat

Gambar 4.6. Skematik Dan Vektor Diagram KWh Meter 4 Kawat

Rangkaian listrik dari KWh meter elektronik diatas memiliki 4 kawat dimana 3
kawat merupakan phase (L1, L2, L3) dan 1 kawat merupakan netral (N). KWh ini
71

mendapat masukan dari 3 CT dan 3 PT. Vektor diagram diatas dalam keadaan
seimbang baik pada tegangan, arus dan fasanya yaitu masing- masing berbeda
sebesar 1200 .

Prinsip Kerja

Gambar 4.7. Skematik Diagram KWh Meter Elektronik

Prinsip kerja KWh: arus I1, I2, I3 dari CT dan tegangan U1, U2, U3 dari PT
masuk ke measuring system yang berupa current sensors dan voltage dividers,
kemudian arus dan tegangan akan dikonversikan ke sinyal digital lewat A/D
converter. Sinyal digital diproses sebagai data hasil pengukuran, hasil pemrosesan
sinyal ditampilkan display maupun disimpan oleh EEPROM untuk dikirim lewat
media komunikasi agar data dapat dilihat jarak jauh.
Tegangan U1, U2, U3 dan N memberikan masukan pada power supply dan
voltage monitor.
72

Ringkasan Prinsip Kerja

Gambar 4.8. Prinsip Kerja KWh Elektronik

Keunggulan yang dimiliki oleh KWh meter elektronik ini bila dibandingkan
dengan KWh meter analog adalah :
1. Mempunyai kemampuan di dalam melakukan power quality analysis dan
mengukur harmonisa.
2. Dapat menampilkan sekaligus nilai billing dari KWh dan Kvarh.
3. Dapat diprogram untuk berbagai penggunaan.

4.2.3. Analisa Pengukuran Daya


Di dalam rangkaian penggunaan 3 CT dan 3 PT dengan sistem 4 kawat
pada KWh meter 3 fasa yang terdapat pada pelanggan tegangan menengah 20 kV
PT “S” dapat dilakukan suatu analisa terhadap pengukuran dayanya.
Adapun dasar dari pengukuran daya sistem ini seperti yang dijelaskan
pada bab 2 yaitu :
P(3ϕ)= 3 Vp . Ip . cos θ
Dimana
73

Vp = tegangan fasa
Ip = arus fasanya
Adapun vektor diagram dari sistem ini adalah sebagai berikut :

VR

Ir
Cos f = arc cos Øo

Øo

It

VS
VT
Is

Gambar 4.9. Vektor Diagram Pengukuran Daya Sistem 4 Kawat

Dari gambar di atas maka diperoleh rumusan secara vektor sebagai


berik ut:
Tegangan fasa R = VR ∠ θVR
Tegangan fasa S = VS ∠ θVS
Tegangan fasa T = VT ∠ θ VT
Sedangkan nilai arusnya adalah sebagai berikut :
Arus di fasa R = IR ∠ θIR
Arus di fasa S = IS ∠ θIS
Arus di fasa T = IT ∠ θIT
74

Dari kedua besaran di atas maka dapat diperoleh pengukuran daya 3 fasanya yang
diperoleh dari penjumlahan daya pada masing- masing fasanya sebagai berikut :
Daya di fasa R = PR = VR  . IR . cos ( θIR -θVR ) (4.7)
Daya di fasa S = P S = VS  . IS . cos ( θIS -θVS ) (4.8)
Daya di fasa T = PT = VT  . IT . cos ( θIT -θVT ) (4.9)
P total = PR + PS + PT
= VR  . IR . cos ( θIR -θVR ) + VS  . IS . cos ( θIS -θVS ) + VT  . IT .
cos ( θIT -θVT ) Watt (4.10)

4.3. Analisa Perbandingan Kedua Metode pada Kondisi Normal dan Kondisi
Abnormal
4.3.1. Kondisi Normal
Sekarang kita meninjau sistem yang dipakai oleh pelanggan tegangan
menengah 20 kV PT “R” yang menggunakan 2 CT dan 3 PT di dalam sistem
pengukuran energinya. Dalam hal ini sistem yang dipakai adalah sistem 3 kawat
sehingga diperoleh pengukuran daya 3 fasanya adalah sebagai berikut seperti yang
dijelaskan pada sub bab 4.2 persamaan (4.4), (4.5) dan (4.6) :

P1 = VRS . I R . cos (θ R + 30 o )

P2 = VTS . I T . cos (30 o −θ T ) +

Ptotal = VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) + VTS . I T . cos (30 o −θ T ) Watt

Dari persamaan di atas tampak bahwa di dalam sistem yang menggunakan


2 CT dan 3 CT atau yang dikenal dengan sistem 3 kawat pengukuran daya
totalnya hanya diberikan oleh 2 persamaan saja.
Sekarang kita meninjau persamaan P1 dimana daya nyatanya diperoleh
dari perkalian antara tegangan VRS dengan arus IR dan juga cosinus beda sudut
antara arus IR dengan tegangan VRS yang nilainya sebesar -30° terhadap VR (lihat
gambar 4.4). Jadi tegangan yang terhitung di dalam sistem 3 kawat ini adalah
tegangan fasa ke fasanya yaitu fasa R terhadap S karena di sistem 3 kawat tidak
menggunakan kawat netral, sedangkan untuk arusnya yang dipakai adalah arus di
fasa mana CT ditempatkan yang dalam hal ini arus di fasa R. Demikian halnya
untuk persamaan P2 perhitungan daya nyatanya merupakan perkalian antara
75

tegangan VTS dengan arus IT dan juga cosinus beda sudut antara arus IT dengan
tegangan VTS yang nilainya sebesar 30° terhadap VT (lihat gambar 4.4). VTS
merupakan tegangan antara fasa T dengan fasa S sedangkan arusnya adalah arus
dimana CT yang kedua diletakkan yaitu di fasa T. Penjumlahan kedua
persamaan tersebut diatas merupakan total daya yang dipakai di dalam sistem 3
kawat.
Jadi di dalam metode penggunaan 2 CT atau lebih dikenal dengan sistem 3
kawat memberikan 2 persamaan saja didalam perhitungan daya totalnya. Daya
total ini yang nantinya di dalam KWh meter terkalikan dengan waktu sehingga
menjadi besaran energi dalam satuan kilowatt-jam.
Sedangkan vektor diagram dari metode penggunaan 2 CT dan 3 PT yang dipakai
oleh pelanggan tegangan menengah 20 kV PT “R” yaitu :

VR-S

VR

Cos f = 0,85

Ir
-VS

f = 31,788o
It
VT-S

VS
VT

Gambar 4.10. Vektor Diagram Sistem 3 Kawat PT “R”


76

Sedangkan di dalam metode penggunaan 3 CT yang ada di pelanggan


tegangan menengah 20 kV PT ”S” perhitungan dayanya diberikan oleh persamaan
(4.7), (4.8), (4.9) dan (4.10) seperti dibawah ini :
P1 = VR  . IR . cos ( θIR -θVR )
P2 = VS  . IS . cos ( θIS -θVS )
P3 = VT  . IT . cos ( θIT -θVT ) +
Ptotal = VR  . IR . cos ( θIR -θVR ) + VS  . IS . cos ( θIS -θVS ) + VT  . IT .
cos ( θIT -θVT ) Watt
Dari persamaan di atas tampak bahwa di dalam sistem yang menggunakan
3 CT dan 3 PT atau yang dikenal dengan sistem 4 kawat pengukuran daya
totalnya diberikan oleh 3 persamaan.
Pada persamaan pertama menunjukkan besarnya daya di fasa R dimana
nilainya merupakan perkalian antara tegangan fasa R terhadap netralnya dengan
arus yang ada di fasa R dan juga cosinus beda sudut antara arus di fasa R dengan
tegangan di fasa R. Jadi VR merupakan tegangan fasa terhadap netral. Demikian
juga halnya sama dengan daya pada fasa S dan T (persamaan 2 dan 3), tegangan
yang dipakai juga merupakan tegangan fasa S terhadap netral dan juga tegangan
fasa T terhadap netral. Dari ketiga persamaan di atas maka penjumlahannya
merupakan total daya yang terpakai di dalam sistem 4 kawat.
Vektor diagram untuk sistem 4 kawat yang digunakan pada pelanggan tegangan
menengah 20 kV PT “S” diberikan sebagai berikut :
77

VR

Ir Cos f = 0,86

Ø = 30o

It

VS
VT
Is

Gambar 4.11. Vektor Diagram Sistem 4 Kawat PT “S”

Jadi jelaslah bahwa metode penggunaan 2 CT (sistem 3 kawat) dan 3 CT


(sistem 4 kawat) memberikan perhitungan total daya yang berbeda caranya
dimana untuk yang menggunakan 2 CT hanya terdapat 2 persamaan sedangkan
yang menggunakan 3 CT memberikan 3 persamaan. Hal itu terjadi karena
tegangan yang dipakai di dalam pengukuran daya untuk sistem 3 kawat adalah
tegangan fasa ke fasanya sedangkan untuk sistem 4 kawat yang dipakai tegangan
fasa terhadap netral. Namun demikian, walaupun terjadi perbedaan di dalam
persamaan perhitungan total daya, nilai akhir dari total daya antara sistem 3 kawat
dan 4 kawat memberikan hasil yang sama dengan syarat terjadi kondisi
pengoperasian yang normal.
Kebenaran hal diatas yaitu mengenai kesamaan nilai total daya kedua
metode dapat dibuktikan sebagai berikut :
78

Dimisalkan terdapat data pengukuran pada sisi tegangan menengah


sebagai berikut :
Fasa R :
• V R = 11250 ∠ 0° V

• I R = 5,04271∠ 24,1675° A
Fasa S :

• V S = 11100 ∠ 120° V
• I S = 5,03119 ∠ 135,6472° A
Fasa T :
• V T = 11000 ∠ 240° V

• I T = 5,67113 ∠ 259,8111° A
Dari data di atas maka dapat dihitung total daya yang terpakai baik itu
melalui metode 2 CT (3 kawat) dimana CT dipasang pada fasa R dan T maupun
metode 3 CT (4 kawat).

a. Metode 2 CT (3 kawat)
Sebelum menghitung daya total, kita perlu menghitung dulu tegangan

antara fasa R dengan S ( V RS ) dan tegangan antara fasa T dengan S ( V TS ).

V RS = VR- VS
= 11250 - (11100 cos 120° + j 11100 sin 120°)
= 11250 + 5550 – j 9612,88198
= 16800 – j 9612,88198
= 19355,813 ∠ -29,7779° V

V TS = VT- V S
= (11000 cos 240° + j 11000 sin 240°) – (-5550 +
j 9612,88198)
= -5500 – j9526,279442 + 5550 – j 9612,88198
= 50 – j 19139,16142
= 19139,226 ∠ -89,85031° V
79

Vr-s

Vr

Ir
30o
ØRo

Vt-s
o o
It 30 ØT

Vt Vs

Gambar 4.12. Vektor Diagram Sistem 3 Kawat Kondisi Normal

Setelah itu kita langsung menghitung dayanya melalui persamaan (4.4)


,(4.5) dan (4.6) sebagai berikut :
P1 = 19355,813 x 5,04271 x cos (30+24,1675)° Watt
= 57446,3346 Watt

P2 = 19139,226 x 5,67113 x cos (30-19,8111)° Watt


= 106778,2436 Watt

∴P total = 164224,5782 Watt


80

b. Metode 3 CT (4 kawat)

Vr

Ir
o
ØR

It ØT o o
ØS

Is
Vt Vs

Gambar 4.13. Vektor Diagram Sistem 4 Kawat Kondisi Normal

Pada metode ini bisa langsung dihitung nilai daya totalnya sesuai
persamaan (4.7), (4.8), (4.9) dan (4.10):
P1 = 11250 x 5,04271 x cos (24,1675 – 0)° Watt
= 51758,201 Watt

P2 = 11100 x 5,03119 x cos (135,6472 – 120)° Watt


= 53776,588 Watt

P3 = 11000 x 5,67113 x cos (259,8111- 240)° Watt


= 58690,334
∴ P total = 164225,123 Watt

Jadi jelas sekali bahwa di dalam penggunaan 2 CT dan 3 CT perhitungan


total daya memberikan hasil yang sama (selisihnya yang kecil dikarenakan
pembulatan pada perhitungan) pada kondisi yang normal sehingga di dalam
aplikasinya kedua sistem bisa dipakai tanpa harus merugikan perusahaan listrik
negara.
81

4.3.2. Kondisi Abnormal


Setelah membahas kedua metode dalam kondisi yang normal, sekarang
akan dibahas bagaimana bila kedua metode berada pada kondisi yang abno rmal
dalam arti salah satu current transformer mengalami gangguan. Mengenai
gangguan apa yang terjadi adalah dikarenakan oleh faktor pelanggan yang
membuat sambungan CT menjadi longgar atau kurang erat ataupun faktor lain
yang mana penulis tidak membahasnya lebih lanjut karena fokusnya pada
pengukuran energi pada sisi yang diterima KWh meternya. Namun sebelumnya
perlu ditunjukkan dulu perhitungan daya sistem dengan beban yang seimbang dan
dalam kondisi yang normal yang nantinya dipakai sebagai acuan untuk
menghitung persen daya yang hilang yang terjadi pada saat salah satu CT
mengalami gangguan.
Kondisi normal beban seimbang :
Fasa R :

• V R = 11000 ∠ 0° V
• I R = 8 ∠ 30° A
Fasa S :
• V S = 11000 ∠ 120° V

• I S = 8 ∠ 150° A
Fasa T :

• V T = 11000 ∠ 240° V
• I T = 8 ∠ 270° A
Maka perhitungan total dayanya :
Sistem 3 kawat :

V RS = VR- VS
= 11000 – (11000 cos 120°+j.11000 sin 120°)
= 16500 + j 9526,279
= 19052,56 ∠ -30° Volt

V TS = VT- V S
= (11000 cos 240° + j11000 sin 240°) –(11000 cos 120°+j 11000
sin120°)
82

= -j19052,56
= 19052,56 ∠ -90°
Maka:

P total = VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) + VTS . I T . cos (30 o −θ T ) Watt

= 19052,56. 8 . cos (30°+30°) + 19052,56 . 8. cos (30°-30°) Watt


= 19052,56. 8 . 0.5 + 19052,56 . 8. 1 Watt
= 228630,72 Watt.

Vr-s

Vr

Ir
o
30
ØRo

Vt-s
o o
It 30 ØT

Vt Vs

Gambar 4.14. Vektor Diagram Sistem 3 Kawat Sebelum Gangguan


83

Sistem 4 kawat :

Vr

Ir
o
ØR

o
It ØT
Øso

Is
Vt Vs

Gambar 4.15. Vektor Diagram Sistem 4 Kawat Sebelum Gangguan

Setelah dilakukan perhitungan sesuai dengan rumusnya maka didapatkan:


P total = VR  . IR . cos ( θIR -θVR ) + VS  . IS . cos ( θIS -θVS ) +
VT . IT . cos ( θIT -θVT ) Watt
P total = 11000.8. cos 30° + 11000.8. cos 30° +11000.8. cos 30°
P total = 228630,72 Watt

Dari nilai kondisi normal itula h maka bisa dibandingkan berapa persen
kesalahan pengukuran yang terjadi untuk masing- masing metode bila terjadi
keadaan yang abnormal (salah satu CT mengalami gangguan) :
a. Metode 2 CT (3 kawat)
PT “R” dalam hal ini memakai 2 CT yang masing- masing diserikan
dengan fasa R dan T.
Persamaan perhitungan dayanya :
Ptotal = VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) + VTS . I T . cos (30 o −θ T ) Watt

Bila terjadi gangguan pada salah satu CT-nya baik itu pada fasa R
maupun T yang menyebabkan arus salah satu fasanya terputus (tidak
diterima KWh meternya) akan terjadi keadaan sebagai berikut :
84

• CT di fasa R gangguan

Vr-s

Vr

Ir
o
30 Putus

Vt-s
o o
It 30 ØT

Vt Vs

Gambar 4.16. Vektor Diagram Sistem 3 Kawat CT Fasa R


Gangguan

Hal ini menyebabkan arus fasa R tidak mengalir pada KWh


meter sehingga:

P1= VRS . I R . cos (θ R + 30 o ) =0

Sementara itu pada persamaan P2 tetap terhitung oleh KWh


meter sebagai berikut:

P2 = VTS . I T . cos (30 o −θ T )

P2 = 19052,56 . 8. cos (30°-30°)


P2 = 152420,480 Watt
Ptotal = P2
Ptotal = 152420,480 Watt
76210,72
∑ = kesalahan pengukuran (%) = × 100%
228630,72
= 33,33 %
Jadi pengukuran daya yang hilang sebesar 33,33 % sehingga
energi listrik yang tidak terhitung oleh KWh meter adalah 1/3
85

dari energi total dalam kondisi normal. Hal ini menyebabkan


KWh meter bekerja 2/3 normal, dampaknya KWh meter
berputar lebih lambat.
• CT di fasa T gangguan

Vr-s

Vr

Ir
30o
ØRo

Vt-s
o
It 30

Putus

Vt Vs

Gambar 4.17. Vektor Diagram Sistem 3 Kawat CT Fasa T


Gangguan

Begitu halnya bila terjadi gangguan CT pada fasa T yang


menyebabkan arus fasa T pada sisi KWh meter terputus maka
perhitungan dayanya hanya persamaan P1 saja.
P1= VRS . I R . cos (θ R + 30 o )

P1= 19052,56 . 8. cos (30°+30°)


P1= 76210,24 Watt
Sedangkan P2 yang mengandung nilai IT nilainya 0 karena IT
sendiri = 0.
P2 = VTS . I T . cos (30 o −θ T ) =0

Ptotal = P1
Ptotal = 76210,24 Watt
86

152420,480
∑ = kesalahan pengukuran (%) = ×100%
228630,72
= 66,666 %
Jadi gangguan di fasa T memberikan kehilangan daya sebesar
66,66 %. Dengan kata lain energi listrik yang tidak terukur
Kwh meter adalah 2/3 dari total energi sistem yang dalam
kondisi normal. Hal ini menyebabkan KWh meter bekerja
kurang normal dan berjalan lebih lambat dari keadaan
normalnya.

Dari keadaan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan salah


satu CT pada sistem 3 kawat memberikan kerugian daya ya ng berbeda
untuk masing- masing CT tergantung besarnya sudut arus terhadap
tegangannya. Berikut adalah perhitungan untuk beberapa besar sudut
antara arus dan tegangan, tetapi untuk mempermudah perhitungan
maka dibuatkan suatu permisalan sebagai berikut:
Karena besar VRS = VTS dan IR = IT maka VRS.IR = VTS. IT
Misalkan S = VRS.I R = VTS. IT
Maka: P1 = S. cos (θR + 30)°
P2 = S. cos (30 - θT )°
Ptotal = S. {cos(θR+30)° + cos (30 - θIT )°}
∑R = kesalahan pengukuran bila CT fasa R gangguan (%)
Ptotal − P2
= x100%
Ptotal
∑T = kesalahan pengukuran bila CT fasa T gangguan (%)
Ptotal − P1
= x100%
Ptotal
Dari hal tersebut diatas maka dapat dibuatkan tabel sebagai berikut :
87

Tabel 4.1. Perhitungan Kesalahan Pengukuran Sistem 3 Kawat


Pada Beberapa Sudut Fasa
Sudut ϕ P1 P2 Ptotal ∑Ρ ∑Τ
(°) (Watt) (Watt) (Watt) (%) (%)
0 0,866S 0,866S 1,732S 50 50
10 0,766S 0,939S 1,705S 44,927 55,073
20 0,643S 0,984S 1,627S 39,520 60,480
30 0,5S S 1,5S 33,333 66,666
40 0,342S 0,984S 1,326S 25,792 74,208
50 0,174S 0,939S 1,113S 15,633 84,367
60 0 0,866S 0,866S 0 100
70 -0,174S 0,766S 0,592S -29,392 129,392
80 -0,342S 0,643S 0,301S -113,621 213,621
90 -0,5S 0,5S 0 ~ ~

b. Metode 3 CT (4 kawat)
Metode yang dipakai oleh pelanggan menengah 20 kV PT “S” ini
memakai 3 CT yang terpasang seri pada setiap fasanya. Persamaan
daya untuk metode ini diberikan sebagai berikut seperti yang telah
disebutkan sebelumnya :
Ptotal = VR  . IR . cos ( θIR -θVR ) + VS  . IS . cos ( θIS -θVS ) +
VT . IT . cos ( θIT -θVT ) Watt
Sama halnya dengan perlakuan pada metode 2 CT, pada metode ini
juga dilakukan perhitungan daya bila terjadi gangguan pada salah satu
CT-nya sebagai berikut :
88

• CT di fasa R gangguan

Vr

Ir

Putus

o
It ØT
Øso

Is
Vt Vs

Gambar 4.18. Vektor Diagram Sistem 4 Kawat CT Fasa R


Gangguan

P1 = VR  . IR . Cos ( θIR -θVR )= 0


P2 = VS  . IS . Cos ( θIS -θVS ) = 11000 . 8.½ √3 = 76210,23
P3 = VT  . IT . Cos ( θIT -θ VT ) = 11000. 8. ½√3 = 76210,23
Ptotal =152420,46W
76210,23
∑ = kesalahan pengukuran (%) = × 100%
228630,72
= 33,333 %
Jadi terjadi kehilangan daya sebesar 33,333% atau 1/3 energi
listrik dari sistem tidak terbaca oleh KWh meter. KWh meter
juga berjalan lebih pelan.
89

• CT di fasa S gangguan

Vr

Ir

ØR o

It Ø To

Is
Vt Vs
Putus

Gambar 4.19. Vektor Diagram Sistem 4 Kawat CT Fasa S


Gangguan

P1 = VR  . IR . cos ( θIR -θVR ) = 11000.8.½ √3 = 76210,23


P2 = VS  . IS . cos ( θIS -θVS ) = 0
P3 = VT  . IT . cos ( θIT -θVT ) = 11000.8.½ √3 = 76210,23
Ptotal =152420,46W
76210,23
∑ = kesalahan pengukuran (%) = × 100%
228630,72
= 33,333 %
Jadi terjadi kehilangan daya sebesar 33,333% atau 1/3 dari total
energi sistem tidak terukur oleh KWh meter. Hal ini
menyebabkan KWh meter bekerja kurang normal dan berputar
lebih lambat.
90

• CT di fasa T gangguan

Vr

Ir
o
Putus ØR

It Øso

Is
Vt Vs

Gambar 2.20. Vektor Diagram Sistem 4 Kawat CT Fasa T


Gangguan

P1 = VR  . IR . cos ( θIR -θVR ) = 11000. 8. ½ √3 = 76210,23


P2 = VS  . IS . cos ( θIS -θVS ) = 11000 . 8. ½ √3= 76210,23
P3 = VT  . IT . cos ( θIT -θVT ) = 0
Ptotal = 152420,46W

76210,23
∑ = kesalahan pengukuran (%) = × 100%
228630,72
= 33,333 %
Jadi terjadi kehilangan daya sebesar 33,333% atau 1/3 total
energi listrik sistem tidak terukur oleh KWh meter . Hal ini
menyebabkan KWh meter berputar lebih lambat dari kondisi
normalnya.

Dari ketiga gangguan di atas maka untuk sistem 4 kawat dapat


disimpulkan bahwa gangguan di salah satu CT-nya menyebabkan
energi listrik yang tidak terukur oleh KWh meter adalah sebesar 1/3
dari total energi sistem.
91

4.4. Analisa Perhitungan Pemilihan CT dan PT pada Berbagai Daya


Kontrak Pelanggan Tegangan Menengah 20 kV
Di dalam pengumpulan data yang ada di bab 3 khususnya pada sub bab 3.3
maka dapat dilakukan suatu analisa mengenai pemilihan CT sudah sesuai atau
tidak antara yang terpasang dengan yang seharusnya terpasang.

4.4.1. Pemilihan CT
Melalui contoh perhitungan seperti dibawah ini maka dapat dibuatkan
suatu pentabelan mengenai perhitungan pemilihan CT pada berbagai pelanggan
tegangan menengah 20 kV. Dengan demikian dapat dibandingkan antara CT yang
terpasang dengan CT yang seharusnya terpasang.
Contoh perhitungan :
Ø Besar daya kontrak : 210 kVA
Ø Tegangan : 20 kV
210
Ø Arus beban (IL) = A
3.20
= 6,062 A
Ø Rasio CT yang seharusnya terpasang : 10/5
Ø Rasio CT yang terpasang : 10/5
Ø Pemilihan CT : Benar

Tabel 4.2. Perhitungan Pemilihan CT pada Berbagai Pelanggan TM 20 kV


Besar Daya Besar Arus beban Rasio Rasio CT Keterangan
Kontrak Tegangan S CT yang
IL=
(kVA) (kV) 3.V terpasang seharusnya
(Ampere) terpasang
210 20 6,062 10/5 10/5 Benar
240 20 6,928 10/5 10/5 Benar
275 20 7,938 10/5 10/5 Benar
300 20 8,660 10/5 10/5 Benar
345 20 9,959 10/5 10/5 Benar
92

Tabel 4.2. Perhitungan Pemilihan CT pada Berbaga i Pelanggan TM 20 kV


(sambungan)
Besar Daya Besar Arus beban Rasio Rasio CT Keterangan
Kontrak Tegangan S CT yang
IL=
(kVA) (kV) 3.V terpasang seharusnya
(Ampere) terpasang
555 20 16,021 20/5 20/5 Benar
690 20 19,918 20/5 20/5 Benar
865 20 24,97 25/5 25/5 Benar
1040 20 30,022 40/5 40/5 Benar
1110 20 32,042 40/5 40/5 Benar
1385 20 39,981 40/5 40/5 Benar
1730 20 49,94 50/5 50/5 Benar
1865 20 53,838 60/5 60/5 Benar
2180 20 62,931 75/5 75/5 Benar
2500 20 72,169 75/5 75/5 Benar
2770 20 79,963 100/5 100/5 Benar
3465 20 100,02 150/5 150/5 Benar
3880 20 112,005 150/5 150/5 Benar
4330 20 124,99 150/5 150/5 Benar
5540 20 159,926 200/5 200/5 Benar
6230 20 179,844 200/5 200/5 Benar

Dari perhitungan semua data pelanggan tegangan menengah maka diperoleh


bahwa pemilihan CT pada masing- masing pelanggan sudah sesuai dengan teori
perhitungannya. Dan dari kedua puluh satu pelanggan 100% pemilihan CT sudah
benar.

4.4.2. Pemilihan PT
Sementara itu di dalam pemilihan PT yang terdapat pada data di sub bab
3.3 tampak jelas sekali bahwa semua pelanggan merupakan pelanggan tegangan
menengah 20 kV hanya daya kontrak kVA-nya saja yang berbeda-beda sehingga
93

20000
20000 3 . Yang membedakan keduanya
pemilihan rasio PT bernilai dan
100 100
3
adalah sistem yang dipakai oleh pelanggan tegangan menengah tersebut dimana
20000
kalau yang memakai sistem 3 kawat maka rasio PT-nya sedangkan
100
20000
3.
pelanggan yang memakai sistem 4 kawat maka rasio PT- nya
100
3
Adapun jumlah pelanggan yang memakai sistem 3 kawat hanya 2
pelanggan dari total 21 pelanggan tegangan menengah sedangkan yang lain
memakai sistem 4 kawat.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa sistem 4 kawat pada pelanggan tegangan
menengah yang biasanya berupa perindustrian lebih sering dipakai bila
dibandingkan dengan sistem 3 kawat.
94

4.5. Simulasi Perbandingan Pengukuran Daya pada Sistem 3 Kawat dan 4


Kawat
Sehubungan dengan adanya permasalahan mengenai perbandingan
penggunaan 2 CT (sistem 3 kawat) dengan 3 CT (sistem 4 kawat) maka untuk
mempermudah dan mempercepat perhitungan daya pada masing- masing metode
dibuatkan suatu simulasi yang secara langsung memberikan hasil akhir
perhitungan daya dan vektor diagram dari masing- masing sistem.

4.5.1. Inp utan Data


Di dalam program simulasi ini diperlukan suatu inputan yang perlu diisi oleh
pengguna sehingga program nantinya akan menghitung secara otomatis kedua
metode baik itu sistem 3 kawat maupun sistem 4 kawat.
Berikut adalah suatu tampilan input yang perlu kita isi yang nantinya akan
menentukan besarnya perhitungan daya.
Adapun input yang perlu diisi adalah :
• Besar tegangan fasa R beserta sudut fasanya (biasanya fasa R
dipakai sebagai sudut referensi yaitu sudut 0°)
• Besar tegangan fasa S beserta sudut fasanya
• Besar tegangan fasa T beserta sudut fasanya
• Besar arus fasa R beserta sudut fasanya
• Besar arus fasa S beserta sudut fasanya
• Besar arus fasa T beserta sudut fasanya
Contoh dari inputan diberikan sebagai berikut :

4.3. Tabel Inputan Program Simulasi


DATA :
FASA V ∠ SUDUT I ∠ SUDUT
Fasa R 225.00 ∠ 0.00 400.00 ∠ 20.00
Fasa S 222.00 ∠ 120.00 250.00 ∠ 100.00
Fasa T 220.00 ∠ 240.00 250.00 ∠ 300.00
95

Gambar 4.21. Tampilan Input pada Program Simulasi

Seperti yang kita lihat pada contoh tabel inputan di atas bahwa inputan
tegangan dan arus yang dimaksud adalah pada sisi tegangan rendahnya. Hal ini
dikarenakan di setiap kita melakukan pengukuran pada umumnya dilakukan pada
sisi tegangan rendahnya. Maksudnya adalah lebih mempermudah kita karena
penguk uran menjadi lebih terjangkau dan keamanan lebih terjamin.

4.5.2. Hasil Perhitungan


Setelah kita memasukkan inputan kita, maka secara otomatis program
akan menghitung besar daya baik yang ada di sisi tegangan rendahnya maupun di
sisi tegangan menengahnya. Untuk di sisi tegangan menengah, kita akan
mendapatkan 2 hasil perhitungan yaitu perhitungan daya sistem 3 kawat dan
perhitungan daya sistem 4 kawat. Dari sinilah maka kita mendapatkan hasil yang
secara langsung dapat kita lihat baik untuk yang sistem 3 kawat maupun sistem 4
96

kawat tanpa harus menghitung secara manual dengan membiarkan program yang
menghitungnya.
Untuk lebih jelasnya bila inputan yang diberikan seperti pada tabel 4.3
maka hasil perhitungan akan memberikan nilai sebagai berikut :

4.4. Tabel Perhitungan Sisi Tegangan Rendah


Sisi Tegangan Rendah :
Fasa V ∠ Sudut I ∠ Sudut ∆ϕ Cos ∆ϕ P
( Volt ) ( Ampere ) ( Watt)
Fasa R 225.00 ∠ 0.00 400.00 ∠ 20.00 20.00 0.94 84,572.64
Fasa S 222.00 ∠ 120.00 250 ∠ 100.00 -20.00 0.94 52,152.94
Fasa T 220.00 ∠ 240.00 250 ∠ 300.00 60.00 0.50 27,500.00

P total = PR+P S+PT 164,225.28

4.5. Tabel Perhitungan Sisi TM 3 Fasa 4 Kawat


Sisi TM 3 Fasa 4 Kawat :
Fasa V ∠ Sudut I ∠ Sudut ∆ϕ Cos ∆ϕ P
( Volt ) ( Ampere ) ( Watt)
Fasa R 11250.00 ∠ 0.00 5.04 ∠ 24.17 24.17 0.91 51,758.27
Fasa S 11100.00 ∠ 120.00 5.03 ∠ 135.65 15.65 0.96 53,776.64
Fasa T 11000.00 ∠ 240.00 5.67 ∠ 259.81 19.81 0.94 58,690.36

P total = PR+P S+PT 164,225.28

4.6. Tabel Perhitungan Sisi TM 3 Fasa 3 Kawat


Sisi TM 3 Fasa 3 Kawat :
Fasa V ∠ Sudut I ∠ Sudut ∆ϕ Cos ∆ϕ P
( Volt ) ( Ampere ) ( Watt)
R- S 19355.81 ∠ -29.778 5.04 ∠ 24.17 53.95 0.59 57,446.75

T- S 19139.23 ∠ -89.850 5.67 ∠ 259.81 349.66 0.98 106,778.93

P total = P1 +P2 164,225.28


97

Gambar 4.22. Tampilan Hasil Perhitungan Program Simulasi

4.5.3. Vektor Diagram


Di samping diperolehnya hasil perhitungan daya pada masing- masing
sistem baik itu 3 kawat maupun 4 kawat, program ini juga memberikan suatu
kelebihan tersendiri yaitu menampilkan vektor diagram. Vektor diagram yang
diberikan juga terdiri dari sistem 3 kawat dan sistem 4 kawat. Dan vektor ini
selalu berubah sesuai dengan input yang diberikan. Berikut ini adalah bentuk
tampilan vektor diagram dari hasil inputan yang tertera pada tabel input datanya.
98

Gambar 4.23. Tampilan Vektor Diagram Program Simulasi

Jelas sekali kita bisa melihat bahwa hasil vektor diagram antara sistem 3
kawat dan sistem 4 kawat me mberikan hasil yang berbeda seperti halnya pada
pembahasan sebelumnya juga memberikan hasil yang berbeda meskipun hasil
perhitungan dayanya memberikan nilai yang sama.

4.5.4. Tampilan Program Secara Keseluruhan


Program secara keseluruhan ditunjukkan pada gambar berikut dimana kita
bisa melihat semua hasil baik itu perhitungan daya maupun penggambaran vektor
diagram pada suatu inputan tertentu.
99

Gambar 4.24. Tampilan Keseluruhan Program Simulasi

Dengan adanya program simulasi inilah maka kita memiliki gambaran


yang cukup jelas mengenai perbandingan kedua metode di dalam perhitungan
dayanya maupun vektor diagramnya.

4.5.5. Perhitungan Secara Manual dari Program Simulasi


Dari tabel 4.4, 4.5, 4.6 maka hasil perhitungannya dapat dilakukan secara
manual berdasarkan rumusan berikut :
Diketahui data sisi sekunder trafo sebagai berikut :
Vr ∠ θvr ; Ir ∠ θIr
Vs ∠ θvs ; Is ∠ θIs
Vt ∠ θvt ; It ∠ θIt
100

Maka sisi primernya didapat sebagai berikut :


Tegangan :

VR = a x Vr ∠ θvr

VS = a x Vs ∠ θvs

VT = a x Vt ∠ θvt
a = perbandingan transformasi

VR − S = V R - VS

VT − S = VT - VS
Arus:
I R = I RS + I RT

I S = I SR + I ST

I T = I TR + I TS

dimana
Ir x Vr
IRS = ; θIRS = θ VRS + θIr - θvr
VRS

∴ I RS = IRS ∠ θIRS
I SR = IRS ∠ θIRS + 180
Is x Vs
ITS = ; θITS = θVTS + θIs - θvs
VTS

∴ I TS = ITS ∠ θITS
I ST = ITS ∠ θITS + 180
It x Vt
IRT = ; θIRT = θVRT + θIt - θvt
V RT

∴ I RT = IRT ∠ θIRT
I TR = ITR ∠ θIRT + 180

Dari data tabel 4.3 maka angka-angka yang tercantum pada tabel output simulasi
yaitu tabel 4.5 dan 4.6 bila dibuktikan melalui perhitungan manual sebagai
berikut:
101

VR = 50 x 225 ∠ 0° = 11250 ∠ 0°

VS = 50 x 222 ∠120° = 11100 ∠ 120°

VT = 50 x 220 ∠240° = 11000∠240°

VR− S = VR - VS = 11250 – (11100 cos 120°+ j 11100 sin 120°)

= 11250 + 5550- j9612,882


= 16800 – j9612,882
= 19355,813 ∠ -30°

VR−T = VR - VT = 11250 – (11000 cos 120°+ j 11000 sin 120°)


= 11250 + 5500- j9526,279
= 16750 – j9526,279
= 19269,47 ∠ 30°

I R = I RS + I RT

400x 225
IRS = ; θIRS = -30°+20°-0° = -10°
19355,813
= 4,6498
I RS = 4,6498 ∠ -10°

= 4,579 – j0,807
250x 220
IRT = ; θIRT = 30°+300°-240° = 90°
19269,279
= 2,8543

I RT = 2,8543 ∠ 90°
= j2,8543
∴ IR = 4,579 – j0,807 + j2,8543

= 4,579 – j2,046
= 5,02 ∠ 24,044°
Dari hasil perhitungan secara manual diatas maka hasilnya memberikan nilai yang
sama dengan program simulasi.

Anda mungkin juga menyukai