Anda di halaman 1dari 8

PERTEMUAN 18

PEMELIHARAAN PERDAMAIAN SESUAI PIAGAM PBB

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan pertemuan ke-18 Mahasiswa Diharapkan dapat


Menjelaskan tentang Pemeliharaan Perdamaian sesuai Sistem Piagam

B. URAIAN MATERI

1. Peranan Utama Dewan Keamanan

Bab VII Piagam PBB yang terdiri dari 13 pasal berisikan ketentuan-ketentuan yang
menyangkut tindakan-tindakan yang akan diambil PBB bila terdapat ancaman atau
pelanggaran terhadap perdamaian atau pun suatu tindakan agresi. Terhadap suatu
keadaan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia terdapat tahap-tahap yang
harus ditempuh sebelum PBB mengambil tindakan dalam bentuk kekerasan.

Sesuai pasal 39 Piagam, mula-mula Dewan Keamanan akan menentukan apakah


memang ada ancaman atau pelanggaran terhadap perdamaian ataupun suatu agresi.
Selanjutnya Dewan membuat rekomendasi yang diperlukan bagi pemeliharaan ataupun
pemulihan perdamaian dan keamanan. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas atas
keadaan yang terjadi, Dewan juga, sesuai pasal 34 Piagam, dapat melakukan investigasi.
Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan, selanjutnya Dewan menetapkan apakah
peristiwa yang terjad! merupakan ancaman atau tidak terhadap pemeliharaan perdamaian
dan keamanan intemasional.

Selanjutnya, sesuai Pasal 40, dan sebelum membuat rekomendasi, Dewan dapat
memutuskan tindakan-tindakan sementara yang dianggap perlu untuk mencegah
memburuknya keadaan. Sekiranya tindakan-tindakan sementara ini tidak dilaksanakan
maka Dewan, sesuai Pasal A1, dapat memutuskaan tindakan-tindakan yang tidak
melibatkan kekuatan bersenjata seperti pemutusan hubungan ekonomi, laut, udara, radio
atau alat-alat komunikasi lainnya ataupun juga pemutusan hubungan diplomatik. Akhirnya
bila tindakan-tindakan tersebut di atas tidak dilaksanakan, Dewan, sesuai Pasal 42, dapat
menggunakan pasukan udara, laut dan darat yang dianggap perlu untuk memelihara atau
memulihkan keadaan. Jelaslah sesuai ketentuan-ketentuan Bab VII Piagam, intervensi
Dewan mempunyai urut-urutan mulai dari mengkonstatasi suatu keadaan sampai pada
penggunaan pasukan bersenjata untuk pemeliharaan dan pemulihan keamanan. Namun,
dalam praktiknya seperti kita lihat kemudian intervensi sesuai Piagam ini jarang terlaksana.
Di samping itu, mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi terutama selama era
Perang Dingin, ditambah dengan aneka ragamnya kepentingan yang terlibat,
negara-negara anggota tetap Dewan terutama Uni Soviet dan AS sering menggunakan hak
vetonya sehingga permasalahan yang dibahas sering tidak ada kelanjutannya. Sampai
tahun 1999, tidak kurang dari 247 veto yang telah digunakan, 120 oleh Uni Soviet, 72 oleh
Amerika Serikat, 32 Inggris, 18 Perancis dan 5 Cina.1)

Setelah berakhimya Perang Dingin, membaiknya hubungan Timur-Barat,


penggunaan hak veto menjadi sangat berkurang. Sebagai bukti setelah berakhimya Perang
Dingin sampai tahun 2004 hanya 17 kali veto yang telah digunakan yaitu 12 oleh AS, 3 oleh
Rusia dan 2 oleh Cina.2) Sebagai akibatnya terjadilah peningkatan yang cepat
kegiatan-kegiatan Dewan. Kegiatan ini antara lain diwujudkan dalam banyaknya resolusi
yang membentuk pasukan pemeliharaan perdamaian. Di samping itu, dalam banyak
resolusi Dewan mencatat adanya ancaman terhadap perdamaian. Namun, Dewan
kelihatannya sangat enggan untuk melukiskan suatu situasi sebagai agresi walaupun
kenyataannya memang demikian. Demikianlah, resolusi Dewan Keamanan No. 660 tanggal
2 Agustus 1990, yang dengan jelas menyangkut keadaan seperti disebutkan dalam Pasal
40 dan 43 Piagam yang mengecam invasi Irak terhadap Kuwait sama sekali tidak
Menggunakan kata agresi, demikian juga resolusi-resolusi selanjutnya Yaitu resolusi 661, 6
Agustus 1990 dan resolusi 674, 29 Oktober 1990 yang mengecam pendudukan Irak, atas
dasar Bab VI! Piagam, tetapi tetap tidak menggunakan kata agresi.

Dalam sengketa negara bekas Yugoslavia dan selanjutnya Bosnia, Herzegovina,


Dewan Keamanan selalu menyebutkan keadaan sebaga ancaman terhadap perdamaian
sedangkan yang terjadi lebih gawat lagi yaitu pelanggaran terhadap perdamaian.3) Di waktu
terjadinya konflik bersenjata Iran-lIrak yang mulai tahun 1980, baru 7 tahun kemudia Dewan
Keamanan menyebutkan adanya pelanggaran terhadap per damajan. Kehati-hatian yang:
ditunjukkan Dewan untuk menentukar jenis suatu keadaan dalam banyak hal kiranya dapat

1
Changing Pattems In the Use of the Veto In Ihe Security Council, Office of the ASG for Security n
Council, June 1999.
2
The Security Council Veto-Global, Policy Forum-UN Security Cbuncil Page 1 of 19,9/30/2004.
3
Resolusi DK No. 719, 21 September 1991 dan Resolusi DK No. 757, 39 Mei 1992.
dimengeri Dengan menghindarkan diri untuk menuding suatu negara sebaga agresor,
Dewan tampaknya ingin memelihara suasana bagi tercapainya penyelesaian politik dari
krisis yang terjadi.

Sebaliknya penggunaan secara ekstensif pengertian ancaman terhadap


perdamaian telah dijadikan sebagai dasar untuk berbagaj kegiatan operasional. Sebagai
contoh, pada tahun 1965 Dewan Keamanan menyebutkan sebagai ancaman terhadap
perdamaian suatu keadaan sebagai akibat proklamasi unilateral kemerdekaan kelompok
minoritas kulit putih Rhodesia4) dan demikian juga terhadap politik apartheid di Afrika
Selatan.5) Di tahun 1990-an banyak keadaan yang disebutkan sebagai ancaman terhadap
perdamaian, seperti tindakantindakan terorisme internasional Sehubungan dengan ledakan
bom di udara terhadap penerbangan Pan AM 103 yang terjadi di atas Lockerbie dan
terhadap penerbangan UTA 772 di atas Niger yang dituduhkan kepada Libya.6) Bahkan,
penindasan terhadap penduduk sipil yang merupakan masalah intem seperti penindasan
terhadap penduduk suku Kurdi7), tragedi kemanusiaan yang terjadi di Somalia8), perang
saudara di Liberia.9) dan Angola.10) dan krisis humaniter di Rwanda11), telah dijadikan dasar
oleh Dewan Keamanan untuk melakukan intervensi humaniter dalam bentuk operasi
pemeliharaan perdamaian dari pasukan multilateral yang dibentuk oleh PBB.

Seperti kita lihat, intervensi Dewan Keamanan dalam kasus-kasus di atas dilakukan
di negara-negara di mana kepentingan negara besal anggota tetap Dewan Keamanan tidak
terlibat secara langsung. Sebaliknya Dewan Keamanan tidak mungkin melakukan hal yang
sama bila negara yang melakukan pelanggaran adalah salah satu dari anggota tetap atau
negara-negara yang dilindunginya. Sistem blok Timur-Barat akhirnya telah sangat
memperluas pengecualian-pengecualian yang semula hanya berlaku kepada
negara-negara anggota tetap. Pengecualian tersebut telah meluas ke negara-negara yang
dilindungi oleh anggota-anggota tetap Dewan Keamanan, terutama oleh Uni Soviet dan
Amerika Serikat. Sebagai akibatnya banyak kasus-kasus yang telah merupakan ancaman
terhadap perdamaian tetapi Dewan Keamanan tidak dapat berbuat banyak karena

4
Resolusi DK No. 217, 20 November 1965.
5
Resolusi DK No. 418,4 November 1977.
6
Resolusi DK No. 731, 21 Januari 1992 dan Resolusi 748, 31 Maret 1992.
7
Resolusi DK No. 698, 5 April 1991.
8
Resolusi DK No. 733, 23 Januari 1992.
9
Resolusi DK No. 788, 19 November 1992.
10
Resolusi DK No. 864, 15 September 1993.
11
Resolusi DK No. 929, 22 Juni 1994.
penggunaan hak veto terutama seperti yang dilakukan Amerika Serikat dalam sengketa
Arab-Israel.

2. Pengambilan Tindakan-tindakan Sementara

Menurut pasal 40 Piagam, Dewan Keamanan, sebelum membuat rekomendasi


dapat menyarankan tindakan-tindakan sementara yang dianggap perlu untuk mencegah
menggawatnya suatu keadaan misalnya dengan melaksanakan gencatan senjata. Dalam
pelaksanaan pasal 40 ini Dewan Keamanan hanya dapat sekedar meminta pihak-pihak
yang bersengketa untuk melaksanakan saran tersebut. Jadi pasal 40 dengan jelas
menunjukkan bahwa wewenang yang dimiliki Dewan hanya sekedar menyampaikan
rekomendasi.

Wewenang Dewan dalam hal ini bersifat terbatas. Tindakan-tindakan sementara


yang disarankan tidak berisikan kecaman terhadap negara yang bersangkutan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh pasal 40 tersebut, tindakan-tindakan sementara yang
diambil itu tidak akan mempengaruhi hak, tuntutan atau posisi pihak-pihak yang
bersengketa. Dalam prakteknya usul untuk mengambil langkah-langkah sementara tersebut
sering disertai dengan nada ancaman. Misalnya Dewan akan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan sekiranya usul tindakan Sementara tersebut ditolak dan dalam hal ini
Dewan dapat menganggap sikap tersebut sebagai ancaman terhadap perdamaian.

3.1 Wewenang Sanksi-sanksi Non Militer

Dalam hal ancaman dan pelanggaran terhadap perdamaian, Piagam PBB


menjelaskan bahwa bila pasal 40 Piagam merujuk pada tindakan-tindakan sementara
sebelum Dewan membuat rekomendasi atau memutuskan tindakan-tindakan yang
diperlukan sesual pasal 39, pasal 41 dapat memutuskan tindakan-tindakan yang harus
diambil dan yang tidak menggunakan pasukan bersenjata. Pasal 41 ini hanya bisa
dilaksanakan bila Dewan Keamanan telah dapat menentukan bentuk dari keadaan. Setelah
diketahui bentuk keadaan tersebut barulah Dewan dapat bertindak dengan mengambil
keputusan-keputusan Walaupun Dewan hanya dapat sekedar meminta negara-negara untu
melaksanakan keputusannya namun dengan mengkombinasikan pasa 41 dengan 25
Piagam, Dewan telah dapat menampilkan sifat mengika dari keputusan-keputusan yang
diambilnya.

Sebagai contoh dapat dikemukakan penolakan Libya untuk menyerahkan 2 warga


negaranya kepada Inggris dan Perancis yang dituding, kedua negara tersebut telah
melakukan tindakan terorisme di udara. Dewan Keamanan, atas dasar Bab VII, dalam
resolusinya No. 748, tanggal 31 Maret 1992 dan sebagai tindak lanjut resolusi sebelumnya
No. 731 tanggal 21 Januari 1992 menyatakan bahwa penolakan tersebut merupakan
ancaman terhadap perdamaian dan karena itu memutuskan untuk mengenakan embargo
atas alat pengangkutan udara pemasokan senjata dan bantuan teknik militer kepada
negara tersebut. Sebagaimana kita lihat, keputusan Dewan Keamanan tersebut pada
umumnya dipatuhi oleh negara-negara anggota apalagi AS, Inggris dan Perancis yang
mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan d dalam negeri bagi pelaksanaan
embargo tersebut.

Berbeda dari Tindakan-indakan sementara, keputusan-keputusan yang diambil


Dewan merupakan tindakan-tindakan kekerasan. Selanjutnya ketentuan ketentuan yang
terdapat dalam pasal 49 dan 50 Piagam berusaha untuk memberikan cara-cara yang
konkrit kepada negara-negara anggota untuk menghormati secara efektif tindakan-tindakan
paksaan yang diputuskan oleh Dewan. Sehubungan dengan itu ketentuan-ketentuan
tersebut berisikan bantuan timbal balik antara negara: negara anggota PBB dan konsultasi
dengan Dewan bagi negara-negara yang perekonomiannya terganggu sebagai akibat
pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil Dewan. Sebagai contoh dalam kasus
Irak-Kuwait tahun 1990, Dewan Keamanan membentuk suatu Komite sanksi yang juga
mempunyai tugas untuk menentukan negara mana saja yang harus mendapatkan bantuan
keuangan dan ekonomi sebaga akibat embargo terhadap Irak.12) Kecuali resolusi Majelis
Umum tangga 15 Mei 1951 yang merekomendasikan embargo atas bahan strateggi
terhadap Korea Utara, Dewan Keamanan telah menjatuhkan sanlst sanksi dalam peristiwa
Rhodesia tahun 1965, invasi Kuwait oleh Irak tahun 1990, terhadap Libya tahun 1992 dan
1993, pihak-pihak yan9 bersengketa di Yugoslavia semenjak tahun 1991, Liberia tahun 199
Haiti tahun 1993 Angola tahun 1993 dan Sudan tahun 1996.

Atas dasar Bab VII Piagam, Dewan K.amanan dalam resolusinya No. 232 tanggal
16 Desember 1966 menjatuhkan sanksi-sanksi ekonomi kepada Rhodesia Selatan.

12
Resolusi Dewan Keamanan No. 681. tanggal 6 Agustu 1990 dan No. 665. tangga 25 Agustus
1990.
Resolusi tersebut diperkuat dengan 2 resolusi lainnya.13) yang melarang semua hubungan
dagang dan keuangan dengan Rhodesia Selatan, penarikan wakil-wakil dagang dan
keuangan asing, penghentian semua sarana transport dan pemutusan hubungan
diplomatik. Penggunaan pasal 41 ini juga mempunyai batasbatas pula dalam
pelaksanaannya. Kadang-ka:lang sulit untuk mengharapkan semua negara untuk mematuhi
sepenuhnya ketentuan sariksi tersebut. Portugal dan Afrika Selatan misalnya tetap
melakukan perdagangan dan mengirim minyak ke Rhodesia.

Setelah berakhirnya Perang Dingin, penjatuhan sanksi menjadi lebih mudah dan
juga dapat memperkuat pelaksanaannya. Dalam kasus Yugoslavia, Dewan Keamanan
tanpa banyak kesulitan telah dapat secara berturut-turut mengenakan sanksi embargo total
atas senjata-senjata.14 atas semua transaksi termasuk transportasi udara.15) Sanksi-sanksi
ekonomi juga telah dijatuhkan kepada Haiti setelah terjadinya kudeta terhadap Presiden
yang telah dipilih secara demokratis, yaitu J.B Aristide, mula-mula oleh OAS (Organization
of American States) dan kemudian oleh Dewan Keamanan.16) Embargo mengenai
penjualan senjata dan material militer juga dijatuhkan kepada Somalia.17) dan Liberia.18)

Mengenai invasi Irak terhadap Kuwait yang terjadi tanggal 2 Agustus 1990, Dewan
Keamanan dalam resolusinya no. 661 tanggal 6 Agustus 1990 meminta negara-negara
anggota dan bukan anggota PBB untuk mengenakan embargo menyeluruh terhadap Irak.
Lima han kemudian, invasi militer Irak tersebut dinyatakan sebagai invasi berdasarkan
ketentuan Bab VII Piagam, hamun kata agresi tetap tidak dipakai oleh Dewan Keamanan.
Boikot total hubungan militer, perdayangan, keuangan terhadap Irak yang didasarkan atas
pelaksanaan Bab VII Piagam berjalan baik dan bahkan Swiss yang bukan anggota PBB
juga ikut melakukan embargo. Embargo ini juga diperkuat dengan keputusan Dewan
Keamanan untuk melakukan blokade Laut.

3.2 Wewenang Sanksi-sanksi Militer Prinsip dalam Piagam

13
Resolusi Dewan Keamanan No. 253, 29 Mei 1968 dan Resolusi No. 277, 18 Maret 1970.
14
Resolusi Dewan Keamanan No. 724, 15 Desember 1991 dan Resolusi No. 727, 19 September
1992.
15
Resolusi-resolusi Dewan Keamanan No. 752 15 Mei 1992: 757, 39 Mai 1992: 787, 16 November
1992.
16
Resolusi Dewan Keamanan No. 841, 16 Juni 1993.
17
Resolusi Dwwan Keamanan No. 733, 28 Januari 1992.
18
Resolusi Dewan Keamanan No. 788 , 19 November 1992.
a. Prinsip dalam Piagam

Pasal 42 yang merupakan inti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Bab VII
Piagam memberikan wewenang kepada Dewan Keamanan untuk mengambil
tindakan-tindakan militer, udara, laut dan darat yang diperlukan untuk memelihara dan
memulihkan perdamaian dan keamanan internasional. Namun dinyatakan pula bahwa
ketentuan tersebut baru dilakukan bila tindakan-tindakan kekerasan non milite tidak
memadai atau mengalami kegagalan. Kalau dibanding dengan Liga Bangsa-Bangsa (LBB)
yang menjadikan pelaksanaan sanksi. sanksi militer bersifat fakultatif bagi negara-negara
anggota, selanjutnya PBB bukan saja dapat memutuskan penggunaan kekerasan tetapi
juga ikut melaksanakannya.

Pelaksanaan ketentuan ini akan ideal apabila dari segi militer, PBB mempunyai
persenjataan sendiri yang dapat menangkal agresi yang tidak dilakukan oleh salah satu
anggota tetap Dewan Keamanan. PBB pada hakekatnya tidak membentuk angkatan
bersenjata internasiona yang bebas dari negara-negara dan yang diletakkan di bawah
komando langsung Dewan Keamanan. Rancangan yang sesuai dengan pasal 43 adalah
negara-negara anggota menyerahkan ke Dewan Keamanan pasukan-pasukan bersenjata
yang diperlukan atas dasar kesepakatan kesepakatan khusus dengan Dewan Keamanan.
Tetapi yang ada hanyalah himpunan dari pasukan berbagai negara yang dikoordinasikan
oleh Dewan Keamanan. Satu-satunya organ bersama adalah Komite Kepala-kepala Staf
yang terdiri dari kepala-kepala staf dari kelima anggota tetap untuk membantu Dewan
dalam masalah-masalah milite' seperti yang disebut dalam pasal 47 Piagam.

b. Wewenang Majelis Umum

Piagam hanya memberikan peranan tambahan kepada Majelis Umum di bidang


pemeliharaan perdamaian. Namun karena sering macetnya Dewan Keamanan sebagai
akibat suasana Perang Dingin, peranan Majelis pada waktu-waktu tertentu menjadi lebih
penting karena pelaksanaan resolusi 377(V). Apabila persyaratan yang terdapat dalam
resolusi 377(V) sudah terpenuhi, maka Majelis dengan segera membahas
permasalahannya agar dapat membuat rekomendasi yang sesud kepada negara-negara
anggota mengenai tindakan-tindakan kolektif yang akan diambil. Jadi Majelis dapat
mengambil sanksi-sanksi non militer berbeda dari sanksi-sanksi yang terdapat dalam Bab
VII Piagam. Pembatasan utama terhadap tindakan yang diambil Majelis bukari mengenai isi
dari tindakan yang disarankan tetapi mengenai dampak hukumnya karena tindakan
tersebut hanya bersifat rekomendasi.

C. LATIHAN SOAL / TUGAS

Soal

1. Jelaskan tujuan dilakukan Pengambilan Tindakan-tindakan Sementara ?


2. Bagaimanakah pelaksanaan wewenang sanksi-sanksi Militer sesuai dengan
Prinsip dalam Piagam?
3. Bagaimana wewenang Majelis Umum dalam bidang pemeliharaan perdamaian?

D. DAFTAR PUSTAKA

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2000
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Bagian
Umum, Bina Cipta, Bandung, 1982
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002
J.L. Brierly, The Law of Nations (Hukum Bangsa-bangsa), Suatu Pengantar,
Penerbit Bhratara, Jakarta, 1996
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, 2002

Anda mungkin juga menyukai