Anda di halaman 1dari 20

Paper Ekonomi Moneter Syariah

Instrumen Kebijakan Moneter di Negara Iran dan Perbandingan dengan


Instrumen Moneter di Negara Indonesia
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Syariah
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Muhammad Nur Rianto Al-Arif, SE., M.Si, CRA,
CRP, CIB, CFP, CPF, AWP,CPHCM, CPHCEP, CODP

Oleh:

Inne Fajar Luqyana 11210860000001


Muhammad Emir Alfani 11210860000057
Muhammad Ilyas 11210860000115
Dela Eka Prastika 11210860000122

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH 5C


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2023
A. Pendahuluan
Inflasi yang tinggi dapat mengikis daya beli masyarakat dan menghambat
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang rendah dapat menyebabkan
pengangguran dan kemiskinan. Sedangkan, ketidakstabilan keuangan dapat
menyebabkan krisis keuangan yang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian
secara keseluruhan.

Ketidakstabilan keuangan dapat menyebabkan krisis keuangan yang dapat


berdampak negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Dampak tersebut
dapat berupa penurunan nilai aset. Ketidakstabilan keuangan dapat menyebabkan
penurunan nilai aset, seperti saham, obligasi, dan properti. Hal ini dapat
menyebabkan kerugian bagi investor dan kreditur. Kenaikan suku bunga. Bank
sentral dapat menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang disebabkan
oleh krisis keuangan. Kenaikan suku bunga dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi. Pengangguran. Krisis keuangan dapat menyebabkan perusahaan bangkrut
dan mengurangi lapangan kerja. Hal ini dapat menyebabkan pengangguran dan
kemiskinan (International Monetary Fund., 2002)

Kebijakan pembangunan Islam sangat berorientasi untuk meningkatkan tingkat


spiritual masyarakat Islam dan meminimalisasi kerusakan moral dan korupsi
memenuhi kewajibannya untuk kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas sumber
daya yang tersedia dan menjamin keadilan distributif dan memberantas praktik
eksploitasi. Islam mengajarkan falsafah kesejahteraan yang unik, komprehensif
dan konsisten dengan fitrah manusia.

Pada saat revolusi pada tahun 1979, pihak berwenang Iran mengambil kebijakan
untuk membawa sistem perbankan operasi sistem perbankan sesuai dengan
persyaratan hukum Islam. Pada bulan Februari 1981, kebijakan tertentu diambil oleh
Central Bank of Iran untuk menghapuskan bunga dari perbankan dan bunga pada
semua transaksi aset diubah dengan layanan maksimum 4% dan dengan tingkat
keuntungan minimum 4% hingga 8%, tergantung pada jenis kegiatan ekonomi.
Bunga pada deposito juga diubah menjadi "Guaranteed Minimum Profit” (Mirakhor
& Iqbal, 1987).

2
Central Bank of Iran (CBI) adalah bank sentral di Iran, didirikan pada tahun 1960.
Bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah. CBI bertanggung jawab untuk
mengeluarkan mata uang resmi Iran, rial, serta mengawasi dan mengatur sistem
perbankan negara.

B. Instrumen Moneter Islam di Negara Iran


1. Open Market Operation
Beberapa Bank Sentral di setiap negara di dunia banyak yang mengusung
instrumen Open Market Operation sebagai instrumen untuk mengatur jumlah
uang yang beredar yang diharapkan menjaga tingkat stabilitas inflasi keuangan di
suatu negara, hal ini biasanya dilakukan dengan jual beli surat berharga di pasar
terbuka. Kebijakan instrumen ini pun tidak luput turut dilakukan oleh negara Iran
yang pada tahun 2020 melalui Bank Marqizi (Bank Sentral Republik Islam Iran)
meluncurkan instrumen Open Market Operation System atau sistem operasi pasar
terbuka sebagai kebijakan moneter guna menjaga stabilitas inflasi, mengontrol
tingkat bunga di pasar uang antarbank, serta menjaga likuiditas dalam sistem
ekonomi, yang dimana dari kebijakan instrumen tersebut sebagai instrumen untuk
pengendalian likuiditas dan tingkat inflasi dalam ekonomi

Menurut Gubernur Bank Sentral Iran Abdolnaser Hemmati, ia sepakat bahwa


operasi pasar terbuka yang Bank Sentral keluarkan memiliki tujuan utama untuk
mengendalikan likuiditas dan inflasi, ia mengatakan bahwa “Biasanya, bank bank
sentral melakukan operasi pasar terbuka atau membeli dan menjual surat-surat
berharga untuk mencapai tujuan-tujuan makro ekonomi mereka, yaitu
pengendalian inflasi dan stabilitas pertumbuhan ekonomi”, tulis Hemmati di
media sosialnya.

Bank Sentral Iran membentuk sistem ini adalah jual beli obligasi, terutama surat
berharga jangka pendek seperti dokumen perbendaharaan dengan bank dan
lembaga keuangan. Pada awal bulan Januari 2020, Bank Sentral Iran
mengeluarkan pemberitahuan melalui kanal situs web yang memberitahu bahwa
para pemberi pinjaman dapat mengatur tingkatan likuiditas yang ditawarkan di
pasar (Tehran Times, n.d.).

3
Konsep dalam perjanjian kontrak operasi pasar terbuka di Iran yang dimana
Central Bank of Iran mengeluarkan surat berharga negara berbasis syariah, dalam
konvensional instrumen Open Market Operation yang digunakan adalah
Participation Paper namun dengan kondisi perekonomian di Iran menggunakan
akad syariah yaitu dengan akad musyarakah melalui Musharakah Certificate maka
perlu digaris bawahi Central Bank of Iran melakukan perdaganagan surat
berharganya melalui sekuritas syariah. dalam artian tujuan Central Bank of Iran
menghimpun dana yang ada pada masyarakat sebagai kebijakan kontraktif guna
mengurangi peredaran uang, dan Central Bank of Iran nantinya akan melakukan
repurchase surat berharganya sesuai dengan kebijakan ekspansif dengan tujuan
menaikkan jumlah likuiditas. Hal ini tentu sesuai dengan tujuan dari Open Market
Operation adalah untuk menjaga tingkat inflasi pada titik seimbang, mengontrol
suku bunga acuan. Salah satu alasan mengapa Central Bank of Iran menjalankan
instrumen ini diantaranya untuk membantu peran dari instrumen Open Deposit
untuk menjaga kestabilan moneter di Iran.

Salah satu upaya bagi CBI dalam menjalankan instrumen Operation Market
Operation adalah Musharakah Certificate, ini adalah instrumen yang biasa
digunakan oleh Bank Sentral di Iran khususnya dan di negara-negara Islam
lainnya yang menggunakan Syariah dalam menjalankan aktivitas moneternya,
tujuannya seperti yang sudah dijelaskan untuk mengendalikan uang yang beredar.
CBI menjual Mushrakah Certificate ini kepada masyarakat yang ingin mengambil
peran proyek investasi bahkan dengan likuiditas yang minim untuk prospek
keuntungan di masa kedepannya. Ini dapat disimpulkan bahwa penjualan
Musharakah Certificate diperuntukan kepada investor ritel yang ingin berinvestasi
dan CBI menghimpun likuiditas yang beredar untuk menekan laju inflasi (Hasan
2007).

4
Adapun CBI menjalankan kebijakan instrumen Open Market Operation yang
dimana skema Musharakah Certificate itu sejalan dengan Participation Paper
yakni istilah instrumen Open Market Operation yang biasa digunakan oleh negara
negara dengan sistem perekonomian non syariah akan tetapi kegiatannya itu
kurang lebih sama dalam hal bank sentral menjual sertifikat berharga kepada
investor guna meredam peredaran uang, dalam Participation Paper ini memiliki
perbedaan dikarenakan regulasi tersebut dijalankan oleh persetujuan parlemen
melalui the 4th FYDP Law yakni UU terkait rencana pembangunan lima tahun ke
4 (Salehi 2013).

2. Reserve Requirement Ratio


Sama halnya dengan negara lain, semua bank umum di Iran wajib mencadangkan
kasnya di CBI. Persentase cadangan minimumnya bervariasi tergantung kebijakan
yang sedang diterapkan. Umumnya persentase cadangan wajib di Iran berkisar
antara 10 - 30%. Ketika bank sentral ingin menurunkan jumlah uang beredar,
maka persentase cadangan wajib akan ditingkatkan begitupun sebaliknya (Qudsi
Fauzi & Indri Hapsari, 2019).

Rasio Cadangan Wajib Iran dilaporkan sebesar 10.0 % pada Oktober 2023. Angka
ini tetap dibanding sebelumnya yaitu 10.0 % untuk September 2023. Data Rasio
Cadangan Wajib Iran diperbarui bulanan, dengan rata-rata 10.0 % dari Maret 2008
sampai September 2023.

5
Data ini mencapai angka tertinggi sebesar 20.0 % pada Maret 2009. (Ceicdata.com
https://www.ceicdata.com/id/indicator/iran/reserve-requirement-ratio).

( (tradingeconomics, n.d.)
3. Credit Ceiling
Salah satu direct instrument dari Central Bank of Iran (CBI) ini digunakan untuk
mengendalikan penciptaan uang, pertumbuhan likuiditas oleh pertumbuhan
moneter, instrumen ini juga digunakan untuk mengalokasikan dana dan fasilitas
kredit terhadap sektor-sektor tertentu dalam perekonomian yang dikehendaki.
Selain digunakan bank sentral Iran untuk mengendalikan volume uang, dalam
perekonomian juga digunakan untuk menentukan kuantitas dan kualitas uang yang
dipinjamkan bank ke masyarakat. Sama seperti kebijakan moneter kontraktif,
bank sentral dapat membatasinya tingkat yang setiap bank berikan pinjaman
kepada masyarakat atau untuk mendukung berbagai sektor (Hasan 2007).

Kebijakan ini digunakan oleh Central Bank of Iran (CBI) sebagai otoritas moneter
untuk mengendalikan pertumbuhan likuiditas. Dalam hal ini, credit ceiling
digunakan untuk mengelola fasilitas kredit dan menentukan plafon kredit bank
terhadap berbagai sektor ekonomi. Menurut aturan yang tertuang dalam The
Monetary Banking Act, Central Bank of Iran (CBI) dapat melakukan intervensi
dan mengawasi urusan moneter melalui pembatasan bank pada satu atau lebih
sektor tertentu. Khususnya pembatasan dana pinjaman dan penentuan plafon
pinjaman kredit dalam setiap sektor. Alokasi kredit sektoral ditetapkan oleh
Money Credit Council Sejak tahun 2010-2011. MCC merekomendasikan agar bank
mengalokasikan 80% dari kenaikan simpanan bank kepada sektor-sektor prioritas
seperti pertanian, manufaktur dan pertambangan, konstruksi dan perumahan,

6
perdagangan, dan ekspor. Sebanyak 20% kenaikan simpanan lainnya digunakan
secara bebas (Syarifuddin & Sakti, 2021).

Berikut Credit Ceilling di berbagai sektor yang diterapkan di Iran


Sektor Alokasi Kredit Sektor
Pertanian 25 %
Manufaktur dan Pertambangan 37 %
Konstruksi dan Perumahan 20 %
Perdagangan 10 %
Ekspor 8%
Source : Ministry of Commerce of Iran (2009)

Penerapan intrumen ini dinilai efektif untuk menekan jumlah uang yang bererdar
karna beberapa alasan, diantaranya efektif dan mudah diterapkan, dianggap
mampu mencapai target moneter dan kredit menjadi akurat dan terkendali, dan
dipandang sebagai alat yang efekif untuk mengalihkan sumber daya modal ke
sektor-sektor tertentu.

4. Open Deposit Account to Central Bank


Sejak tahun 1998, CBI menggunakan instrumen lain untuk melaksanakan
kebijakan moneter dan mengendalikan volume uang dalam perekonomian.
Instrumen yang dimaksud adalah Open Deposit Account. Instrumen ini
memungkinkan bank komersial untuk membuka rekening di bank sentral dan
memasukkan uang tambahannya ke rekening tersebut. Dengan aturan tertentu,
simpanan ini akan diberikan keuntungan (cbi.ir, n.d.-c) . open deposit account
dilakukan bank sentral untuk Penerapan instrumen Open Deposit Account ini
berguna untuk mengatur jumlah likuiditas di bank komersil. CBI akan
memberikan keuntungan saat jatuh tempo dari deposit tersebut.

5. Banking Profit Rate


Bank Sentral bertanggung jawab atas peletakan dan pelaksanaan kebijakan
moneter dan kredit dari negara. Meletakkan kebijakan pertukaran dan
menentukan nilai tukar, impor barang, penerbitan kredit dokumenter dan

7
pendaftaran pesanan untuk rekening pertukaran uang dokumenter untuk impor
juga dilakukan sesuai dengan kebijakan dari Bank Sentral.

Dengan mengimplementasikan prinsip Islam dalam pelaksanaan sistem keuangan


dan perbankan, Money and Credit Council (MCC) menetapkan The Law for
Usury (Interest) Free Banking. Central Bank of Iran dapat melakukan intervensi
dalam menentukan tingkat laba dan tingkat expected return baik untuk proyek
investasi atau kemitraan dan untuk fasilitas lainnya yang ditawarkan oleh bank.
Central Bank of Iran dapat melakukan intervensi dalam menentukan tingkat laba
dan tingkat expected return baik untuk proyek investasi atau kemitraan dan untuk
fasilitas lainnya yang ditawarkan oleh bank.

Secara teoritis, Iran mengadopsi prinsip-prinsip ekonomi berbasis syariah dengan


menerapkan sistem ekonomi bebas riba. Dalam konteks ini, lembaga perbankan
Iran menggunakan suku bunga provisional dengan mempertahankan metode
perhitungan yang umum digunakan dalam perbankan konvensional. Tingkat profit
provisional dari peminjaman, yang disebut Mobadala, digunakan sebagai
parameter untuk menentukan suku bunga provisional. Suku bunga provisional,
yang dapat dianggap sebagai tarif sementara, harus mencerminkan keuntungan
atau kerugian bisnis dan diterapkan pada deposan sebagai pembayaran atau pada
peminjam sebagai biaya atau bagian dari laba perusahaan.

Di bawah prinsip ini, suku bunga deposito dihubungkan secara teoritis dengan
profitabilitas bank, sehingga deposan tidak akan kehilangan tabungan mereka
akibat kerugian yang mungkin dialami oleh bank. Selain itu, deposan juga tidak
akan menerima pengembalian yang melebihi tingkat keuntungan provisional.
Bunga yang dibebankan kepada peminjam dianggap sebagai biaya atau komponen
dari laba perusahaan.

Pada awalnya, kebijakan dan pedoman terkait suku bunga tidak memberikan
penjelasan yang jelas mengenai perbedaan antara kontrak transaksi Profit and
Loss Sharing (PLS) dan transaksi non-PLS hingga tahun 2006-2007. Namun,
setelah adanya ratifikasi Undang-Undang tentang Rasio Suku Bunga Pinjaman
Bank, tingkat pengembalian pinjaman bank menjadi bergantung pada
8
profitabilitas relatif dari sektor ekonomi yang berbeda. Pedoman suku bunga
kemudian membuat perbedaan yang tegas antara kontrak PLS dan non-PLS terkait
dengan suku bunga pinjaman.

Terdapat kritik terhadap aspek perbankan syariah ini, terutama terkait dengan
provisional interest. Bank Iran memberikan 'dividen' provisional kepada
pemegang deposito sebagai gantinya suku bunga. Dividen provisional ini
dianggap sebagai representasi profitabilitas bank. Beberapa ahli berpendapat
bahwa provisional interest atau provisional dividends sebenarnya merupakan
tingkat pengembalian tetap yang mirip dengan tingkat bunga konvensional. Saldo
deposito tidak terpengaruh oleh kerugian bank, dan dividen provisional tidak
mengalami perubahan meskipun keuntungan bank bervariasi dari waktu ke waktu.
Untuk melindungi risiko kerugian pinjaman, bank menerima agunan berharga
tinggi, dan jika investor gagal bayar, bank mengambil dan menjual agunan
tersebut. Meskipun operasi semacam ini umum dalam perbankan konvensional, di
Iran, yang menerapkan sistem keuangan syariah sepenuhnya, hal ini menjadi
kontroversial (Ferry A. S.,2021).

C. Analisis Instrumen Moneter Islam Iran


Tingkat inflasi dua digit telah menjadi fakta kehidupan di Iran selama 20 tahun
terakhir. Antara tahun 2002 dan 2006, tingkat inflasi di Iran berfluktuasi antara 12 dan
16% Kebijakan moneter di Iran belum berhasil mencapai target inflasi dan moneter
yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Iran, terutama karena
dampak moneter dari pengeluaran pemerintah dari pendapatan minyak. Meskipun
pencapaian target inflasi telah sedikit membaik akhir-akhir ini, tujuan disinflasi
bertahap ke level satu digit belum tercapai.

9
https://www.macrotrends.net/countries/IRN/iran/inflation-rate-cpi

Selain itu, target jangka menengah implisit dari kebijakan moneter, pertumbuhan
uang, telah terlewatkan secara sistematis. Bank Sentral adalah perpanjangan tangan
dari pemerintah Iran dan dengan demikian tidak beroperasi secara independen.
Tingkat profit biasanya ditetapkan berdasarkan prioritas politik dan bukan target
moneter.
Pertumbuhan jumlah uang beredar yang cepat berasal dari tingginya permintaan
untuk meminjam modal dengan tingkat pengembalian 12% yang ditawarkan oleh
bank, yang diberlakukan oleh Pemerintah agar kredit dapat diakses oleh masyarakat
Iran pada umumnya dan para pengusaha kecil. Namun, tingkat tingkat pengembalian
ini lebih rendah dari tingkat inflasi. Hal ini membuat biaya pinjaman lebih rendah
daripada biaya pasar bebas yang ditentukan oleh penawaran dan permintaan,
berdasarkan tingkat inflasi dan risiko investasi (cbi.ir, n.d.-a).

Hanya ada sedikit keselarasan antara kebijakan fiskal dan moneter Bank Sentral
menilai tingkat inflasi dengan menggunakan harga barang dan jasa di daerah
perkotaan Iran. Tingkat inflasi yang tinggi juga telah dikaitkan dengan pertumbuhan
jumlah uang beredar di Iran. Data Bank Sentral menunjukkan bahwa pertumbuhan
jumlah uang beredar telah mencapai sekitar 40% per tahun.
10
Permasalahan moneter terbesar Iran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal
diantaranya yaitu ancaman sanksi yang diberlakukan oleh beberapa negara barat,
terutama Amerika Serikat. Dimana Amerika Serikat melakukan beberapa ancaman
sanksi kepada Iran, diantaranya AS menarik secara sepihak perjanjian nuklir yang
dikenal sebagai Rencana Aksi Bersama Komperhensif (JCPOA), menangguhkan
akses Iran ke beberapa komoditas dan juga dolar, kemudian sektor baja, batu bara,
perdagangan alumunium, otomotif dan penerbangan, kemudian AS juga
menargetkan sektor minyak dan energi sebagai sasaran sanksi.

www.ceicdata.com/id/indicator/iran/crude-oil-exports

Dampak yang ditimbulkan dari sanksi diatas salah satunya adalah penurunan tingkat
ekspor minyak dari negara Iran, sebagaimana yang dapat kita lihat pada grafik di
bawah menunjukan tingkat ekspor minyak yang awalnya sebesar 1.849.612 pada
tahun 2018 menjadi sebesar 651.131 pada tahun 2019. Ekspor minyak menjadi salah
satu penyumbang dari GDP di negara Iran

Dampak dari sanksi yang diberikan oleh Amerika juga menjadi efek domino pada
keadaan ekonomi negara Iran termasuk pada tingkat pengangguran di negara tersebut,
dimana pada tahun 2018/2019 tingkat pengangguran meningkat sebesar 11,3% hal ini
disebabkan karena sanksi tersebut mengakibatkan tingkat ekspor di berbagai bidang
seperti manufaktur, penerbangan dan bahkan jasa yang merupakan penyumbang
terbesar dari tingkat GDP negara Iran.

11
Penurunan GDP berdampak pada cadangan devisa negara yang menurun serta
menjadikan nilai mata uang Iran juga menurun, hal tersebut dapat menyebabakan
efek domino lain seperti terjadinya inflasi atau bahkan sampai pada kemungkinan
terjadinya resesi ekonomi dan juga krisis moneter.

https://amwaj-media.translate.goog/article/deep-data-the-trajectory-of-iran-s-
economy?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc&_x_tr_hist=true

Permasalahan yang terjadi di atas haruslah di tangani oleh pemerintah dengan baik,
termasuk juga oleh bank sentral yang harus nya juga dapat berperan aktif dalam
menangani permasalaha tersebut, kemudian juga harusnya intervensi dari pemerintah
terhadap bank sentral tidak dilakukan, karena dapat memperburuk keadaan
perekonomian, hal tersebut disebabakan banyak sekali kebijakan atau instrumen
moneter di negara Iran yang mengikuti keinginan politik dari pemerintah, bukan
menetapkan sebuah kebijakan sesuai dengan keadaan yang ideal.

Namun di balik rangkaian permasalahan yang terjadi, ada sebuah peristiwa yang
memiliki peran penting dalam menstabilkan laju inflasi di negara Iran. Bank Sentral
Iran (CBI) melakukan pembelian surat berharga selama periode Juli-September 2020
yang berakibat pada penurunan rasio giro wajib minimum. Sehingga, peredaran uang
dapat diimbangi dengan adanya pandemi COVID-19 yang membuat masyarakat
enggan memegang uang tunai karena protokol kesehatan dan mengoptimalkan
transaksi non-tunai. Masyarakat lebih memilih menyimpan likuiditasnya di bank
komersil, didukung dengan peningkatan rasio cadangan wajib minimum di bank
sebesar 7,5% dari tahun sebelumnya. Kebijakan kontraktif tersebut mampu
mengendalikan laju inflasi pada periode yang sama.
12
Selain itu, pembelian surat berharga oleh CBI juga bertujuan meningkatkan cadangan
devisa negara guna menopang nilai tukar mata uang Rial Iran di pasar valuta asing.
Di sisi lain, optimalisasi transaksi non-tunai oleh masyarakat dapat mendorong
pertumbuhan sektor perbankan dan fintech. Dengan demikian, berbagai kebijakan
dan perubahan perilaku masyarakat tersebut secara bersama-sama berkontribusi
menjaga stabilitas ekonomi dan moneter Iran di tengah pandemi (cbi.ir, n.d.-a).

Dalam penelitian untuk melakukan perhitungan hubungan diantara kebijakan


moneter dengan pertumbuhan ekonomi termasuk volatilitas produk domestik bruto
dan kurs terhadap dollar Amerika Serikat.

Pada uji hubungan jangka panjang untuk variabel berdasarkan data pada tabel diatas.
The perkiraan koefisien hubungan jangka panjang menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah mempunyai dampak yang tinggi terhadap pertumbuhan PDB.
Peningkatan modal sebesar 1%. investasi menghasilkan peningkatan sekitar 0,57%.
PDB (Khosravi & Karimi, 2010).

13
Hal tersebut juga terlihat pada data pergerakan kurs dollar Amerika Serikat terhadap
Iran Riyal yang cenderung stabil tetapi terdapat cekung akan tetapi hal tersebut tidak
berlangsung lama.

D. Perbandingan Instrumen Moneter Islam Iran dengan Sistem di Indonesia


Instrumen Moneter Iran Instrumen Moneter Indonesia
Open Market Operation Operasi Pasar Terbuka
Reserve Requirement Ratio Giro Wajib Minimum
Credit Ceiling Kredit Selektif
Banking Profit Rates Tingkat Diskonto
Open Deposit Account to Central Bank

Dalam pembahasannya perbandingan instrumen moneter Islam iran dan Instrumen


moneter islam di Indonesia terdapat kesamaan dalam beberapa instrument
diantaranya, sekalipun bentuk sama namun kita dapat melihat perbedaannya berikut
penjelasannya.

1. Open Market Operation


14
Konsep dalam perjanjian kontrak operasi pasar terbuka di Iran yang dimana
Central Bank of Iran mengeluarkan surat berharga negara berbasis syariah, dalam
konvensional instrumen Open Market Operation yang digunakan adalah
Participation Paper. Hal ini sejalan dengan kebijakan moneter yang dilakukan
oleh Bank Indonesia melaui Operasi Pasar Terbuka yang dimana memiliki tujuan
untuk mengendalikan laju inflasi Operasi Pasar Terbuka di Bank Indonesia dapat
dilakukan secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah. Namun jika
berkaca pada kondisi kebijakan di Iran yang menggunakan sistem syariah maka
perbandingan disini disesuaikan dengan instrumen moneter pada Operasi Pasar
Terbuka di Indonesia dengan menggunakan sistem syariah yang dimana Bank
Indonesia mengeluarkan Surat Bank Indonesia Syariah atau dengan skema Repo
SBSN OPT Syariah yang merupakan transaksi penjualan SBSN oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali (Repurchase) oleh Bank
sesuai dengan harga dan jangka waktu yang telah disepakati dalam rangka
menjalankan kebijakan Operasi Pasar Terbuka di Indonesia dengan sistem
syariah.

2. Reserve Requirement Ratio


Rasio Cadangan Wajib (RRR) Iran adalah kebijakan yang digunakan untuk
mengatur jumlah uang beredar di negara tersebut. RRR menetapkan persentase
dari dana simpanan yang harus disimpan oleh bank-bank di bank sentral. Bank
Sentral Iran memiliki kewenangan untuk mengatur RRR dalam kisaran 10-30%.
RRR di Iran mirip dengan Giro Wajib Minimum (GWM) di Indonesia. GWM
adalah kebijakan moneter Islam yang mewajibkan bank-bank untuk menyimpan
dana dalam bentuk giro di Bank Indonesia. GWM Indonesia saat ini sebesar 9,0%,
lebih tinggi dari GWM sebelumnya sebesar 7,5%. GWM Indonesia diperbarui
setiap bulan dan rata-rata 5,0% selama periode 1997-2022.

3. Credit Ceiling
Penetapan Credit Ceiling yang ada di Iran berbeda dengan penerapan Kredit
Selektif di Indonesia, dimana di Iran penetapan Pengalokasiannya lebih
ditekankan pada sektor-sektor perekonomian seperti pertanian, manufaktur, dan
pertambangan, kontruksi dan perumahan, perdagangan dan Ekspor, sedangkan
pada kredit selektif di Indonesia fungsi alokasi atau penjatahan ini diserahkan
15
pada swasta, karena bependapat bahwa pasar yang sangat bebas pada umumnya
menyokong ketergantungan pokok atas menajemen moneter umum karena
alokasi kredit membantu mengalokasikan sumber daya ritel (Bangun W. 2004).

4. Banking Profit Rates


Karena di Iran Merapkan The Law For Usury (Interest) Free Banking. Dimana
tidak ada penetapan profit yang berkaitan dengan adanya suku bunga, Perbankan
Iran menggunakan provinsional interest-based dengan tetap mempertahankan
standar perhitungan konvensional. Di Indonesia, Banking Profit Rate dikenal
dengan instrument Tingkat Suku Bunga. Dimana, instrument ini digunakan
sebagai acuan bank umum konvensional untuk memberikan return kepada
nasabah. Sedangkan pada Instrumen Perbankan Syariah di Indonesia
profitabilitasnya berdasarkan dari nisbah bagi hasil dari menjadi perantara antara
nasabah dengan pebisnis. Dalam hal ini kita bisa lihat bahwa terdapat kesamaan
dalam penetapan profitabilitas bank, dimana sama-sama bertujuan untuk
menetapkan profitabilitas tanpa suku bunga, akan tetapi pada penerapannya Iran
menggunakan Provinsional Interest-based yang banyak dikritisi karena tidak jauh
berbeda dengan konsep suku bunga.

Dari beberapa instrumen yang dimiliki oleh kedua Bank Sentral di Negara tersebut
terdapat perbedaan. Dimana dalam penerapannya tidak di miliki oleh salah satu
negara. Yaitu instrument open deposit account, instrument tersebut hanya di miliki
oleh Central Bank of Iran yang bentuknya adalah menyimpan kelebihan likuiditas
yang ada, kemudian CBI akan membayarkan keuntungan atas deposito tersebut.
Sedangkan dalam instrument moneter yang diterapkan bank Indonesia tidak ada
instrument yang spesifik menerapkan instrument Open Deposito seperti CBI. Namun
untuk masalah pengelolaan likuiditas bank sentral Indonesia memiliki pengelolalaan
likuditasnya sendiri yang pastinya sesuai dengan ketentuan Prinsip Syariah Bank
Indonesia.

E. Kesimpulan
Instrumen moneter pada dasarnya berfungsi untuk mengatur jumlah uang yang
beredar dalam hubungannya dengan aktivitas ekonomi. Instrumen moneter Islam
menawarkan solusi anti riba dengan menghindari penggunaan bunga. Iran dikenal
16
sebagai negara yang konsekuen dalam penerapan kebijakan anti riba dalam kegiatan
moneternya. Bank Sentral Iran memiliki berbagai kebijakan, seperti Tingkat
Keuntungan Perbankan, Batas Kredit, Rasio Persyaratan Cadangan, Akun Deposit
Terbuka, dan Operasi Pasar Terbuka.

Di Indonesia, terdapat berbagai instrumen moneter Islam, seperti Giro Wajib


Minimum, Fasilitas Pembiayaan dan Simpanan, Operasi Pasar Terbuka, Transaksi
Repo Syariah, Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA), Sertifikat
Investasi Mudharabah Antarbank (SiKA), Sertifikat Pengelolaan Dana Berdasarkan
Prinsip Syariah Antarbank (SiPA), Reverse Repo SBSN, Pengelolaan Likuiditas
Berdasarkan Prinsip Syariah Bank Indonesia (PaSBI), dan Surat Berharga Syariah
Negara.

Meskipun Indonesia memiliki ragam instrumen moneter Islam, perlu diingat bahwa
Iran tetap menjadi contoh negara yang berhasil menerapkan hukum anti riba secara
konsisten dalam dimensi moneternya. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk
Muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya dapat mengambil inspirasi dari
kesuksesan Iran dalam menegakkan prinsip anti riba, sejalan dengan janji
kemaslahatan yang dijanjikan oleh Allah melalui penerapan prinsip tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amwaj Media. (n.d.). Deep Data: The trajectory of Iran’s economy. Retrieved
November 14, 2023, from https://amwaj-media.translate.goog/article/deep-data-
the-trajectory-of-iran-s-
economy?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc&_x_tr_hist=tru
e
cbi.ir. (n.d.-a). Annual Review 1399 (2020/2021) CENTRAL BANK OF THE ISLAMIC
REPUBLIC OF IRAN. Retrieved November 14, 2023, from
https://www.cbi.ir/page/24428.aspx
cbi.ir. (n.d.). Monetary Policy Instruments in Iran. In cbi.ir.
Bangun, W. (2004). Alat Kebijakan Moneter Di Indonesia. Jurnal Manajemen Marantha,
19-28.
Ferry, S. d. (2020). Ekonomi Moneter Islam. Depok: PT Raja Grafindo Prasda.
Hasan, Kiaee. 2007. “Monetary Policy In Islamic Economic Framework: Case of Islamic
Republic of Iran.” Munich Personal RePEc Archive, September.
https://mpra.ub.uni-muenchen.de/id/eprint/4837.
International Monetary Fund. (2002). Global financial stability report. Elibrary.IMF.Org.
Khosravi, A., & Karimi, M. S. (2010). To Investigation the Relationship between
Monetary, Fiscal Policy and Economic Growth in Iran: Autoregressive
Distributed Lag Approach to Cointegration. American Journal of Applied
Sciences, 7(3), 415–419.
Latifah, N. (2015). Kebijakan Monetr Dalam Persfektif Ekonomi Syariah.
Macro Trends. (n.d.). Iran Inflation Rate 1960-2023. Macrotrends.Com. Retrieved
November 14, 2023, from
https://www.macrotrends.net/countries/IRN/iran/inflation-rate-cpi
Mirakhor, A., & Iqbal, Z. (1987). Islamic Banking. International Monetary Fund.
https://doi.org/10.5089/9780939934829.084
OJK. (Juli 2022). Statistik perbankan Syariah.
Qudsi Fauzi, R. M., & Indri Hapsari, M. (2019). Islamic Monetary Management: A
Critical Overview. KnE Social Sciences, 3(13), 99.
https://doi.org/10.18502/kss.v3i13.4198
Salehi, Mohsen. 2013. “AN ANALYSIS OF MONETARY POLICY IN IRAN.”
Department of Economics University of Leicester.
Solikin, F. (2020). Ekonomi Moneter Islam. Depok: PT Raja GrafindoPersada.
Syarifuddin, F., & Sakti, A. (2021). Instrumen Moneter Islam (1st ed., Vol. 1). Depok :
Rajawali Pers, 2021.

18
Tehran Times. (n.d.). CBI officially launches open market operation system
tradingeconomics. (n.d.). Retrieved from https://id.tradingeconomics.com/iran/inflation-
cpi
Warijo, S. (2003). Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta.
www.amar.org. (n.d.). Iran - Main Indicators. Https://Www.Amar.Org.Ir/English/Main-
Indicators. Retrieved November 13, 2023, from
https://www.amar.org.ir/english/Main-Indicators
www.ceicdata.com. (n.d.). Iran Minyak Mentah: Ekspor. Ceic Data. Retrieved
November 14, 2023, from https://www.ceicdata.com/id/indicator/iran/crude-oil-
exports

19
Daftar Pertanyaan

Putri Rosiyani (11210860000051)


Setelah revolusi Iran 1979, apakah sistem iran jadi sepenuhnya syariah? Apa bedanya
The Law of User Banking dengan bunga bank?

Mela Al-Munawaroh (11210860000118)


Dilihat dari instrumen Indonesia dan Iran memiliki banyak kesamaan tapi inflasi Iran
jauh lebih tinggi dari Indonesia. Apakah perekonomian Indonesia jauh lebih baik dari
Iran?

Rahmanda Fidelia (11210860000053)


Apakah kebijakan syariah di Iran itu belum berperan dengan baik melihat inflasi yg
masih tinggi?

20

Anda mungkin juga menyukai