Anda di halaman 1dari 12

Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0 PISSN : 2089-3507 EISSN : 2550-0015

Pemodelan Dispersi Radioaktif 137Cs di Perairan Pantai Gosong Sebagai Kandidat Lokasi PLTN

Akhmad Tri Prasetyo1, Muslim2* dan Henny Suseno3


1
Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Diponegoro University, Indonesia
2
Departemen Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Diponegoro University, Indonesia.
Jalan Prof. Sudarto No. 13 Tembalang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275
3
Pusat Teknologi Keselamatan Metrologi dan Radiasi – Badan Tenaga Nulir Nasional
Jalan Lebak Bulus Raya No. 49 RT. 5 RW 2, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta 12440

Email:

Abstrak

Penelitian ini mengkaji 3 skenario pembuangan limbah pengolahan radioaktif dengan konsentrasi
137
Cs yang sama di Perairan Pantai Gosong, meliputi volume 10 m3, 50 m3 dan 100 m3. Pantai Gosong sendiri
dipilih menjadi kandidat lokasi pembangunan PLTN pertama bagi Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengestimasikan penyebaran radioaktif 137Cs dari ketiga skenario di Perairan Pantai Gosong. Model
dibangun melalui Modul flow Delft3D dengan total waktu 15 hari dan resolusi spasian 100 x100 meter ± 50
meter. Simulasi menunjukkan pola arus perairan yang relatif sama antara periode purnama dan perbani.
Pertemuan dua massa air menyebabkan terjadinya pembelokan arus dari pesisir menuju laut lepas malalui
Perairan Kepulauan Burung. Namun, terjadi perluasan titik pertemuan selama kondisi pasang yang
menyebabkan massa air dari Pantai Gosong bergerak menuju wilayah pesisir utara Bengkayang sebelum
dibelokkan menuju laut lepas melalui Perairan Pulau Kabung. Pola arus perairan membawa limbah radioaktif
dalam persentase tinggi ke wilayah Perairan Kepulauan Burung. Meskipun terjadi pencemaran persentase
kecil di wilayah pesisir bagian selatan dari Pantai Gosong. Meskipun semua skenario menunjukkan aktivitas
137
Cs yang sangat rendah, skenario 1 diasumsikan sebagai sistem pembuangan limbah yang paling efisien
diterapkan. Skenario 1 menunjukkan area dispersi yang lebih sempit dan tingkat dosis terhadap biota yang
lebih rendah.

Kata kunci : Pantai Gosong, PLTN, Dispersi Cs137, Model Hidrodinamika

Abstract

Radioactive Dispersal Modeling of 137Cs in Gosong Coast as Candidate Locations for PLTN

This research examined 3 radioactive disporsal scenarios with the same concentration of 137Cs in
Gosong Coast, which volumes were 10 m 3, 50 m3 and 100 m3. Gosong Coast was chosen as candidate
location of nuclear plant construction in Indonesia. This study aims to estimate the spread of radioactive
137Cs from these disposal scenarios in Gosong Beach Waters. The model was built by Delft3D flow during
15 days with resolution of 100x100meters ±50meters. The simulation showed that the flow patterns are
relatively similar among neap until spring tide period. The confluence of two water masses caused current
deflections which flowed from Gosong Coast to offshore through the Burung Archipelagic. The extension of
northern currents occurred during high tide which caused the water masses from Gosong Coast moving
towards the northern coastal area of Bengkayang before to be deflected towards offshore through Kabung
Island. Water flow patterns distributed radioactive 137Cs on large percentage to the water area of the Burung
Archipelagic. However, there were small percentage of 137Cs which spread through the southern coastline.
Allthough various scenarios showed low 137Cs activities, scenario 1 was assumed as the most efficient
disposal system. It illustrated narrower dispersion area and lower dose rate for marine organism.

Keyword : Gosong Coast, Nuclear Plant, 137Cs Dispersion, Hydrodynamical Model

*Corresponding author http://ejournal.undip.ac.id/index.php/buloma Diterima/Received : tgl-bulan-20xx


buloma.undip@gmail.com Disetujui/Accepted : tgl-bulan-20xx
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia merencanakan akan membangun reaktor nuklir pertama sebagai sumber listrik
di Pesisir Pantai Gosong. Kebijakan ini menyesuaikan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 yang
memasukkan PLTN sebagai penyumbang sebesar 2 % energi listrik di Indonesia pada tahun 2025. Limbah
operasional reaktor nuklir yang telah diolah direncanakan akan dibuang langsung ke Perairan Pesisir Laut.
Limbah tersebut dibuang dalam konsentrasi yang rendah, dimana masih dapat ditoleransi oleh ekologi
perairan (Nam, 2020). Meskipun begitu, kajian awal dalam memprediksi dinamika limbah radioaktif tetap
perlu dilakukan (Hassanvand & Mirnejad, 2019). Kajian ini tidak hanya memberikan kesiagaan awal dalam
upaya menghindari dampak pencemaran, namun juga memberikan pemahaman terhadap masyarakat lokal
dalam menurunkan kecemasan akan kerusakan lingkungan yang terjadi (Ratiko et al., 2020).
Unsur 137Cs merupakan radionuklida antropogenik, sehingga keberadaannya di alam menandakan
adanya penerapan teknologi nuklir, seperti senjata maupun energi listrik nuklir (Alkatiri et al., 2019; Aoyama
et al., 2020). Berbagai kajian sebaran limbah 137Cs telah banyak dilakukan, terutama paska tragedi
kecelakaan Fukushima Daichi (Kawamura et al., 2017; Suseno et al., 2015; Wu, 2018). Bailly du Bois et al.,
(2012) memperkirakan sebanyak 12 – 41 PBq limbah 137Cs masuk ke Perairan Samudra Pasifik. Unsur
radioaktif 137Cs tergolong sebagai radioaktif konservatif yang bersifat lebih mudah menguap pada atmosfer
dan tersebar dalam kolom perairan (Hirose & Povinec, 2020). Ditambah dengan waktu paruhnya yang
mencapai 30,2 tahun (Sakuma et al., 2017; Tsubono et al., 2016; Tsumune et al., 2020), membuat
keberadaan radionuklida ini relatif lama dalam kolom perairan dan dapat lebih mudah menyebar menuju
wilayah yang sangat luas. Meskipun begitu, beberapa kajian yang telah dilakukan di Perairan Indonesia
menunjukkan kandungan 137Cs dalam konsentrasi rendah bukanlah berasal dari Fukushima (Suseno et al.,
2015, 2017; Suseno & Wahono, 2018).
Berbagai penelitian saat ini menggunakan pendekatan model hidrodinamika dalam mengestimasikan
sebaran radioaktif cair dalam suatu perairan (Muslim et al., 2016; Tsumune et al., 2020). Model
hidrodinamika mampu mengkonversikan parameter pembangkit aliran massa air untuk memperoleh pola
arus perairan laut (Zhang et al., 2020). Pendekatan ini menerapkan konsep kontunuitas dan persamaan
momentum yang telah diasumsikan dapat memprediksikan pola dinamika arus dalam skala waktu dan
wilayah yang luas (Ouni et al., 2020). Informasi pola arus perairan digunakan dalam mengestimasikan
sebaran berbagai radionuklida dalam suatu perairan (Hassanvand & Mirnejad, 2019). Meskipun begitu, suatu
radionuklida tidaklah menggambarkan dinamika yang sama terhadap unsur lainnya di suatu perairan.
Berbagai karakteristik unsur di perairan, seperti koefisien difusi dan peluruhan, sangatlah penting dapat
mengkaji pola sebarannya di suatu perairan (Periáñez et al., 2019).
Sebelumnya, studi mengenai gambaran hidrdodinamika Perairan Pantai Gosong telah dilakukan
untuk mendapatkan infomasi pola arus perairan yang terjadi selama musim timur dan barat. Penelitian ini
menggunakan persamaan model 2-D untuk mengestimasikan skenario dinamika 137Cs yang berasal dari
limbah operasional PLTN. Model 2-D sangat popular digunakan dalam mengkaji wilayah perairan dangkal
dengan asumsi massa air dalam sumbu vertikal tercampur secara sempurna (Hassanvand & Mirnejad, 2019).
Penelitian ini mengkaji 3 skenario pembuangan limbah yang disajikan dalam Tabel 1. Hasil estimasi dosis
dan penyebaran 137Cs di suatu perairan menjadi acuan penelitian ini dalam menentukan sistem pembuangan
limbah yang efektif, serta memberikan gambaran tingkat pencemaran radioaktif yang terjadi di laut saat
PLTN beroperasi.

MATERI DAN METODE


Desain Model
PLTN direncanakan akan dioperasikan di Pesisir Pantai Gosong, Kabupaten Bengkayang, Provinsi
Kalimantan Barat. Model dispersi radioaktif 137Cs dibangun melingkupi 4 wilayah administrasi perairan,
yaitu Kabupaten Sambas, Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Mempawah. Penelitian
ini membuat grid model dengan resolusi 100 meter x 100 meter ± 50 meter, agar dapat mendefinisikan
kondisi dinamika massa air laut di Perairan Pantai Gosong lebih detail. Simulasi dibagi menjadi 3 skenario
pembuangan limbah yang disajikan pada Tabel 1. Selanjutnya, semua skenario disimulasikan selama 15 hari
untuk memperhatikan kondisi spring dan neap tide dalam pola perambatan unsur 137Cs di perairan.
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

Tabel 1. Skenario Input Limbah


Volume Limbah Periode Debit Limbah Konsentrasi Cs
Simulasi
(m3) Pembuangan (m3.s-1) (Bq.m-3)
Skenario I 10 15 Hari
Skenario II 50 2,5 Bulan 0,00278 0,729
Skenario III 100 5 Bulan

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Persamaan Model Numerik


Keterangan setiap symbol persamaan dapat dilihat pada Tabel 2. Persamaan difusi dan adveksi
diterapkan sebagai pedoman mendefinisikan perambatan radioaktif 137Cs dalam perairan (Deltares, 2014).
Persamaan adveksi mendifinisikan proses perpindahan radioaktif akibat adanya aliran pada suatu perairan,
sedangkan persamaan difusi mengilustrasikan tingkat kelarutan polutan dalam cakupan luas area tertentu
((Trujillo & Thurman, 2011). Delft3D menjabarkan kedua persamaan tersebut menjadi sebagai berikut
(Deltares, 2014):

∂ ( d +ζ ) c
∂t
+
1
{
√ Gx √G y ∂x
+

(1)
∂y }
∂ [ √ G y ( d+ ζ ) uc ] ∂ [ √ G x ( d + ζ ) vc ] ∂ ω c
+
∂z
=
{ [
d+ ζ ∂
√G x √ G y ∂ x
DH
] [
√Gy ∂ c + ∂ D √Gx ∂ c
√G x ∂ x ∂ x
H
√Gy ∂ y

Persamaan awal menunjukkan proses adveksi, sedangkan persamaan aktif menggambarkan proses
difusi. Meskipun unsur 137Cs memiliki waktu paruh yang Panjang, proses peluruhan ( λ d) tetap dimasukkan
dalam kajian dengan nilai 6,33. 10-5 Bq.m-3(IAEA, 2009). Delft3D mendefinisikan koordinat secara
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

kartesian, sehingga bidang ruang horizontal akan dikonversikan berdasarkan koordinat kartesian. Simbol
G x , G y menandakan koefisien konversi koordinat silendris menjadi kartesian (Deltares, 2014).
Informasi dinamika arus perairan dalam wilayah luas didapatkan dari hasil model hidrodinamika.
Persamaan kontuniutas (Persamaan 2) dan kekekalan momentum (Persamaan 3) menjadi dasar dalam
mensimulasikan pola arus perairan. Komponen z dikaji dalam model 2 dimensi untuk memperkirakan rata –
rata arus perairan dalam strata kedalaman (Ouni et al., 2020). Simulasi model 2 dimensi mengasumsikan
kondisi perairan tercampur sempurna, sehingga tidak terjadi perbedaan parameter fisika kimia laut dalam
strata kedalamannya (Hassanvand & Mirnejad, 2019). Perairan Kalimantan Barat termasuk dalam katagori
perairan dangkal sehingga asumsi tersebut dapat digunakan.
∂ζ 1
+ ∂ ¿ ¿ (3)
∂ t √Gx√Gy
∂ √G y ∂ √ Gx
∂u u ∂u
+ +
v ∂u ω ∂u
+ −
v2
∂ t √ Gx ∂ x √ G y ∂ y d+ ζ ∂ z √G x √ G y ∂ x
+
uv
√G x √G y ∂ y
−fv=
−1
ρ0 √ G x
Px + F x +
1
2

( d +ζ ) ∂ z
Vν (
∂u
∂z
+ )
(4)

∂ √Gy ∂ √G x
∂v
+
u ∂v
+
v ∂v ω ∂v
+ +
uv
+
u2
∂ t √ G x ∂ x √ G y ∂ y d +ζ ∂ z √ Gx √G y ∂ x √ Gx √ G y ∂ y
−fu=
−1
ρ0 √ G y
P y+ F y +
1
2

( d +ζ ) ∂ z

∂v
∂z
+( )
(5)
Tabel 2. Keterangan Simbol Persamaan
x , y , z Arah dimensi t Waktu
u , v , ω Kecepatan arus dalam arah x, y, z ρ0 Densitas perairan
G x , G y Koefisien konversi koordinat kartesian S Debit imput limbah
d Kedalaman menuju rata muka laut Px , Tekanan hidrostatis
Py
ζ Perubahan muka air laut Mx , Koefisien momentum
My
c Konsentrasi 137Cs fv , fu Gaya Coriolis
DH , Koefisien difusi horizontal dan vertikal Vν Kekentalan perairan
Dv
λd Tingkat peluruhan Fx , Koefisien turbulen
Fy

Prosedur Simulasi
Modul flow Delft3D digunakan dalam pembangunan model dispersi radioaktif di Perairan Pantai
Gosong. Beberapa parameter yang digunakan meliputi data pasang surut, batimetri perairan, parameter angin
permukaan dan debit beserta konsentrasi limbah 137Cs. Tabel 3 menjelaskan data beserta format yang
nantinya diinput dalam aplikasi Delft3D. Digitasi batimetri perairan bersama dengan garis pantai dilakukan
dengan berlandaskan Peta Laut Pushidrosal yang diukur pada tahun 2020 menggunakan aplikasi ArcMap
6.3. Kontur kedalaman wilayah pesisir diperjelas kembali menggunakan data Batimetri Nasional
(http://batnas.big.go.id/) hasil pengukuran citra satelit BIG (Wisha et al., 2018). Pembuatan grid dan
interpolasi data batimetri dalam grid dilakukan pada modul grid Delft3D. Data pasang surut memanfaatkan
pengukuran insitu temporal selama 15 hari melalui stasiun pasut BIG (http://ina-
sealevelmonitoring.big.go.id/ipasut/) yang terletak di Pemangkat, Kabupaten Sambas (Irawan et al., 2021).
Data opensource ERA 5 dari Marine Copernicus (https://marine.copernicus.eu/) dimanfaatkan untuk
memperoleh komponen angin permukaan yang diukur setiap jam dengan resolusi 8 km (Ssenyunzi et al.,
2020). Kedua data tersebut diambil berdasarkan periode pembangunan model yang dimulai dari tanggal 10 -
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

25 September 2016. Penentuan total kadar dosis biota perairan terhadap radioaktif 137Cs dilakukan
menggunakan aplikasi Erica 1.3.
Output model hidrodinamika dilakukan verifikasi untuk melihat tingkat kesesuaian model
hidrodinamika yang dibangun. Proses verifikasi ini untuk mengukur kesesuaian hasil model dalam
menggambarkan kondisi dinamika fisika perairan yang sebenarnya (Rueda-Bayona et al., 2020). Data
observasi stasiun BIG dan data penelitian sebelumnya masing – masing dimanfaatkan untuk memverifikasi
data pasang surut dan data arus perairan. Kushadiwijayanto & Apriansyah (2017)mengukur nilai kecepatan
arus di Perairan Pantai Cina, Pulau Lamukutan. Arus perairan diukur setiap satu jam menggunakan Floating
Drugh selama 24 jam dimulai dari tanggal 10 - 11 September 2016 (17.00 – 16:00). Mean relative error
(MRE) digunakan pada penelitian ini untuk memverifikasi hasil simulasi model hidrodinamika yang telah
dibangun melalui aplikasi Delft3D (Hou et al., 2020). Persamaa tersebut ditulis sebagai berikut :
| X−C|
ℜ= x 100 % (6.1)
X
n

MRE=∑ (6.2)
0 n
Data observasi ditunjukkan dengan nilai x dan data simulasi ditunjukkan dengan symbol y. Adapun
n menunjukkan jumlah data. Model hidrodinamika dikatakan telah menggambarkan kondisi dinamika
perairan apabila nilai MRE tidak melebihi 10 % untuk verifikasi pasang surut dan 40% untuk verifikasi arus
(Ivanov et al., 2020). Data pasang surut diverifikasi selama 15 hari, sedangkan data arus perairan divalidasi
selama 24 jam.
Tabel 3. Data Input Model
No Data Format Definisi
1 Land Boundary <nama.ldb> Garis Pantai, Pulau, Batas kajian model
2 Grid <nama.grd> Luas setiap satuan model
3 Dry Point <nama.dry> Grid yang berlokasi pada pulau
4 Depth <nama.dep> Kedalaman perairan
5 Boundary <nama.bnd> Parameter batas model
6 Water level <nama.bct> Pasang surut dengan tipe time-series
7 Wind <nama.wnd> Kecepatan dan arah angin
8 Monitoring <nama.obs> Lokasi pengamatan pasut dan arus perairan
9 Total discharge <nama.bct> Debit masukan limbah pengolahan radioaktif
10 Transport <nama.bcc> Konsentrasi 137Cs
11 Decay <decay#> Peluruhan radioaktif 137Cs

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dinamika pola arus perairan menjadi indikator penelitian ini dalam menganalisa penyebaran
radioaktif 137Cs di Perairan Pesisir Kalimantan Barat. Nilai relatif eror untuk data model arus sebesar
39,44%, sedangkan untuk simulasi elevasi muka air sebesar 7,5%. Nilai tersebut mengasumsikan hasil
simulasi telah menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Gambar 2 menunjukkan grafik perbedaan antara
data simulasi dengan data observasi lapangan. Simulasi model ini tidak mempertimbangan pengaruh dari
curah hujan dan aktivitas pesisir yang memungkinkan dapat mempengaruhi arus perairan sesaat. Hal tersebut
diindikasikan menjadi alasan adanya perbedaan antara data observasi dan data lapangan.
Perairan Pantai Gosong merupakan perairan yang dangkal dengan tingkat slope yang rendah
(Gambar 2). Kedalaman perairan ini masih tetap dibawah 4 meter hingga sejauh 3 km dari garis pantai.
Beberapa wilayah pantai mengalami pendangkalan pada beberapa kondisi surut akibat dari penurunan muka
air laut yang melebihi kedalaman perairan. Meskipun begitu, perairan ini memiliki dua palung dalam yang
terletak di Perairan Kepulauan Burung. Kedua palung ini memiliki kedalaman mencapai lebih dari 50 meter.
Topografi perairan seperti ini mengindikasikan kecepatan arus perairan yang rendah disebabkan oleh
tingginya gaya friksi massa air dan sedimen dasar (Akbar et al., 2017).
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

(a)

(b)
Gambar 3. Verifikasi Data; (a) Elevasi Laut, (b) Kecepatan Arus Perairan

Gambar 3. Peta Batimetri Perairan

Perairan Pesisir Kalimantan Barat memiliki tipe pasang surut semidiurnal campuran (F = 1,06). Tipe
pasut ini berarti perairan pesisir tersebut mengalami dua kali pasang dan surut dalam sehari dengan periode
dan amplitudo muka laut yang berbeda. Gambar 4 mengilustrasikan pola arus selama periode purnama dan
perbani. Periode perbani dicirikan oleh amplitudo rendah, dimana posisi bulan tegak lurus terhadap bumi dan
matahari. Sebaliknya, periode pasut purnama ditandai dengan terjadinya pasang tertinggi dan terendah
selama satu hari. Posisi bulan sejajar dengan bumi dan matahari sehingga memicu terjadinya gaya astronomi
yang tinggi terhadap laut (Trujillo & Thurman, 2011). Pola arus perairan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara kedua periode. Beberapa wilayah pesisir menunjukkan arah pergerakan massa air yang
sejajar dengan garis pantai. Pola arus ini masif terjadi di berbagai perairan laut yang terbuka (Mayerle et al.,
2020). Berbeda dengan perairan semi tertutup, seperti daerah estuari atau teluk, dimana terjadi pergerakan
arus dominan mendekati pantai saat pasang dan menjauhi pantai saat surut (Hendrawan & Asai, 2014; Wisha
et al., 2018).
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

Terdapat dua aliran air yang arah utara dan selatan yang bergerak saling mendekati dan bertemu di
Perairan Kepulauan Burung. Pertemuan arus ini mengakibatkan pembolakan arah arus perairan menuju laut
lepas melalui Perairan Pulau Burung. Meskipun begitu, terjadi peningkatan aliran arus utara perairan yang
membuat terjadinya perluasan pertemuan massa air lebih ke arah utara saat kondisi surut. Sehingga massa air
dari Pantai Gosong akan bergerak menuju Pesisir Utara Bengkayang sebelum nantinya membelok ke arah
laut lepas melalui Perairan Pulau Kabung. Fenomena ini pula terjadi pada perairan timur Jepang, dimana
terjadi pertemuan arus oyashio dan kuroshio (Kawamura et al., 2017). Berdasarkan hasil pemodelan
hidrodinamika, pola arus Wilayah Pesisir Kalimantan Barat sangat dipengaruhi oleh parameter angin
permukaan (Akbar et al., 2017). Pengaruh musim akan cukup signifikan mempengaruhi perubahan
hidrodinamika di Kalbar. Laut yang terletak di dekat ekuator ini menunjukkan bahwa pengaruh coriolis
jarang melibatkan distorsi aliran oleh gaya angin (Yin et al., 2018). Oleh karena itu pola arus mengalir
mengikuti arah gerak angin permukaan.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4. Pola Arus Perairan, (a) Pasang Perbani, (b) Surut Perbani, (c) Pasang Purnama, (d) Surut Purnama

(a) (b) (c)


Gambar 5. Simulasi Dispersi Radioaktif 137Cs, a) Skenario 1, b) Skenario 2, c) Skenario 3
Proses durasi pembuangan dengan debit yang sama pada skenario 1, 2 dan 3 masing – masing yaitu
1 jam, 5 jam dan 10 jam. Dinamika dosis radioaktif 137Cs pada hari pertama pembuangan limbah dapat dilihat
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

pada Gambar 6. Skenario 1 membutuhkan penurunan konsentrasi 137Cs yang lebih lama dibandingkan dengan
skenario 2 dan 3 yang telah menunjukkan penurunan sebelum seluruh limbah terbuang ke laut. Kecepatan
arus yang relatif rendah menurunkan durasi penyebaran limbah ke wilayah yang lebih luas (Sakuma et al.,
2017). Skenario II dan III menunjukkan dosis maksimum 137Cs yang tidak signifikan berbeda yaitu sekitar
0.12 Bq.m-3. Sementara dosis maksimal yang terjadi pada skenario I hanya sekitar 0.02 Bq.m-3 (Gambar 6).
Aplikasi ERICA digunakan untuk melihat dampak aktivitas 137Cs tersebut terhadap berbagai biota perairan
(Giwa et al., 2018). Total dosis rate yang disajikan pada Tabel 4 semuanya menunjukkan nilai yang masih
dapat ditoleransi oleh biota perairan, dimana masih dibawah dosis kasus limbah radioaktif di Australia
(Urban et al., 2015).
Tabel 4. Total Dosis Rate Setiap Skenario
Total Dosis (µGy.h-1)
Biota
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
-5 -4
Ikan Bentik 3,68. 10 1,98. 10 2,00. 10-4
-6 -5
Burung 2,09. 10 1,13. 10 1,14. 10-5
Krustasea 3,54. 10-5 1,91. 10-4 1,93. 10-4
Makroalga 4,03. 10-5 2,18. 10-4 2,20. 10-4
Mamalia Laut 1,66. 10-6 8,95. 10-6 9,03. 10-6
-5 -4
Molluska dan Bivalvia 3,90. 10 2,11. 10 2,13. 10-4
Ikan Pelagis 3,51. 10-7 1,90. 10-6 1,91. 10-6
Fitoplankton 2,22. 10-8 1,20. 10-7 1,21. 10-7
Polychaeta 8,07. 10-5 4,36. 10-4 4,40. 10-4
-6 -5
Reptil 3,51. 10 1,89. 10 1,91. 10-5
Anemon Laut 4,08. 10-5 2,20. 10-4 2,22. 10-4
Lamun 3,89. 10-5 2,10. 10-4 2,12. 10-4
Zooplankton 3,64. 10-7 1,96. 10-6 1,98. 10-6

Secara garis besar, limbah radioaktif 137Cs yang dibuang dari Pesisir Pantai Gosong menyebar ke
Perarairan Kepulauan Burung. Bebebrapa lokasi di perairan ini dilaporkan menjadi habitat ekosistem
perairan yang penting, seperti mangrove, terumbu karang dan lamun (Nurrahman et al., 2012; Sudarso,
2012). Perairan Pesisir Bagian Utara Pantai Gosong diindikasikan akan menerima persentase radioaktif Cs
yang cukup tinggi akibat arus perairan utara di Perairan Pantai Gosong. Arus perairan ini terjadi saat surut
yang membawa sebagian besar radioaktif cair 137Cs menuju perairan pesisir bagian utara sebelum kemudian
ditbelokkan menuju laut lepas melalui Perairan Kepulauan Burung. Adapun Pesisir Timur Laut Pulau
Lamukutan menjadi lokasi di Perairan Kepulauan Burung yang diestimasikan menerima akumulasi radioaktif
137
Cs yang paling tinggi dibandingkan titik wilayah kajian lainnya. Skenario 1 menunjukkan pencemaran
radioaktif 137Cs hanya pada wilayah Perairan Kabupaten Bengkayang, sedangkan skenario lainnya
menunjukkan wilayah tercemar yang lebih luas hingga Pesisir Mempawah. Meskipun begitu, Skenario 2 dan
3 menunjukkan Pesisir Pantai Mempawah menerima radioaktif 137Cs pada konsentrasi yang sangat rendah
dibandingkan dengan wilayah Kepulauan Burung. Meskipun begitu, keseluruhan nilai disperse 137Cs dari
setiap wilayah kajian diyakini tidak akan memberikan dampak pencemaran bagi organisme laut
(International Atomic Energy Agency, 2001).
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

Gambar 6. Konsentrasi 137Cs pada Periode Awal Input di Pantai Gosong

Meskipun semua model skenario dispersi menunjukkan nilai yang jauh dibawah dosis pencemaran,
penelitian ini mengestimasikan Skenario I menjadi sistem pembuangan limbah radioaktif yang lebih efisien
dibandingkan skenario lainnya. Meskipun periode pembuangan limbah yang relatif singkat, hasil simulasi
menunjukkan bahwa dinamika perairan pesisir telah mampu menurunkan aktivitas 137Cs pada limbah hingga
10 MBq/L dalam 15 hari. Angka itu relatif stabil jika dibandingkan dengan pengukuran monitoring aktivitas
137
Cs di berbagai Perairan Indonesia yang diindikasikan berasal dari penggunakan ternologi fisi nuklir global
(Alkatiri et al., 2019; Muslim et al., 2015; Suseno et al., 2017). Selain itu, skenario I menunjukkan wilayah
pencemaran yang lebih sempit selama 15 hari, dimana Pesisir Mempawah diindikasikan tidak terkena
dampak sebaran limbah radioaktif yang telah dilakukan proses pengolahan dari PLTN. Perairan Mempawah
memiliki wilayah konservasi mangrove dan terumbu karang yang mesti dijaga. Meskipun begitu, penerapan
skenario lainnya.

Kesimpulan
Pembangunan PLTN di Pantai Gosong diestimasikan dapat berpeluang mencemari wilayah perairan
di sekitar Kepulauan Burung hingga Pesisir Kabupaten Mempawah. Secara umum, pola arus perairan pantai
gosong bergerak menuju wilayah laut lepas melewati Kepulauan Burung. Kondisi pasang ditandai dengan
pergerakan arus pada wilayah utara Kepulauan Burung, sedangkan kondisi surut memperlihatkan pola arus
yang merampat menyusuri bagian tengah hingga selatan Kepulauan Burung. Meskipun ditemukan beberapa
aliran yang menuju ke Pesisir Mempawah saat kondisi surut purnama dan pasang perbani. Pola arus perairan
berperan aktif dalam menyebarkan limbah di perairan.
Manajemen pembuangan limbah tetap harus diperhatikan, meskipun dosis radioatif dalam limbah
ralatif kecil dan masih dapat ditoleransi ekosistem perairan. Penelitian ini menyimpulkan pembuangan
limbah radioaktif dengan volume 10 m 3 setiap periode 15 hari sebagai skenario paling efisien dibandingkan
dengan skenario lainya. Skenario ini dapat mengurangi total dosis 137Cs yang terkonsumsi biota di Pesisir
Pantai Gosong sebagai wilayah awal yang terkena dampak limbah. Berdasarkan model disperse, dinamika
perairan telah mampu menstabilkan pencemaran 137Cs selama 15 hari. Meskipun begitu, penelitian ini hanya
mempertimbangkan unsur 137Cs saja sebagai salah satu kandungan pengolahan limbah radioaktif. Kajian
unsur radionuklida lainnya juga perlu dilakukan sebagai upaya dalam mengurangi pencemaran perairan
akibat limbah radioaktif.

REFERENSI
Akbar, A. A., Sartohadi, J., Djohan, T. S., & Ritohardoyo, S. (2017). The role of breakwaters on the
rehabilitation of coastal and mangrove forests in West Kalimantan, Indonesia. Ocean and Coastal
Management, 138, 50–59. https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2017.01.004
Alkatiri, A., Suseno, H., Hudiyono, S., & Moersidik, S. S. (2019). The distribution of radiocesium in the
Indian ocean and its relation to the exit passage of the Indonesian Throughflow. Regional Studies in
Marine Science, 25, 100496. https://doi.org/10.1016/j.rsma.2018.100496
Aoyama, M., Tsumune, D., Inomata, Y., & Tateda, Y. (2020). Mass balance and latest fluxes of radiocesium
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

derived from the fukushima accident in the western North Pacific Ocean and coastal regions of Japan.
Journal of Environmental Radioactivity, 217(February), 106206.
https://doi.org/10.1016/j.jenvrad.2020.106206
Bailly du Bois, P., Laguionie, P., Boust, D., Korsakissok, I., Didier, D., & Fiévet, B. (2012). Estimation of
marine source-term following Fukushima Dai-ichi accident. Journal of Environmental Radioactivity,
114, 2–9. https://doi.org/10.1016/j.jenvrad.2011.11.015
Deltares. (2014). 3D/2D modelling suite for integral water solutions: Hydro-Morphodynamics. 710.
Giwa, K. W., Osahon, O. D., Amodu, F. R., Tahiru, T. I., & Ogunsanwo, F. O. (2018). SC. Environmental
Nanotechnology, Monitoring &#x0026; Management. https://doi.org/10.1016/j.enmm.2018.10.002
Hassanvand, M., & Mirnejad, Z. (2019). Progress in Nuclear Energy Hydrodynamic model of radionuclide
dispersion during normal operation and accident of Bushehr nuclear power plant. Progress in Nuclear
Energy, 116(November 2018), 115–123. https://doi.org/10.1016/j.pnucene.2019.04.002
Hendrawan, I. G., & Asai, K. (2014). Numerical study on tidal currents and seawater exchange in the Benoa
Bay, Bali, Indonesia. Acta Oceanologica Sinica, 33(3), 90–100. https://doi.org/10.1007/s13131-014-
0434-5
Hirose, K., & Povinec, P. P. (2020). 90Sr and 137Cs as tracers of oceanic eddies in the sea of Japan/East sea.
Journal of Environmental Radioactivity, 216(February), 106179.
https://doi.org/10.1016/j.jenvrad.2020.106179
Hou, J., Kang, Y., Hu, C., Tong, Y., Pan, B., & Xia, J. (2020). A GPU-based numerical model coupling
hydrodynamical and morphological processes. International Journal of Sediment Research, 35(4), 386–
394. https://doi.org/10.1016/j.ijsrc.2020.02.005
International Atomic Energy Agency. (2001). Srs 19. In Generic Models for Use in Assessing the Impact of
Discharges of Radioactive Substances To The Environment (Vol. 22, Issue 3, pp. 183–193).
http://www.scielo.mec.pt/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0871-97212014000300002&lang=pt
%5Cnhttp://www.scielo.mec.pt/pdf/imu/v22n3/v22n3a02.pdf
International Atomic Energy Agency. (2009). Policies and Strategies for Radioactive Waste. International
Atomic Energy Agency, No. NW-G-1, 1–57.
Irawan, A. M., Marfai, M. A., Munawar, Nugraheni, I. R., Gustono, S. T., Rejeki, H. A., Widodo, A.,
Mahmudiah, R. R., & Faridatunnisa, M. (2021). Comparison between averaged and localised
subsidence measurements for coastal floods projection in 2050 Semarang, Indonesia. Urban Climate,
35(May 2020), 100760. https://doi.org/10.1016/j.uclim.2020.100760
Ivanov, E., Capet, A., Barth, A., Delhez, E. J. M., Soetaert, K., & Grégoire, M. (2020). Hydrodynamic
variability in the Southern Bight of the North Sea in response to typical atmospheric and tidal regimes.
Benefit of using a high resolution model. Ocean Modelling, 154(June), 101682.
https://doi.org/10.1016/j.ocemod.2020.101682
Kawamura, H., Furuno, A., Kobayashi, T., In, T., Nakayama, T., Ishikawa, Y., Miyazawa, Y., & Usui, N.
(2017). Oceanic dispersion of Fukushima-derived Cs-137 simulated by multiple oceanic general
circulation models. Journal of Environmental Radioactivity, 180, 36–58.
https://doi.org/10.1016/j.jenvrad.2017.09.020
Kushadiwijayanto, A. A., & Apriansyah, A. (2017). PEMODELAN ARUS MUSIMAN DI PERAIRAN
LEMUKUTAN KALIMANTAN. January 2018.
Mayerle, R., Niederndorfer, K. R., Fernández Jaramillo, J. M., & Runte, K. H. (2020). Hydrodynamic
method for estimating production carrying capacity of coastal finfish cage aquaculture in Southeast
Asia. Aquacultural Engineering, 88(December 2019), 102038.
https://doi.org/10.1016/j.aquaeng.2019.102038
Muslim, M., Suseno, H., & Saodah, S. (2016). Condition of 137Cs Activity in Karimunjawa Waters and its
Distribution When an NPP Jepara is Operated. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine
Sciences, 21(3), 143. https://doi.org/10.14710/ik.ijms.21.3.143-150
Muslim, Suseno, H., & Rafsani, F. (2015). Distribution of 137Cs radionuclide in industrial wastes effluents
of Gresik, East Java, Indonesia. Atom Indonesia, 41(1), 47–50. https://doi.org/10.17146/aij.2015.355
Nam, H. (2020). Impact of nuclear phase-out policy and energy balance in 2029 based on the 8th Basic Plan
for long-term electricity supply and demand in South Korea. Renewable and Sustainable Energy
Reviews, 122(December 2019), 109723. https://doi.org/10.1016/j.rser.2020.109723
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

Nurrahman, Y. A., Suhara, D. O., & Rostika, R. (2012). Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove di
Pesisir Kecamatan Sungai Raya Kepulauan Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Jurnal
Perikanan Dan Kelautan, 3(1), 99–107.
Ouni, H., Sousa, M. C., Ribeiro, A. S., Pinheiro, J., Ben M’Barek, N., Tarhouni, J., Tlatli-Hariga, N., & Dias,
J. M. (2020). Numerical modeling of hydrodynamic circulation in Ichkeul Lake-Tunisia. Energy
Reports, 6, 208–213. https://doi.org/10.1016/j.egyr.2019.08.044
Periáñez, R., Bezhenar, R., Brovchenko, I., Duffa, C., Iosjpe, M., Jung, K. T., & Kim, K. O. (2019). Marine
radionuclide transport modelling : Recent developments , problems and challenges. 122(July 2018).
Ratiko, R., Wisnubroto, D. S., Nasruddin, N., & Mahlia, T. M. I. (2020). Current and future strategies for
spent nuclear fuel management in Indonesia. Energy Strategy Reviews, 32, 100575.
https://doi.org/10.1016/j.esr.2020.100575
Rueda-Bayona, J. G., Osorio, A. F., & Guzmán, A. (2020). Set-up and input dataset files of the Delft3d
model for hydrodynamic modelling considering wind, waves, tides and currents through multidomain
grids. Data in Brief, 28, 10–13. https://doi.org/10.1016/j.dib.2019.104921
Sakuma, K., Kitamura, A., Malins, A., Kurikami, H., Machida, M., Mori, K., Tada, K., & Kobayashi, T.
(2017). Characteristics of radio-cesium transport and discharge between different basins near to the
Fukushima Dai-ichi Nuclear Power Plant after heavy rainfall events. Journal of Environmental
Radioactivity, 169–170, 137–150. https://doi.org/10.1016/j.jenvrad.2016.12.006
Ssenyunzi, R. C., Oruru, B., D’ujanga, F. M., Realini, E., Barindelli, S., Tagliaferro, G., von Engeln, A., &
van de Giesen, N. (2020). Performance of ERA5 data in retrieving Precipitable Water Vapour over East
African tropical region. Advances in Space Research, 65(8), 1877–1893.
https://doi.org/10.1016/j.asr.2020.02.003
Sudarso, J. (2012). Strategi Pengembangan Ekowisata Terumbu Karang di Pulau Lemukutan dan Pulau
Rendayan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Universitas Terbuka.
Suseno, H., & Wahono, I. B. (2018). Present status of 137Cs in seawaters of the Lombok Strait and the
Flores Sea at the Indonesia Through Flow (ITF) following the Fukushima accident. Marine Pollution
Bulletin, 127(December 2017), 458–462. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2017.12.042
Suseno, H., Wahono, I. B., & Muslim. (2015). Radiocesium monitoring in Indonesian waters of the Indian
Ocean after the Fukushima nuclear accident. Marine Pollution Bulletin, 97(1–2), 539–543.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2015.05.015
Suseno, H., Wahono, I. B., Muslim, M., & Yahya, M. N. (2017). Status of 137Cs concentrations in sea water
at the inlets of the Indonesian Through Flow (ITF). Regional Studies in Marine Science, 10, 81–85.
https://doi.org/10.1016/j.rsma.2016.12.008
Trujillo, A. P., & Thurman, H. V. (2011). Essentials of Oceanography. Pearson.
Tsubono, T., Misumi, K., Tsumune, D., Bryan, F. O., Hirose, K., & Aoyama, M. (2016). Evaluation of
radioactive cesium impact from atmospheric deposition and direct release fluxes into the North Pacific
from the Fukushima Daiichi nuclear power plant. Deep-Sea Research Part I: Oceanographic Research
Papers, 115, 10–21. https://doi.org/10.1016/j.dsr.2016.02.019
Tsumune, D., Tsubono, T., Misumi, K., Tateda, Y., Toyoda, Y., Onda, Y., & Aoyama, M. (2020). Impacts of
direct release and river discharge on oceanic 137Cs derived from the Fukushima Dai-ichi Nuclear
Power Plant accident. Journal of Environmental Radioactivity, 214–215(May 2011), 106173.
https://doi.org/10.1016/j.jenvrad.2020.106173
Urban, D., Carpenter, J., Sdraulig, S., Grzechnik, M., & Tinker, R. (2015). Background Radioactivity in
Northerm Australian Seafood. 172, 50.
Wisha, U. J., Tanto, T. Al, Pranowo, W. S., & Husrin, S. (2018). Current movement in Benoa Bay water,
Bali, Indonesia: Pattern of tidal current changes simulated for the condition before, during, and after
reclamation. Regional Studies in Marine Science, 18, 177–187.
https://doi.org/10.1016/j.rsma.2017.10.006
Wu, J. (2018). Impacts of Fukushima Daiichi Nuclear Power Plant accident on the Western North Paci fi c
and the China Seas : Evaluation based on fi eld observation of Cs. Marine Pollution Bulletin,
127(September 2017), 45–53. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2017.11.056
Zhang, W., Shen, Z., Ren, J., Gan, L., Wang, F., Yu, B., & Li, C. (2020). Modeling and comparative analysis
of a flow and heat coupling model of the riparian zone based on thermal conductivity empirical models.
Buletin Oseanografi Marina [bulan] [tahun]Vol 00 No 0:0–0

Journal of Hydrology, 582(December 2019), 124539. https://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2019.124539

Anda mungkin juga menyukai